repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 45674 › chapter...
TRANSCRIPT
23
BAB II
PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK YANG BERASAL DARI ALAS
HAK SURAT PERNYATAAN DIBAWAH TANGAN
E. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Hak Milik
Dalam rangka penyelenggarakan pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria telah
diterbitkan peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
sebagai Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran
tanah.
Tujuan ditetapkannya Undang-Undang Dasar pokok Agraria adalah:
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, Dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
2. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
3. Meletakkn dasar-dasar untuk memeberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.34
Hak milik atas tanah adalah bagian dari hak-hak kebendaan yang dijamin
dalam konstitusi. Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
sebagai hasil dari amandemen kedua, dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 28 g (1):
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
34 I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, 1991, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
24
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
(2) Pasal 28 h :
”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.
Hak milik atas tanah juga diatur didalam KUHPerdata Pasal 571 yang
menyebutkan bahwa:
“Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan atas
segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah”.
Didalam Undang-Undang pokok Agraria, dasar hukum untuk pemilikan hak milik atas tanah yaitu Pasal 20-27 UUPA: 1. Mempunyai sifat turun temurun; 2. Terkuat dan terpenuh; 3. Mempunyai fungsi social; 4. Dapat beralih atau dialihkan; 5. Dibatasi oleh ketentuan sharing (batas maksimal) dan dibatasi oleh jumlah
penduduk; 6. Batas waktu hak milik atas tanah adalah tidak ada batas waktu selama
kepemilikan itu sah berdasar hukum; 7. Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli atau keturunan, badan hukum
tertentu.35
Didalam kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya
dengan hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk
menunjukkan, bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak
miliklah yang terkuat dan terpenuh.
Selain itu dasar hukum hak milik adalah Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 56 dan ketentuan Konversi Pasal I, II dan VII, dan luar Undang-Undang pokok Agraria
35 http:www.pengertian dan asas hukum agraria.com, diakses senin 28 mei 2013.
Universitas Sumatera Utara
25
hanya merupakan ketentuan pokok, ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik selain Undang-Undang pokok agraria adalah: 1) Undang-Undang No 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian; 2) Peraturan Pemerintah No 24/1997 pengganti Peraturan Pemerintah Nomor
10/1961 tentang Pendaftaran Tanah; 3) Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nomor 9 Tahun
1999, Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Hak Milik; 5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006 tentang Wakaf; 6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; 7) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun
1999, Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah Negara yang menggantikan PMDN Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah jo. Keppres Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional
8) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.36
Sifat hak atas tanah hak milik meliputi:
a. Dapat dialihkan;
b. Dapat dialihkan kepada ahli waris;
c. Dapat diwakafkan;
d. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 merupakan hak yang
wajib didaftarkan;
e. Turun temurun;
f. Dapat dilepaskan;
g. Jangka waktu tidak terbatas, mengingat sifatnya yang turun temurun.
36Ny. Arie S. Hutagalung, S.H.M.L.I, Supardjo Sujadi dan Rahayu Nurwidari, Asas-Asas
Hukum Agraria, Jakarta: FH UI: 2001, Hal. 28
Universitas Sumatera Utara
26
F. Syarat-Syarat Dan Prosedur Pendaftaran Tanah Atas Tanah hak Milik.
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
Istilah yang dipergunakan dalam pendaftaran tanah yaitu dikenal dengan
sebutan Rechtskadaster. Rechtskadaster adalah pendaftaran tanah yang diselenggarak
an dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum atau kepastian hak. Dari
Rechtskadaster dapat diketahui asal-usul tanah, jenis haknya, siapa yang empunyanya
, letak, luas dan batas-batasnya, dimana data-data tersebut dikumpulkan dalamdaftar-
daftar yang sudah tersedia untuk disajikan bagi pemilik tanah.
Kegiatan Rechtskadaster meliputi :
a. Pengukuran dan pemetaan (tehnis kadaster);
b. Pembukuan hak (kegiatan di bidang yuridis);
c. Pemberian tanda bukti hak umum yang berkepentingan.
Pendaftaran Tanah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian diganti dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah
berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang meliputi: pengukuran, perpetaan dan
pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda
bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
Universitas Sumatera Utara
27
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.37
Sebagai mana dalam penjelasan UUPA Nomor 5 Tahun 1960, bahwa tujuan pendaftaran tanah ini dapat di ketahui dalam peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah yang dipertegas dengan kemungkinannya pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.
38
Pendaftaran untuk pertama kali merupakan kegiatan pendaftaran terhadap
sebelum tanah yang semula belum didaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran
tanah yang bersangkutan, pendaftaran tanah menggunakan dasar objek satuan-satuan
bidang tanah yang disebut persil, yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah untuk
pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan PP 10/1961 dan PP 24/1997.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali berdasarkan Pasal 12 ayat (1)
PP 24/1997.
37 Pengertian umum dalam Pasal 1 peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah 38 Sayuti Thalib, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina
Aksara, 1985, hal. 19
Universitas Sumatera Utara
28
yang terbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan
dalam meter persegi.
Adapun data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan, antara lain: a. Kegiatan dibidang fisik mengenai tanahnya, yaitu sebagaimana telah
dikemukakan bahwa untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas, luasnya, banguan-bangunan dan atau tanaman-tanaman penting yang ada diatasnya, setelah dipastikan letak tanahnya kegiatan dimulai dengan penetapan batas-batasnya serta pemberian tanda-tanda batas disetiap sudutnya.
b. Kegiatan bidang yuridis, yaitu: bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidaknya hak pihak lain yang membebaninya.
c. Kegiatan penerbitan surat tanda bukti haknya. Bentuk kegiatan pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang digunakan dalam penyelenggarakan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan.39
2 . Sistem Pendaftaran Tanah Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui 2 (dua)
cara, yaitu:
a. Secara sisitematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Hal ini diselenggarakan atas prakarsa pememrintah berdasarkan suatu rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala badan Pertanahan Nasional. Dalam suatu desa,kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik pendaftaran tanah dilaksanakan secara sporadik.
b. Secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yang pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya. 40
Dalam sistem pendaftaran tanah dikenal adanya sistem publikasi, yaitu
sistem publikasi negatif dan sistem publikasi positif.
39 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Hukum Tanah Nasional, jilid 1,Djambatan,
Revisi 2003, hal.78 40 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
29
1. Sistem publikasi negatif, dalam hal ini negara tidak menjamin kebenaran data
yang tercantum dalam sertipikat sehingga seseorang yang telah tertulis namanya
pada sertipikat tersebut belum tentu sebagai pemilik.41 Sistem ini surat tanda
bukti hak berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,berarti keterangan-
keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus
diterima sebagai keterangan yang benar selama tidak ada alat pembuktian lain
yang membuktikan sebaliknya.42
Ciri pokok sistem ini adalah :
a. Pendaftaran hak atas tanah tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar
dalam buku tanah tidak dapat dibantah jika ternyata di kemudian
hari diketahui;
b. bahwa ia bukan pemilik sebenarnya. Hak dari nama yang terdaftar
ditentukan oleh hak dari pemberi hak sebelumnya, jadi perolehan hak
tersebut merupakan mata rantai perbuatan hukum dalam pendaftaran hak
atas tanah;
c. Pejabat pertanahan berperan pasif, artinya ia tidak berkewajiban menyelidiki
kebenaran data-data yang diserahkan kepadanya.
Kelebihan dari sistem negatif ini yaitu adanya perlindungan kepada pemegang
hak sejati.Pendaftaran tanah juga dapat dilakukan lebih cepat karena pejabat pertanah
an tidak berkewajiban menyelidiki data-data tanah tersebut.
41 Mhd. Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis. Op.cit. 42 Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993, Hal. 93-94
Universitas Sumatera Utara
30
Kelemahan dari sistem negatif adalah : a. Peran pasif dari pejabat pertanahan dapat menyebabkan tumpang tindihnya
Sertipikat tanah; b. Mekanisme kerja dalam proses penerbitan Sertipikat sedemikian rumit sehingga
kurang dimengerti orang awam; c. Buku tanah dan segala surat pendaftaran kurang memberikan kepastian hukum
karena surat tersebut masih dapat dikalahkan oleh alat bukti lain, sehingga mereka yang namanya terdaftar dalam buku tanah bukan merupakan jaminan sebagai pemiliknya.43
2. Sistem publikasi positif, dalam suatu negara menjamin kebenaran data yang ada
dalam alat bukti. Dengan adanya jaminan tersebut tanda bukti hak merupakan alat
bukti yang mutlak. Kelebihan pada sistem pendaftaran ini adalah adanya
kepastian dari pemegang hak, oleh karena itu ada dorongan bagi setiap orang
untuk mendaftarkan haknya. Pihak ketiga yang mempunyai bukti dan beritikad
baik atas dasar bukti tersebut mendapat perlindungan mutlak meskipun kemudian
keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya tidak benar.
Ciri-ciri pokok sistem ini adalah :
a. Sistem ini menjamin nama yang terdaftar dalam buku tanah.
b. Tidak dapat di bantah, walaupun ia ternyata bukan pemilik tanah yang
sebenarnya. Jadi sistem ini memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku
tanah.
c. Pejabat-pejabat pertanahan dalam sistem ini memainkan peranan yang aktif,
yaitu menyelidiki apakah hak atas tanah yang dipindah itu dapat didaftar atau
tidak, dan menyelidiki identitas para pihak, wewenangnya serta apakah
formalitas yang disyaratkan telah terpenuhi atau belum.
43 Abdurrahman, Beberapa Aspek Hukum Agraria, Alumni, Bandung ,1983, Hal. 94
Universitas Sumatera Utara
31
Menurut sistem ini, hubungan antara hak dari orang yang namanya tercantum
dalam buku tanah dengan pemberi hak sebelumnya terputus sejak hak tersebut
didaftarkan.
Kebaikan dari sistem positif adalah :
a. Adanya kepastian dari buku tanah, sehingga mendorong orang
untuk mendaftarkan tanahnya;
b. Pejabat pertanahan melakukan peran aktif dalam melaksanakan tugasnya;
c. Mekanisme kerja dalam penerbitan Sertipikat tanah mudah dimengerti oleh
orang awam.
Sedangkan kelemahan dari sistem positif adalah : a. Adanya peran aktif para pejabat pertanahan mengakibatkan diperlukannya
jumlah petugas yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama dalam proses pendaftaran tanah;
b. Pemilik yang sebenarnya berhak atas tanah akan kehilangan haknya oleh kepastian dari buku tanah itu sendiri;
c. Dalam penyelesaian persoalan maka segala hal yang seharusnya menjadi wewenang pengadilan ditempatkan di bawah kekuasaan administratif.44
Sistem pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan sistem Stelsel Negatif
sesuai dengan penjelasan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
menurut sistem ini bahwa segala apa yang tercantum didalam sertifikat tanah adalah
dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar)
dimuka sidang Pengadilan. Ciri pokok sistem negatif ini ialah bahwa pendaftaran hak
atas tanah tidaklah merupakan jaminan pada nama yang terdaftar pada buku tanah.
Dengan kata lain buku tanah bisa saja berubah sepanjang dapat membuktikan bahwa
44 Ibid. Hal 92
Universitas Sumatera Utara
32
dialah pemilik yang sebenarnya melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Seperti yang kita ketahui bahwa bangsa Indonesia tidak menggunakan sistem
negatif yang murni akan tetapi menggunakan sistem negatif yang mengandung unsur
positif. Sistem negatif yang murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak.
Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat
(2), Pasal 32 ayat (2), Pasal 38 ayat (2)UUPA, bahwa sertifikat merupakan alat bukti
yang kuat. Ayat tersebut tidak menyatakan bahwa surat-surat tanda bukti hak itu
berlaku sebagai alat pembuktian yang mutlak .
Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak tetap berpegang pada publikasi negatif dan pada pihak lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertipikat sebagai tanda buktinya yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian-pembuktian yang kuat (sistem publikasi positive).45
Mengingat stelsel negative tentang register/pendaftaran tanah yang berlaku di
Indonesia, maka terdaftarnya nama seseorang didalam register bukanlah berarti
absolute menjadi pemilik tanah tersebut apabila ketidak absahannya dapat dibuktikan
oleh pihak lain.
46
45 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP. 24 Tahun 1997), di
lengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuatan Akta Tanah (PP 37 Tahun 1998), Bandung CV. Mandar Maju, 1999, Hal. 126
46Boedi Djatmiko, Sistem Pendaftaran Tanah ( http:// sertipikat tanah.blogspot.com/ 2009/09/Sistem-pendaftaran-tanah 05 html: diposkan 12;57)
3.Objek Pendaftaran Tanah
Hak-hak atas tanah yang menjadi obyek pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 antara lain:
Universitas Sumatera Utara
33
1. Tanah Hak milik; 2. Tanah Hak Guna Usaha; 3. Tanah Hak Guna Bangunan; 4. Tanah Hak Pakai; 5. Tanah Wakaf; 6. Tanah Hak Pengelolaan; 7. Hak Milik Satuan Rumah Susun; 8. Hak Tanggungan.
Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan
satu-satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan
dengan hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1)
UUPA yang berbunyi:
“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai
orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”
Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat melakukan
tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan akibat dari pelanggaran
tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig), yang berakibat perbuatan hukum
tersebut dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum
dan apabila tindakan hukum tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang
dirugikan dapat meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan
hukum tersebut.47
Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang
hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang mengalihkan haknya tanpa
sepengetahuan, oleh karena itu asas nemo plus yuris, selalu terbuka kemungkinan
47 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya, Arkola 2003, hal 189
Universitas Sumatera Utara
34
adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam sertifikat dari orang
yang merasa sebagai pemiliknya.48
a. Jual beli;
4. Peralihan Hak Tanah
Peralihan hak atas tanah dilakukan atas beberapa cara yakni:
b. Tukar-menukar;
c. Hibah;
d. Hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian
hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi
atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat
meninggal dunia;
e. Waris;
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan
hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan
kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan
modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak
bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada
sesama pemegang hak bersama;
h. Penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat
Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang; 48 Ibid
Universitas Sumatera Utara
35
i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah
satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
j. Penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau
lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan
usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
k. Peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan badan usaha
yang bergabung tersebut;
l. Pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha
atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian
aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa
melikuidasi badan usaha yang lama;
m. Hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah
dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
hukum kepada penerima hadiah.
5. Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Warisan.
Menurut hukum perdata jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal,
maka hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya. Peralihan harta
kekayaan dari orang yang meninggal, dapat berupa harta kekayaan material maupun
immaterial kepada ahli waris orang yeng meninggal tersebut. Harta kekayaan yang
Universitas Sumatera Utara
36
ditinggalkan bisa immaterial maupun material, harta kekayaan material antara lain
tanah, rumah ataupun benda lainnya.
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
kekayaan, sedangkan ahli waris adalah orang yang berhak atas harta kekayaan dari
orang meninggal.
Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada 3 (tiga) yaitu: Hukum Waris
Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum
yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut. Hukum
Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah
meninggal dunia yang diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga atau
masyarakat yang lebih berhak.
Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 42 ayat PP No 24 Tahun 1997 UUPA yang menyatakan bahwa:
“(1) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris. (2) Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b. (3) Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran
Universitas Sumatera Utara
37
peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut. (5) Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut.”
Yang menjadi subjek pewarisan hak milik atas tanah sesuai dengan ketentuan
Pasal 9 Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 21 ayat (1) UUPA ialah:
”Warga negara Indonesia, laki -laki dan wanita mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat
dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.49
”Bahwa warga asing yang sesudah berlakunya Undang – undang ini harus
mendaftarkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun tidak mendaftarkan
status kewarganegaraannya”.
Selain itu dalam Pasal 21 ayat (3) menyebutkan:
50
1. Sertifikat pewaris;
Dalam pendaftaran peralihan hak karena warisan, ahli waris harus
mendaftarkan tanahnya yang telah dibukukan ke Kantor Pertanahan dengan
menyerahkan:
2. Surat keterangan meninggal dunia dari Kepala Desa atau Lurah. Untuk
memperoleh surat tersebut, ahli waris atau para ahli waris memohon surat yang
49 Pasal 9 UUPA 50 Ibid
Universitas Sumatera Utara
38
disahkan oleh Ketua Rukun Tetangga (RT) dan diketahui oleh Kepala Rukum
Warga (RW) dan dua orang saksi, dilampirkan surat keterangan pemakaman dari
Kantor Pemakaman setempat;
3. Surat keterangan waris;
4. Surat keterangan Pajak Bumi dan bangunan (PBB) terakhir.
Dan apabila tanahnya belum dibukukan, dalam pendaftaran peralihan hak karena
pewarisan maka sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (2) PP Nomor 24 tahun 1997
maka ahli waris harus menyerahkan:
1. Ahli waris harus memperlihatkan surat bukti hak berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia Ajudikasi atau Kepala kantor Pertanahan dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
3. Berdasarkan data butir 1 (satu) dan 2 (dua) di atas kemudian dibuatkan akta waris oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.51
6. Pembatalan Hak Atas Tanah Pembatalan hak atas tanah berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 Peraturan
Menteri Negara Agraria (PMNA)/ Kepala Badan Pertanahan nasional (KBPN) No. 3
Tahun 1999, yaitu:
“Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena
keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau
melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
51 PP Nomor 24 tahun 1997
Universitas Sumatera Utara
39
Syarat pembatalan hak atas tanah menurut pasal 104 ayat (2) peraturan Menteri
Negara/ Kepala badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, diterbitkan
apabila terdapat:
a. Cacat hukum administratif; Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif, diterbitkan
apabila terdapat: 1) Kesalahan prosedur; 2) Kesalahan penerapan peraturan perUndang-Undangan; 3) Kesalahan subyek hak; 4) Kesalahan obyek hak; 5) Kesalahan perhitungan luas; 6) Terdapat tumpang tindih hak atas tanah; 7) Terdapat ketidak benaran pada data fisik dan/atau data yuridis 8) Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.52
Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi yang diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang atas dasar:
1) Permohonan pemohon, pengajuan permohonan pembatalan diajukan secara
tertulis, dapat diajukan langsung kepada Kepala BPN atau melalui Kepala
Kantor Pertanahan.
2) Tanpa permohonan pemohon, pembatalan hak atas tanah yang diterbitkan
tanpa adanya permohonan pemohon.
b. Pelaksanaan hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan
Dalam Pasal 124 ayat (1) PMNA/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 yang
bunyinya “Pembatalan hak atas tanah melaksanakan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap hanya dapat diterbitkan berdasarkan permohonan pemohon, 52 Pasal 107 PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
40
dan selanjutnya dalam ayat (2), dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan
hukum atau intinya sama dengan itu”.
Dalam prosedur permohonan pembatalan yaitu pengajuan permohonan
pembatalan diajukan secara tertulis, dapat diajukan langsung kepada Kepala BPN
atau melalui Kepala Kantor Pertanahan.
G. Penerbitan Sertifikat Berdasar Alas Hak Dibawah tangan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hak kepada pemilik tanah dengan
menerbitkan sertipikat untuk memberi rasa aman kepada pemilik tanah akan haknya
pada tanah tersebut. Sertipikat tanah merupakan tanda bukti yang kuat mengenai data
fisik dan data yuridis yang terdapat didalamnya, sepanjang data-data tersebut sesuai
dengan kebenarannya yang terdapat dalam surat ukur dan buku tanah yang
bersangkutan. Kekuatan pembuktian sertifikat tidak lepas dari alas hak untuk
penerbitan sertifikat tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, salah satu alas hak yang diperkenankan selain akta
autentik adalah surat di bawah tangan. Diperkenankannya surat di bawah tangan
sebagai alas hak dalam penerbitan sertifikat saat ini banyak dilakukan untuk
pendaftaran tanah pertama kali (bagi tanah-tanah yang belum terdaftar). Dalam
kenyataan yang ada, tidak jarang alas hak berupa surat di bawah tangan ini
menimbulkan masalah di kemudian hari. Salah satunya adalah munculnya dua pihak
yang mengaku sebagai pemilik atas tanah yang telah didaftarkan tersebut. Bahkan
tidak jarang terjadi dalam proyek yang dilakukan oleh kantor pertanahan, 1 (satu)
Universitas Sumatera Utara
41
bidang tanah dikuasai oleh dua orang yang berbeda dengan alas hak yang berbeda
tetapi ditandatangani oleh Kepala Kelurahan/Kepala Desa yang sama sehingga proses
penerbitan menjadi terhambat.
Yurisprudensi dalam Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 598/Sip/1971 tertanggal 18 Desember 1971, Keputusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 601. K/Sip/1972 tertanggal 14 Maret 1973, Keputusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 393K/Sip/1973 tertanggal 11 Juli 1973
menyatakan bahwa setiap transaksi yang tidak dilakukan dihadapan pejabat yang
berwenang merupakan tranksaksi yang tidak sah menurut hukum, sehingga para
pihak perlu mendapatkan perlindungan hukum.
Dalam Pasal 1888 KUHperdata yang menyebutkan:
“Kekuatan pembuktian dalam suatu tulisan adalah pada akta aslinya. Apabila
akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah
dapat dipercaya sekedar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai
dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan
mempertunjukkannya.” 53
Keberadaan surat di bawah tangan sebagai dasar dalam penerbitan Sertifikat
Hak Milik tetap diakui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, meskipun surat di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum.
Untuk dapat dijadikan sebagai alas hak dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik dan
dapat memiliki kekuatan pembuktian maka surat di bawah tangan tersebut harus
53 Pasal 1888 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
42
memenuhi prosedur dan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 24 Ayat (1) PP
Nomor 24 Tahun 1997 yang menetapkan bahwa:
“Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.54
1. Fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan digunakan sendiri oleh pihak yang mengaku atau secara nyata tidak dikuasai, tetapi digunakan pihak lain secara sewa atau bagi hasil atau dengan bentuk hubungan perdata lainnya.
Surat Pernyataan penguasaan fisik yang dibuatkan oleh pemohon pendaftaran
tanah berisi:
2. Tanahnya sedang/tidak dalam keadaan sengketa. Apabila penandatanganan memalsukan isi surat pernyataan, bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu. 55
Jika syarat bagi sebuah surat dibawah tangan telah dipenuhi untuk dapat
dijadikan dasar dalam penerbitan sertifikat hak milik berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 adalah maka surat dibawah tangan tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar penerbitan sertifikat dan memiliki kekuatan pembuktian. Alas
pemilikan hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat kepemilikan hak
atas tanah di kantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai
alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau pengusaaan suatu bidang tanah.
Tujuan diteliti alas hak ini ternyata akan memperkokoh keabsahan formalitas data yuridis dan data teknis, sehingga pada akhirnya panitia dapat berkesimpulan:
1. Tanah yang didaftarkan tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk memberikan haknya.
2. Permohonan tersebut tidak dijumpai ada sengketa kepemilikan. 54 Pasal 24 PP Nomor 24 tahun 1997 55 Boedi Harsono, Op.cit, Hal.183
Universitas Sumatera Utara
43
3. Tanah yang dimohon diyakini sepenuhnya oleh tim ajudikasi atau Panitia Pemeriksaan Tanah untuk dapat diberikan haknya sesuai yang dimohonkan pemilik tanah.
4. Tanah tersebut diadministrasikan dengan pemberian bukti haknya tidak ada yang bersengketa lagi dan tidak ada yang keberatan terhadap kepemilikannya.56
D. Sertifikat Sebagai Bukti Hak Dasar
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak atas tanah, suatu pengakuan penegasan
dari negara terhadap penguasaan tanah secara perorangan atau bersama atau badan
hukum yang namanya ditulis didalamnya dan sekaligus menjelaskan lokasi, gambar,
ukuran dan batas-batas bidang tanah tersebut.57
Menurut Ali Achmad Chomzah, yang dimaksud dengan sertipikat adalah
“surat tanda bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur, diberi
sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.”
58
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UUPA sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, maka hal ini diulang lagi penegasannya dalam Pasal 39, namun dengan satu klausula bahwa hal ini berlaku
Dalam Pasal 1 angka 20 PP 24/1997 yang dimaksud Sertipikat adalah :
“Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c
UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas
satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.”
56 Opcit, hal. 115 57Herman Hermit,Op.cit, . Hal. 3 58 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak
Atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II Sertipikat Dan Permasalahannya,Jakarta, Prestasi Pustaka, 2002, Hal.122
Universitas Sumatera Utara
44
selama belum berhasil dibuktikan, sebaliknya yang oleh sementara pihak dinilai dapat melemahkan kedudukan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat.59
Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dapat dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan dalam hukum acara. Alat-alat bukti adalah suatu hal, barang, dan non barang yang ditentukan oleh Undang-Undang dapat digunakan untuk memperkuat atau menolak sesuatu dakwaan, tuntutan, atau gugatan.
Sertipikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya ataupun
tanah-tanah yang sudah diselenggarakan pengukuran desa demi
desa, karenanya sertipikat merupakan pembuktian yang kuat, baik subyek
maupun obyeknya.
60
Kekuatan pembuktian formal pada akta otentik memiliki kepastian hukum
karena pejabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan
Kekuatan pembuktian antara akta otentik dengan akta dibawah
tangan memiliki perbedaan. Dilihat dari kekuatan pembuktian lahir di mana sebuah
akta autentik ditandatangani oleh pejabat yang berwenang maka beban
pembuktian diserahkan kepada yang mempersoalkan keuatentikannya. Sedangkan unt
uk akta dibawah tangan maka secara lahir akta tersebut sangat berkait
dengan tanda tangan. Jika tanda tangan diakui maka akta dibawah tangan
memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.Kekuatan yang dimiliki oleh tanda tan
gan bukan kekuatan pembuktian lahir yang kuat karena terdapat kemungkinan untuk
disangkal.
59 Soejono, Prosedur Pendaftaran Tanah, Rineke Cipta, 1995, Hal 36 60 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
1996, Hal. 3
Universitas Sumatera Utara
45
dilakukan pejabat, sedangkan untuk akta dibawah tangan maka pengakuan dari pihak
yang bertanda tangan menjadi kekuatan pembuktian secara formal.
Daya pembuktian sertifikat tidak bisa dilepaskan dari kewenangan Pejabat
Tata usaha Negara, yakni Kepala Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan
yang telah menempatkan tanda tanganya pada sertifikat yang tentunya dapat
dipercaya oleh orang yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut. Di dalam
daya pembuktian terdapat daya pembuktian formal dan daya pembuktian materil.
Daya pembuktian materil, isi keterangan berlaku sebagai kebenaran buat siapapun
dan orang yang namanya tercantum dalam sertifikat untuk kemanfaatannya, untuk
keperluan siapa keterangan itu diberikan. Sedangkan daya pembuktian formil Kepala
Kepala Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan menerangkan apa yang berada
di atas tanda tangannya dan orang yang tercantum dalam sertifikat benar-benar
pemiliknya.
1. Jenis Pembuktian Hak Atas Tanah
Sertifikat tanah merupakan alat pembuktian kepemilikan atas tanah, baik itu
sebagai pembuktian hak baru maupun pembuktian hak lama atas tanah.
A. Pembuktian hak baru atas tanah
Dalam pembuktian hak baru atas tanah, alat bukti yang dibuat sesudah
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tanggal 8 Oktober 1997
sesuai Pasal 23, yang menentukan sebagai berikut:
1) Penetapan pemberian hak baru dan pejabat berwenang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dan tanah negara atau tanah hak pengelolaan.
Universitas Sumatera Utara
46
2) Akta pemberian PPAT menurut pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
3) Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan dan pejabat berwenang.
4) Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf. 5) Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan. 6) Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian
hak tanggungan.
B. Pembuktian hak lama atas tanah
Dalam pembuktian hak lama menunjukkan alat bukti yang sudah ada sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu sebelum tanggal 8
Oktober 1997 sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24, ayat (1) dan ayat (2) yang
isinya:
(1) ”Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pemilik lain membebaninya”.
(2) “dalam hal atau tidak lagi bersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sesuai disebutkan pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. Pengusaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkuatn sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagai dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa Kelurahan yang bersangkuatan ataupun pihak lainnya”.61
61 Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Universitas Sumatera Utara
47
Berkaitan dengan pembuktian hak, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 menetapkan bahwa:
“Untuk keperluan penelitian data yuridis bidang-bidang tanah dikumpulkan
alat-alat bukti mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah, baik bukti
tertulis maupun bukti tidak tertulis berupa keterangan saksi dan atau
keterangan yang bersangkutan yang ditujukan oleh pemegang hak atas tanah
atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi”.
Menurut Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, ada 2 macam
cara perolehan pembuktian hak lama atas tanah yaitu:
1) Berdasarkan pembuktian pemilikan tanah
Dalam pembuktian berdasarkan pemilikan tanah dinyatakan secara tertulis
sesuai konversi hak-hak lama di dalam penjelasan Pasalnya, sebagai berikut, Grose
akta hak eingendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie yang
telah dibubuhi catatan bahwa hak eingendom yang bersangkuatan dikonversi menjadi
hak milik. 62
2) Berdasarkan pembuktian penguasaan tanah.
Dalam pembuktian hak lama berdasarkan penguasaan tanah dibuktikan
berdasarkan pernyataan tertulis yang bersangkutan dan dikuatkan saksi-saksi, sebagai
mana ditentukan dalam penjelasan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
62 S. Chandra,Op.cit.,. Hal 16
Universitas Sumatera Utara
48
a) Pengusaan tanah yang digunakan secara nyata dengan itikad baik, selama atau
lebih 20 tahun berturut-turut.
b) Penguasaan tanah tersebut dihormati dan tidak diganggu-gugat oleh pihak lain.
c) Penguasaan tersebut dikuatkan oleh saksi-saksi yang dipercaya.
d) Bahwa untuk pendaftaran hak atas tanahnya harus diteliti terlebih dahulu oleh
panitia A dan diumumkan sesuai ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, serta dikeluarkan surat keputusan pengakuan haknya oleh
pejabat berwenang.
2. Macam-Macam Alat Bukti.
A. Alat Bukti Tertulis atau Surat
Dalam KUHPerdata mengakui adanya akta dibawah tangan, yaitu apabila
memenuhi syarat sah suatu perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Dalam pembuktian dalam hukum acara perdata, keberadaan akta
dibawah tangan diakui dalam Pasal 268 ayat (1) RBg yang dipandang sebagai akta-
akta yang ditanda tangani dibawah tangan, surat-surat mengenai rumah tangga dan
surat-surat yang dibuat tanpa campur tangan pejabat pemerintah.
Kekuatan nilai pembuktian suatu akta di bawah tangan adalah sepanjang para
pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Didalam pasal
1869 KUHPerdata disebutkan:
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa untuk itu tidak cakapnya pegawai
termaksud diatas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak
Universitas Sumatera Utara
49
diberlakukan sebagai akta outentik, namun demikian mempunyai kekuatan
sebagai tulisan dibawah tangan, jika ditanda tangani oleh pihak.”
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Pasal 24 ayat (1) Untuk
keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama
dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti
tertulis dimana bukti-bukti tersebut sebagai dasar kepemilikan dan penguasaan tanah
tersebut. Dasar kepemilikan dan penguasaan tanah disebut sebagai alas hak. Alas hak
pemilikan hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat kepemilikan hak
atas tanah di kantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai
alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau pengusaaan suatu bidang tanah,
baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi.
Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa: A. Grose Akta Hak Eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eingendom yang bersangkutan dikonversi mnejadi hak milik;
B. Grose Akta Hak Eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sanpai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut PP Nomor. 10 tahun 1961 didaerah yang bersangkutan;
C. Surat tanda bukti Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
D. Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Mentri Agraria Nomor 9 tahun 1959;
E. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum atau pun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya;
F. Akta pemindahan yang dibuat yang dibawah tangan yang dibubuhitanda kesaksian oleh Kepala Ada/kepala desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini;
G. Akta Pemindahan Hak Atas tanah yang dibuat oleh Ppat, yang tanahnya belum dibukukan;
Universitas Sumatera Utara
50
H. Akta Ikrar Wakaf/Surat Ikrar Wakaf yang dibuat sebelum atau sejak dimulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977;
I. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang yang tanahnya belum dibukukan;
J. Surat Penunjukan atau Pembelian kavling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
K. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961;
L. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kantor Pelayan Pajak Bumi dan Bangunan;
M. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA. 63
B. Bukti Saksi
Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak
dikecualikan oleh Undang-Undang Pasal 1895 KUHPerdata. Tiap kesaksian harus
disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya. Pendapat
maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu
kesaksian Pasal 1907 KUHPerdata. Dengan kata lain, Saksi adalah seseorang yang
melihat, mengalami atau mendengar sendiri kejadian (atau peristiwa hukum) yang
diperkarakan. Testimonium de auditu (kesaksian de auditu) adalah keterangan yang
saksi peroleh dari orang lain, ia tidak mendengarnya atau mengalaminya sendiri,
hanya ia dengar dari orang lain tentang kejadian itu. Pada prinsipnya, testimonium de
auditu tidak dapat diterima sebagai alat bukti. Keterangan seorang saksi saja tanpa
alat bukti lain tidak dapat dipercaya, disebut juga dalam Pasal 1905 KUHPerdata.
Didalam Pasal 24 ayat (1) PP No 24 tahun 1997 yang menyebutkan:
63 Mhd. Yamin Lubis, op.cit., Hal.221-223
Universitas Sumatera Utara
51
“Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya”. Saksi yang dimaksud disini adalah saksi yang cakap dan selain itu saksi
tersebut mengetahui kepemilikan tanah tersebut sesuai dengan kebenarannya.
C. Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh Undang-Undang atau oleh hakim
ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak
diketahui umum Pasal 1915 KUHPerdata, Pasal 310 RBg. Persangkaan Undang-
Undang atau persangkaan hukum adalah persangkaan berdasarkan suatu ketentuan
khusus Undang-Undang berkenaan atau berhubungan dengan perbuatan tertentu atau
peristiwa tertentu Pasal 1916 KUHPerdata.
Persangkaan-persangkaan semacam ini, antara lain: 1. Perbuatan yang oleh Undang-Undang dinyatakan batal, karena semata-mata demi
sifat dan wujudnya dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan Undang-Undang.
2. Perbuatan yang oleh Undang-Undang diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang disimpulkan dari keadaan tertentu.
3. Kekuatan yang oleh Undang-Undang diberikan kepada suatu putusan hakim yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
4. Kekuatan yang oleh Undang-Undang diberikan kepada pengakuan atau sumpah salah satu pihak.64
64 Pasal 1916 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
52
D. Pengakuan Pasal 1923 KUHPerdata
Didalam UUPA pengakuan disebut juga dengan konversi namun setelah
berlakunya PP No 24 tahun 1997 pelaksanaan konversi tersebut disebut dengan
pembuktian hak lama.
Pasal 24 ayat (2) PP No 24 menyebutkan:
“Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.”
Panitia Ajudikasi mengambil kesimpulan tentang status tanah tersebut dan
mengakui hak kepemilikan seseorang tesebut sebelum dilakukannya proses
pengukuran dan penelitian data yuridis dan pengumuman dari konversi tersebut.
E. Sumpah
Sumpah sebagai alat bukti adalah suatu keterangan atau pernyatan yang
dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang bersumpah dalam
memberi keterangan atau pernyataan itu takut atas murka Tuhan apabila dia
berbohong, dianggap sebagai daya pendorong bagi yang bersumpah untuk
menerangkan yang sebenarnya.
Sesuai dengan PP no 24 tahun 1997 Pasal 24 untuk keperluan suatu
pembuktian didalam hukum pembuktian, diperlukan alat bukti secara tertulis maupun
Universitas Sumatera Utara
53
pernyataan mengenai suatu hak penguasaan tanah secara nyata serta itikad baik yang
tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat setempat, kemudian dikuatkan
dengan keterangan saksi-saksi.
Sedangkan sesuai dengan ketentuan Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, alat bukti hak tersebut dapat digunakan untuk : 1. mendalilkan mempunyai sesuatu hak; atau 2. meneguhkan haknya sendiri; atau 3. membantah suatu hak orang lain; atau 4. menunjuk pada suatu peristiwa hukum tertentu.65
65 Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Perdata
Pembuktian yang wajib dimiliki pemegang hak selain sertipikat sebagai alat
bukti formal, berdasarkan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat
pula dipergunakan alat bukti lain berupa kesaksian seperti untuk keperluan
pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama berdasarkan
Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menentukan alat bukti yang dipergunakan
selain bukti tertulis dipergunakan juga keterangan saksi.
Universitas Sumatera Utara