repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › chapter...

20
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI 2.1.1. Defenisi Intensi Chaplin (1999) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara Kartono dan Gulo (1987) mendefinisikan intensi sebagai tujuan untuk berbuat suatu hal. Warshaw dan Davis (1985) mendefinisikan intensi sebagai kecenderungan individu untuk merancang suatu perencanaan secara sadar untuk menampilkan atau tidak menampilkan maksud tertentu. Jadi, intensi dapat dipahami sebagai rencana individu untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Semua perilaku manusia didasarkan pada intensi karena intensi merupakan indikasi seberapa keras usaha seseorang untuk menampilkan suatu perilaku. Kerasnya usaha seseorang untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Intensi dijelaskan dalam theory of planned behavior yang merupakan pengembangan dari theory of reasoned action. Menurut Ajzen (1991) yang menjadi faktor utama dalam theory of planned behavior ini adalah intensi seseorang untuk memunculkan suatu perilaku. Intensi diasumsikan untuk menggambarkan faktor yang memotivasi dan mempengaruhi perilaku, seperti mengindikasikan seberapa keras individu akan mencoba menampilkan perilaku serta seberapa besar usaha yang direncanakan untuk menampilkan perilaku. Intensi merupakan prediktor terbaik dari munculnya Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. INTENSI

2.1.1. Defenisi Intensi

Chaplin (1999) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu usaha untuk

mencapai tujuan tertentu. Sementara Kartono dan Gulo (1987) mendefinisikan

intensi sebagai tujuan untuk berbuat suatu hal. Warshaw dan Davis (1985)

mendefinisikan intensi sebagai kecenderungan individu untuk merancang suatu

perencanaan secara sadar untuk menampilkan atau tidak menampilkan maksud

tertentu. Jadi, intensi dapat dipahami sebagai rencana individu untuk

menampilkan suatu perilaku tertentu.

Semua perilaku manusia didasarkan pada intensi karena intensi

merupakan indikasi seberapa keras usaha seseorang untuk menampilkan suatu

perilaku. Kerasnya usaha seseorang untuk melakukan suatu perilaku merupakan

prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Intensi dijelaskan dalam

theory of planned behavior yang merupakan pengembangan dari theory of

reasoned action. Menurut Ajzen (1991) yang menjadi faktor utama dalam theory

of planned behavior ini adalah intensi seseorang untuk memunculkan suatu

perilaku. Intensi diasumsikan untuk menggambarkan faktor yang memotivasi dan

mempengaruhi perilaku, seperti mengindikasikan seberapa keras individu akan

mencoba menampilkan perilaku serta seberapa besar usaha yang direncanakan

untuk menampilkan perilaku. Intensi merupakan prediktor terbaik dari munculnya

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

14

suatu perilaku sehingga apabila kita ingin mengetahui apa yang akan dilakukan

seseorang maka cara terbaik untuk memprediksinya adalah dengan mengetahui

intensi orang tersebut.

2.1.2. Faktor-Faktor Intensi

Ajzen (2005) mengemukakan intensi merupakan fungsi dari tiga faktor

yaitu faktor personal, faktor sosial, dan faktor kontrol / kendali. Faktor personal

merupakan sikap individu terhadap perilaku berupa evaluasi positif atau negatif

terhadap perilaku yang akan ditampilkan. Faktor sosial diistilahkan dengan kata

norma subjektif yang meliputi persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk

menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Yang terakhir merupakan faktor

kendali yang disebut perceived behavioral control yang merupakan perasaan

individu akan mudah atau sulitnya menampilkan perilaku tertentu. Hubungan

antara intensi dan ketiga faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat dalam

gambar berikut ini.

Umumnya, seseorang menunjukkan intensi terhadap suatu perilaku jika

mereka telah mengevaluasinya secara positif, mengalami tekanan sosial untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

15

melakukannya, dan ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki kesempatan

dan mampu untuk melakukannya. Sehingga dengan menguatnya intensi

seseorang terhadap perilaku tersebut, maka kemungkinan individu untuk

menampilkan perilaku juga semakin besar (Ajzen, 2005).

2.1.3. Aspek-Aspek Intensi

Intensi memiliki 4 aspek yang mendasarinya yaitu target, action, context,

dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu

perilaku. Misalnya, menampilkan perilaku belajar untuk mencapai prestasi.

Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku.

Misalnya, membuka buku merupakan aksi yang dilakukan ketika hendak

menampilkan perilaku belajar. Context mengacu pada situasi yang akan

memunculkan perilaku. Misalnya, ketika berada di tempat yang tenang dapat

membangkitkan niat belajar. Dan yang terakhir adalah time yaitu waktu

munculnya perilaku, misalnya belajar pada minggu sebelum ujian akhir.

2.2. SIKAP

2.2.1. Defenisi Sikap

Sikap atau attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal atau suatu objek.

Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan, 2004). Oleh karena itu, suatu

perbuatan ataupun perilaku dapat diprediksi dari adanya sikap (Dayakisni &

Hudaniah, 2003). Menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

16

berlangsung dalam diri seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu

yang akan mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan

situasi (dalam Sarwono, 2009). Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat

afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (dalam Azwar,

2007). Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah

evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek

atau isu-isu (dalam Azwar, 2007).

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa

sikap merupakan suatu bentuk evaluasi seseorang untuk bereaksi secara bipolar

yakni positif maupun negatif terhadap objek tertentu yang dibentuk dari interaksi

antara komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan

representasi apa yang dipercayai oleh individu yang berisi kepercayaan atau

stereotipe mengenai suatu hal. Komponen ini merupakan respon yang sangat

spesifik, misalnya bagaimana respon individu terhadap suatu produk atau jasa.

Kedua, komponen afektif yang merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai

komponen sikap. Komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki

seseorang terhadap sesuatu misalnya perasaan individu ketika melihat,

mendengar, merasa, ataupun menggunakan barang atau jasa. Yang terakhir

adalah komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan untuk

berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi

tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu

dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

17

Menurut Ajzen (2005) sikap merupakan evaluasi individu baik positif

maupun negatif terhadap objek sikap yang berupa benda, institusi, orang,

kejadian, perilaku, maupun minat tertentu. Sikap ditentukan dari evaluasi

seseorang mengenai konsekuensi suatu perilaku yang diasosiasikan dengan suatu

perilaku dan dengan melihat kuatnya hubungan antara konsekuensi tersebut

dengan suatu perilaku. Maka dapat disimpulkan bahwa jika seseorang memiliki

belief yang kuat bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang

positif, maka sikap terhadap perilaku tersebut juga akan positif. Tetapi jika belief

terhadap perilaku tersebut negatif, maka sikap yang terbentuk terhadap suatu

perilaku tersebut juga negatif. Beliefs terhadap suatu objek dapat dibentuk secara

langsung melalui hasil observasi, maupun secara tidak langsung melalui

informasi dari sumber lain seperti teman, televisi, koran, buku, dan lain-lain.

2.2.2. Aspek Sikap

Berdasarkan theory of planned behavior, sikap individu terhadap suatu

perilaku diperoleh dari aspek behavioral beliefs dan outcome evaluation.

Behavioral belief merupakan kepercayaan individu akan konsekuensi yang

dihasilkan bila ia menampilkan suatu perilaku. Sementara outcome evaluation

merupakan penilaian individu terhadap konsekuensi atau hasil dari perilaku yang

ditampilkan. Individu yang yakin bahwa dengan menampilkan suatu perilaku

akan menghasilkan konsekuensi yang positif, akan memiliki kecenderungan yang

besar untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Hubungan kedua aspek

diatas dapat digambarkan dalam persamaan berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

18

𝐴𝐴𝐵𝐵 ∝�𝑏𝑏𝑖𝑖𝑒𝑒𝑖𝑖

Persamaan diatas menjelaskan bahwa 𝐴𝐴𝐵𝐵 merupakan sikap terhadap suatu

perilaku yang merupakan hasil kali dari 𝑏𝑏𝑖𝑖 sebagai behavioral belief dan 𝑒𝑒𝑖𝑖

sebagai evaluation of outcome.

2.3. NORMA SUBJEKTIF

2.3.1. Defenisi Norma Subjektif

Norma merupakan peraturan atau kebiasaan berdasarkan apa yang

dipikirkan dan dilakukan, apa yang baik dan tidak baik di dalam suatu kelompok

sosial. Dapat dikatakan bahwa norma merupakan standar untuk berperilaku

secara normal di dalam masyarakat. Norma merupakan harapan bersama tentang

bagaimana seseorang harus berperilaku dalam kelompok (Burn, 2004).

Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai persepsi individu

terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu

perilaku. Norma subjektif dapat dikatakan sebagai dorongan sosial yang

menentukan seseorang untuk melakukan perilaku. Ketika individu ingin

menampilkan perilaku, ia akan menyesuaikan perilaku tersebut dengan norma

kelompoknya sehingga kecenderungan untuk menampilkan perilaku akan

semakin besar jika kelompok bisa menerima perilaku tersebut. Kelompok ini bisa

saja berupa orangtua, saudara, teman dekat, dan orang yang berkaitan dengan

perilaku tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

19

2.3.2. Aspek Norma Subjektif

Menurut theory of planned behavior (Ajzen, 2005), norma subjektif

ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan

untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif (normative belief)

berkenaan dengan keyakinan individu apakah orang-orang terdekat individu

(significant other) mendukung atau menolak tampilnya perilaku. Keyakinan

normatif diperoleh dari significant other tentang apakah individu perlu, harus,

atau dilarang melakukan perilaku tertentu dan dari individu yang berhubungan

dengan perilaku tersebut. Motivation to comply adalah motivasi individu untuk

menampilkan perilaku yang diharapkan significant other. Seseorang yang percaya

bahwa ketika significant other menyetujui suatu perilaku, maka hal itu akan

menjadi tekanan sosial bagi individu untuk melakukan perilaku tersebut. Begitu

pula sebaliknya, ketika significant other tidak menerima suatu perilaku maka hal

itu akan menjadi tekanan sosial bagi individu untuk menjauhi dan tidak melakukan

perilaku tersebut.

Hubungan antara dua aspek norma subjektif diatas dapat digambarkan

pada persamaan berikut ini :

𝑆𝑆𝑆𝑆 ∝�𝑛𝑛𝑖𝑖𝑚𝑚𝑖𝑖

Persaman tersebut menggambarkan SN yang merupakan subjective norm

dipengaruhi oleh gabungan faktor 𝑛𝑛𝑖𝑖 yang merupakan normative belief dan 𝑚𝑚𝑖𝑖

yang merupakan motivation to comply.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

20

2.4. PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

2.4.1. Defenisi Perceived Behavioral Control

Ajzen (2005) mengungkapkan perceived behavior control atau kontrol

perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor yang

memfasilitasi atau menghalangi tampilnya suatu perilaku. Keyakinan ini mungkin

didasari oleh pengalaman masa lalu namun biasanya dipengaruhi oleh informasi

sekunder seperti informasi yang diobservasi individu dari pengalaman kenalan,

teman, dan faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi intensitas

berperilaku. Semakin banyak sumber daya dan kesempatan individu maka

semakin kuat kontrol perilaku yang dimilikinya. Dengan kata lain, kontrol

perilaku merupakan persepsi mengenai mampu atau tidaknya maupun mudah atau

sulitnya individu menampilkan perilaku.

Menurut theory of planned behavior, perceived behavior control bersama-

sama dengan intensi dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi

munculnya perilaku. Ada dua alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Yang

pertama, intensi untuk memunculkan perilaku akan lebih berhasil jika disertai

dengan adanya perceived behavior control. Misalnya, ada dua orang yang

memiliki intensi yang sama kuatnya untuk belajar bermain ski. Ketika keduanya

mencoba melakukannya, orang yang yakin bahwa ia mampu melakukan akan

lebih berhasil daripada orang kedua yang tidak yakin bahwa ia mampu untuk

bermain ski. Yang kedua, adanya hubungan langsung antara perceived behavior

control dengan munculnya perilaku, dimana perceived behavior control dapat

digunakan untuk mengukur kontrol aktual.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

21

2.4.2. Aspek Perceived Behavioral Control

Kontrol perilaku ditentukan oleh control beliefs dan power of control

beliefs (Ajzen, 2005). Control beliefs merupakan persepsi individu apakah ia

mampu atau tidak mampu dalam menampilkan suatu perilaku. Sedangkan power

of control beliefs merupakan derajat seberapa besar faktor kontrol tersebut

mempengaruhi keputusan seseorang untuk menampilkan perilaku, apakah faktor

kontrol tersebut dapat memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku.

Hubungan antara dua aspek perceived behavior control diatas dapat digambarkan

dalam persamaan berikut :

𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃 ∝�𝑐𝑐𝑖𝑖𝑝𝑝𝑖𝑖

Persamaan diatas menunjukkan bahwa PBC dipengaruhi oleh gabungan

dari 𝑐𝑐𝑖𝑖 yang merupakan control belief dan 𝑝𝑝𝑖𝑖 yang merupakan power of control

yang memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku.

2.5. FITNESS CENTER

Fitness adalah kegiatan olahraga pembentukan otot-otot tubuh/fisik yang

dilakukan secara rutin dan berkala, yang bertujuan untuk menjaga vitalitas tubuh

dan berlatih disiplin. Untuk menjaga kedisplinan olahraga tersebut, dibuatlah

suatu fasilitas olahraga indoor yang disebut fitness center. Fitness center

merupakan suatu tempat yang didalamnya terdapat fasilitas dan perlengkapan

untuk melatih dan meningkatkan aktivitas olahraga. Banyak aktivitas fisik yang

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

22

ditawarkan dalam fitness center diantaranya adalah senam aerobik, body

language, salsa, taebo, dance, body building, yoga, dan sauna (Cleopatra Fitness,

2001).

Menurut Department of Commerce Australia (2000), fitness center

merupakan suatu fasilitas indoor yang menyediakan berbagai program dan alat-

alat kesehatan serta adanya aktivitas fisik berupa latihan kebugaran, baik aktivitas

tersebut dilakukan secara perorangan maupun per individu. Jadi, suatu tempat

sudah bisa dikatakan fitness center jika meliputi hal-hal berikut ini :

1. Latihan fisik yang terstruktur

2. Adanya instruktur yang memandu sesi latihan kelompok, kelas aerobik,

maupun program lifestyle

3. Personal trainers atau pelatih fitness yang melayani pelanggan

4. Tersedianya fasilitas-fasilitass fitness atau gym yang dapat digunakan

pelanggan secara umum

5. Terkadang terdapat fasilitas seperti kolam renang ataupun jacuzzi yang

menyediakan jasa aquarobics atau jasa lainnya namun hal ini hanya sebagai

sarana tambahan saja.

Fasilitas yang terdapat di fitness center adalah sarana olahraga dan

penunjang prasarana olahraga. Prasarana olahraga digunakan untuk memenuhi

aktivitas olahraga seperti alat-alat kardio, studio senam dan aerobik, free weight,

dan machine weight. Sementara perlengkapan prasarana digunakan untuk

membantu kegiatan olahraga dan perlengkap fasilitas olahraga seperti personal

trainer, lounge, sauna, steam, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

23

Menurut Sharkey dan Gaskill (2007) berdasarkan segmentasi pengunjung,

fitness center dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Public fitness club

Fitness ini disediakan untuk masyarakat umum yang bersedia menjadi

anggota atau pengunjung yang membayar. Perlengkapan dan fasilitas yang

disediakan public fitness club biasanya merupakan perlengkapan umum

dengan fasilitas standar.

b. Executive fitness club

Executive fitness club disediakan bagi anggota tertentu yang tingkatannya

lebih tinggi daripada public fitness club. Iuran keanggotaan pada klub ini

lebih mahal dengan membidik pasaran dari kalangan eksekutif. Peralatan

serta fasilitas yang disediakan lebih bervariasi dan terspesifikasi. Biasanya,

executive fitness club berada di kawasan perbelanjaan dan perkantoran.

c. Luxurious fitness club

Luxurious fitness club dikhususkan bagi anggota tertentu yang membutuhkan

ruang lebih privat denga variasi fasilitas yang lebih lengkap dan pelayanan

terbaik. Luxurious fitness club biasanya berada di hotel berbintang lima,

apartemen, dan kawasan ekslusif di pusat kota.

d. Body builders club

Body builders dikhususkan bagi pria yang ingin memfokuskan diri pada

pembentukan tubuh tertentu dengan menggunakan alat berat yang khusus

untuk profesional. Ruangan pada body builders club ini tidak terlalu besar

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

24

dan biasanya dikhususkan bagi pria dan wanita yang ingin memiliki tubuh

layaknya binaraga.

2.6. DINAMIKA

2.6.1. Dinamika Sikap terhadap Intensi

Menurut Thurstone, sikap merupukan derajat positif atau negatif terhadap

suatu objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Sikap merupakan penilaian positif-

negatif, suka-tidak suka, maupun benar-salah terhadap suatu objek tertentu.

Dalam theory of planned behavior, Ajzen (2005) mengungkapkan sikap adalah

evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi,

kejadian, perilaku atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap ditentukan oleh

behavioral beliefs dimana jika individu mengevaluasi bahwa suatu perilaku

memiliki konsekuensi yang baik, maka individu memiliki intensi yang lebih besar

untuk melakukan perilaku tersebut serta outcome evaluation berupa penilaian

individu terhadap suatu perilaku, yang apabila perilaku tersebut berkonsekuensi

positif maka ia akan cenderung untuk menampilkannya, dan sebaliknya.

Sikap akan mempengaruhi intensi seseorang yang nantinya akan berakibat

apakah individu akan menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Hal ini

dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mashithoh (2009) menemukan

bahwa pengunjung Taman Mini Indonesia Indah memiliki penilaian yang positif

terhadap atribut yang ditawarkan manajemen TMII. Sikap menunjukkan

pengaruh yang searah terhadap intensi pengunjung, yang berarti semakin positif

penilaian pengunjung terhadap atribut yang ditawarkan manajemen TMII maka

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

25

semakin besar minat pengunjung untuk berkunjung ke TMII. Penelitian lain

dilakukan oleh Arimoerti (2000) bahwa sikap secara positif mempengaruhi

intensi seseorang untuk menggunakan jasa psikologi. Jadi, semakin positif sikap

seseorang terhadap pelayanan psikologi maka semakin tinggi intensi orang

tersebut untuk melakukan konsultasi pada jasa psikologi . Begitu juga dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011) juga menunjukkan bahwa sikap

secara signifikan memberi pengaruh atau sumbangan terhadap intensi membeli

buku referensi kuliah illegal.

Berdasarkan penelitian diatas dan didukung oleh penelitian Ajzen (2005)

dalam Theory of Planned Behavior, maka dapat dilihat bahwa sikap memiliki

peran dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku,

dimana dalam penelitian ini perilaku menggunakan jasa fitness. Semakin positif

sikap seseorang terhadap fitness center maka semakin tinggi intensi orang

tersebut untuk menggunakan jasa fitness. Sebaliknya, semakin negatif sikap

seseorang terhadap fitness center maka semakin rendah pula intensi orang

tersebut untuk menggunakan jasa fitness.

2.6.2. Dinamika Norma Subjektif terhadap Intensi

Norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial

untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif

yang berasal dari significant others atau orang-orang terdekat seperti orang tua,

pasangan, saudara, serta teman dekat yang akan mempengaruhi intensi individu

dalam menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Norma subjektif dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

26

dikatakan sebagai dorongan sosial yang menentukan seseorang untuk melakukan

atau tidak melakukan perilaku (Ajzen, 2005).

Ajzen (2005) mengemukakan bahwa norma subjektif ditentukan oleh

adanya keyakinan normatif (normative belief) berupa keyakinan akan harapan-

harapan orang yang berada di sekitar individu untuk menampilkan atau tidak

menampilkan perilaku. Selain keyakinan normatif, norma subjektif juga

ditentukan oleh keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) yang berupa

dorongan sosial yang memotivasi individu untuk menampilkan perilaku sesuai

dengan kepercayaannya terhadap harapan orang-orang di sekitarnya. Jika

individu percaya bahwa significant others mengharapkan ia harus melakukan

suatu perilaku dan ia termotivasi untuk mewujudkan harapan significant other

tersebut, maka individu akan memiliki intensi yang tinggi untuk menampilkan

perilaku. Sebaliknya jika individu percaya bahwa significant others tidak

menyukai atau melarang individu melakukan suatu perilaku dan ia terdorong

untuk menjauhi perilaku tersebut, maka intensi individu akan berkurang dalam

menampilkan perilaku.

Penelitian yang dilakukan oleh Fausiah, Muis, dan Atjo (2013)

menemukan bahwa norma subjektif memiliki pengaruh yang searah terhadap

intensi karyawan untuk berperilaku K3, yang berarti semakin tinggi pengaruhh

rujukan sosial di lingkungan kerja unit PLTD PT. PLN (Persero) Sektor Tello

maka diharapkan pula semakin tinggin intensi karyawan untuk berperilaku K3.

Penelitian lain dilakukan oleh Priaji (2011) bahwa norma subjektif secara positif

mempengaruhi intensi menabung di bank syariah secara signifikan. Jadi, semakin

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

27

tinggi rujukan sosial yang diberikan pada individu untuk menabung di bank

syariah maka semakin besar intensinya untuk melakukan hal tersebut. Selain itu,

penelitian yang dilakukan oleh Rochmawati (2012) menemukan bahwa norma

subjektif berpengaruh terhadap intensi untuk menggunakan kartu kredit pada PNS

di lingkungan Universitas Brawijaya. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan

bahwa nasehat atau saran dari significant other menjadi salah satu pertimbangan

individu untuk melakukan suatu perilaku.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat

dilihat bahwa norma subjektif memiliki peran dalam mempengaruhi intensi

seseorang untuk menampilkan perilaku, dimana dalam penelitian ini perilaku

menggunakan jasa fitness. Ketika norma subjektif yang ada di sekitar individu

mendukung untuk menggunakan jasa fitness maka semakin tinggi intensi

seseorang menampilkan perilaku menggunakan jasa fitness. Sebaliknya, jika

norma subjektif tidak mendukung seseorang untuk menggunakan jasa fitness

maka semakin rendah pula intensi orang tersebut dalam menampilkan perilaku

menggunakan jasa fitness.

2.6.3. Dinamika Perceived Behavior Control terhadap Intensi

Perceived behavior control merupakan keyakinan individu tentang ada

atau tidaknya faktor yang mendukung atau menghalangi tampilnya perilaku.

Keyakinan ini bisa saja didasari oleh pengalaman masa lalu ataupun informasi

sekunder tentang perilaku seperti informasi yang didapatkan dengan

mengobservasi pengalaman kenalan, teman, keluarga, dan lain-lain yang nantinya

dapat meningkatkan atau mengurangi intensi berperilaku. Perceived behavior

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

28

control ditentukan oleh keyakinan seseorang mengenai faktor pendukung atau

penghambat untuk melakukan suatu perilaku (control beliefs). semakin banyak

faktor yang memfasilitasi untuk menampilkan perilaku seperti kesempatan

ataupun sumberdaya, maka semakin besar intensi individu untuk menampilkan

perilaku (Ajzen, 2005).

Perceived behavior control juga ditentukan oleh derajat seberapa besar

faktor-faktor kontrol tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk

melakukan perilaku tersebut atau tidak (power of control belief). Bila individu

merasa mudah untuk menampilkan perilaku maka semakin besarlah intensinya,

sebaliknya jika individu merasa perilaku tersebut sulit untuk ditampilkan maka

semakin kecil intensi individu untuk menampilkan perilaku tersebut (Ajzen,

2005).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh

perceived behavior control terhadap intensi. Penelitian yang dilakukan oleh

Mashithoh (2009) menemukan bahwa perceived behavior control mempengaruhi

intensi atau minat seseorang untuk mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mas’ud (2012) menunjukkan bahwa

perceived behavioral control yang dimiliki nasabah bank berpengaruh signifikan

dan positif terhadap keinginan menggunakan ATM. Hal ini mengindikasikan

bahwa semakin baik kontrol prilaku yang dipersepsikan nasabah bank terhadap

produk layanan bank, maka keinginan untuk menggunakan ATM BCA semakin

meningkat. Sementara, penelitian yang dilakukan oleh Huda, Rini, Mardoni, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

29

Putra (2012) menunjukkan bahwa intensi untuk membayar zakat dipengaruhi

perceived behavior control secara signifikan.

Kesimpulan yang didapat dari Theory of Planned Behavior oleh Ajzen

(2005) dan hasil dari penelitan-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa

perceived behavior control berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang

untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Semakin tinggi perceived

behavior control yang dimiliki seseorang terhadap perilaku penggunaan jasa

fitness, maka semakin tinggi intensinya untuk menggunakan jasa fitness, dan

sebaliknya, jika semakin rendah perceived behavior control seseorang, maka

intensinya untuk menggunakan jasa fitness semakin rendah.

2.6.4. Dinamika Sikap, Norma Subjektif, dan Perceived Behavior Control

terhadap Intensi

Intensi didefinisikan sebagai maksud, keinginan, pamrih, tujuan untuk

mencapai suatu tujuan (Chaplin, 1999). Intensi berfungsi untuk memprediksi

perilaku yang akan dimunculkan oleh individu sehingga dapat dikatakan bahwa

intensi merupakan prediktor munculnya perilaku tertentu (Ajzen, 2005).Semakin

besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar juga kemungkinan

seseorang untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.

Ajzen (2005) menyatakan terdapat 3 aspek yang mempengaruhi intensi

seseorang untuk menampilkan suatu perilaku, yaitu sikap, norma subjektif, dan

perceived behavior control. Sikap merupakan evaluasi positif dan negatif tentang

suatu perilaku, jika individu memiliki sikap positif terhadap perilaku maka

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

30

intensinya semakin besar untuk memunculkan perilaku tersebut. Norma subjektif

merupakan persepsi terhadap dorongan sosial untuk memunculkan suatu perilaku,

jika lingkungan sosial individu mendukung untuk memunculkan perilaku maka

semakin besar intensi individu memunculkan perilaku tersebut. Perceived

behavioral control merupakan keyakinan individu terhadap faktor yang

mendukung atau menghalangi perilaku, semakin tinggi faktor pendukung atau

semakin rendah faktor yang menghalangi munculnya perilaku maka semakin

besar intensi individu dalam menampilkan perilaku tersebut.

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat bagaimana sikap,

norma subjektif, dan perceived behavior mempengaruhi intensi berperilaku. Dari

penelitian yang dilakukan oleh Maradhona (2009) menunjukkan bahwa sikap,

norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersamaan mempengaruhi

intensi kepatuhan konsumen dalam membayar tagihan telepon. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif,

dan perceived behavior control secara bersamaan dan signifikan mempengaruhi

intensi menggunakan bus Transjakarta pada karyawan Plaza Mandiri yang

memiliki kendaraan pribadi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahmah

(2011) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavior

control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi membeli buku secara

ilegal pada mahasiswa.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap, norma subjektif,

dan perceived behavior control memiliki peran dalam intensi seseorang

melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini akan dilihat intensi

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

31

seseorang untuk menggunakan jasa fitness. Semakin positif sikap, norma

subjektif yang mendukung, dan perceived behavior control yang positif terhadap

perilaku penggunaan jasa fitness, maka intensi orang tersebut akan semakin

tinggi untuk menggunakan jasa fitness, dan sebaliknya, semakin negatif sikap,

norma subjektif yang tidak mendukung, dan perceived behavior control negatif

seseorang terhadap penggunaan jasa fitness, maka akan semakin rendah juga

intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.

2.7. HIPOTESIS

2.7.1. Hipotesis Utama :

Sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersama-

sama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi penggunaan jasa fitness.

Semakin positif sikap, semakin tinggi norma subjektif, dan semakin besar

perceived behavior control yang dimiliki seseorang, maka semakin kuat intensi

orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.

2.7.2. Hipotesis Tambahan :

1. Sikap berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa fitness.

Semakin positif sikap seseorang terhadap perilaku menggunakan jasa fitness,

maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa fitness.

2. Norma subjektif berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa

fitness. Semakin banyak dukungan yang didapatkan seseorang untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 46120 › Chapter II.pdf?sequence=4... BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idsarana tambahan saja. Fasilitas

32

menggunakan jasa fitness, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk

menggunakan jasa fitness.

3. Perceived behavioral control berperan secara signifikan terhadap intensi

penggunaan jasa fitness. Semakin besar kendali yang dimiliki seseorang

untuk menggunakan jasa fitness, maka semakin kuat intensi orang tersebut

untuk menggunakan jasa fitness.

Universitas Sumatera Utara