asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan chronic obstructive pulmonary diseases

44
BAB I Pendahuluan Penyakit paru-paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary diseases-COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan CPOD adalah: brinkhitis kronis, efisema paru-paru, dan asma bronchial, sering juga penyakit ini disebut dengan ‘choronic airflow limitation (CAL)’ dan ‘chronic obstructive lung disease (COLD)’ Meskipun semuanya memberikan kelainan berupa obstruksi saluran napas, tetapi mekanisme terjadinya kelainan itu berbeda pada masing-masing penyakit. Gangguan obstruksi yang terjadi menimbulkan dampak buruk terhadap penderita karena menimbulkan gangguan oksigenisasi dengan segala dampaknya. Obstruksi saluran napas yang terjadi bisa bertambah berat jika ada gangguan lain seperti infeksi saluran napas dan eksaserbasi akut penyakitnya. Pemberian bronkodilator yang 1

Upload: dcpony

Post on 15-Jun-2015

4.618 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

BAB IPendahuluan

Penyakit paru-paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary

diseases-COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya.

Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan

CPOD adalah: brinkhitis kronis, efisema paru-paru, dan asma bronchial, sering

juga penyakit ini disebut dengan ‘choronic airflow limitation (CAL)’ dan

‘chronic obstructive lung disease (COLD)’

Meskipun semuanya memberikan kelainan berupa obstruksi saluran

napas, tetapi mekanisme terjadinya kelainan itu berbeda pada masing-masing

penyakit. Gangguan obstruksi yang terjadi menimbulkan dampak buruk

terhadap penderita karena menimbulkan gangguan oksigenisasi dengan segala

dampaknya. Obstruksi saluran napas

yang terjadi bisa bertambah berat jika ada gangguan lain seperti infeksi saluran

napas dan eksaserbasi akut penyakitnya. Pemberian bronkodilator yang

bertujuan mengatasi obstruksi yang terjadi, merupakan suatu tindakan yang

bersifat simptomatis, karena pengobatan ini tidak mengobati etiologi obstruksi;

walaupun demikian pengobatan ini perlu dilakukan untuk mengatasi gejala serta

menghindari perburukan penyakit dan kom-

plikasi.

Terdapat berbagai golongan bronkodilator dan cara pem- berian yang

berbeda. Pemilihan bronkodilator yang tepat dan cara pemberian yang akurat

perlu dilakukan agar diperoleh efek pengobatan yang optimal dengan efek

samping yang minimal.

1

Page 2: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

BAB II

ISI

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

I. Definisi

Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang memberikan

kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas.

II. Mekanisme obstruksi saluran napas

Obstruksi saluran napas difus yang terjadi pada asthma terdiri dari empat unsur,

yaitu :

1. Hipertrofi otot polos bronkus

2. Peningkatan sekresi muk ke dalam lumen bronkus

3. Edema mukosa bronkus

4. Infiltrasi sel inflamasi oleh eosinofil dan netrofil pada dinding saluran napas

dan lumen.

Mekanisme obstruksi saluran napas yang terjadi pada asthma sangat kompleks,

tetapi interaksi dengan hiperaktivitas bronkus merupakan faktor utama.Pada bronkitis

kronik obstruksi saluran napas terjadi melalui mekanisme lain. Faktor pencetus

penyakit ini adalah suatu iritasi kronik yang disebabkan oleh asap rokok dan polusi.

Asap rokok merupakan campuran partikel dan gas. Pada tiap hembusan asap rokok

terdapat radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH-).

Sebagian besar radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap

rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang

rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi

fungsi anti elastase pada saluran napas. Anti elastase berfungsi menghambat

netrofil.Oksidan menyebabkan fungsi ini ter- ganggu, sehingga timbul kerusakan

jaringan intersititial alveolus.

2

Page 3: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Partikulat dalam asap rokok dan udara terpolusi mengendap pada lapisan mukus

yang melapisi mukosa bronkus, sehingga menghambat aktivita silia. Pergerakan

cairan yang melapisi mukosa berkurang, sehingga iritasi pada sel epitel mukosa

meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini dit dengan

gangguan aktifitas silia menimbulkan gejala batuk kronik dan ekpektorasi. Produk

mukus yang berlebihan memudahkan timbulnya infeksi serta menghambat proses

penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat terjadi

hipersekresi. Bila iritasi dan oksidasi di saluran napas terus berlangsung maka terjadi

erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi

skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan

obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel.

Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli yang

permanen dan destruksi dinding alveoli. Dua jenis emfisema yang relevan dengan

penyakit paru obstruksi kronik(PPOK) yaitu emfisema pan acinar dan emfisema

sentri-acinar

Pada jenis pan-acinar kerusakan acinar relatif difus dan dihubungkan dengan

proses menua serta pengurangan permukaan alveolar. Keadaan ini menyebabkan

berkurangnya elastic recoil paru sehingga timbul obstruksi saluran napas. Pada jenis

sentri-acinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer acinar, kelainan ini

sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit saluran napas perifer

Pada sindrom obstruksi pasca Tb (SOPT) mekanisme obstruksi terjadi oleh

karena rusaknya parenkim paru akibat penyakit tuberkulosis timbulnya fibrosis

mengakibatkan

saluran napas yang tidak teratur, serta emfisema kompensasi karena proses fibrosis

dan atelektasis mungkin mempunyai peran dalam terjadinya obstruksi saluran napas

pada penyakit ini

3

Page 4: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

III. Tujuan Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penyakit paru obstruksi bertujuan untuk menghilangkan

atau mengurangi obstruksi yang terjadi seminimal mungkin dan secepatnya agar

oksigenisasi dapat kembali normal; keadaan ini dipertahankan dan diusahakan

menghindari perburukan penyakit atau timbulnya obstruksi kembali pada kasus

dengan obstruksi yang reversibel.

Dasar-dasar penatalaksanaan ini pada PPOK adalah:

1) Usaha mencegah perburukan penyakit

2) Mobilisasi lendir

3) Mengatasi bronkospasme

4) Memberantas infeksi

5) Penanganan terhadap komplikasi

6) Fisioterapi, terapi inhalasi dan rehabilitasi.

Pada asthma dan PPOK, suatu serangan akut atau eksaserbasi akut memerlukan

penatalaksanaan yang tepat agar obstruksi yang terjadi dapat diatasi seoptimal

mungkin sehingga risiko komplikasi dan perburukan penyakit dapat dihindari sedapat

mungkin.

Pada obstruksi kronik yang terdapat pada PPOK dan SOPT penatalaksanaan

bertujuan untuk memperlambat proses perburukan faal paru dengan menghindari

eksaserbasi akut dan faktor-faktor yang memperburuk penyakit. Pada penderita

PPOK penurunan faal paru lebih besar dibandingkan orang normal. Penelitian di

RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa nilai volume ekspirasi paksa detik pertama

(VEP1) pada penderita PPOK menurun sebesar 52 ml setiap tahunnya.

IV. Penatalaksanaan PPOK

a. penatalaksanaa Umum

Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adaIah:

1) Pendidikan terhadap penderita dan keluarga.

Mereka hendaklah mengetahui penyakitnya, yang meliputi berat penyakit, faktor-

faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk

penyakit. Perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan dan pengobatan.

4

Page 5: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

2) Menghindani rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi.

Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit.

Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat

iritasi harus dihindari, karena zat itu juga dapat menimbulkan eksaserbasi/memper-

buruk perjalanan penyakit.

3) Menghindan infeksi

Infeksi saluran napas sedapat mungkin dihindan oleh karena dapat menimbulkan

suatu eksaserbasi akut penyakit.

4) Lingkungan sehat

Perubahan cuaca yang mendadak, udara terlalu panas atau dingin dapat

meningkatkan produksi sputum dan obstruksi saluran napas. Tempat ketinggian

dengan kadar oksigen rendah dapat menurunkan tekanan oksigen dalam arteri. Pada

penderita PPOK terjadinya hipertensi pulmonal dan kor pulmonale dapat

diperlambat bila penderita pindah dari dataran tinggi ke tempat di permukaan laut.

5) Mencukupkan kebutuhan cairan

Hal ini penting untuk mengencerkan sputum sehingga mudah dikeluarkan. Pada

keadaan dekompesasi kordis, pemakaian kortikosteroid dan hiponatremi

memperbesar kemungkinan terjadinya kelebihan cairan.

6) Nutrien yang cukup

Pemberian makanan yang cukup perlu dipertahankan oleh karena penderita sering

mengalami anoreksia oleh karena sesak napas, dan pemakaian obat-obatan yang

menimbulkan rasa mual.

b. Pemberian Obat-obatan

1. Bronkodilator

Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi

obstruksi saluran napas yang terdapat pada penyakit paru obstruksi. Ada 3 golongan

bronkodilator utama yaitu golongan simpatomimetik, golongan antikolinergik dan

golongan xanthin; ke tiga obat ini mempunyai cara kerja yang berbeda dalam

mengatasi obstruksi saluran napas. Dalam otot saluran napas persarafan langsung

simpatometik hanya sedikit; meskipun banyak terdapat adenoreseptor beta dalam

5

Page 6: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

otot polos bronkus, reseptor ini terutama adalah beta-2. Pemberian beta agonis

menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenilsiklase,

yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan

bronkodilatasi.

Persarafan bronkus berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus Pada

asthma aktifitas refleks vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi;

tetapi peranan vagus yang pasti tidak diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut

adalah asetilkolin yang dapat menimbulkan bronkokonstniksi. Atropin adalah zat

antagonis kompetitif dan asetilkolin dan dapat menimbulkan relaksasi otot polos

bronkus sehingga timbul bronkodilatasi.

Obat golongan xanthin bekerja sebagai bronkodilator melalui mekanisme

yang belum diketahui dengan jelas. Beberapa mekanisme yang diduga

menyebabkan terjadinya bronkodilator, adalah:

Blokade reseptor adenosin

Rangsangan pelepasan katekolamin endogen

Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor

Meningkatkan ambilan kalsium ke dalam sel otot polos

dan penghambatan penglepasan mediator dan sel mast.

Obat golongan simpatomimetik seperti adrenalin dan efedrin selain

memberikan efek bronkodilatasi juga menimbulkan takikardi dan palpitasi;

pemakaian obat-obat yang selektif terhadap reseptor beta mengurangi efek samping

ini. Golongan agonis beta-2 yang dianggap selektif antara lain adalah terbutalin,

feneterol, salbutamol, orsiprenalin dan salmeterol. Di samping bersifat sebagai

bronkodilator, bila diberikan secara inhalasi dapat memobilisasi lendir.

Pemberian beta-2 dapat menimbulkan tremor tetapi bila terus diberikan maka

gejala akan berkurang. Pemberian salbutamol lepas lambat juga dapat diberikan.

Pada penderita asma obat ini mungkin bisa mengu- rangi timbulnya serangan

asthma malam. Dosis salbutamol lepas lambat 2 x 4 mg mempunyai manfaat yang

sama dengan dosis 2 x 8 mg dengan efek samping yang lebih minimal.

Antikolinergik seperti ipratropium bromide merupakan bronkodilator utama

pada PPOK, kanena pada PPOK obstruksi saluran napas yang terjadi lebih dominan

6

Page 7: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

disebabkan oleh komponen vagal. Kombinasi obat antikolinergik dengan golongan

bronkodilator lain seperti agonis beta-2 dan xanthin memberikanefek bronkodilatasi

yang lebih baik, sehingga dosis dapat di turunkan sehingga efek samping

jugamenjadi sedikit.

Pada penderita athsma akut pemberian antikolinergik tidak direkomendasikan

oleh karena efeknya lebih rendah dibandingkan golongan agonis beta-2; tetapi

penambahan obat antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. Pada

asthma kronik antikolinergik cukup aman,bronkodilatasi terjadi melalui blokade

reseptor muskaninik non spesifik. Meskipun efeknya kurang dari gonis beta-2 tapi

penambahan obat ini memberikan efek tambahan terutama pada penderita asthma

yang lebih tua.

Golongan xanthin mempunyai efek bronkodilator yang lebih rendah, selain

bersifat bronkodilator obat ini juga berperan dalam meningkatkan kekuatan otot

diafragma. Pada penderita emfisema dan bronkitis kronik metabolisme obat

golongan xanthin ini dipengaruhi oleh faktor uimur, merokok, gagal jantung, infeksi

bakteri dan penggunaan obat simetidin dan eitromisin. Oleh karena itu penggunaan

obat xanthin pada PPOK membutuhkan pemantauan yang ketat. Pemberian

bronkodilator secara inhalasi sangat dianjurkan oleh kanena cara ini memberikan

berbagai keuntungan yaitu:

Obat bekerja langsung pada saluran napas

Onset kerja yang cepat

Dosis obat yang kecil

Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam

darah rendah

Membantu mobilisasi lendir.

Ada berbagai cara pemberian obat inhalasi yaitu dengan inhalasi dosis terukur,

alat bantu spacer, nebuhaler, turbuhaler, dischaler, rotahaler dan nebuliser. Hal

yang perlu diperhatikan adalah cara pemakaian yang tepat dan benar sehingga obat

dapat mencapai saluran napas dengan dosis yang cukup.Pada orang tua dan anak-

anak serta pada suatu serangan akut yang berat mungkin obat tidak bisa dihisap

7

Page 8: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

dengan baik sehingga sukar mendapatkan bronkodilatasi yang optimal pada

pemakaian inhalasi dosis terukur.

Pemberian inhalasi fenoterol 1 ml konsentrasi 0,1% dengan nebuliser pada

serangan asthma memberikan perbaikan faal paru yang sangat bermakna pada 32

penderita asthma yang berobat ke poli Asthma RSUP Persahabatan; tetapi pada 19

orang penderita PPOK dengan eksaserbasi akut, inhalasi ini memberikan perbaikan

subjektif sedangkan peningkatan faal paru tidak bermakna.

Pada penderita PPOK pemberian bronkodilator harus selalu dicoba, meskipun

tidak terdapat perbaikan faal paru. Apabila selama 23 bulan pemberian obat tidak

terlihat perubahan secara objektif maupun secara subjektif maka tidaklah tepat

untuk meneruskan pemberian obat. Tetapi pemberian bronkodilator tetap

diindikasikan pada suatu serangan akut.Pemberian bronkodilator jangka lama pada

penderita sebaiknya diberikan dalam bentuk kombinasi, untuk mendapatkan efek

yang optimal dengan efek samping yang minimal.

2. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid pada suatu serangan akut baik pada asthma maupun

PPOK memberikan perbaikan penyakit yang nyata. Steroid dapat diberikan

intravena selama beberapa hari, dilanjutkan dengan prednison oral 60 mg selama 47

hari, kemudian diturunkan bertahap selama 710 hari. Pemberian dosis tinggi kurang

dari 7 hari dapat dihentikan tanpa turun bertahap.Pada penderita dengan

hipereaktivitas bronkus pem- berian kortikosteroid inhalasi menunjukkan perbaikan

fungsi paru dari gejala penyakit. Pemberian kortikosteroid jangka lama

memperlambat progresivitas penyakit.

3. Antibiotika

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi, terutama

pada keadaan eksaserbasi., Infeksi virus paling sering menimbulkan eksaserbasi

diikuti oleh infeksi bakteri. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan

makin memburuk.Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam

penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotika dapat mengurangi lama dan

beratnya eksaserbasi.Perubahan warna sputum dapat merupakan indikasi infeksi

8

Page 9: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

bakteri. Antibiotika yang biasanya bermanfaat adalah golongan penisilin,

eritromisin dan kotrimoksasol, biasanya diberikan selama 710 hari. Apabila

antibiotika tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan

mikroorganisme.

4. Ekspektorans dan mukolitik

Pemberian cairan yang cukup dapat mengencerkan sekret, tetapi pada

beberapa keadaan seperti gagal jantung perlu dilakukan pembatasan cairan. Obat

yang menekan batuk seperti kodein tidak dianjurkan karena dapat mengganggu

pembersihan sekret dan menyebabkan gangguan pertukaran udara; di samping itu

obat ini dapat menekan pusat napas. Tetapi bila batuk sangat mengganggu seperti

batuk yang menetap, iritasi saluran napas dan gangguan tidur obat ini dapat

diberikan. Ekspektorans dan mukolitik lain seperti bromheksin, dan karboksi

metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistem selain bersifat

mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran napas dan

kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.

c. Terapi Oksigen

Pada penderita dengan hipoksemi, yaitu Pa 02 < 55 mmHg pemberian

oksigen konsentrasi rendah 13 liter/menit secara terus menerus memberikan

perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja dan pola tidur. Hipoksemi

dapat mencetuskan dekompensatio kordis pada penderita PPOK terutama pada

saat adanya infeksi saluran napas. Gejala gangguan tidur, gelisah dan sakit kepala

mungkin merupakan petunjuk perlunya oksigen tambahan. Pada penderita dengan

infeksi saluran napas akut dan dekompensasi kordis pemberian Inspiratory

Positive Pressure Breathing (IPPB) bermanfaat untuk mencegah dan

menyembuhkan atelektasis.

d. Rehabilitasi

Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis dan pekerjaan.

Fisioterapi bertujuan memobilisasi dahak dan mengendalikan kondisi fisik

penderita ke tingkat yang optimal. Berbagai cara fisioterapi dapat dilakukan yaitu

latihan relaksasi, latihan napas, perkusi dinding dada, drainase postural dan

9

Page 10: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

program uji latih. Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang

cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi

pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan fisiknya.

5.KLASIFIKASI

A. ASTHMA BRONKHIAL

Definisi

Suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme

periodik ( kontraksi spasme pada saluran napas ). Asthma merupakan penyakit

kompleks yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi,

otonomik, dan psikologi.

Tipe Asthma

Asthma terbagi menjadi :

a. Asma alergik atau ekstrintik

Suatu jenis asthma yang disebabkan oleh allergen ( misalnya bulu

binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain). Alergen

yang paling umum adalah airborne (perantaraan penyebarannya melalui

udara ) dan seasonal ( muncul seacara musiman ). Pada pasien ini biasanya

mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan

ekzema atau rhinitis alergik. Gejala umumnya dimulai saat kanak-kanak.

b. Idiopatik atau nonallergik asthma ( intrinsik )

Suatu jenis asthma yang tidak berhubungan secara langsung

dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi

saluran nafas atas, aktivitas, emosi, dan emosi lingkungan dapat

menimbulkan serangan asthma. Beberapa agen farmakologi antagonis

beta-adrenergik dan agen sulfite ( penyedap makanan ) juga dapat

berperan sebagai faktor pencetus. Serangan asthma ini dapat menjadi lebih

berat dan berkembang menjadi bronkhitis dan emfisema. Pada beberapa

pasien asama jenis ini dapat berkembang menjadi athsma campuran dan

bentuk asthma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun).

10

Page 11: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

c. Asthma campuran ( mixed asthma )

Suatu jenis asma yang sering kali ditemukan. Dikarakteristikan

dengan bentuk kedua jenis asthma alergi dan idiopatik atau alergi.

Etiologi

Serangan asthma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik,

metabolisme, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Faktor-faktor penyebab

yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin

dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan

b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan

c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus

d. Perubahan cuaca yang ekstrem

e. Aktivitas fisik yang berlebihan

f. Lingkungan kerja

g. Obatan-obatan

h. Emosi

i. Lain-lain : seperti refluks gastro esofagos

Gambaran Klinis

Gejala asthma terdiri atas triad: dispnea, batuk, dan mengi ( bengek atau

sesak napas ). Gejala sesak nafas sering dianggap sebagai gejala yang harus

ada ( ’sinequa non’ ). Hal tersebut bearti jika penderita menganggap

penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak nafas, maka

perawat harus yakin bahwa pasien bukan menderita asthma.

Gambaran klinis pasien yang mendeerita asthma:

a. Gambran objektif

Kondisi pasien dalam keadaan :

Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing

Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan

Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan

Sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus

11

Page 12: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing ( di apeks dan hilus )

b. Gambaran subjektif

Pasien mengeluhkan :

Sukar bernafas

Sesak

Anoreksia

c. Gambaran Psikososial

Cemas

Takut

Mudah tersinggung

Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakitnya

Patofisiologi

Asthma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan

oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul

IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan

asthma bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan sensitivitas,

alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu

tertentu. Akan tetapi sekali sensitisasi telah terjadi pasien akan memperlihatkan

respon yang sangat baik sehingga sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah

dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asthma

adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan

bahan sulfat. Sindroma pernafasan sensitif-aspirin khusus terutama mengenai

orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak.

Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh

rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asthma

progresif.

Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian

obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan

terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid lain. Mekanisme dengan

12

Page 13: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

aspirin dan obat lain dapat menyebabkan bronkospasme tidak diketahui tetapi

mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus

oleh aspirin.

Antagonis beta-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas

pada pasien asthma demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan

reaktifitas jalan nafas dan harus dihindarkan pada pasien ini. Obat sulfat, seperti

kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida,

yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen

sanitasi dan pengawet juga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada

pasien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau

cairan yang mengandung senyawa ini, misal,salad, buah segar, kentang, kerang

dan anggur.

Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah cetusan lainnya dari internal

pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi yang

mengakibatan dikeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan

mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan yang dapat berupa dikeluarkannya

histamin, bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu

berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan

sekresi mukus.

13

Page 14: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Skema patofisiologi asthma bronkial

Pencetus serangan

( alergen, emosi/stres, obat-obatan, dan infeksi )

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkannya subtansi vasoakatif

( histamin, bradikinin, dan anafilatoksin )

Kontaksi otot polos Permeabilitas Kapiler Sekresi mukus

Broncospasme Kontraksi otot polos Produksi mukus Edema mukosa bertambah Hipertensi

Obstruksi saluran nafas ketidakseimbangan

Bersihan jalan nafas nutrisi : kurang dari

Tidak efektif kebutuhan tubuh

( risiko / aktual )

Hipoventilasi

Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru-paru

Gangguan difusi gas di alveoli

Kerusakan pertukaran gas

Hipoksemia

Hiperkapnia

14

Page 15: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Untuk melihat derajat beratnya asthma biasanya dilakukan pemeriksaan secarakomprehensif dengan menggunakan alat ukur seperti pada tabel di bawah ini .

Pengkajian untuk menentukan derajat berat asthma

Manifestasi klinis Skor 0 Skor 1

a. Penurunan

tolenrasi beraktivas

b. Penggunaan

otot nafas tambahan, adanys

retraksi interkostal

c. Wheezing

d. Respiratory

rate per menit

e. Pulse rate per

menit

f. Teraba

pulsus paradoksus

g. Puncak

expiratory flow rate ( L /

menit )

Ya

Tidak ada

Tidak ada

< 25

< 120

Tidak ada

> 100

Tidak ada

Ada

Ada

> 25

> 120

Ada

> 100

Keterangan : jika terdapat skor empat atau lebih, maka pasien diperkirakan mengalami asthma berat.

Selanjutnya pasien harus diobservasi untuk menentukan ada tidaknya respons dari terapi atau segera

dikirim ke rumah sakit.

Perubahan dalam arteri blood gas yang berhubungan dengan asthma

Ringan Sedang Berat Status Asmatikus

PO2

PCO²

pH

Meningkat

Menurun

Alkalosis

Normal sampai hipoksemia ringan

Menurun sampai normal

Alkalosis

Hipoksemia

Meningkat

Alkalosis

Hipoksemia berat

Peningkatan jelas

Asidosis

15

Page 16: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip penatalaksanaan asthma bronkial :

a. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :

1. Waktu terjadinya serangan

2. Obat-obatan yang telah diberikan ( jenis dan dosis )

b. Pemberian obat brokodilator

c. Penilaian terhadap perbaikan serangan

d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteriod

e. Setelah serangan mereda :

1. Cari faktor penyebab

2. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.

mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih

kecil.

B. BRONCHITIS KRONIS

DEFINISI

Bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang biasanya

mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan

“laringotracheobronchitis”. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas

tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili,

pertusis, difteri dan typhus abdominalis.

Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang

sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik

yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan

keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial yang berlebihan

16

Page 17: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan

dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.

Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis

akut. Walaupun demikian, pada perjalanan penyakit bronchitis kronis dapat

ditemukan periode akut, yang menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding

bronchus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri ini menimbulkan

kerusakan yang lebih banyak sehingga akan memperburuk keadaan.

ETIOLOGI

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :

a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

b. Alergi

c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.

Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang

mengenai beberapa alat tubuh, yaitu :

a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium.

Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya

sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri

yang dapat menyerang dinding bronchus.

c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan

fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

d. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir

bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

PATOFISIOLOGI

Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul

kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran

nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan

bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien

17

Page 18: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1

tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut.

Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi

maupun

non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya

respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa

dan bronchospasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih mempengaruhi

jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada alveolinya. Aliran udara dapat

atau mungkin juga tidak mengalami hambatan. Klien dengan bronchitis kronis

akan mengalami :

a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang

mana akan meningkatkan produksi mukus.

b. Mukus lebih kental

c. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan

mukus.

Oleh karena itu, “mucocilliary defence” dari paru mengalami kerusakan dan

meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,

kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi

mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang dan menebal

(seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara.

Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan

menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara

besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus

besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang

kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama

selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap

pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan

ventilasi alveolar, hipoxia dan asidosis. Klien mengalami kekurangan

oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi

penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai

PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka

18

Page 19: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat,

diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi

pulmonary. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan

peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,

hipoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan

CHF.

MANIFESTASI KLINIK BRONCHITIS KRONIS

a. Penampilan umum : cenderung overweight, cyanosis akibat pengaruh

sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), barrel chest.

b. Usia : 45 – 65 tahun

c. Pengkajian :

Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dyspnea dalam beberapakeadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, sering infeksi pada sistem respirasi.

Gejala biasanya timbul pada waktu yang lamad. Jantung : pembesaran jantung, cor pulmonal, dan hematokrit > 60 %e. Riawayat merokok positif (+)

MANAGEMENT MEDIS BRONCHITIS KRONIS

Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan mengontrol infeksi

dan meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan :

a. Antimikrobial

b. Postural Drainage

c. Bronchodilator

d. Aerosolized Nebulizer

e. Surgical Intervention

C. EMFISEMA PARU

DEFINISI

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh

pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).

Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran

19

Page 20: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini

sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai “overinflation”.

PATOGENESIS

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema,

yaitu :

a. Hilangnya elastisitas paru.

Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas

kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung

alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau

menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi

membesar.

b. Hyperinflation Paru

Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi

istirahat normal selama ekspirasi.

c. Terbentuknya Bullae

Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu

bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.

d. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap

Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif

intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

TIPE EMFISEMA

Terdapat tiga tipe dari emfisema :

a. Emfisema Centriolobular

20

Page 21: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan

bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada

bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa..

b. Emfisema Panlobular (Panacinar)

Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada

paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul

sangat sering pada seorang perokok.

c. Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari

blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari

pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan

defisiensi enzim alpha-antitripsin.

Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner,

seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

PATOFISIOLOGI

Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding

alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.

Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi

pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara

alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat

alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut

blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan

peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak mengalami

pertukaran gas atau darah.

Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan

paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga

menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi

21

Page 22: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap

normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia

muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.

Mekanisme Penyakit

Asap tembakau dan Predisposisi genetik Faktor-faktor yang tidak

Polusi udara ( defisiensi antitripsin ) diketahui

Gangguan pembersihan Sekar & jaringan penyokong Seumur hidup

Paru-paru hilang

Peradangan bronkus dan Saluran nafas kecil kolaps

Bronkhiolus saat ekspresi

Obstruksi jalan nafas PLE ( emfisema panlobular ) PLE asimptomatik pada orang

tua akibat peradangan

Hipoventilasi alveolus Dinding bronkhiolus melemah

dan alveoli pecah

Bronkhiolitis kronis Saluran napas kecil kolaps CLE dan PLE

Sewaktu ekspirasi

22

Page 23: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

CLE Bronkhitis kronis CLE ( emfisema sentriolobulari )

MANIFESTASI KLINIK

a. Penampilan Umum

Kurus, warna kulit pucat, flattened hemidiafragma

Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.

b. Usia 65 – 75 tahun.

c. Pengkajian fisik

Nafas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea

Infeksi sistem respirasi

Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan nafas

dalam.

Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.

Produksi sputum dan batuk jarang.

d. Pemeriksaan jantung

Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor Pulmonal timbul pada stadium akhir.

Hematokrit < 60%

e. Riwayat merokok

Biasanya didapatkan, tapi tidak selalu ada riwayat merokok.

Manajemen Medis

Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah untuk meningkatkan

kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit dan mengobati

obstruksi saluran nafas yang berguna untuk mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi

mencakup :

23

Page 24: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas.

Mencegah dan mengobati infeksi

Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru

Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi

pernafasan.

Support psikologis

Patient education and rehabilitation.

Jenis obat yang diberikan :

Bronchodilators

Aerosol therapy

Treatment of infection

Corticosteroids

Oxygenation

VI. PENGKAJIAN DIAGNOSTIK COPD

1. Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma,

peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema),

peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode

remisi (asthma)

2. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,

menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,

memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :

bronchodilator.

3. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada

emfisema.

4. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema

5. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas

vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.

6. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2

normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali

24

Page 25: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan

sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).

7. Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps

bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus

(bronchitis)

8. Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil

(asthma).

9. Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada

emfisema primer.

10. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,

pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.

11. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia

(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema),

axis QRS vertikal (emfisema)

12. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,

mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

VII. KOMPLIKASI COPD

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,

dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami

perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul

cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul

antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,

peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya

aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

25

Page 26: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali

berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga

dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis

respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.

Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak

berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu

pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

VIII. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN COPDIntervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing

Intervention

Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC)

Rencana Asuhan keperawatan Klien COPD

No. Diagnosis Keperawatan

( NANDA )

Perencanaan

Tujuan ( NOC ) Intervensi ( NIC )

1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif yang

berhubungan dengan :

Bronkospasme

Peningkatan produksi sekret ( sekret

yang ter tahan kental )

Menurunnya energi / fatigue

Data-data :

Pasien mengeluh sulit untuk bernafas

Perubahan kedalaman / jumlah nafas, dan

penggunaan otot bantu pernafasan

Suara nafas abnormal seperti : wheezing,

Status respirasi :

Kepatenan jalan nafas

dengan skala ..... ( 1-5 )

setelah diberikan

perawatan selama .... hari

dengan kriteria :

a. Tidak ada demam

b. Tidak ada cemas

c. RR ( Respiratory Rate )

dalam batas normal

d. Irama nafas dalam

a. Manajemen jalan nafas

b. Penurunan kecemasan

c. Pencegahan aspirasi

d. Fisioterapi dada

e. Latihan batuk efektif

f. Terapi oksigen

g. Pemberian posisi

h. Memonitor respirasi

i. Memonitor keaadan

umum

j. Memonitor tanda vital

26

Page 27: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

ronchi, dan crackles

Batuk ( persisten ) dengan atau tanpa

produksi sputum

batas normal

e. Pergerakan sputum

keluar dari jalan nafas

f. Bebas dari suara nafas

tambahan

2. Kerusakan pertukaran gas yang

berhubungan dengan :

Kurangnya suplai O² ( obstruksi jalan

nafas oleh sekret, bronkospasme, dan

terperangkapnya udara )

Destruksi alveoli

Data-data :

Dispnea

Bingung, lemah

Tidak mampu mengeluarkan sekret

Nilai ABGs abnormal

( hipoksia dan hiperkapnia )

Perubahan tanda vital

menurunnya toleransi aktivitas

Status Respirasi :

Pertukaran gas dengan

skala ..... ( 1-5 ) setelah

diberiakan perawatan

selama ....... hari dengan

kriteria :

a. Status mental dalam

batas normal

b. Benafas dengan mudah

c. Tidak ada sianosis

d. PO² dan PCO² dalam

batas normal

e. Saturasi O2 dalam

rentang normal

27

Page 28: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

BAB IIIKesimpulan

Penyakit paru obstruksi saluran napas yang sering didapatkan adalah asthma

bronkial,PPOK dan SOPT. Mekanisme terjadi obstruksi saluran napas berbeda pada tiap

penyakit. Penatalaksanaan bertujuan mengatasi dan menghilangkan obstruksi,

mempertahankan bronkodilatasi dan mencegah atau mengurangi perburukan penyakit.

Bronkodilator merupakan obat utama pada penatalaksanaan penyakit. Obat yang teri

bronkodilator ini adalah golongan simpatoinimetik, antikolinergik dan xanthin.

Pemberian obat secara inhalasi merupakan pilihan karena mempunyai beberapa

keuntungan. Pemberian bronkodil ator secara kombinasi memberikan efek yang lebih

baik kanena bronkodilatasi yang terjadi lebih besar dan efek samping obat lebih rendah.

28

Page 29: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases

Daftar Pustaka1. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/

10PenatalaksanaanPenyakitParuObstruksi114.pdf/

10PenatalaksanaanPenyakitParuObstruksi114.html

2. Faisal Yunus. Peranan Faal Pam pada Penyakit Pam Obstruktif Menahun. Dalam:

Penyakit Paru Obstruktif Menahun. Jakarta: Fakultas Kedokteran Cermin Dunia

Kedokteran No. 84, 1993 21 Universitas Indonesia, 1989: 33-44

3. Somantri Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Dalam: Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Dengan Gangguan Chronic Obstructive Pulmonary Diseases. Jakarta: Salemba

Medika, 2008: 45-58

4. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08UjiFaalParu084.pdf/

08UjiFaalParu084.html

29