alergi inhalan dan asmaku

33
ALERGI INHALAN DAN ASMA OLEH Andre Christian Widya Meliana Jayasaputra PEMBIMBING Prof. Dr. Ny. E. A. Datau, SpPD-KAI PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

Upload: meliana-jayasaputra

Post on 31-Jul-2015

57 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Alergi Inhalan Dan Asmaku

ALERGI INHALAN DAN ASMA

OLEH

Andre Christian Widya

Meliana Jayasaputra

PEMBIMBING

Prof. Dr. Ny. E. A. Datau, SpPD-KAI

PENDIDIKAN DASAR

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2012

Page 2: Alergi Inhalan Dan Asmaku

1 Asma Bronkiale

1.1. Pengertian Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas (Lewis et al., 2000).

1.2. Pencetus Asma

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :

1. Pemicu Asma (Trigger)

Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam

waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap

pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang

mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.

2. Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

Page 3: Alergi Inhalan Dan Asmaku

1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

2. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma(EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.

3. Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

4. Stres

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.5. Gangguan pada sinus. Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.

Page 4: Alergi Inhalan Dan Asmaku

1.3. Tanda dan Gejala Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas, bunyi saat bernapas (wheezing atau ”ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006, Lewis et al., 2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).

Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti terpapar oleh bulu binatang, uap kimia, perubahan temperatur, debu, obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stres (GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmatikus (Brunner & Suddarth, 2001).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

1.4. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut, Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV 1 ) disertai dengan Force Vital Capacity (FVC). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA, 2004).

Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

Page 5: Alergi Inhalan Dan Asmaku

1. Ekstrinsik (alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (usia > 35 tahun).

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 1.

Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya (Depkes RI, 2005)

Page 6: Alergi Inhalan Dan Asmaku

1.5. Mekanisme Terjadinya Asma

Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada

Page 7: Alergi Inhalan Dan Asmaku

dinding bronkiolus maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-sekali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest (Lewis et al., 2000).

Asma terjadi karena penderita asma telah mengembangkan tingkat kedalaman pernapasan yang jauh melebihi yang seharusnya, dan tubuh penderita mengkompensasinya dengan langkah-langkah defensif untuk memaksa penderita agar dapat mengurangi frekuensi pernapasannya. Hal ini menyebabkan restriksi saluran napas dan peningkatan mucus. Rata-rata penderita asma bernapas 3-5 kali lebih sering dan lebih cepat dibandingkan yang normal (Dupler, 2005).Sindrom hiperventilasi adalah keadaan dimana dalam keadaan santai dapat menyebabkan rasa pusing dan kadang-kadang pingsan. Dahulu, hal ini dikaitkan dengan penurunan saturasi oksigen. Namun, bila berdasarkan efek Bohr, hal itu disebabkan oleh ketidakseimbangan rasio antara kada karbon dioksida dengan kadar oksigen dalam darah yang mempengaruhi pelepasan atau penahanan oksigen dari darah.

Skema 1. Mekanisme Terjadinya Asma ( Lewis et al., 2000)

Page 8: Alergi Inhalan Dan Asmaku

Setelah 1-2 hariGejala yang ditimbulkan di atas merupakan gejala hipersensitivitas asma, dimana gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas dapat membuat penderita asma meninggal dalam seketika (GINA, 2005).

1.6. Pengendalian Asma

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2006), tujuan utama penatalaksanaan dan pengendalian asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Page 9: Alergi Inhalan Dan Asmaku

Tujuan penatalaksanaan asma :

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan)

4. Variasi harian APE kurang dari 20 %

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Program penatalaksanaan dan pengendalian asma meliputi 7 komponen, yaitu edukasi, menilai dan monitor berat asma secara berkala, identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus, merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang, menetapkan pengobatan pada serangan akut, pemeriksaan teraturdan pola hidup sehat.

1. Edukasi (pengetahuan)

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakinya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA, 2005). Edukasi penderita dan keluarga, untuk menjadi mitra dalam penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/ keluarga bertujuan untuk :a. Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri)

b. Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)

Page 10: Alergi Inhalan Dan Asmaku

c. Meningkatkan kepuasan

d. Meningkatkan rasa percaya diri

e. Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

f. Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma Bentuk pemberian edukasi dapat dilakukan dengan komunikasi/ nasehat saat berobat, ceramah, latihan/training, supervisi, diskusi, tukar-menukar informasi (sharing of information group), film/video presentasi, leaflet, brosur, buku bacaan, dll (Perhimpunan Dokter paru Indonesia, 2006).

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005). Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal ini meliputi pemantauan tanda gejala asma setiap kunjungan ke dokter dan pemeriksaan faal paru , misalnya pengukuran peak flow meter. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :

a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.

b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.

c. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah sakit, penderita yang sulit/tidak mengenal tingkat keparahan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa (Depkes RI, 2007).

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.

Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh teofilin, kromones, atau leukotrien.

Page 11: Alergi Inhalan Dan Asmaku

Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan pilihan obat β 2 -agonist inhalsi dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi, teofilin atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, β 2 -agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofilin dan

leukotrien atau menggunakan obat β 2 agonist oral (GINA, 2005).

Penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):

a. Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi hiperresponsif dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).

b. Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid inhalasi. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obesitas dan kelemahan (GINA, 2005).

c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)

Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronkial pada gejala asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsitivitas pada sistem imun nonspesifik. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).

d. β 2 -Agonist Inhalasi

Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal, menstimulasi kerja kardiovaskular dan hipokalemia (GINA, 2005).

e. β 2 -Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan ansietas, meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).

f. Teofilin

Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat

Page 12: Alergi Inhalan Dan Asmaku

menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hiperglikemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).

g. Leukotriens

Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005).

Penjelasan tentang obat-obat pelega gejala asma (Reliever):

a. β 2 -Agonist Inhalasi

Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsif jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

b. β 2 -Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

c. Antikolinergik

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mukus (GINA, 2005).

5. Terapi Penanganan Terhadap Gejala

Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

6. Pemeriksaan Teratur

Pada penatalaksanaan jangka apnjang terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu tindak lanjut (follow-up) teratur dan rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penanganan lebih lanjut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2007). Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).

7. Pola Hidup Sehat

Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai

Page 13: Alergi Inhalan Dan Asmaku

toleransi tubuh (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stres akan menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Selain itu, juga terdapat serangkaian terapi komplementer yang bisa bermanfaat bagi penderita asma. Tujuannya bukan untuk menggantikan pengobatan konvensional yang sedang dijalani, melainkan sebagai upaya pelengkap yang bisa mempercepat proses penyembuhan. Beberapa terapi komplementer tersebut adalah terapi herba, homeopati, terapi nutrisi, tissue salt therapy, aromaterapi, akupunktur, akupresur, refleksologi, teknik pernapasan Buteyko, meditasi, Yoga, relaksasi progresif dan Chikung (VitaHealth, 2006).

Salah satu terapi alternatif untuk asma yang paling mutakhir dan paling ilmiah tapi sekaligus kontroversial adalah teknik pernapasan Buteyko. Dalam teknik pernapasan ini, secara sederhana penanganan asma didasarkan pada usaha mengembalikan cara bernapas yang benar (VitaHealth, 2006). Penderita asma dapat memperbaiki pola nafas dan gejala asma lainnya dengan melakukan teknik pernafasan yang benar secara hati-hati dan teratur (Dupler,2005).

2. Teknik Pernapasan Buteyko

2.1. Defenisi Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko merupakan suatu metode manajemen/ penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mengurangi konstriksi jalan napas dengan prinsip latihan bernapas dangkal. Terapi ini dirancang untuk memperlambat atau mengurangi intake udara ke dalam paru-paru sehingga dapat mengurangi gangguan pada saluran pernapasan (Dupler, 2005).

2.2. Manfaat Teknik Pernafasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko memanfaatkan teknik pernapasan alami secara dasar dan berguna untuk mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat keparahan pada penderita asma. Teknik Pernapasan Buteyko berguna untuk mengurangi ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi asma. Selain itu, teknik pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen dan mengurangi hiperventilasi paru (Dupler, 2005).

2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko

Tujuan pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko ini adalah menggunakan serangkaian latihan bernapas secara teratur untuk memperbaiki cara bernapas penderita asma yang cenderung bernapas secara berlebihan agar dapat bernapas secara benar. Selain itu, tujuan lain dari teknik pernapasan ini adalah untuk mengembalikan volume udara yang normal (VitaHealth, 2006). Secara garis besarnya, teknik pernapasan Buteyko bertujuan untuk

Page 14: Alergi Inhalan Dan Asmaku

memperbaiki pola napas penderita asma dengan cara memelihara keseimbangan kadar CO 2 dan nilai oksigenasi seluler yang pada akhirnya dapat menurunkan gejala asma (Dupler, 2005).

Menurut Roy (2006), tujuan umum dari teknik pernapasan Buteyko adalah untuk rekondisi penderita agar dapat bernapas normal dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Belajar bagaimana untuk membuka hidung secara alami dengan melakukan latihan menahan napas.

2. Menyesuaikan pernapasan dan beralih dari pernapasan melalui mulut menjadi pernapasan melalui hidung.

3. Latihan pernapasan untuk mencapai volume pernapasan yang normal dengan melakukan relaksasi diafragma sampai terasa jumlah udara mulai berkurang.

4. Latihan khusus untuk menghentikan batuk dan wheezing5. Perubahan gaya hidup dibutuhkan untuk membantu hal tersebut di atas, sehingga memfasilitasi jalan untuk dapat sembuh dan rekondisi ke tingkat normal.

2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko

Selama serangan asma, penderita asma bernapas dua kali lebih cepat dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah hiperventilasi (Dupler, 2005). Teori Buteyko menyatakan bahwa dasar penyebab dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (over-breathing)yang tidak disadari (VitaHealth, 2006).

Teori yang mendasari Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan ini adalah :

1. Bila penderita asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO 2 yang dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO 2 di paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang (Murphy, 2000).

2. Terjadinya defisiensi CO 2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang dapat menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat mengganggu keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pH mencapai nilai 8, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal (Murphy, 2000).

3. Terjadinya defisiensi CO 2 menyebabkan spasme pada otot polos bronkus,kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ lainnya. Bila penderita asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah oksigen yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang

mengakibatkan hipoksia disertai dengan hipertensi arteri (Murphy, 2000).

Page 15: Alergi Inhalan Dan Asmaku

4. Kekurangan CO 2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otak yang menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan pernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian dikenal dengan hiperventilasi atau over-breathing (VitaHealth, 2006).

5. Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar CO 2 di dalam tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah kadar O 2darah dan menurunkan jumlah O 2 seluler. Keseimbangan asam-basa tubuh juga dipengaruhi oleh pola nafas dan konsentrasi O 2 / CO 2 . Pada waktu serangan, over-breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh (Pegasus Neuro Linguistic Programming, 2009).

Menurut Buteyko, kesulitan bernapas seperti yang dialami oleh penderita asma merupakan salah satu tanda over-breathing dan faktanya respon alami tubuh terhadap hal ini adalah mengurangi intake udara ke dalam paru-paru (Pegasus Neuro Linguistic Programming, 2009). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ketika seorang bernapas secara berlebihan, tubuh akan mengorganisasikan mekanisme pertahanan alami untuk mempertahankan tingkat karbondioksida normal, dengan cara sebagai berikut:

1. Spasme saluran pernapasan dan alveolus. Keduanya bergerak menguncup untuk mempersempit bukaan jalaan napas dalam upaya mempertahankan CO 2 di paru-paru.

2. Timbulmya mukus dalam saluran pernapasan, yang merupakan cara lain dari tubuh untuk mempersempit saluran udara dalam mempertahankan CO 2 .

3. Pembengkakan lapisan permukaan saluran pernapasan sebelah dalam dengan tujuan yang sama yaitu mempertahankan CO 2 (VitaHealth, 2000).

Teknik Pernapasan Buteyko bertujuan untuk memperbaiki kebiasaan buruk penderita asma yaitu over-breathing atau hiperventilasi dan mengubahnya menjadi kebiasaan baru yaitu bernapas lebih lambat dan lebih dangkal. Teknik Pernapasan Buteyko meliputi dua hal penting yaitu relaksasi dan latihan. Pada tahapan relaksasi, postur tubuh diatur secara rileks terutama tubuh bagian atas. Teknik pernapasan ini dilakukan untuk merilekskan otot pernapasan dan iga secara perlahan-lahan yaitu adanya peregangan ke arah luar selama inspirasi dan penarikan iga ke arah dalam selama ekspirasi. Penderita dianjurkan untuk mengurangi melakukan pernapasan melalui mulut, tetapi lebih diutamakan untuk melakukan pernapasan melalui hidung saat serangan asma terjadi (Dupler, 2005).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik pernapasan Buteyko adalah mengajarkan penderita asma untuk lebih terorientasi pada pernapasan melalui hidung, bukan melalui mulut (Mortin, 1999 dalam Thomas, 2004). Menurut Buteyko, bernapas melalui hidung akan mengurangi hiperventilasi (bernapas dalam) sehingga cara terbaik untuk menghemat CO 2yang keluar adalah dengan merelaksasikan otot-otot pernapasan

Page 16: Alergi Inhalan Dan Asmaku

sehingga insufisiensi udara yang terjadi saat serangan asma dapat berkurang (Thomas, 2004).

Selain itu, selama latihan perlu diperhatikan pula control pause yaitu waktu untuk menahan napas secara terkendali. Lamanya waktu penderita menahan napas harus dicatat. Pada penderita asma, control pause hanya bisa dicapai selama 5-15 detik. Bila melakukan teknik pernapasan Buteyko secara benar, maka tubuh dapat menahan napas atau mencapai waktu control pause selama 40-60 detik (Dupler, 2005, USA Buteyko Clinic, 2008).

Latihan-latihan yang digunakan dalam Teknik Pernapasan Buteyko berbeda panjang dan frekuensinya, tergantung pada tingkat keparahan penyakit yang diderita. Latihan pernapasan Buteyko dilakukan sebelum makan atau menunggu setidaknya dua jam setelah makan karena pencernaan dapat mempengaruhi pernapasan (Roy, 2006).

Adapun beberapa persiapan dasar yang perlu dipahami dalam melakukan teknik pernapasan Buteyko ini menurut Thomas (2004) adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu control pause

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, sebelum dan sesudah latihan harus diperiksa terlebih dahulu control pause.

2. Postur (Sikap Tubuh).

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, postur yang baik sangat berperan penting dalam keberhasilan latihan untuk mengurangi hiperventilasi. Penggunaan kursi yang memiliki sandaran tegak dan tinggi memungkinkan untuk mengistirahatkan kaki di lantai dengan nyaman dan memungkinkan untuk duduk dengan posisi yang benar. Jika tidak memiliki kursi dengan sandaran yang lurus, maka posisi kepala, bahu, dan pinggul harus diatur supaya tegak lurus.

3. Konsentrasi

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Rasakan udara yang bergerak masuk dan keluar dari lubang hidung dan gerakan berbeda dari tubuh ketika menarik napas dan menghembuskan napas. Walaupun berkonsentrasi pada pernapasan mungkin dirasakan sebagai hal yang aneh, tetapi kita tidak dapat mengubah pola pernapasan kita jika tidak menyadari bagaimana kita bernapas.

4. Relaksasi Bahu

Bahu merupakan bagian penting untuk memperbaiki pernapasan. Oleh karena tejadi ketegangan dan kekakuan menyebabkan kesulitan untuk menaikkan otot bahu saat bernapas sehingga mempengaruhi jumlah udara ke dalam paru-paru. Cobalah untuk sesantai mungkin dan biarkan bahu rileks dengan posisi alamiah setiap kali bernapas. Relaksasi juga akan membantu mengatur pernapasan.

Page 17: Alergi Inhalan Dan Asmaku

5. Memantau aliran udara

Rasakan jumlah aliran udara melalui lubang hidung dengan cara meletakkan jari di bawah hidung sehingga sejajar dengan lantai. Aliran udara harus dapat dirasakan keluar dari lubang hidung, tetapi posisi jari tidak boleh terlalu dekat ke lubang hidung karena dapat mengganggu aliran udara yang masuk dan keluar dari lubang hidung.

6. Bernapas dangkal

Ketika mulai terasa aliran udara menyentuh jari saat menghembuskan napas, maka mulailah menarik napas kembali. Hal ini akan menyebabkan penurunan jumlah udara untuk setiap kali bernapas. Setelah melakukan hal ini, akan terjadi peningkatan jumlah napas yang dihirup per menit, tapi tidak masalah jika tujuannya adalah untuk mengurangi volume udara. Udara yang sedikit hangat terasa di jari menandakan semakin berhasilnya penurunan volume udara setiap kali bernapas. Tujuannya adalah untuk terus bernapas dengan cara ini selama 3-5 menit.

Kemungkinan yang terjadi adalah tidak dapat menyelesaikan 5 menit penuh saat pertama kali latihan. Seperti latihan lain pada umumnya, akan lebih mudah dipahami melalui praktek. Jika mengambil napas dari udara, maka hal itu berarti adanya usaha untuk mengurangi volume udara yang terlalu cepat dan perlu untuk memperlambatnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil yaitu pernapasan dapat dikurangi selama 3-5 menit pada suatu waktu.

Cara untuk latihan bernapas dangkal ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1

Bernapas hanya melalui hidung, baik inspirasi maupun ekspirasi. Pastikan mulut tertutup sewaktu bernapas.

Langkah 2

Bernapaslah hanya dengan diafragma, tidak dengan pernapasan dada. Atur posisi dan duduklah di depan cermin. Letakkan tangan di perut, lalu tarik napas. Perhatikan bahwa tidak terjadi penggunaan otot-otot dada untuk bernapas, yang bergerak turun hanya tangan yang sebelumnya diletakkan di perut. Ketika menghembuskan napas, tangan yang diletakkan di perut harus bergerak naik ke posisi normal (posisi sebelumnya).

Langkah 3

Letakkan jari di bawah hidung. Napas haruslah sangat dangkal dimana hampir tidak terasa pergerakan udara (saat tarikan dan hembusan napas).

Page 18: Alergi Inhalan Dan Asmaku

7. Pengukuran control pause and pemeriksaan denyut nadiSetelah menyelesaikan tahapan 5 menit seperti yang tersebut di atas , selama apapun waktunya untuk mulai latihan, maka harus diperiksa kembali denyut nadi dan control pause.

8. Istirahat

Sebelum memulai tahapan 5 menit berikutnya, sebaiknya istirahat. Untuk memperoleh manfaat besar dari latihan pernapasan Buteyko ini, maka dibutuhkan waktu minimal 20 menit per hari.

9. Latihan Blok

Setiap sesi terdiri dari 4 blok penurunan frekuensi bernapas dengan memeriksa denyut nadi dan control pause sebelum dan setelah latihan. Dibandingkan dengan sesi awal, maka control pause harus lebih panjang waktunya dan untuk denyut nadi harus lebih rendah.

2.5. Tahapan Latihan Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik pernapasan Buteyko adalah satu set latihan pernapasan sederhana untuk membantu mengendalikan asma dan gangguan pernapasan lainnya. Lamanya waktu untuk melakukan seluruh tahapan teknik pernapasan ini adalah 25 menit.

Adapun langkah-langkah secara umum dalam melakukan latihan teknik pernapasan ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Tes Bernapas Contol pause

Pada tahap awal, sebagai pemanasan sebaiknya ambil napas terlebih dahulu sebanyak 2 kali , kemudian ditahan, lalu dihembuskan. Setelah itu, lihat berapa lama waktu dapat menahan napas. Tujuannya adalah untuk dapat menahan napas selama 40-60 detik.

Langkah 2 : Pernapasan Dangkal

Ambil napas dangkal selama 5 menit. Bernapas hanya melalui hidung, sedangkan mulut ditutup. Kemudian lakukan tes bernapas control pause. Hitung kembali waktu untuk dapat menahan napas.

Langkah 3: Teknik Gabungan

Ulangi kembali "tes control pause- bernafas dangkal- tes control pausesebanyak 4 kali.

Sedangkan untuk setiap tingkat kesulitan latihan, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Tingkat kesulitan sangat mudah, tahapannya adalah :

Langkah 1

Page 19: Alergi Inhalan Dan Asmaku

Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang. Mulai untuk mengatur pernapasan dan fokus pada setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan menjadi lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan bertahap.

Langkah 2

Tarik napas melalui hidung secara perlahan-lahan. Dengan bernapas melalui hidung, tubuh dapat mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan kadar nitrat oksida dalam paru-paru.

Langkah 3

Bernapas penuh melalui hidung. Pastikan bernapas hanya melalui hidung, karena seperti yang telah dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulut dapat mengeringkan saluran pernapasan.

Langkah 4

Setelah menghembuskan napas, tahan napas sesuai dengan kemampuan hingga terasa dorongan untuk menarik napas. Hal ini memang terlihat sulit pada awalnya, tapi dengan latihan secara teratur maka akan terbiasa. Jangan mencoba untuk menahan napas lebih lama dari yang diperlukan.

Langkah 5

Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin sesuai dengan kemampuan sampai terasa dorongan untuk menghembuskan napas. Ulangi tahapan ini beberapa kali sehari untuk berlatih bernapas melalui hidung. Pastikan dalam menarik napas dan menghembuskan secara perlahan untuk mencegah hiperventilasi.

b. Tingkat kesulitan mudah, tahapannya adalah :

Langkah 1 Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring. Semakin nyaman

tempat dan posisi untuk latihan, akan semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.

Langkah 2

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara perlahan, bernapasdalam melalui hidung. Lakukan hal ini minimal selama 1 menit.

Langkah 3

Ambil napas dangkal. Hiruplah udara secukupnya sehingga dapat bernapas dengan nyaman. Tahan napas sesuai dengan kemampuan. Jangan memaksakan diri dengan langkah ini. Jika merasa terengah-engah, kembali ke langkah 2 dan mulai dari awal lagi.

Page 20: Alergi Inhalan Dan Asmaku

Langkah 4

Tahan napas sedikit lebih lama daripada sebelumnya. Lakukan selama 10 menit per hari.

c. Tingkat kesulitan sedang, tahapannya adalah :

Langkah 1

Duduklah dalam posisi tegak dan bernapas dangkal selama 3 menit.

Langkah 2

Hitung waktu control pause. Bernapas secara normal. Tutup hidung dengan cara mencubit cuping hidung. Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan napas sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas. Tahapan ini mungkin hanya dapat dilakukan dalam beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan ini adalah 60 detik.

Langkah 3

Bernafas dangkal selama 3 menit.

Langkah 4

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung dan tahan napas selama 20 detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk mengambil napas dalam.

Langkah 5

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 6

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung dan tahan napas selama 30 detik. Kembali bernapas normal.

Langkah 7

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 8

Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali bernapas normal.

Langkah 9

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 10

Page 21: Alergi Inhalan Dan Asmaku

Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara teratur, control pause harus lebih baik dibandingkan saat awal latihan.

2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma

Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas pada penderita asma adalah teknik pernapasan Buteyko (Fadhil, 2009). Teknik pernapasan Buteyko memiliki kegunaan untuk memperbaiki cara bernapas pada penderita asma agar dapat bernapas secara efisien dan benar agar gejala asma seperti hiperventilasi dapat dikurangi (Kolb, 2009).

Jenis pernapasan yang dilakukan selama latihan teknik pernapasan Buteyko adalah pernapasan diafragma, dimana otot diafragma dilatih untuk bernapas dan menahan napas menurut kemampuan penderita asma (Roy, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ma (2002) terhadap penderita PPOK, maka dengan menggunakan latihan otot pernapasan diafragma dapat meningkatkan kemampuan fungsi paru penderita PPOK secara signifikan.

Latihan pernapasan Buteyko membantu menyeimbangkan kadar karbondioksida dalam darah yang hilang akibat hiperventilasi sehingga membantu pelepasan hemoglobin dalam darah untuk melepaskan oksigen sehingga transportasi oksigen ke jaringan berjalan lancar (Roy, 2006). Teknik pernapasan Buteyko juga dapat membantu mengurangi kesulitan bernapas pada penderita asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif akibat hiperventilasi. Sesuai dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi pembuluh darah dan otot, maka dengan menjaga keseimbangan kadar karbondioksida dalam darah akan mengurangi terjadinya bronkospasme pada penderita asma (Kolb, 2009).

Latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan mengurangi ekspirasi paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak (Murphy, 2000). Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka peningkatan kadar karbondioksida dapat tercapai sehingga terjadi dilatasi otot bronkus yang kemudian mengurangi bronkospasme dan munculnya wheezing(Mchugh et al., 2003).

Dengan begitu teknik pernapasan Buteyko dapat memperbaiki keadaan fisiologis paru pada penderita asma disertai dengan penurunan hiperventilasi akibat hilangnya karbondioksida saat terjadinya serangan asma (Dupler, 2005).

Page 22: Alergi Inhalan Dan Asmaku

Alergi Inhalasi dan Asma Bronchiale adalah termasuk Reaksi Alergi tipe 1,3, 4 dan bukan tipe 2

-. oleh karena pada reaksi tipe 2, antigen bersala dari dalam tubuh sendiri yang ditangkap sebagi benda asing oleh system imun kita. Sedangkan pada alergi yang menjadi allergen adalah antigen yang berasal dari luar sehingga tidak memenuhi persyaratan tipe 2.

Dasar Teorinya:

Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik

Reaksi ini terjadi pada waktu alergen atau antigen bereaksi dengan zat anti yang spesifik, yang dikenal dengan nama reagin.Berdasarkan penyelidikan ISHIZAKA dan ISHIZAKA, ternyata bahwa aktivitas reagin itu bukan dibawakan oleh IgG, IgA, IgM maupun IgD, melainkan oleh satu kelas imunoglobulin yang disebut IgE. Imunoglobulin ini mempunyai suatu keistimewaan, yaitu dapat melekat pada sel basofil dan/atau mastosit ('mast cell'); oleh karena itu IgE disebut juga sebagai zat anti homositotropik. Dengan timbulnya reaksi antara antigen dengan zat anti itu, maka terjadilah proses degranulasi di dalam sel tersebut, yang diikuti dengan keluarnya zat farmakologik aktip, yaitu: histamin, zat bereaksi lambat ('slow-reacting substance'),serotonin dan bradikinin. Zat-zat ini pada umumnya menyebabkan kontraksi otot polos, vasodilatasi dan meningginyapermeabilitas pembuluh darah kapiler. Akibat reaksi alergi ini, maka secara klinik ditemukan penyakit-penyakit seperti :asma bronkial, demam rumput kering (Hay-fever), rinitisalergika dll.

Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik

Alergi tipe II ini disebabkan oleh karena timbulnya reaksi antara zat anti dengan antigen spesifik yang merupakan bagian daripada sel jaringan tubuh atau dengan suatu hapten yang telah berintegrasi dengan sel tersebut. Aktivitas zat anti ini dibawakan oleh kelas IgG dan/atau IgM, yang mempunyai sifat biologik tertentu, yaitu dapat mengikat sistem komplemen. Setelah terjadi reaksi antara antigen dengan zat antinya, maka aktivasi sistem komplemen dapat dimulai, sehingga timbul pelekatan imun ( ' immune adherence'), proses opsonisasi dan akhirnya perusakan permukaan sel jaringan tubuh. Secara klinik, reaksi ini sering ditemukan pada transfuse darah yang tidak sesuai, faktor rhesus yang tidak sesuai,penyakit trombositopenik purpura, poststreptokokal glomerulonefritis akuta dll.

Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik

Reaksi ini disebabkan pula oleh kelas IgG dan/atau IgM, akan tetapi aktivitas zat anti yang dibawanya bukan terhadap antigen sel jaringan tubuh, melainkan terhadap antigen yang datang dari luar tubuh. Istilah lain untuk tipe III ini, ialah hipersensitivitas kompleks-imun ( ' immune-complex hypersensitivity'). Pada reaksi ini terjadi suatu kompleks terdiri dari kumpulan antigen dengan zat antinya – yang timbul akibat masuknya antigen asing ke dalam tubuh untuk ke dua

Page 23: Alergi Inhalan Dan Asmaku

kalinya dan bereaksi dengan zat anti spesifiknya. Seperti pada tipe II, maka IgG atau IgM pada tipe III ini dapat pula mengaktipkan sistem komplemen, hanya bedanya proses ini baru terjadi setelah kompleks antigen-zat anti itu dipresipitasikan. Akibat proses ini, maka akan timbul efek kemotaksis terhadap sel-sel polimorfonuklear, peningkatan daya fagositosis dan pelepasan zat anafilatoksin, yang secara tidak langsung akan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah. Secara klinik, maka reaksi ini akan menyebabkan reaksi Arthus, 'serum sickness', 'immune complex diseases' dll

Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler

Reaksi ini bukan disebabkan oleh karena adanya zat anti seperti pada ke tiga tipe alergi yang telah diutarakan tadi. Sesuai dengan istilahnya, maka yang memegang peranan pada reaksi alergi tipe seluler ini ialah sistem imunologi sel, yaitu sel limfosit yang telah peka secara spesifik. Bila sel ini berkontak dengan suatu antigen untuk kedua kalinya, akan timbul proses deferensiasi sel sehingga sel limfosit tersebut sanggup menghasilkan dan melepaskan zat yang disebut limfokin ('lymphokine'). Zat ini mempunyai berbagai aktivitas biologik, diantaranya dapat menarik sel-sel makrofag polimornuklear dan limfosit kearah lokasi rangsangan. Oleh karena timbulnya reaksi ini agak lambat, yaitunsekitar 24 hingga 48 jam, maka secara klinik dikenal sebagai hipersensitivitas jenis lambat. Keadaan ini sering dijumpai pada reaksi tuberkulin, alergi terhadap beberapa macam bakteri, jamur dan virus, reaksi terhadap jaringan yang ditransplantasikan dan lain-lain.