repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › chapter...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. INTENSI
2.1.1. Defenisi Intensi
Chaplin (1999) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu usaha untuk
mencapai tujuan tertentu. Sementara Kartono dan Gulo (1987) mendefinisikan
intensi sebagai tujuan untuk berbuat suatu hal. Warshaw dan Davis (1985)
mendefinisikan intensi sebagai kecenderungan individu untuk merancang suatu
perencanaan secara sadar untuk menampilkan atau tidak menampilkan maksud
tertentu. Jadi, intensi dapat dipahami sebagai rencana individu untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu.
Semua perilaku manusia didasarkan pada intensi karena intensi
merupakan indikasi seberapa keras usaha seseorang untuk menampilkan suatu
perilaku. Kerasnya usaha seseorang untuk melakukan suatu perilaku merupakan
prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Intensi dijelaskan dalam
theory of planned behavior yang merupakan pengembangan dari theory of
reasoned action. Menurut Ajzen (1991) yang menjadi faktor utama dalam theory
of planned behavior ini adalah intensi seseorang untuk memunculkan suatu
perilaku. Intensi diasumsikan untuk menggambarkan faktor yang memotivasi dan
mempengaruhi perilaku, seperti mengindikasikan seberapa keras individu akan
mencoba menampilkan perilaku serta seberapa besar usaha yang direncanakan
untuk menampilkan perilaku. Intensi merupakan prediktor terbaik dari munculnya
Universitas Sumatera Utara
14
suatu perilaku sehingga apabila kita ingin mengetahui apa yang akan dilakukan
seseorang maka cara terbaik untuk memprediksinya adalah dengan mengetahui
intensi orang tersebut.
2.1.2. Faktor-Faktor Intensi
Ajzen (2005) mengemukakan intensi merupakan fungsi dari tiga faktor
yaitu faktor personal, faktor sosial, dan faktor kontrol / kendali. Faktor personal
merupakan sikap individu terhadap perilaku berupa evaluasi positif atau negatif
terhadap perilaku yang akan ditampilkan. Faktor sosial diistilahkan dengan kata
norma subjektif yang meliputi persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Yang terakhir merupakan faktor
kendali yang disebut perceived behavioral control yang merupakan perasaan
individu akan mudah atau sulitnya menampilkan perilaku tertentu. Hubungan
antara intensi dan ketiga faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat dalam
gambar berikut ini.
Umumnya, seseorang menunjukkan intensi terhadap suatu perilaku jika
mereka telah mengevaluasinya secara positif, mengalami tekanan sosial untuk
Universitas Sumatera Utara
15
melakukannya, dan ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki kesempatan
dan mampu untuk melakukannya. Sehingga dengan menguatnya intensi
seseorang terhadap perilaku tersebut, maka kemungkinan individu untuk
menampilkan perilaku juga semakin besar (Ajzen, 2005).
2.1.3. Aspek-Aspek Intensi
Intensi memiliki 4 aspek yang mendasarinya yaitu target, action, context,
dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu
perilaku. Misalnya, menampilkan perilaku belajar untuk mencapai prestasi.
Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku.
Misalnya, membuka buku merupakan aksi yang dilakukan ketika hendak
menampilkan perilaku belajar. Context mengacu pada situasi yang akan
memunculkan perilaku. Misalnya, ketika berada di tempat yang tenang dapat
membangkitkan niat belajar. Dan yang terakhir adalah time yaitu waktu
munculnya perilaku, misalnya belajar pada minggu sebelum ujian akhir.
2.2. SIKAP
2.2.1. Defenisi Sikap
Sikap atau attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal atau suatu objek.
Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan, 2004). Oleh karena itu, suatu
perbuatan ataupun perilaku dapat diprediksi dari adanya sikap (Dayakisni &
Hudaniah, 2003). Menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang
Universitas Sumatera Utara
16
berlangsung dalam diri seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu
yang akan mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan
situasi (dalam Sarwono, 2009). Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat
afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (dalam Azwar,
2007). Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah
evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek
atau isu-isu (dalam Azwar, 2007).
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan suatu bentuk evaluasi seseorang untuk bereaksi secara bipolar
yakni positif maupun negatif terhadap objek tertentu yang dibentuk dari interaksi
antara komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan
representasi apa yang dipercayai oleh individu yang berisi kepercayaan atau
stereotipe mengenai suatu hal. Komponen ini merupakan respon yang sangat
spesifik, misalnya bagaimana respon individu terhadap suatu produk atau jasa.
Kedua, komponen afektif yang merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap. Komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu misalnya perasaan individu ketika melihat,
mendengar, merasa, ataupun menggunakan barang atau jasa. Yang terakhir
adalah komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan untuk
berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi
tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu
dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2011).
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Ajzen (2005) sikap merupakan evaluasi individu baik positif
maupun negatif terhadap objek sikap yang berupa benda, institusi, orang,
kejadian, perilaku, maupun minat tertentu. Sikap ditentukan dari evaluasi
seseorang mengenai konsekuensi suatu perilaku yang diasosiasikan dengan suatu
perilaku dan dengan melihat kuatnya hubungan antara konsekuensi tersebut
dengan suatu perilaku. Maka dapat disimpulkan bahwa jika seseorang memiliki
belief yang kuat bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang
positif, maka sikap terhadap perilaku tersebut juga akan positif. Tetapi jika belief
terhadap perilaku tersebut negatif, maka sikap yang terbentuk terhadap suatu
perilaku tersebut juga negatif. Beliefs terhadap suatu objek dapat dibentuk secara
langsung melalui hasil observasi, maupun secara tidak langsung melalui
informasi dari sumber lain seperti teman, televisi, koran, buku, dan lain-lain.
2.2.2. Aspek Sikap
Berdasarkan theory of planned behavior, sikap individu terhadap suatu
perilaku diperoleh dari aspek behavioral beliefs dan outcome evaluation.
Behavioral belief merupakan kepercayaan individu akan konsekuensi yang
dihasilkan bila ia menampilkan suatu perilaku. Sementara outcome evaluation
merupakan penilaian individu terhadap konsekuensi atau hasil dari perilaku yang
ditampilkan. Individu yang yakin bahwa dengan menampilkan suatu perilaku
akan menghasilkan konsekuensi yang positif, akan memiliki kecenderungan yang
besar untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Hubungan kedua aspek
diatas dapat digambarkan dalam persamaan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
18
𝐴𝐴𝐵𝐵 ∝�𝑏𝑏𝑖𝑖𝑒𝑒𝑖𝑖
Persamaan diatas menjelaskan bahwa 𝐴𝐴𝐵𝐵 merupakan sikap terhadap suatu
perilaku yang merupakan hasil kali dari 𝑏𝑏𝑖𝑖 sebagai behavioral belief dan 𝑒𝑒𝑖𝑖
sebagai evaluation of outcome.
2.3. NORMA SUBJEKTIF
2.3.1. Defenisi Norma Subjektif
Norma merupakan peraturan atau kebiasaan berdasarkan apa yang
dipikirkan dan dilakukan, apa yang baik dan tidak baik di dalam suatu kelompok
sosial. Dapat dikatakan bahwa norma merupakan standar untuk berperilaku
secara normal di dalam masyarakat. Norma merupakan harapan bersama tentang
bagaimana seseorang harus berperilaku dalam kelompok (Burn, 2004).
Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai persepsi individu
terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu
perilaku. Norma subjektif dapat dikatakan sebagai dorongan sosial yang
menentukan seseorang untuk melakukan perilaku. Ketika individu ingin
menampilkan perilaku, ia akan menyesuaikan perilaku tersebut dengan norma
kelompoknya sehingga kecenderungan untuk menampilkan perilaku akan
semakin besar jika kelompok bisa menerima perilaku tersebut. Kelompok ini bisa
saja berupa orangtua, saudara, teman dekat, dan orang yang berkaitan dengan
perilaku tersebut.
Universitas Sumatera Utara
19
2.3.2. Aspek Norma Subjektif
Menurut theory of planned behavior (Ajzen, 2005), norma subjektif
ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan
untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif (normative belief)
berkenaan dengan keyakinan individu apakah orang-orang terdekat individu
(significant other) mendukung atau menolak tampilnya perilaku. Keyakinan
normatif diperoleh dari significant other tentang apakah individu perlu, harus,
atau dilarang melakukan perilaku tertentu dan dari individu yang berhubungan
dengan perilaku tersebut. Motivation to comply adalah motivasi individu untuk
menampilkan perilaku yang diharapkan significant other. Seseorang yang percaya
bahwa ketika significant other menyetujui suatu perilaku, maka hal itu akan
menjadi tekanan sosial bagi individu untuk melakukan perilaku tersebut. Begitu
pula sebaliknya, ketika significant other tidak menerima suatu perilaku maka hal
itu akan menjadi tekanan sosial bagi individu untuk menjauhi dan tidak melakukan
perilaku tersebut.
Hubungan antara dua aspek norma subjektif diatas dapat digambarkan
pada persamaan berikut ini :
𝑆𝑆𝑆𝑆 ∝�𝑛𝑛𝑖𝑖𝑚𝑚𝑖𝑖
Persaman tersebut menggambarkan SN yang merupakan subjective norm
dipengaruhi oleh gabungan faktor 𝑛𝑛𝑖𝑖 yang merupakan normative belief dan 𝑚𝑚𝑖𝑖
yang merupakan motivation to comply.
Universitas Sumatera Utara
20
2.4. PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL
2.4.1. Defenisi Perceived Behavioral Control
Ajzen (2005) mengungkapkan perceived behavior control atau kontrol
perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor yang
memfasilitasi atau menghalangi tampilnya suatu perilaku. Keyakinan ini mungkin
didasari oleh pengalaman masa lalu namun biasanya dipengaruhi oleh informasi
sekunder seperti informasi yang diobservasi individu dari pengalaman kenalan,
teman, dan faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi intensitas
berperilaku. Semakin banyak sumber daya dan kesempatan individu maka
semakin kuat kontrol perilaku yang dimilikinya. Dengan kata lain, kontrol
perilaku merupakan persepsi mengenai mampu atau tidaknya maupun mudah atau
sulitnya individu menampilkan perilaku.
Menurut theory of planned behavior, perceived behavior control bersama-
sama dengan intensi dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi
munculnya perilaku. Ada dua alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Yang
pertama, intensi untuk memunculkan perilaku akan lebih berhasil jika disertai
dengan adanya perceived behavior control. Misalnya, ada dua orang yang
memiliki intensi yang sama kuatnya untuk belajar bermain ski. Ketika keduanya
mencoba melakukannya, orang yang yakin bahwa ia mampu melakukan akan
lebih berhasil daripada orang kedua yang tidak yakin bahwa ia mampu untuk
bermain ski. Yang kedua, adanya hubungan langsung antara perceived behavior
control dengan munculnya perilaku, dimana perceived behavior control dapat
digunakan untuk mengukur kontrol aktual.
Universitas Sumatera Utara
21
2.4.2. Aspek Perceived Behavioral Control
Kontrol perilaku ditentukan oleh control beliefs dan power of control
beliefs (Ajzen, 2005). Control beliefs merupakan persepsi individu apakah ia
mampu atau tidak mampu dalam menampilkan suatu perilaku. Sedangkan power
of control beliefs merupakan derajat seberapa besar faktor kontrol tersebut
mempengaruhi keputusan seseorang untuk menampilkan perilaku, apakah faktor
kontrol tersebut dapat memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku.
Hubungan antara dua aspek perceived behavior control diatas dapat digambarkan
dalam persamaan berikut :
𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃 ∝�𝑐𝑐𝑖𝑖𝑝𝑝𝑖𝑖
Persamaan diatas menunjukkan bahwa PBC dipengaruhi oleh gabungan
dari 𝑐𝑐𝑖𝑖 yang merupakan control belief dan 𝑝𝑝𝑖𝑖 yang merupakan power of control
yang memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku.
2.5. FITNESS CENTER
Fitness adalah kegiatan olahraga pembentukan otot-otot tubuh/fisik yang
dilakukan secara rutin dan berkala, yang bertujuan untuk menjaga vitalitas tubuh
dan berlatih disiplin. Untuk menjaga kedisplinan olahraga tersebut, dibuatlah
suatu fasilitas olahraga indoor yang disebut fitness center. Fitness center
merupakan suatu tempat yang didalamnya terdapat fasilitas dan perlengkapan
untuk melatih dan meningkatkan aktivitas olahraga. Banyak aktivitas fisik yang
Universitas Sumatera Utara
22
ditawarkan dalam fitness center diantaranya adalah senam aerobik, body
language, salsa, taebo, dance, body building, yoga, dan sauna (Cleopatra Fitness,
2001).
Menurut Department of Commerce Australia (2000), fitness center
merupakan suatu fasilitas indoor yang menyediakan berbagai program dan alat-
alat kesehatan serta adanya aktivitas fisik berupa latihan kebugaran, baik aktivitas
tersebut dilakukan secara perorangan maupun per individu. Jadi, suatu tempat
sudah bisa dikatakan fitness center jika meliputi hal-hal berikut ini :
1. Latihan fisik yang terstruktur
2. Adanya instruktur yang memandu sesi latihan kelompok, kelas aerobik,
maupun program lifestyle
3. Personal trainers atau pelatih fitness yang melayani pelanggan
4. Tersedianya fasilitas-fasilitass fitness atau gym yang dapat digunakan
pelanggan secara umum
5. Terkadang terdapat fasilitas seperti kolam renang ataupun jacuzzi yang
menyediakan jasa aquarobics atau jasa lainnya namun hal ini hanya sebagai
sarana tambahan saja.
Fasilitas yang terdapat di fitness center adalah sarana olahraga dan
penunjang prasarana olahraga. Prasarana olahraga digunakan untuk memenuhi
aktivitas olahraga seperti alat-alat kardio, studio senam dan aerobik, free weight,
dan machine weight. Sementara perlengkapan prasarana digunakan untuk
membantu kegiatan olahraga dan perlengkap fasilitas olahraga seperti personal
trainer, lounge, sauna, steam, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
23
Menurut Sharkey dan Gaskill (2007) berdasarkan segmentasi pengunjung,
fitness center dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Public fitness club
Fitness ini disediakan untuk masyarakat umum yang bersedia menjadi
anggota atau pengunjung yang membayar. Perlengkapan dan fasilitas yang
disediakan public fitness club biasanya merupakan perlengkapan umum
dengan fasilitas standar.
b. Executive fitness club
Executive fitness club disediakan bagi anggota tertentu yang tingkatannya
lebih tinggi daripada public fitness club. Iuran keanggotaan pada klub ini
lebih mahal dengan membidik pasaran dari kalangan eksekutif. Peralatan
serta fasilitas yang disediakan lebih bervariasi dan terspesifikasi. Biasanya,
executive fitness club berada di kawasan perbelanjaan dan perkantoran.
c. Luxurious fitness club
Luxurious fitness club dikhususkan bagi anggota tertentu yang membutuhkan
ruang lebih privat denga variasi fasilitas yang lebih lengkap dan pelayanan
terbaik. Luxurious fitness club biasanya berada di hotel berbintang lima,
apartemen, dan kawasan ekslusif di pusat kota.
d. Body builders club
Body builders dikhususkan bagi pria yang ingin memfokuskan diri pada
pembentukan tubuh tertentu dengan menggunakan alat berat yang khusus
untuk profesional. Ruangan pada body builders club ini tidak terlalu besar
Universitas Sumatera Utara
24
dan biasanya dikhususkan bagi pria dan wanita yang ingin memiliki tubuh
layaknya binaraga.
2.6. DINAMIKA
2.6.1. Dinamika Sikap terhadap Intensi
Menurut Thurstone, sikap merupukan derajat positif atau negatif terhadap
suatu objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Sikap merupakan penilaian positif-
negatif, suka-tidak suka, maupun benar-salah terhadap suatu objek tertentu.
Dalam theory of planned behavior, Ajzen (2005) mengungkapkan sikap adalah
evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi,
kejadian, perilaku atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap ditentukan oleh
behavioral beliefs dimana jika individu mengevaluasi bahwa suatu perilaku
memiliki konsekuensi yang baik, maka individu memiliki intensi yang lebih besar
untuk melakukan perilaku tersebut serta outcome evaluation berupa penilaian
individu terhadap suatu perilaku, yang apabila perilaku tersebut berkonsekuensi
positif maka ia akan cenderung untuk menampilkannya, dan sebaliknya.
Sikap akan mempengaruhi intensi seseorang yang nantinya akan berakibat
apakah individu akan menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Hal ini
dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mashithoh (2009) menemukan
bahwa pengunjung Taman Mini Indonesia Indah memiliki penilaian yang positif
terhadap atribut yang ditawarkan manajemen TMII. Sikap menunjukkan
pengaruh yang searah terhadap intensi pengunjung, yang berarti semakin positif
penilaian pengunjung terhadap atribut yang ditawarkan manajemen TMII maka
Universitas Sumatera Utara
25
semakin besar minat pengunjung untuk berkunjung ke TMII. Penelitian lain
dilakukan oleh Arimoerti (2000) bahwa sikap secara positif mempengaruhi
intensi seseorang untuk menggunakan jasa psikologi. Jadi, semakin positif sikap
seseorang terhadap pelayanan psikologi maka semakin tinggi intensi orang
tersebut untuk melakukan konsultasi pada jasa psikologi . Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011) juga menunjukkan bahwa sikap
secara signifikan memberi pengaruh atau sumbangan terhadap intensi membeli
buku referensi kuliah illegal.
Berdasarkan penelitian diatas dan didukung oleh penelitian Ajzen (2005)
dalam Theory of Planned Behavior, maka dapat dilihat bahwa sikap memiliki
peran dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku,
dimana dalam penelitian ini perilaku menggunakan jasa fitness. Semakin positif
sikap seseorang terhadap fitness center maka semakin tinggi intensi orang
tersebut untuk menggunakan jasa fitness. Sebaliknya, semakin negatif sikap
seseorang terhadap fitness center maka semakin rendah pula intensi orang
tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2.6.2. Dinamika Norma Subjektif terhadap Intensi
Norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial
untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif
yang berasal dari significant others atau orang-orang terdekat seperti orang tua,
pasangan, saudara, serta teman dekat yang akan mempengaruhi intensi individu
dalam menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Norma subjektif dapat
Universitas Sumatera Utara
26
dikatakan sebagai dorongan sosial yang menentukan seseorang untuk melakukan
atau tidak melakukan perilaku (Ajzen, 2005).
Ajzen (2005) mengemukakan bahwa norma subjektif ditentukan oleh
adanya keyakinan normatif (normative belief) berupa keyakinan akan harapan-
harapan orang yang berada di sekitar individu untuk menampilkan atau tidak
menampilkan perilaku. Selain keyakinan normatif, norma subjektif juga
ditentukan oleh keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) yang berupa
dorongan sosial yang memotivasi individu untuk menampilkan perilaku sesuai
dengan kepercayaannya terhadap harapan orang-orang di sekitarnya. Jika
individu percaya bahwa significant others mengharapkan ia harus melakukan
suatu perilaku dan ia termotivasi untuk mewujudkan harapan significant other
tersebut, maka individu akan memiliki intensi yang tinggi untuk menampilkan
perilaku. Sebaliknya jika individu percaya bahwa significant others tidak
menyukai atau melarang individu melakukan suatu perilaku dan ia terdorong
untuk menjauhi perilaku tersebut, maka intensi individu akan berkurang dalam
menampilkan perilaku.
Penelitian yang dilakukan oleh Fausiah, Muis, dan Atjo (2013)
menemukan bahwa norma subjektif memiliki pengaruh yang searah terhadap
intensi karyawan untuk berperilaku K3, yang berarti semakin tinggi pengaruhh
rujukan sosial di lingkungan kerja unit PLTD PT. PLN (Persero) Sektor Tello
maka diharapkan pula semakin tinggin intensi karyawan untuk berperilaku K3.
Penelitian lain dilakukan oleh Priaji (2011) bahwa norma subjektif secara positif
mempengaruhi intensi menabung di bank syariah secara signifikan. Jadi, semakin
Universitas Sumatera Utara
27
tinggi rujukan sosial yang diberikan pada individu untuk menabung di bank
syariah maka semakin besar intensinya untuk melakukan hal tersebut. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Rochmawati (2012) menemukan bahwa norma
subjektif berpengaruh terhadap intensi untuk menggunakan kartu kredit pada PNS
di lingkungan Universitas Brawijaya. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
bahwa nasehat atau saran dari significant other menjadi salah satu pertimbangan
individu untuk melakukan suatu perilaku.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat
dilihat bahwa norma subjektif memiliki peran dalam mempengaruhi intensi
seseorang untuk menampilkan perilaku, dimana dalam penelitian ini perilaku
menggunakan jasa fitness. Ketika norma subjektif yang ada di sekitar individu
mendukung untuk menggunakan jasa fitness maka semakin tinggi intensi
seseorang menampilkan perilaku menggunakan jasa fitness. Sebaliknya, jika
norma subjektif tidak mendukung seseorang untuk menggunakan jasa fitness
maka semakin rendah pula intensi orang tersebut dalam menampilkan perilaku
menggunakan jasa fitness.
2.6.3. Dinamika Perceived Behavior Control terhadap Intensi
Perceived behavior control merupakan keyakinan individu tentang ada
atau tidaknya faktor yang mendukung atau menghalangi tampilnya perilaku.
Keyakinan ini bisa saja didasari oleh pengalaman masa lalu ataupun informasi
sekunder tentang perilaku seperti informasi yang didapatkan dengan
mengobservasi pengalaman kenalan, teman, keluarga, dan lain-lain yang nantinya
dapat meningkatkan atau mengurangi intensi berperilaku. Perceived behavior
Universitas Sumatera Utara
28
control ditentukan oleh keyakinan seseorang mengenai faktor pendukung atau
penghambat untuk melakukan suatu perilaku (control beliefs). semakin banyak
faktor yang memfasilitasi untuk menampilkan perilaku seperti kesempatan
ataupun sumberdaya, maka semakin besar intensi individu untuk menampilkan
perilaku (Ajzen, 2005).
Perceived behavior control juga ditentukan oleh derajat seberapa besar
faktor-faktor kontrol tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk
melakukan perilaku tersebut atau tidak (power of control belief). Bila individu
merasa mudah untuk menampilkan perilaku maka semakin besarlah intensinya,
sebaliknya jika individu merasa perilaku tersebut sulit untuk ditampilkan maka
semakin kecil intensi individu untuk menampilkan perilaku tersebut (Ajzen,
2005).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh
perceived behavior control terhadap intensi. Penelitian yang dilakukan oleh
Mashithoh (2009) menemukan bahwa perceived behavior control mempengaruhi
intensi atau minat seseorang untuk mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mas’ud (2012) menunjukkan bahwa
perceived behavioral control yang dimiliki nasabah bank berpengaruh signifikan
dan positif terhadap keinginan menggunakan ATM. Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin baik kontrol prilaku yang dipersepsikan nasabah bank terhadap
produk layanan bank, maka keinginan untuk menggunakan ATM BCA semakin
meningkat. Sementara, penelitian yang dilakukan oleh Huda, Rini, Mardoni, dan
Universitas Sumatera Utara
29
Putra (2012) menunjukkan bahwa intensi untuk membayar zakat dipengaruhi
perceived behavior control secara signifikan.
Kesimpulan yang didapat dari Theory of Planned Behavior oleh Ajzen
(2005) dan hasil dari penelitan-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa
perceived behavior control berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang
untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Semakin tinggi perceived
behavior control yang dimiliki seseorang terhadap perilaku penggunaan jasa
fitness, maka semakin tinggi intensinya untuk menggunakan jasa fitness, dan
sebaliknya, jika semakin rendah perceived behavior control seseorang, maka
intensinya untuk menggunakan jasa fitness semakin rendah.
2.6.4. Dinamika Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavior Control
terhadap Intensi
Intensi didefinisikan sebagai maksud, keinginan, pamrih, tujuan untuk
mencapai suatu tujuan (Chaplin, 1999). Intensi berfungsi untuk memprediksi
perilaku yang akan dimunculkan oleh individu sehingga dapat dikatakan bahwa
intensi merupakan prediktor munculnya perilaku tertentu (Ajzen, 2005).Semakin
besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar juga kemungkinan
seseorang untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.
Ajzen (2005) menyatakan terdapat 3 aspek yang mempengaruhi intensi
seseorang untuk menampilkan suatu perilaku, yaitu sikap, norma subjektif, dan
perceived behavior control. Sikap merupakan evaluasi positif dan negatif tentang
suatu perilaku, jika individu memiliki sikap positif terhadap perilaku maka
Universitas Sumatera Utara
30
intensinya semakin besar untuk memunculkan perilaku tersebut. Norma subjektif
merupakan persepsi terhadap dorongan sosial untuk memunculkan suatu perilaku,
jika lingkungan sosial individu mendukung untuk memunculkan perilaku maka
semakin besar intensi individu memunculkan perilaku tersebut. Perceived
behavioral control merupakan keyakinan individu terhadap faktor yang
mendukung atau menghalangi perilaku, semakin tinggi faktor pendukung atau
semakin rendah faktor yang menghalangi munculnya perilaku maka semakin
besar intensi individu dalam menampilkan perilaku tersebut.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat bagaimana sikap,
norma subjektif, dan perceived behavior mempengaruhi intensi berperilaku. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Maradhona (2009) menunjukkan bahwa sikap,
norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersamaan mempengaruhi
intensi kepatuhan konsumen dalam membayar tagihan telepon. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif,
dan perceived behavior control secara bersamaan dan signifikan mempengaruhi
intensi menggunakan bus Transjakarta pada karyawan Plaza Mandiri yang
memiliki kendaraan pribadi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahmah
(2011) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavior
control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi membeli buku secara
ilegal pada mahasiswa.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap, norma subjektif,
dan perceived behavior control memiliki peran dalam intensi seseorang
melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini akan dilihat intensi
Universitas Sumatera Utara
31
seseorang untuk menggunakan jasa fitness. Semakin positif sikap, norma
subjektif yang mendukung, dan perceived behavior control yang positif terhadap
perilaku penggunaan jasa fitness, maka intensi orang tersebut akan semakin
tinggi untuk menggunakan jasa fitness, dan sebaliknya, semakin negatif sikap,
norma subjektif yang tidak mendukung, dan perceived behavior control negatif
seseorang terhadap penggunaan jasa fitness, maka akan semakin rendah juga
intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2.7. HIPOTESIS
2.7.1. Hipotesis Utama :
Sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersama-
sama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi penggunaan jasa fitness.
Semakin positif sikap, semakin tinggi norma subjektif, dan semakin besar
perceived behavior control yang dimiliki seseorang, maka semakin kuat intensi
orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2.7.2. Hipotesis Tambahan :
1. Sikap berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa fitness.
Semakin positif sikap seseorang terhadap perilaku menggunakan jasa fitness,
maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.
2. Norma subjektif berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa
fitness. Semakin banyak dukungan yang didapatkan seseorang untuk
Universitas Sumatera Utara
32
menggunakan jasa fitness, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk
menggunakan jasa fitness.
3. Perceived behavioral control berperan secara signifikan terhadap intensi
penggunaan jasa fitness. Semakin besar kendali yang dimiliki seseorang
untuk menggunakan jasa fitness, maka semakin kuat intensi orang tersebut
untuk menggunakan jasa fitness.
Universitas Sumatera Utara