repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 32582 › chapter...

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Tonsil Bakal tonsil timbul pada awal kehidupan fetus. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris di antara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Selanjutnya cekungan yang terbentuk dibagi menjadi beberapa bagian, yang akan menjadi kripta permanen pada tonsil. Permukaan dalam, atau permukaan yang terpapar, termasuk cekungan pada kripta dilapisi oleh mukosa, sedangkan permukaan luar atau permukaan yang tertutup dilapisi oleh selubung fibrosa yang disebut kapsul (Jhon Jacob Ballenger). 2.2. Anatomi Tonsil Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring. Palatum mole terdiri dari otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa dan diluarnya dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di median membaginya menjadi 2 (dua) bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak di bagian sentral yang kita kenal dengan uvula. Batas lateral palatum pada setiap sisinya terbagi menjadi pilar anterior dan pilar posterior fausium. Pada pilar anterior teradapat m. palatoglosus. Pilar posterior terdiri m. palatofaringeus. Diantara kedua pilar terdapat celah, tempat kedudukan tonsil fausium. (Yusa Herwanto, 2002) Tonsil fausium Tonsilfausium, masing – masing sebuah pada tiap sisi orofaring, adalah jaringan limfoid yang berbentuk seperti buah kenari dibungkus oleh kapsul fibrosa yang jelas. Permukaan sebelah dalam atau permukaan yang bebas, tertutup oleh membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas dalam kantung atau kripta yang membuka ke permukaan tonsil. Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Tonsil

Bakal tonsil timbul pada awal kehidupan fetus. Tonsil terletak

dalam sinus tonsilaris di antara kedua pilar fausium dan berasal dari

invaginasi hipoblas di tempat ini. Selanjutnya cekungan yang terbentuk

dibagi menjadi beberapa bagian, yang akan menjadi kripta permanen pada

tonsil. Permukaan dalam, atau permukaan yang terpapar, termasuk

cekungan pada kripta dilapisi oleh mukosa, sedangkan permukaan luar

atau permukaan yang tertutup dilapisi oleh selubung fibrosa yang disebut

kapsul (Jhon Jacob Ballenger).

2.2. Anatomi Tonsil

Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring.

Palatum mole terdiri dari otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa dan

diluarnya dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di median membaginya

menjadi 2 (dua) bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak di bagian

sentral yang kita kenal dengan uvula. Batas lateral palatum pada setiap

sisinya terbagi menjadi pilar anterior dan pilar posterior fausium. Pada

pilar anterior teradapat m. palatoglosus. Pilar posterior terdiri m.

palatofaringeus. Diantara kedua pilar terdapat celah, tempat kedudukan

tonsil fausium. (Yusa Herwanto, 2002)

Tonsil fausium

Tonsilfausium, masing – masing sebuah pada tiap sisi orofaring,

adalah jaringan limfoid yang berbentuk seperti buah kenari dibungkus oleh

kapsul fibrosa yang jelas. Permukaan sebelah dalam atau permukaan yang

bebas, tertutup oleh membran epitel skuamosa berlapis yang sangat

melekat. Epitel ini meluas dalam kantung atau kripta yang membuka ke

permukaan tonsil.

Universitas Sumatera Utara

Plika triangularis adalah lipatan mukosa yang tipis, terbentang

kebelakang dari pilar anterior dan menutupi sebagian permukaan anterior

tonsil yang timbul dalam kehidupan embrional. Plika semilunaris (supra

tonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang mempersatukan kedua

pilar pada pertautannya. Fosa supra tonsilar merupakan celah yang

ukurannya bervariasi, bisa juga terletak diatas tonsil dan diantara pilar

anterior dan pilar posterior.

Tonsil Lingual

Tonsil lingual merupakan bentuk yang tidak bertangkai, terletak

pada dasar lidah diantara kedua tonsil fausium dan meluas kearah

anteroposterior dari papila sirkumvaklata ke epiglottis dipisahkan dari otot

– otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Tonsil terdiri dari sejumlah

penonjolan yang bulat atau melingkar yang mengandung jaringan limfoid

dan di sekelilingnya terdapat jaringan ikat.

Cincin Waldeyer

Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer

dari limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur yang lain yaitu tonsil lingual,

pita lateral faring dan kelenjar – kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa

rosenmuller dibawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium

tuba eustachius.

Kapsul Tonsil

Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam

parenkim. Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf – saraf dan

pembuluh limfe eferen.

Kripta Tonsil

Terdiri dari 8 – 20 kripta, biasanya tubular dan hampir selalu

memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul pada permukaan luarnya.

Universitas Sumatera Utara

Kripta tersebut tidak bercabang – cabang tetapi merupakan saluran yang

sederhana.

Jaringan ikat sub epitel yang terdapat dengan jelas dibawah

permukaan epitel segera hilang ketika epitel membentuk kripta. Hal ini

menyebabkan sel – sel epitel dapat menempel pada struktur limfatik tonsil.

Sering kali tidak mungkin untuk membuat garis pemisah antara epitel

kripta dengan jaringan interfolikuler. Epitel kripta tidak sama dengan

epitel asalnya yang menutupi permukaan tonsil, tidak membentuk sawar

pelindung yang kompak dan utuh.

Fossa Tonsilaris

Pilar anterior berisi m. palatoglosus dan membentuk batas anterior,

pilar posterior berisi m. palatofaringeus dan membentuk batas posterior

sinus. Palatoglosus mempunyai origo berbentuk seperti kipas dipermukaan

oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus

merupakan otot yang tersusun verikal dan diatas melekat pada palatum

mole, tuba Eustachius dan pada dasar tenggorok. Otot ini meluas kebawah

sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada otot

palatoglosus.

Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole.

Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan

dinding lateral faring. Dinding luar fosa tonsilaris terdiri dari m.

konstriktor faringeus superior. M. konstriktor superior mempunyai serabut

melintang yang teratur, membentuk otot sirkularfaring. Fowler dan Todd

menggambarkan otot keempat yang dinamakan m. tonsilofaringeus yang

dibentuk oleh serabut – serabut lateral dari m. palatofaringeus. Otot ini

melekat pada kapsul tonsil pada pertemuan lobus atas dan bawah.

Sistem Pembuluh Limfe Faring dan Tonsil

Kelenjar limfe menerima pembuluh aferen dari bagian bawah

oksipital. Kelenjar limfe ini dibagi oleh eferen yang berjalan menuju

Universitas Sumatera Utara

bagian atas kelenjar mstoid substernal. Kelenjar mastoid atau kelenjar

retroaurikular (biasanya berpasangan) terdapat di dekat insersi m.

sternokleidomastoid, menerima pembuluh aferen dari bagian temporal

kepala, permukaan dalam telinga dan bagian posterior liang telinga.

Aliran pembuluh limfe jaringan tonsil ini tidak mempunyai

pembuluh aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung

aferen yang terletak pada trabekula. Dari sini menembus kapsula ke otot

konstriktor superior pada dinding belakang faring. Beberapa cabang

didaerah ini berjalan ke belakang menembus fasia bukofaringeal kemudian

kelenjar – kelenjar pada daerah leher dan bermuara ke nodus limfatikus

leher bagian dalam dibawah otot sternokleidomasoideus. Salah satu dari

nodus limfatikus ini terletak disebelah mandibula yang sering juga disebut

nodus limfatikus tonsiler, karena sering mengalami pembesaran pada

proses infeksi atau proses keganasan tonsil.

Sistem Aliran Darah

Aliran darah tonsil dan faring berdasarkan dari beberapa cabang

sistem karotis eksterna. Beberapa anastomosis tidak hanya dari satu sisi

tetapi dari pembuluh darah sisi lainnya.

Ujung cabang arteri maksilaris interna, cabang tonsilar arteri

fasialis, cabang arteri lingualis bagian dorsal, cabang arteri tiroidea

superior dan arteri faringeal yang naik semuanya menambah jaringan

anastomosis yang luas.

Persarafan dan Tonsil

Tonsil disarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus

trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang

melewati ganglion sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus

glossofaringeus selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat

mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Fisiologi Tonsil

Tonsila palaitna adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di

fossa tonsilaris dikedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian

dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan

limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di

permukaan medial terdapat kripta (Amaruddin T, 2007). Tonsila palatina

merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem

pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran

makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat

bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan

epitel maka sel – sel fagositik mononuklear pertama – tama akan mengenal

dan mengeliminasi antigen (Farokah, 2005).

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan

mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi

antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Kartika H,

2008).

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval

yang terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan

normal tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak

seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh

melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk

memproduksi antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat

memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya

membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh,

maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis

(tonsillolith). Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 –

10 tahun (Amarudin T, 2007).

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi Tonsilitis

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui

kripte – kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet

Universitas Sumatera Utara

yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus

ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan

(Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003).

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke

tubuh baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu

dihancurkan oleh makrofag, sel – sel polimorfonuklear. Jika tonsil

berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa

membunuh kuman – kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di

tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah

menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu

kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum

yang menurun (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003)

2.5. Definisi Tonisilitis Kronis

Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang

sifatnya menahun. Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang

dibiarkan saja atau karena pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga

karena penyebaran infeksi dari tempat lain, misalnya karena adanya sekret

dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusistis kronis dan rhinitis kronik),

atau karies gigi. Pada sinusitis kronik dan rhinitis kronik terdapat sekret di

hidung yang mengandung kuman penyakit. Sekret tersebut kontak dengan

permukaan tonsil. Sedangkan penyebaran infeksinya adalah secara

hematogen maupun secara limfogen ke tempat jaringan yang lain.

Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan

histologik pada tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti

oleh dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel – sel radang

(Rivai L. dalam Boedi Siswantoro, 2003). Mikroabses pada tonsilitis

kronis maka tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ – organ lain,

seperti sendi, ginjal, jantung dan lain – lain (Mawson S, 1987 dalam Boedi

Siswantoro, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman didalam tubuh dimana

kuman / produk – produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam

tubuh itu dan dapat menimbulkan panyakit (Pradono AP, 1978 dalam

Boedi Siswantoro, 2003). Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan

atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi

atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.

Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran

jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak

jauh secara hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan

bakterimia atau toksemia (Ahmad A, 1988 dalam Boedi Siswantoro,

2003). Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman –

kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai

tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang mempunyai

kemampuan dalam batas – batas tertentu untuk membunuh kuman -

kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi

bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit

sampai beberapa jam setelah tindakan (Boedi Siswantoro, 2003).

Paradise et all (2002) mendapatkan hasil dari 58 penderita yang

dilakukan tonsilektomi pada anak – anak terbanyak pada kelompok usia 7

- 15 tahun yaitu sebesar 30%. Sedangkan pada penelitian Sing T (2007)

yang dilakukan di poli THT Rumah Sakit Sarawak, Malaysia, terdapat

sebanyak 657 penderita tonsilitis kronis dan terbanyak pada usia ≤14

tahun yaitu sebesar 58%.

Pada penelitian Sing T (2002) mendapatkan laki – laki 342orang

(52%) dan wanita 315orang (48%). Farokah (2005) mendapatkan hasil

penelitian laki – laki 145 orang (48,2%) dan perempuan 156 orang

(51,8%).

Universitas Sumatera Utara

2.6. Etiologi Tonsilitis Kronis

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari

tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau

kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.

Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan

tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA,

2002 ; Arif Mansyoer dkk, 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri

yang paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus

β hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah

Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan

bakteri anaerob.

Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis

bakteri penyebab tonsilofaringitis kronis yaitu Streptococcus alpha,

Staphylococcus aurius, Streptococcus β hemolyticus group A,

Enterobacter, Streptococcus pneumonie, Pseudomonas aeroginosa,

Klabsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus epidermidis (Suyitno S,

Sadeli S, 1995 dalam Farokah 2005).

Meskipun tonsilitis kronis dapat disebabkan berbagai bakteri

namun streptococcus β hemolyticus group A perlu mendapatkan perhatian

yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius

diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi

rematik dan glomerulonefritis.

2.7. Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis

Adapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu :

• Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

• Higiene mulut yang buruk

• Pengaruh cuaca

• Kelelahan fisik

• Merokok

Universitas Sumatera Utara

• Makanan

2.8. Gejala dan Tanda Klinis Tonsilitis Kronis

Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri

telan ringan, kadang – kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok

dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan

badan terasa meriang – meriang.

Tanda klinik pada tonsilitis kronis adalah (Primara IW,1999 dalam

Boedi Siswantoro, 2003) :

• Pilar/plika anterior hiperemis

• Kripte tonsil melebar

• Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba

• Muara kripte terisi pus

• Tonsil tertanam atau membesar

Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte

melebar dan pembesaran kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan

tanda klinik yang sering muncul adalah kripte melebar, pembesaran

kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar (Boedi

Siswantoro, 2003).

2.9. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Kronis

Dari pemeriksaan dapat dijumpai :

a. Tonsil dapat membesar bervariasi.

b. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial

tonsil

c. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau

material menyerupai keju

d. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan

mukosa faring, tanda ini merupakan tanda penting untuk

menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil.

Universitas Sumatera Utara

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil

biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga

mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila

tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula

(Aritomoyo D, 1980 dalam Farokah 2005).

Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 :

T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar

anterior – uvula

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai

½ jarak anterior – uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai

¾ jarak pilar anterior – uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai

uvula atau lebih

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran

nafas atas yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya

dapat terjadi hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale.

Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling

umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu secara

mikrobiologi. Pemeriksaan dengan antimikroba sering gagal untuk segera

dikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil.

Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian

pemberian antibiotika atau penetrasi anitbiotika yang inadekuat.

2.10. Pengobatan pada Tonsilitis Kronis

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam

mengurangi dan mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan

penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan

Universitas Sumatera Utara

antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif bergantung pada

identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus

permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil,

walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan

aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes

diagnostik yang menjanjikan (Kote Noordhianta, Tonny B S dan Lina

Lasminingrum, 2009).

Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai kultur.

Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis

Cephaleksin ditambah Metronidazole, klindamisin (terutama jika

disebabkan mononucleosis atau absees), amoksisilin dengan asam

clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau

kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E

dkk, 2007).

Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi,

umumnya diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam

setahun yaitu tonsilitis akut berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau

sakit tenggorokan 4 – 6 kali setahun tanpa memperhatikan jumlah

serangan tonsilitis akut. Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik, pemberian

antibiotik akan menurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada

per mukaan tonsil tetapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan bagian

dalam tonsil paska tonsilektomi, ditemukan jenis kuman patogen yang

sama bahkan lebih banyak dari hasil pemeriksaan di permukaan tonsil

sebelum pemberian antibiotik (Amarudin T, Christanto A, 1999).

2.11. Komplikasi Tonsilitis Kronis

Komplikasi secara kontinuitatum kedaerah sekitar berupa rhinitis

kronis, sinusitis dan otitis media. Komplikasi secara hematogen atau

limfogen ke organ yang jauh dari tonsil seperti endokarditis, arthiritis,

Universitas Sumatera Utara

miositis, uveitis, nefritis, dermatitis, urtikari, furunkolitis,dll (Arif

Mansyoer dkk, 2001).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau

kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E

dkk, 2007).

2.12. Prognosa

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan

beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang

timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik

diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi

sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita

telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.

Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa

penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling

sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus – kasus yang

jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam

rematik atau pneumonia.

2.13. Pencegahan

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah

menyebar dari satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat

diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang

memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah

tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan

menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat

gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang.

Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci

tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.

Universitas Sumatera Utara