repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 66550 › chapter...

40
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Oleh karena itu, untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,

rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang

harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau

oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah

sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna. Oleh karena itu, untuk menjalankan tugas tersebut,

rumah sakit mempunyai fungsi :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan

kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

12

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Menurut Wiyono (2000), fungsi rumah sakit adalah menyediakan dan

menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan

perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan,

sebagai tempat pendidikan atau latihan tenaga medis dan paramedis, dan sebagai

tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan.

2.2 Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan gizi merupakan salah satu pelayanan penunjang medik yang

harus dilakukan di rumah sakit dalam upaya penyembuhan dan pemulihan kondisi

kesehatan pasien. Pelayanan gizi merupakan suatu upaya memperbaiki,

meningkatkan gizi, makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien

yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan,

pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan

dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat

atau sakit (Kemenkes, 2013).

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan

disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan

status metabolisme tubuh. Pelayanan gizi rumah sakit memiliki visi untuk

melaksanakan pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna. Visi tersebut

dijabarkan dalam misi pelayanan gizi rumah sakit sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

13

1. Menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan

kepuasaan klien/pasien dalam aspek promotif, preventif, kuratif,

rehabilitatif untuk meningkatkan kualitas hidup.

2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya kesehatan.

3. Mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Pelayanan gizi rumah sakit memiliki tujuan umum agar terciptanya sistem

pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna sebagai bahan dari pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Sedangkan tujuan khusus pelayanan gizi rumah sakit

dijabarkan sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi rawat jalan

dan rawat inap.

2. Menyelenggarakan makanan sesuai standar kebutuhan gizi dan aman

dikonsumsi.

3. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling gizi pada klien/pasien dan

keluarganya.

4. Menyelenggarakan penelitian aplikasi di bidang gizi dan dietetik sesuai

perkembangan imu pengetahuan dan teknologi.

Adapun ruang lingkup dari pelayanan gizi rumah sakit yakni meliputi

pelayanan gizi rawat jalan, pelayanan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan,

dan penelitian dan pengembangan gizi (Kemenkes, 2013).

Universitas Sumatera Utara

14

2.3 Manajemen

2.3.1 Pengertian Manajemen

Banyak ahli yang telah membuat batasan tentang manajemen, berikut ini

batasan-batasan manaejemen menurut para ahli dalam Herlambang dan Murwani

(2007) antara lain :

1. John D. Millet mendefenisikan manajemen adalah proses memimpin dan

melancarkan pekerjaan dari orang yang terorganisir secara formal untuk

mencapai tujuan.

2. Ordway Tead mendefenisikan manajemen adalah sebagai sebuah proses

dan perangkat yang mengarahkan dan membimbing kegiatan organisasi

untuk mencapai tujuan.

3. Stoner mendefenisikan manajemen sadalah proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota

organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya

agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

4. S. Kimball dan D.S. Kimball mendefenisikan manajemen adalah semua

tugas dan fungsi, perencanaan, pembiayaan, kebijaksanaan, penyediaan

alat dan penetapan struktur organisasi beserta staffing.

5. George R.Terry mendefenisikan manajemen adalah proses khas yang

terdiri dari tindakan planning, organizing, actuating, dan controlling yang

penggunaannya secara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

15

Menurut Herlambang dan Murwani (2007) yang mengutip pendapat

George R.Terry, manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa

manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit, ada

tiga alasan utama mengapa manajemen dibutuhkan :

1. Untuk mencapai tujuan, manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan

organisasi dan tujuan pribadi.

2. Untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan yang saling

bertentangan, manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara

tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling

bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi,

seperti pemilik dan karyawan, kreditur, konsumen, pemasok, serikat

pekerja, masyarakat, dan pemerintah.

3. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Suatu pekerjaan sebuah

organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda. Salah satu cara

yang umum adalah dengan mengukur efisiensi dan efektifitas.

2.3.2 Manajemen Dalam Penyelenggaraan Makanan

Langkah awal penerapan prinsip manajemen dalam penyelenggaraan

makanan institusi dan jasa boga, yaitu menentukan strategi yang akan diterapkan

dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Penentuan strategi itu merupakan dasar

penerapan prinsip manajemen dalam penyelenggaraan kegiatan selanjutnya.

Penerapan prinsip manajemen itu berarti penerapan berbagai fungsi manajemen

dalam pelaksanaan operasional penyelenggaraan yang mencakup perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan (Moehyi,1992).

Universitas Sumatera Utara

16

1. Perencanaan (Planning)

Menurut Azwar (2010) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba,

perencanaan adalah suatu proses menganalisis dan memahami sistem yang

dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai,

memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala

kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,

menganalisis efektivitas dari berbagai kemungkinan yang terpilih, serta

mengikatnya dalam suatu sistem pengawasan yang terus menerus.

Perencanaan dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan

untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Dengan perencanaan akan dapat

ditetapkan berbagai masukan yang diperlukan, baik yang berkenaan dengan

tenaga, biaya, peralatan dan sebagainya. Dalam penyelenggaraan makanan

institusi dan jasa boga pada tahap awal melalui perencanaan akan dapat ditentukan

kebutuhan akan sarana fisik, peralatan pengolahan dan penyajian makanan, tenaga

pelaksana, dan sebagainya sesuai dengan strategi yang telah ditentukan (Moehyi,

1992).

2. Pengorganisasian (Organizing)

Menurut Notoadmodjo (2003), pengorganisasian adalah mengatur

personal atau staf yang ada di dalam institusi tersebut agar semua kegiatan yang

telah ditetapkan berjalan dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai.

Dengan kata lain pengorganisasian adalah pengkoordinasian kegiatan-kegiatan

yang akan dilakukan suatu institusi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

17

Menurut Moehyi (1992), yang dimaksud dengan organisasi dalam

penyelenggaraan makanan adalah kelompok kegiatan serta tugas dan fungsi

masing-masing unit kerja yang ada dalam organisasi itu serta hubungan kerja

antara masing-masing unit kerja. Masing-masing kelompok kegiatan itu

mempunyai lingkup dan tanggung jawab yang berbeda, tetapi merupakan satu

rangkaian kerja yang saling berkaitan dalam pencapaian tujuan kegiatan, yaitu

penyediaan makanan yang diperlukan.

3. Penggerakan/Pelaksanaan (Actuating)

Fungsi pelaksanaan ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan

program . Oleh karena itu, fungsi pelaksanaan ini lebih menekankan bagaimana

pimpinan mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai

tujuan yang telah disepakati (Muninjaya, 2004).

Pelaksanaan merupakan proses implementasi program agar bisa dijalankan

oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak

tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan

produktivitas yang tinggi. Rangkaian kegiatan pelaksanaan penyelenggaraan

makanan dimulai dari perencanaan menu, pengadaan bahan makanan, penerimaan

bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, penyiapan bahan makanan,

pengolahan dan pembagian makanan (Moehyi, 1992).

4. Pengawasan/Pengendalian (Controlling)

Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi

yang terakhir dari proses manajemen. Melalui fungsi pengawasan dan

pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target,

Universitas Sumatera Utara

18

prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah

dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf (Muninjaya, 2004).

Menurut Moehyi (1992), dalam penyelenggaraan makanan, kegiatan pengawasan

mencakup dua aspek berikut :

1. Pengawasan terhadap cita rasa dan keamanan makanan yang dihasilkan.

2. Pengawasan terhadap penggunaan berbagai faktor produksi, yaitu

penggunaan biaya, penggunaan bahan makanan, penggunaan peralatan,

dan penggunaan tenaga kerja.

Adapun tujuan pengawasan dalam penyelenggaraan makanan adalah sebagai

berikut :

1. Cita rasa makanan dapat dijamin sesuai dengan yang dikehendaki.

2. Makanan tidak mengandung unsur-unsur atau mikroorganisme yang dapat

membahayakan kesehatan yang memakannya.

3. Penggunaan unsur produksi, seperti biaya, bahan, peralatan dan tenaga

sesuai dengan ketentuan seharusnya.

4. Pemborosan dapat dihindarkan sehingga biaya penyelenggaraan makanan

dapat ditekan serendah mungkin dengan tidak mengurangi mutu dan porsi

makanan.

2.4 Penyelenggaraan MakananRumah Sakit

2.4.1 Pengertian

Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu ruang lingkup dari

pelayanan gizi rumah sakit. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah

Universitas Sumatera Utara

19

suatu rangkaian mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian makanan

kepada pasien (Depkes RI, 2003).

Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,

perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan

penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan

serta evaluasi (Kemenkes, 2013). Penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan

anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan

makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan

makanan, persiapan, pengolahan, penyaluran makanan hingga pencatatan dan

pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Mukrie et.al. 1990).

2.4.2 Tujuan

Pelaksanaan penyelenggaraan makanan rumah sakit bertujuan untuk

menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan

dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal

(Kemenkes, 2013). Menurut Paruntu (2013), tujuan dari penyelenggaraan

makanan di rumah sakit adalah untuk menyediakan makanan yang kualitasnya

baik dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasien serta layak dan memadai

bagi pasien. Penyediaan makanan bagi orang sakit merupakan salah satu hal

penting karena tujuan pemberian makanan untuk mempertahankan dan

meningkatkan status gizi, mempertahankan daya tahan tubuh, serta sebagai bagian

dari penyembuhan penyakitnya (Hartono, 2000).

Universitas Sumatera Utara

20

2.4.3 Sasaran dan Ruang Lingkup

Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien yang

rawat inap. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan

penyelenggaraan makanan bagi karyawan. Sementara itu, ruang lingkup

penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi dan distribusi makanan

(Kemenkes, 2013).

2.4.4 Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit memiliki beberapa bentuk

penyelenggaraan. Adapun bentuk penyelenggaraan makanan di rumah sakit

meliputi :

1. Sistem Swakelola

Pada penyelenggaraan makanan rumah sakit dengan sistem swakelola,

instalasi gizi/unit gizi bertanggungjawab terhadap pelaksanaan seluruh

kegiatan penyelenggaraan makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh

sumber daya yang diperlukan (tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana)

disediakan oleh pihak rumah sakit.

2. Sistem Diborongkan ke Jasa Boga (Out-sourching)

Sistem diborongkan yaitu penyelenggaraan makanan dengan

memanfaatkan perusahaan jasa boga atau catering untuk penyediaan

makanan rumah sakit. Sistem diborongkan dapat dikategorikan menjadi

dua yaitu diborongkan secara penuh (full out-sourching) dan diborongkan

hanya sebagian (semi out-sourching).

Universitas Sumatera Utara

21

Pada sistem diborongkan sebagian, pengusaha jasa boga selaku

penyelenggara makanan menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga

milik rumah sakit. Pada sistem diborongkan penuh, makanan disediakan

oleh pengusaha jasa boga yang ditunjuk tanpa menggunakan sarana dan

prasarana atau tenaga dari rumah sakit.

3. Sistem Kombinasi

Sistem Kombinasi adalah bentuk sistem penyelenggaraan makanan yang

merupakan kombinasi dari sistem swakelola dan sistem diborongkan

sebagai upaya memaksimalkan sumberdaya yang ada. Pihak rumah sakit

dapat menggunakan jasa boga/catering hanya untuk kelas VIP atau

makanan karyawan, sedangkan selebihnya dapat dilakukan dengan

swakelola.

2.5 Kegiatan Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,

perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan

penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan

serta evaluasi. Kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi

penetapan peraturan pemberian makanan rumah sakit, penyusunan standar bahan

makanan rumah sakit, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan

makanan, perencanaan anggaran bahan makanan, pengadaan bahan makanan,

pemesanan dan pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan,

Universitas Sumatera Utara

22

penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan bahan makanan,

pemasakan bahan makanan, dan distribusi makanan (Kemenkes, 2013).

2.5.1 Perencanaan Menu

Kata “menu” berarti hidangan makanan yang disajikan dalam suatu acara

makan, baik makan siang maupun makan malam. Namun, menu dapat juga

disusun untuk untuk lebih dari satu kali makan, misalnya untuk satu hari yang

terdiri dari menu makan pagi, makan siang, dan makan malam, serta makanan

selingan jika ada. Dalam penyelenggaraan makanan institusi, menu dapat disusun

untuk jangka waktu yang cukup lama, misalnya untuk selama tujuh hari atau

sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut menu standar (master menu).

Menu induk (master menu) digunakan sebagai patokan dalam penyelenggaraan

makanan di rumah sakit (Moehyi, 1992).

Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan

diolah untuk memenuhi selera konsumen pasien dan kebutuhan zat gizi yang

memenuhi prinsip gizi seimbang. Merencanakan menu untuk suatu pelayanan

makanan kepada orang banyak adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah, karena

setiap orang mempunyai kebiasaan dan kesukaan makan yang saling berbeda.

Oleh karena itu, susunan menu harus disesuaikan kebiasaan makan dan selera

umum (Ratna, 2009). Berdasarkan penelitian Muliawardani dan Mudayana (2016)

dalam manajemen pelayanan gizi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grhasia Daerah

Istimewa Yogyakarta bahwa perencanaan menu di rumah sakit tersebut dilakukan

setiap enam bulan sekali dan menu akan dirubah jika dalam kurun waktu tersebut

ditemukan pasien yang tidak menyukai menunya atau jika ada masukan untuk

Universitas Sumatera Utara

23

penggantian menu. Hal tersebut dilakukan untuk menghasilkan susunan hidangan

yang serasi dan dapat memenuhi selera dan kebutuhan gizi pasien.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1991) dalam perencanaan menu

menyebutkan bahwa :

1. Perencanaan suatu menu makanan hendaknya menggunakan bahan

makanan yang mengandung gizi secara lengkap. Penganekaragaman selain

meningkatkan mutu gizi hidangan juga mempermudah perencanaan menu

makanan.

2. Pada waktu perencanaan menu makanan perlu pula diperhatikan

ketersediaan bahan makanan disamping faktor selera dan nilai gizi. Daftar

padanan bahan makanan dapat digunakan untuk membantu menyusun

menu makanan yang padat zat gizi.

3. Padanan bahan makanan berisi daftar bahan makanan yang dalam

kelompoknya dapat menggantikan satu sama lain karena mempunyai nilai

gizi yang kurang lebih sama.

Perencanaan menu menurut Mukrie et al. (1990) adalah serangkaian kegiatan

menyusun berbagai hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen

penyelenggaraan makanan di institusi. Perencanaan menu yang baik akan

mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Memudahkan pelaksana dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

2. Dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi esensial yang

dibutuhkan tubuh.

3. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur.

Universitas Sumatera Utara

24

4. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia.

5. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin.

Menurut Kemenkes (2013) dalam Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, ada

beberapa langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan menu. Adapun

langkah-langkah dalam perencanaan menu, meliputi :

1. Bentuk Tim Kerja

Bentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari dietisien, kepala

masak (chef cook), pegawas makanan.

2. Menetapkan Macam Menu

Mengacu pada tujuan pelayanan makanan rumah sakit, maka perlu

ditetapkan macam menu, yaitu menu standar, menu pilihan, dan kombinasi

keduanya.

3. Menetapkan Lama Siklus Menu dan Kurun Waktu Penggunaan Menu

Perlu ditetapkan macam menu yang cocok dengan sistem penyelenggaraan

makanan yang sedang berjalan. Siklus dapat dibuat untuk menu 5 hari, 7

hari, 10 hari atau 15 hari. Kurun waktu penggunaan menu dapat diputar

selama 6 bulan-1 tahun.

4. Menetapkan Pola Menu

Pola menu yang dimaksud adalah menetapkan pola dan frekuensi macam

hidangan yang direncanakan untuk setiap waktu makan selama satu

putaran menu. Dengan penetapan pola menu dapat dikendalikan

penggunaan bahan makanan sumber zat gizi dengan mengacu gizi

seimbang.

Universitas Sumatera Utara

25

5. Menetapkan Besar Porsi

Besar porsi adalah banyaknya golongan bahan makanan yang

direncanakan setiap kali makan dengan menggunakan satuan penukar

berdasarkan standar makanan yang berlaku di rumah sakit.

6. Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan malam pada satu

putaran menu termasuk jenis makanan selingan.

7. Merancang Format Menu

Format menu adalah susunan hidangan sesuai dengan pola menu yang

sudah ditetapkan. Setiap hidangan yang terpilih dimasukkan dalam format

menu sesuai dengan golongan bahan makanan.

8. Melakukan Penilaian Menu dan Merevisi Menu

Untuk melakukan penilaian menu diperlukan instrumen penilaian yang

selanjutnya instrumen tersebut disebarkan kepada setiap manajer, misalnya

manajer produksi, distribusi dan marketing. Bila ada ketidaksetujuan oleh

salah satu pihak manajer, maka perlu diperbaiki kembali sehingga menu

telah benar-benar disetujui oleh manajer.

9. Melakukan Test Awal Menu

Bila menu telah disepakati, maka perlu dilakukan uji coba menu. Hasil uji

coba, langsung diterapkan untuk perbaikan menu.

2.5.2 Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan

Bahan makanan adalah semua bahan, baik terolah maupun tidak, termasuk

bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Direktorat Jenderal PPM & PL

dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2002). Perencanaan kebutuhan bahan

Universitas Sumatera Utara

26

makanan adalah kegiatan penyusunan kebutuhan bahan makanan yang diperlukan

untuk pengadaan bahan makanan agar tercapainya usulan anggaran dan kebutuhan

bahan makanan untuk pasien dalam satu tahun anggaran (Jufri et.al.2012).

Menurut Kemenkes (2013), perencanaan kebutuhan bahan makanan

merupakan serangkaian kegiatan menetapkan macam, jumlah dan mutu bahan

makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu, dalam rangka

mempersiapkan penyelenggaraan makanan rumah sakit. Tujuan dari perencanaan

kebutuhan bahan makanan agar tersedianya taksiran macam dan jumlah bahan

makanan dengan spesifikasi yang ditetapkan, dalam kurun waktu yang ditetapkan

untuk pasien rumah sakit. Ada beberapa langkah perhitungan kebutuhan bahan

makanan yang meliputi :

1. Susun macam bahan makanan yang diperlukan, lalu golongkan bahan

makanan apakah termasuk dalam bahan makanan segar dan bahan makanan

kering.

2. Hitung kebutuhan semua bahan makanan satu per satu dengan cara :

a. Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani.

b. Hitung macam dan kebutuhan bahan makanan dalam 1 siklus menu

(misalnya : 5,7 atau 10 hari).

c. Tetapkan kurun waktu kebutuhan bahan makanan (1 bulan, 3 bulan, 6

bulan atau 1 tahun).

d. Hitung berapa siklus dalam 1 periode yang telah ditetapkan dengan

menggunakan kalender.

Universitas Sumatera Utara

27

e. Hitung kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan untuk kurun waktu

yang ditetapkan (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun).

f. Masukkan dalam formulir kebutuhan bahan makanan yang telah

dilengkapi dengan spesifikasinya.

Secara umum dapat pula dihitung secara sederhana dengan rumus sebagai berikut

(contoh menu 10 hari) :

Gambar 2.1 Rumus kebutuhan bahan makanan untuk satu tahun

2.5.3 Perencanaan Anggaran Bahan Makanan

Menurut Kemenkes (2013), perencanaan anggaran belanja bahan makanan

adalah suatu kegiatan penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan

makanan bagi pasien dan karyawan yang dilayani sehingga tersedianya anggaran

belanja makanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan macam dan jumlah

bahan makanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Langkah-langkah

perencanaan anggaran belanja meliputi :

1. Kumpulkan data tentang macam dan jumlah konsumen/pasien tahun

sebelumnya.

2. Tetapkan macam dan jumlah konsumen/pasien.

3. Kumpulkan harga bahan makanan dari beberapa pasar dengan melakukan

survei pasar, kemudian tentukan harga rata-rata bahan makanan.

4. Buat pedoman berat bersih bahan makanan yang digunakan dan

dikonversikan ke dalam berat kotor.

(365 hari/10) x ∑ konsumen rata-rata x total macam dan ∑ makanan 10 hari

Universitas Sumatera Utara

28

5. Hitung indeks harga makanan per orang per hari dengan cara mengalikan

berat kotor bahan makanan yang digunakan dengan harga satuan sesuai

konsumen/pasien yang dilayani.

6. Hitung anggaran bahan makanan setahun (jumlah konsumen/pasien yang

dilayani dalam 1 tahun dikalikan indeks harga makanan).

7. Hasil perhitungan anggaran dilaporkan kepada pengambil keputusan

(sesuai dengan struktur organisasi masing-masing) untuk meminta

perbaikan.

8. Rencana anggaran diusulkan secara resmi melalui jalur administratif yang

berlaku.

2.5.4 Pengadaan Bahan Makanan

Kegiatan pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan

makanan, perhitungan harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan makanan

dan melakukan survei pasar.

2.5.4.1 Pemesanan Bahan Makanan

Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan

makanan berdasarkan pedoman menu dan rata-rata jumlah konsumen/pasien yang

dilayani, sesuai periode pemesanan yang ditetapkan. Melakukan pemesanan

sebelum pembelian bahan makanan bertujuan agar tersedianya daftar pesanan

bahan makanan sesuai menu, waktu, pemesanan, standar porsi bahan makanan

dan spesifikasi yang ditetapkan (Kemenkes, 2013). Adapun prasyarat dalam

pemesanan bahan makanan meliputi :

Universitas Sumatera Utara

29

1. Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan bahan

makanan

2. Tersedianya dana untuk bahan makanan.

3. Adanya spesifikasi bahan makanan.

4. Adanya menu dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan selama periode

tertentu (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun).

5. Adanya pesanan bahan makanan untuk 1 periode menu.

Menurut Kemenkes (2013), adapun langkah pemesanan bahan makanan meliputi :

1. Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan kering.

2. Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan cara mengalikan standar

porsi dengan jumlah konsumen/pasien kali kurun waktu pemesanan.

2.5.4.2 Pembelian Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan merupakan salah satu kewajiban bagi pengelola

penyelenggaraan makanan. Pembelian bahan makanan juga merupakan langkah

penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengawasan harga makanan secara

keseluruhan. Pada proses pembelian bahan makanan termasuk semua kegiatan

transaksi bahan makanan mentah sampai ke konsumen melalui penjual eceran

maupun pedagang besar. Pembelian bahan makanan harus melalui ketetapan yang

berlaku semua pemesanan, penerimaan dan pengeluaran bahan dan harus dicatat

dengan cermat, teratur dan berkala (Ratna, 2009).

Menurut Kemenkes (2013), pembelian bahan makanan merupakan

serangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan makanan

untuk memenuhi kebutuhan konsumen/pasien sesuai dengan ketentuan/kebijakan

Universitas Sumatera Utara

30

yang berlaku. Pembelian bahan makanan merupakan prosedur penting untuk

memperoleh bahan makanan, biasanya terkait dengan produk yang benar, jumlah

yang tepat, waktu yang tepat dan harga yang benar. Sistem pembelian yang sering

dilakukan antara lain :

1. Pembelian langsung ke pasar (The Open Market of Buying)

2. Pembelian dengan musyawarah (The Negotiated of Buying)

3. Pembelian yang akan datang (Future Contract)

4. Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned Contract/Auction)

a. Firm At the Opening of Price (FAOP), dimana pembeli memesan bahan

makanan pada saat dibutuhkan, harga disesuaikan pada saat transaksi

berlangsung.

b. Subject Approval of Price (SAOP), dimana pembeli memesan bahan

makanan pada saat dibutuhkan, harga sesuai dengan ditetapkan

terdahulu (Kemenkes, 2013).

Sedangkan menurut Moehyi (1992), pengadaan bahan makanan yang diperlukan

dalam penyelenggaraan makanan institusi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu

sebagai berikut :

1. Pengadaan bahan makanan dapat dilakukan dengan cara “membeli sendiri”

bahan makanan yang diperlukan di pasar atau di toko-toko. Cara ini mudah

dan praktis, tetapi hanya dapat dilakukan jika jumlah konsumen yang akan

dilayani tidak banyak (kurang dari 50 orang) atau jika penyelenggaraan

makanan itu hanya berlangsung dalam waktu singkat.

Universitas Sumatera Utara

31

2. Pengadaan bahan makanan melalui pemasok bahan makanan atau

leveransi bahan makanan. Biasanya pengadaan bahan makanan untuk

penyelenggaraan makanan institusi dan rumah sakit sesuai dengan

peraturan yang berlaku, yaitu melalui pemasok yang dipilih setelah

dilakukan pelelangan atau tender.

Ada tiga bentuk pelelangan untuk memilih pemasok bahan makanan bagi institusi

atau rumah sakit, yaitu sebagai berikut :

a. Pelelangan umum, yaitu pelelangan yang terbuka untuk semua pemasok

bahan makanan. Pelelangan diumumkan secara luas melalui berbagai

media massa sehingga semua pemasok yang berminat dapat mengikuti

pelelangan itu. Kesukaran memilih pemasok melalui pelelangan umum

adalah bonafiditas pemasok sering kurang diketahui karena tidak dinilai

terlebih dahulu.

b. Pelelangan terbatas, yaitu pelelangan yang diikuti oleh rekanan calon

pemasok tertentu yang sudah diteliti oleh pihak yang berwenang, seperti

Pemerintah Daerah, Departemen Perdagangan. Calon pemasok yang

mengikuti pelelangan yang sudah diteliti (prakualifikasi) itu terdaftar

sebagai “Rekanan Pemerintah”.

c. Pelelangan dengan perbandingan penawaran, yaitu beberapa calon

pemasok yang sudah diprakualifikasi dan sudah terdaftar sebagai rekanan

pemerintah (biasanya paling sedikit tiga calon) diminta mengajukan

penawaran harga. Calon yang mengajukan penawaran harga yang terendah

akan ditunjuk sebagai pemasok kebutuhan bahan makanan.

Universitas Sumatera Utara

32

2.5.5 Penerimaan Bahan Makanan

Menurut Kemenkes (2013), penerimaan bahan makanan merupakan suatu

kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat, memutuskan dan

melaporkan tentang macam dan jumlah bahan makanan sesuai dengan pesanan

dan spesifikasi yang telah ditetapkan, serta waktu penerimaannya. Tujuan

dilakukannya proses penerimaan bahan makanan agar bahan makanan yang

diterima sesuai dengan daftar pesanan, waktu pesan dan spesifikasi yang

ditetapkan . Prasyarat yang dibutuhkan dalam proses penerimaan bahan makanan

meliputi :

a. Tersedianya daftar pesanan bahan makanan berupa macam dan jumlah

bahan makanan yang akan diterima pada waktu tertentu.

b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.

Adapun langkah-langkah dalam penerimaan bahan makanan meliputi :

1. Bahan makanan diperiksa, sesuai dengan pesanan dan ketentuan

spesifikasi bahan makanan yang dipesan.

2. Bahan makanan dikirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis

barang atau dapat langsung ke tempat pengolahan makanan.

Menurut Simanjuntak (2015) yang mengutip pendapat Grossbauer, proses dasar

pada penerimaan menurut adalah :

1. Memeriksa kembali daftar pemesanan bahan makanan.

2. Memeriksa spesifikasi bahan makanan.

3. Memutuskan menerima atau menolak bahan makanan yang datang.

4. Memeriksa kembali daftar penerimaan bahan makanan.

Universitas Sumatera Utara

33

5. Membuat laporan penerimaan bahan makanan.

6. Menyalurkan bahan makanan ke gudang.

Menurut Moehyi (1992), tugas dan tanggung jawab penerima bahan makanan

adalah sebagai berikut :

a. Meneliti apakah bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok sesuai

dengan ketentuan-ketentuan (spesifikasi) sebagaimana tercantum dalam

kontrak kerja.

b. Mencocokkan jumlah dan jenis bahan makanan yang diserahkan oleh

pemasok apakah sudah sesuai dengan pesanan yang tercantum dalam

Daftar Pesanan Bahan Makanan.

c. Mengambil keputusan menerima atau tidak menerima bahan makanan

yang diserahkan pemasok.

2.5.6 Penyimpanan Bahan Makanan

Bahan makanan harus segera disimpan di ruang penyimpanan, gudang atau

ruang pendingin setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima. Menurut

Kemenkes (2013), penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata,

menyimpan, memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan makanan kering

dan segar di gudang bahan makanan kering dan dingin/beku dengan tujuan agar

tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas yang

tepat sesuai dengan kebutuhan. Prasyarat dalam penyimpanan bahan makanan

meliputi :

1. Adanya ruang penyimpanan bahan makanan kering dan bahan makanan

segar.

Universitas Sumatera Utara

34

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai peraturan.

3. Tersedianya kartu stok bahan makanan/buku catatan keluar masuknya

bahan makanan.

Adapun langkah dalam penyimpanan bahan makanan meliputi :

1. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, segera dibawa ke

ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin.

2. Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah ditimbang dan

diperiksa oleh bagian penyimpanan bahan makanan setempat dibawa ke

ruang persiapan bahan makanan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan,

Mutu, dan Gizi Makanan, tempat penyimpanan bahan makanan secara umum

harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan

kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun

bahan berbahaya.

2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan

first expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih

dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan

lebih dahulu.

3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan

makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam

lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang

kering dan tidak lembab.

Universitas Sumatera Utara

35

4. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm.

5. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%.

6. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik.

7. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu ±10oC.

8. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Suhu dan Lama Penyimpanan Bahan Makanan Mentah dan Segar

No

Jenis Bahan Makanan

Lama waktu penyimpanan

< 3 hari < 1 minggu >1 minggu

1 Daging, ikan, udang, dan hasil

olahannya

-5 – 0oC -10 - -50

oC < - 10

oC

2 Telur, buah dan hasil

olahannya

5 – 7oC -5 – 0o

C < - 5oC

3 Sayur, buah dan minuman 10oC 10

oC 10

oC

4 Tepung dan biji-bijian 25oC 25

oC 25

oC

Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), Tahun 2013

9. Bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit

dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm

b. Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm

c. Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm

2.5.7 Pengolahan Bahan Makanan

1. Persiapan Bahan Makanan

Bahan makanan yang akan dimasak harus disiapkan terlebih dahulu.

Kegiatan dalam penyiapan bahan makanan adalah membersihkan, mengupas atau

membuang bagian yang tidak dapat dimakan, memotong, mengiris, mencencang,

Universitas Sumatera Utara

36

menggiling, memberi bentuk, memberi lapisan atau melakukan berbagai hal

lainnya yang diperlukan sebelum bahan makanan dimasak (Moehyi, 1992).

Proses persiapan bahan makanan suatu kegiatan yang spesifik dalam

rangka mempersiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu sebelum dilakukan

kegiatan pemasakan (Jufri et.al.2012). Sedangkan menurut Kemenkes (2013),

persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam mempersiapkan

bahan makanan yang siap diolah (mencuci, memotong, menyiangi, meracik dan

sebagainya) sesuai dengan menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu dan

jumlah pasien yang dilayani. Prasyarat dalam persiapan bahan makanan meliputi :

1. Tersedianya bahan makanan yang akan dipersiapkan

2. Tersedianya tempat dan peralatan persiapan

3. Tersedianya prosedur tetap persiapan

4. Tersedianya standar porsi, standar resep, standar bumbu, jadwal persiapan

dan jadwal pemasakan.

Pada proses produksi yang perlu diperhatikan untuk menjaga keamanan

makanan adalah proses persiapan. Proses persiapan merupakan tahap awal atau

titik awal dari proses untuk mendapatkan makanan jadi, untuk itu pada tahap ini

perlu sekali dilakukan pengamanan bahan makanan. Pengamanan makanan

dilakukan untuk mempertahankan zat gizi pada makanan dan pengamanan

makanan terhadap bahaya pathogen (Mukrie et.al. 1990).

2. Pemasakan Bahan Makanan

Menurut Kemenkes (2013), pemasakan bahan makanan merupakan suatu

kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang

Universitas Sumatera Utara

37

siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Prasyarat dalam

pemasakan bahan makanan yaitu tersedianya menu, pedoman menu, siklus menu,

bahan makanan yang akan dimasak, peralatan pemasakan bahan makanan, aturan

dalam menilai pemasakan, prosedur tetap pemasakan dan peraturan penggunaan

Bahan Tambah Pangan (BTP). Adapun tujuan dari pemasakan bahan makanan

meliputi :

1. Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan.

2. Meningkatkan nilai cerna.

3. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan

penampilan makanan.

4. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Keamanan, Mutu, dan

Gizi Makanan (2004), cara pengolahan makanan yang baik dan benar dapat

menjaga mutu dan keamanan hasil olahan makanan. Sedangkan cara pengolahan

yang salah dapat menyebabkan kandungan gizi dalam makanan hilang secara

berlebihan. Makanan menjadi tidak aman dikonsumsi jika dalam pengolahannya

ditambahkan BTP yang melampaui batas yang diperbolehkan sehingga berbahaya

bagi kesehatan. Demi mendapatkan makanan yang bermanfaat dan tidak

membahayakan bagi yang memakannya perlu adanya suatu usaha penyehatan

makanan dan minuman, yaitu upaya pengendalian faktor yang memungkinkan

terjadinya kontaminasi yang akan memengaruhi pertumbuhan kuman dan

bertambahanya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses

pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit agar tidak

Universitas Sumatera Utara

38

menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan (Djarismawati

et.al. 2004).

Menurut Kepmenkes RI Nomor 1024 Tahun 2004 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, kegiatan penyehatan makanan dan minuman

di rumah sakit menekankan terwujudnya kebersihan dan keamanan makanan

dalam alur perjalanan makanan sebelum dikonsumsi oleh manusia. Kebersihan

diri dan kesehatan penjamah makanan merupakan kunci kebersihan dalam

pengolahan makanan yang aman dan sehat, karena penjamah makanan juga

merupakan salah satu vektor yang dapat mencemari bahan pangan baik berupa

cemaran fisik, kimia maupun biologis.

Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL dan Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik (2002), pengolahan bahan makanan harus dilakukan oleh penjamah dengan

sikap dan perilaku yang higiene :

1. Tidak merokok selama mengolah makanan.

2. Tidak makan atau mengunyah

3. Tidak memakai perhiasan.

4. Tidak menggunakan peralatan atau fasilitas kerja yang bukan

peruntukkannya.

5. Tidak melakukan kebiasaan seperti mengorek, mencungkil, menggaruk,

menjilat atau meludah selama mengolah makanan.

6. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara

terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.

Universitas Sumatera Utara

39

7. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dapat dilakukan dengan

menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu, dan

sejenisnya.

8. Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan

secara rutin/berkala minimal 6 bulan sekali.

9. Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak, terutama

makanan yang mudah rusak.

10. Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar

dari kamar mandi/WC.

11. Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung.

12. Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan.

2.5.8 Distribusi Makanan

Distribusi dan penyajian makanan yang telah dimasak merupakan kegiatan

terakhir dalam proses penyelenggaraan makanan. Menurut Kemenkes (2013),

pendistribusian makanan adalah serangkaian proses kegiatan penyampaian

makanan sesuai dengan jenis makanan dan jumlah porsi konsumen/pasien yang

dilayani dengan tujuan agar konsumen/pasien mendapat makanan sesuai diet dan

ketentuan yang berlaku. Prasyarat pendistribusian bahan makanan meliputi

tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit, standar porsi, peralatan

untuk distribusi, peralatan makan, adanya peraturan pengambilan makanan, daftar

permintaan bahan makanan konsumen/pasien, dan jadwal pendistribusian

makanan yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

40

Menurut Moehyi (1992), dalam pendistribusian dan penyajian makanan

kepada konsumen/pasien hal berikut perlu diperhatikan :

1. Makanan harus didistribusikan dan disajikan kepada konsumen tepat pada

waktunya. Makanan seharusnya tidak disajikan terlalu awal atau terlalu

lambat.

2. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah dan porsi yang telah

ditentukan. Besar porsi makanan sangat penting dalam penyelenggaraan

makanan bagi orang sakit yang sedang melakukan diet.

3. Kondisi makanan yang disajikan juga harus sesuai. Dalam hal ini yang

perlu diperhatikan adalah temperatur makanan pada waktu disajikan.

Makanan yang seharusnya dimakan dalam suhu yang agak hangat

hendaklah disajikan dalam keadaan hangat. Sebaliknya, makanan yang

seharusnya dimakan dalam keadaan dingin hendaklah disajikan dalam

keadaan dingin.

Menurut Kemenkes (2013), dalam pendistribusian makanan, sistem

distribusi yang digunakan sangat mempengaruhi makanan yang disajikan,

tergantung pada jenis dan jumlah tenaga, peralatan dan perlengkapan yang ada.

Terdapat 3 sistem distribusi makanan di rumah sakit, yaitu sistem yang dipusatkan

(sentralisasi), sistem yang tidak dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi antara

sentralisasi dengan desentralisasi.

1. Distribusi makanan yang dipusatkan

Umumnya disebut dengan cara distribusi “sentralisasi”, yaitu makanan

dibagi dan disajikan dalam alat makan di ruang produksi makanan.

Universitas Sumatera Utara

41

2. Distribusi makanan yang tidak dipusatkan

Cara ini umumnya disebut dengan distribusi “desentralisasi”. Makanan

pasien dibawa ke ruang perawatan pasien dalam jumlah banyak/besar,

kemudian dipersiapkan ulang, dan disajikan dalam alat makan pasien

sesuai dengan dietnya.

3. Distribusi makanan kombinasi

Distribusi makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian makanan

ditempatkan langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari tempat

produksi, dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam wadah besar yang

distribusinya dilaksanakan setelah sampai di ruang perawatan.

2.6 Ketenagaan Gizi di Rumah Sakit

Dalam upaya menjamin pelaksanaan pelayanan gizi yang optimal di rumah

sakit diperlukan adanya standar kebutuhan tenaga gizi secara lebih rinci. Menurut

Kemenkes (2013), tenaga gizi dalam pelayanan gizi rumah sakit adalah profesi

gizi yang terdiri dari Registered Dietisien (RD) dan Technical Registered

Dietisien (TRD). Registered Dietisien bertanggung jawab terhadap pelayanan

asuhan gizi dan pelayanan makanan dan dietetik, sementara TRD bertanggung

jawab membantu RD dalam melakukan asuhan gizi dan pelayanan makanan serta

dietetik serta melaksanakan kewenangan sesuai dengan kompetensi. Adapun

standar tenaga gizi rumah sakit meliputi:

1. Pimpinan Pelayanan Gizi

Dalam memenuhi standar akreditasi dan terlaksananya pelayanan gizi

rumah sakit, dibutuhkan pimpinan pelayanan gizi yang memiliki kompetensi dan

Universitas Sumatera Utara

42

pengalaman di bidang gizi /dietetik, yaitu seorang Registered Dietisien (RD) dan

diutamakan yang telah memperoleh pendidikan manajemen.

2. Kebutuhan Tenaga Gizi

Berdasarkan penelitian Badan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia

Kesehatan Tahun 2012 mengenai kebutuhan tenaga gizi dengan metode

perhitungan Analisis Beban Kerja atau WISN (Work Load Indicator Staf Need),

diperoleh jumlah optimal tenaga RD dan TRD menurut kelas rumah sakit agar

dapat melaksanakan pelayanan gizi yang baik dan berkualitas untuk menjamin

keamanan pasien. Kebutuhan RD dan TRD digambarkan pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Kebutuhan Tenaga Gizi Berdasarkan Kelas Rumah Sakit

No Rumah

Sakit

Registered

Dietisien

(RD)

Teknikal

Registered

Dietesien (TRD)

Kebutuhan

Tenaga

Gizi

1 Kelas A 56 16 72

2 Kelas B 22 15 37

3 Kelas C 18 12 30

4 Kelas D 9 14 23 Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS, Tahun 2013

2.7 Sarana dan Prasarana Dalam Penyelenggaraan Makanan Rumah

Sakit

Menurut Kemenkes (2013), agar penyelenggaraan makanan dapat berjalan

dengan optimal, maka ruangan, peralatan dan perlengkapannya perlu

direncanakan dengan baik dan benar. Dalam merencanakan sarana fisik/bangunan

untuk unit pelayanan gizi rumah sakit, maka diperlukan kesatuan pemikiran antara

perencana dan pihak manajemen yang terkait. Adapun tempat yang diperlukan di

ruang penyelengaraan makanan terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara

43

1. Tempat penerimaan bahan makanan

Tempat/ruangan ini digunakan untuk penerimaan bahan makanan dan

mengecek kualitas serta kuantitas bahan makanan. Letak ruangan ini

sebaiknya mudah dicapai kendaraan, dekat dengan ruang penyimpanan

serta persiapan bahan makanan. Luas ruangan tergantung dari jumlah

bahan makanan yang akan diterima.

2. Tempat /ruang penyimpanan bahan makanan.

Ada dua jenis tempat penyimpanan bahan makanan yaitu penyimpanan

bahan makanan segar (ruang pendingin) dan penyimpanan bahan makanan

kering. Luas tempat pendingin ataupun gudang bahan makanan tergantung

pada jumlah bahan makanan yang akan disimpan, cara pembelian bahan

makanan, dan frekuensi pemesanan bahan.

3. Tempat persiapan bahan makanan.

Tempat persiapan digunakan untuk mempersiapkan bahan makanan dan

bumbu meliputi kegiatan membersihkan, mencuci, mengupas, menumbuk,

menggiling, memotong, mengiris, dan lain-lain sebelum bahan makanan

dimasak. Ruang ini hendaknya dekat dengan ruang penyimpanan serta

pemasakan. Ruang harus cukup luas untuk menampung bahan, alat,

pegawai, dan alat transportasi.

4. Tempat pengolahan dan distribusi makanan

Tempat pengolahan makanan ini biasanya dikelompokkan menurut

kelompok makanan yang dimasak. Misalnya makanan biasa dan makanan

Universitas Sumatera Utara

44

khusus. Kemudian makanan biasa dibagi lagi menjadi kelompok nasi,

sayuran, lauk pauk dan makanan selingan serta buah.

5. Tempat pencucian dan penyimpanan alat

Pencucian alat masak hendaknya pada tempat khusus yang dilengkapi

dengan sarana air panas. Alat-alat dapur besar dan kecil dibersihkan dan

disimpan diruang khusus, sehingga mudah bagi pengawas untuk

inventarisasi alat.

Fasilitas pencucian peralatan :

a. Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan.

b. Tersedia fasilitas pengering/rak dan penyimpanan sementara yang

bersih.

c. Dilengkapi alat untuk mengatasi sumbatan dan vektor.

d. Tersedia air mengalir dalam jumlah cukup dengan tekanan +15 psi

(1,2kg/cm3).

e. Tersedia sabun dan lap pengering yang bersih.

Fasilitas pencucian alat makan :

a. Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan dan

peralatan.

b. Tersedia air mengalir dalam jumlah cukup dengan tekanan +15 psi

(1,2kg/cm3).

c. Tersedia air panas dan alat pembersih seperti sabun, detergen, sikat.

Universitas Sumatera Utara

45

6. Tempat pembuangan sampah

Diperlukan tempat pembuangan sampah yang cukup untuk menampung

sampah yang dihasilkan dan harus segera dikosongkan begitu sampah

terkumpul.

7. Ruang fasilitas pegawai

Ruang ini adalah ruangan-ruangan yang dibuat untuk tempat ganti pakaian

pegawai, istirahat, ruang makan, kamar mandi dan kamar kecil. Ruangan

ini dapat terpisah dari tempat kerja, tetapi perlu dipertimbangkan agar

dengan tempat kerja tidak terlalu jauh letaknya.

8. Ruang pengawas

Diperlukan ruang untuk pengawas melakukan kegiatan. Hendaknya ruang

ini terletak cukup baik, sehingga pengawas dapat mengawasi semua

kegiatan di dapur.

2.8 Standar Makanan Umum Rumah Sakit

1. Makanan Biasa (MB)

Makanan Biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam,

bervariasi dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal. Susunan

makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Makanan Biasa

diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan

makanan khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus,

makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak

merangsang pada saluran cerna (Almatsier, 2006).

Universitas Sumatera Utara

46

2. Makanan Lunak (ML)

Makanan Lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah

dikunyah, ditelan, dicerna dibandingkan Makanan Biasa. Makanan ini

mengandung cukup zat-zat gizi, asalkan pasien mampu mengkonsumsi

makanan dalam jumlah cukup. Menurut keadaan penyakit, Makanan

Lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan

penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi, pasien

dengan kesulitan mengunyah dan menelan, serta sebagai perpindahan dari

Makanan Saring ke Makanan Biasa (Almatsier, 2006).

3. Makanan Saring (MS)

Makanan Saring adalah makanan semi padat yang mempunyai tekstur

lebih halus daripada Makanan Lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan

dicerna. Makanan Saring diberikan kepada pasien sesudah mengalamai

operasi tertentu, pada infeksi akut termasuk infeksi saluran cerna, serta

kepada pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan, atau sebagai

perpindahan dari Makanan Cair Kental ke Makanan Lunak. Karena

makanan ini kurang serat dan vitamin C, maka sebaiknya diberikan untuk

jangka waktu pendek, yaitu selama 1 sampai 3 hari saja (Almatsier, 2006).

4. Makanan Cair

Makanan Cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga

kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan

mengunyah, menelan, dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh

menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah, pasca pendarahan

Universitas Sumatera Utara

47

saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan dapat diberikan secara

oral atau parenteral. Menurut konsistensi makanan, Makanan Cair terdiri

atas tiga jenis, yaitu Makanan Cair Jernih, Makanan Cair Penuh, dan

Makanan Cair Kental.

a. Makanan Cair Jernih (MCJ)

Makanan Cair Jernih adalah makanan yang disajikan dalam bentuk cairan

jernih pada suhu ruangan dengan kandungan sisa (residu) minimal.

Makanan Cair Jernih diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah

operasi tertentu, keadaan mual dan muntah, dan sebagai makanan tahap

awal pasca pendarahan saluran cerna. Nilai gizinya sangat rendah karena

hanya terdiri dari sumber karbohidrat.

b. Makanan Cair Penuh

Makanan Cair Penuh adalah makanan yang berbentuk cair atau semi cair

pada suhu ruang dengan kandungan serat minimal. Makanan Cair Penuh

diberikan kepada pasien yang mempunyai masalah untuk mengunyah,

menelan, atau mencernakan makanan padat, misalnya pada operasi mulut

atau tenggorokan, dan/atau pada kesadaranmenurun.

c. Makanan Cair Kental (MCK)

Makanan Cair Kental adalah makanan yang mempunyai konsistensi kental

atau semi padat pada suhu kamar, yang tidak membutuhkan proses

mengunyah dan mudah ditelan. Makanan Cair Kental diberikan kepada

pasien dengan penyakit yang disertai peradangan, ulkus peptikum, atau

gangguan struktural atau motorik pada rongga mulut.

Universitas Sumatera Utara

48

2.9 Standar Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan gizi di rumah sakit dapat dikatakan berkualitas, bila hasil

pelayanan mencapai hasil yang diharapkan dan dilakukan sesuai dengan standar

dan prosedur yang berlaku. Indikator mutu pelayanan gizi mencerminkan mutu

kinerja instalasi gizi dalam ruang lingkup kegiatannya (pelayanan asuhan gizi,

pelayanan makanan, dan sebagainya). Beberapa indikator mutu pelayanan gizi

rumah sakit antara lain :

1. Perencanaan asuhan gizi sesuai dengan standar pelayanan

Rencana asuhan gizi yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

asuhan gizi.

Standar pelayanan asuhan gizi :

a. Rencana asesmen/pengkajian dan asuhan gizi yang diberikan tepat

waktu.

b. Rencana asuhan gizi yang tercatat dalam rekam medik.

c. Rencana asuhan direvisi sesuai dengan respon pasien.

d. Monitoring pelaksanaan rencana asuhan dilakukan.

e. Kesesuaian intervensi dengan kondisi pasien skor : 100%

2. Keberhasilan Konseling Gizi

Perubahan sign dan symptoms dari problem gizi pada kunjungan awal

terhadap target pada kunjungan-kunjungan konseling berikutnya.

3. Ketepatan Diet yang Disajikan

Persentase ketetapan diet yang disajikan sesuai dengan diet order dan

rencana asuhan harus 100%.

Universitas Sumatera Utara

49

4. Ketepatan Penyajian Makanan

Persentase ketepatan dan keakuratan makanan yang disajikan yang sesuai

dengan standar harus 100%.

5. Ketepatan Citarasa Makanan

Presentasi citarasa (aroma, suhu, penampilan, rasa, dan tekstur) hidangan

yang dapat diterima atau sesuai dengan dietnya harus 100%.

6. Sisa Makanan Pasien

Persentase makanan yang dapat dihabiskan pasien dari satu atau lebih

waktu makan harus 80%. Dengan kata lain, sisa makanan pasien harus

< 20% (Kemenkes, 2013).

2.10 Kerangka Pikir Penelitian

Menurut Azwar (2010), pelayanan kesehatan sebagai suatu sistem

memiliki unsur-unsur yang meliputi masukan (input), proses (process), dan

keluaran (output) yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Landasan Teori

Masukan (Input)

1. Man

2. Material

3. Method

4. Money

5. Machine

6. Market

Proses (Process)

1. Planning

2. Organizing

3. Actuating

4. Controlling

Keluaran

(Output)

Universitas Sumatera Utara

50

Berdasarkan landasan teori tersebut, penyelenggaraan makanan sebagai suatu

sistem pelayanan di rumah sakit juga memiliki unsur masukan (input), proses

(process), dan keluaran (output) yang dapat digambarkan dalam kerangka pikir

sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian

1. Tenaga Gizi

2. Biaya

Operasiona

3. Sarana dan

Prasarana

Penyediaan

makanan yang

berkualitas sesuai

dengan kebutuhan

gizi, biaya, aman,

dan dapat diterima

pasien

1. Bentuk penyelenggaraan

makanan

2. Kegiatan dalam

penyelenggaraan makanan

a. Perencanaan menu

b. Perencanaan kebutuhan

bahan makanan

c. Perencanaan anggaran

d. Pemesanan dan

pembelian bahan

makanan

e. Penerimaan bahan

makanan

f. Penyimpanan bahan

makanan

g. Pengolahan bahan

makanan

h. Pendistribusian

makanan

Masukan (Input) Proses (Process) Keluaran (Output)

Universitas Sumatera Utara