bab 2 gu 3

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembuluh Darah Pembuluh darah memiliki 3 lapisan utama, yaitu : tunika intima tunika media dan tunika adventesia. Semakin besar pembuluhnya, semak nyata adanya ketiga lapisan tersebut. Pembuluh kapiler memiliki diam antara 7-9 micrometer. Pembuluh kapiler dibatasi oleh sel endotel ya berinti gepeng, terletak memanjang sesuai aliran darah, berarna bi menonjol kedalam lumen. !apiler dikelilingi oleh selubung tipis atas kolagen dan elastin tipis disertai sel perivaskuler. Pembuluh arteri menjadi 3 jenis, yaitu : "rteriol yang berlumen bundar agak melonjon yang relative sempit dan memiliki dinding yang relative teba sedang#arteri muscular yang tersusun oleh otot-otot polos sirkuler, lumen bulat atau lonjong dan memiliki dinding tebal, dan yang terakh yaitu arteri besar atau aorta yang tidak mempunyai lapisan tambahan membatasi dindingnya. Pembuluh vena terdiri dari venula dengan lumen tidak bundar, tapi lonjong kearah gepeng, dan dindingnya tidak gepen $ena sedang yang berdinding lebih tipis daripada arteri, tetapi lume jauh lebih lebar dan biasanya bergelombang, penampangnya mir kempis %&roschenko, '(('). 2.2 Pembentukan Pembuluh Darah Baru 5

Upload: guruh-arya

Post on 06-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kti

TRANSCRIPT

20

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1.Pembuluh DarahPembuluh darah memiliki 3 lapisan utama, yaitu : tunika intima, tunika media dan tunika adventesia. Semakin besar pembuluhnya, semakin nyata adanya ketiga lapisan tersebut. Pembuluh kapiler memiliki diameter antara 7-9 micrometer. Pembuluh kapiler dibatasi oleh sel endotel yang berinti gepeng, terletak memanjang sesuai aliran darah, berwarna biru dan menonjol kedalam lumen. Kapiler dikelilingi oleh selubung tipis atas serat kolagen dan elastin tipis disertai sel perivaskuler. Pembuluh arteri terbagi menjadi 3 jenis, yaitu : Arteriol yang berlumen bundar agak melonjong yang relative sempit dan memiliki dinding yang relative tebal, arteri sedang/arteri muscular yang tersusun oleh otot-otot polos sirkuler, dengan lumen bulat atau lonjong dan memiliki dinding tebal, dan yang terakhir yaitu arteri besar atau aorta yang tidak mempunyai lapisan tambahan untuk membatasi dindingnya. Pembuluh vena terdiri dari venula dengan lumen tidak bundar, tapi lonjong kearah gepeng, dan dindingnya tidak gepeng. Vena sedang yang berdinding lebih tipis daripada arteri, tetapi lumennya jauh lebih lebar dan biasanya bergelombang, penampangnya mirip ban kempis (Eroschenko, 2002).

2.2 Pembentukan Pembuluh Darah BaruPembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis, merupakan kunci penyembuhan pada luka yang tertutup secara primer dan luka terbuka yang dimungkinkan untuk tumbuh secara sekunder (Nugroho, 2005).Jumlah pembuluh darah akan meningkat pada saat terjadi penyembuhan luka. Dimana pembuluh darah baru akan terbentuk dan mencapai puncak pada hari kelima. Tumbuhnya pembuluh darah baru diperlukan untuk memberi suplai nutrisi yang lebih pada jaringan yang mengalami kerusakan dan membantu dalam proses reparasi (Kumar, 2007).Empat tahapan umum yang terjadi dalam perkembangan pembentukan pembuluh darah kapiler yang baru (Kumar, 2007) :2.2.1.Degradasi proteolitik pada pembuluh darah induk BM, memungkinkan pembentukan suatu tunas kapiler.2.2.2.Migrasi sel endotel dari kapiler asal menuju suatu rangsang angiogenik2.2.3.Proliferasi sel endotel dibelakang ujung terdepan sel yang bermigrasi2.2.4.Maturasi sel endotel dengan penghambatan pertumbuhan dan penataan menjadi pembuluh darah kapiler, tahapan ini mencakup rekruitmen dan proliferasi perisit (untuk kapiler) dan sel otot polos (untuk pembuluh darah yang lebih besar) untuk menyokong pembuluh endotel dan untuk memberikan fungsi tambahan.

Gambar 2.4. Langkah-langkah proses angiogenesis (Kumar, 2007).

Umumnya rangkaian peristiwa proses angiogenesis, meliputi: (1) vasodilatasi dan kongesti vascular bed; (2) elongasi pembuluh berhubungan dengan perkembangan varikosa, sinus, atau perubahan struktur pilinan; (3) disolusi membran basal pembuluh darah; (4) pertunasan endotel ke dalam jaringan sekitarnya; (5) migrasi distal dari endotel menghadap sumber angiogenik, dengan mitosis proksimal; (6) proliferasi sel endotel, (7) pembentukan lumen (kanalisasi), melalui mekanisme intersel dan intrasel; (8) anastomosis dengan tunas endotel lainnya dan pembentukan simpul; (9) perkembangan sirkulasi; (10) maturasi dan evolusi saluran-saluran dengan segmen-segmen arteri dan vena (Kalangi, 2011). Angiogenesis dikontrol oleh berbagai faktor yang memulai, mengontrol, dan mengakhiri proses yang mempunyai banyak tahap dan rumit. Faktor-faktor tersebut meliputi: (1) faktor pertumbuhan, (2) matriks ekstrasel, (3) molekul adhesi sel, dan (4) berbagai faktor angiogenesis lainnya (Kalangi, 2011). Mekanisme angiogenesis secara umum dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu: inisiasi, proliferasi/invasi, dan maturasi. Mulanya, stimulator angiogenik seperti faktor pertumbuhan atau sitokin dilepaskan dari sel-sel radang dan/atau tumor. Terdapat banyak stimulator potensial angiogenesis yang sudah diidentifikasi, seperti basic fibroblast growth factor (bFGF), transforming growth factor- (TGF-), dan vascular endothelial growth factor (VEGF), yang dilepaskan dari berbagai tumor. Faktor-faktor ini merangsang proliferasi dan sifat invasif sel vaskular, dengan demikian merangsang pertumbuhan pembuluh darah. Faktor-faktor pertumbuhan dan stimulator angiogenik lainnya yang berikatan dengan matriks ekstrasel dapat juga dilepaskan pada proteolisis matriks, yang merupakan bagian fase invasi. Reseptor-reseptor sel vaskular untuk bFGF, TGF-, dan VEGF merupakan reseptor transmembran spesifik yang difosforilasi dalam residu-residu tirosin pada ligasi. Peristiwa ini memulai aliran transduksi sinyal yang memberikan perubahan dalam ekspresi gen (Kalangi, 2011).Terdapat beberapa inhibitor angiogenesis yang dapat mempengaruhi berbagai tahap angiogenesis, yaitu destruksi membran basal pembuluh darah, proliferasi dan migrasi sel-sel endotel, atau pembentukan lumen (Kalangi, 2011). Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan golongan inhibitor endogen dari pertumbuhan dan motilitas endotel yang bekerja sesuai dengan molekul-molekul penginduksi untuk mengontrol angiogenesis. Mengurangi konsentrasi inhibitor atau meningkatkan konsentrasi penginduksi menghasilkan suatu angiogenic switch (Kalangi, 2011).

2.3.Luka SayatVulnus scissum atau luka sayat adalah luka yang timbul pada kulit karena sebuah benda yang tepinya tajam di tarik dengan kekuatan relatif ringan kemudian di geserkan di sepanjang kulit yang membentuk luka dengan ciri-ciri bentuk luka teratur,rata dan berupa garis lurus (Jong,2010; Satyo, 2006). 2.3.1.Penyembuhan LukaProses penyembuhan luka merupakan salah satu proses yang kompleks dalam fisiologi manusia. Tubuh memiliki kemampuan untuk mengganti jaringan yang hilang kemudian memperbaiki struktur, fungsi dan kekuatannya sebagai respon terhadap adanya jaringan rusak yang melibatkan serangkaian reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator inflamasi (Prasetyono,2009; Somantri,2007). Faktor yang mempengaruhi regenarasi luka tergantung dari variasi dan lokasi luka serta di pengaruhi oleh keparahan dan luas cedera (Kumar, 2007).Menurut Kumar (2007), penyembuhan merupakan fenomena komplek dan melibatkan berbagai proses yaitu : 1.) Induksi respons peradangan akut oleh jejas awal, 2.) Regenerasi sel parenkim (jika mungkin), 3.) Migrasi dan proliferasi, baik sel parenkim maupun sel jaringan ikat, 4.)Sintesis protein ECM, 5.) Remodelling unsur parenkim untuk mengembalikan fungsi jaringan, 6.) Remodelling jaringan ikat untuk memperoleh kekuatan luka.2.3.1.1.Penyembuhan PrimerNetrofil akan terlihat pada 24 jam setelah terjadinya luka dan selanjutnya akan bergerak menuju bekuan fibrin dan di saat bersamaan aktivitas mitotik sel basa akan meningkat. 48 jam berikutnya sel epitel pada kedua sisi akan berproliferasi di dermis kemudian kedua ujungnya akan bergerak dan bertemu di garis tengah bawa keropeng yang membentuk selapis epitel tipis yang tidak putus, pada hari ketiga serat kolagen akan mulai terlihat dan peran dari netrofil akan mulai digantikan oleh makrofag. Pada hari ketiga proliferasi epitel terus berlanjut dan menjadi lapisan epidermis yang tebal. Noevaskularisasi mencapai puncaknya pada hari ke 5 dan epitel yang terus berdiferensiasi membentuk jaringan epidermis yang matur dengan keratinisasi di permukaannya (Kumar, 2007)Proliferasi fibroblast dan kolagen terus berlangsung pada minggu kedua, namun infiltrat leukosit berkurang diikuti penurunan vaskularisasi pada luka dan pada akhir bulan pertama jaringan epidermis yang terlah berdiferensiasi sempurna menutup luka dengan regangan luka yang semakin kuat (Kumar, 2007)2.3.1.2.Penyembuhan SekunderSemakin luas suatu luka maka regenaris sel parenkim tidak dapat sempurna sehingga pemulihan luka tersebut semakin kompleks dan proses penyembuhan luka akan semakin lama, akibatnya jaringan granulasi yang di ikuti dengan penumpukan ECM (matriks ekstra seluler) yang membentuk jaringan parut. Bentuk penyembuhan ini disebut sebagai penyembuhan sekunder (Kumar, 2007).Gambar 2.1. Tahap penyembuhan luka primer (kiri) dan sekunder (kanan)(Kumar,2007)2.3.2.Fase Penyembuhan Luka2.3.2.1. Fase InflamasiFase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-5. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan, dan tubuh berusaha melakukan hemostatis yaitu pembuluh darah yang cedera akan mengalami konstriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya bekuan darah akan membentuk matriks fibrin yang menjadi kerangka untuk perbaikan sel.(Jong,2010;Prasetyono, 2009). Setelah terjadi proses hemostatis tersebut sel plasma berupa PMN (polimorfonuklear) akan bermigrasi menuju luka dengan kadar puncak pada hari 24-48 jam setelah terjadinya luka dan menurun pada hari ketiga yang kemudian fungsinya digantikan oleh makrofag setelah 96 jam dari terjadinya luka fungsi dari PMN dan makrofag adalah memfagositosis bakteri yang masuk melalui luka dan juga memsintesis berbagai faktor pertumbuhan seperti fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), transforming growth dactor (TGF) serta interleukin (Prasetyono, 2009; Jong, 2010;Meszaros et al.,2000)2.3.2.2.Fase ProliferasiFase proliferasi disebut juga fase fibroplasias karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini dimulai dari hari ke 4 sampa hari ke 21. Fibroblast akan berdiferensiasi menghasilakan polisakrida, amino glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen yang mempertautkan luka serta pembuluh darah yang baru mulai mengantikan pembuluh darah yang cedera melalui proses angiogenesis yang diperankan oleh kapiler-kapiler yang dibentuk oleh tunas endotelial (Jong,2014; Morrison,2004)proses pembentukan kolagen terjadi kira-kira 7 hari setelah terjadinya luka. Kolagen dan subtansi substansi protein berfungsi untuk menambah tegangan permukaan luka. fibroblast dan mediator inflamasi akan membentuk jaringan granulasi yang berbentuk granuler berwarna merah terang yang berfungsi menopang kolagen dan substansi dasar yang diperlukan. Pada fase ini epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses proliferasi dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase remodeling (Scwartz,2000; Morrison,2004;Jong,2010)2.3.2.3. Fase RemodellingFase remodelling di mulai pada hari ke 24 sampai 1 tahun setelah terjadinya luka, tahap remodelling adalah fase terakhir pada proses penyembuhan luka. Kolagen tipe 1 dan 3 sangat berperan dalam fase ini. (Morrison,2004; Clinimed,2013)Proses pematangan berupa sel epitel yang bermigrasi akan berhenti bermitosis apabila ujungnya bertemu dengan sel lainnya, penyerapan kembali jaringan berlebih, pengerutan dan pembentukan ulang jaringan yang baru serupa dengan jaringan yang hilang, edem, sel radang diserap,kapiler baru menutupdan reorganisasi kolagen dan kekuatan regangan luka meningkat (Jong,2010;Morisson, 2004)2.3.3.Pengaruh faktor sistemik dan lokal dalam proses penyembuhan lukaProses inflamasi dan perbaikannya selalu berjalan bersamaan hanya arahnya yang berlawanan, terdapat sejumlah fakor sistemik dan faktor lokal yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka (Kumar,2005) 2.1.2.1 Faktor Sistemik 2.1.2.1.1 NutrisiNutrisi sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka terutama defisiensi vitamin c yang menganggu sisntesis kolagen dan memanjangkan proses penyembuhan luka (Barbul et al., 2006)2.1.2.1.2 Hormon Glukokortikoid Mempunyai pengaruh anti inflamasi yang dapat mempengaruhi komponen kadar inflamasi dan fibroplasia sehingga dapat menganggu sistesis kolagen (Nugroho,2005)2.1.2.1.3 Kadar Hemoglobin Kadar hb yang rendah akan sangat mempengaruhi sintesa kolagen untuk penyembuhan luka (Nugroho,2005).2.1.2.2 Faktor Lokal 2.1.2.2.1 Infeksi Infeksi merupakan kendala utama dalam penyembuhan Infeksi menghambat penyembuhan dengan memperlama fase inflamasi dan memproduksi toksin luka serta menyebabkan keterlambatan reepitelisasi (Morrison,2004; Djoko,2004)

2.2.3.2.2KelembapanLuka pada keadaan lembab proses reepitelisasinya lebih baik dan cepat karena berhubungan dengan proses oksigenasi jaringan (Schwatrz,2000). Hipoxia jaringan akan menginduksi sitokin dan faktor faktor pertumbuhan yaitu produksi makrofag, keratinosit, fibroblast, PDGF, TGF-,VEGF, TNF- (Rodriguez et al.,2008)2.2.3.2.3Macam dan Lokasi LukaSemakin luas luka akan menyebabkan insiden terjadinya infeksi akan semakin besar karena jaringan nekrotik makin banyak kemungkinan kontaminasi bakteri lain sehingga menganggu prosen sintesis kolagen yang berperan dalam penyembuhan luka ( Djoko,2004)

2.4. BABANDOTAN (AGERATUM CONYZOIDES)2.3.1 Sistematika Babandotan (Ageratum Conyziodes) Kigdom : Plantae (tumbuhan)Super divisi : Spermatophyta (menhasilkan biji)Divisi : Magnoliphyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magniliopsida (dikotil)Sub kelas : Asteridae Ordo : AsteralesFamilie : Asteraceae Genus : Ageratum Spesies : Ageratum conyziodes L.

2.3.2 Nama daerah tanaman babandotan (Ageratum conyzoides L) Babandotan hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan di setiap daerah di Indonesia memiliki nama lain untuk mengindetifikasi babandotan mislanya di daerah Tana Toraja babandotan biasa di sebut dengan riu bosi, di Sumatera babandotan di sebut danun tombak,jantan, siangik kehwa,leuntin, rumput tahi ayam. Sedangkakan di Jawa di babandotan sering disebut babandotan, bandotan, beureum, hejo, jukutbau, berokan, wedusan, tempoyak dan di daerah sulawesi disebut dawet, lawel, rukut, manoe, sopi. (Karundeng et al.,2011)2.3.3 Morfologi Babandotan Babandotan berupa tumbuhan tema semusim, tumbuh tegak atau bangian bawahnya berbaring, tingginya 30-90 cm dan bercabang. Batang berbentuk bulat berbulu tebal. Daun tungkai bertangkai letaknya saling berhadapan dan bersilang, helaian daun bulat telur dengna pangkal membulat dan ujung meruncing tepi bergerigi, panjangnya 1-10 cm dan lebarnya 0,5-7 cm, kedua permukaan daun merona dengna kelenjar yang terletk di permukaan bawah daun, warnanya hijau bunga majemuk 3 atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai, biasnya berwarna biru hingga ungu terkadang putih. Panjang bonggol bunga -8mm dengna tnagkai yang berambut. Buah bulat panjang berwarna hitam dan berbentuk kecil (BPOM RI,2008)

Gambar 2.3 Babandotan (Karundeng et al.,2011)2.3.4 Manfaat Babandotan Babandotan yang sering dianggap hama bagi para petani ini ternyata memilki banyak kegunaan, salah satu untuk penymebuhan luka dari hasil penelitian Lily (2012) mengungkapkan efek kesembuhan luka yang di beri ekstrak etanol daun babandotan dosis 25 % mempercepat waktu kesembuhan luka di banding dengan povidone iodine. Selain itu penelitian Shinta (2010) menunjukan potensi babandotan untuk dijadikan repelan terhadapa nyamuk ae.Aegypti.2.3.5 Kandungan Kimia Daun Babandotan Daun babandotan mengandung asam amino, organacid, peptic subtance,minyak atsiri, kuamrin, friedelin, tannin sulfur dan potassium klorida serta beta-siatosterol dan juga mengandung senyawa metabolit seperti flavonoid,alkaloid, saponin polifenol dan minyak atsiri (Karundeng et al.,2011 ;Duru et al.,2012). 2.3.5.1 SaponinSaponin mula-mula di beri naman saponon karena sifatnya yang khas seperti sabun (bahasa latin sapo = sabun). saponin adalah glikosida yang aglikonya disebut sapogenin yang berasal dari metabolit sekunder yang dihasilkan oleh holothuria yang dibedakan atas dua yaitu saponin triterpenoid dan saponin steroid. Saponin akan menimbulkan buih yang stabil bila di kocok dengan air (Caulier et al,.2011).Saponin memiliki kemampuan untuk membantu proses penyembuhan luka karena efek antibakteri yang menganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga lisis serta memacu pertumbuhan dari kolagen yang mempercepat penyembuhan luka, mestimulasi mediator inflamasi TGF yang berperan dalam proses reepitelisasi dan sintesis kolagen (Oka,2012; Isnaini,2009; Barrientos et al., 2008). Saponin juga dapat menginduksi VEGF, EGF, dan FGF, dimana VEGF merupakan faktor penting dalam proses angiogenesis dalam penyambuhan luka (Kimura et al, 2006, Banso et al, 2007).2.3.5.2 Alkaloid Alkaloida merupakan racun, senyawa tersebut menunjukan aktivitas fisiologis yang luas, bersifat basa dan umumnya mengandung nitrogen dan cincin heterosiklik yang di turunkan dari asam amino, biasanya terdapat pada tanaman sebagai garam asam organik (Sofia, 2006) alkaloid memiliki sifat anti bakteri karena dapat menganggu komponen penyusun didnding sel dari bakteri sehingga menyebabkan kematian sel bakteri (Oka,2012) 2.3.5.3 Flavonoid Senyawa flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang yang terbesar yang di temukan di alam. yang di temukan di dalam tumbuh-tumbuhan (Sofia,2006) salah satu kegunaan dari senyawa ini adalah mampu menjadi sebagai anti bakteri dan juga memiliki kemampuan sebagai antioxidant kuat yang memiliki efek membasmi radikal bebas (Khunaifi,2010;Soni,2012) 2.5 Vaseline Alba ( Malam Putih) Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah diputihkan, diperoleh lemak mineral yang diperoleh dari minyak bumi. Vaselin alba tidak larut dalam air dan dalam etanol tetapi larut dalam kloroform dan eter. Suhu leburnya 10 C hingga 50 C dan umumnya digunakan sebagai tambahan. Sifatnya lunak, lengket, bening, putih, sifat tidak berbau. 2.6 Lanolin (Adeps Lanae)Lanolin digunakan sebagai bahan yang bersifat hidrofobik dalam pembuatan salep. Lanolin saat meleleh akan berwarna kuning dan jernih, berbeda dengan warna sebelum di lelehkan memiliki warna kuning pucat yang mengandung wax dan berbau khas, lanolin atau adeps lanae ini tidak larut dalam air, Lanolin merupakan lemak murni dari bulu domba yang kerasa dan melekat sehingga sulit untuk di di oleskan dan memilki peroksidan yang akan berefek pada bahan obat tertentu (Rowe et al., 2003; Yanhenri,2012), pengaruh lanolin terhadap reepitelisasi belum pernah di teliti sebelumnya, penambahan lanolin akan menyebabkan semakin luas massa salep yang dihasilkan dan daya lengket akan semakin kecil (Yanhenri et al., 2012; Astuti et al., 2007)

2.7 Pengaruh Daun Babandotan Terhadap Re-Vascularisasi Pada Penyembuhan Luka SayatTerdapat tiga fase dalam proses kesembuhan luka, yaitu fase inflamatori, fase proliferatif, dan fase remodeling (Fishman, 2010). Komponen yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka adalah kolagen, angiogenesis dan granulasi. Pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis merupakan salah satu elemen kunci pada proses penyembuhan luka (Nugroho, 2005).Daun babandotan mengandung senyawa kimia yaitu mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin (Duru et al.,2014). Tannin dan saponin yang dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba sehinga dapat meiningkatkan kontraksi luka dan meningkatkan kecepatan epitelisasi (Thakur et al, 2011). Flavonoid merupakan antioksidan yang dapat membatasi jumlah radikal bebas sehingga tidak terjadi kerusakan yang berlebihan saat terjadi luka (Marques et al, 2004). Saponin juga dapat menginduksi VEGF, EGF, dan FGF, dimana VEGF merupakan faktor penting dalam proses angiogenesis dalam penyambuhan luka (Kimura et al, 2006, Banso et al, 2007). VEGF dapat menginduksi angiogenesis serta peningkatan permeabilitas vaskuler yang bekerja langsung pada endothelium (Cha, 2004). Menurut Brem, bahwa respon pembentukan sel pada luka yakni tergantung pada pelepasan VEGF. Platelet adalah komponen pertama untuk menangani bagian yang luka, diikuti oleh netrofil, dan kemudian makrofag, seperti yang tertulis pada penelitian Bao (2010). Menurut Banks, Platelet yang diaktivasi melepaskan VEGF, secara khusus setelah stimulasi thrombin, seperti yang tertulis juga pada penelitian Bao (2010).

2.8 Kerangka teori

Babandotan

FlavonoidSaponinAlkaloidTannin

Stimulasi Factor Angiogenik

Proses Angiogenesis

NutrisiInfeksiHormon glukokortikoidSirkulasi darah

Jumlah Pembuluh Darah

2.8.Kerangka Konsep

Re-vascularisasiDaun Babandotan

2.9. HipotesisSalep Ekstrak Etanol Daun Babandotan (Ageratum conyzoides) berpengaruh terhadap re-vascularisasi pada luka sayat kulit mencit (Mus musculus).

5