askep tonsil

109
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan 1

Upload: hari-hilman

Post on 29-Jan-2016

136 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

askep tonsil

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Tonsil

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai

tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang

mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif

pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada

prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat

beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari

persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan

prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap

penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan

pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.

Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronik pada tonsil yang biasanya

merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari

tonsil.Pada tonsillitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian

sehingga disebut tonsillitis kronis hipertrofi.Mengingat dampak yang

ditimbulkan makatonsilitis kronis hipertrofi yang telah menyebabkan

sumbatan jalan napas harus segera ditindak lanjuti dengan pendekatan

operatif tonsilektomi. Tonsilektomi yang didefinisikan sebagai metode

1

Page 2: Askep Tonsil

pengangkatan tonsil berasal dari bahasa latin tonsilia yang mempunyai arti

tiang tempat menggantungkan sepatu serta dari bahasa yunani ectomy yang

berarti eksisi. Beragam teknik tonsilektomi terus berkembang mulai dari abad

21 diantaranya diseksi tumpul, eksisi guillotine, diatermi monopolar dan

bipolar, skapel harmonik, diseksi dengan laser dan terakhir diperkenalkan

tonsilektomi dengan coblation. Adapun teknik yang sering dilakukan adalah

diseksi thermal menggunakan elektrocauter.

Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia

pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta

keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Di

Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di bawah anestesi umum, teknik

anestesi lokal tidak digunakan lagi kecuali di rumah sakit pendidikan dengan

tujuan untuk pendidikan.

Mengingat tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan

dengan anestesi umum maupun lokal, komplikasi yang ditimbulkannya

merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Komplikasi

terkait anestesi terjadi pada 1:10.000 pasien yang menjalani tonsilektomi.

Komplikasi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Adapun

komplikasi yang dapat ditemukan berupa laringospasme, gelisah pasca

operasi, mual, muntah, kematian pada saat induksi pada pasien dengan

hipovolemia, hipersensitif terhadap obat anestesi serta hipotensi dan henti

jantung terkait induksi intravena dengan pentotal.

2

Page 3: Askep Tonsil

1.2. TUJUAN

1.2.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah untuk memahami

gambaran umum tentang Tonsilitis dan mampu menerapkan asuhan

keperawatan pada penatalaksanaan anestesi pada klien dengan Tonsilitis

yang menjalani operasi Tonsilektomi.

1.2.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :

a. Mengetahui tentang pengertian Tonsilitis

b. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologis Tonslitis

c. Mengetahui tentang etiologi dari Tonsilitis

d. Mengetahui tentag patofisiologi dan pathway dari Tonsilitis

e. Mengetahui tentang maifestasi klinis dari Tonsilitis

f. Mengetahui tentang komplikasi Tonslitis

g. Mengetahui tentang penatalaksanaan baik penatalaksanaan medis

maupun penatalaksannaan keperawatan anestesi dari Tonsilektomi

h. Mengetahui asuhan keperawatan dan penatalaksanaan anestesi pada

pasien dengan Tonsilektomi

3

Page 4: Askep Tonsil

1.3. Metode Penulisan

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu penulis hanya

menggambarkan atau memaparkan suatu peristiwa yang terjadi pada masa

kini.

Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Wawancara

Penulis mengadakan wawancara langsung terhadap pasien, keluarga

pasien, perawat ruangan dan petugas kesehatan yang terlibat dalam kasus

ini.

b. Observasi

Penulis melakukan pengumpulan data melalui hasil pengamatan secara

langsung terhadap kondisi pasien.

c. Pemeriksaan Fisik

Penulis melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien dengan metode

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultrasi.

d. Studi Literatur

Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-

buku keperawatan dan buku-buku ilmiah lainnya yang menunjang kasus.

e. Studi Dokumentasi

Penulis melakukan pengumpulan data dengan memvalidasi data yang

diperoleh dari pengkajian dan data dari keluarga.

4

Page 5: Askep Tonsil

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibagi menjadi 4 bagian sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan meliputi latar belakang penulisan, tujuan penulisan,

metode penulisan, lingkup bahasan.

BAB II : Pembahasan tentang Tonsilitis secara umum dan penatalaksanaan

anestesi pada pasien Tonsilektomi.

BAB III : Tinjauan kasus penatalaksanaan keperawatan dan anestesi umum

pada pasien An. I dengan tindakan Tonsilektomi dikamar operasi

BLUD RSU Kota Banjar.

BAB IV : Kesimpulan dan saran.

1.5. Lingkup Bahasan

a. Materi

Materi dalam pembahasan kasus ini adalah mengenai asuhan keperawatan

dan penatalaksanaan anestesi umum (intubasi tracheal) pada An. I usia 10

tahun dengan tindakan Tonsilektomi.

b. Waktu

Waktu pengambilan kasus ini tanggal 20 November 2014.

c. Tempat

Tempat pengambilan kasus ini di Instalasi Bedah SentralBLUD RSU

Kota Banjar.

5

Page 6: Askep Tonsil

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. TONSILITIS

2.1.1. Pengertian

Tonsil merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang faring yang

memiliki keaktifan munologik. Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak

menyebarke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki tubuh melalui

mulut,hidung dantenggorokan. Oleh karena itu, tidak jarang tonsil mengalami

peradangan.

Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis akut merupakan

inveksi tonsilyang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik merupakan tonsillitis

yang terjadi berulangkali.

Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil atau amandel. Operasi ini

merupakan operasi THT yang paling sering dilakukan pada anak-anak.

Tonsilektomi dilakukan hanya jika pasien mempunyai masalah-masalah berikut :

a. Menderita tonsillitis berulang

b. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi

c. Serangan otitis media purulens berulang

d. Diduga kehilangan pendengaran akibat otitis media serosa yang terjadi

dalam kalbunya dengan pembasaran konal dan adenoid

e. Kecurigaan keganasan tonsil pada orang dewasa muda dan dewasa

6

Page 7: Askep Tonsil

2.1.2. Anatomi dan Fisiologi

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.

Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran

di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil

lingual, dan tonsil tubal.

a. Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di

dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar

anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil

mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil

tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong

diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral

orofaring. Dibatasi oleh:

7

Page 8: Askep Tonsil

(a) Lateral – muskulus konstriktor faring superior

(b) Anterior – muskulus palatoglosus

(c) Posterior – muskulus palatofaringeus

(d) Superior – palatum mole

(e) Inferior – tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga

melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di

bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli

terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik

difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan

tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.

Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat

germinal.

Fosa Tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior

adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan

batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring

superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian

luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

8

Page 9: Askep Tonsil

Pendarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis

eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan

cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri

maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri

lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal

asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri

lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden,

diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub

atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina

desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung

dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar

kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah

bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah

muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan

akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh

getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

9

Page 10: Askep Tonsil

Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke

IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser

palatine nerves.

Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.

Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar.

Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel

plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di

pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen

komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan

tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil

dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular,

mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel

ilmfoid.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil

mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan

bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi

dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

10

Page 11: Askep Tonsil

b. Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari

jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus

atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari

sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun

mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai

bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di

dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama

ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke

fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid

bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan

mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan

mengalami regresi.

c. Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa

ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh

papilla sirkumvalata.

2.1.3. Etiologi

Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang

tersebut dibawah ini yaitu :

11

Page 12: Askep Tonsil

1. Streptokokus Beta Hemolitikus

2. Streptokokus Viridans

3. Streptokokus Piogenes

4. Virus Influenza

Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (

droplet infections )

2.1.4. Proses Patologi dan Patway

Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran napas

bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian

menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus

patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi

sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya

udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada

faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil

sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam

tinggi bau mulut serta otalgia.

12

Page 13: Askep Tonsil

Pathway

2.1.5. Manifestasi Klinis

Penderita biasanya demam, nyeri tenggorokan, mungkin sakit berat dan

merasa sangat nyeri terutama saat menelan dan membuka mulut disertai dengan

trismus (kesulitan membuka mulut). Bila laring terkena, suara akan menjadi serak.

13

Invasi kuman patogen (bakteri / virus)

Penyebaran limfogen

Faring & tonsil

Proses inflamasi

Tonsilitis akut hipertermi

Edema tonsil

Nyeri telan

Sulit makan & minum

Resiko perubahanstatus

nutrisi < dari kebutuhan

tubuh

Tonsil & adenoid membesar

Obstruksi pada tuba eustakii

Kurangnya pendengaran Infeksi sekunder

Otitis media

Gangguan persepsi sensori :

pendengaran

Kelemahan

Intoleransi

aktifitas

Page 14: Askep Tonsil

Pada pemeriksaan tampak faringhiperemis, tonsil membengkak, hiperemis :

terdapat detritus (tonsillitis folibularis), kadangdetritus berdekatan menjadi sati

(tonsillitis laturasis) atau berupa membrane semu. Tampak arkus palatinus anterior

terdorong ke luar dan uvula terdesak melewati garis tengah.Kelenjar sub

mandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak-anak. Pembesaran

adenoid dapat menyebabkan pernapasan mulut, telinga mengeluarkan

cairan,kepala sering panas, bronchitis, napas baud an pernapasan bising.

2.1.6. Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara

perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen

ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap

ditemui adalah sebagai berikut :

a. Komplikasi sekitar tonsil

(a) Peritonsilitis

(b) Abses Peritonsilar (Quinsy)

(c) Abses Parafaringeal

(d) Abses Retrofaring

(e) Krista Tonsil

(f) Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

14

Page 15: Askep Tonsil

b. Komplikasi Organ jauh

(a) Demam rematik dan penyakit jantung rematik

(b) Glomerulonefritis

(c) Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

(d) Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

(e) Artritis dan fibrositis

2.2. Penatalaksanaan Tindakan Anestesi

Pada pasien tonsilektomi kita harus memperhatikan perubahan-

perubahan fisiologi dan anatomi, karena tindakan tersebut dapat

mempengaruhi tindakan anestesi. Bila pasien disertai dengan penyakit lain

seperti asma maka tindakan anestesi akan lebih spesifik lagi. Untuk hal ini

perlu pengetahuan lebih mendalam mengenai fisiologi dan anatomi

sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.

2.2.1. Pengertian Anestesi

Istilah anestesi pertama kali dikemukakan oleh ahli filosofi

Yunani yang bernama Dioscorides. Anestesi adalah hilangnya rasa

sakit.Anestesi berarti hilangnya segala sensasi panas, dingin, rabaan,

kedudukan tubuh (posture), nyeri dan biasanya dihubungkan dengan

hilangnya kesadaran.Anestesi umum berarti hilangnya sakit diseluruh

tubuh yang disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat

sementara akibat pemberian obat anestesi. Setelah obat ini mengalami

15

Page 16: Askep Tonsil

metabolisme dan dikeluarkan oleh tubuh, keadaan akan pulih kembali

seperti semula.

2.2.2. Anestesi Umum

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit

secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali

(reversibel).Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari analgetik,

hipnotik, dan relaksasi otot.

Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi

kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat

anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga

kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya.

Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium

anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan

mencegah terjadinya kelebihan dosis.

Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,

pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal.Pemilihan ini

didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat

anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang

tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah,

tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran

pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi,

menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali,

tanpa efek yang tidak diinginkan.

16

Page 17: Askep Tonsil

Obat anestesi umum yang ideal mempunyai sifat-sifat antara lain

pada dosis yang aman mempunyai daya analgetik relaksasi otot yang

cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak

mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut

harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan

yang luas.

a. Macam-macam Teknik Anestesi

(a) Open drop method

Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang menguap,

peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik

diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung

penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan

pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara

terbuka.

(b) Semi open drop method

Hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi

terbuangnya zat anestetik digunakan masker. Karbondioksida

yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi

hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh gas

flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara

semenit.

17

Page 18: Askep Tonsil

(c) Semi closed method

Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang

dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer

sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara napas

yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya

dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar

tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan

memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100%

kebutuhan.

(d) Closed method

Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi

dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga

udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan

menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai

premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.

2.2.3. Persiapan Pra Anestesi

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan

(elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra

anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan pada

bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi pada pasien

yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat

18

Page 19: Askep Tonsil

mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun

tujuan kunjungan pra anestesi adalah:

(a) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

(b) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang

sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.

(c) Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society

Anesthesiology):

ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa

kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka

mortalitas 2%.

ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan

sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses

patofisiologis. Angka mortalitas 16%.

ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas

harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam

jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal :

insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka

mortalitas 68%.

19

Page 20: Askep Tonsil

ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan

operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup

dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka

mortalitas 98%.

ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil

(didonorkan)

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri

dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

a. Pemeriksaan praoperasi anestesi

I. Anamnesis

1. Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.

2. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.

3. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi

penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru

kronis (asma bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung,

hipertensi, dan penyakit ginjal.

4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat,

dan obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi

dengan obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi,

antidiabetik, antibiotik, golongan aminoglikosid, dan lain lain.

20

Page 21: Askep Tonsil

5. Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,

jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif

pasca bedah.

6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan

anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik

7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi

maligna.

8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,

pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi,

neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi dan dermatologi.

II. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan

2. Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas

3. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi

cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah

pembedahan.

4. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta

suhu tubuh.

21

Page 22: Askep Tonsil

5. Jalan napas (airway). Jalan napas diperiksa untuk mengetahui

adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan

fleksi ekstensi leher, deviasi ortopedi dan dermatologi. Ada pula

pemeriksaan mallampati, yang dinilai dari visualisasi pembukaan

mulut maksimal dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan mallampati

sangat penting untuk menentukan kesulitan atau tidaknya dalam

melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:

i. Mallampati I : Palatum molle, uvula, dinding posterior

oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla

pharingeal

ii. Mallampati II : Palatum molle, sebagian uvula, dinding

posterior uvula

iii. Mallampati III : Palatum molle, dasar uvula

iv. Mallampati IV : Palatum durum saja

6. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung

7. Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi

8. Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia,

atau tanda regurgitasi.

22

Page 23: Askep Tonsil

9. Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis,

adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat

pungsi vena atau daerah blok saraf regional

III. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain

Lab rutin :

1. Pemeriksaan lab. Darah

2. Urine : protein, sedimen, reduksi

3. Foto rongten ( thoraks )

4. EKG

Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada indikasi :

1. EKG pada anak

2. Spirometri pada tumor paru

3. Tes fungsi hati pada ikterus

4. Fungsi ginjalpada hipertensi

5. AGD, elektrolit.

23

Page 24: Askep Tonsil

2.2.4. Premedikasi Anestesi

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum

anestesi.Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :

(1) Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam

(2) Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam

(3) Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

(4) Memberikan analgetika, misal : fentanyl, pethidin

(5) Mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron

(6) Memperlancar induksi, misal : pethidin

(7) Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin

(8) Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium, sulfas

atropin.

(9) Mengurangi sekresi kelenjar saluran napas, misal : sulfas atropin dan

hiosin.

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis

pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan

demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus

selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status

fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya,

riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu

yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya

operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan.

24

Page 25: Askep Tonsil

a. Obat-obatan Premedikasi

Pada kasus ini digunakan obat premedikasi:

Fentanyl

Fentanyl merupakan salah satu preparat golongan analgetik

opioid dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-

150 mcg/kgBB, termasuk sufentanyl (0,25-0,5 mcg/kgBB).Bahkan

sekarang ini telah ditemukan remifentanyl, suatu opioid yang poten

dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk meminimalkan

depresi pernapasan residual.Opioid dosis tinggi yang deberikan

selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan

larynx, dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut,

sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi

berhubungan dengan perkembangan toleransi akut.Maka dari itu,

dosis fentanyl dan sufentanyl yang lebih rendah telah digunakan

sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam

anestesi inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek

analgetik perioperatif.

Sebagai analgetik, potensinya diperkirakan 80 kali

morfin.Lamanya efek depresi napasfentanyl lebih pendek

dibanding meperidin.Efek euphoria dan analgetik fentanyl

diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna

diperpanjang masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu

25

Page 26: Askep Tonsil

neuroleptik yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi

IV.Dosis tinggi fentanyl menimbulkan kekakuan yang jelas pada

otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi

dopaminergik di striatum.Efek ini di antagonis oleh

nalokson.Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski

juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca operasi.Obat ini

tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia pula dalam

bentuk kombinasi tetap dengan droperidol.Fentanyl dan droperidol

(suatu butypherone yang berkaitan dengan haloperidol) diberikan

bersama-sama untuk menimbulkan analgetika dan amnesia dan

dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan suatu efek

yang disebut sebagai neurolepanestesia.

2.2.5. Induksi

Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai

tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan

tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam

stadium anestesi setelah induksi.

Pada kasus ini digunakan obat induksi :

a. Propofol

Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat

dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2%

26

Page 27: Askep Tonsil

phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan

2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.

Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan

barbiturat intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan

pasien dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain

itu, secara subjektif, pasien merasa lebih baik setelah postoperasi

karena propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi.

Propofol digunakan baik sebagai induksi maupun mempertahankan

anestesi dan merupakan agen pilihan untuk operasi bagi pasien

rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam menghasilkan sedasi

berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan

propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis)

dapat memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat

infeksi pernapasan dan kemungkinan adanya skuele neurologik.

Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi

secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan,

tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat

dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan

dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.

Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang

cukup berarti selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi

arteri perifer dan venodilatasi.Propofol menurunkan tekanan arteri

27

Page 28: Askep Tonsil

sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena

vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan

sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.

Setelah pemberian propofol secara intravena, waktu paruh

distribusinya adalah 2-8 menit, dan waktu paruh redistribusinya

kira-kira 30-60 menit. Propofol cepat dimetabolisme di hati 10 kali

lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus. Propofol diekskresikan

ke dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan

kurang dari 1% diekskresi dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh

total anestesinya lebih besar daripada aliran darah hepatik,

sehingga eliminasinya melibatkan mekanisme ekstrahepatik selain

metabolismenya oleh enzim-enzim hati. Propofol dapat bermanfaat

bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam memetabolisme

obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak merusak

fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan

tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena

bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang

minimal.

Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini

didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi

terjadi sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan

menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai

28

Page 29: Askep Tonsil

efek analgetik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar

lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang

rendah propofol memiliki efek antiemetik.

Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya

depresi pernapasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada

sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi,

bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya sakit

kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan

dapat terjadi nyeri sehingga saat pemberian dapat dicampurkan

lidokain (20-50 mg).

b. Obat Pelumpuh Otot

Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular

sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut

mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat

penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin,

dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal

kurarin.

Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi

cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi

relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi

kendali.

29

Page 30: Askep Tonsil

Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :

Atracurium besilat (tracrium)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang

relatif baru yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang

berasal dari tanaman Leontice leontopetaltum. Beberapa

keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu

antara lain adalah :

(a) Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama

melalui suatu reaksi kimia unik yang disebut reaksi

kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi

hati dan ginjal.

(b) Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian

berulang.

(c) Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler

yang bermakna.

Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis

yang dipakai. Pada umumnya mulai kerja atracurium pada

dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama kerja atracurium

dengan dosis relaksasi 15-35 menit.

30

Page 31: Askep Tonsil

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan

(sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan

pemberian antikolinesterase. Nampaknya atracurium dapat

menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien

dengan penyakit jantung dan ginjal yang berat.

Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang

mengandung 50 mg atracurium besilat. Stabilitas larutan

sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu dingin dan

perlindungan terhadap penyinaran.

Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

2.2.6. Pemeliharaan

a. Nitrous Oksida (N2O)

Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan

tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah

terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber

(pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat,

tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini

tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai sifat

merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan

ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP

31

Page 32: Askep Tonsil

menimbulkan analgetik yang berarti. Depresi napas terjadi pada

masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida mendesak

oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat

dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa

menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai

perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam

anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah

sebagai berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.

2.2.7. Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus

mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang.Terapi cairan

perioperatif bertujuan untuk.

a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama

operasi.

b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang

diberikan.

Pemberian cairan operasi dibagi :

a. Pra operasi

Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,

muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang

32

Page 33: Askep Tonsil

ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-

lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg

BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan

bertambah 10-15 %.

b. Selama operasi

Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.

Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :

Ringan = 4 ml/kgBB/jam

Sedang = 6 ml/kgBB/jam

Berat = 8 ml/kgBB/jam

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan

kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan

kristaloid. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat

dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran.

c. Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit

cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.

33

Page 34: Askep Tonsil

2.2.8. Pemulihan

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi

dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery

room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi.Ruang

pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke

bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU.Dengan

demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari

komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.

Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang

perawatan perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah

anestesi dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang biasa dipakai

untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward, dimana cara

Steward mula-mula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang

sangat luas pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan

untuk regional anestesi digunakan skor Bromage.

34

Page 35: Askep Tonsil

Aldrete Scoring System

No. Kriteria Skor

1 Aktivitas

motorik

Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas

atas perintah atau secara sadar.

Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas

perintah atau secara sadar.

Tidak mampu menggerakkan ekstremitas

atas perintah atau secara sadar.

2

1

0

2 Respirasi Napas adekuat dan dapat batuk

Napas kurang adekuat/distress/hipoventilasi

Apneu/tidak bernapas

2

1

0

3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula

Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari

semula

Tekanan darah berbeda >50% dari semula

2

1

0

4 Kesadaran Sadar penuh 2

35

Page 36: Askep Tonsil

Bangun jika dipanggil

Tidak ada respon atau belum sadar

1

0

5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula

Pucat

Sianosis

2

1

0

Aldrete score ≥ 9, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan

36

Page 37: Askep Tonsil

BAB III

TINAUAN KASUS

3.1. Pengkajian

3.1.1. Identitas

I. Identitas Klien

Nama : An. I

Umur : 10 tahun

Jenis Kelami : Perempuan

Pendidikan : SD

Suku/bangsa : Sunda/Indonesia

Tanggal Masuk RS : 19 November 2014

NO.MED.REC : 280910

Ruang/kamar : Raflesia

Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronik

Tanggal Pengkajian : 20 November 2014

37

Page 38: Askep Tonsil

Alamat : RT/02 RW/15 Desa Sukasari, Kecamatan

Banjarsar, Kabupaten Banjar

II.Identitas Penanggung Jawab

Nama                         : Tn. K

Umur                          : 46 tahun

Pendididkan             : SMP

Pekerjaan                 : Wiraswasta

Suku/Bangsa                 : Sunda/Indonesia

Alamat                      : RT/02 RW/15 Desa Sukasari, Kecamatan

Banjarsar, Kabupaten Banjar

1. Keluhan Utama

Keluhan utama saat masuk rumah sakit : nyeri saat menelan

Keluhan utama saat dikaji : nyeri saat menelan dan

cemas

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit tanggal 19 November 2014 dan di rawat

di ruang Raflesia, pasien mengeluh nyeri menelan. Nyeri bertambah

hebat jika klien makan atau minum, tenggorokan klien terasa nyeri.

38

Page 39: Askep Tonsil

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Ibu klien mengatakan bahwa klien  mengalami penyakit ini sejak 1

tahun yang lalu, dan belum pernah melakukan tindakan operasi di

Rumah Sakit.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan di keluarga nya tidak ada yang menderita penyakit

yang sama dengan klien.

3.1.3. Keadaan Umum

1. Penampilan      : Klien terlihat sakit sedang

2. Kesadaran        :

Kualitas : Compos mentis

Kuantitas : E=4, M=6, V=5, GCS=15

3. Berat badan/Tinggi badan : 25kg/130cm

4. TTV

T = 130/80 mmHg

P = 110x/menit

R = 20x/menit

S = 36,40 C

39

Page 40: Askep Tonsil

3.1.4. Pemeriksaan Fisik

1. Kepala dan rambut

Bentuk simetris tidak ada lesi atau benjolan, pasien tampak meringis

kesakitan.

2. Mata

Bentuk simetris, konjungtiva merah muda, sklera mata putih, tidak

memakai alat bantu penglihatan, lapang pandang baik, tidak ada

keluhan.

3. Hidung

Bentuk simetris, tidak ada lesi dan benjolan, fungsi penciuman baik.

4. Telinga

Bentuk simetris, telinga bersih, fungsi pendengaran baik.

5. Mulut dan Tenggorokan

Mukosa bibir lembab, kondisi gigi bersih, tonsil klien terlihat

membesar dan klien mengeluh nyeri pada tenggorokan.

6. Leher

Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tyroid, pergerakan

leher baik.

7. Dada

Bentuk simetris, pergerakan dada baik, pola napas normal.

8. Abdomen

Bentuk simetris, tidak ada nyeri tidak ada keluhan.

40

Page 41: Askep Tonsil

9. Genetalia

Tidak terpasang DC.

10. Punggung dan Bokong

Tidak ada lesi dan dekubitus,tidak ada nyeri.

11. Ekstremitas

Ekstremitas Atas : Bentuk simetris,kondisi kuku bersih, terpasang infus

di sebelah kiri.

Ekstermitas bawah : Bentuk simetris,kondisi kuku bersih,pergerakan

bebas,tanpa ada keluhan/nyeri.

Skala otot Klien 0-5 :

*4 = Bergerak menahan tahanan tetapi kekuatannya berkurang

*5 = Dapat menahan tahanan dengan kekuatan maksimal.

Kekuatan Otot :  

5 5

5 5

12. Integumen

Keadaan kulit bersih, tidak terdapat lesi dan keadaan kulit lembab.

41

Page 42: Askep Tonsil

3.1.5. Pola Aktivitas

NO AKTIVITAS DI RUMAH DI RUMAH

SAKIT

1. Nutrisi dan Cairan

*Nutrisi

 Jenis

 Frekuensi

 Tambahan

 Pantangan

 Keluhan

*Cairan

 Jenis

 Frekuensi

 Jumlah

Nasi

3x1

Buah-buahan

-

- nyeri saat

menelan

Air putih

± 7 gelas/hari

1680 ml/hari

Nasi

3x1

Kue

-

-nyeri saat menelan

Air putih

± 7 gelas/hari

1680 ml/hari

42

Page 43: Askep Tonsil

2. Istirahat dan Tidur

Tidur siang

Tidur malam

Kualitas

± 2 jam

8 jam/hari

-

1 jam

± 5-6 jam/hari

-

3. Eliminasi

*BAB

 Bentuk

 Frekuensi

 Warna

*BAK

 Warna

 Frekuensi

 Keluhan

Normal feces

1x2/hari

Kuning khas

Kuning khas

2-4x/hari

-

Normal feces

1x/hari

Kuning khas

Kuning khas

3x/hari

-

4. Personal Hygiene

43

Page 44: Askep Tonsil

Mandi

Gosok Gigi

Cuci Rambut

Ganti Pakaian

2x/hari

2x/hari

3x/minggu

1x/hari

Di seka 1x/hari

2x/hari

-

2x/hari

3.1.6. Data Penunjang

1. Data Psikologi

Orang tua dan pasien tampak terlihat cemas dan gelisah dengan

tindakan operasi dan anestesi yang akan dilakukan.

2. Data Sosial

Hubungan klien dengan lingkungan rumah sakit dan tenaga kesehatan

baik, serta dukungan keluarga sangat penuh untuk kesembuhan klien.

3. Data Spiritual

Klien selalu berdoa untuk kesembuhannya.

4. Data Ekonomi

Klien termasuk keluarga yang perekonomiannya menengah.

44

Page 45: Askep Tonsil

5. Pemeriksaan Laboraturium

Pemeriksaan Hasil Normal

Golongan Darah

Hb

Leukosit

Hematokrit

Eritrosit

Trombosit

Masa Pendarahan/bt

Masa Pembekuan/ct

LED

Sgot

Sgpt

Kreatinin

Ureum

GDS

AB

10.0

10.7

29.9

6.24

471

2’30”

6’15”

9

17

11

0.55

21.7

117

10-18 g/dl

4.0-11,.0 ribu/mm3

30-55%

4.76-6.95 juta/uL

150-450 ribu/mm3

1-3 Menit

6-11 Menit

L:<=10, P:<20 mm/jam

<37 U/I

<41 U/I

08-1.5 ma/dl

10-50 ma/dl

80-150 ma/dl

45

Page 46: Askep Tonsil

3.1.7. Therapi

Infus RL : 20 gtt/menit

Cefotaxime : 2x1000 mg   IV

Kalnex : 3x250 mg IV

Tramadol : 50-100mg IV

3.2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Pre operasi

DS:

- Pasien mengatakan

merasa nyeri pada

tenggorokan

DO:

Wajah klien tampak

meringis, skala nyeri 3 (0-

Invasi kuman patogen

Penyebaran limfogen

Faring dan tonsil

Proses inflamasi

Nyeri

(Pre operasi)

46

Page 47: Askep Tonsil

10)

- TTV:

TD: 130/80 mmhg

N: 110 x/m

RR: 20 x/m

S : 36.40c

Udema tonsil

Nyeri

DS:

Pasien mengatakan takut

akan menghadapi tindakan

pembiusan dan operasi

DO:

- Klien tampak cemas

- TTV:

TD: 130/80 mmhg

N: 110 x/m

RR: 20 x/m

S : 36.40c

- Rencana tindakan

pembedahan

tonsilektomi dengan

general anestesi

Tindakan pembedahan

GA

Merangsang neuro

tranmiteruntuk

mengeluarkan histamin,

bradikinin,

asiltelkolamin,

prostaglandin

Hipotalamus

Thalamus

Korteks serebri

Dipersepsikan

Cemas

(Pre operasi)

47

Page 48: Askep Tonsil

Kecemasan

DS:-

DO:

- Akan di lakukan

pembedahan dengan

GA yang menggunakan

teknik intubasai ETT

- Obat-obat anestesi yang

dapat mendepresi sistem

kardiovaskuler

Tindakan pembedahan

dengan GA

Penekanan pada sistem

kaardiovaskuler akibat

pemberian obat anestesi

Penekanan pada

hipotalamus

Thalamus

Gangguan kestabilan

Gangguan kestabilan

hemodinamik

(Intra Operasi)

DO:

- Lumpuhnya otot

pernapasan

- Penurunan tekanan

inspirasi dan

ekspirasi

- Penurunan ventilasi

(dyspnea)

Pemberian obat

pelumpuh otot

Menghambat bertemunya

Ach dan reseptor Ach

Menghambat kontraksi

neuromuscular junction

Pola nafas tidak efektif

(post operasi)

48

Page 49: Askep Tonsil

- Apnoe ↓

Tidak terjadi kontraksi

otot/ dinding dada

3.3. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah

1) Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan adanya proses

inflamasi.

2) Gangguan rasa nyama cemas berhubungan dengan prosedur tindakan

pembedahan akan di lakukan dengan teknik General Anestesi (GA) di

tandai dengan anak terlihat gelisah.

3) Gangguan hemodinamik sehubungan dengan prosedur tindakan anestesi

yang mendepresi sistem kardiovaskuler di tandai dengan tanda-tanda vital

yang tidak stabil.

4) Pola napas tidak efektif sehubungan dengan disfungsi neuromuscular

junction di tandai dengan lumpuhnya otot pernapasan

49

Page 50: Askep Tonsil

3.4. Intervensi

Nama : An. I Tangal MRS : 19 November 2014

Umur : 10 tahun No.RM : 28.09.10

Jenis kelamin : Perempuan DX Medis : Tonsilitis Kronis

NO Diagnosa Perencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1 Gangguan rasa nyaman

nyeri yang berhubungan

dengan adanya proses

inflamasi

Setelah di lakukan

tindakan keperawatan

selama 1x 24 jam, nyeri

teratasi dengan kriteria:

-Nyeri hilang

- Skala nyeri 0

- Ekspresi wajah tenang

- TTV dalam batas normal

1. Kaji tingkat nyeri.

2. monitor TTV

3. Atur posisi asien

4. Berikan lingkungan

yang tenang

1. Mengetahui tingkat nyeri

2. Mengetahui setiap

perubahan yang terjadi

pada pasien

3. Memberikan

kenyamanan pada pasien

4. Rangsangan yang

berlebihan dari

lingkungan akan

50

Page 51: Askep Tonsil

5. Kolaborasi dengan

dokter untuk pemberian

analgetik

6. Berikan obat analgetik

sesuai instruksi dokter

memperberat rasa nyeri

5. Mengembangkan

rencana tindakan

keperawatan untuk

mengurangi nyeri

6. Membantu mempercepat

proses penyembuhan dan

mengurangi sakit

2 Gangguan rasa nyama

cemas berhubungan

dengan prosedur tindakan

pembedahan akan di

lakukan dengan teknik

General Anestesi (GA) di

tandai dengan anak terlihat

cemas

Tujuan jangka panjang:

Setelah di lakukan

tindakan keperawatan

selama 1x24 jam di

harapkan klien

menjadi lebih tenang,

Dengan kriteria:

- wajah klien tampak

tenang

1. Kaji tingkat

kecemasan

2. Cari penyebab dan

cara mengatasi

kecemasan

3. Monitor TTV

4. Beri kesempatan orang

tua serta pasien untuk

1. Mengetahui tingkat

kecemasan

2. Mengetahui faktor

pencetus dan solusi dan

cara mengatasinya

3. Melihat keadaan umum

pasien.

4. Memberi kesempatan

pasien untuk

51

Page 52: Askep Tonsil

Jangka pendek:

Setelah dilakukan peraatan

kurang lebih satu jam di

harapkan kecemasan klien

berkurang dengan kriteria

hasil:

- klien tampak tenang

- klien dapat bekerja

sama dengan tim

medis

bertanya

5. Beri penjelasa

mengenai prosedur

6. beri kesempatan klien

untuk di temani oleh

keluarganya

7. Anjurkan klien untuk

berdoa

mengutatarakan perasaan

nya

5. Memberikan solusi

dalam mengatasi stress

6. Agar pasien tenang dan

merasa nyaman

7. Agar pasien lebih tenang

3 Gangguan hemodinamik

sehubungan dengan

prosedur tindakan anestesi

yang mendepresi sistem

kardiovaskuler di tandai

dengan tanda-tanda vital

yang tidak stabil

Tujuan jangka panjang:

Setelah di lakukan

perawatan 1x24 jam

setelah di lakukan GA

fungsi kardiopulmonal

adekuat dengan kriteria

hasil :

- pasien tidak mengeluh

- pernapasan pasien

1. Kontrol sistem

kardiovaskuler klien

dengan benar

2. Cukupi kebutuhan

cairan pasien sesuai

dengan volume darah

dan kebutuhan cairan

rumatan pasien

3. Monitoring TTV.

1. Agar hemodinamik

kembali stabil.

2. Agar sistem

kardiovaskuler tetap

berfungsi dengan baik

3. Mengetahui apabila

52

Page 53: Askep Tonsil

tidak adekuat

- pasien tidak merasa

sakit

Tujuan jangka pendek:

Setelah di lakukan terapi

cairan dan mengontrol

pemberian anestesi

inhalasi, hemodinamik

klien mulai stabil

4. Monitoring intake

output

teterjadi perubahan

yang signifikan pada

saat tindakan operasi

berlangsung

4. Mengetahui apabila

terjadi

ketidakseimbangan

cairan tubuh

4. Setelah selesai tindakan

anestesi atau pembiusan

pola nafas pasien jadi

efektif, dengan kriteria :

- frekuensi nafas

normal

- irama nafas normal

- ekspansi dada

1. Beri ventilasi sesuai

dengan tidal volume

dan minute volume

pasien

2. Beri obat

anticholinesterase

1.Dengan tercapai minute

volume tidak terjadi

hipoksia dan kebutuhan

oksigen pasien tercukupi

2. Merivest atau

menghilangkan efek obat

pelumpuh otot sehingga

pasien bisa bernafas

adekuat

53

Page 54: Askep Tonsil

simetris

- tidak menggunakan

obat tambahan

- tidak sianosis

3. Bersihkan sekcret pada

jalan napas

4. Jaga jalan napas

( Triple manuver dan

OPA)

5. Beri suplai oksigen 3 L

di ruang pemulihan

3. Dengan bebasnya jalan

napas aliran oksigen

menjadi lancar

4. Agar tidak terjadi

sumbatan jalan napas

5.Untuk mempertahankan

napas pasien tetap adekuat

54

Page 55: Askep Tonsil

3.5. Implementasi dan Evaluasi

Nama : An. I Tangal MRS : 19 November 2014

Umur : 10 tahun No.RM : 28.09.10

Jenis kelamin : Perempuan DX Medis : Tonsilitis Kronis

Tangal/jam DX

kep

Implementasi Evaluasi

20-11-12

13.50 WIB

1. Mengkaji tingkat nyeri

2. Memonitoring TTV

3. Mengatur posisi asien

4. Memberikan lingkungan

yang tenang

5. Berkolaborasi dengan

dokter untuk pemberian

analgetik

6. Memberikan obat analgetik

fentanyl 50 ug sesuai

instruksi dokter

S:-Pasien

mengatakan

nyeri berkurang

O:

- wajah klien

tampak rileks

- TTV:

TD= 100/60

mmhg

HR= 82 x/m

A: Masalah teratasi

sebagian

P:Melanjutkan

tindakan

selanjutnya di

ruang perawatan

20-11-2014

13.55 WIB

1. Mengkaji tingkat kecemasan

2. Mencari penyebab dan cara

mengatasi kecemasan

3. Memonitor TTV

4. Memberi kesempatan pasien

S: Orang tua pasien

mengatakan

sudah tidak

merasa cemas

55

Page 56: Askep Tonsil

dan keluarga untuk bertanya

5. Memberi penjelasan mengenai

prosedur oprasi pada pasien dan

keluarga

6. Menganjurkan klien untuk

berdoa

O:

- Orang tua dan

pasien tampak

tenang

- TTV=

- TD= 100/60

mmhg

- N= 82 x/m

A: Masalah teratasi

P: Intervensi di

hentikan

1. Mengontrol sistem

kardiovaskuler klien dengan

benar

2. Mencukupi kebutuhan cairan

pasien sesuai dengan volume

darah dan kebutuhan cairan

rumatan pasien

3. Memonitoring TTV

4. Monitoring intake output

S:-

O:

- Hasil tensi

hemodinaik

klien

menunjukan

angka

kestabilan

- TTV

TD:

100/60mmhg

ND: 82 x/m

A: Masalah teratasi

sebagian

P: Meneruskan

rencana

observasi seperti:

- Mengobservasi

TTV pasien

dalam 24 jam

56

Page 57: Askep Tonsil

post operasi

- Mengobservasi

tanda-tanda

komplikasi dini

dan laju dari

pemberian obat-

obatan anestesi

selama operasi

seperti mual,

pusing

20-11-2014

14.05 WIB

1. Beri ventilasi sesuai dengan

tidal volume dan minite

volume pasien melalui

Endotrakea tube

2. Beri obat anticholinesterase

( neogstimin + sulfat

atropin)

3. bersihkan sekcret pada jalan

napas (suction setelah ETT

di lepas)

4. jaga jalan napas ( Tripel

manuver dan OFA di kamar

operasi sampai dengan

ruang pemulihan)

5. beri suplai oksigen 3 ltr

dengan menggunakan kanul

di ruang pemulihan

S:

O:

- SaO2 100 %

- Tidak sianosis

- Tidak ada suara

napas tambahan

- Aliran oksigen

lancar

- TTV

TD= 100/60

mmHg

N= 82 x/m

A: Masalah teratasi

P: Intrevensi di

lanjutkan

57

Page 58: Askep Tonsil

3.6. Penatalaksanaan Anestesi

Penatalaksanaan yaitu :

a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm

b. Informed Consent Operasi

c. Konsul ke Bagian Anestesi

d. Informed Consent Pembiusan

Dilakukan operasi dengan general anestesi dengan status ASA I.

a. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :

Diagnosis pre operatif : Tonsilitis Kronis

Status Operatif : ASA 1, Mallampati I

Jenis Operasi : Tonsilektomi

Jenis Anastesi : General Anastesi

b. Laporan Anestesi

(a) Diagnosis Pra Bedah

Tonsilitis Kronik

58

Page 59: Askep Tonsil

(b) Diagnosis Pasca Bedah

Tonsilitis Kronik

c. Penatalaksanaan Preoperasi

Infus RL 500 cc

d. Penatalaksanaan Anestesi

Jenis Pembedahan : Tonsilektomi

Jenis Anestesi : General Anestesi

Teknik Anestesi : General anastesi dengan tekhnik semi

closed circuit system dengan NTT non

kinking no 5.5

Mulai Anestesi : 20 November 2014 jam 14.05

Mulai Operasi : 20 November 2014 jam 14.15

Premedikasi : Fentanyl 50 µg

Induksi : Propofol 50 mg iv

Roculax 20 mg iv

Maintanance : O21L, N2O 1L , Sevoflurane 2L

Intubasi : Laringoskop blade no 3

Endotracheal Tube no 5,5

59

Page 60: Askep Tonsil

Respirasi : Pernapasan kontrol

Posisi : Supine

Cairan Durante Operasi : RL 500 ml

Pemantauan TD dan HR : Terlampir

Selesai operasi : 14.25 WIB

e. Pre Operatif

a) Persiapan Pasien

(a) Memeriksa identitas pasien (nama, diagnosa, RM)

(b) Periksa hasil pemeriksaan penunjang , laboratorium

(c) Memaastikan inform consent, SIO (+) dan SIA (+) telah di

sepakati

(d) Memeriksa kembali apakah pasien menggunakan bahan dari

logam, gigi palsu

(e) Menyanyakan kembali puasa pasien apakah sesuai dengan

yang di anjurkan

(f) Memastikan apakah infus sudah terpasang dengan baik,

menetes dengan lancar , dan sudah terpasang cairan RL

(g) Mengganti pakaian pasien dengan pakaian khusus di kamar

bedah

b) Persiapan alat

Memilih, menyiapkan dan mengecek peralatan untuk intubasi:

60

Page 61: Askep Tonsil

(a) S : Scope (stetoscope dan laryngoscope dengan blade

nomor 3)

(b) T : Tube (pipa napas; ETT ukuran 4.5, 5.0, dan 5.5 dengan

balon, dicek apakah balonnya bocor)

(c) A : Airway (Oropharyngeal Airway no. 4, 5, 6)

(d) T : Tape (Plester untuk fiksasi)

(e) I : Introducer (mandrin)

(f) C : Connector

(g) S : Mesin Suction dan Canule Suction

(h) Spuit 10 cc, 5 cc, 3 cc

(i) Forcep Magill

(j) Facemask

(k) Kassa lembab

(l) Monitor

(m) Mesin anestesi dengan sumber gas O2, N2O, dan volatile

sudah siap digunakan

c) Persiapan obat

(a) Premedikasi

Ondansentron

Midazolam

Fentanyl

61

Page 62: Askep Tonsil

(b) Trias Anestesi

Propofol 1%

Roculax

Fentanyl

(c) Obat-obatan Emergency

Sulfat Atropin

Dexametason

Aminofilin

Efaedrin

Epineprin

(d) Obat anti chollnesterase

Neogstimin

f. Intra Operative

a) Pasien masuk ke kamar operasi pada pukul 14.00

b) Premeedikasi : Fentanyl 50 µg pada pukul 14.03

c) Induksi pada jam 14.05 dengan menggunakan

Propofol 50 mgIV

Roculax 20 mg IV

Sevofluran 8%

d) Pelaksanaan intubasi di lakukan pada pukul 14.10 WIB dengan

prosedur :

62

Page 63: Askep Tonsil

(a) Posisikan pasien di meja operasi

(b) Buka mulut pasien dengan cross finger

(c) Pegang laringoscope dengan tangan kiri

(d) Masukan laringoscope dari sebelah kiri dan geser lidah ke arah

medial

(e) Angkat handle sehinggah rahang terbuka dan terlihat lubang

trakea yang terletak di belakang epiglotis, jika belum terlihat

gunakan selic manuver yaitu memnekan daerah krikoidke

dalam sehinggah lubang trakea terlihat.

(f) Setelah terlihat ambil ETT no 5,5 lalu masukan pada lubang

trakea

(g) Setelah yakin masuk, kembangkan balon ETT dengan spuit 10

cc kemudian sambungkan dengan conector yang tersambung

pada mesin anestesi

(h) Tes kedalaman ETT dengan stetoscope pada daerah apex

kanan dan kiri untuk memastikan ETT benar-benar masuk ke

dalam trakea dan mengecek keseimbangan pengembangan

antara paru-paru kanan dan kiri

(i) Setelah ETT sudah di pastikan dalam keadaan yang seimbang

maka di lakukan fiksasi dengan menggunakan plester agar

tidak terjadi perubahan letak posisi ETT.

63

Page 64: Askep Tonsil

e) Maintenence

Untuk mempertahankan stadiium anestesi maka di lakukan

maintenence dengan cara pemberian N20 dan O2 1 liter/mnt

( 50:50) dan sevofluran 2 vol %.

f) Monitoring tanda-tanda vital

Selama operasi berjalan di lakukan monitoring TTV setiap 3

menit sekali dengan menggunakan monitor yang telah di atur

secara otomatis dan pencatatan di lakukan setiap setiap 5 menit

sekali.

Monitoring intra Operatif

Waktu Tekanan Darah Nadi SPO2

14.00 130/80 110x/mnt 100%

14.10 100/60 82x/mnt 100%

14.15 110/60 110x/mnt 96%

14.20 112/60 105x/mnt 99%

14.25 112/70 100x/mnt 98%

14.30 130/80 120x/mnt 100%

64

Page 65: Askep Tonsil

g) Penghitungan Cairan Selama operasi

Penghitungan Rencana Pemberian Ventilasi

(a) Tidal Volume

Tidal Volume (TV) = BB (kg) X konstanta ( 6-10)

= 25 kg X 7

= 175 ml

(b) Minute Volume

Minute Volume (MV) = Tidal Volume X Respirasi Rate (12-

16x/menit)

= 175 X 14 x/m

= 2450 ml = 2,4 L

Jadi perbandingan N2O : O2 = 1,2 L : 1,2 L

(c) Perhitungan Rencana Pemberian Cairan

BB : 25 kg

Jenis Operasi : Sedang

Puasa : 8 jam

65

Page 66: Askep Tonsil

1. Kebutuhan Cairan Maintanance untuk pasien BB 25kg

Rumus 4 2 1

Kebutuhan Cairan Maintenance : 4 x 10 = 40

2 x 10 = 20

1 x 5 = 5 +

Jumlah = 65 ml/jam

2. Pengganti Puasa

Rumus : Jam puasa x maintanance = ...... ml

Pengganti puasa = 8 jam x 65 ml

= 520ml

3. Insensible Water Lose (IWL)

Stress Operasi : Ringan=2-4 ml; Sedang=4-6 ml;Berat=6-8

ml

IWL = Stress operasi x BB(kg) pasien

= 4 x 25kg

= 100 ml

4. Estimated Blood Volume

66

Page 67: Askep Tonsil

= (EBV x Kg BB)

= 80 x 25 = 2000 ml

5. Estimated Blood Lose

= ( EBL x 10%, 15%, 20%)

Ringan = 2000 x 10% = 200ml

Sedang = 2000 x 15% = 300ml

Berat = 2000 x 20% = 400ml

6. Jumla perdarahan ( suction, kasa,duk,dll) : 250 ml

Suction = 150 ml, Kasa kecil = 80 ml, Duk = 20 ml

7. Kebutuhan Cairan Intra Operatif

Rumus : ½ x puasa + maintanance + stress operasi = .... ml

Jam I = ½ x 520 + 65 + 100

= 425ml

Jam II = ¼ x 520 + 65 + 100

= 295 ml

Jam III = ¼ x 520 + 65 +100

= 295 ml

67

Page 68: Askep Tonsil

8. Total cairan yang keluar

( R = jumla perdarahan + Stres operasi + Puasa)

= 250 ml + 100 ml + 520 ml

= 875 ml

( Perdarahan ringan : di ganti dengan cairan Kristaloid)

9. Cairan yang sudah di berikan ( kristaloid)

Pre operasi = RL 200 ml

Intra operasi = 300 ml

Total = 500 ml

h) Pukul 14.25 operasi selesai N20 di hentikan pasien hanya di beri

O2 untuk mencegah hipoksia dan di lakukan suction saliva sebelum

di ekstubasi yang bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya

spasme akibat rangsang lendir di jalan napas dan membantu pasien

untuk mempermudah bernapas

i) Pelaksanaan ekstubasi pada pukul 14.30

j) Ekstubasi di lakukan setelah memenuhi kriteria :

(a) Napas pasien telah adekuat

(b) Tanda-tanda vital telah kembali stabil

(c) SpO2 di atas 95%

(d) Otot pernapasan telah adekuat

68

Page 69: Askep Tonsil

(e) Refleks menelan dan batuk (+)

Prosedur ekstubasi :

(a) Sebelumnya di lakukan suction lendir sampai benar-benar

bersih

(b) Lepaskan fiksasi ETT yang menempel pada wajah pasien

(c) Kempeskan balon ETT dengan spuit10 cc

(d) Cabut ETT pada saat ekspirasi

(e) Berikan pasien O2 dengan menggunakan face mask dan alirkan

O2100 %

g. Post Operatif

a) Posisi pasien di ruang Recovery Room dalam posisi supine dan

kepala di miringkan agar slam dapat keluar dan jalan napas tetap

terjaga

b) Pukul 14.40 pasien di pindahkan ke Recovery Room dengan

keadaan:

Keadaan umum : compos mentis

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Nadi : 110x/m

Respirasi : 20 x/m

69

Page 70: Askep Tonsil

Di pasang O2 : 3 ltr/m

c) Monitoring TTV

Waktu Tekanan darah Nadi Saturasi

14.30 130/70 110 100%

d) Kriteria pasien keruangan dengan menggunakan aldert score

Tanda Kriteria Nilai

Aktivitas Mampu menggerakan 4 ekstremitas

Mampu menggerakan 2 ekstremitas

Tidak mampu menggerakan

ekstremitas

2

1

0

Respirasi Mampu bernapas dalam dan batuk

Pernapasan terbatas, jalan napas aman

Apnea, sumbatan jalan napas

2

1

0

Sirkulasi TD sistolik 20% pre op

TD sistolik 20-50% pre op

TD sistolik 50% pre op

2

1

0

70

Page 71: Askep Tonsil

Kesadaran Sadar penuh

Dapat di bangunkan jika di panggil

Tidak bereaksi

2

1

0

Warna kulit Merah

Pucat

Sianosis

2

1

0

Jumla

tertinggi

10

Skor > 9 pasien di perbolehkan pindah dari ruang pemulihan

71

Page 72: Askep Tonsil

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Penatalaksaan anestesi pada pasien yang akan dilakukan

tonsilektomi dengan diagnosis Tonsilitis Kronis dengan anestesi

berdasarkan uraian tentang “Penatalaksanaan Anestesi Umum pada An. I

Usia 10 Tahun dengan Tonsilitis Kronis di BLUD RSU Kota Banjar”

maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemilahan tehnik anestesi pada kasus Tonsilitis Kronis

hendaknya mempertimbangkan beberapa hal seperti: kondisi

pasien, kesediaan alat, durasi operasi yang menyangkut

keterampilan operator dan tehnik anestesi yang benar-benar

dikuasai.

2. Segala prosedur pre operatif sangatlah penting guna untuk

menunjang kelancaran operasi.

72

Page 73: Askep Tonsil

3. Penanganan intra operatif monitoring kedalaman anestesi,

analgetik, pengeluaran, dan pemasukan cairan juga sebagai

perawat anestesi sangat penting untuk melakukan

pendokumentasian.

4. Penangan post operatif pada pasien tonsilitis kronis bisa terjadi

peningkatan hemodinamik akibat nyeri post operatif, frekuensi

napas yang cepat dan kecil dapat terjadi akibat nyeri dari luka

operatif pada tenggorokan, maka perlu dilakukannya

monitoring TTV pasien dan selanjutnya dilakukan penyerahan

pasien kepada petugas ruangan setelah penilaian alderette score

mencapai 9-10.

4.2. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan dan penatalaksanaan

anestesi umum pada An.I dengan tindakan Tonsilektomi, penulis ingin

menyumbangkan saran-saran pada kasus ini :

1. Tetap menjalankan monitoring pasien secara teliti dan waspada

baik preoperatif, intraoperatif, dan post operatif

2. Tetap memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan setiap kali

melakukan tugas

73

Page 74: Askep Tonsil

3. yang paling utama untuk di renungkan bahwa tidak ada alat, obat,

dan teknik anestesi yang aman, selain anestesinya itu sendiri dan

jangan lupa selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa

74

Page 75: Askep Tonsil

DAFTAR PUSTAKA

1. Tatang bisri, Sp.An. (K),Prof,Dr,general anesthesia.Bandung

2. Himendra. W, Sp.An, Prof, Anesthesiologi untuk mahasiswa kedokteran,

Bandung

3. Mariyln. E. Doengus. ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan,edisi

3,Penerbit buku kedokteran, Jakarta

75