rinitis alergi dan batuk

33
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM PENCERNAAN dan PERNAFASAN PRAKTIKUM I RINITIS ALERGI dan BATUK I. TUJUAN Mahasiswa dapat memahami penyakit rhinitis alergi dan batuk serta dapat menyelesaikan, mengevaluasi kasus penyakit rhinitis alergi dan batuk dengan menggunakan metode SOAP. II. DASAR TEORI RHINITIS ALERGI Pengertian rhinitis alergi adalah inflamasi pada membran mukosa nasal yang disebabkan oleh penghirupan senyawa alergenik yang kemudian memicu respon imunologi spesifik (Zullies, 2011). Berdasarkan waktu paparan allergen, ada tiga tipe rhinitis alergi yaitu :

Upload: fitria-nugrahaeni

Post on 03-Oct-2015

586 views

Category:

Documents


63 download

DESCRIPTION

contoh kasus

TRANSCRIPT

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM PENCERNAAN dan PERNAFASANPRAKTIKUM I

RINITIS ALERGI dan BATUK

I. TUJUAN

Mahasiswa dapat memahami penyakit rhinitis alergi dan batuk serta dapat menyelesaikan, mengevaluasi kasus penyakit rhinitis alergi dan batuk dengan menggunakan metode SOAP.II. DASAR TEORI RHINITIS ALERGIPengertian rhinitis alergi adalah inflamasi pada membran mukosa nasal yang disebabkan oleh penghirupan senyawa alergenik yang kemudian memicu respon imunologi spesifik (Zullies, 2011). Berdasarkan waktu paparan allergen, ada tiga tipe rhinitis alergi yaitu :a. Rhinitis seasonal (hay fever), yaitu alergi yang terjadi karena menghirup allergen yang terdapat secara musiman, seperti serbuk sari. Alergennya bersifat eksternal atau berasal dari luar rumah.

b. Rhinitis perennial, yaitu alergi yang terjadi tanpa tergantung musim, hamper sepanjang hari dalam setahun, misalnya alergi debu, kutu rumah, bulu binatang, jamur, dan lain-lain yang pada umumnya menyebabkan gejala kronis yang lebih ringan. Allergen umumnya diperoleh dari dalam rumah (Saleh, 2007).

c. Rhinitis occupational, yaitu alergi yang terjadi sebagai akibat paparan allergen di tempat kerja, misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul tinggi. Agen berbobot molekul rendah, atau zat-zat iritan. Melalui mekanisme imunologi atau patogenik non-imunologi yang tidak begitu diketahui (Gautrin, 2006).KlasifikasiSistem klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA (Allergenic Rinitis and its Impact on Asthma) tahun 2008 (ARIA, 2008) adalah sebagai berikut seperti pada table di bawah ini

Patofisiologi

Saat paparan pertama, allergen dari udara terhirup oleh hidung dan kemudian direspon oleh limfosit T dengan melepaskan sitokin spesifik, yaitu interleukin-4 (IL-4), yang akan memicu diferensiasi sel limfosit B menjadi sel plasma, yang selanjutnya kan memproduksi immunoglobulin E (IgE) yang spesifik terhadap allergen tertentu, sehingga host (inang) akan tersensitisasi. IgE yang diproduksi tersebut akan berikatan denga sel mast pada reseptornya, sehingga pada paparan allergen berikutnya IgE tersebut akan berinteraksi dengan allergen dan memicu pelepasan histamine dan mediator inflamasi lain yang berasal dari metabolism asam arakidonat, seperti prostaglandin, leukotrien, tromboksan, dan platelet-activating factor.Reaksi alergi terdiri dari dua fase, yaitu reaksi alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL).

Beberapa jam setelah terjadinya reaksi awal alergi, reaksi fase lambat dapat terjadi yang melibatkan masuknya sel-sel inflamasi (eosinofil, monosit, makrofag, dan basofil) menuju tempat inflamasi dan juga terjadi aktivasi limfosit. Gejala fase lambat dalam bentuk sumbatan nasal dimulai 3-5 jam setelah paparan antigen dan memuncak pada jam ke 12-24 jam setelah paparan antigen. Pada RAFL ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, neutrofil, basofil dan mastosit serta peningkatan berbagai sitokin pada sekret hidung. Berikut di bawah ini gambaran patofisiologi rhinitis alergi :

Gambar rangkaian peristiwa yang memicu reaksi rhinitis alergi

Gejala Klinis

Gejala rhinitis alergi antara lain :

a. Hidung berair (rhinorrhea)b. Bersin-bersin, hidung tersumbatc. Tenggorokan, hidung, kerongkongan gatald. Mata merah, gatal, beraire. Postnasal drip, yaituakumulasi dahak yang kental pada tenggorokan atau di belakang hidung

Tabel berikut di bawah ini menyajikan sifat karakteristik gejala klinik pada rhinitis alergi intermitten dan persisten menurut panduan ARIA 2008 :

Diagnosis

Diagnosis rhinitis alergi bisa ditegakkan antara lain :

1. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan lingkaran gelap di sekitar mata, pembengkakan selaput mukosa hidung, sekresi hidung yang encer, airmata, dan bengkak pada periobital.2. Pemeriksaan mikroskopis

Pada apus hidung akan banyak ditemukan eosinofil khususnya eosinofil perifer yang jumlahnya akan meningkat (walaupun tidak spesifik).

3. Pemeriksaan pendukung

Hasil test kulit (skin prick test), yang menunjukkan adanya reaksi terhadap IgE spesifik RAST (Radio allegro sorbent test), mengukur kadar IgE dalam darah (mahal dan kurang sensitive)

Tata Laksana Terapi

a. Tujuan Terapi

a) Mencegah kejadian rhinitis

b) Menghilangkan gejala rhinitis

c) Menghilangkan penyebab rhinitis alergib. Terapi Non-Farmakologi

Pencegahan terhadap paparan alergen merupakan salah satu terapi yang bisa dilakukan. Tetapi tidak mudah ketika penyebab alergen belum diketahui secara pasti.

c. Terapi FarmakologiTujuan terapi farmakologi adalah mengurangi atau meminimalkan gejala dengan menggunakan obat-obatan, antara lain antihistamin, dekongestan nasal dan oral, antikoligernik, kortikosteroid nasal, golongan kromolin. Berikut di bawah ini algoritma evaluasi dan tatalaksana terapi rhinitis alergi :

Berikut di bawah ini adalah tabel dari obat-obatan yang bisa digunakan :

Antihistamin

Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rinitis alergi. Secara garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1 golongan baru. Antihistamin H1 klasik seperti Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine dan lain-lain. Sedangkan antihistamine generasi baru seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine dan lain-lain. Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam mengurangi gejala rinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan

meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi dengan asma.Dekongestan topical

Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya pada reseptor-reseptor -adrenergik. Efek vasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam. Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10 hari.

Obat-obatan lainnya seperti pada tabel di bawah ini :

Golongan ObatNama Obat

Dekongestan oralPseudoefedrin, efedrin, fenilpropanolamin

Kortikosteroid nasalBeklometason dipropionat, Budesonid, Flunisolid, Flutikason, Triamsinolon asetonid

Sodium kromolinNatrium kromoglikat, Nedokromil natrium

AntikolinergikIpratropium bromida

Pemakaian korkikosteroid sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif dalam mengurangi gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut.Sodium Kromolin digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja belum diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek terhadap saluran ion kalsium dan klorida.Antikolinergik perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi. Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal dapat mengurangi hidung tersumbat atau bersin.d. ImunoterapiApabila pengobatan simptomatik dengan obat-obatan seperti tersebut di atas sudah tidak bisa mengatasi rhinitis alergi, maka bisa dilakukan imunoterapi, yaitu menghilangkan gejala alerginya.

Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat.Tujuan imunoterapi adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.Parameter efektifitas imunoterapi ditunjukkan dengan berkurangnya produksi IgE, meningkatnya produksi IgG, perubahan limfosit T, berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasi, berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen.Kekurangan imunoterapi adalah mahal dan harus ada komitmen dari pasien karena membutuhkan waktu yang lama.

III. KASUS

Tukul Rejono, pria berumur 33 tahun mempunyai riwayat rhinitis alergi 2 bulan belakangan mengalami batuk-batuk, kesulitan bernafas, dan wheezing. Tukul rejono memelihara kelinci sebagai hewan peliharaan selama 4 tahun ini. Dua tahun semenjak memelihara kelinci, rhinitis alerginya memburuk. Tukul Rejono tidak pernah mengalami asma. Kakek Tukul Rejono menderita asma sejak kecil. Metacholine challenge test menunjukkan reaksi positif dengan nilai PC20 1,25 mg/ml. Allergy skin prick test dengan 55 inhalan dan alergen makanan menunjukkan reaksi yang positif. A/H ratio D. Pteronyssinus 3+, D. farine 2+, mugwort (jenis tanaman) 4+, dan ragweed (jenis makanan) 5+. Serum spesifik IgE terhadap epitelium kelinci 4,86 kU/L (pada manusia normal tidak terdeteksi).Bagaimana penatalaksanan kasus Tukul Rejono?IV. PENYELESAIAN KASUS

A. Analisis SOAP

1. Subjektif

Nama

: Tukul Rejono

Umur

: 33 tahun

Jenis Kelamin

: Pria

Keluhan

: Batuk, Kesulitan nafas, WheezingRiwayat penyakit : Rhinitis alergi

Riwayat pengobatan: -

2. Objektif

Jenis PemeriksaanHasilNilai NormalKesimpulan

Metacholine challenge test

+-Tidak normal

Allergy skin prick test dengan 55 inhalan dan alergen makanan

+-Tidak normal

A/H ratio D. Pteronyssinus

3+-Tidak normal

D. farine

2+-Tidak normal

mugwort (jenis tanaman4+-Tidak normal

ragweed (jenis makanan)5+-Tidak normal

Serum spesifik IgE terhadap epitelium kelinci

4,86 kU/L

-Tidak normal

3. Assesment

Berdasarkan keluhan pasien yang mengalami batuk, sulit bernafas dan wheezing, serta data objektif pemeriksaan laboratorium yaitu allergy skin prick test, tes alergi terhadap berbagai makanan dengan hasil positif serta metacholine test yang menunjukkan hasil positif maka dapat disimpulkan pasien menderita rhinitis alergi yang diperparah dengan adanya alergen bulu kelinci dan beberapa allergen lain sehingga berkembang menjadi asma.

4. Plan

Tujuan terapi :

1) Mengurangi gejala akibat paparan alergen, hiperaktifitas nonspesifik dan inflamasi2) Perbaikan kualitas hidup penderita sehingga dapat menjalankan aktifitas sehari hari3) Menghilangkan gejala rhinitis4) Menghilangkan penyebab rhinitis alergiSasaran terapi :

1) Gejala rhinitis alergi

2) Penyakit rhinitis alergi

Terapi non-farmakologi :

Hindari alergen, agar alergi tidak bertambah beratTerapi farmakologi

1) Loratadine tablet 10 mg

2) Dekstrometorfan (DMP) tablet 15 mg

B. Analisis Penggunaan Obat yang Rasional

a) Tepat Indikasi

Nama ObatIndikasiMekanisme

Loratadin tab. 10 mgAntihistamine

Antihistamin trisiklik long-acting dengan selektif perifer histamin H1 reseptor antagonis

DMP tab. 15 mgAntitusivMenekan batuk di SSP

b) Tepat Obat

Nama ObatAlasan Dipilihnya obatKeterangan

Loratadin tab. 10 mgSebagai terapi pilihan pada rhinitis alergi yang disertai dengan asma

Tepat Obat

DMP tab. 15 mgSebagai obat batuk antitussive pilihan dengan efek saming yang lebih sedikit

Tepat Obat

c) Tepat Pasien

Nama ObatKontra IndikasiKeterangan

Loratadin tab. 10 mgHipersensitive

Pasien tidak mengalami hipersensitif

DMP tab. 15 mgHipersensitive

Pasien tidak mengalami hipersensitif

d) Tepat Regimen Terapi (Dosis)Nama ObatRegimen StandarRegimen yang Disarankan

Loratadin tab. 10 mg10 mg per oral dalam sehari

1 x sehari 10 mg

DMP tab. 15 mg10-30 mg per oral tiap 4-8 jam

3 x sehari 15 mg selama masih batuk

e) Waspada Efek Samping

Nama ObatEfek SampingPengatasan

Loratadin tab. 10 mgSakit kepala, fatigue, nervous

Dilakukan monitoring

DMP tab. 15 mgNausea, mual, muntah, kontipasi

Dilakukan monitoring

C. Monitoring1) Pasien dimonitoring terhadap pengurangan gejala dengan melihat gejala klinisnya dan melalui pemeriksaan ulang beberapa test allergen apakah sudah mengalami perbaikan.

2) Pasien dimonitoring terhadap timbulnya efek samping obat

D. KIE

1) Pasien dijelaskan tentang penyakit rhinitis alergi dan faktor resiko yang menyebabkan rhinitis alergi.

2) Pasien dijelaskan tentang pemakaian obat termasuk kemungkinan efek samping yang ditimbulkan.

3) Pasien diedukasi tentang pencegahan rhinitis alergi terutama menghindari alergen sehingga dapat memperbaiki kualitas hidupnya (bisa beraktivitas secara normal).

V. PEMBAHASAN

Assesment untuk Tukul Rejono adalah rhinitis alergi yang diperparah dengan adanya alergen bulu kelinci dan beberapa allergen lain sehingga berkembang menjadi asma. Rhinitis alergi karena berdasarkan riwayat pasien mempunyai riwayat rhinitis alergi, hasil dari berbagai test alergi yang menunjukkan hasil positif. Alergi skin prick test merupakan test untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Juga batuk-batuk, kesulitan bernafas, memelihara kelinci sebagai hewan peliharaan, seperti telah diketahui bulu binatang dan dari hasil serum spesifik IgE terhadap epitelim kelinci. Asmanya bisa diketahui dari hasil metacholine challenge test yang bertujuan secara khusus untuk memastikan diagnosis asma, mendokumentasikan keparahan hiperresponsivitas. Diketahui bahwa pada pasien asma, terjadi hiperresponsivitas jalan nafas terhadap berbagai stimulus, salah satunya terhadap metakolin. Uji ini cukup sensitive untuk membedakan apakah seseorang mengidap asma atau tidak (Zullies, 2011).Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa rhinitis alergi pada kasus di atas adalah pemeriksaan skin prick test, tes alergi terhadap beberapa makanan dan IgE seum spesifik. skin prick test merupakan tes kulit yang sering dilaksanakan karena sederhana (mudah pelaksanaannya), murah, aman, cepat, cukup sensitive dan spesifik. IgE serum spesifik merupakan pemeriksaan yang dilakukan apabila pemeriksaan penunjang diagnosis rinitis alergi seperti tes kulit cukit selalu menghasilkan hasil negatif tapi dengan gejala klinis yang positif. Sejak ditemukan teknik RAST (Radioallergosorbent test) pada tahun 1967, teknik pemeriksaan IgE serum spesifik disempurnakan dan komputerisasi sehingga pemeriksaan menjadi lebih efektif dan sensitif tanpa kehilangan spesifisitasnya, seperti Phadebas RAST, Modified RAST, Pharmacia CAP system dan lain-lain. Waktu pemeriksaan lebih singkat dari 2-3 hari menjadi kurang dari 3 jam saja.Penderita rhinitis alergi mempunyai resiko berlanjut menjadi asma. Rhinitis alergi dan asma merupakan penyakit inflamasi yang sering timbul bersamaan. Prevalensi terjadinya asma meningkat pada pasien yang menderita rhinitis alergi. Pasien rhinitis alergi memiliki faktor resiko tiga kali lebih besar untuk berkembang menjadi asma dibandingkan orang yang sehat.Bukti epidemiologis adanya hubungan antara rinitis dan asma adalah :

1) prevalensi asma meningkat pada rinitis alergi dan non alergi 2) rinitis hampir selalu dijumpai pada asma 3) rinitis merupakan faktor resiko terjadinya asma

4) pada persisten rinitis terjadi peningkatan hipereaktivitas bronkus non spesifik.

Penelitian epidemiologi menunjukkan prevalensi rinitis alergi dan asma meningkat di seluruh dunia termasuk di AS. Sekitar 56 juta orang atau 20% penduduk AS menderita rinitis alergi dan 5% menderita asma Berbagai penelitian menunjukkan 78-94% penderita asma pada remaja dan dewasa juga menderita rinitis alergi, dan 38% penderita rinitis alergi juga menderita asma (Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXIII, No.3, Desember 2007). Adanya potensi keterkaitan antara rinitis alergi dan asma menunjukkan pentingnya pengendalian rinitis alergi. Disamping itu rinitis alergi yang tidak dikendalikan dengan baik akan mengganggu aktifitas sehari-hari. Strategi pengendalian rinitis harus diawali dengan mengenali berbagai faktor yang menjadi resiko atau pencetus terjadinya rinitis alergi. Dalam pembahasan ini tidak akan dibahas mengenai asma lebih lanjut karena akan dibahas pada praktikum selanjutnya.

Rhinitis alergi yang diderita bapak Tukul Rejono termasuk dalam klasifikasi Parrenial Allergic Rhinitis (PAR), yang merupakan rhinitis alergi yang bisa terjadi setiap saat dalam setahun, karena disebabkan oleh bulu binatang. Sehingga terapi yang paling baik adalah pencegahan terhadap paparan allergen (bulu kelinci) yang merupakan terapi non-farmakologi. Walaupun sulit dilakukan namun tetap diusahakan untuk dilakukan. Pasien dinasehati untuk menggunakan masker pada saat membersihkan kandang kelinci.

Untuk mengobati gejala yang sudah ada dan mencapai tujuan pengobatan rhinitis alergi, maka diberikan terapi farmakologi yaitu antihistamin generasi baru (Loratadine tablet 10 mg) untuk menghilangkan gejala rhinitis alergi. Serta untuk menghilangkan batuknya diberikan DMP tablet 15 mg.VI. KESIMPULAN

1. Bapak Tukul Rejono menderita rhinitis alergi yang diperparah dengan adanya alergen bulu kelinci dan beberapa allergen lain sehingga berkembang menjadi asma.2. Terapi non-farmakologi yang penting adalah pencegahan paparan allergen.

3. Terapi farmakologi yang diberikan adalah antihistamin Loratadine tablet dan DMP tablet.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Zullies, 2011, Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya, Bursa Ilmu, YogyakartaPharmacotherapy Di Piro, 2008

http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/infeksi-imunologi/pemeriksaan-untuk-penyakit-alergi/http://www.kalbemed.com/Portals/6/39_192CM2_Uji%20Fungsi%20Paru.pdfhttp://decungkringo.wordpress.com/tag/spirometri/http://www.klinikasmaalergi.com/articles/tes_alergi.htmlhttp://lkppm.pradnya.ac.id/wp-content/uploads/2013/03/1.-Deteksi-Penyakit-Paru2-95-114.pdfhttp://www.klikpdpi.com/modules.php?name=News&file=print&sid=5904http://allergycliniconline.com/2012/02/17/tes-alergi-makanan-challenge-tes-eliminasi-provokasi-makanan-terbuka/ Effy Huriyati, Al Hafiz, Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai Asma Bronkial