alergi lateks

Upload: pooh

Post on 07-Jul-2015

351 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

ALERGI LATEKS (SARUNG TANGAN) PADA PEKERJA KESEHATAN

Disusun oleh : Try Merdeka Puri, S.Ked 04061001047

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2011

1

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii iv vi vii

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar B lakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1 2 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks 3 2.2 Proses Pembuatan Sarung Tangan 2.3 Fisiologi Respon Imun 2.4 Epi emiologi 4 6 8

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Alergen Lateks 3.2 Patofisiologi Alergi Lateks 3.3 Diagnosis 3.4 Pencegahan dan Penatalaksanaan 10 13 17 22

BAB IV

KESIMPULAN

26 27

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL

2

Tabel 1. Allergenic Protein Of Natural Rubber Latex 2. Menilai Resiko Alergi Lateks Karet Alami 3. Menilai Alergenisitas Produk Lateks Karet Alami

Halaman 12 20 21

3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 2 3 4 5 Alur Pembuatan Sarung Tangan Respon Imun Respon Peradangan Respon Alergen Jenis I (fase dini Respon Alergen Jenis I (fase akhir)

Halaman 5 7 8 16 17

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Karet adalah bahan organik yang diperoleh dari karet alami (natural rubber = NR) dan karet sintetis (synthetic rubber). NR berasal dari derivat isoprene monomers yang dapat ditemukan pada tanaman berjumlah lebih dari 200 spesies. Sumber utama NR adalah lateks yang berasal dari Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae family) dan Parthenium argentatum (guayule rubber) dan bersifat komersial. Pada saat ini, pohon Hevea lebih banyak digunakan sebagai persediaan NR dunia lebih dari 99%. Lateks berupa cairan seperti susu berasal dari sel lactiferous pohon Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae family) dan komponen utamanya merupakan senyawa hidrokarbon dengan rantai cis-1,4 polyisoprene (35%), juga mengandung air (60%), protein (1%-2%), karbohidrat (1%-2%), lemak (1%-1,5%) dan bahan inorganik (0,4%0,6%).1 Pada saat ini, karet lateks alami (natural rubber-latex = NRL) banyak digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan produk peralatan medis atau produk rumah tangga yang digunakan konsumen. Hal ini disebabkan NRL merupakan bahan yang bersifat kuat, fleksibel, elastis dan dapat digunakan sebagai barier.2 NRL sebagian besar dikoagulasi (88%) menggunakan asam dengan pH 4,5 dan dibuat menjadi lembaran-lembaran kering atau crumb rubber. Sebaliknya NRL yang tidak dikoagulasi (12%) hanya diberikan ammonia 0,7% (high-ammoniated NRL) atau kombinasi 0,2% ammonia dengan thiuram (low-ammoniated NRL) dan selanjutnya dengan metode dipping dibuat produk seperti sarung tangan karet, balon dan kondom. 1 Alergi terhadap bahan lateks dilaporkan pertama kali pada tahun 1927 di Jerman berupa urtikaria akibat pemakaian dental prosthesis. Pada tahun 1980 seiring dengan ditemukannya AIDS dan penyakit infeksi virus lainnya, maka diperkenalka universal precaution, yang menyebabkan penggunaan sarung tangan lateks meningkat pesat, dan disertai pula dengan peningkatan prevalensi alergi terhadap lateks.3,4,5,6 Telah banyak penelitian mengenai alergi lateks di luar negeri, prevalensi sensitisasi lateks pada petugas/pekerja kesehatan diperkirakan sebesar 6,9%-30%. Sedangkan di Indonesia telah dilakukan beberapa penelitian sensitisasi pada pekerja

5

produk lateks dengan prevalensi sensitisasi sebesar 3,13 6,3%. Prevalensi sensitisasi pada masyarakat umum mencapai 0,8-6,4%, tertinggi pada masyarakat yang sering kontak dengan lateks seperti donor darah. Pada pasien yang sering mengalami operasi, prevalensi sensitisasi 11,5%, pasien spina bifida prevalensi mencapai 35 -64,5%; pada pasien hemodialisis prevalensi sensitisasi 14,6%.5,6

1.2 Masalah a. Bagaimana latek dapat menyebabkan alergi ? b. Bagaimana cara mendiagnosis alergi lateks ? c. Bagaimana pencegahan dan pengobatan terhadap alergi lateks ? 1.3 Tujuan a. Mengetahui proses pengolahan lateks hingga dapat menyebabkan alergi b. Mampu mendiagnosis seseorang yang mengalami alergi lateks c. Mengetahui cara pencegahan dan penatalaksanaan terhadap alergi lateks

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Lateks Getah karet alam (natural rubber latex) merupakan gabungan partikel yang mengandung 35% cis 1,4 polysoprene (karet), 55-60% air, 5-10% bahan lain (protein, karbohidrat, resin, dan lain-lain) berasal dari pohon Hevea brasiliensis. Protein yang terdapat dalam getah karet antara 1-1,8% tergantung dari tempat tumbuh, spesies, tempat penyemaian, saat ini telah terdeteksi sebanyak beberapa protein yang menyebabkan reaksi alergi.3,7,8

200 jenis; telah diketahui Selain protein, getah karet

mengandung lipid, karbohidrat, kalium, magnesium, seng, mangan, tembaga, besi. Sebagian besar protein alergen yang terdeteksi di dalam karet alam juga terdeteksi pada produk barang jadi lateks, kadang-kadang dalam keadaan terurai atau bergabung dengan protein lain sewaktu pengolahan. Selain menambah alergen, pemrosesan (klorinisasi, enzim pencernaan, pemanasan) juga dapat mengurai protein alergen menjadi nonalergenik. Dalam sarung tangan non-ammoniated didapat alergi terhadap lateks.3 Antigen lateks pada sarung tangan dapat menyebabkan reaksi alergi sistemik melalui paparan langsung pada kulit maupun penyebaran melalui udara yang diperkirakan terbawa oleh bedak/talk yang ada pada sarung tangan, menyebabkan rinitis, asma bronkial, reaksi anafilaktik. Getah karet diolah menjadi bahan baku lateks melalui proses: a. Pengawetan di lapangan. Getah karet yang terkumpul di-beri amoniak (proses ini menentukan kekuatan lateks) b. Penampungan di tangki, bertujuan untuk mendapatkan lateks yang homogen c. Pengendapan. Lateks diendapkan 24 jam agar terjadi gumpalan (endapan) kompleks fosfor, amoniak dan magnesium. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan magnesium sehingga pada proses sentrifugasi tercapai stabilitas d. Sentrifugasi. Untuk mendapatkan endapan karet dengan kadar 61-63%. e. Homogenisasi. Cream karet yang didapat dari sentrifugasi dicampur dalam tangki besar, terjadi homogenisasi 240

polipeptida, hanya 25% dari peptida tersebut yang bereaksi dengan IgE pasien yang

7

f. Pengecekan ulang stabilizer dan penyimpanan. Setelah proses ini bahan lateks akan diproses lebih lanjut menjadi barang jadi lateks

2.2 Proses Pembuatan Sarung Tangan Pembuatan sarung tangan NRL dimulai dengan panen lateks mentah, yang disadap dari pohon Hevea brasiliensis. Zat penstabil seperti amoniak dan bahan-bahan kimia lain untuk proses vulkanisasi kemudian ditambahkan pada lateks dalam proses yang disebut pencampuran (compounding). Lalu campuran ini disimpan dalam tanki sampai matang. Bermacam-macam tes kemudian dilakukan pada lateks yang sudah merupakan campuran ini sebelum diteruskan dengan proses pencelupan. Proses pencelupan dijalankan dengan mesin yang bekerja terus-menerus angkatan demi angkatan (batch). Prosedur ini menghasilkan sarung tangan berserbuk, berklorin, bebas serbuk atau sarung tangan bebas serbuk berlapis. Sesudah dicelupkan dan dibersihkan dalam sodium hipoklorit dan asan nitrik, alat pembentuk sarung tangan yang bersih diberi zat penggumpal (coagulant). Zat ini menyebabkan lateks mengendap pada alat pembentuk. Zat ini penting sekali untuk membentuk lapisan tipis (film) yang rata. Alat pembentuk sarung tangan, yang sekarang tertutup dengan lapisan tipis zat penggumpal, kemudian dicelupan ke dalam lateks yang sudah didinginkan. Lateks didinginkan untuk menunda terjadinya proses pra-vulkanisasi yang lebih jauh. Alat pembentuk kemudian diberi lapisan NRL yang menggumpal. Sesudah itu lapisan NRL mengalami serentetan proses pelelehan (leaching) yang pertama untuk menghilangkan sisa-sisa zat penggumpal. Sesudah proses pelelehan, lapisan tipis itu divulkanisasi di dalam oven dengan suhu antara 1200C dan 1400C. Prosesvulkanisasi menghubung-silangkan (cross-link) rantai polimer dengan sulfur dan tidak dapat diubah lagi. Akselerator yang ditambahkan selama fase pencampuran menambah kecepatan dan efisiensi proses penyilangan. Protein lateks yang terdapat dalam sarung tangan kemudian dikurangi dengan proses yang disebut PEARL (Protein and Endogenous Allergen Reduction Leaching) yang digunakan secara eksklusif oleh Ansell. Proses ini termasuk mencuci sarung tangan dalam tiga putaran: dengan air panas dan detergen selama 20 menit, disusul dengan dua kali bilas air panas masing-masing selama 20 menit. Proses ini mengurangi

8

tingkat residu protein efektif dari 150 g/dm2 menjadi kurang dari 50 g/dm2. Sarung tangan lalu diuji coba untuk mengontrol mutu sebelum dikemas.

Gambar 1. Alur pembuatan Sarung tangan

Peranan akselerator kimia dalam produksi sarung tangan Penggunaan bahan-bahan kimia dalam pembuatan sarung tangan NRL mengubah lateks dari bentuknya semula yang cair menjadi lapisan yang sangat tipis, elastis dan kuat. Akselerator adalah bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan untuk mempercepat proses pengikatan antara sulfur dan bahan sarung tangan. Sulfur digunakan untuk membantu ikatan bahan sarung tangan guna membentuk produk dengan daya rentang dan susut yang tinggi. Zat ini juga menambah kekuatan sarung tangan, memberikan integritas pada lateks selama dipakai, dan menstabilkan lateks untuk penyimpanan jangka panjang. Ada tiga kelompok utama campuran kimia yang digunakan sebagai akselerator: tiarum, ditiokarbamat dan merkaptobenzotiazola (MBT). Tiarum Tiarum sering sekali dianggap sebagai penyebab dermatitis kontak lambat Jenis IV. Tiarum terurai selama vulkanisasi, dan unsur sulfur terlepas dari karbamat.

9

Merkaptobenzotiazola Pada mulanya MBT dianggap sebagai pemeka yang relative penting, akan tetapi tingkat terjadinya sensitisasi terhadap kelompok campuran ini lebih rendah daripada campuran akselerator lain. Hal ini mungkin sekali disebabkan karena lebih jarang digunakan dalam produksi sarung tangan. MBT merupakan akselerator penting karena dapat larut dalam karet alami. Ditiokarbamat Ditiokarbamat memperlancar terjadinya hubungan-silang dan pengawetan (curing) dengan menyerap sulfur dan membawanya ke dalam bahan sarung tangan. Terdapat lebih dari 34 jenis ditiokarbamat. Dibandingkan dengan tiarum dan MBT, ditiokarbamat lebih lemah lagi daya sensitisasinya. Campurancampuran ini mengandung zink, unsur yang penting untuk membuat akselerator dalam NRL dapat larut dan dapat membuat NRL bereaksi dengan sulfur. 2.3 Fisiologi Respon Imun 11,12 Respons imun menjadi aktif setiap kali badan bersentuhan dengan antigen. Antigen yang paling biasa adalah protein. Antigen mula-mula dideteksi oleh sel Langerhans dalam dermis, yang merangsang nodus limfa dan system retikuloendotilial untuk menghasilkan antobodi-antibodi khusus dan sel-sel T yang melawan antigen tersebut.

10

Di samping respons-respons yang terjadi dengan perantaraan antibodi, jika seseorang terdedah kembali pada antigen yang sama, respons yang terjadi dengan perantaraan sel tersebut kembali dimulai. Sel T khusus yang dihasilkan sebagai respons terhadap kontak mula-mula dengan antigen mengenali antigen itu sebagai zat asing. Dengan setiap pendedahan ulang, sel T merangsang dilepaskannya sitokina dan makrofage lokal sebagai akibatnya timbul peradangan.

11

Reaksi merugikan terhadap sarung tangan NRL dapat berkisar antara iritasi ringan sampai reaksi alergis berat. Keempat jenis utama reaksi kulit merugikan yang dikaitkan dengan penggunaan sarung tangan NRL adalah: hipersensitivitas segera (Jenis I atau alergi lateks), hipersensitivitas lambat (Jenis IV atau dermatitis kontak), dermatitis kontak iritan dan iritasi serbuk sarung tangan.

2.4 Epidemiologi Prevalensi kelompok resiko tinggi untuk tersensitisasi dan berkembangnya gejala klinis alergi terhadap NRL yaitu : 1 a. Pekerja yang sering terpapar dengan produk NRL Terpapar dengan produk NRL sering dijumpai pada pekerja kesehatan sebanyak 6%-17% dan pembersih kaca, penata rambut, paberik pembuat sarung tangan, petugas kebersihan sebanyak 5%-11%. b. Anak-anak penderita spina bifida Hal ini disebabkan seringnya terpapar dengan produk NRL melalui tindakan operasi, pemberian pengobatan maupun prosedur diagnostik dijumpai sebanyak 28%-67%.

12

c.

Atopi Individu yang mempunyai riwayat atopi dilaporkan mengalami alergi terhadap NRL sebanyak 77%. Keadaan atopi berpengaruh terhadap fungsi barier kulit dan meningkatkan bioavailability antigen terhadap host.

d.

Hand eczema Pada pasien dewasa yang mengalami alergi terhadap NRL, dijumpai prevalensi hand eczema yang tinggi sebanyak 82%. Kondisi eczematous dapat menyebabkan meningkatnya paparan terhadap protein NRL yang terdapat pada sarung tangan karet.

13

BAB III PEMBAHASAN3.1 Alergen Lateks Lateks memiliki 2 jenis alergen yaitu : 1. Antigen kimia Bahan-bahan kimia yang terutama (major sensitizer) ditambahkan dalam proses pembuatan rubber yaitu akselerator dan antioksidan yang mencapai lebih dari 90%. Akselerator yang ditambahkan pada NRL terdiri dari Thiuram-mix, Carba-mix dan Mercapto-mix. Akselerator adalah bahan kimia yang mempercepat proses pengikatan antara sulfur dan bahan sarung tangan. Sulfur digunakan untuk mengikat bahan sarung tangan ke dalam struktur unsur dasar/ruang (matrix/lattice structure), yang membuat bahan itu bisa merentang dan menyusut kembali. Ini memungkinkan proses pembuatan yang lebih cepat dengan mutu yang konsisten. Dalam pembuatan sarung tangan, akselerator adalah bahan kimia yang digunakan untuk: memberikan elastisitas pada sarung tangan; memungkinkan penyilangan (cross-linking) bahan sarung tangan yang membuat sarung tangan menjadi kuat; memberikan integritas pada lateks selama digunakan; dan menstabilkan lateks supaya dapat disimpan untuk waktu yang lama. Residu akselerator dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang dapat mengakibatkan: gatal-gatal; kulit menjadi merah; dan dermatitis kontak. Ada tiga golongan utama akselerator kimia, yaitu Tiuram, Ditiokarbamat dan Merkaptobenzotiazola. Thiuram-mix Merupakan bahan kimia yang sangat alergenik (sensitizer yang paling kuat) dan paling banyak digunakan dalam industri rubber terutama dalam pembuatan sarung tangan NRL. Terdiri dari Tetramethylthiuram monosulfide (TMTM),

14

Tetramethylthiuram disulfide (TMTD), Tetraethylthiuram disulfide (TETD), Dipentamethylenethiuram disulfide (PTD). Tiuram sering sekali dianggap sebagai penyebab dermatitis sebagai bentuk reaksi alergi tertunda dan yang timbul karena kontak dengan zat ini. Tiarum terurai vulkanisasi (proses dengan menggunakan panas) dan unsur sulfur terlepas dari karbamat. Carba- mix (Ditiokarbamat) Merupakan sensitizer yang kuat dalam pembuatan sarung tangan NRL tetapi Carba-mix paling banyak digunakan pada pembuatan pestisida dan fungisida. Terdiri dari : Zinc diethyl dithiocarbamate (ZDEC), Zinc dimethyl

dibutyldithiocarbamate (ZDMC), Zinc dibuthyl dithiocarbamate (ZDBC). Ditiokarbamat menyerap sulfur dan membawanya ke dalam bahan sarung tangan yang memungkinkan terjadinya penyilangan dan pengawetan. Dibandingkan dengan Tiarum dan MBT, ditiokarbamat lebih lemah lagi daya pemekanya. Terdapat lebih dari 34 jenis senyawa ini dan semuanya mengandung zink, yang penting untuk membuat akselerator dapat larut dalam lateks karet alami dan agar lateks dapat bereaksi dengan sulfur. Mercapto- mix (Mercaptobenzotiazola) Merupakan sensitizer yang paling lemah dibandingkan Thiuram-mix dan Carbamix, merupakan akselerator pertama yang diperkenalkan dalam industri rubber. Terdiri dari : 2-Mercaptobenzothiazole (MBT), Morpholinyl

mercaptobenzothiazole (MMBT), N-cyclohexyl-2-benzothiazyl sulfenamide (CBS), Dibenzothiazyl disulfide (MBTS). Penambahan antioksidan pada industri rubber berguna untuk menstabilkan polymer, mencegah rubber menjadi rapuh dan retak dengan cara menghambat proses oksidasi oksigen di atmosfir. Terdiri dari : N-isopropyl-n-phenyl-4phenylenediamine (DBDNP), N-phenyl-n-cyclohexyl-p-phenylenediamine

(CPPD), N-phenyl-n-isopropyl-p-phenylenediamine (IPPD), N,N-diphenyl-4phenylenediamine (DPPD).

15

Penyelidikan menunjukkan bahwa MBT pada mulanya dianggap berperanan sebagai pemeka yang penting (unsur kimia yang meningkatkan reaksi kepekaan). Namun, tingkat terjadinya sensitisasi terhadap kelompok senyawa ini lebih rendah daripada senyawa-senyawa akselerator lain. Dan yang penting, MBT bereaksi dengan baik dengan zink. 2. Antigen protein Untuk menganalisa alergen protein yang terdapat pada NRL menggunakan 2-D elektroforesis. Pada NRL ditemukan lebih dari 250 jenis protein / polipeptida dan hanya 30 jenis yang dapat berikatan dengan antibodi IgE serum penderita alergi NRL (Kurup dkk, 1994). Tabel 1. Allergenic Protein Of Natural Rubber Latex 9, 10 Allergen Common name Molecular weight

Hev b 1 Hev b 2 Hev b 3 Hev b 4 Hev b 5 Hev b 6 6.01 6.02 6.03 Hev b 7 Hev b 8 Hev b 9 Hev b 10 Hev b 11w

Rubber elongation factor (REF) 1-3-Gluconase Prenyltransferase Microhalix Acidic protein

14.6 , 58 34-36 24-27 100,110,115 16-24

Prohevein Hevein Pro-hevein C domain Patatin homolog Profilin Enolase Manganese superoxide dismutase Class 1 chitanase

20 14 5 43-46 15-16 47,6 22,9 30

16

Alergen protein NRL yang umumnya dijumpai pada pekerja kesehatan yaitu Hev b 5 : 62%, Hev b 6 : 65% dan Hev b 7 : 41% (Yip dkk, 2000) sedangkan pada anak-anak penderita spina bifida yaitu Hev b 1, Hev b 3. NRL sebagian besar dikoagulasi (88%) menggunakan asam dengan pH 4,5 dan dibuat menjadi lembaran-lembaran kering atau crumb rubber. Sebaliknya NRL yang tidak dikoagulasi (12%) hanya diberikan ammonia 0,7% (high-ammoniated NRL) atau kombinasi 0,2% ammonia dengan thiuram (low-ammoniated NRL) dan selanjutnya dengan metode dipping dibuat produk seperti sarung tangan karet, balon dan kondom. Selama proses pengolahan dan pembuatan produk NRL ditambahkan beberapa bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang sering menimbulkan alergi terhadap NRL yaitu akselerator dan antioksidan. Bahan-bahan tambahan (additive) ini bersifat sebagai sensitizers. Pada proses pembuatan sarung tangan karet ditambahkan powder yang berfungsi sebagai pelicin sehingga protein yang terdapat pada NRL akan berikatan dengan powder. Powder tersebut bertindak sebagai protein Carrier NRL dan merupakan suatu airbone allergens (Tarlo dkk, 1994). Dengan demikian, proses sensitisasi terhadap lateks dapat terjadi melalui kontak dengan kulit atau mukosa, kontak peritoneal selama pembedahan dan inhalasi airbone allergens.

3.2 Patofisiologi Alergi Lateks Pemaparan terhadap lateks dapat menimbulkan 3 sindroma klinis yaitu : 1. Dermatitis kontak iritan Kerusakan kulit terjadi akibat efek langsung dari bahan-bahan kimia yang terdapat pada lateks ataupun komponen lain pada sarung tangan dan tidak diperantarai oleh proses immunologi (immune system).13 Terjadinya kerusakan kulit tanpa diawali sensitisasi, disebabkan penetrasi langsung bahan kimia yang bersifat iritan atau toksin ke dalam kulit yang menimbulkan kerusakan keratinosit dalam beberapa menit-jam. Kerusakan keratinosit akan menginduksi aktivasi phospholipase yang akan membebaskan arachidonic acid (AA), diacylglyceride (DAG), inositides (IP3), platelet activating factor (PAF). AA akan berkonversi menjadi prostaglandin (PGs) dan leukotrien (LTs). Hal ini menyebabkan aktivasi dari berbagai sistem second messenger untuk menstimulasi ekspresi gen, mensintesa berbagai molekul sel permukaan dan sitokin. Toksin yang berkontak dengan

17

sel kulit dapat memicu sekresi interleukin-1 (IL-1) kemudian mengaktivasi sel T secara langsung dan tidak langsung untuk merangsang produksi granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Keratinosit juga mempunyai molekul pada permukaannya yaitu human leukocyte antigen DR (HLA-DR) dan intracellular adhesion molecule 1 (ICAM-1). PGs dan LTs menginduksi dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi pada sistem komplemen dan kinin. PGs dan LTs juga bertindak sebagai kemoattraktan

(menarik) netrofil dan limfosit dan mengaktifasi sel mast untuk membebaskan histamin dan LTs, PGs. PAF akan mengaktivasi platelet dan terjadi perubahan vaskuler.14

2. Dermatitis kontak alergik (Respons Jenis IV) Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV (delayed-type hypersensitivity) klasifikasi Gell dan Coombs melalui mekanisme T cell mediated. Terjadinya sensitisasi biasanya disebabkan alergen atau bahan-bahan kimia yang ditambahkan pada pembuatan produk NRL terutama akselerator (Thiuram mix, Carba mix, Mercapto mix) dan antioksidan. Sel Langerhans memproses antigen tersebut dan mempresentasikannya pada sel T. Pada orang yang telah tersensitisasi, apabila kulit atau membran mukosa terpapar dengan alergen yang sama, gejala klinis dapat timbul dalam waktu 4 jam. Reaksi hipersensitivitas tipe IV lebih sering dijumpai pada penderita atopi.12 Respons tidak terjadi dengan segera melainkan secara lambat, biasanya 6-48 jam sesudah kontak mula-mula, meskipun gejalanya dapat berlangsung sampai 4 hari. Gejalanya termasuk: Eritema Bengkak pecah-pecah gatal mengeluarkan cairan kulit di tempat terjadinya kontak menjadi kering, meskipun dermatitis mungkin meluas melebihi daerah kontak. Respons Jenis IV mulai pada saat antigen (seperti residu bahan kimia yang meleleh dari sarung tangan) menembus kulit, dan memicu terbentuknya sel-sel T yang sudah tersensitifkan terhadap antigen-antigen tertentu. Alergen lateks setelah kontak

18

dengan kulit akan merusak sel langerhans yang menyebabkan sel tersebut matang serta berubah fungsi sebagai APC, akan membawa antigen lateks ke kelenjar limfe untuk dipresentasikan ke sel ThI melalui ikatan MHC klas II. Ikatan ini akan mengeluarkan berbagai sitokin antara lain IL-2, IFN , MAF/MIF yang menyebabkan : 1) Sel T akan berproliferasi dan teraktivasi 2) Makrofag akan teraktivasi 3) Sel keratinosit dirangsang untuk mengekspresikan MHC II dan ICAM -1. Hal tersebut di atas menyebabkan terjadinya inflamasi di kulit.15, 16

3. Reaksi hipersensitivitas tipe I (respon segera) Merupakan reaksi terhadap sisa-sisa protein yang terdapat dalam lateks. Terdapat lebih dari 250 jenis protein lateks yang berbeda-beda, dan kira-kira 20% di antaranya menyebabkan alergi (alergenik).Reaksi hipersensitivitas tipe I (immediatetype hypersensitivity) merupakan klasifikasi pertama dari Gell dan Coombs. Reaksi ini diperantarai oleh antibodi IgE spesifik, merupakan reaksi terhadap protein NRL yang bersifat sangat alergenik. Apabila terjadi pemaparan ulang alergen, IgE akan berikatan dengan protein NRL dan menyebabkan terjadinya pelepasan histamin dan mediator mediator lainnya.13,17 Alergen/lateks masuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh makrofag yang bertindak sebagai APC, setelah diproses maka antigen akan dipresentasikan ke sel limfosit Th2 melalui ikatan MHC klas II, selanjutnya sel T akan merangsang sel B untuk membentuk IgE dan akan terikat pada sel mast, basofil, eosinofil. Apabila terdapat paparan ulang maka antigen akan diikat oleh IgE sehingga sel

mast/basofil/eosinofil pecah mengeluarkan mediator yang menyebabkan timbulnya keluhan asma, rinokonjungtivitis, urtikaria, reaksi anafilaksis. Reaksi hipersensitivitas tipe I dapat terjadi dengan segera, biasanya 5-30 menit sesudah kontak pertama. Gejala yang biasa adalah: tempat terdedah menjadi bengkak dan merah gejala-gejala yang tidak tertentu seperti gatal dan rasa panas. Gejala dapat meluas ke bagian-bagian yang jauh dari tempat terjadinya kontak dengan sarung tangan, dan dapat disertai: konjungtivitas

19

rhinitis bronkus tersumbat. Dapat timbul gejala anafilaksis, tetapi kasus ini jarang terjadi. Respons alergis Jenis I terjadi dengan mediator antibodi IgE.7 Hipersentivitas terhadap lateks yang timbul dengan mediator IgE meliputi fase dini yang cepat berkembang dan fase akhir. Pada fase dini, antigen lateks yang beredar berhubungan-silang (cross-link) dengan reseptor IgE pada sel-sel mast. Hal ini menyebabkan sel-sel tersebut menjadi aktif dan melepaskan histamin dan mediator-mediator kimia lain di saluran pernafasan.5 Pelepasan mediator terjadi dalam waktu beberapa menit sesudah terdedah pada antigen, dan berkorelasi dengan permulaan timbulnya gejala-gejala alergis.

Dalam fase akhir, gejala menjadi aktif lagi beberapa jam kemudian. Pada saat itu terjadi gelombang basofil, eosinofil dan netrofil.7 Ini diikuti dengan produksi faktor-faktor yang melepaskan histamin. Di antara faktor-faktor ini ada yang berhubungan-silang (cross-link) dengan IgE yang terikat pada basofil, dan merangsang dilepaskannya mediator yang menimbulkan sel-sel radang.

20

3.3 Diagnosis Diagnosis dermatitis kontak terhadap NRL ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesis Apabila seseorang dicurigai alergi terhadap NRL perlu ditanyakan apakah ada gejala eritema, pruritus, urtikaria, angioedema setelah kontak dengan produk NRL. Dan juga ditanyakan adanya riwayat atopik dan reaksi alergi terhadap beberapa jenis makanan atau buah (alpukat, kiwi, pisang, chesnut dan sebagainya).19 2. Uji kulit Reaksi hipersensitivitas tipe I a. Skin-prick test (SPT) / Uji tusuk Merupakan tes in vivo dan sering digunakan untuk mendiagnosis reaksi hipersensitivitas tipe I yang bertujuan mendeteksi antibodi IgE spesifik terhadap alergen (protein NRL), ditandai dengan terbentuknya edema yang cepat dan eritema. Prosedurnya mudah dilaksanakan, sensitivitasnya tinggi dan hasilnya cepat. Bahan -bahan berupa alergen NRL yang diencerkan menggunakan normal saline (Nacl 0,9%) dengan perb andingan 1:10 hingga 1:1.000.000. Setelah ditusuk dengan jarum disposable dengan sudut 45

21

derajat pada volar lengan bawah kemudian setelah 15 menit diukur diameter urtikaria yang timbul kemudian dibandingkan dengan larutan histamin 0,1%. Uji tusuk dapat menimbulkan reaksi anafilaksis.19

b. Use test Bertujuan untuk mengetahui sensitivitas terhadap NRL dan prosedurnya mudah dilaksanakan, tidak mahal dan sensitivitasnya tinggi. Tes dilakukan dengan memakai alergen sarung tangan tersangka hanya pada 1 jari selama 15 menit. Jika tidak ada respon, sarung tangan dipakai pada seluruh jari dan tangan dalam keadaan basah sedangkan tangan yang lain sebagai kontrol menggunakan sarung tangan vinyl (sintetis rubber) selama 15 menit. Apabila tidak juga dijumpai ruam urtikaria maka penggunaannya dapat diperpanjang hingga beberapa hari. Use test dapat menimbulkan reaksi anafilaksis.19

c. Radioallergosorbent test (RAST) Bertujuan untuk menemukan antibodi IgE spesifik dan merupakan tes in vitro menggunakan konjugat anti-IgE yang bertanda radioaktif. Radioallergosorbent test tidak menimbulkan reaksi anafilaksis namun sensitivitasnya rendah (40%-70%).19

Reaksi hipersensitivitas tipe IV Patch Test (Uji Tempel) Bertujuan untuk mendeteksi bahan-bahan yang berkontak dengan kulit dan dicurigai dapat menyebabkan DKA, dilakukan dengan menempel bahan yang dicurigai dengan konsentrasi yang telah ditentukan pada kulit normal (biasanya punggung). Uji tempel dilaksanakan dengan menggunakan Finn Chambers (wadah alumunium ditempel pada Scanpore tape) dan Thin Layer Rapid Use Epicutaneous Test (T.R.U.E Test system).20, 21 Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilakukan uji tempel yaitu uji tempel tidak dilakukan dalam keadaan dermatitis akut dan / atau berat ;pasien sedang mendap at pengobatan steroid sistemik atau kortikosteroid topikal pada tempat yang akan dilakukan tes yang dapat menimbulkan reaksi false-negatif ; harus dilepas dan dibaca

22

pada hari ke 2 (48 jam) dan pembacaan ke dua ditunda hingga hari ke 3-7 dan punggung harus tetap dalam keadaan kering hingga pembacaan akhir telah selesai. Setelah 48 jam uji tempel dapat dilepas dan pada tempat penempelan timbul eritema akibat penekanan plester selama 2 hari, oleh karena itu pembacaan hasil yang pertama harus ditunda selama 15-30 menit sehingga reaksi yang timbul akan lebih jelas terlihat. Penilaian hasil uji tempel menggunakan sistim skor.20, 21 North American Contact Dermatitis Group : Negatif atau tidak ada reaksi

+/- : Reaksi meragukan (hanya eritema) + : Reaksi positif lemah (tidak dijumpai vesikel) : eritema, infiltrasi, papul

++ : Reaksi positif kuat (edematosa atau vesikel) +++ : Reaksi positif sangat kuat (bula atau ulserasi) IRR : Reaksi iritan NT :Tidak dilakukan tes Komplikasi uji tempel dapat dijumpai walaupun jarang yaitu : 20, 21 1. Tersensitisasi oleh uji tempel 2. Reaksi iritan 3. Kambuhnya dermatitis yang sudah ada sebelumnya 4. Depigmentation 5. Hiperpigmentasi kadang-kadang timbul setelah terpapar sinar matahari pada tempat dilakukan test ; perubahan pigmen postinflamasi terutama pada pasien yang berkulit gelap 6. Parut, keloid 7. Reaksi anafilaksis atau shock 8. Infeksi

Bahan alergen yang dapat digunakan dalam melakukan uji tempel adalah The European Standart Patch-Test Series dan The American Standart Patch-Test Series. Apabila pada pemeriksaan sediaan standar diatas dijumpai reaksi alergi positif terhadap bahan-bahan alergen rubber satu atau lebih, maka akan dilanjutkan dengan uji tempel menggunakan alergen rubber.

23

Tabel 2. Menilai resiko alergi lateks karet alami

24

Tabel 3. Menilai alergenisitas produk lateks karet alami

25

3.4 Pencegahan Dan Penatalaksanaan A. Pencegahan Hal ini dapat dilakukan dengan : a. membentuk suatu panitia multidisipliner yang bertanggung jawab

mengembangkan kebijakan dan prosedur seragam guna melindungi baik pasien maupun petugas profesional bidang perawatan kesehatan. Panitia ini sebaiknya bertanggung jawab mengembangkan dan menjaga:26

buku pegangan tentang prosedur operasi rutin yang amanlateks program kesehatan kerja yang pro-aktif identifikasi produk lateks yang benar b. Membangun kesadaran akan alergi lateks melalui program pembinaan pendidikan seragam yang melibatkan bantuan informasi seperti brosur dan video. Pekerja bidang perawatan kesehatan sebaiknya didorong untuk melaporkan semua gejala dan mengisi kuesioner untuk menentukan risiko mereka pribadi mengalami alergi lateks. Kuesioner rutin sebaiknya juga digunakan untuk mengidentifikasi risiko alergi lateks pada pasien. c. Pengadaan kuesioner atau angket rutin. Kuesioner atau angket rutin sebaiknya digunakan untuk mengidentifikasi risiko alergi lateks pada pasien. Kuesioner ini diberikan pada awal sebelum pasien mulai bekerja dengan menggunakan bahan Lateks. Kuesioner pasien dapat menanyakan sejarah pasien dalam hal: reaksi merugikan terhadap NRL alergi terhadap pisang, apokat atau buah-buahan lain dan kacangkacangan menjalani pembedahan utama atau berulang-ulang semasa bayi atau anak-anak sering menerima perawatan gigi, penggunaan kateter atau enema asma atau alergi terhadap tepung sari tertentu eksema atau dermatitis pada tangan pernah mengalami bengkak-bengkak lokal atau sistemik, ruam, peradangan atau gangguan pernafasan selama atau sesudah menggunakan kateter urin, enema barium, perawatan gigi, penggunaan kondom, meniup balon atau kontak dengan produk-produk rumah tangga seperti sarung tangan. reaksi merugikan yang tidak dapat dijelaskan dari anestesi. d. Saat menggunakan sarung tangan latek, jangan menggunakan krim tangan atau lotion (menyebabkan deteriorasi sarung tangan) e. Bersihkan wilayah yang terkena serbuk/kotoran dari sarung tangan yang biasanya tersebar saat melepaskan sarung tangan.

27

f. Penting mengetahui apa saja gejala dari alergi lateks sehingga dapat ditangani lebih dini g. Jika mengalami gejala alergi lateks, hindari pemakaian sarung tangan hinggamendapat perawatan dari dokter. h. Bagi pasien yang menderita alergi lateks, pencegahan harus segera dilaksanakan termasuk: Hindari kontak dengan sarung tangan latek Hindari daerah yang memungkinkan anda menghirup serbuk sarung tangan latek yang dipakai oleh pekerja lain tanda/pita pengenal alergi lateks memberi tahu dokter, pegawai dan tempat anda bekerja mengenai kondisi Anda Rekomendasi untuk mengurangi komplikasi serbuk sarung tangan Komplikasi yang dikaitkan dengan serbuk sarung tangan dapat dikurangi dengan: mencuci bagian luar sarung tangan dengan cermat sesudah dipakai melepaskan sarung tangan pelan-pelan dan meletakkannya di tempat yang tepat tidak menarik lepas, mengibaskan dan melemparkan sarung tangan ke dalam tempat pembuangan selalu mencuci tangan dengan cermat sesudah melepaskan sarung tangan memakai sarung tangan bebas serbuk.

B. Penatalaksanaan a. Nonmedikamentosa Pengobatan yang sebaiknya dilakukan adalah menghindari penyebab yang dicurigai dan dilakukan identifikasi agen penyebab dengan melakukan uji. Individu yang alergi terhadap protein NRL, dapat juga mengalami alergi

terhadap bahan makanan atau buah -buahan yang mempunyai struktur protein yang hampir sama disebut latex fruit syndrome. Manifestasi klinis yang dtimbulkan juga akan sama apabila individu tersebut terpapar dengan NRL. Manifestasi klinis berupa shock anafilaksis ; gatal pada tenggorokan, mata atau telinga ; ashma dan

28

dermatitis akan bertambah

berat ; adanya gangguan gastrointestinal dan

pembengkakan pada mulut atau wajah. Dilaporkan bahwa makanan atau buah-buahan yang paling sering berhubungan dengan alergi terhadap protein NRL yaitu pisang, alpukat, chestnut, kiwi dan tomat (Beezhold dkk, 1996). Sedangkan buah- buahan lain yang juga berhubungan dengan alergi terhadap protein NRL adalah apel, apricot, anggur, melon, cherry, papaya, pear, peach, passion fruit, kentang. Oleh karena itu, Pasien sebaiknya menghindari bahan makanan dan buah-buahan tersebut.19

b. Medikamentosa Penggunaan kortikosteroid topikal merupakan pilihan pengobatan dan potensi steroid disesuaikan dengan keadaan lesi. Jika disertai infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik oral maupun topikal. Untuk mengatasi inflamasi dapat diberikan terapi simtomatik disertai pemberian kortikosteroid topikal untuk lesi yang terbatas dan lakukan kompres untuk lesi yang basah. Pada lesi akut dan luas dapat diberikan kortikosteroid sistemik dengan dosis 4060 mg/hari atau prednisolon 1 mg/kg BB selama 2 minggu tanpa tapering. Untuk mengatasi pruritus dan urtikaria dapat diberikan antihistamin H1 (AH1) yang bekerja sebagai inhibitor kompetitf histamin.22

29

BAB IV KESIMPULAN

Selama proses pengolahan dan pembuatan produk NRL (sarung tangan) ditambahkan beberapa bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang sering menimbulkan alergi terhadap NRL yaitu akselerator dan antioksidan. Bahan-bahan tambahan (additive) ini bersifat sebagai sensitizers. Pada proses pembuatan sarung tangan karet ditambahkan powder yang berfungsi sebagai pelicin sehingga protein yang terdapat pada NRL akan berikatan dengan powder. Powder tersebut bertindak sebagai protein Carrier NRL dan merupakan suatu airbone allergens Dengan demikian, proses sensitisasi terhadap lateks dapat terjadi melalui kontak dengan kulit atau mukosa, kontak peritoneal selama pembedahan dan inhalasi airbone allergens. Diagnosis dermatitis kontak terhadap NRL dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan seperti uji kulit. Dari anamnesis ditanyakan apakah ada gejala eritema, pruritus, urtikaria, angioedema setelah kontak dengan produk NRL. Dan juga ditanyakan adanya riwayat atopik dan reaksi alergi terhadap beberapa jenis makanan atau buah (alpukat, kiwi, pisang, chesnut dan sebagainya), sedangkan untuk uji kulit dapat dilakuakn beberapa test sesuai dengan reaksi hipersensitivitasnya, seperti skin prick-test dan use test untuk reaksi hipersensitivitas tipe 1 dan uji temple untuk reaksi hipersensitivitas tipe IV. Jika seseorang mengalami alergi lateks ada beberapa tipe pengobatan yang dapat dilakukan termasuk diantaranya adalah pengobatan medikamentosa dan nonmedikamentosa. Sedangkan untuk pencegahan dapat dilakukan beberapa cara

diantaranya dengan menghindari kontak dengan sarung tangan latek, menghindari daerah yang memungkinkan Anda menghirup serbuk sarung tangan latek yang dipakai oleh pekerja lain dan memberi tahu dokter, pegawai dan tempat anda bekerja jika Anda terpapar dan menderita alergi lateks.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Dumasari Lubis, Ramona. Tesis : Dermatitis Kontak Oleh Karena Rubber.USU: Medan. 2008 2. Olivia, Imelda. Tesis : Analisa Dampak Gas Amoniak Dan Klorin Pada Faal Paru Pekerja Pabrik Sarung Tangan Karet X Medan. USU : Medan. 2007 3. Harjono Karjadi, Teguh. Cdk No 124 : Alergi Lateks Pada Pekerja Kesehatan. CDK : 2004 4. Slater Je.Allergy Reactions To Natural Rubber. Ann Allerg 1992;68:203-11. 5. Slater Je. Latex Allergy. J Allerg Clin Immunol 1994;94: 139-49. 6. Sussman Gl, Beezhold Dh. Allergy To Latex Rubber. Ann Intern Med. 7. Douglas R, Czarny D, Morton J, Ohehir Re. Prevalence Of Igemediated Allergy To Latex In Hospital Nursing Staff. Aust Nz J Med 1997;27:165-9. 8. Liss Gm, Sussman Gl, Deal K, Brown S, Cividino M, Et Al. Latex Allergy: Epidemiological Study Of 1351 Hospital Workers. Occup Environ Med 1997; 54(S): 335-42. 9. Taylor Js, Wattanakrai P, Charous Bl, Ownby D. Latex Allergy. In: Leung Dym, Greaves Mw, Eds. Allergic Skin Disease A Multidisciplinary Approach, New York: Marcel Dekker, Inc, 2000 : 237-58. 10. Hamann Cp, Sullivan Km. Natural Rubber Latex Hypersensitivities. In: Worth C, Eds. Cutaneous Allergy, Black Well Science, 1996 : 155-99. 11. Bratawidjaja Kg. Imunologi Dasar, Edisi Ke 6, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004 : 174-78. 12. Pengelolaan Alergi Lateks. Ansell Cares. 2004 13. Cohen De. American Academy Of Dermatology?S Position Paper On Latex Allergy. J Am Acad Dermatology 1998 July ; 39(1). 14. Marks Jg, Elsner P, Deleo Va. Allergic And Irritant Contact Dermatitis. In : Contact & Occupational Dermatology, 3 Th Ed, Mosby, Inc, 2002 : 3 15. Beezhold D, Beck Wc. Surgical Glove Powder Bind Latex Antigens. Arch Surg. 1992; 127: 1354-7.

31

16. Roitt I, Brostoff I, Male D. Hypersensitivity Type Iv. In: Roitt (Ed). Immunology. 4th Ed. London: Mosby; 1996. Pp.25.1-25.12. 1995; 122:43-6. 17. Behrman Aj. Latex Allergy. Emedicine J 2011, March 13;2(7) : Available From : Http://Www.Emedicine.Com/Derm/Topic814.Htm//. 18. Warshaw Em. Continuing Medical Education Latex Allergy. J Am Acad Dermatology 1998 July; 39(1) : 1-24. 19. Marks Jg, Elsner P, Deleo Va. Patch Testing. In : Contact & Occupational Dermatology, 3Th Ed, Mosby, Inc, 2002 : 34-58. 20. Mcfadden J. Immunology Of Allergic Contact Dermatitis. In : Leung Dym, Greaves Mw, Eds. Allergic Skin Disease A Multidisciplinary Approach, New York: Marcel Dekker, Inc, 2000 : 213-21. 21. Cruz Pd. Basic Mechanisms Underlaying Contact Allergy. In : Guin Jd, Eds. Practical Contact Dermatitis, Mc-Graw-Hill, Inc, 1995 : 3-29.

32