askep gastritis
DESCRIPTION
definisi, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, konsep askepTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN (OBSTRUKSI USUS)
OLEH KELOMPOK 2Ayu Komang Dian Cahyanti (083210121)
I Dw. Ag. Ayu Sri Ariesti (083210127)
I Gst. Ag. Gd. Ary Martapan (083210131)
I. A. Putu Maheswari (083210139)
Ketut Yastrini (083210143)
Ni Ketut Pusparini (083210146)
Ni Luh Gd. Trisma Dewi (083210149)
Putu Jemi Aryawan (083210165)
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI2009
GASTRITIS
A.Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Gastritis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan erosi. Erosif karena perlukaan hanya pada bagian mukosa. Bentuk berat dari
gastritis ini adalah gastritis erosive atau gastritis hemoragik. Perdarahan mukosa lambung
dalam berbagai derajad dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung
pada beberapa tempat.
2. Epidemiologi/insiden kasus
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer) dan dapat
meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah
penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan pengobatan.
3. Etiologi/penyebab
a. Obat analgetik anti inflamasi, terutama aspirin.
b. Bahan-bahan kimia
c. Merokok
d. Alkohol
e. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal
pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat.
f. Refluks usus ke lambung.
g. Endotoksin. Patogenesis Seluruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosif
karena keadaan-keadaan klinis yang berat belum diketahui benar.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan rusaknya mukosa lambung adalah:
a. Kerusakan mukosa barrier sehingga difusi balik ion H+ meninggi.
b. perfusi mukosa lambung yang terganggu
c. jumlah asam lambung. Faktor ini saling berhubungan, misalnya stres fisik yang dapat
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu, sehingga timbul daerah-daerah
infark kecil. Di samping itu, sekresi asam lambung juga terpacu. Pada gastritis
refluks, gastritis karena bahan kimia, obat, mukosa barrier rusak, menyebabkan difusi
balik ion H+ meninggi. Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan
mempercepat kerusakan mukosa barrier oleh cairan usus.
4. Faktor Predisposisi
Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan
rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan
terjadinya gastritis antara lain :
Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang
hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun
tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering
terjadi pada masa kanak - kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan
perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya
peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu
yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan
perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah
atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung
secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang
rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat
dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan
resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena
infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala
gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian
orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.
Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi
nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan
peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas
melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya
dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan
gastritis dan peptic ulcer.
Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap
asam lambung walaupun pada kondisi normal.
Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan
dan gastritis.
Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan
tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi
faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12).
Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi
serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
Crohn's disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis
pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan
peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala
dari Crohn's disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih
menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi
dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil
radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding
lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
Penyakit bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-
lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan
melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal,
sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah
empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan
dan gastritis.
Faktor-faktor lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya
seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.
5. Patofisiologi
6. Klasifikasi
Gastritis ada dua yaitu:
NSAID
Mukosa gangrene/perforasi
Mukosa lambung, edema dan hiperemik
Mensekresi getah lambung mengandung banyak
mukus
Ulserasi superfisial
hemoragi
Gastritis akut
2. Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
5. Nyeri1.ansietas
Factor predisposisi
H. Pilory
Perubahan sel parietal
atrofi
Infiltrasi seluler
Fundus/korpus
Gastritis Kronis
3. Resiko kekurangan
volume cairan
4. Kurang pengetahua
n
a. Gastritis akut
Ulserasi suferfisial yang menimbulkan hemoragik
Ketidaknyamanan abdomen (mual, anoreksia)
Muntah serta cegukan
Dapat terjadi kolik dan diare
b. Gastitis kronis
Dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A sering juga disebut sebagai
gastritis autoimun yang diakibatkan oleh sel sel parietal, yang menimbulkan atrofi
dan infiltrasi seluler. Gastritis tipe B sering disebut gastritis H. pillory mempengaruhi
antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum)
Gastritis tipe A:
asimptomatis
Gastritis tipe B:
mengeluh anoreksia
sakit ulu hati setelah makan
bersendawa
rasa pahit dalam mulut
mual dan muntah
7. Gejala Klinis
Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda-tanda penyakit
ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut di antaranya:
Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau
lebih buruk ketika makan.
Mual
Muntah
Anoreksia
Kembung
Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan
Kehilangan berat badan
Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit
perut bagian atas, seangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya
mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau
kehilangan selera.
Kadang gastritis dapat menyebabkan perdarahan pada lambung, tapi hal ini jarang
menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok pada lambung. Perdarahan
pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feses dan
memerlukan perawatan segera.
8. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang
mengalami perdarahan hebat hingga menimbulkan gangguan hemodinamik yang nyata
seperti hipotensi, pucat, keringat dinginn, takikardi sampai gangguan kesadaran.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik:
a. Endoskopi, khususnya gastroduodenoskopi. Hasil pemeriksaan akan ditemukan
gambaran mukosa sembab, merah, mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan,
erosi mukosa yang bbervariasi.
b. Histopatologi
c. Radiologi dengan kontras ganda, meskipun kadanng dilakukan tapi tidak begitu
memberikan hasil yang memuaskan.
10. Prognosis
Penyakit gastritis dapat disembuhkan melalui proses pertahapan. Tahap pertama
adalah konservatif empiris terapi atau terapi percobaan selama 4-6 minggu yang bisa
dilakukan oleh siapa saja baik dokter umum maupun puskesmas. Pasca terapi, maka harus
dilihat perkembangannya, jika membaik maka pengobatan dihentikan. Tapi jika belum
ada perbaikan yang signifikan, maka lanjut ke tahap yang selanjutnya, yaitu menjalani
pemeriksaan endoskopi yang dilakukan oleh dokter spesialis untuk bisa diketahui jenis
penyakit gastritis yang diderita., mulai dari gastritis, tukak lambung, polip, sampai tumor.
Dari sini diketahui jenis obat mana yang cocok untuk dikonsumsi.
11. Terapi
Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan
perubahan dalam gaya hidup, pengobatan, atau dalam kasus yang jarang pembedahan
untuk mengobatinya.
Terapi terhadap asam lambung:
Antasida
Penghambat asam
Penghambat pompa proton
Cytoprotective agents
Terapi terhadap H. Pylory
Yang sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton.
Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi membunuh
bakteri, penghambat pompa proton berfungsi meringankan rasa sakit, mual,
menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Pencegahan
Makan secara benar
Hindari alkohol
Hindari merokok
Olahraga teratur
Kendalikan stres
12. Penatalaksanaan
Gastritis akut diatasi dengan mengintruksikan pasien untuk menghindari alcohol dan
makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet
mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
Bila pendarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan
untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna
makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan
penetralisasian agen penyebab.
Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (mis., aluminium hidroksida);
untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
Bila korosi luas atau berat, emetic dan lavase dihindari karena bahaya perforasi.
Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic, dan sedatif, antasida, serta cairan
intravena. Endoskopi fiber optic mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungin diperlukan
untuk mengangkat gangrene atau jaringan. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin
diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat,
mengurangi stress, dan memulai farmakoterapi. H. pylory dapat diatasi dengan antibiotic
(seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismuth (Pepto-Bismol). Pasien dengan
gastritis A biasanya mengalami malabsorpsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya
antibody terhadap factor intrinsik
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Selama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada
pasien. Apakah pasien mengalami nyeri uluhati, tidak dapat makan, mual atau muntah?.
Apakah gejala terjadi pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah makan, setelah
mencerna makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu, atau
alcohol?. Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan atau minum
terlalu banyak atau makan terlalu cepat?. Bagaimana gejala hilang? Adakah riwayat
penyakit lambung sebelumnya atau pembedahan lambung? Riwayat diet ditambah jenis
diet yang baru dimakan selama 72 jam, akan membantu. Riwayat lengkap sangat penting
dalam membantu perawat untuk mengidentifikasi apakah kelebihan diet atau diet
sembrono yang di ketahui, berhubungan dengan gejala saat ini, apakah orang lain pada
lingkungan pasien mempunyai gejala serupa, apakah pasien memuntahkan darah, dan
apakah elemen penyebab yang diketahui telah tertahan.
Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan abdomen,
dehidrasi (perubahan turgor kulit, membran mukosa kering), dan bukti adanya gangguan
sistemik dapat menyebabkan gejala gastritis. Lamanya waktu dimana gejala saat ini
hilang dan metode yang digunakan oleh pasien untuk mengatasi gejala, serta efek-
efeknya, juga diidentifikasi.
2. Diagnosis
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa,keperawatan utama mencakup yang
berikut:
Ansietas berhubungan dengan pengobatan
Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan masukan
nutrien yang tidak adekuat.
Resiko kekurangan volume cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan
karena muntah.
Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan diet dengan proses penyakit
Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi
3. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama mencakup mengurangi ansietas, menghindari makanan pengiritasi dan
menjamin masuknya nutrien adekuat, mempertahankan keseimbangan cairan
meningkatkan kesadaran tentang penatalaksanan diet dan menghilangkan nyeri.
4. Intervensi Keperawatan
Mengurangi ansietas. Bila pasien mencerna asam atau alkali, maka tindakan darurat
diperlukan. Terapi pendukung diberikan pada pasien dan keluarga selama pengobatan dan
setelah mencerna asam atau alkali yang telah dinetralisasi atau diencerkan. Pasien perlu
disiapkan untuk pemerikasaan diagnostik (endoskopi) atau pembedahan. Asietas karena
nyeri dan modalitas pengobatan biasanya timbul demikian juga rasa takut terhadap
kerusakan permanen pada esofagus. Perawat menggunakan pendekatan untuk mengkaji
pasien dan menjawab semua pertanyaan selengkap mungkin. Semua prosedur dan
pengobatan dijelaskan sesuai dengan minat dan tingkat pemahaman pasien.
Meningkatkan nutrisi. Untuk gastritis akut, dukungan fisik dan emosi diberikan dan
pasien dibantu untuk menghadapi gejala, yang dapat mencakup mual, muntah, sakit
uluhati, dan kelelahan. Makanan dan cairan tidak diijinkan melalui mulut selama
beberapa jam atau beberapa hari sampai gejala akut berkurang. Bila terapi intravena
diperlukan, pemberiannya dipantau dengan teratur, sesuai dengan nilai elektrolit serum.
Bila gejala berkurang, pasien diberikan es batu diikuti cairan jernih. Makanan padat
diberikan sesegera mungkin untuk memberikan nutrisi oral, menurunkan kebutuhan
terhadap terapi intravena, dan meminimalkan iritasi pada mukosa lambung. Bila makanan
diberikan, adanya gejala yang menunjukkan berulangnya episode gastritis dievaluasi dan
dilaporkan.
Masukkan minuman mengandung kafein di hindari karena kafein adalah stimulan
sistem syaraf pusat yang meningkatkan aktifitas lambung dan sekresi pepsin. Penggunaan
alkohol juga dihindari, demikian juga merokok karena merokok akan mengurangi sekresi
bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam
duodenum. Nikotin juga meningkatkan stimulasi parasimpatisan yang meningkatan
aktifitas otot dalam usus dan dapat menimbulkan mual dan muntah.
Meningkatkan keseimbangan cairan. Masukkan dan haluaran cairan setiap hari
dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda awal dehidrasi (haluaran urin minimal 30 ml/jam,
masukkan minimal 1,5 L/hari). Bila makanan dan minuman ditunda, cairan intravena (3
liter/hari) biasanya diberikan. Masukkan cairan ditambah nilai kalori diukur (1 L 5%
dekstrosa dalam air = 170 kalori karbohidrat). Nilai elektrolit (Natrium, kalium, klorida)
dapat dikaji setiap 24 jam untuk deteksi indikator awal ketidakseimbangan.
Perawat harus selalu waspada terhadap adanya indikator gastritis hemoragi:
hematemesis(muntah darah), takikardia, dan hipotensi. Bila ini terjadi, dokter di
waspadakan, tanda vital dipantau sesuai kebutuhan kondisi pasien dan ikut pedoman
penatalaksanaan pendarahan saluran GI.
Menghilangkan nyeri. Pasien diinstruksikan untuk menghindari makanan dan
minuman yang dapat mengiritasi mukosa lambung. Perawat mengkaji tingkat nyeri dan
kenyamanan pasien setelah penggunaan obat-obatan dan menghindari zat pengiritasi.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah. Pengetahuan pasien
tentang gastritis dievaluasi sehingga rencana penyuluhan dapat bersifat individual. Diet
diresepkan dan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori harian pasien, makanan yang
disukai, dan pola makan.
Pasien diberi daftar zat-zat yang harus dihindari (mis; kafein, nikotin, bumbu pedas,
pengiritasi, atau makanan yang sangat merangsang, alkohol). Antibiotik, garam bismut,
obat-obatan untuk menurunkan sekresi lambung dan obat-obatan untuk melindungi sel-
sel mukosal dari sekresi lambung diberikan sesuai resep. Pasien dengan anemia
pernisiosa diberi instruksi tentang kebutuhan terhadap injeksi vitamin B12 jangka panjang.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Menunjukkan berkurangnya ansietas.
2. Menghindari makan makanan pengiritasi atau minuman yang mengandung kafein
atau alkohol.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan.
a.Mentoleransi terapi intravena sedikitnya 1,5 L setiap hari.
b. Minum 6-8 gelas air setiap hari.
c.Mempunyai haluaran urin kira-kira 1 L setiap hari.
d. Menunjukkan turgor kulit yang adekuat.
4. Mematuhi program pengobatan
a.Memilih makanan dan minuman bukan pengiritasi.
b. Menggunakan obat-obatan sesuai resep.
5. Melaporkan nyeri berkurang
SIROSIS HEPATIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, di ikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer Arief, 1999).
Sirosis Hepatis adalah suatu penyakit hati dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan, menjadi tidak teratur dan
terjadinya pertambahan jaringan (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi (Soeparman, 1987).
2. Etiologi
Penyebab sirosis hati biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan pada
klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai saat sekarang
masih dianggap paling sering menyebabkan sirosis ialah hepatitis virus dan alkoholisme.
Sirosis yang diakibatkan penyakit genetik
Dapat disebutkan disini misalnya galaktosemia, penyakit glycogen storage, defisiensi
alfa-1 antitripsin, penyakit hemokromatosis, dan lain-lain.
Sirosis karena bahan kimia
Kerusakan karena bahan kimia ada 2 macam :
- Kerusakan yang hampir pasti terjadi oleh suatu macam obat, dose dependent.
- Kerusakan yang tidak dapat di duga sebelumnya, not-dose dependent.
3. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa factor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan
frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan
penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan
alcohol yang berlebihan merupakan factor penyebab yang uatama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu
yang tidak memiliki kebiasan minum-minuman keras dan pada individu yang dietnya normal
tetapi dengan konsumsi alcohol yang tinggi.
Pathway
Virus hepatitis,alkohol
Poliferasi jaringan ikat
4. Klasifikasi
Ada tiga tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati
1. Sirosis Portal Laennec (alkoholik, nutrisional), di mana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkn oleh alkoholisme kronis
dan merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di Negara Barat.
2. Sirosis poscanekrotkl, di mana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, di mana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis); insidensnya lebih rendah daripada insidens sirosis Laennec dan
Poscanekrotik.
Poliferasi, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati
Kekacauan susunan parenkim hati
Perubahan sirkulasi mikro Perubahan anatomi pembuluh darah Perubahan seluruh sistem arsitektur hati
Pertambahan jaringan (fibrosis) di jaringan parenkim hati yang mengalami regenerasi
Peradangan difus
Sirosis Hepatis
1. Intoleransi aktivitas
2. Perubahan suhu tubuh, hipertermia
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko Cedera
5. Manifestasi Klinis
a. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak. Hal tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat dari pembesaran hati yang cepat.
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi,
permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
b. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah-darah dari organ digestif
akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan dperlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan
kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal. Kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien
dengan keadaan seperti ini akan cenderung menderita dispepsia kronis dan konstipasi
atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
c. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal
dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah
dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya penderita sirosis sering
memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada
inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus
gastrointestinal. Esofagus, lambung, dan rektum bagian bawah merupakan daerah
yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh
darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya..
d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C, K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut
sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan
defisiensi vutamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-
sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan
anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
f. Kemunduran Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan
koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pad
sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu sera tempat, dan pola bicara.
6. Evaluasi Diagnostik
Derajat penyakit hati dan pengobatannya ditentukan setelah mengkaji hasil-hasil
pemeriksaan laboratorium. Karena fungsi hati yang kompleks, ada banyak pemeriksan
diagnostik yang dapat dilakukan untuk memberikan informasi tentang fungsi hati. Pasien
harus mengetahui mengapa semua pemeriksaan ini harus, mengapa dipandang penting, dan
bagaimana cara bekerja sama dalam menjalaninya.
Pada disfungsi parenkimal hati yang berat, kadar albumin serum cenderung menurun
sementara kadar globulin serum meningkat. Pemeriksaan enzim menunjukkan kerusakan sel
hati, yaitu: kadar alkali fosfatase, AST (SGOT) sera ALT (SGPT) meningkat dn kadar
kolinesterase serum dapat menurun. Pemeriksaan bilirubin dilakukan untuk mengukur
ekskresi empedu atau retensi empedu. Laparoskopi yang dikerjakan bersama biopsi
memungkinkan pemeriksa untuk melihat hati secara langsung.
Pemeriksaan pemindai USG akan mengukur perbedaan densitas antara sel-sel
parenkim hati dan jaringan parut. Pemeriksaan pemindai CT (computed tomography), MRI,
dan pemindai radioisotop hati memberikan informasi tentang besar hati dan aliran darah
hepatik serta obstruksi aliran tersebut.
Analisis gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan ventilasi-
perfusi dan hipoksia pada sirosis hepatis.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Misalnya, antasida
diberikan untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan
gastrointestinal.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat factor
pecetus, khususnya penyalahgunaan alcohol dalam jangka waktu yang lama di
camping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita.
Pola penggunaan alcohol yang sekarang dan pada masa lampau (durasi dan
jumlahnya) dikaji serta dicatat. Yang juga harus dicatat adalah riwayat kontak dengan
zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan
dengan obat-obat yang potencial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat anastesi
umum dicatat dan dilaporkan.
Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi dengan pasien;
orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien
untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan tentang
status jasmani dan rohani. Di samping itu, hubungan pasien dengan keluarga,
sahabat, dan teman sekerja dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan
kemampuan yang terjadi sekunder akibat penggunaan alcohol dan sirosis. Distensi
abdomen serta meteorismus (kembung), perdarahan gastrointestinal, memar, dan
perubahan berat badan perlu diperhatikan.
Status nutrisi yang merupakan indikator penting pada sirosis dikaji melalui
penimbangan berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan antropometrik, dan
pemantauan protein plasma, transferin, serta kadar kreatinin.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data hasil pengkajian, diagnosa yang mungkin
muncul adalah:
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan
umum, pelisutan otot, dan gangguan rasa nyaman..
b. Perubahan suhu tubuh, hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status imunologi,
edema, dan nutrisi yang buruk.
d. Resiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan
hipertensi portal.
3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi
a. Dx: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan
umum, pelisutan otot, dan gangguan rasa nyaman..
Tujuan :
Peningkatan enrgi dan partisipasi dalam aktivitas
Intervensi:
Tawarkan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Motovasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu
yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional:
Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
Memberikan nutrien tambahan.
Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan
dalam batas toleransi pasien.
Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
Hasil diharapkan:
Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.
Meningkatkan aktivitas dan latihan bersama dengan bertambahnya kekuatan.
Bertambah berat tanpa peningkatan edema atau pembentukan asites.
Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan alkohol dari
diet.
b. Dx: Perubahan suhu tubuh, hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
pada sirosis.
Tujuan:
Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Intervensi:
Catat suhu tubuh secara teratur.
Motivasi asupan cairan.
Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu
tubuh.
Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.
Hidari kontak dengan infeksi.
Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi.
Rasional
Memberi dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan
meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan
meningkatkan kenyamanan pasien.
Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk mengatasi
infeksi.
Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolik.
Mengurangi laju metabolik.
Hasil yang diharapkan:
Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil
atau perspirasi.
Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat.
c. Dx: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status imunologi,
edema, dan nutrisi yang buruk.
Tujuan:
Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan yang mengalami edema.
Intervensi:
Batasi natium seperti yang diresepkan.
Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Balik dan ubah posisi pasien dengan sering.
Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
Lakukan latihan gerak secara pasif; tinggikan ekstremitas yang edematus.
Letakkan bantalan busa yang kecil di bawah tumit, maleolus, dan tonjolan
tulang lainnya.
Rasional:
Meminimalkan pembentukan edema.
Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat
rentan terhadap tekanan serta trauma.
Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya
retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
Meningkatkan mobilisasi edema.
Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dlakukan dengan
benar.
Hasil yang diharapkan:
Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh.
Tidak memperlihatkan luka pada kulit.
Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan
warna, atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang.
Mengubah posisi dengan sering.
d. Dx: Resiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan
dan hipertensi portal.
Tujuan:
Pengurangn resiko cedera
Intervenís:
Amati setiap feses yang diekskresi untuk memeriksa warna, konsistensi serta
warnanya.
Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan, dan
kegelisahan.
Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi.
Rasional:
Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus gastrointestinal.
Dapat menunjukkan tanda-tanda dini perdarahan dan syok.
Mendeteksi tanda dini yang membuktukan adanya perdarahan.
Hasil yang diharapkan:
Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata daro traktus
gastrointestinal.
Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium, dan
indikator lain yang menunjukkan hemoragik serta syok.
Mmperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan yang
tersembunyi gastrointestinal.
APENDISITIS
A. Konsep Dasar Penyakit1. Definisi
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendiks memiliki panjang sekitar
10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap
infeksi.
2. Epidemiologi
Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendicitis pada waktu yang bersamaan
dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih
sering daripada dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis
paling sering terjadi antara usia 10-30 tahun.
3. Etiologi
Apendicitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
lympoid fecalit, benda asing striktur karena fibrasi, karena adanya peradangan
sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi
mucosa mengalami bendungan. Namun, elastisitas dinding apendiks memiliki
keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi
mucosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh adanya nyeri
epigastrium.
a. Ulserasi pada mukosa
b. Obstruksi pada kolon oleh fekalit (feses yang mengeras)
c. Pemberian barium
d. Barbagai penyakit cacing
e. Tumor
f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus.
4. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses
inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau
menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Pathway
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien benar-benar terlihat sakit.
b. Suhu tubuh naik ringan. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 30oC atau lebih
bila telah terjadi perforasi.
c. Dehidrasi tingan sampai berat bergantung pada derajat sakinya. Dehidrasi berat pada
klien apendisit perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan kekurangan
masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh, dan pengumpulan cairan dalam jaringan
viskus (udem) dan rongga peritoneal.
d. Abdomen. Tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis
perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok, dan nyeri tekan.
e. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis
lokal maupun umum.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan adiologi:
a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan
fisik meragukan.
Fekalit, benda asing
Tumor
Inflamasi, edema, pus
Tekanan intraluminal meningkat
Apendisitis
1. resiko infeksi
2. nyeri 3. resiko kekurangan cairan tubuh
4. kurang pengetahuan
b. Tanda-tanda perotinitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat
”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum dan ileum).
c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekalit.
d. Fotopolos pada apendisits perforasi:
Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah.
Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
Garis lemak pra peritoneal menghilang.
Skoliosis ke kanan.
Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat
paralisis usus-usus lokal di daerah proses interaksi.
Pemeriksaan laboratorium:
a. Pemeriksaan darah. Leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari
13000?mm3 umumnya pada apendisitis perforasi.
b. Pemeriksaan urin. Sedimen dapat normal atau terdapat leukosit lebih dari normal bila
apendiks meradang menempel pada ureter atau vesika urinaria.
7. Terapi
a. Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah:
Pemasangan sonde lambung
Rehidrasi
Penurunan suhu tubuh
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena
b. Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum
Umumnya klien dalam kondisi buruk. Tampak septis dan dalam kondisi hipovolemik
serta hipertensi. Hipovolemik akibat puasa lama, muntah dan pemutusan cairan di
daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen, dan
pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.
Persiapan prabedah:
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
Rehidrasi
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largatil untuk
membuka pembuluh-pembuluh darah perifer setelah rehidrasi tercapai.
8. Penatalaksanaan
a. Massa apendiks dengan proses radang ditandai dengan:
Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.
Pemerksaan lokal pada abdomen kuadran kana bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis.
Laboratorium masih terdapat lekositosis.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien
dipersiapkan, karena dikhawatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis
umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana
tanpa perforasi.
b. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan:
Umumnya pasien berumur 5 tahun atau lebih
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.
Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
Laboratorium hitung leukosit normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit
dan perdarahan lebih banyak, terlebih jika massa apendiks telah terbentuk lebih dari
satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam
perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat: Malaise
b. Sirkulasi : Tachikardi
c. Eliminasi
Konstipasi pada awitan awal
Diare (kadang-kadang)
Distensi abdomen
Nyeri tekan/lepas abdomen
Penurunan bising usus
d. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
e. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau
nafas dalam
f. Keamanan : demam
g. Pernapasan
Tachipnea
Pernapasan dangkal
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
Penyembuhan luka berjalan baik
Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
Tekanan darah >90/60 mmHg
Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
Abdomen lunak, tidak ada distensi
Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi
hebat
Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan
cepat dan dangkal
Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
Kolaborasi: antibiotik
b. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
Tampak rileks
Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Dorong untuk ambulasi dini
Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu
melepaskan otot yang tegang
Hindari tekanan area popliteal
Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
c. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing,
muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil:
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
Tanda vital stabil
Intervensi:
Awasi tekanan darah dan tanda vial
Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
Berikan perawatan mulut sering
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan
lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
Berikan cairan IV dan Elektrolit
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi
Kriteria:
Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri,
edema/eritema luka, adanya drainase
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4.
Jakarta. EGC
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC
OBSTRUKSI USUS
1. Definisi
Obstruksi usus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parcial, maupun total. Obstruksi usus
kronis biasanya mengenai kolon akibat adanya karsinoma atau pertumbuhan tumor, dan
perkembangannya lambat. Sebagian obstruksi mengenai usus halus. Obstruksi total usus
halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan
pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Obstruksi usus terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus melalui
saluran usus.
2. Etiologi
a. Mekanis
Terjadi obstruksi intramular dari tekanan pada dinding usus. Contoh kondisi ini yang
dapat menyebabkan obstruksi mekanis adalah intususepsi, tumor polipoid dan
neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia, dan abses.
b. Fungsional
Muskularus usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya adalah
amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti diabetes melitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit parkinson. Ini juga dapat bersifat sementara sebagai akibat
dari penanganan usus selama pembedahan.
3. Patofisiologi
Ada dua jenis obstruksi dengan patofisiologi yang hampir mirip.
a. Obstruksi usus halus. Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah di atas usus
yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan
dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan
dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan
arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan
akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus, dengan akibat peritonitis. Muntah
refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion
hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium
dalam darah, dan akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis
yang terjadi kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan
kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi.
b. Obstruksi usus besar. Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar
mengakibatkan isi susu, cairan, dan gas berada proksimal di sébelah obstruksi.
Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi berat dan perforasi kecuali gas
dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal. Obstruksi usus besar, meskipun
lengkap, biasany tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak terganggu. Apbila
suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian jeringan);
kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar, dehidrasi terjadi lebih lambat
dibanding usus halus karena kolon mampu mengabsorpsi isi cairannya dan dapat
melebar samapi usuran yang dipertimbangkan di atas kapasitas normalnya.
PathwayAliran normal isi usus tersumbat
Obstruksi Usus
Obstruksi Usus halus Akumulasi isi usus,cairan,& gas Obstruksi Usus besar
Distensi & retensi cairan
Sekresi lambung terangsang banyak
Peningkatan distensi
Tekanan dlm lumen usus meningkat
Tekanan kapiler vena & arteriola
Edema,kongesti,nekrosis
Suplai darah terhenti
Strangulasi usus & nekrosis
Mengancam hidup
Distensi & perforasi
Distensi abdomen
Muntah refluks
Ion hidirogen & kalium dalam lambung hilang
Kalium & klorida dalam darah
Alkalosis metabolik
Cairan Na hilang
Dehidrasi & asidosis
2. Nyeri
4. Klasifikasi
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah
tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi
mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan
obstruksi lengkung tertutup ( paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak
dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan
obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi
ini tidak mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus.
5. Gejala klinis
a. Mekanika sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas
Distensi
Muntah empedu awal
peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada
interval singkat)
nyeri tekan difus minimal.
b. Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen
distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas,
bising usus meningkat
nyeri tekan difus minimal.
c. Mekanika sederhana – kolon
Rupture/perforasi dinding usus
peritonitis
Syok hipovolemik
1. kekurangan volume cairan
3. ketidakefektifan pola napas
Kram (abdomen tengah sampa bawah)
distensi yang muncul terakhir
kemudian terjadi muntah (fekulen)
peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
d. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi
sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir
hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung
darah samar.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, strangulasi atau
peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan
usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
b. Terapi Na+, K+, komponen darah
c. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
d. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
e. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring
miring ke kanan.
f. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
g. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus
paralitik atau infeksi.
h. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
i. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
j. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan
reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Umum :
Anoreksia dan malaise
Demam
Takikardia
Diaforesis
Pucat
Kekakuan abdomen
kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal
peningkatan bising usus (awal obstruksi)
penurunan bising usus (lanjut)
retensi perkemihan dan leukositosis.
b. Khusus :
Usus halus
Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi
Distensi ringan
Mual
Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya
muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
Dehidrasi
Usus besar
Ketidaknyamana abdominal ringan
Distensi berat
Muntah fekal laten
Dehidrasi laten : asidosis jarang
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau
diforesis.
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
Tanda vital normal
Masukan dan haluaran seimbang
Intervensi :
Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur
haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan
pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada
posisi yang benar
Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50
ml/jam
Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
Pantau elektrolit, Hb
Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga
dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang
telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.
Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk
memperkirakan jumlah absorpsi.
Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.
Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.
Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.
Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.
Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari
konstipasi
b. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan;
menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.
Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin
Berikan periode istirahat terencana.
Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.
Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan
enema perlahan bila dipesankan.
Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau
kekakuan.
Tujuan : pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang
dalam dan perlahan.
Intervensi :
Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”
Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam
setiap jam.
Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan : ansietas teratasi
Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.
Intervensi :
Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil
pada waktu lalu.
Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut;
berikan penenangan.
Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai
penyakit, tindakan dan prognosis.
Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
http://stikep.blogspot.com