repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 63525 › chapter...

42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.1.1 Definisi K3 Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Tentang SMK3, Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sedangkan menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah: Segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.” 2.1.2 Persyaratan Keselamatan Kerja Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1970 (Suma’mur, 2009) adalah sebagai berikut : 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, hal ini berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan dan setiap pekerjaan atau kegiatan berbahaya. 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, berkaitan dengan sistem proteksi dan pencegahan kebakaran (fire protection system) dalam 7 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1 Definisi K3

Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Tentang SMK3,

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala

kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Sedangkan menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) adalah: “Segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam

rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan

dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian

bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan

melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.”

2.1.2 Persyaratan Keselamatan Kerja

Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Undang-Undang

No. 1 tahun 1970 (Suma’mur, 2009) adalah sebagai berikut :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, hal ini berkaitan dengan upaya

pencegahan kecelakaan dan setiap pekerjaan atau kegiatan berbahaya.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, berkaitan dengan

sistem proteksi dan pencegahan kebakaran (fire protection system) dalam

7

Universitas Sumatera Utara

8

rancangan bangun, operasi, dan penggunaan sarana, pabrik, banguna dan

fasilitas lainnya.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan, meliputi upaya pencegahan

bahaya kebakaran (fire prevention) dalam kegiatan yang dapat

mengandung bahaya kebakaran, menggunakan api atau kegiatan lainnya.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian

kebakaran atau kejadian lainnya. Berkaitan dengan sistem tanggap darurat

(emergency response) serta fasilitas penyelamat di dalam bangunan atau

tempat kerja (means of escape).

5. Memberikan pertolongan dalam kecelakaan. Menyangkut aspek P3K atau

pertolongan jika terjadi kecelakaan termasuk resque dan pertolongan

korban.

6. Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja. Berkaitan dengan

penyediaan alat keselamatan yang sesuai untuk setiap pekerjaan yang

berbahaya.

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar

atau radiasi, suara atau getaran. Berkaitan dengan keselamatan lingkungan

kerja, pencemaran atau buangan industri serta kesehatan kerja.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik,

psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

Universitas Sumatera Utara

9

11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan dan

proses kerja. Berkaitan dengan aspek ergonomi di tempat kerja.

14. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. Berkaitan dengan

keselamatan konstruksi dan bangunan mulai dari pembangunan sampai

penempatannya.

15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan

penyimpanan barang. Syarat ini berkaitan dengan kegiatan pelabuhan dan

pergudangan.

16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya, berkaitan dengan

keselamatan ketenagalistrikan.

17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahayanya menjadi bertambah tinggi.

2.2 Tempat Kerja

Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 1 ayat 1 dicantumkan

bahwa "Tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,

bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki

tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau

sumber-sumber bahaya; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,

halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan

dengan tempat kerja. Selanjutnya hal tersebut tersebut diperinci dalam pasal 2

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

10

1. Yang diatur oleh Undang-Undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala

tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air

maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik

Indonesia.

2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di

mana :

a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,

peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan

kecelakaan, kebakaran atau peledakan;

b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau

disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar,

menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;

c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan

pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau

dimana dilakukan pekerjaan persiapan;

d. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan

hutan, pengolahan atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan

lapangan kesehatan;

e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau

bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di

permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;

Universitas Sumatera Utara

11

f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan,

melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;

g. Dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,

stasiun atau gudang;

h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam

air;

i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau

perairan;

j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau

rendah;

k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,

kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau

terpelanting;

l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap,

gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

o. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi

atau telepon;

p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset

(penelitian) yang menggunakan alat teknis;

q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau

disalurkan listrik, gas, minyak atau air;

Universitas Sumatera Utara

12

r. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi

lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

2.3 Bahaya

2.3.1 Definisi bahaya

Pengertian bahaya dari beberapa ahli dalam Winarsunu (2008) adalah

sebagai berikut : Menurut Brauer, hazard adalah potensi suatu dari suatu kegiatan,

kondisi, keadaan untuk menghasilkan efek berbahaya. Menurut Sanders, hazard

adalah kondisi atau mengatur keadaan yang memiliki potensi untuk menyebabkan

atau memberikan kontribusi terhadap cedera atau kematian. Menurut Blockley,

hazard merupakan kondisi yang memiliki potensi untuk memulai urutan

kecelakaan dalam suatu proses pengoperasian produk atau sistem.

Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden

yang berakibat pada kerugian. Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu

kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian tersebut.

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 2.1 Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada

dampak korban

Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D

Potensi bahaya

yang menimbulkan

risiko dampak

jangka panjang

pada kesehatan

Potensi bahaya

yang

menimbulkan

risiko langsung

pada

keselamatan

Risiko terhadap

kesejahteraan

atau kesehatan

sehari-hari

Potensi bahaya

yang

menimbulkan

risiko pribadi

dan psikologis

Bahaya faktor

kimia (debu, uap

logam, uap)

Bahaya faktor

biologi (penyakit

dangangguan oleh

virus, bakteri,

binatang dsb.)

Bahaya faktor

fisik (bising,

penerangan,

getaran, iklim

kerja, jatuh)

Cara bekerja dan

bahaya faktor

ergonomis (posisi

bangku kerja,

pekerjaan

berulang-ulang,

jam kerja yang

lama)

Potensi bahaya

lingkungan yang

disebabkan oleh

polusi pada

perusahaan di

masyarakat

Kebakaran

Listrik

Potensi bahaya

Mekanikal

(tidak adanya

pelindung

mesin)

House keeping

(perawatan

buruk pada

peralatan)

Air Minum

Toilet dan

fasilitas

mencuci

Ruang makan

atau Kantin

P3K di

tempat kerja

Transportasi

Pelecehan,

termasuk

intimidasi dan

pelecehan

seksual

Terinfeksi

HIV/AIDS

Kekerasan di

tempat kerja

Stress

Narkoba di

tempat kerja

Sumber: ILO, 2013

Universitas Sumatera Utara

14

2.3.2 Sumber-sumber bahaya

Ada 5 jenis sumber-sumber bahaya di tempat kerja yang dapat

menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja menurut Syukri Sahab dalam Ernawati

(2009) yaitu:

1. Bangunan, peralatan dan instalasi

2. Bahan

3. Proses

4. Cara kerja

5. Lingkungan kerja, yang terdiri dari : Faktor lingkungan fisik, Faktor

lingkungan kimia, Faktor lingkungan biologi, Faktor fisik kerja atau

ergonomic, Faktor psikologi.

2.3.3 Teknik identifikasi bahaya

Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi

bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik

bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah

pengamanan agar tidak terkena bahaya. Namun demikian, tidak semua bahaya

dapat dikenali dengan mudah, seperti mengenal bahaya api (Ramli, 2010).

Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi

bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai

macam yang dapat diklasifikasikan menjadi metoda pasif, metoda semiproaktif

dan metoda aktif (Ramli, 2010).

1. Teknik pasif merupakan identifikasi pasif jadi bahaya dikenal dengan

mengalami terlebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara

15

2. Teknik semi proaktif merupakan teknik belajar dari pengalaman orang lain jadi

mengetahui adanya bahaya yang tidak dialami diri sendiri tetapi orang lain.

3. Metoda proaktif merupakan metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya atau

mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak

yang merugikan.

Tindakan proaktif memiliki kelebihan :

1. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan

kecelakaan atau cedera.

2. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan

mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan.

3. Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja setelah mengetahui dan

mengenal adanya bahaya disekitar tempat kerjanya.

4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat

menimbulkan kerugian (Ramli, 2010).

Identifikasi bahaya yang bersifat proaktif antara lain :

1. Daftar periksa dan audit atau inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Analisa bahaya awal (preliminary hazards analysis)

3. Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis)

4. Analisa what if (what if analysis)

5. Analisa moda kegagalan dan efek (failure mode and effect analysis)

6. Hazops (Hazards and operabolity study)

7. Analisa keselamatan pekerjaan (job safety analysis)

8. Analisa risiko pekerjaan (job safety analysis)

Universitas Sumatera Utara

16

Penerapan teknik identifikasi bahaya ini dapat dilakukan sepanjang daur

hidup perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi (Ramli,

2010).

2.3.4 Pengendalian bahaya

Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko dilakukan dengan

mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan hirarki yaitu : (Ramli, 2010)

1. Eliminasi

Elimininasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber

bahaya, misalnya lobang dijalan ditutup, ceceran minyak dilantai dibersihkan,

mesin yang bising dimatikan. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya

dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan. Karena itu, teknik ini

menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian risiko.

2. Substitusi

Substitusi adalah teknik pengendalian dengan mengganti alat, bahan,

sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau yang lebih

rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakam, misalnya, bahan kimia

berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih

aman.

3. Engineering control / pengendalian teknis

Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada

dilingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui

perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan

pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki secara teknis

Universitas Sumatera Utara

17

misalnya dengan memasang dengan peredam suara sehingga tingkat kebisingan

dapat ditekan. Pencemaran diruang kerja dapat diatasi dengan memasang sistem

ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar

pengaman atau sistem interlock.

4. Administrative control / pengendalian administratif

Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya

dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih

aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan, pemasangan tanda bahaya atau rambu-

rambu keselamatan. Pada administrative control atau pengendalian administrative

dilakukan shift kerja, rotasi kerja dan mutasi personel, prosedur kerja

keselamatan, pemasangan simbol/tanda-tanda bahaya termasuk radiasi, lembar

data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet:MSDS) didaerah kerja.

Menurut Ramli (2010) bahaya yang ada di tempat kerja memiliki perbedaan

tergantung jenis pekerjaan dan tanda keselamatan sesuai dengan bahaya atau lay

out di lingkungan kerja.

5. APD/Alat Pelindung Diri

Pilihan terakhir untuk pengendalian bahaya adalah dengan memakai alat

pelindung diri. Misalnya, pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan

(respirator/masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Dalam konsep K3,

penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan

kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah

kecelakaan (reduce likelyhood) namun hanya sekedar mengurangi efek atau

keparahan kecelakaan (reduce consequences).

Universitas Sumatera Utara

18

Gambar 2.1 Hirarki pengendalian

2.4 Kecelakaan Kerja

2.4.1 Definisi kecelakaan kerja

Heinrich (1980) mendefinisikan bahwa kecelakaan adalah suatu peristiwa

yang tidak direncanakan dan tidak terkendali di mana tindakan atau reaksi obyek,

substansi, orang, atau radiasi menghasilkan cedera pribadi atau kemungkinanan

lainnnya. Winarsunu (2008) mengungkapkan pendapat Brauer yang memberi

pengertian kecelekaan kerja sebagai “sesuatu yang tidak direncanakan, urutan

peristiwa tunggal atau beberapa yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh

tindakan tidak aman, kondisi yang tidak aman atau keduanya dan dapat

mengakibatkan efek yang tidak diinginkan langsung ataupun tidak langsung”.

Ridley (2008) berpendapat bahwa kecelakaan bukan terjadi, tapi disebabkan oleh

kelemahan di sisi majikan, pekerja atau keduanya. Akibat yang ditimbulkan dapat

memunculkan trauma bagi keduanya: bagi pekerja, cidera dapat berpengaruh

terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidupnya, sedangkan bagi majikan,

berupa kerugian produksi, waktu terbuang untuk penyelidikan, dan yang terburuk

biaya untuk proses hukum.

Eliminasi

Substitusi

Perancangan

Administrasi

APD

Universitas Sumatera Utara

19

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang

merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.

Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Kecelakaan industri yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena

adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

2. Kecelakaan dalam perjalanan yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja

yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja (Budiono,dkk 2009).

2.4.2 Teori penyebab kecelakaan kerja

1. Heinrich’s domino theory

Dalam Pratiwi (2012) dipaparkan bahwa teori ini diperkenalkan oleh W.H

Heinrich, tahun 1931. Menurut Heinrich, 88% penyebab kecelakaan kerja adalah

unsafe act (tindakan tidak aman), 10% disebabkan oleh unsafe conditions (kondisi

tidak aman), dan 2% adalah anavoidable (hal yang tidak dapat dihindari). Jadi,

menurutnya accident lebih banyak disebabkan oleh kekeliruan, kesalahan yang

dilakukan oleh manusia.

Gambar 2.2 Heinrich's domino theory

Universitas Sumatera Utara

20

Teori domino disebutkan oleh W.H Heinrich terdiri dari 5 elemen, yaitu :

1. Ancestry and social environment, karakter negatif dari seseorang untuk

berperilaku tidak aman, seperti ceroboh. Selain itu, pengaruh lingkungan

sosial juga dapat menyebabkan seseorang membuat kesalahan.

2. Fault of person, karakter negatif yang menyebabkan kesalahan pada

seseorang merupakan alasan untuk melakukan tindakan tidak aman.

3. Unsafe act and/or mechanical or physical hazard, tindakan tidak aman

seseorang seperti berdiri di ketinggian, menyalakan mesin tanpa prosedur

yang benar, bahaya mekanik dan fisik.

4. Accident, kejadian, seperti jatuh, terkena benda yang menghasilkan

penyebab kecelakaan.

5. Injury, cidera yang merupakan hasil dari kecelakaan. Kunci dari pencegahan

kecelakaan menurut teori Domino adalah dengan menghilangkan faktor

utama penyebab kecelakaan yaitu unsafe act (tindakan tidak aman).

2. Swiss-cheese

Teori swiss-cheese ini diperkenalkan oleh James Reason (Pratiwi, 2012).

Teori ini menekankan bahwa penyebab kecelakaan kerja adalah akibat kelalaian

atau kesalahan manusia. Penyebab kelalaian atau kesalahan manusia dibagi

menjadi empat oleh James Reason, yaitu :

1. Pengaruh organisasi (organizational influences).

2. Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision) yaitu tidak ada tindakan

lebih lanjut dari pihak pengawasan terhadap kondisi dan tindakan tidak aman.

Universitas Sumatera Utara

21

3. Prakondisi yang dapat menyebabkan tindakan tidak aman (preconditions for

unsafe act) yaitu situasi atau kondisi yang berpotensi untuk memulai,

memperburuk, dan memfasilitasi suatu peristiwa yang tidak diinginkan.

4. Tindakan tidak aman (unsafe act) yaitu tindakan yang menyimpang atau tidak

sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.

Gambar 2.3. Swiss-cheese theory

Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model memberikan

informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi. Informasi

berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman itu.

Types of Human Errors:

a) Unsafe Act

i) Errors

ii) Violations

b) Preconditions for Unsafe Acts

i) Conditions of operator

ii) Poor practice of operator

Universitas Sumatera Utara

22

c).Unsafe Supervision

i) Inadequate supervision

ii) Improper planning

iii) Failure to correct problems

iv) Supervisory violations

d) Organizational InfluencesResource management

i) Organizational climate

ii) Organizzational process

Dalam Swiss Cheese Model, types of human errors ini merepresentasikan

lubang pada sebuah keju. Jika keempat keju (unsafe act, preconditions for unsafe

acts, unsafe supervisions, and organizational influences) sama-sama mempunyai

lubang, maka kecelakaan menjadi tak terhindarkan. Agar kecelakaan dapat

dicegah, manajemen harus dapat mengenali secara spesifik kemungkinan

terjadinya kelalaian/kesalahan manusia pada tiap tahapan pekerjaan yang

dilakukan karyawan. Melalui pendekatan ini, karyawan tidak lagi menjadi pihak

yang melulu dipersalahkan jika suatu kecelakaan terjadi. Melalui Swiss Cheese

Model, manajemen yang justru dituntut untuk melakukan segala upaya yang

diperlukan untuk melindungi karyawannya.

3. Teori Ferrel

Teori ini menjelaskan bahwa setiap kecelakaan kerja yang timbul disebabkan oleh

kesalahan manusia. Menurut Ferrel, beberapa kesalahan manusia antara lain:

Universitas Sumatera Utara

23

1. Kelebihan beban kerja, beban kerja dihitung sebagai penjumlahan dari tugas

yang menjadi tanggungjawabnya dan ditambah beban lingkungan. Faktor

internal (stress dan emosi) dan faktor eksternal (intsruksi tidak jelas).

2. Respon yang tidak tepat (Inappropriate Response), mengabaikan standar

keselamatan.

3. Aktivitas yang tidak tepat (Inappropriate Activity), melakukan tugas tanpa

dibekali pelatihan atau pengetahuan (Heinrich, 1980).

4. Teori loss causation model

Loss Causation Model ini dikembangkan oleh Frank Bird J.R dan Germain

pada tahun 1985. Model ini menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss) disebabkan

oleh serangkaian faktor-faktor yang berurutan seperti yang terdapat dalam gambar

2.3 berikut ini:

Gambar 2.4 Loss causation model

5. Multiple factors theories

Groos menyatakan bahwa kecelakaan kerja disebabkan oleh banyak faktor.

Faktor-faktor yang berkontribusi mencakup 4M, yaitu man, machine, media, dan

management. Faktor man atau manusia meliputi usia, gender, kemampuan,

Universitas Sumatera Utara

24

MANAJEMEN

keterampilan, pelatihan yang pernah diikuti, kekuatan, motivasi, keadaan emosi,

dan lain-lain. Faktor media meliputi lingkungan kerja misalnya suhu, kebisingan,

getaran, gedung, jalan, ruang kerja, dan sebagainya. Faktor machine atau mesin

meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energy, cara kerja, tipe gerakan, dan

bahan mesin itu sendiri. Sedangkan faktor management adalah konteks dimana

ketiga faktor berada dan dijalankan, meliputi gaya manajemen, struktur

organisasi, komunikasi, kebijakan dan prosedur-prosedur lain yang dijalankan di

organisasi (Winarsunu, 2008).

Gambar 2.5 Multiple factors theory

Banyak kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia atau human

error. Namun, human error bukanlah satu-satunya penyebab kecelakaan.

Penyebab lainnya yang bersifat laten dan seakan-akan dianggap human error

adalah organization error, yakni error yang disebabkan oleh kebijakan organisasi

(Winarsunu, 2008).

MAN

MACHINE MEDIA

Universitas Sumatera Utara

25

2.4.3 Klasifikasi kecelakaan kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja bersifat jamak, karena pada

kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak disebabkan hanya satu

faktor, tetapi banyak faktor yang saling berkaitan untuk menyebabkan terjadinya

kecelakaan. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam Hamdi

(2009) kecelakaan akibat kerja diklasifikasikan menjadi empat macam

penggolongan, yaitu:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, kecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan yang datanya tidak cukup atau

kecelakaan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi Menurut Penyebab

a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.

b. Alat angkut dan alat angkat.

c. Peralatan lain, misalnya instalasi pendingin dan alat-alat listrik.

d. Bahan-bahan, zat-zat radiasi.

Universitas Sumatera Utara

26

e. Lingkungan kerja.

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut.

g. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut atau data

tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

a. Patah tulang.

b. Dislokasi atau keseleo.

c. Regang otot atau urat.

d. Memar dan luka dalam lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Luka di permukaan.

h. Gegar dan remuk.

i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).

k. Akibat cuaca.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik.

n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh

a. Kepala.

b. Leher.

Universitas Sumatera Utara

27

c. Badan.

d. Anggota atas.

e. Anggota bawah.

f. Banyak tempat.

g. Letak lain yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi tersebut.

2.4.4 Kerugian akibat kecelakaan

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian

materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu

proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan

berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Menurut Ramli (2010),

kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan atas dua kerugian, yaitu :

1. Kerugian langsung

Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung

dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan. Kerugian

langsung dapat berupa :

a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik

cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan

mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan

baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan

perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan

sesuai ketentuan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

28

b. Kerusakan Sarana Produksi Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan

sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan

kerusakan.

2. Kerugian tidak langsung

Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian

tak langsung antara lain:

a. Kerugian jam kerja Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti

sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian,

perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang

hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi

produktivitas.

b. Kerugian produksi Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses

produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa

berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat

keuntungan.

c. Kerugian Sosial Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi

keluarga korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.

2.4.5 Pencegahan kecelakaan kerja

Menurut Hadipoetro (2014), pencegahan kecelakaan adalah upaya untuk

menghilangkan satu atau lebih dari rangkaian penyebab kecelakaan tersebut. Ada

banyak cara yang digunakan untuk menghindari, mencegah atau mengurangi

kecelakaan kerja yang terjadi. Cara-cara tersebut antar lain sebagai tersebut.

Universitas Sumatera Utara

29

a. Penerapan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi dalam berbagai hal

seperti: kondisi kerja umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan,

pengawasan, pengujian, pengoperasian peralatan, kewajiban dan hak

pengusaha/pekerja, pengawasan/pemeriksaan kesehatan dan pelatihan.

b. Penetapan standar, yaitu standar resmi kontruksi aman dari suatu peralatan,

standar setengah resmi alat pengaman perorangan, standar tidak resmi

himbauan kebiasaan yang aman dan sehat.

c. Pengawasan, menegakkan peraturan yang ada, member peringatan atau

hukuman bagi yang melanggar.

d. Riset teknis, misalnya penelitian pelindung mesin, percobaan berbagai metoda

pencegahan kebakaran dan ledakan, pengujian masker untuk alat bantu

pernapasan.

e. Riset medis, misalnya penelitian dampak fisiologis dan patologis dari faktor

lingkungan kerja.

f. Riset psikologis, misalnya penyelidikan perilaku yang dapat menyebabkan

kecelakaan.

g. Riset statistik, misalnya penelitian mengenai jenis kecelakaan pada suatu

industri.

h. Pendidikan, misalnya menjadikan aspek keselamatan kerja sebagai salah satu

mata ajar/kuliah dalam sekolah/ perguruan tinggi.

i. Pelatihan, misalnya memberikan instruksi keselamatan pekerja kepada

pekerjayang baru masuk.

Universitas Sumatera Utara

30

j. Persuasi, sebagai contoh menggunakan media cetak untuk menghimbau

kesadaran akan keselamatan kerja.

k. Asuransi, misalnya menyediakan anggaran khusus untuk mentransfer risiko

kecelakaan.

l. Tindakan pengamanan, yang dilakukan oleh setiap pekerja secara individu.

2.5 Safety Inspection

Inspeksi merupakan alat utama untuk memperoleh dan menemukan

masalah serta mengevaluasi risiko sebelum terjadi kecelakaan yang bisa

mengakibatkan kerugian (Hadipoetro, 2014). Inspeksi merupakan salah satu alat

kontrol atau pengawasan manajemen yang bersifat klasik terhadap kegiatan

perusahaan yang telah banyak diterapkan dalam upaya menemukan masalah yang

dihadapi di lapangan, termasuk untuk memperkirakan besarnya risiko. Inspeksi

merupakan salah satu upaya proaktif dan bertujuan untuk memastikan apakah

fasilitas kerja di lapangan telah dikelola secara baik dilihat dari aspek K3.

Inspeksi lebih condong pada hal-hal yang bersifat penerapan atau hal-hal yang

telah terjadi. Inspeksi K3 dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara internal

oleh perusahaan sendiri ataupun oleh pihak luar (eksternal) perusahaan.

Pelaksanaan oleh pihak luar dilakukan oleh intsansi pemerintah berwenang,

seperti kemenakertrans dan sesuai dengan paraturan perundangan yang berlaku

(Ramli, 2013).

Safety inspection adalah salah satu program keselamatan dan kesehatan

kerja yang bersifat proaktif karena bertujuan menemukan masalah langsung

sebagai upaya preventif sebelum terjadi kecelakaan. Program ini merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara

31

kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan, pengawasan, dan

pengendalian terhadap penyimpangan-penyimpangan, baik kondisi kerja yang

tidak aman, maupun perilaku kerja yang tidak aman. Inspeksi keselamatan dan

kesehatan yang efektif adalah salah satu yang paling penting sebagai alat

pencegahan insiden/kecelakaan dalam program keselamatan dan kesehatan

perusahaan. Menggunakan inspektor terlatih dalam program inspeksi terencana

akan mengurangi insiden dan kerusakan properti. Program inspeksi keselamatan

yang efektif akan meningkatkan komunikasi pekerja, moral perusahaan dan, dari

waktu ke waktu, menghemat biaya (Worksafe BC, 2012).

Program inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang efektif

merupakan suatu program pencegahan yang sangat penting yang dapat dilakukan

untuk menjamin agar lingkungan kerja selalu aman, sehat, dan selamat. Inspeksi

dapat dilakukan melalui beberapa bentuk dan cara dan dapat diklasifikasikan

menurut tujuan inspeksi yang akan dilakukan. Jenis inspeksi pada umumnya

meliputi:

1. Inspeksi informal

2. Inspeksi terencana

a. Inspeksi umum atau inspeksi rutin terhadap sumber-sumber bahaya (hazard)

di tempat kerja secara menyeluruh

b. Inspeksi khusus

i. Inspeksi khusus terhadap objek-objek atau area tertentu, yang

mempunyai risiko tinggi terhadap kerugian dan kecelakaan kerja

Universitas Sumatera Utara

32

ii. Inspeksi khusus yang dilakukan berdasarkan adanya keluhan atau

complain dari tenaga kerja di suatu unit kerja

iii. Inspeksi khusus yang dilakukan berdasarkan adanya permintaan atau

instruksi dari pengurus perusahaan (Tarwaka, 2014).

Menurut Bird and Germain (1986) dalam Tarwaka (2014) bahwa inspeksi

merupakan suatu cara terbaik untuk menemukan masalah-masalah dan menilai

risikonya sebelum kerugian atau kecelakaan dan penyakit akibat kerja benar-benar

terjadi. Program inspeksi harus dilakukan secara terstruktur dan mempunyai

beberapa tujuan umum seperti:

1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang potensial yang tidak terantisipasi

selama proses desain ataupun selama analisa tugas-tugas/pekerjaan.

2. Mengidentifikasi defisiensi atau ketidakfungsian mesin-mesin dan peralatan

kerja.

3. Mengidentifikasi kondisi lingkungan kerja dan tindakan-tindakan tidak aman

atau tidak sesuai dengan prosedur kerja.

4. Mengidentifikasi pengaruh dari perubahan proses produksi atau perubahan

material.

5. Mengidentifikasi tindakan korektif yang kurang tepat yang dapat menimbulkan

masalah lain di tempat kerja.

6. Menyediakan informasi K3 untuk bahan evaluasi diri bagi manajemen

perusahaan.

7. Mendemonstrasikan komitmen manajemen melalui tindakan nyata dalam

bidang K3 di tempat kerja.

Universitas Sumatera Utara

33

Sistem inspeksi harus direncanakan dan dibicarakan secara bersama-sama

antara pihak manajemen dengan pihak perwakilan pekerja yang tergabung dalam

P2K3. Dengan demikian sistem inspeksi akan dapat berjalan secara efektif karena

didukung oleh kedua belah pihak. Sistem inspeksi harus dikembangkan dengan

mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut:

1. Pembatasan secara jelas ruang lingkup inspeksi.

2. Teknik inspeksi yang akan dilakukan.

3. Bentuk laporan inspeksi yang tepat.

4. Penetapan atau penunjukan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan inspeksi.

5. Penunjukan orang yang harus bertanggung jawab di dalam inspeksi untuk

menjamin agar langkah-langkah perbaikan yang telah direkomendasikan

sampai ke pihak manajemen dan segera diimplementasikan secara bersama-

sama.

6. Langkah-langkah praktis yang harus diambil untuk menjamin bahwa tindakan

korektif telah diimplementasikan sesuai yang direkomendasikan.

7. Peninjauan ulang atau review untuk mengetahui bahwa tindakan korektif yang

dilakukan sesuai dengan yang diharapkan.

2.5.1 Tujuan inspeksi

1. Inspeksi K3 di tempat kerja secara sistematis mempunyai peran penting di

dalam upaya melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap sumber-

sumber bahaya K3. Permasalahan-permasalahan K3 akan dapat dideteksi

secara lebih awal untuk resolusi sebelum kecelakaan dan penyakit akibat kerja

benar-benar terjadi.

Universitas Sumatera Utara

34

2. Inspeksi dilakukan untuk menjamin agar setiap tempat kerja berjalan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, standar, norma, maupun petunjuk

teknis yang berkaitan dengan bidang K3 yang ditetapkan oleh pemerintah

maupun kebijakan perusahaan.

3. Inspeksi secara regular dan khusus akan dapat digunakan sebagai bahan diskusi

dengan tenaga kerja terhadap isu-isu K3 yang sedang dihadapi oleh mereka.

Tenaga kerja merupakan orang yang paling mengenal terhadap aspek kerja,

peralatan, mesin-mesin, dan proses operasional di tempat kerja sehingga

mereka merupakan sumber informasi yang berharga. Dengan adanya

komunikasi dan koordinasi yang lancar antara manajemen dengan tenaga kerja

akan dapat memperbaiki performansi atau kinerja K3 di perusahaan (Tarwaka,

2014).

2.5.2 Batasan safety inspection

Ramli (2013) mengemukakan bahwa inspeksi K3 adalah suatu kegiatan

yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan atau petugas pihak ketiga yang

bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi potensi bahaya pada sebagian

pabrik instalasi peralatan dan atau tempat kerja yang berhubungan dengan aspek

K3 sebelum terjadi kecelakaan.

Lingkup kegiatan inspeksi, antara lain:

1. Mengidentifikasi potensi permasalahan

2. Mengidentifikasi peralatan yang tidak baik

3. Mengidentifikasi tindakan pekerja yang tidak aman

4. Mengidentifikasi efek dari suatu perubahan/modifikasi

Universitas Sumatera Utara

35

5. Mengidentifikasi tindakan perbaikan yang tidak memadai

6. Memeberi informasi kepada pimpinan masalah-masalah yang ada

7. Menunjukan kesungguhan manajemen dalam melaksanakan program K3

2.5.3 Jenis inspeksi

1. Inspeksi informal

Inspeksi informal merupakan inspeksi yang tidak direncanakan

sebelumnya dan sifatnya cukup sederhana yang dilakukan atas kesadaran orang-

orang yang menemukan atau melihat masalah K3 di dalam pekerjaaanya sehari-

hari. Inspeksi ini sebenarnya cukup efektif karena masalah-masalah yang muncul

langsung dapat dideteksi, diperiksa, dan dapat dilakukan tindakan korektif.

Namun demikian, inspeksi informal ini mempunyai keterbatasan karena

memang tidak dilakukan secara sistematik. Adakalanya mereka kehilangan hal-

hal penting yang mungkin telah dilihat atau ditemukan karena masalah yang

ditemukan hanya disimpan dalam pikirannya. Atau mungkin mereka juga tidak

menyadari terhadap apa yang sedang dilihatnya. Atau mereka mungkin mencatat

pemaparan tertentu, tetapi tidaklah bisa mencakup gambaran permasalahan secara

keseluruhan. atau juga mereka lupa untuk segera menindaklanjuti apa yang telah

ditemukan. Tetapi tidaklah jarang bahwa supervisor atau manajer saat keliling ke

tempat-tempat kerja bila menemukan suatu masalah, langsung membuat catatan

penting dan membuat keputusan untuk segera melakukan tindakan perbaikan.

Merupakan suatu hal yang efektif bila inspeksi informal ini dijadikan

kebijakan manajemen. Masalah yang ditemukan di tempat kerja dapat

didokumentasikan sesuai prosedur dan dibuat laporan secara sederhana. Dengan

Universitas Sumatera Utara

36

demikian siapapun yang menemukan masalah dapat segera membuat catatan pada

kartu temuan masalah. Laporan pada Kartu Catatan Temuan (KCT) masalah ini

akan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Menyediakan sistem yang lebih baik untuk menjamin bahwa supervisor dapat

segera melakukan tindakan perbaikan seperlunya.

2. Merupakan dokumen K3 di tempat kerja yang dapat digunkan sebagai bahan

informasi.

3. Merupakan informasi berharga bagi tenaga kerja, supervisor, staf K3, maupun

manajer.

4. Merupakan data penting sebagai bahan analisa masalah.

5. Sebagai barometer terhadap tingkat kesadaran tenaga kerja dalam penerapan

K3 di tempat kerja.

Dalam inspeksi informal ini, apabila tenaga kerja dapat mencatat tentang

kesalahan prosedur, kondisi yang tidak aman, tindakan yang tidak selamat, atau

hal-hal lain sebagai penyebab kecelakan akan merupakan hal yang sangat

berharga. Dimana tenaga kerja sering menjadi orang pertama yang dapat melihat

dan mengenali suatu masalah yang terjadi di tempat kerja. Dengan demikian,

apabila mereka dibekali dengan training untuk pengenalan sumber bahaya,

tentunya mereka akan sanagat efektif di dalam mengidentifikasi kerugian-

kerugian yang mungkin terjadi. Disamping itu dapat pula dilakukan suatu cara

dimana apabila tenaga kerja menemukan masalah K3 di tempat kerjanya cukup

melapor kepada supervisor secara lisan. Selanjutnya supervisor menulis apa-apa

yang disampaikan tenaga kerja (Tarwaka, 2014).

Universitas Sumatera Utara

37

2. Inspeksi umum/ rutin

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa inspeksi sebaiknya dilakukan

bersama-sama antara ahli K3 atau perwakilan tenaga kerja dengan pihak

manajemen, sehingga apa yang dihasilkan dari inspeksi lapangan segera dapat

ditindaklanjuti secara nyata.

Dalam membuat rencana, baik inpeksi umum maupun inspeksi khusus,

harus dikembangkan dan dibuat Standar Prosedur Inspeksi (SPI). Prosedur

inspeksi yang telah dibuat harus diketahui oleh tenaga kerja dan salah satu

arsipnya ditempatkan pada masing-masing tempat kerja bersama-sama dengan

checklist dan informasi-informasi lain yang relevan. Selanjutnya harus pula dibuat

Standar Laporan Inspeksi (SLI). Laporan inspeksi harus dibuat dan diselesaikan

sesegera mungkin setelah inspeksi lapangan.

Merupakan suatu hal yang sangat penting bahwa setiap permasalahan yang

telah diidentifikasi dari hasil survei harus selalu tercatat dan dibukukan. Setiap

laporan inspeksi harus di tandatangani oleh penanggung jawab kegiatan inspeksi

yang telah ditunjuk. Hal ini peting agar yang bersangkutan dapat segera

melakukan tindak lanjut (follow up) dan atau resolusi terhadap masalah-masalah

K3 yang telah diidentifikasi selama inspeksi lapangan. Selanjutnya hasil inspeksi

yang telah ditulis dalam bentuk laporan harus disampaikan kepada pihak

manajemen, sehingga langkah-langkah perbaikan segera dapat dilakukan.

Perbedaan antara inspeksi umum dan khusus adalah bahwa inspeksi umum

direncanakan dengan cara walk through survey ke seluruh area kerja dan bersifat

Universitas Sumatera Utara

38

komprehensif. Sedangkan inspeksi khusus direncanakan hanya untuk diarahkan

kepada kondisi-kondisi tertentu, seperti: mesin-mesin, alat kerja, dan tempat-

tempat khusus yang telah diketahui mempunyai risiko tinggi. Beberapa

keuntungan dari dilaksanakannya inspeksi umum, antara lain:

1. Inspektor dapat mencurahkan segala perhatiannya untuk melakukan inspeksi.

2. Inspektor dapat melakukan observasi menyeluruh tentang K3 di tempat kerja.

3. Checklist yang akan digunakan untuk inspeksi telah dipersiapkan dengan baik.

4. Laporan temuan dan rekomendasi segera dapat dibuat untuk meningkatkan

kesadaran tentang adanya bahaya di tempat kerja, serta tindakan korektif yang

sesuai dapat segera diimplementasikan dalam upaya mengadakan sarana

pencegahan kecelakaan dan kerugian yang lebih besar.

Inspeksi rutin terhadap sumber-sumber bahaya di tempat kerja atau

kegiatan identifikasi terhadap tugas-tugas, proses operasional , peralatan dan

mesin-mesin yang mempunyai risiko tinggi harus dilakukan secara regular.

Tergantung dari keadaan dan kondisi ligkungan kerja masing-masing. Pada

tempat kerja yang tidak banyak mengalami perubahan, maka inspeksi dapat

dilakukan setiap bulan sekali. Namun demikian sebaliknya, pada tempat-tempat

kerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit

akibat kerja, safety inspection harus lebih sering dilakukan.

Inspeksi secara umum terhadap sumber-sumber bahaya di tempat kerja dapat

dilakukan bersama-sama antara perwakilan pihak manajemen dengan perwakilan

pekerja (P2K3) dan Ahli K3. Bagi perusahaan yang tidak memiliki Ahli K3

sendiri, dapat menggunakan Ahli K3 dari luar perusahaan yang akan dapat

Universitas Sumatera Utara

39

membantu memberikan saran-saran tentang penanganan masalah-masalah K3 di

tempat kerja.

Pada saat inspeksi dilakukan untuk tujuan identifikasi terhadap sumber-

sumber bahaya kesehatan yang berhubungan dengan tugas-tugas proses produksi,

area khusus dan bahan-bahan berbahaya, sebaiknya dilakukan dengan melibatkan

seseorang yang memiliki keahlian teknis khusus (Tarwaka, 2014).

(i) Objek yang Diinspeksi

Untuk membantu menentukan aspek-aspek apa saja yang ada di tempat kerja

yang akan diinspeksi, perlu dipertimbangkan dan dipahami hal-hal berikut:

1. Hazard yang berpotensi menyebabkan cedera atau sakit dan masalah-

masalah K3 yang ada di tempat kerja.

2. Peraturan perundang-undangan bidang K3 dan standar yang berkaitan

dengan hazard, tugas-tugas, proses produksi tertentu yang diterapkan di

masing-masing perusahaan.

3. Masalah-masalah K3 yang terjadi sebelumnya, meskipun risikonya kecil

perlu dipertimbangkan.

Dengan demikian setiap kegiatan inspeksi membutuhkan pemahaman dan

perangkat peraturan perundangan maupun peraturan perusahaan bidang K3.

Inspektor harus selalu mencatat bahwa peraturan perundangan bidang K3 tersebut

telah diterapkan di setiap tempat kerja. Demikian juga dengan bahan-bahan atau

kondisi kerja yang dapat menyebabkan cedera atau sakit pada kejadian

sebelumnya perlu mendapat perhatian dalam kegiatan inspeksi. Diskusi dengan

tenaga kerja akan dapat membantu kegiatan inspeksi, apabila tenaga kerja diajak

Universitas Sumatera Utara

40

bicara dengan isu-isu K3 maka mereka akan merasa terlibat dalam penerapan K3

di tempat kerjanya (Participatory Approach).

(ii) Langkah-langkah inspeksi

Meskipun diketahui banyak jenis inspeksi, namun secara umum prosedur

inspeksi hampir sama. Dimana langkah-langkah inspeksi meliputi tahap

persiapan, pelaksanaan inspeksi, pengembangan upaya perbaikan dan melakukan

tindak lanjut perbaikan.

1. Tahap persiapan

Persiapan inspeksi yang harus selalu dimulai dengan sikap perilaku positif

untuk keberhasilan tugas inspeksi, merencankan inspeksi dengan baik,

menentukan apa yang akan dilihat, mengetahui apa-apa yang akan dicari,

membuat checklist yang relevan, mempelajari laporan inspeksi sebelumnya dan

menyiapkan alat dan bahan untuk inspeksi. Secara umum, hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam tahap persiapan inspeksi adalah:

a. Mulailah dengan sikap perilaku positif. Salah satu konsep modern di dalam

teknik inspeksi adalah memberikan perhatian penuh, bahwa segala sesuatu

yang ada di tempat kerja telah sesuai dengan standar aturan yang berlaku.

Dengan demikian perlu dipersiapkan untuk tidak hanya dapat melihat apa yang

salah, tetapi juga apa yang benar. Dengan demikian akan dapat menilai secara

tepat mana yang salah dan mana yang sudah baik.

b. Rencana inspeksi. langkah pertama di dalam perencanaan adalah

mendefinisikan area yang menjadi tanggung jawab masing-masing, gunakan

Universitas Sumatera Utara

41

peta pabrik untuk petunjuk rute inspeksi dan daftar peralatan kerja yang ada di

masing-masing lokasi tempat kerja.

c. Tentukan apa yang akan dilihat. Agar inspeksi dapat berjalan dengan efektif

tentukan objek apa saja dan lokasi mana saja yang akan diinspeksi.

d. Pahami apa yang akan dicari. Mencari sesuatu sifatnya lebih dalam dari hanya

sekedar melihat. Dengan demikian perlu dipersipakan tentang peraturan

perundangan dan standar yang dapat memberikan gambaran tentang apa yang

ingin dicari dalam inspeksi. Peraturan perundangan dan standar akan

menunjukkan apa yang seharusnya (what should be) sedang faktanya adalah

apa yang ada di tempat kerja (what is).

e. Buatlah checklist. Checklist merupakan alat utama untuk inspeksi. Buatlah

checklist yang sederhana yang sekiranya dapat membantu dalam inspeksi dan

bukan justru sebaliknya membuat bingung pada waktu inspeksi. Untuk

keperluan inspeksi umum, penyusunan checklist dapat dimulai dari identifikasi

tentang fasilitas, peralatan kerja, bahan dan proses di tempat kerja yang akan

diinspeksi. Perlu disadari bahwa tidak mungkin hanya dengan membuat satu

macam checklist dapat digunakan untuk semua tempat kerja.

f. Lihat laporan inspeksi sebelumnya. Inspeksi yang akan dilakukan mungkin

merupakan suatu kesempatan untuk menindaklanjuti hasil inspeksi

sebelumnya. Dalam laporan inspeksi sebelumya mungkin juga terdapat hal-hal

penting yang perlu mendapat perhatian.

Universitas Sumatera Utara

42

g. Siapkan alat dan bahan untuk inspeksi. Alat dan bahan untuk kegiatan inspeksi

ini mungkin dapat berupa pakaian pengaman khusus, alat pelindung diri,

checklist, alat tulis, alat ukur, kamera, dll.

2. Pelaksanaan inspeksi

Di bawah ini diuraikan beberapa kunci penting yang dapat membantu

pelaksanaan inspeksi menjadi lebih efektif:

a. Berpedoman pada peta pabrik (workplace mapping) dan checklist. Hal ini akan

dapat membantu inspeksi secara sistematis. Dengan map akan mudah

menentukan rute lokasi. Dengan checklist inspeksi akan terfokus pada apa yang

telah direncanakan.

b. Carilah sesuatu sesuai poin-poin dalam checklist. Dengan checklist yakinkan

bahwa gambaran seluruh area telah lengkap. Lihat dari dekat ruangan dan

kabinet-kabinet yang ada di tempat kerja. Cari sesuatu yang mungkin belum

terlihat pada waktu supervise rutin dan inspeksi informal.

c. Ambil tindakan perbaikan sementara. Apabila ditemukan adanya risiko yang

serius, ambil tindakan yang tepat. Koordinasikan dengan supervisor pabrik

langkah-lankah yang perlu diambil segera, sambil menunggu tindakan korektif

yang lebih permanen.

d. Jelaskan dan tempatkan setiap hal dengan jelas. Tulislah masalah-masalah yang

yang ditemukan secara jelas dan sederhana yang menyangkut lokasi, jenis

mesin, operator, dll. Bila ditemukan ambil gambar dengan kamera photo untuk

membantu deskripsi masalah.

Universitas Sumatera Utara

43

e. Klasifikasikan hazard. Setiap hazard yang ditemukan harus diklasifikasikan

menurut tingkat risiko kekerapan (probability) dan keparahannya (severity).

Dengan demikian akan memudahkan di dalam menentukan skala prioritas

tindakan perbaikan yang akan dilakukan.

f. Tentukan faktor penyebab utama adanya tindakan dan kondisi yang tidak

aman. Hal ini penting karena sebagian besar penyebab kecelakaan atau insiden

adalah manusia yang menangani atau kondisi lingkungan/alat/mesin yang tidak

memenuhi syarat.

3. Pengembangan upaya perbaikan

Tidaklah cukup hanya dengan menemukan tindakan dan kondisi yang

tidak sesuai dengan standar/prosedur, namun perlu melakukan sesuatu untuk

mencegah terjadinya kerugian nyata. Pada saat inspeksi dapat langsung

melakukan tindakan, seperti; membersihkan ceceran atau tumpahan cairan di

lantai, memasang pengaman mesin yang dilepas, memindahkan bahan yang tidak

dipakai atau sampah dari lokasi kerja, dll. Tindakan merupakan pengembangan

pada saat inspeksi sekaligus memberikan contoh kepada tenaga kerja. Namun

demikian, tindakan korektif yang permanen tetap diperlukan untuk mencegah dan

pengendalian risiko yang dapat mengakibatkan kecalakaan dan kerugian.

Disamping itu, upaya-upaya pengendalian dapat terus dikembangkan dari waktu

ke waktu sampai benar-benar ditemukan sistem pengendali yang efektif.

4. Tindakan korektif

Sarana korektif yang dilakukan menjadi kurang bermanfaat jika tidak

dapat berfungsi dengan baik atau tidak sesuai dengan baik atau tidak sesuai

Universitas Sumatera Utara

44

dengan apa yang direncanakan. Untuk alasan tersebut, maka setiap apa yang

direkomendasikan perlu ditindaklanjuti secara konkrit. Orang yang

bertanggungjawab dalam inspeksi juga harus ikut menindaklanjuti dari apa yang

telah direncanakan. Upaya tindak lanjut ini dapat berupa tindakan dan pengecekan

terhadap hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya penghargaan terhadap perseorangan atau grup kerja yang selalu

menjaga tempat kerjanya dengan aman dan selamat.

b. Buat skala prioritas upaya-upaya perbaikan yang harus dikerjakan.

c. Monitoring terhadap program perbaikan dan anggaran biaya sampai

implementasi perbaikan selesai.

d. Verifikasi atau pembuktian bahwa tindakan perbaikan dimulai sesuai jadwal

yang telah direncanakan, dan dikerjakan oleh orang yang tepat.

e. Monitoring selama pengembangan, konstruksi dan atau modifikasi untuk

menjamin bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan apa yang dimaksud.

f. Lakukan uji kelayakan setelah selasai implementasi sarana perbaikan, untuk

memastikan bahwa semuanya dapat berjalan secara efektif.

g. Lakukan review terhadap implementasi sarana perbaikan secara berkala untuk

memastikan bahwa tidak ada masalah lain yang ditimbulkan.

Universitas Sumatera Utara

45

Gambar 2.6 Langkah-langkah efektif aktivitas inspeksi

3. Inspeksi Khusus

Inspeksi khusus harus merupakan kegiatan inspeksi yang dilakukan untuk

mengidentifikasi dan mengevaluasi potensial hazard terhadap objek-objek kerja

tertentu yang mempunyai risiko tinggi yang hasilnya sebagai dasar untuk

pencegahan dan pengendalian risiko di tempat kerja. Objek-objek khusus

dimaksud mencakup; mesin-mesin dan komponennya; peralatan kerja, bahan

berbahaya dan beracun; dan lokasi tempat kerja tertentu yang membahayakan

keselamatan dan kesehatan kerja termasuk peledakan, kebakaran dan pencemaran

lingkungan.

Petugas K3, supervisor, dan atau manajer harus selalu melakukan inspeksi

secara khusus untuk pencegahan kecelakaan dan kerugian terhadap objek-objek

tersebut, termasuk membuat daftar inventarisasi, menyusun jadwal inspeksi

khusus dan melakukan audit inspeksi.

(i) Daftar inventarisasi

Inventarisasi objek inspeksi harus dibuat selengkap mungkin yang

mencakup; seluruh lokasi tempat kerja, struktur bangunan pabrik, mesin-mesin,

1. Persiapan

2. Inspeksi

3. Pengembangan

4. Tindak Lanjut

5. Laporan

6. Review

Universitas Sumatera Utara

46

peralatan kerja, bahan berbahaya yang ada di perusahaan. Pembuatan daftar

inventarisasi objek ini sebaiknya dilakukan oleh tim yang terdiri dari orang-orang

yang berpengetahuan di bidangnya. Perlu dipertimbangkan juga hal-hal yang

berkaitan dengan riwayat kerugian, potensi kerugian, pengalaman pemeliharaan

dan riwayat kecelakaan yang pernah terjadi di perusahaan. Di samping itu, dapat

dikembangkan dari sumber-sumber informasi, seperti; laporan insiden, catatan

pemeliharaan, buku pedoman kerja pabrik pembuat, buku petunjuk servis, dan

juga perlu dilakukan wawancara dengan tenaga kerja berkompeten. Hal ini akan

sangat membantu kegiatan inventarisasi. Untuk proses produksi yang sedang

berjalan, perlu dipertimbangkan tentang pemaparan akibat proses produksi atau

kondisi yang tidak selamat yang menimbulkan stress kerja, vibrasi, tekanan panas,

kebisingan, radiasi, pencemaran udara, peledakan, kebakaran, kesalahan prosedur

kerja.

(ii) Kartu pencatatan (record keeping)

Kartu Pencatatan (KP) merupakan fungsi penting di dalam sistem inspeksi.

Inspeksi perlu dilakukan secara frekuen untuk mendeteksi masalah-masalah K3,

tapi juga jangan terlalu sering karena hanya membuang waktu dan biaya.

4. Laporan Inspeksi

Laporan inspeksi merupakan satu bagian penting dari sutu sistem

manajemen inspeksi. Laporan inspeksi yang baik akan dapat memberikan

manfaat-manfaat seperti:

a. Laporan inspeksi oleh supervisor dapat memberikan feedback kepada pihak

manajemen atas dalam ruang lingkup K3. Hal ini akan membantu para manajer

Universitas Sumatera Utara

47

dalam pengambilan keputusan yang lebih baik tentang hal-hal yang berkaitan

dengan inspeksi.

b. Laporan inspeksi sebagai sumber informasi penting untuk identifikasi masalah-

masalah serupa di tempat lain.

c. Laporan tertulis dengan klasifikasi hazard yang menginformasikan tentang

kondisi-kondisi tidak normal maupun tindakan tidak selamat jelas lebih baik

daripada laporan secara lisan.

d. Dokumentasi laporan akan memudahkan kegiatan inspeksi berikutnya.

e. Tindakan korektif dapat segera dilakukan atas dasar rekomendasi yang tertulis

di dalam laporan inspeksi.

Kriteria Pembuatan Laporan:

Bentuk formulir laporan inspeksi dapat dibuat sesuai kebutuhan organisasi

dan jenis inspeksi yang dilakukan. Dan secara umum kriteria laporan inspeksi

harus dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

a. Identifikasi objek-objek atau lokasi tempat kerja yang diinspeksi

b. Menjelaskan seluruh kegiatan yang mencakup:

(i) Observasi kondisi yang tidak normal dan atau tindakan yang tidak

selamat.

(ii) Klasifikasi tingkat bahaya atau risiko.

(iii) Upaya perbaikan sementara dan rekomendasi.

(iv) Penugasan kepada orang yang bertanggung jawab untuk mengambil

tindakan korektif.

(v) Follow up terhadap upaya perbaikan yang telah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

48

(vi) Penyelesaian dan verifikasi upaya-upaya perbaikan.

c. Sediakan baris-baris kosong secukupnya untuk membuat catatan-catatan

penting yang diperlukan pada setiap item.

d. Kelola laporan secara baik (Tarwaka, 2014)

2.6 Kerangka Pikir

Gambar 2.7 Kerangka pikir penelitian

Safety inspection

1. Jenis Safety

inspection

2. Inspektor/ pelaksana

3. Hal yang diinspeksi

4. Prosedur pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara