repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 57907... · bab 2 tinjauan pustaka...
TRANSCRIPT
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan Rumah Sakit
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No.44 Tahun 2009). Rumah sakit
merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Di Indonesia, rumah sakit merupakan
pusat rujukan pelayanan kesehatan untuk puskesmas baik rawat jalan maupun rawat
inap yang bersifat spesialistik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010 tentang
Klasifikasi menjadi Rumah Sakit Umum terdiri dari kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi
tersebut didasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.
Kelas rumah sakit tipe Amenurut UU Rumah Sakit no. 44 Tahun 2009 adalah:
Rumah Sakit Umum kelas A adalah harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, (lima)
8
9
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis
Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Rumah Sakit kelas A ini
telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top
referral hospital) atau disebut juga sebagai Rumah Sakit Umum Pusat.
Dalam pelaksanaan tugas rumah sakit, mempunyai berbagai fungsi, yaitu
menyelengarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik,
pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan,
penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.
2.2. Pelayanan Rawat Inap
2.2.1. Pengertian Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan rawat inap adalah suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat
dan tinggal dirumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Rawat inap juga diartikan
sebagai pelayanan kesehatan perorangan, yang meliputi observasi, diagnose,
pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap
pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas
perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus
menginap. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah
sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa,
terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes, 1997) yang
dikutip dari Suryanti (2002) ruang rawat inap adalah ruang untuk pasien yang
memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara
berkesinambungan lebih dari 24 jam.
10
2.2.2. Kegiatan Pelayanan Rawat Inap
Didalam ruang perawatan terdapat pelayanan :
a) Pelayanan Tenaga Medis
b) Pelayanan Tenaga Paramedis/Keperawatan
c) Lingkungan Fisik Ruang Perawatan
d) Pelayanan Penunjang Medis
e) Pelayanan Administrasi dan Keuangan
Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan
intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Menurut Revans dalam Anjaryani
(2009), bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap mengalami tingkat
proses transformasi, yaitu :
1. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan di rawat
tinggal di rumah sakit.
2. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
3. Tahap Treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program
perawatan dan terapi.
4. Tahap Inspeksi, yaitu secara terus menerus di observasi dan dibandingkan
pengaruh dan respon pasien atas pengobatan.
5. Tahap Kontrol, yaitu setelah dianalisa kondisinya memungkinkan, pasien dapat
dipulangkan. Pengobatan diubah atau diteruskan namun dapat juga kembali ke
proses untuk didiagnosa ulang.
11
Dalam ruangan perawatan rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu
menginap dengan menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan
terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau
rehabilitasi medis atau pelayanan medis lainnya setiap hari dilakukan oleh pelayanan
tenaga medis, pelayanan tenaga keperawatan, pelayanan penunjang medis dan non
medis, pelayanan makanan dan minuman serta kondisi lingkungan fisik ruangan
rawat inap.
2.2.3. Standar Pelayanan Minimal Departemen Kesehatan RI
Standar pelayanan minimal (Kepmenkes No. 129 Tahun 2008) adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan
spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan
Layanan Umum. Dengan disusunnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) diharapkan
dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit.
SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam
melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.
Pelaksanaan pelayanan di instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan
medis dan penunjang klinis meliputi rekam medis dan kegiatan pemeliharaan sarana.
Dengan pelayanan rekam medis dan pemeliharaan sarana yang baik, pasien di rawat
inap akan merasa puas dan nyaman dalam proses penyembuhannya. Adapun SPM
(Standar Pelayanan Minimal) untuk jenis layanan rawat inap, rekam medis dan
pemeliharaan sarana berdasarkan ketentuan Depkes disajikan dalam Tabel 2.1
12
Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal menurut Departemen Kesehatan
No.Jenis Layanan Indikator Standar 1. Rawat Inap Pemberi Pelayanan a.Dokter Spesialis
b.Perawat min.D3 Dokter penanggung jawab pasien 100% Ketersediaan Pelayanan Dasar Anak, P.Dalam,
Kebidanan, Bedah Jam Visite Dokter Spesialis 08.00 –14.00 /hari
Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5 % Kejadian infeksi nasokomial ≤ 1,5 % Tidak ada pasien jatuh yang berakibat cacat/
meninggal 100 % Kematian pasien >48 jam ≤ 0,24 % Kejadian pulang atas permintaan sendiri (PAPS) ≤ 5 % Kepuasan pelanggan ≥ 90 % Rawat Inap Pasien TBC :
a. Penegakan diagnosis TB melalui a. ≥ 60 % pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksana kegiatan pencatatan&pelaporan TB b. ≥ 60 % 2. Rekam Medik Kelengkapan pengisisan rekammedik 24 jam 100 % setelah selesai pelayanan Kelengkapan informed concent setelah mendapat 100 % informasi yang jelas
Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan ≤ 15 menit rawat inap
3. Pelayanan Kecepatan waktu menanggapi kerusakan 80 % Sarana Rumah Ketepatan waktu pemeliharaan alat 100 % Sakit Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai ketentuan 100 %
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/ Tentang Standar Pelayanan Minimal Tahun 2008
Selain menentukan SPM, Depkes juga menentukan indikator pelayanan
rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan
efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator tersebut terbagi untuk masing-masing unit.
Indikator untuk unit rawat inap antara lain :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio) adalah persentase pemakaian tempat tidur pada
satuan waktu tertentu.
13
2. AVLOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
3. TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
4. BTO (Bed Turn Over) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-
tiap 1000 penderita keluar.
6. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar.
Dari masing-masing indikator Depkes menentukan nilai standar ideal yang
yang dibuat berdasarkan standar yang telah dibuat oleh Huffman, yakni :
Tabel 2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan
Indikator Standar Ideal (Huffman)
Standar Ideal Menurut Depkes
BOR (Bed Occupancy Ratio) > 75-85% 60-85% BTO (Bed Turn Over) 30 kali 40-50 kali LOS (Length of Stay) 3-12 hari 6-9 hari TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari 1-3 hari NDR (Net Death Rate) < 25o/oo < 25o/oo GDR (Gross Death Rate) < 45 o/oo < 45 o/oo
Sumber : Statistik Rumah Sakit, Ery Rustiyanto, Graha Ilmu, 2010
14
2.3. Konsep Keperawatan
2.3.1. Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk layanan kesehatan yang bersifat profesional
yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif ditujukan pada pasien, baik yang sehat maupun sakit yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya Keperawatan Nasional, 1983).
2.3.2. Pengertian Perawat
Masyarakat awam menganggap perawat adalah orang yang bekerja dirumah
sakit, mengenakan seragam putih-putih, sebagai pembantu dokter. Pemahaman
tersebut karena ketidakpahaman tentang hakekat perawat. Berdasarkan Kepmenkes
RI No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, dijelaskan
bahwa perawat adalah orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik dalam
maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pendidikan di Indonesia masih bervariasi, mulai dari setingkat SLTA, D III,
Sarjana bahkan sampai Pascasarjana. Beragamnya pendidikan keperawatan
menyebabkan beragam pula sebutan untuk perawat, kemampuan personel perawat
dan bahkan penilaian terhadap profesi perawat oleh profesi lain.
2.3.3. Peran dan Fungsi Perawat
Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan, 1989 adalah :
a. Peran sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Yaitu peran pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
15
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan, dilaksanakan tindakan keperawatan yang tepat sesuai dengan
tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dievaluasi tingkat
perkembangannya.
b. Peran sebagai Advokat
Yaitu membantu pasien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam
pengambilan persetujuan tindakan keperawatan, melindungi hak-hak pasien.
c. Peran Edukator
Peran ini dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan, gejala penyakit,
tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku pasien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Peran Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
e. Peran Kolaborator
Perawat berupaya mengidentifikasikan pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi, tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya
melalui tim kesehatan seperti : dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lainnya.
f. Peran Konsultan
Peran sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
16
yang tepat untuk diberikan.
g. Peran Pembaharu
Dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi
perawat, diantaranya :
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri, dimana pelaksanaan tugasnya dilakukan sendiri dan
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
2. Fungsi Dependen
Fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan, atau instruksi dari
perawat lain, sebagai pelimpahan tugas. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat
spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi yang membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang menderita penyakit
kompleks yang dilakukan dalam kelompok tim, bersifat saling ketergantungan
diantara tim satu sama lainnya. Misalnya : tim dokter dalam memberikan
pengobatan bekerjasama dengan tim perawat dalam pemantauan reaksi obat.
17
2.3.4. Jenis Tanggung Jawab Perawat
1. Tanggung jawab perawat terhadap klien
Perawat memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan secara nyata pada :
1) Kebutuhan perawatan individu, keluarga, masyarakat. 2). Memelihara suasana
lingkungan, menghormati nilai budaya, adat istiadat. 3). Melaksanakan prinsip
dan etika keperawatan. 4). Menjalin hubungan kerjasama dengan individu,
keluarga dan masyarakat.
2. Tanggung jawab terhadap tugas
Perawat bertanggung jawab terhadap tugas: 1). Memelihara mutu pelayanan
keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional dalam menerapkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai kebutuhan individu, keuarga msyarakat.
2). Merahasiakan sehubungan tugas yang dipercayakan kecuali diminta oleh
pihak yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku. 3). Tidak menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya bertentangan dengan norma
kemanusiaan. 4). Bersikap netral, independen dan objektif. 5). Mengutamakan
perlindungan dan keselamatan pasien. 6). Memenuhi kebijakan dan prosedur yang
ada di lembaga atau institusi. Misalnya; standar praktik keperawatan.
7). Memberitahu dokter pada saat kedatangan pasien maupun selama
hospitalisasi, mendokumentasikannya.
3. Tanggung jawab terhadap teman sejawat
Perawat bertanggung jawab terhadap sesame perawat dan profesi kesehatan lain. :
1). Memelihara hubungan baik antara sesame perawat dan tenaga kesehatan lain,
18
keserasian lingkungan kerja maupun mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh. 2). Memyebarluaskan ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian dan
pengalaman dalam keperawatan kepada sesame perawatserta menerima
pengetahuan dan pengalaman dari sesame atau profesi kesehatan lain
4. Tanggung jawab perawat terhadap profesi
Perawat memiliki tanggung jawab terhadap profesinya, yaitu: 1). peningkatkan
kemampuan profesionalnya (kompetensi) dengan menambah ilmu pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu
perawatan. 2). Menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan. 3). Terlibat/
berperan dalam pembakuan pendidikan, pelayanan serta penerapannya dalam
pelayanan. 4). Membina dan memelihara mutu organisasi profesi perawat sebagai
sarana dedikasi dan pengabdian.
5. Tanggung jawab terhadap Negara, yaitu melaksanakan ketentuan pemerintah
dalam bidang kesehatan/keperawatan dan berperan aktif dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.
Menurut Lokakarya Nasional tentang keperawatan tahun 1983, peran perawat
di Indonesia, sebagai berikut:
1) Pelaksana keperawatan, yaitu memberikan Asuhan keperawatan dari yang
sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, masyarakat. ini
merupakan peran utama atau pokok.
2) Pengelola atau Administrator, artinya bukan berarti perawat berperan dmenalam
kegiatan administratif secara umum tetapi perawat mengatur, merencanakan,
19
melaksanakan dan menilai tindakan yang diberikan kepada pasien, artinya
menuntut adanya kemampuan manajerial yang handal dari perawat.
3) Pendidik, dalam hal ilmu perawatan kepada pasien, sesama perawat atau tenaga
kesehatan lain. Dalam perubahan tingkah laku bagi individu, keluarga atau
masyarakat.
4) Peneliti, artinya menjadi pembaharu (innovator) dalam ilmu perawatan. Kegiatan
ini dapat diperoleh melalui penelitian untuk mengembangkan ilmu keperawatan
dan praktek profesi keperawatan.
2.3.5. Standar Kompetensi Perawat
Pengertian Standar kompetensi perawat adalah merefleksikan atas kompetensi
yang diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang pelayanan
keperawatan. Menghadapi era globalisasi, standar tersebut harus ekuivalen dengan
standar-standar yang berlaku pada sektor industri kesehatan di negara lain serta dapat
berlaku secara internasional. Ranah utama kompetensi perawat dikelompokkan
menjadi 3 ranah, yaitu :
1) Praktik professional, etis, legal dan peka budaya
a. Bertanggung gugat terhadap praktik professional
b. Melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan kode etik
c. Melaksanakan praktik secara legal
2) Pemberian asuhan dan manajemen asuhan
a. Menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan manajemen
asuhan keperawatan
20
b. Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan
c. Melakukan pengkajian keperawatan
d. Menyusun rencana keperawatan
e. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana
f. Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan
g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal dalam
pemberian pelayanan
h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman
i. Menggunakan hubungan interprofesional dalam pelayanan keperawatan/
pelayanan kesehatan
j. Menggunakan delegasi dan supervise dalam pelayanan asuhan
keperawatan
3) Pengembangan profesi
a. Melaksanakan peningkatan professional dalam praktik keperawatan
b. Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan
keperawatan
c. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab
profesi
2.3.6. Pelayanan Keperawatan
Untuk memudahkan pembagian tugas pelayanan perawatan dilakukan
pengorganisasian kegiatan sesuai pengetahuan dan keterampilan perawat serta
kebutuhan pasien. Pengorganisasian tugas perawat disebut metode penugasan.
21
Pengorganisasian merupakan proses penetuan bagian-bagian dalam organisasi yang
akan bertanggung jawab dalam melakukan bermacam-macam pekerjaan yang telah
dikategorikan berdasarkan faktor-faktor tertentu. Metode penugasan ada 4 metode:
1. Metode Fungsional
Metode tradisional peninggalan jaman Belanda dimana perawat dianggap sebagai
asisten sehingga perawat bekerja menunggu advis atau tergantung dari profesi
lain. Kepala ruangan bertanggung jawab hampir 95% dalam pelayanan mulai
rencana asuhan sampai evaluasi keperawatan. Semua perawat tergantung dari
perintah atau pembagian tugas kepala ruangan. Keuntungannya mengurangi stress
bekerja karena setiap perawat dianggap memiliki kemampuan yang sama.
Kerugiannya adalah kurang cocok bagi peningkatan pelayanan keperawatan yang
professional, kepuasan perawat dan pasien kurang, tidak ada regenerasi yang baik
dan kurang cocok bagi perawat yang kreatif.
2. Metode Tim
Metode dibentuk karena adanya keterbatasan tenaga professional (S1) sehingga
ada modifikasi pembagian tugas yaitu dilakukan bersama dalam beberapa perawat
menerapkan metode keperawatan professional tapi dengan tenaga lulusan
berbeda-beda. Kepala ruangan berfungsi memberikan pengarahan, supervise dan
evaluasi kepada ketua tim dan tugas tim. Ketua tim membuat perencanaan
berdasarkan tugas pokok dan kewenangannya, membuat penugasan harian,
supervise dan evaluasi harian, memotivasi anggota tim mengetahui dan menilai
kebutuhan pasien, membuat operan dan diskusi dengan anggota tim. Anggota tim
22
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai instruksi rencana keperawatan yang
dibuat ketua tim.
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Metode Penugasan Tim
3. Metode Primer
Metode pelayanan asuhan keperawatan yang ditandai dengan adanya keterikatan
kuat terus menerus antara perawat primer dan pasien dimana perawat bertugas
merencanakan, melaksanakan, koordinasi dengan tenaga kesehatan lain selama
pelaksanaan asuhan keperawatan. Perawat semua minimal S1 bersertifikat
register nurse sebagai perawat professional memiliki tanggung jawab dan
tanggung gugat dari pasien. Kepala ruangan sebagai konsultan dan perawat
primer melakukan asuhan keperawatan.
KARU
Wakaru
Katim 1
Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 Anggota dst
Katim 2
Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 Anggota dst
Katim 3
Anggota 1 dst
CCM
23
4. Metode Modul
Modul ini merupakan variasi metode primer dan tim tetapi menggunakan tenaga
perawat professional dan non professional. Memodifikasi dari metode primer
dengan membuat pasangan 2-3 perawat merawat pasien mulai dari datang sampai
pulang. Satu modul bertanggung jawab terhadap 8-12 pasien. Keuntungannya
saling menutupi kekuranagan, kepuasan pasien dan perawat dapat dipertahankan.
Kurang cocok bagi perawat yang kuarang kreatif.
Kepala ruangan bertanggungjawab menetapkan metode penyusunan
keperawatan yang tepat untuk digunakan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan
sesuai dengan jumlah kategori tenaga perawat yang ada diruangan serta jumlah pasien
yang menjadi tanggungjawabnya.
2.4. Beban Kerja
2.4.1. Pengertian Beban Kerja
Beban kerja menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran
pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil
kali antara volume kerja dan norma waktu. Beban Kerja adalah banyaknya jenis
pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun
dalam satu sarana pelayanan kesehatan (Kepmenkes No.81 Tahun 2004). Pekerja
yang mempunyai beban kerja berlebih akan menurunkan kualitas hasil kerja dan
memungkinkan ketidakefisienan waktu. Para manajer harus memperhatikan tingkat
optimal beban kerja karyawan. Beban kerja tidak hanya dipandang sebagai beban
24
kerja fisik tetapi juga sebagai beban kerja mental. Beban kerja adalah frekuensi rata-
rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam
memperkirakan beban kerja dari organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan
atau pengalaman (PP RI No. 97 Tahun 2000). Untuk mengetahui beban kerja perawat
maka dapat dihitung mengenai jumlah pasien tiap hari/bulan/tahun, tingkat
ketergantungan pasien, rata- rata hari perawatan, jenis tindakan keperawatan, dan
frekuensi tiap tindakan serta rata-rata waktu yang dibutuhkan setiap tindakan (Gillies,
1996)
Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan/aktivitas yang dilakukan oleh
seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan (Marquis dan
Houston, 2000 dalam Kurniadi, 2013). Berdasarkan dua pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang
dilakukan perawat dengan jenis pekerjaan dan beratnya pekerjaan yang ditetapkan
dalam satuan waktu tertentu di suatu unit pelayanan keperawatan. Beban kerja dapat
dibedakan menjadi beban kerja kuantitatif dan kualitatif (Huber, 2006). Beban kerja
kuantitatif menunjukkan adanya jumlah pekerjaan yang bisa dihitung dan
dibandingkan dengan waktu kerja yang tersedia, misalnya: berapa banyak tindakan
keperawatan yang bisa dilakukan perawat selama bertugas setiap shift. Hasilnya bisa
dijumlahkan dan dihitung untuk menentukan jumlah perawat yang seharusnya bekerja
di unit tersebut. Beban kerja kualitatif artinya persepsi beban kerja yang bisa
dirasakan oleh perawat.
25
2.4.2. Macam Beban Kerja
Menurut Munandar (2001), macam beban kerja dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Beban Berlebih Kuantitatif
Beban berlebih secara fisik ataupun mental akibat terlalu banyak melakukan
kegiatan merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan
beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu dalam menyelesaikan tuntutan
pekerjaan yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara
tepat dan cermat.
b. Beban terlalu Sedikit Kuantitatif
Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif dapat memengaruhi kesejahteraan
psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi
pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja
rutin sehari-hari dapat menghasilkan berkurangnya perhatian, secara potensial dapat
membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak cepat dan terampil dalam
keadaan darurat.
c. Beban Berlebih Kualitatif
Pekerjaan sebagian besar dikerjakan oleh mesin-mesin atau robot, sehingga
pekerjaan manusia beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan menjadi
majemuk dan kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja
dapat berkembang menjadi beban kerja berlebih kualitatif jika kemajemukannya
26
memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang
dimiliki.
d. Beban terlalu Sedikit Kualitatif
Merupakan keadaan tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan
keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya
secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan
mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan
merasa bahwa ia tidak mengalami perkembangan, dan merasa tidak berdaya untuk
memperlihatkan bakat dan keterampilannya.
Kelebihan beban kerja secara kuantitatif mencakup:
1. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja
2. Terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan
3. Terlalu beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan
4. Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama jam kerja
5. Rasio perawat-klien.
Sedangkan beban kerja secara kualitatif mencakup:
1. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi
sulitnya pekerjaan di ruangan.
2. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis di
ruangan.
3. Harapan pimpinan Rumah Sakit terhadap pelayanan yang berkualitas
4. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien
27
5. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat
6. Tugas memberikan obat secara intensif
7. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi
terminal
8. Tindakan penyelamatan pasien.
2.4.3. Faktor-faktor Beban Kerja
Beban kerja perawat tiap waktu akan berubah. Perubahan ini dapat disebabkan
oleh faktor internal dan ekternal. Faktor-faktor internal yang memengaruhi beban
kerja perawat menurut Kurniadi (2013) ialah:
1. Jumlah pasien yang dirawat tiap hari, tiap bulan, tiap tahun
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien
3. Rata-rata hari perawatan tiap pasien
4. Pengukuran tindakan keperawatan langsung atau tidak langsung
5. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan
6. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung.
Menurut Kurniadi (2013), faktor ekternal yang bisa memengaruhi beban kerja
perawat adalah sebagai berikut:
1. Masalah komunitas seperti : jumlah penduduk padat atau berlebihan, lingkungan
kurang bersih, kebiasaan kurang sehat, dan sebagainya.
2. Disaster seperti banjir, gempa, tsunami, wabah penyakit.
3. Hukum atau UU dan kebijakan seperti UU No.13 tahun 2003 Ketenagakerjaan,
UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, dan sebagainya
28
4. Politik yaitu kebijakan pemerintahan bisa mempengaruhi kondisi kinerja rumah
sakit misalnya : banyaknya demontrasi, kekerasan politik, dan sebagainya.
5. Cuaca misalnya perubahan cuaca mempengaruhi jenis penyakit sehingga
berpengaruh jumlah tenaga perawat.
6. Ekonomi misalnya krisis ekonomi.
7. Pendidikan konsumen misalnya semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat
semakin banyak tenaga perawat yang dibutuhkan.
8. Kemajuan IPTEK yaitu terhadap kemajuan institusi pelayanan (kompetensi
internasional).
2.4.4. Standar Beban Kerja Perawat
Standar beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat
dilaksanakan oleh seseorang tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun kerja
sesuai dengan standar profesional dan telah memperhitungkan waktu libur, sakit, dan
lain-lain (Kepmenkes No.81, 2004). Marquis dan Houston (2000) mendefinisikan
beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh
seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan. Bisa diartikan
jumlah total waktu keperawatan baik secara langsung atau tidak langsung dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang diperlukan oleh pasien dan jumlah perawat
yang diperlukan untuk memberikan pelayanan tersebut (Gaudine, 2000 dalam
Kurniadi, 2013). Pendekatan digunakan untuk penyusunan jadwal dinas mingguan.
Pendekatan tersebut dilihat dari karakteristik tugas dan karakteristik staf yang ada
dalam tim. Modifikasi tugas mingguan menurut Kurniadi (2013), meliputi:
29
1. Total jam kerja per minggu adalah 40 jam dengan 10 jam per hari dan 4 hari
kerja per minggu pada metoda ini terjadi tumpang tindih kurang lebih 6 jam kerja
per 24 jam, dimana jam-jam tersebut dapat dipergunakan untuk ronde
keperawatan, penyelesaian rencana keperawatan atau kegiatan lainnya.
Kelemahan cara ini adalah membutuhkan staf yang banyak.
2. Perincian 12 jam dalam satu shift, yaitu 3 hari kerja, 4 hari libur, dan 4 hari kerja.
Sistem ini membutuhkan tenaga yang banyak.
3. Perincian 70 jam dalam 2 minggu, yaitu 10 jam per hari (7 hari kerja dan 7 hari
libur)
4. Sistem 8 jam perhari dengan 5 hari kerja per minggu. Sistem ini lebih banyak
disukai karena mengurangi kelelahan staf dan produktifitas staf tetap dapat
dipertahankan.
Selain pendekatan di atas, digunakan juga penjadwalan dengan metoda
Nursing Management Information System (NMIS) atau pembagian jadwal dinas
dengan mempertimbangkan produktivitas kerja staf. Pengukuran produktifitas kerja
dapat dilakukan dengan perbandingan antara output dan input atau perbandingan
antara jam staf yang dibutuhkan dengan jam staf yang tersedia dikalikan 100%. Hasil
penelitian Swansburg (1990) tentang time motion study diperoleh data bahwa rata-
rata perbandingan jam staf yang dibutuhkan dengan jam staf yang tersedia adalah
380,50/ 402,00 x 100% = 94,7%. Dengan kata lain, makin rendah jam staf yang
tersedia, makin tinggi produktifitas kerja staf. Meskipun demikian, aspek kelelahan
staf perlu dipertimbangkan.
30
2.4.5. Pengukuran Beban Kerja
Pengukuran beban kerja adalah penerapan tehnik yang dirancang untuk
penetapan bagi pekerja yang memenuhi syarat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
tertentu.
Dalam mengukur beban kerja, dilakukan analisa gambaran beban kerja
dengan cara membandingkan persentasi waktu pelaksanaan kegiatan produktif dan
waktu pelaksanaan kegiatan non produktif yang dikategorikan menjadi 3 (tiga)
bagian, yakni : (Ilyas Y, 2004)
1. Beban Kerja Tinggi : apabila persentase waktu pelaksaan kegiatan produktif
melebihi 80 % waktu kerja optimum dari seluruh kegiatan yang dilakukan
perawat.
2. Beban Kerja Optimum : bila persentase waktu pelaksaan kegiatan produktif
berkisar 80% waktu kerja optimum dari seluruh kegiatan yang dilakukan
perawat.
3. Beban Kerja Ringan apabila persentase waktu pelaksaan kegiatan produktif
kurang dari 80% waktu kerja optimum dari seluruh kegiatan yang dilakukan
perawat.
Metode ilmiah yang telah dikembangkan para ahli seperti : Work Sampling
dan Time and Motion Study sebenarnya dapat menghasilkan hasil yang akurat.
Masalahnya, pada metode ini dibutuhkan tenaga ahli, pengamat yang banyak dan
waktu yang panjang. Hal ini membawa konsekuensi terhadap biaya dan biasanya
harus dilaksanakan oleh pihak lain seperti : kosultan dan lembaga riset. Pihak
31
manajemen rumah sakit akan kesulitan untuk melaksanakan metode ini sendiri karena
kesulitan instrumen dan pelaksanaan penelitiannya sendiri. Disamping itu, adanya
kemungkinan bisa karena faktor personel menghitung beban kerja sendiri. Pada
metode daily log yang mencatat dan menghitung beban kerja sendiri sangat diragukan
akurasinya sehingga dari aspek validitas dan reabilitas sulit dipakai sebagai rujukan
beban kerja pegawai (Ilyas, 2004).
2.4.5.1. Metode Gillies
Pengukuran beban kerja berdasarkan pada metode Gillies, dalam memberikan
pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan yaitu :
a. Perawatan langsung
Perawatan langsung adalah bentuk pelayanan yang diberikan oleh perawat
yang ada hubungannya dengan kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual. Berdasarkan
tingkat ketergantungan klien pada perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok yaitu : self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut
Minetti Hutchinson (1994) kebutuhan perawatan langsung setiap klien adalah empat
jam per hari sedangkan untuk :
1. Self care dibutuhkan ½ x4 jam = 2 jam
2. Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam = 3 jam
3. Total care dibutuhkan 1-11/2 x 4 jam = 4-6 jam
4. Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam = 8 jam
b. Perawatan Tidak Langsung
Meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana keperawatan, menyiapkan dan
32
memasang alat, konsultasi dengan tim, menulis dan membaca catatan kesehatan klien,
melaporkan kondisi klien. Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Detroit dibutuhkan
waktu 38 menit/Klien (Gillies, 1989), sedangkan di RS Jhon Hopkin dibutuhkan 60
menit per klien (Gillies 1994), menurut Young (Gillies, 1989) adalah 60 menit/klien.
c. Pendidikan kesehatan
Meliputi: aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Meyer
dalam Gillies (1994) waktu yang dibutuhkan adalah 15 menit per hari per klien.
2.4.5.2.Metode Ilyas
Metode Ilyas memberikan alternatif solusi yang akurat dan mudah diterapkan.
Metode ini dapat menghitung beban kerja personel dengan cepat dengan tingkat
akurasi yang tinggi sehingga menghasilkan informasi yang dapat dipercaya untuk
pengambilan keputusan manajemen. Metode Ilyas memberikan solusi terbaik untuk
menghitung kebutuhan personel organisasi denganmudah, murah, cepat dan tepat.
Secara ilmiah hasil perhitungan kebutuhan personel dengan Metode Ilyas memiliki
tingkat validitas dan reabilitas yang tinggi dan telah diuji coba baik oleh sejumlah
institusi dengan hasil yang dapat dipercaya oleh manajemen organisasi. Disamping
itu, Metode Ilyas juga telah digunakan oleh sejumlah mahasiswa Pascasarjana Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia sebagai metode menghitung SDM
dalam Tesis mereka untuk meraih gelar Master Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Master Administrasi Rumah Sakit.
33
2.4.6. Metode Douglas
Douglas (1994) membagi tingkat ketergantungan pasien menjadi 3 (tiga) jenis,
yaitu :
a) Minimal Care/Perawatan Minimal : memerlukan waktu perawatan 1-2 jam.
b) Partial Care/Perawatan Partial : memerlukan waktu perawatan 3-4 jam.
c) Total care/Perawatan Total : memerlukan waktu perawatan 5-7 jam.
Tabel 2.3. Panduan Hitungan Metode Douglas
Waktu Klasifikasi
Kebutuhan Perawat Pagi Sore Malam
Minimal Intermediate Maksimal
0.17 0.27 0.36
0.14 0.15 0.30
0.07 0.10 0.20
Sedangkan klasifikasi derajat ketergantungan pasien terhadap keperawatan
berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, dengan kriteria :
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
b. Makan, minum dilakukan sendiri
c. Ambulasi dengan pengawasan
d. Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shiff
e. Pengobatan minimal, status psikologis stabil
f. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur
2. Perawatan intermediate memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam, dengan kriteria :
a. Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
34
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d. Folley catheter, intake output di catat
e. Klien dengan pemasangan infu, persiapan pengobatan memerlukan prosedur
3. Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam dengan
kriteria;
a. Segalanya diberikan/dibantu
b. Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
c. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intra vena
d. Pemakaian suction
e. Gelisah/disorientasi
Beban kerja bisa dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:
1) Produktif yaitu waktu yang digunakan perawat melakukan tugas, peran dan
fungsinya. Kegiatan keperawatan langsung terhadap pemenuhan kebutuhan
pasien sesuai pemanfaatan waktu kerja lebih dari 80%. Bila lebih dari 80%,
maka tandanya beban kerja sudah berlebihan sehingga harus ditambah perawat
baru (Ilyas, 2004).
2) Non produktif yaitu sisanya dari kegiatan yang dgunakan perawat untuk
kegiatan pribadi seperti : istirahat, makan, sholat bahkan sebahagian pulang
kerja.
Standart produktivitas menurut ILO adalah 65 – 85%. Lama kerja pershift
menurut Gillies (1994) adalah 7 jam untuk shift pagi dan sore, 10 jam untuk shift
35
malam.Menurut Kurniadi (2013), menghitung jumlah tenaga keperawatan
berdasarkan beban kerja rill yaitu akumulasi jumlah tindakan keperawatan semua
pasien yang harus diberikan asuhan keperawatan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
yang dirata- ratakan.
2.5. Perencanaan Tenaga Keperawatan
Perencanaan tenaga merupakan salah satu fungsi utama seorang pemimpin
organisasi, termasuk organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu organisasi salah
satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Hal ini berhubungan
dengan bagaimana seorang pemimpin merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.
Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Druckter dan Gillies
(1994) meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan diberikan.
b. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan
pelayanan keperawatan.
c. Menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan.
d. Menerima dan menyaring untuk posisi yang ada.
e. Melakukan seleksi calon-calon yang ada.
f. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau shift.
g. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan keperawatan.
Penentuan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh keinginan untuk
menggunakan tenaga keperawatan yang sesuai. Untuk lebih akuratnya dalam
36
perencanaan tenaga keperawatan, maka pimpinan keperawatan harus mempunyai
keyakinan tertentu dalam organisasinya, seperti :
a) Ratio antara perawat dan klien di dalam ruangan perawatan intensif adalah 1 : 1
atau 1 : 2.
b) Perbandingan perawat ahli dan terampil di ruang medical bedah, kebidanan, anak
dan psikiatri adalah 2 : 1 atau 3 : 1.
c) Ratio antara perawat dan klien saat shift pagi atau sore adalah 1 : 5, untuk malam
hari di ruang rawat dan lain-lain 1 : 10.
Jumlah tenaga terampil ditentukan oleh tingkat ketergantungan klien. Menurut
Abdellah dan Levine (1965) dalam Gillies (1994), seharusnya dalam suatu unit ada
55% tenaga ahli dan 45% tenaga terampil. Dimasa depan, untuk meningkatkan
produktifitas dan kualitas rumah sakit, proporsi tenaga profesional sebaiknya lebih
besar dari tenaga non professional dengan komposisi perbandingan berkisar 65% :
35% (Ilyas, 2004)
2.5.1. Perkiraan Kebutuhan Tenaga
Penetapan jumlah tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kategori
yang akan dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien di setiap unit. Beberapa
pendekatan dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah staf yang dibutuhkan
berdasarkan kategori klien yang dirawat, ratio perawat, dan klien untuk memenuhi
standart praktik keperawatan.
37
Metode Douglas
Kategori keperawatan klien (Douglas, 1984):
a. Perawatan mandiri (self care), yaitu klien memerlukan bantuan minimal dalam
melakukan tindakan keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktifitas
perawatan diri secara mandiri.
b. Perawatan sebagian (partial care), yaitu klien memerlukan bantuan sebagian dalam
tindakan keperawatan dan pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat
intravena, mengatur posisi, dan lain sebagainya.
c. Perawatan total (total care), yaitu klien memerlukan bantuan secara penuh dalam
perawatan diri dan memerlukan observasi secara ketat.
d. Perawatan intensif (intensive care), yaitu memerlukan observasi dan tindakan
keperawatan yang terus-menerus.
Cara menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk setiap unit sebagai
berikut :
a. Ratio perawat-klien disesuaikan dengan standar perkiraan jumlah klien sesuai data
sensus.
b. Pendekatan teknik industri, yaitu identifikasi tugas perawat dengan menganalisis
alur kerja perawat atau work flow. Rata-rata frekwensi dan waktu kerja ditentukan
dengan data sensus klien, dihitung untuk menentukan jumlah perawat yang
dibutuhkan.
38
c. System approach staffing atau pendekatan system ketenagaan dapat menentukan
jumlah optimal yang sesuai dengan kategori perawat untuk setiap unit serta
mempertimbangkan komponen input-proses-output-umpan balik.
Jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat inap dapat ditetapkan
berdasarkan derajat ketergantungan pasien sesuai dengan Metode Douglas (1992)
menurut Kurniadi, 2013 yaitu dengan memasukkan rumus hitungan Douglas,
kemudian menghitung:
a. Komposisi perawat dinas pagi: sore; malam (47% : 36% : 17%)
b. Kebutuhan tenaga perawat satu ruangan (Sitorus, 2006)
(Hasil hitungan + 20% x jumlah hitungan) + 1 karu + 2 Katim
c. Komposisi tenaga ahli dan tidak ahli (55% : 45%)
Metode Gillies
Perkiraan kebutuhan jumlah tenaga dapat dihitung berdasarkan waktu
perawatan langsung dan dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan klien. Rata-rata
waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung (direct care) adalah berkisar 4 -5
jam/klien/hari. Menurut Minetti dan Hurchinsun (1975) dalam Gillies (1994), berikut:
a. Perawatan mandiri (self care) adalah ½ x 4 jam = 2 jam
b. Perawatan sebahagian (partial care) adalah ¾ x 4 jam = 3 jam
c. Perawatan total (total care) adalah 1-1½ x 4 jam = 4-6 jam
d. Perawatan intensif (intensive care) adalah 2 x 4 jam = 8 jam
Perkiraan jumlah tenaga juga dapat didasarkan atas waktu perawatan tidak
langsung. Berdasarkan penelitian perawat di rumah sakit, Grace Detroit dalam Gillies
39
(1994), menyatakan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan tidak
langsung adalah 36 menit/klien/hari. Dipihak lain, menurut Wolfe dan Young (1965)
dalam Gillies (1994) menyatakan sebesar 60 menit/ klien/hari.
Formula Standar Minimum (Kemenpan, 2004)
Formula ini adalah perhitungan bagi jabatan fungsional tertentu atau jabatan
lain yang standar minimalnya telah ditetapkan oleh instansi pembinanya yaitu
Depkes. Jabatan yang telah ditetapkan standar kebutuhan minimalnya adalah jabatan
yang berada dalam kelompok tenaga kesehatan dan tenaga pendidikan
(Kep.Men.PAN No.75 Tahun 2004). Penetapan perhitungan standar kebutuhan
minimal tenaga rumah sakit umum (RSU) dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.4. Standar Kebutuhan Tenaga Rumah Sakit Umum (dalam Jumlah Orang)
Jenis Tenaga Kelas A Kls B(N) Kls B (NP) Kls C Kls D
Dr Spesialis 304 102 36 7 - Dr Umum - 11 11 11 3 Dr Gigi 6 3 3 2 1 Keperawatan 1,240 464 200 80 16 Kefarmasian 24 12 12 3 1 Kes. Mas 6 3 3 2 1 Gizi 24 12 12 3 1 Keterapian Fisik 34 15 15 5 1 Keteknisan Medis 52 23 23 7 2 Non Tenaga Kesehatan 348 282 282 87 28
Sumber: Kepmenpan, 2004
2.6. Metode ABK Kemenkes, 2013
Metode ABK singkatan dari Analisa Beban Kerja disebut juga WISN (Work
Load Indicator Staff Need) adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM
40
kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap
kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara tehnis mudah
diterapkan, komprehensif dan realistis.
Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM perawat berdasarkan WISN ini
meliputi 5 (lima) langkah, yaitu:
1. Menetapkan waktu kerja tersedia
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM
3. Menyusun standar beban kerja
4. Menyusun standar kelonggaran
5. Perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.
Sebagai contoh dibawah ini disajikan penggunaan metode WISN di sarana
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
1) Langkah Pertama : Menetapkan Waktu Kerja Tersedia
Tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja tersedia masing-masing kategori
SDM yang bekerja di rumah sakit selama kurun waktu satu tahun. Data yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di rumah sakit atau peraturan daerah
setempat, pada umumnya dalam satu minggu 5 (lima) hari kerja. Dalam satu
tahun 250 hari kerja (5 hari x 50 minggu) (A)
2. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja
setiap tahun. (B)
41
3. Pendidikan dan pelatihan, sesai ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit untuk
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi/profesionalisme setiap
kategori SDM memiliki hak mengikuti pelatihan/kursus/seminar/lokakarya
dalam 6 hari kerja. (C)
4. Hari Libur Nasional, berdasarkan keputusan bersama menteri terkait tentang
Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002 – 2003 ditetapkan 15 hari
kerja dan 4 hari kerja untuk cuti bersama. (D)
5. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata – rata ketidakhadiran kerja (selama 1
tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa pemberitahuan/ ijin.
(E)
6. Waktu kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di rumahsakit atau peraturan
daerah, pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja
dalam seminggu). (F)
berdasarkan data tersebut, dilakukan perhitungan untuk menetapkan waktu
tersedia dengan rumus berikut :
Keterangan :
A : Hari kerja
B : Cuti tahunan
C : Pendidikan dan Pelatihan
D : Hari Libur Nasional
Waktu Kerja Tersedia = { A – ( B + C + D + E) X F
42
E : Ketidakhadiran Kerja
F : Waktu kerja
Tabel 2.5. Waktu Kerja Tersedia
Kode Faktor Kategori SDM
Keterangan Perawat Dokter Sp.x
A Hari Kerja 260 260 Hari / Tahun B Cuti Tahunan 12 12 Hari / Tahun C Pendidikan dan Pelatihan 5 10 Hari / Tahun D Hari Libur Nasional 19 19 Hari / Tahun E Ketidakhadiran Kerja 10 12 Hari / Tahun F Waktu Kerja 8 8 Jam/ Hari Waktu Kerja Tersedia 1,712 1,656 Jam/ Tahun
Hari Kerja Tersedia 214 207 Hari Kerja/ Tahun
Uraian perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Hari kerja Tersedia untuk perawat adalah :
= {260 – (12 + 5 + 19 + 10)}
= 214 hari kerja/ tahun
2. Waktu Kerja tersedia untuk perawat :
= (214 hari/ tahun) x 8 (jam/hari)
= 1,712 jam kerja/ tahun
2) Langkah Kedua : Menetapkan Unit Kerja dan Kategori SDM
Menetapkan Unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya unit
kerja dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelengarakan kegiatan
pelayanan kesehatan perorangan pada pasien, keluarga dan masyarakat didalam dan
luar Rumah Sakit.
43
Analisa Organisasi
Fungsi utama rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang mengutamakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan kesehatan
kuratif, rehabilitative secara serasi dan terpadu dengan pelayanan preventif dan
promotif. Berdasarkan fungsi utama tersebut, unit kerja RS dapat dikelompokkan
menjadi dua unit, yaitu :
a. Unit Kerja Fungsional langsung, misalnya : Instalasi Rawat Inap, Rawat Jalan,
IGD dan lain – lain.
b. Unit Kerja Fungsional Penunjang, misalnya : Instalasi Tata Usaha Rawat Jalan/
Inap, Instalasi Pemeliharaan Sarana RS.
Apabila ditemukan unit atau sub unit kerja fungsional yang belum diatur atau
ditetapkan oleh Direktur, Depkes, Pemda (Pemilik RS), perlu ditelaah sebelum
disepakati keberadaannya. Selanjutnya apakah fungsi, kegiatan-kegiatannya dapat di
gabung atau menjadi unit kerja yang telah ada. Langkah selanjutnya adalah
menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi atau pendidikan untuk menjamin mutu,
efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan/pelayanan ditiap unit kerja.
Data kepegawaian, standar profesi, standar pelayanan, fakta dan pengalaman
yang dimiliki oleh penanggung jawab unit kerja adalah sangat membantu proses
penetapan kategori SDM di tiap unit kerja di RS.
Untuk menghindari hambatan dan kesulitan perhitungan kebutuhan SDM
berdasarkan beban kerja, sebaiknya tidak menggunakan metode analisis jabatan untuk
44
menetapkan kategori SDM sesuai kompetensi yang dipersyaratkan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan/kegiatan di tiap unit kerja RS.
Tabel 2.6. Unit Kerja dan Kategori SDM
No Unit Kerja Sub Unit Kerja Kategori SDM A Instalasi Rawat Inap Rawat Inap Bedah Perawat B Instalasi Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam Perawat
3) Langkah Ketiga : Menyusun StandarBeban Kerja
Standart beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun
perkategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (rata-rata waktu) dan
waktu yang tersedia pertahun yang dimiliki oleh masing-masing kategori tenaga.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit bersifat individual, spesifik dan unik
sesuai karakteristik pasien (umur, jenis kelamin), jenis dan berat ringannya penyakit,
ada tidaknya komplikasi. Disamping itu harus mengacu pada standar pelayanan dan
standar operasional prosedur (SOP) serta penggunaan teknologi kedokteran dan
prasarana yang tersedia secara tepat guna. Oleh karena itu pelayanan RS
membutuhkan SDM yang memiliki bebagai jenis kompetensi, jumlah dan distribusi
tiap unit kerja sesuai beban kerja.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing-
masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut :
1. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja RS sebagaimana hasil yang telah
ditetapkan pada langkah kedua.
45
2. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku di RS
3. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk melaksanakan /
menyelesaikan berbagai pelayanan RS
4. Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unit kerja RS
Beban kerja masing–masing kategori SDM di tiap unit kerja RS, meliputi :
1. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing – masing kategori SDM
2. Rata – rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok
3. Standar beban kerja per 1 tahun masing –masing kategori SDM
Kegiatan Pokok
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagai jenis kegiatan sesuai standar
pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan/medik yang dilaksanakan oleh SDM kesehatan dengan kompetensi
tertentu.
Langkah selanjutnya untuk memudahkan dalam menetapkan beban kerja
masing-masing kategori SDM, perlu disusun kegiatan pokok serta jenis kegiatan
pelayanan, yang berkaitan langsung/tidak langsung dengan pelayanan kesehatan
perorangan.
Rata – Rata Waktu
Rata-rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu kegiatan pokok, oleh masing-masing kategori SDM pada tiap unit kerja.
Kebutuhan waktu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi
46
standar pelayanan, standar operasional prosedur ( SOP), sarana dan prasarana medik
yang tersedia serta kompetensi SDM.
Rata-rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama
bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data, rata-rata waktu yang cukup
akurat dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki
kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur
(SOP) dan memiliki etos kerja yang baik. Secara bertahap RS dapat melakukan studi
secara intensif untuk menyusun standar waktu yang dibutuhkan menyelesaikan tiap
kegiatan oleh masing-masing kategori SDM.
Standar Beban kerja
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 (satu)
tahun per kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya (waktu rata-rata) dan
waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masing-masing kategori SDM.
Rumus perhitungan standar beban kerja :
𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐁𝐁𝐁𝐁𝐁𝐁𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐒𝐒𝐊𝐊𝐒𝐒 = 𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐒𝐒𝐊𝐊𝐒𝐒 𝐓𝐓𝐁𝐁𝐒𝐒𝐓𝐓𝐁𝐁𝐒𝐒𝐓𝐓𝐒𝐒
𝐑𝐑𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 − 𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖 𝐏𝐏𝐁𝐁𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐖𝐖𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 − 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐊𝐊𝐓𝐓𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐏𝐏𝐏𝐏𝐖𝐖𝐏𝐏𝐖𝐖
4) Langkah Keempat : Penyusunan Standar Kelonggaran
Penyusunan standar kelongaran tujuannya adalah diperolehnya faktor
kelonggaran tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk
47
menyelesaikan suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi
rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan
wawancara kepada tiap kategori tentang :
1. Kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pasien,
misalnya ; rapat, penyusunan laporan kegiatan, penyusunan kebutuhan obat/
bahan habis pakai.
2. Frekwensi kegiatan dalam suatu hari, minggu, bulan
3. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan
Selama pengumpulan data kegiatan penyusunan standar beban kerja,
sebaiknya mulai dilakukan pencatatan tersendiri apabila ditemukan kegiatan yang
tidak dapat dikelompokkan atau sulit dihitung beban kerjanya karena tidak atau
kurang berkaitan dengan pelayanan pada pasien untuk selanjutnya digunakan sebagai
sumber data penyusunan faktor kelonggaran tiap kategori SDM.
Setelah faktor kelonggaran tiap kategori SDM diperoleh, langkah selanjutnya
adalah penyusunan Standar Kelonggaran dengan melakukan perhitungan berdasarkan
rumus di bawah ini:
S𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐊𝐊𝐏𝐏𝐒𝐒𝐊𝐊𝐊𝐊𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 = 𝐑𝐑𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 − 𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖 𝐏𝐏𝐁𝐁𝐒𝐒 − 𝐅𝐅𝐒𝐒𝐖𝐖𝐒𝐒𝐏𝐏𝐒𝐒 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐊𝐊𝐏𝐏𝐒𝐒𝐊𝐊𝐊𝐊𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒
𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐒𝐒𝐊𝐊𝐒𝐒 𝐓𝐓𝐁𝐁𝐒𝐒𝐓𝐓𝐁𝐁𝐒𝐒𝐓𝐓𝐒𝐒
5) Langkah Kelima : Perhitungan Kebutuhan SDM Per Unit Kerja
Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya
jumlah dan jenis/ kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1 (satu)
48
tahun.Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja
meliputi :
1. Data yang diperoleh dari langkah – langkah sebelumnya yaitu :
a. Waktu kerja tersedia
b. Standar beban kerja
c. Standar kelonggaran masing-masing kategori SDM
2. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahunan.
Kuantitas Kegiatan Pokok
Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data kegiatan
pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun waktu satu
tahun.Untuk penyusunan kuantitas kegiatan pelayanan instalasi rawat inap
dibutuhkan data dasar sebagai berikut :
1. Jumlah tempat tidur
2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 (satu) tahun
3. Rata-rata sensus harian
4. Rata- rata lama pasien dirawat (LOS)
Berdasarkan data dasar tersebut dapat dihitung kuantitas kegiatan pokok di
tiap Instalasi Rawat Inap dengan memperhatikan kebijakan operasional yang
berkaitan dengan kategori SDM dan tanggung jawabnya dalam pemeriksaan pasien,
tindakan medik rawat jalan, visite dan tindakan pada pasien rawat inap, misalnya :
1. Visite yang dilakukan Dokter Spesialis bagi seluruh pasien atau hanya pasien
baru (hari pertama) dan pasien pulang saja.
49
2. Tindakan kecil (sederhana, rendah resiko) dilakukan oleh Dokter Spesialis atau
Dokter Umum dengan tambahan kompetensi dan kewenangan tertentu.
Kuantitas kegiatan pokok sebagaimana diuraikan pada tabel ini merupakan
contoh untuk perhitungan beban kerja Instalasi rawat Inap yang diperoleh dengan
cara ekstrapolasi.
Tabel 2.7. Kuantitas Kegiatan Pokok Instalasi Rawat Inap
Kode Data Rawat Inap Instalasi Rawat Inap
Penyakit Dalam Bedah A Jumlah TT 150 100 B Pasien masuk rawat inap per tahun 6,388 4,260 C Rata – rata pasien per hari (sensus harian) 105 70 D Rata-rata lama hari rawat/LOS-(Cx365)/B 6 6,00 E Hari rawat per tahun –- (DxB) 38,325 25,550 F Rata-rata TT terpakai (BOR)- E/(Ax365) 70% 70% G Pasien baru per tahun –-- (B) 6,388 4,260 H Pasien lama per tahun---(E-B) 31,937 21,290
Kebutuhan SDM
Data kegiatan instalasi rawat Jalan dan rawat inap yang telah diperoleh (Tabel
dan Standar Beban Kerja dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk
perhitungan kebutuhan SDM di setiap tindakan dan unit kerja dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
𝐊𝐊𝐁𝐁𝐁𝐁𝐖𝐖𝐒𝐒𝐖𝐖𝐊𝐊𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 =𝐊𝐊𝐖𝐖𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐓𝐓𝐒𝐒𝐒𝐒𝐓𝐓 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐊𝐊𝐓𝐓𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐏𝐏𝐏𝐏𝐖𝐖𝐏𝐏𝐖𝐖
𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐁𝐁𝐁𝐁𝐁𝐁𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐒𝐒𝐊𝐊𝐒𝐒+ 𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐊𝐊𝐁𝐁𝐊𝐊𝐏𝐏𝐒𝐒𝐊𝐊𝐊𝐊𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒𝐒
50
2.7. Kerangka Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis beban kerja keperawatan untuk
memperkirakan kebutuhan tenaga perawat di bagian rawat inap umum RSUP. H.
Adam Malik Medan. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan pengembangan teori:
a. Rumah Sakit
Mendefinisikan arti rumah sakit, jenis-jenis rumah sakit, dan bagian-bagian
rumah sakit.
b. Rawat Inap Umum
Rawat inap umum merupakan salah satu bagian rumah sakit yang menjadi objek
penelitian ini. Pelayanan rawat inap adalah suatu bentuk perawatan, dimana
pasien dirawat dan tinggal dirumah sakit untuk jangka waktu tertentu.
c. Beban Kerja Keperawatan
Beban kerja keperawatan adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus
diselesaikan oleh tenaga keperawatan dalam satu tahun dalam satu sarana
pelayanan kesehatan (Kepmenkes No.81 Tahun 2004). Perhitungan beban kerja
dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada tenaga keperawatan bagian
rawat inap umum RSUP. H. Adam Malik Medan. Beban kerja dibagi menjadi 2
(dua) bagian yaitu : beban kerja keperawatan dan non keperawatan. Kemudian,
beban kerja dianalisis untuk menentukan tenaga keperawatan.
2. Tenaga Perawat
Perawat adalah orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik dalam
maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
51
berlaku. Penelitian ini memperkirakan kebutuhan tenaga keperawatan
berdasarkan beban kerja. Selain itu, juga diukur seberapa besar pengaruh beban
kerja terhadap kebutuhan tenaga keperawatan.
2.8. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
KebutuhanTenaga Perawat
dengan Metode Perkiraan :
- Metode Douglas
- Metode Gillies
Beban Kerja Perawat, melalui : - Wawancara - Observasi
- Metode (ABK)
Kemenkes, 2013