repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › chapter...

32
20 BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian Governance Akhir daripada pemikiran keritis mengenai paradigma NPM dan reinvenrting government adalah dengan diterapkannya good governance atau tata pemerintahan yang baik. NPS menilai bahwa NPM dan OPA terlalu menekankan kepada efisiensi dan melupakan masyarakat sebagai sasaran dari kebijakan publik. Governance merujuk kepada hubungan antara pemrintah/negara dengan warganya sehingga memungkinkan berbagai kebijakan dan program dapat dirumuskan, diimplementasikan, dan dievaluasi. Kaufman, Kraay, dan Mastruzzi dalam Syafri (2012: 180) mendefenisikan governance sebagai Governance is the relationship between governments and citizen that enable public policies and program to be formulated, implemented, and evaluated. In the broarder kontext, it refers to the rules, institutions, and networks that determine how a country or an organization function(governance adalah hubungan timbal balik antara pemerintah dan warganya yang memungkinkan berbagai kebijakan publik dan program dirumuskan, dilaksanakan, dan dievaluasi) Pergeseran government ke governance dimaksudkan untuk mendemokratisasi administrasi publik. Government menunjuk kepada institusi pemerintah terutama dalam kaitannya dengan pembuatan kebijakan. Sementara itu, governance menunjuk kepada keterlibatan Non Governmental Organization (NGO), kelompok-kelompok kepentingan, dan masyarakat, disamping institusi pemerintah dalam pengelolaan kepentingan umum, terutama dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Berbagai kebijakan dan program diarahkan untuk Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

20

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Governance

Akhir daripada pemikiran keritis mengenai paradigma NPM dan reinvenrting

government adalah dengan diterapkannya good governance atau tata

pemerintahan yang baik. NPS menilai bahwa NPM dan OPA terlalu menekankan

kepada efisiensi dan melupakan masyarakat sebagai sasaran dari kebijakan publik.

Governance merujuk kepada hubungan antara pemrintah/negara dengan warganya

sehingga memungkinkan berbagai kebijakan dan program dapat dirumuskan,

diimplementasikan, dan dievaluasi.

Kaufman, Kraay, dan Mastruzzi dalam Syafri (2012: 180) mendefenisikan

governance sebagai

“Governance is the relationship between governments and

citizen that enable public policies and program to be

formulated, implemented, and evaluated. In the broarder

kontext, it refers to the rules, institutions, and networks that

determine how a country or an organization function”

(governance adalah hubungan timbal balik antara pemerintah

dan warganya yang memungkinkan berbagai kebijakan publik

dan program dirumuskan, dilaksanakan, dan dievaluasi)

Pergeseran government ke governance dimaksudkan untuk mendemokratisasi

administrasi publik. Government menunjuk kepada institusi pemerintah terutama

dalam kaitannya dengan pembuatan kebijakan. Sementara itu, governance

menunjuk kepada keterlibatan Non Governmental Organization (NGO),

kelompok-kelompok kepentingan, dan masyarakat, disamping institusi pemerintah

dalam pengelolaan kepentingan umum, terutama dalam perumusan dan

pelaksanaan kebijakan publik. Berbagai kebijakan dan program diarahkan untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

21

memenuhi kepentingan warga masyarakat dan dilakukan melalui tindakan kolektif

dan proses kolaboratif.

Dalam konsep governance pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dalam

kebijakan publik maupun dalam hal pelayanan publik. Pemerintah tidak menjadi

pelaksana tunggal birokrasi yang baik namun ada stekholder lainnya yaitusektor

swasta dan juga masyarakat. Menurut Dwiyanto (2005: 79) governance menunjuk

padapengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau

menjadiurusan pemerintah. governance menekankan pada pelaksanaan

fungsigoverning secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi

lainyakni LSM, perusahaan swasta maupun warga negara. Meskipun

perspektifgovernance mengimplikasikan terjadinya pengurangan peran

pemerintah,pemerintah sebagai institusi tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

Andrew dalam Syafri (2012: 180) mendefenisikan governance sebagai cara

dimana pemerintah bekerja sama dengan pemangku kepentingan lain dalam

masyarakat, menerapkan kewenangan dan mempengaruhi dalam mengusahakan

kesejahteraan masyarakat dan tujuan jangkan panjang suatu bangsa. Karena tujuan

yang ingin dicapai oleh pemerintah adalah berjangka panjang maka dari itu

pengupayaan kesejahteraan masyarakat pada negara demokratis perlu untuk

melibatkan semua pemangku kepentingan yaitu pemerintah, swasta, dan

masyarakat.

Terkait dengan pamahaman tersebut Boon dan Geraldine dalam Syafri (2012:

181) memaknai governance sebagai penentuan berbagai kebijakan, institusi, dan

struktur yang dipilih, yang secara bersama mendorong untuk memudahkan

interaksi ke arah kemajuan ekonomi dan kehidupan sosial yang lebih baik lagi.

Dengan oemahaman governance tersebut, konsep oprasional governance (tata

kelola) adalah cara yang ditempuh pemerintah suatu negara dalam menajalankan

roda pemerintahan bagi pencapaian tujuan negara.

Ada beberapa dimensi penting governance menurut Bank Dunia yaitu: (1)

kebebasan dan akunbtabilitas, perluasan peran serta masyarakat dalam memilih

penyelenggara pemerintahan, kebebasan berekspresi, kebebasan berorganisasi,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

22

dan kebebasan pers; (2) stabilitas politik dan tidak ada lagi kekerasan, tidak ada

lagi pergantian pemerintahan lewat kekerasan secara tidak konstitusional atau

melalui terorisme; (3) pemerintahan yang efektif, pelayanan publik yang

berkualitas oleh aparatur pemerintahan untuk membuat kebijakan dan

melaksanakan kebijakan yang berkualitas; (4) aturan perundang-undangan yang

berkualitas, kemampuan pemerintah untuk membuat dan mengimplementasikan

kebijakan yang mendorong peran swasta dalam pembangunan; (5) penegakan

hukum, meyakinkan berbagai pihak bahwa aturan hukum akan dipatuhi, terutama

kontrak-kontrak yang telah disepakati, demikian juga polisi,jaksa dapat

menegakkan hukumsecara adil; (6) pengendalian atau penghapusan korupsi.

Istilah public governance menunjuk pada saling interaksi antara para

stekholder dengan tujuan mempengaruhi hasil kebijakan publik (Bovaird &

Loffler dalam Syafri 2012: 198). Stekholder yang dimaksud adalah masyarakat,

organisasi masyarakat, lembaga politik, media massa, politisi, organisasi nirlaba,

kelompok kepentingan, dan sebagainya (Syafri 2012: 198)

Menurut Osborne (Syafri 2012: 198) public governance berisi lima untaian

sebagai berikut:

1. Socio-political governance: menyangkut hubungan antarinstitusi dalam

masyarakat. selanjutnya Kooiman dalam buku yang sama mengatakan

bahwa hubungan timbal balik antar institusi dalam masyarakat perlu

dipahami secara totalitas dalam pembuatan ataupun implementasi

kebijakan publik. Dalam konsep demikian, pemerintah tidak lagi menjadi

dominan daam pembuatan kebijakan publik, tetapi bergantung kepada

keseluruhan elemen masyarakat.

2. Public policy governance: berkaitan dengan bagaimana elite membuat

kebijakan beserta jaringannya berinteraksi dalam proses pembuatan dan

pelaksanaan kebijakan publik.

3. Administrastive governance: menyangkut efektivitas penerapan

administrasi publik dan reposisinya untuk menangani masalah-masalah

pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

23

4. Contract governance: berkaitan dengan penerapan NPM, dipandang perlu

adanya kontrak perjanjian dalam penyelenggaraan pelayanan publik

(perjanjian antara penyedia pelayanan publik dengan pihak penerima

pelayanan). Organisasi publik pada negara-negara modern memiliki

tanggung jawab untuk menyediakan sistem pelayanan publik yang baik.

5. Network governance: merupakan jaringan kerja sama mandiri antar

organisasi pemerintah atau tanpa organisasi pemerintah dalam penyedia

pelayanan publik.

2.2 Collaborative Governance

Istilah collaborative governance merupakan cara pengelolaan pemerintahan

yang melibatkan secara langsung stekholder di luar negara, berorientasi

konsensus, dan musyawarah dalam proses pengambilan keputusan kolektif, yang

bertujuan untuk membuat atau melaksanakan kebijakan publik serta program-

program publik (Ansell & Gash, 2007, dalam Setyoko 2011: 15)

Fokus dari pada collaborative governance ada pada kebijakan dan masalah

publik. Institusi publik memang memiliki orientasi besar dalam pembuatan

kebijakan, tujuan dan proses kolaborasi adalah mencapai drajat konsensus

diantara para stekholder. Collaborative governance menghendaki terwujudnya

keadilan sosial dalam memenuhi kepentingan publik. (Setyoko 2011: 16)

Menurut O’Leary dan Bingham dalam Sudarmo (2015: 195) kolaborasi

merupakan konsep yang menggambarkan proses fasilitasi dan pelaksanaan yang

melibatkan multi organisasi untuk memecahkan masalah yang tidak bisa atau

tidak dengan mudah dipecahkan oleh sebuah organisasi secara sendirian. Pendapat

ini didukung oleh Bardach dalam Sudarmo (2015: 195) yang mendefenisikan

collaboration sebagai bentuk aktivitas bersama oleh dua institusi atau lebih yang

bekerjasama ditujukan untuk meningkatkan public value ketimbang bekerja

sendiri-sendiri.

Definisi Collaborative governance menurut Ansell and Gash2007 dalam

Subarsono (2016: 175) menyatakan :

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

24

A governing arrangement where one or more public

agencies directlyengage non-state stakeholders in a

collective decision-making processthat is formal, consensus-

oriented, and deliberative and that aims tomake or

implement public policy or manage public programs

orassets.(Collaborative governance adalah serangkaian

pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik yang

melibatkan secara langsung stakeholders non state di dalam

proses pembuatan kebijakan yang bersifat formal,

berorientasi konsensus dan deliberatif yangbertujuan untuk

membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau

mengatur program publik atau asset).

Defenisi tersebut dapat dirumuskan menjadi beberapa kata kunci yang

menekankan pada enam karakteristik, yaitu:

1. Forum tersebut diinisiasi atau dilaksanakan oleh lembaga publik maupun

aktor-aktor dalam lembaga publik.

2. Peserta di dalam forum tersebut juga termasuk aktor non-publik

3. Peserta terlibat secara langsung dalam pembuatan dan pengambilan

keputusan dan keputusan tidak harus merujuk kepada aktor-aktor publik.

4. Forum terorganisir secara formal dan pertemuan diadakan secara bersama-

sama.

5. Forum bertujuan untuk membuat keputusan atas kesepakatan bersama,

dengan kata lain forum ini berorientasi pada konsensus.

6. Kolaborasi berfokus pada kebijakan publik maupun manajemen publik.

Edward DeSeve (2007) dalam Sudarmo (2011) mendefenisikan Collaborative

Governance adalah sebagai berikut:

“An integrted system og relationships that is managed across formal and

informal organizational boundaries with reconginezed organizational principles

and clear defenition of success” (Sebuah sistem yang terintegrasi dengan

hubungan yang dikelola melintasi batas-batas organisasi formal dan informal

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

25

dengan prinsip-prinsip organisasi yang direkonsepsi dan defenisi kesuksesan yang

jelas).

Selanjutnya Agrawal dan Lemos dalam Subarsono (2016:176) mendefenisikan

collaborative governance tidak hanya berbatas pada steholder yang terdiri dari

pemerintah dan non pemerintah tetapi juga terbentuk atas adanya multipartner

governance yang meliputi sektor privat/swsta, masyarakat dan komunitas sipil dan

terbangun atas sinergi peran stekholder dan penyusunan rencana yang bersifat

hybrid seperti halnya kerjasama publik-privat-sosial. Sejalan dengan itu Balogh

dkk dalam Subarsono (2016: 176) mendefenisikan collaborative governance

sebagai:

“The processes and struktures of public policy decision

making and mangement that engage people constructively

across the boudaries of public agencies, levels of

government, and/or the public,privat and civic spheres in

the order to carry out a public purposethet could not

otherwoise be accomplished”(Sebuah proses dan struktur

dalam manajemen dan perumusan keputusan kebijakan

publik yang melibatkan aktor-aktor yang secara konstruktif

berasal dari berbagai level, baik dalam tatanan pemerintahan

dan atau instansi publik, instansi swasta, dan masyarakat

sipil dalam rangka mencapai tujuan publik yang tidak dapat

dicapai apabila dilaksanakan oleh satu pihak saja).

Robertson dan Choi (2010: 10) mendefenisikan collaborative governance

sebagai proses kolektif dan egalitarian dimana setiap partisipan didalamnya

memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan dan setiap stekholder memiliki

kesempatan yang sama untuk merefleksikan aspirasinya dalam proses tersebut.

Bovaird dalam Dwiyanto (2011: 252) mendefenisikan kemitraan antara

pemerintah dan swasta secara sederhan sebagai pengaturan pekerjaan berdasarkan

komitmen timbal balik, melebihi dan diatas yang diatur dalam setiap kontrak,

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

26

antara satu organisasi di sektor publik dengan organisasi di luar sektor publik.

Dari defenisi yang dikemukakan oleh Bovaird tersebut secara jelas mengatakan

bahwa kemitraan melibatkan bentuk kerjasama yang lebih dari sekedar kontrak

kerja sama. Kerjasama yang dijelaskan dalam konsep kemitraan antara sektor

publik dan swasta adalah kerja sama masing-masing pihak memiliki kepedulian

melebihi apa yang tertulis dalam kontrak.

Kemitraan antara pemerintah dengan swasta berbeda dengan bentuk kerjasama

lainnya, seperti kontrak kerja, swastanisasi, dan outseraching. Tipe kerja sama

seperti itu lebih merupakan kerjasama antar pemerintah dan swasta untuk

menyelesaikan masalah dari satu pihak, bukan bekerjasama untuk menyeesaikan

masalah bersama dari kedua pihak (Dwiyanto 2011: 255).

2.3 Karakteristik Kemitraan

Untuk memperjelas perbedaan antara kedua tipe kerjasama tersebut, berikut

dijelaskan karakteristik dari kemitraan pemerintah dan swasta oleh Leinhard

dalam Dwiyanto (2011: 255)

1. Kerjasama melibatkan setidak-tidaknya satu lembaga pemerintah dan satu

lembaga swasta;

2. Kerjasama dilakukan untuk mencapai tujuan bersama atau secara timbal

balik kompatibel dan saling melengkapi;

3. Bersifat kompleks dan membutuhkan koordinasi yang intensif;

4. Kerjasama dilakukan dalam rangka melakukan procurement atau

pelaksanaan tugas tertentu;

5. Memiliki orientasi jangka panjang;

6. Penyatuan, pemanfaatan, dan sinergi dari sumberdaya pemerintah dan

swasta;

7. Berbagi resiko; dan

8. Perolehan dalam efisiensi dan efektivitas.

Selanjutnya karakteristik kemitraan serupa dikemukakan oleh Gazley dan

Brudney dalam Dwiyanto (2012: 255-256) dengan menyebutkan setidaknya ada

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

27

lima karakteristik utama yang biasanya melekat pada kemitraan antara pemerintha

dan swasta, yaitu:

1. Kemitraan setidaknya melibatkan dua atau lebih sektor, dan paling tidak

salah satunya adalah institusi pemerintah;

2. Masing-masing sektor dapat melakukan tawar-menawar dan negosiasi atas

namanya sendiri;

3. Kemitraan melibatkan kerjasama jangka panjang dan membutuhkan daya

tahan yang tinggi;

4. Masing-masing sektor memiliki kontribusi terhadap kemitraan, baik

bersifat meterial, seperti sumberdaya maupun simbiolik misalnya berbagi

kewenangan; dan

5. Semua aktor bertanggungjawab atas hasilnya.

Lebih rinci Bovaird dalam Dwiyanto (2011: 263-264) menjelaskan kerjasama

antara pemerintah dan swasta dapat dikembangkan apabila kontrak dilakukan

tidak berbasis pada transaksi jual beli, tetapi melalui hubungan kerjasama

(relational) yang berbasis pada trust. Institusi pemerintah berusaha

memaksimalkan revenue dan meminimalkan biaya dengan menyerahkan

pekerjaannya dengan swasta. Sementara sektor swasta berusaha untuk

memaksimalkan profit dari keterlibatannya dalam penyelenggaraan layanan

publik. Dalam situasi hubungan yang demikian, kerjasama antara pemerintah dan

swasta bersifat transaksional dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat

pengguna pelayanan publik.

Tabel 2.3

Perbedaan antara Kemitraan dan Kerjasama Non-Kemitraan

Ciri-ciri Tipe Kerjasama Pemerintah dan Swasta

Kemitraan Non-Kemitraan

Sifat kerjasama Kolaboratif Swastanisasi,

Outsearching

Intensitas Tinggi Rendah

Jangka Waktu Panjang Pendek

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

28

Manfaat dan resiko Saling berbagi manfaat

dan resiko

Manfaat dihitung

sebagai kompensasi

atas prestasi, resiko

ditanggung masing-

masing pihak

Kedudukan para pihak Setara dan otonom Tidak setara, terikat

dengan kontrak

Sumberdaya untuk

pelaksanaan kegiatan

Penggabungan

sumberdaya

Tidak ada

penggabungan Sumber: Dwiyanto (2011: 256)

Sink dalam Dwiyanto (2011: 253) menjelaskan kerjasama kolaboratif sebagai

sebuah proses dimana organisasi-organisasi yang memiliki suatu kepentingan

terhadap suatu masalah tertentu berusaha mencari solusi yang ditentukan secara

bersama dalam rangka mencapai tujuan yang mereka tidak dapat mencapainya

secara sendiri-sendiri.

Fosler dalam Dwiyanto, 2011:254) menjelaskan konsep kolaborasi

denganmangatakan bahwa kerjasama yang bersifat kolaboratif melibatkan

kerjasamayang intensif, termasuk adanya upaya secara sadar untuk

melakukanalignment dalam tujuan, strategi, agenda, sumberdaya dan aktivitas.

Keduainstitusi yang pada dasarnya memiliki tujuan yang berbeda membangun

visibersama (shared vision) dan berusaha mewujudkan secara bersama-

sama.Untuk itu mereka menyatukan atau setidaknya melakukan aliansi

secaravertikal mulai dari sasaran, strategi sampai dengan aktivitas dalam

rangkamencapai tujuan bersama yang mereka yakin lebih bernilai dari tujuan

yangdimiliki oleh masing-masing.Shared vision menjadi dasar bagi masing-

masing pihak dalam merumuskan tujuan, strategi, alokasi sumber daya, dan

aktivitas msing-masing sehingga kesemuanya memiliki kontribusi terhadap

terwujudnya shared vision tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

29

2.4 Arena Kemitraan

Kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah dengan institusi diluar pemerintah

dapat dibedakan menjadi beberapa arena kemitraan (Dwiyanto 2011: 284-291),

yaitu:

2.4.1 Kolaborasi antara institusi pemerintah dengan institusi bisnis

Banyak literatur yang mengatakan bahwa kemitraan antara institusi

pemerintah dengan bisnis lebih dulu dikembangkan sebelumkemitraan antara

institusi pemerintah daninstitusi masyarakat. institusi bisnis sering dipersepsikan

memiliki tradisi dan nilai-nilai efisiensi dan inovasiyang lebih baik dibandingkan

dengan institusi pemerintah. Positive image yang dimiliki bisnis itu sering kali

disebut menjadi pertimbangan pemerintah untuk berkolaborasi dengan institusi

bisnis. Disamping menjadi instrumen kebijakan untuk memperbaiki efisiensi dan

responsivitas pemerintah, kemitraan antara keduanya juga sering menjadi simbol

politik untuk menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap upaya memperbaiki

efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik. Melalui kemitraan tersebut mereka

berharap akan dinilai positif oleh warga, misalnya dianggap memiliki upaya serius

untuk menjadi lebih efisien, tanggap, dan mampu memberikan pelayanan publik

yang baik. Disisi lain, motivasi utama institusi bisnis malakukan kemitraan pada

umumnya adalah untuk mengakses sumberdaya pemerintah. Melalui kemitraan

memungkinkan mereka untuk mengakses sumberdaya yang tersedia di institusi

pemerintah yang dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah permasalahan

publikyayng sering terjadi disekitarnya.

2.4.2 Kemitraan antara pemerintah dan institusi masyarakat sipil

Pengalaman dibeberapa negara menunjukkan bahwa pemerintah seringkali

memfasilitasi munculnya institusi masyarakat sipil karena pertimbangan tertentu.

Beberapa sitilah yang sering digunakan untuk menyebut institusi masyarakat sipil

atau plat merah adalah “manufactured civil society”, “shadow state”, atau “the

third party of government”, yang semuanya menunjuk pada institusi masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

30

sipil yang inisiatif pendiriannya dan pembiayaannya setidaknya pada awalnya

berasal dari pemerintah (Selsky & Parker dalam Dwiyanto 2011: 287).

Keimtraan antara pemerintah dengan institusi masyarakat sipil dapat

mencakup kedua jenis institusi dalam masyarakat, baik yang indepeden ataupun

yang menjadi binaan pemerintah. Perbedaan sifat dari kedua jenis institusi dan

masingmasing dari keduanya juga memiliki perbedaan dalam beberapa hal, seperti

motif kerjasama, sifat kerjasama, bidang kerjasama, dan sebagainya. Kemitraan

antara pemerintah dengan institusi masyarakat sipil yang pendiriannya disponsori

oleh pemerintah cendrung labih banyak bergerak pada kegiatan-kegiatan yang

menjadi kepedulian pemrintah. Dengan melakukan kolaborasi dengan institusi

yang pendiriannya disponsorinya, pemerintah berharap dapat memberdayakan

institusi tersebut dan menjadikannya sebagai perpanjangan tangan pemerintah

dalam merespon isu tertentu atau dalam menyebarluaskan nilai-nilai dan

kepentingan pemerintah. Kerjasama antara institusi pemerintah dan institusi

masyarakat sipil yang independen biasanya di dorong oleh keyakinan untuk

mewujudkan penyelenggaraan layanan publik dan kegitana pemerintahan yang

partisipatip, bertujuan memberdayakan warga, atau atas pertimbangan etik yang

penting adalah keyakinan bahwa penyelenggara kegiatan pemerintah dan

pelayanan publik seharusnya menempatkan warga dan pengguna layanan sebagai

subjek yang perlu dilibatkan secara aktif dalam keseluruhan proses pelaksanaan

kagiatan tersebut.

Dilihat dari dampaknya dalam mempernaiki image dan kepercayaan publik

terhadap institusi pemerintah, kemitraan antar pemerintah dan institusi masyarakat

yang independen tentu memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan

institusi masyarakat sipil plat merah.

2.4.3 Kemitraan tiga sektor

Kemitraan tiga sektor pada umumnya didorong oleh pencampuran antara

motif self-interest dengan keinginan untuk mewujudkan kebaikan bersama

(Selsky & Parker dalam Dwiyanto 2011: 289). Ketiga sektor ini cendrung

menyatakan bahwa kerjasama diantara mereka dilatarbelakangi oleh dorongan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

31

untuk menjawab berbagai masalah sosial yang semakin kompleks dan tidak

memungkinkan untuk diselesaikan oleh masing-masing institusi ataupun oleh

kerja sama antara pemerintah dengan salah satu sektor lainnya.

Perbedaan budaya organisasi, cara berkomunikasi, dan mekanisme

akuntabilitas yang berlaku dalam masing-masing institusi seringkali menjadi

hambatan dalam mewujudkan keberhasilan kemitraan tiga sektor ini. Untuk itu

diperlukan kapasitas untuk melakukan negosiasi dan menjembatani kepentingan-

kepentingan yang berbeda, termasuk cara mengkompensasi para pemangku

kepentingan yang kerena pertimbangan tertentu kepentingannya tidak dapat

diakomodasi dalam kemitraan. Sebagaimana dalam kemitraan diarena lainnya,

trust selalu menjadi kata kunci dari keberhasilan dalam mengelola kemitraan tiga

sektor ini. Trust antar pihak dapat menjadi modal penting untuk mengatasi

perbedaan-perbedaan yang tidak dapat dihindari dalam pengembangan kmeitraan

yang melibatkan institusi yang berbeda budaya dan tradisi.

2.5 Manfaat dan Motivasi Collaborative Governance

Rasionalitas dari penggunaan keitraan antara pemerintah dengan swasta dalam

penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah menurut Slesky dan Parker dalam

Dwiyanto (2011: 270-284) dibagi kedalam tiga platform, yaitu ketergantungan

pada sumberdaya, isu sosial, dan pengotakan sektor. Pada dasarnya hal yang

mendorong institusi memutuskan melakukan kolaborasi adalah keterbatasan akses

sumberdaya yang memadai untuk menjawab permasalah publik. Dengan

mengembangkan kemitraan, institusi pemerintah akan mendapatkan dukungan

sumberaya dari sektor bisnis ataupun masyarakat sipil yang menjadi mitranya

untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik.

Platform kedua yang mendorong munculnya kemitraan adalah kepedulian

mereka terhadap isu-isu sosial yang menjadi perhatian mereka bersama.

Munculnya isu-isu tertentu, seperti kemiskinan, kerusakan lingkungan, dan

konflik sosial, yang dirasakan mengganggu kepentingan mereka bersama dapat

mendorong mereka untuk berkolaborasi dalam mengatasinya. Menguatnya tradisi

corporate social responsibility (CSR) dalam banyak korporasi mendorong mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

32

untuk berkolaborasi dengan pemrintah dan masyarakat sipil dalam rangka

mengatasi masalah dan isu sosial yang cendrung semakin kompleks.

Platform ketiga, disebut sebagai social sector platform, menjelaskan bahwa

kecendrungan semakin kaburnya ciri-ciri institusi pemerintah, masyarakat sipil,

dan korporasi membuat perbedaan diantara ketiganya menjadi semakin tidak jelas.

Hal ini terjadi karena apa yang sebelumnya merupakan peran sebuah institusi

tertentu ternyata sekarang juga sering dimainkan oleh institusi di sektor lainnya.

Ketika pemerintah mengontrakkan salah satu fungsinya dalam memberikan

pelayanan publik kepada sektor swasta atau masyarakat sipil maka perbedaan

peran antar ketiganya akan semakin kabur.

Disamping pendapat Slesky dan Parker, Gazley dan Brudney dalam Dwiyanto

(2011: 275-281) menjelaskan tentang manfaat kolaborasi yaitu para eksekutif

pemerintah dapat melakukan penghematan biaya penyelenggaraan dalam

pelayanan publik, mengurangi kompetisi memperebutkan sumberdaya, dan

menigkatkan akses terhadap relawan dan sumberdaya lainnya. Selanjutnya

temuan Gazley dan Brudney adalah 65 persen eksekutif dari kelompok

masyarakat sipil mengatakan bahwa melalui kemitraan mereka dapat menghemat

pengeluaran dalam penyelenggaraan layanan. Kemitraan juga dapat menigkatkan

kepercayaan diantara institusi yang bermitra. Para eksekutif di sektor publik yang

terlibat dalam kemitraan pada umumnya merasa bahwa kepercayaan terhadap

mitranya dari masyarakat sipil menjadi semakin tinggi setelah mereka

berkolaborasi. Nilai-nilai dan kepercayaan bersama dapat menjadi sumber

motivasi mereka untuk menyelenggarakan barang dan jasa. Selanjutnya kemitraan

juga dapat mengubah sikap para aktor dan personel dari institusi yang bermitraa

untuk menjadi lebih terbuka dan bersahabat. Kerjasama juga akan mendorong

adanya pertukaran nilai, tradisi, dan keahlian antara birokrasi pemerintah dan

lembaga non-pemerintah.

Terdapat sejumlah literatur yang menjelaskan apa yang mendorong inovasi

untuk dilakukan. McGuire dalam Sudarmo (2015: 205) mengatakan alasan

dilakukannya kolaborasi adalah (1) perubahan dalam hal ketersediaannya sumber

informasi mendorong perlunya struktur-struktur yang lebih adaptif dan mengalir

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

33

dan sehingga memungkinkan orang-orang untuk lebih mudah bekerja melalui

lintas batas organisasi, (2) sifat masalah yang kompleks seperti lingkungan,

kemiskinan, perawatan kesehatan, bencana alam yang tidak bisa ditangani secara

efektif melalui birokrasi tradisional, (3) harapan warga negara untuk memiliki

banyak pilihan tersedia.

Selanjutnya Eppel dalam Sudarmo (2015: 205) menjelaskan hasil

penelitiannya tentang alasan dilakukannya kolaborasi, dimana ada empat alasan,

yaitu: (1) kebutuhan untuk melibatkan komunitas dalam keputusan-keputusan

yang berdampak kepada mereka, (2) kebutuhan untuk memperoleh legitimasi dan

nilai efektivitas, (3) secara sosial sifat masalah yang dipecahkan sangat kompleks,

dan (4) keterbatasan-keterbatasan informasi dan sumber daya yang diperlukan dari

masing-masing organisasi.

2.6 Kendala Collaborative governance

Loffler dalam Dwiyanto (2011: 282) mengidentifikasi beberapa resiko dan

kendala dari kemitraan pemerintah dan swasta, diantaranya yaitu kecendrungan

kemitraan menciptakan fragmentasi struktur dan prose pelayanan publik yang

dapat berpotensi menimbulkan masalah akuntabilitas. Ketika kemitraan

dilaksanakan maka institusi pemerintah akan menyerahkan sebagian otoritasnya

kepada mitranya dari masyarakat sipil atau korporasi, begitu juga dengan yang

dilakukan oleh institusi mitra lainnya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah

siapa yang harus mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pelayanan ketika

kegiatan-kegiatan penyelenggaraan tersebut dibagi kedalam berbagai institusi

yang otonom? Ketidakjelasan dalam hal pertanggungjawaban akan menimbulkan

masalah baru dalam governanve.

Selanjutnya kendala yang mungkin terjadi ketika mengenalkan kemitraan

adalah munculnya kekhawatiran dari pada politisi dan elite yang merasa akan

kehilangan kekuasaan untuk mengontrol pengambilan kebijakan dan manajemen

pelayanan (Bovaird dalam Dwiyanto 2011: 283). Di sisi lain, tepatnya kalangan

warga sebagai pengguna peleyanan tentang kemungkinan kemitraan membuat

pelayanan pubik lebih banyak didorong oleh etos mencari keuntungan daripada

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

34

etos pelayanan. Ketika institusi pemerintah berkolaborasi dengan institusi non-

pemerintah dalam penyelenggaraan layanan, terutama dengan dengan korporasi,

maka kekhawatiran adanya oergeseran orientasi pelayanan publik menjadi profit

oriented tidak terhindarkan. Kendala lainnya dapat muncul dari miskonsepsi yang

sering terjadi dalam hubungan antara pemerintah dengan masyarakat sipil.

Salah satu studi di Kanada tahun 2008 dalam Sudarmo (2011: 117)

terhambatnya jalannya suatu kolaborasi (dan juga partisipsai) adalah juga

disebabkan oleh banyak faktor, terutama faktor budaya, faktor institusi, dan faktor

politik. Terkait dengan faktor budaya dalahbahwa kolaborasi bisa gagal karena

adanya kecendrungan budaya ketergantungan pada prosedurdan tidak berani

mangambil terobosan dan resiko. Untuk terciptanya kolaborasi yang efektif

mensyaratkan para pelayan publik untuk memiliki skills dan kesediaan untuk

masuk ke mitraan secara pragmatik, yakni berorientasi pada hasil. Dengan kata

lain, ketergantungan pada prosedur dan tidak berani mengambil resiko merupakan

salah satu hambatan bagi terelenggaranya efektivitas kolaborasi.

Terkait dengan faktor institusi, kolaborasi bisa gagal karena danya

kecendrungan institusi-institusi yang terlibat dalam kerjasama atau kolaborasi

(terutama dari pihak pemerintah) cendrung menerapkan struktur yang hirarkis

terhadap institusi-institusi lain yang ikut terlibat dalam kerjasama atau kolaborasi

tersebut. Institusi yang masih terlalu ketat mengadopsi struktur vertikal, yang

dengan demikian akuntabilitas institusi dan arah kebijakan juga vertikal, tidak

cocok dengan kolaborasi karena kolaborasi mensyaratkan cara-cara kerja atau

pengorganisasian secara horizontal antara pemerintah dengan non pemrintah.

Bahlan betapapun pemerintah mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi yang

biasanya bersifat representative democracy belum tentu cocok bagi kolaborasi

karena demokrasi seperti ini mensyaratkan tingkat proses dan drajat formalisme

yang begitu besar dibandingkan dengan kemitraan horizontal.

Selanjutnya pada sisi politik, kolaborasi bisa gagal karena kurangnya inovasi

pemimpin dalam mencapai tujuan-tujuan politik yang kompleks dan kontradiktif.

Kepemimpinan yang inovatif (forward-looking) adalah pemimpin yang bisa

memperkenalkan berbagai macam nilai- nilai dan tujuan politis yang bisa

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

35

menjadikan sebagai inti pemerintahan yang kolaboratif, dan memberikan inspirasi

terhadap agenda yang ditentukan tetapi bisa mengarahkan pada pencapaian hasil-

hasil yang positif melalui kemitraan (Goverment of Canada 2008 dalam Sudarmo

2011: 120)

2.7 Prinsip CollaborativeGovernance

Memulai sebuah kerjasama dalam bentuk kemitraan dibutuhkan panduan dan

landasan berupa prinsip agar seluruh pihak memahami tanggung jawab dan

perannya masing-masing. Adapun prinsip kolaborasi atau kemitraan Suharyanto

dalam Subarsono (2016: 185-186) yaitu:

2.7.1 Keserasian dan keterpaduan antara kebijkaan fiskal dan moneter

Keserasian dapat mendorong penigkatan efisien, produktifitas, stabilitas,

pemerataan alokasi, dan pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Dengan kebijkan

fiskal dan moneter yang tepat maka dapat mensukseskan agenda pemberdayaan,

pemerataan, dan pertumbuhan ilmu penhetahuan dan teknologi, termasuk sistem

manajemen modern seiring dengan peningkatan sumberdaya manusia dan

kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan serta untukmengatasi

kesenjangan dalam berbagai aspek. Dalam setiap aspek dan perkembangannya

perlu adanya evaluasi dan pembelajaran yang bisa dikembangkan.

2.7.2 Pemberdayaan

Kelompok masyarakat tidak sedikit yang memiliki potensi atas kemampuan

yanf dimiliki. Namun terhalang pada keterbatasan modal, pemasaran, dan

teknologi. Kelemahan tersebut harus diakui dan diubah dengan adanya program

pemberdayaan oleh pemerintah da pihak swasta, sehingga masyarakat dapat

berperan dan berkontribusi secara luas dalam proses perencanaan, pelaksanaan,

dan pengawasan pembangunan. Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat,

pemerintah dapar berperan melalui:

a. Pengurangan hambatan dan kendala pertisipasi masyarakat;

b. Menyusun program yang lebih memberi kesempatan kepada masyarakat

untuk belajar dan berperan aktif dalam pemanfaatkan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

36

mendayagunakan sumberdaya produktif yang tersedia guna memenuhi

kebutuhan.

2.8 Ukuran Keberhasilan Kolaborasi

DeSeve (2007:50) dalam Sudarmo (2011:110-116) menyebutkanbahwa

terdapat item penting yang bisa dijadikan untuk mengukurkeberhasilan sebuah

network atau kolaborasi dalam governance, yangmeliputi:

(1) Networked strucuture Type (jenis struktur jaringan) menjelaskantentang

deskripsi konseptual suatu keterkaitan antara elemen yang satudengan elemen

yang lain yang menyatu secara bersama-sama yangmencerminkan unsur-unsur

fisik dari jaringan yang ditangani. Adabanyak bentuk networked structure, seperti

hub dan spokes, bintang,dan cluster (kumpulan terangkai dan terhubung) yang

bisa digunakan.Milward dan Provan (2007) dalam Sudarmo

(2011:111)mengkategorikan bentuk struktur jaringan ke dalam tiga bentuk: self

governance, lead organization dan Network administrativeorganization (NAO).

Dari kedua macam pengkategorian, model hubdan spoke bisa disamakan dengan

lead organisation; bentuk lintangbisa disamakan dengan self governance;

sedangkan model clusterlebih dekat ke model network administrative

organization karenayang sebenarnya model ini merupakan campuran antara self

governance dan lead organization.Model self governence ditandai dengan struktur

dimana tidakterdapat entitas administratif namun demikian masing-

masingstakeholder berpartisipasi dalam network, dan manajemen dilakukanoleh

semua anggota (stakeholder yang terlibat). Kelebihan dari modelself-governance

adalah bahwa semua stakeholder yang terlibat dalamm network ikut berpartisipasi

aktif, dan mereka memiliki komitmen danmereka mudah membentuk jaringan

tersebut. Namun, kelemahan darimodel ini adalah tidak efisien mengingat

biasanya terlalu seringnyamengadakan pertemuan sedangkan pembuatan

keputusan sangatterdesentralisir sehingga sulit mencapai konsesnsus. Juga

disyaratkanagar bisa efektif, para stakeholder yang terlibat sebaiknya sedikit

sajasehingga memudahkan saling komunikasi dan saling memantaumasing-

masing secara intensif (Milward dan Provan, 2007 dalamSudarmo , 2011:111). Ini

berarti bahwa jumlah anggota yang relatifkecil atau terbatas sangat berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

37

terhadap efektivitas sebuahkolaborasi atau jaringan yang mengambil bentuk self-

governance.Model lead organization ditandai dengan adanya entitasadministratif

(dan juga manajer yang melakukan jaringan) sebagaianggota network/atau

penyedia pelayanan. Model ini sifatnya lebihtersentralisir dibandingkan dengan

model self govenance.Kelebihanya, model ini bisa efisien dan arah jaringannya

jelas. Namunmasalah yang dihadapi dalam model ini adalah adanya dominasi

olehlead organization, dan kurang adanya komitmen dari para

anggota(stakeholder) yang tergabung dalam network. Disarankan juga

agarnetwork lebih optimal, para anggota dalam network sebaiknya cukupbanyak

(Milward and Provan, 2007 dalam Sudarmo, 2011:111). Halini bisa dipahami

mengapa anggota yang banyak dipandang efektifkarena model ini mengandalkan

juga dukungan dari stakeholder atauanggota lainnya dalam menjalankan

aktivitasnya, sehingga semakinbanyak dukungan semakin efektif sebuah

kolaborasi yang mnegadopsimodel lead organization.Namun demikian jaringan

tidak boleh membentuk hirarki karenajustru tidak akan efektif, dan struktur

jaringan harus bersifat organisdengan struktur organisasi jaringan yang se- flat

mungkin, yakni tidakada hirarki kekuasaan, dominasi dan monopoli; semuanya

setara baikdalam hal hak, kewajiban, tanggung jawab, otoritas dan

kesempatanuntuk aksesibilitas dalam pencapaian tujuan bersama (Jones ,

2004dalam Sudarmo, 2011:112).Model network administrative organization

ditandai denganadanya entitas administrative secara tegas, yang dibentuk

untukmengelola network, bukan sebagai “service provider” (penyedialayanan)

dan manajernya di gaji. Model ini merupakan campuranmodel self-governance

dan model lead organization.

(2) Commitment to a common purpose (komitmen terhadap tujuan).

Commitment to common purpose mengacu pada alasan mengapa sebuah

jaringan harus ada. Alasan mengapa sebuahnetwork harus ada adalah karena

perhatian dan komitmen untukmencapai tujuan-tujuan positif. Tujuan-tujuan ini

biasanyaterartikulasikan di dalam misi umum suatu organisasi pemerintah.

(3) Trust among the participants (adanya saling percaya diantara

parapelaku/peserta yang terangkai dalam jaringan).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

38

Trust among the participants didasarkan pada hubungan professional atau

sosial;keyakinan bahwa para partisipan mempercayakan pada informasi-

informasiatau usaha-usaha dari stakeholder lainnya dalam suatujaringan untuk

mencapai tujuan bersama. Bagi lembaga-lembagapemerintah, unsur ini sangat

esensial karena harus yakin bahwamereka memenuhi mandat legislatif atau

regulatori dan bahwa merekabisa “percaya” terhadap partner-partner (rekan kerja

dalam jaringan)lainnya yang ada di dalam sebuah pemerintahan (bagian-

bagian,dinas-dinas, kantor-kantor, badan-badan dalam satu pemerintahandaerah,

misalnya) dan partner-partner di luar pemerintah untukmenjalankan aktitas-

aktivitas yang telah disetujuai bersama.

(4) Adanya kepastian Governance atau kejelasan dalam tata kelola

Adanya kepastian governance atau kejelasan dalam tata kelolatermasuk (a)

boundary dan exlusivity, yang menegaskan siapa yangtermasuk anggota dan siapa

yang bukan termasuk anggota; ini berartibahwa jika sebuah kolaborasi dilakukan,

harus ada kejelasan siapasaja yang termasuk dalam jaringan dan siapa yang diluar

jaringan (b)rules (aturan-aturan) yang menegaskan sejumlah pembatasan-

pembatasanperilaku anggota komunitas dengan ancaman bahwamereka akan

dikeluarkan jika perilaku mereka menyimpang (tidaksesuai atau bertentangan

dengan kesepakatan yang telah disetujuibersama); dengan demikian ada aturan

main yang jelas tentang apayang seharusnya dilakukan, apa yang seharusnya tidak

dilakukan, adaketegasan apa yang dinilai menyimpang dan apa yang

dipandangmasih dalam batas-batas kesepakatan; ini menegaskan bahwa

dalamkolaborasi ada aturan main yang disepakati bersama oleh

seluruhstakeholder yang menjadi anggota dari jaringan tersebut; hal-hal apasaja

yang harus dilakukan dan hal-hal apa saja yang seharusnya tidakdilakukan sesuai

aturan main yang disepakati (c) self determination,yakni kebebasan untuk

menentukan bagaimana network akandijalankan dan siapa saja yang diijinkan

untuk menjalankannya; iniberarti bahwa model kolaborasi yang dibentuk akan

menentukanbagaimana cara kolaborasi ini berjalan. Dengan kata lain cara

kerjasebuah kolaborasi ikut ditentukan oleh model kolaborasi yangdiadopsi; dan

(d) network management yakni berkenaan denganresolusi penolakan/tantangan,

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

39

alokasi sumberdaya, kontrol kualitas,dan pemeliharaan organisasi. Ini untuk

menegaskan bahwa cirisebuah kolaborasi yang efektif adalah jika kolaborasi itu

didukungsepenuhnya oleh semua anggota network tanpa konflik danpertentangan

dalam pencapaian tujuan, ketersediaan sumber dayamanusia yang memiliki

kompetensi yang memenuhi persyaratan yangdiperlukan dan ketersediaan sumber

keuangan/kondisi finansial secaramemadai dan berkesinambungan, terdapat

penilaian kinerja terhadapmasing-masing anggota yang berkolaborasi, dan

tetapmempertahankan eksistensi masing-masing anggota organisasi untuktetap

adaptif dan berjalan secara berkesinambungan sesuai dengan visidan misinya

masing-masing tanpa mengganggu kolaborasi itu sendiri.

(5) Access to authority (akses terhadap kekuasaan).

Access to authorityyakni tersedianya standar-standar (ukuran-ukuran)

ketentuanprosedur-prosedur yang jelas yang diterima secara luas. Bagikebanyakan

network, network tersebut harus memberi kesankepada salah satu anggota network

untuk memberikan otoritas gunamengimplementasikan keputusan-keputusan atau

menjalankanpekerjaannya.

(6) Distributive accountability / responsibility (pembagianakuntabilitas /

responsibilitas) Yakni berbagi governance (penataan,pengelolaan, manajemen

secara bersama-sama dengan stakeholderlainya) dan berbagi sejumlah pembuatan

keputusan kepada seluruhanggota jaringan; dan dengan demikian berbagi

tanggung jawab untukmencapai hasil yang diinginkan. Jika para anggota tidak

terlibat dalammenentukan tujuan network dan tidak berkeinginan membawa

sumberdaya dan otoritas ke dalam network, maka kemungkinan network ituakan

gagal mencapai tujuan.

(7) Information sharing (berbagi informasi)

Yakni kemudahan aksesbagi para anggota, perlindungan privacy (kerahasiaan

identitas pribadiseseorang), dan keterbatasan akses bagi yang bukan

anggotasepanjang bisa diterima oleh semua pihak. Kemudahan akses ini

bisamencakup sistem, software dan prosedur yang mudah dan aman

untukmengakses informasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

40

(8) Access to resources (akses terhadap sumberdaya)

Yakniketersediaan sumber keuangan, teknis, manusia dan sumberdayalainnya

yang diperlukan untuk mencapai tujuan network.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 8 indikator dari DeSeve

untukmenganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kolaborasi yang

dilakukanantara pemerintah dengan stakeholders .

2.9 Pengertian Program

Program merupkan lanjutan dari pada realisasi perencanaan yang sudah

dilakukan sebelumnya. Secara umum program diartikan sebagai penjabaran dari

pada suatu rencana. Program sering pula diartikan sebagai kerangka dasar dari

pada suatu kegiatan. Program berlandaskan dari sebuah ide atau rencana, yang

selanjutnya ide tersebut dituangkan dalam program untuk selanjutnya

dilaksanakan. Program bertujuan untuk memudahkan proses implementasi dari

sebuah kebiajakan. Menurut Manullang (1987: 1) 1

Sedangkan menurut Kayatomo (1985: 162)

program merupakan suatu

unsur dari perencanaan, program dapat pula dikatakan sebagai gabungan dari

politik, prosedur, dan anggaran yang dimaksudkan untu menetapkan suatu

tindakan untuk waktu yang akan datang.

2, program merupakan rangkaian

aktivitas yang mempunyai saat permulaan yang harus dilaksanakan serta

diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan. Selanjutnya menurut Jones (1991:

24) 3

Disisi lain Wahab (2008: 185)

program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dalam

pengertian tersebut bahwa program adalah langkah-langkah yang dijelaskan

secara terperinci sehingga dapat melaksanakan program yang dimaksud dengan

penjabaran langkah-langkah.

4

1 M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hlm 1 2 Sutomo Kayatomo, Progam Pembangunan, (Bandung: Sinar Baru, 1985), hlm 162 3 Jones Charles O, Pengantar Kebijakan Publik, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hlm 24 4 Abdul Wahab, Solichin, Analisis Kebijakan Publik, (Malang : PT. Bumi Aksara, 2008), hlm 185

mengatakan bahwa kebijakan publik yang

pada umumnya masih abstrak selanjutnya diterjemahkan ke dalam program-

Universitas Sumatera Utara

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

41

program yang lebih oprasional yang semuanya dimaksudkan untuk mewujudkan

tujuan ataupun sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut.

Selanjutnya Winarno (2012: 19)5

Ciri-ciri program menurut Tjokromidjojo (1987: 87)

menjelaskan bahwa kebijakan publik yang

diterjemahkan kedalam bentuk program dapat dipahami sebagai tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah, kelompok, dan juga individu. Tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah bertujuan dalam rangka mencpai suatu tujuan atau

merealisasikan suatu sasaran.

6

a. Tujuan yang dirumuskan secara jelas

adalah sebagai berikut:

b. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut

c. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya

d. Jenis-jenis kegiatan oprasional yang akan dilaksanakan

e. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari kualifikasinya maupun

ditinjau dari segi jumlahnya.

Dalam proses pelaksanaan perogram menurut Syukur (1988: 32) 7

a. Adanya program yang dilaksanakan

ada tiga

unsur penting yaitu:

b. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan

diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut dalam bentuk

perubahan dan peningkatan

c. Unsur pelaksana baik organisasi dan pengawasan dari proses implementasi

program tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa program adalah suatu cara

yang yang berisikan langkah-langkah guna,mewujudkan tujuan kebijakan

tersebut. Sebelum suatu program diterapkan, langkah awal adalah perlu untuk

diketahui secara jelas mengenai uraian pekerjaan yang akan dilaksanakan secara

5Budi Winarno, Kebijakan Publik, (Jakarta: Media Pressindo, 2012), hlm 19 6Bintoro Tjokromidjojo, Manajemen Pembangunan, (Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1987), hlm 181 7Abdullah Syukur, Kumpulan Makalah “Studi Implementasi Latar Belakang Konsep Pendekatan dan Relevansinya Dalam Pembangunan, (Ujung Pandang: Persadi, 1988), hlm 32

Universitas Sumatera Utara

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

42

sistematis, tata cara pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan

waktu pelaksanaannya.

2.10 Konsep Program Percepatan Rehabilitasi dan Apresiasi Terhadap

Sekolah

Konsep Program Percepatan Rehabilitasi dan Apresiasi Terhadap Sekolah

(CERDAS) Kabupaten Deli Serdang meliputi pengertian CERDAS, tujuan

program CERDAS, asas program CERDAS, Pelaporan Pelaksanaan Program

CERDAS.

2.10.1 Kronologi adanya GMMP dan CERDAS

Pada awalnya pergerakan masyarakat untuk bidang pendidikan tidak

bernama CERDAS, konsep CERDAS sendiri tercipta setelah beberapa kali

pemerintah daerah, masyarakat, dan pengusaha melakukan aksi lapangan. Sekolah

yang pertama kali mendapatkan bantuan melalui pergerakan masyarakat ini adalah

SDN 107399 dan SDN 107400 Desa bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan.

Selanjutnya pergerakan ini dinamakan CERDAS oleh Bupati Kabupaten Deli

Serdang dan pendukungnya adalah Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan dan

Kesehatan (GMPP-K).

Sebelum melaksanakan aksi gotong royong perbaikan sekolah, pada bulan

april tahun 2005 Bapak Sulaiman Nasution secara tidak sengaja bertamu ke kantor

Bupati Kabupaten Deli Serdang. Di dalam ruangan bupati tersebut sudah ada

beberapa pejabat Kabupaten Deli Serdang, yaitu Ir. Faisal Basari, H. Amir

Siahaan, Drs. H. Amri tambunan. Total orang yang ada di ruangan tersebut adalah

4 orang. Isi dari pada diskusi tersebut adalah kemampuan keuangan daerah saat

itu hanya bisa merehabilitasi 15 sekolah dan di Kabupaten Deli Serdang sekolah

dasar negeri yang rusak sebanyak 600 sekolah (satu sekolah 2 unit), kerusakan

setiap sekolah tersebut hampir 80%. Selanjutnya Bapak Sulaiman Nasution

menyampaikan bagaimana agar sekolah yang memiliki kondisi rusak tersebut

digotong-royongkan bersama dengan masyarakat. Pada mulanya Bupati

Kabupaten Deli Serdang tidak percaya dengan potensi gotong royong tersebut

masih ada pada masyarakat. Selanjutnya untuk pelaksanaan pergerakan tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

43

harus dibentuk sebuah wadah sebagai penggerak dan penanggungjawab agar dana

yang terkumpul dapat disalurkan, di dalam wadah tersebut melibatkan unsur yang

ada di desa, yaitu:

1. Kepala Desa/Lurah

2. BPD setiap desa

3. Komite sekolah

4. Pemuka masyarakat desa

5. Pemuka agama

6. Para guru SDN

7. Tokoh generasi muda di desa

8. LKMD

Pada tanggal 13 Juni 2005 Bapak Sulaiman Nasution, Bupati Kabupaten Deli

Serdang serta beberapa pejabat daerah menghadiri peletakan batu pertama

perluasan Mesjid Miftahul Iman di Desa Bandar Khalifa Kecamatan Percut Sei

Tuan, dan bupati melihat masyarakat cukup banyak yang hadir dalam gotong

royong tersebut.

Untuk langkah awal pergerakan bupati memanggil beberapa pejabat untuk

ikut dalam melaksanakan gotong-royong yang akan dilaksanakan di Desa Bandar

Khalifa, yaitu:

1. Sekretaris daerah Kabupaten Deli Serdang, Zaili Anwar

2. Asisten 1, Raihaman

3. Kepala Dinas P dan P, Bahrumsyah

4. Kepala Dinas Tarukim, Marapinta

5. Kepala BIKT Zainuddin Mars

Pada tanggal 1 Juli 2005 malam hari, Bapak Sulaiman Nasution, Kepala Dinas

P dan P,Kepala Desa Bandar Khalifa, Ketua BPD Desa Bandar Khalifa (Sultoni

Harahap), pelaksana Kepala Desa Ibu Lisma) beserta tokoh-tokoh masyarakat

Desa Bandar Khalifa membentuk panitia gotong-royong masyarakat peduli

pendidikan. Selanjutnya pada hari sabtu tanggal 2 Juli 2005, dilaksanakan gotong-

royong masyarakat peduli pendidikan di SDN 107400 dan SDN 107399 dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

44

acara tersebut dilakukan acara lelang sumbangan. Sumbangan yang terkumpul

pada hari itu sebesar 72 juta rupiah. (Dokumen Ketua Gerakan Masyarakat Peduli

Pendidikan-Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

Gambar 2.10.1

Sumber: Dokumentasi Bapak Sulaiman.

Keterangan gambar: Bapak Sulaiman sebagai tokoh masyarakat (pertama kanan),

Bupati Deli Serdang 2004-2014 (kedua kanan), Bapak Zainuddin Mars Kepala

BIKT Kab. Deli Serdang 2005 (pertama kiri).

Program inovatif “CERDAS” merupakan akronim yang terdiri dari, CER

artinya percepatan rehabilitasi, dan DAS dan Apresiasi terhadap sekolah. Sejak

dicanangkan pada tahun 2005, program CERDAS sudah diimplementasikan pada

221 Sekolah Dasar di Kabupaten Deli Serdang dengan dana partisipasi murni

masyarakat lebih kurang 20 milliar rupiah (99 TOP Inovasi, Kementerian PAN-

RB 2016). Sistem gotong royong yang dilakukan dalam program CERDAS

berdasarkan potensi yang dimilikioleh masyarakat. Bantuan yang diberikan tidak

hanya dalam bentuk materil yaitu uang, semen, pasir, dan sebagainya, namun

bantuan moril seperti masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja bangunan yang

siap bekerja tanpa dibayar.

Pada tahun 2004 sebelum program CERDAS dilaksanakan, lebih kurang

70% dari 621 SD Negeri di Kabupaten Deli Serdang dalam keadaan rusak tidak

layak pakai untuk proses belajar-mengajar. Di berbagai sekolah Kabupaten Deli

Serdang banyak dijumpai fasilitas yang rusak seperti atap yang bocor, lantai

Universitas Sumatera Utara

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

45

ruangan kelas yang berlubang, dan masih banyak lagi fasilitas yang tidak sesuai

standar mutu pendidikan. Disamping itu pada tahun 2004, Dana Alokasi Umum

(DAU) tidak lebih dari 5 miliar rupiah (belanja langsung). Kemampuan APBD

Deli Serdang hanya dapat merehabilitasi 10 sekolah setiap tahunnya. Tentu

gedung sekolah yang rusak apabila tidak diperbaiki akan semakin rusak dan

mengganggu proses pembelajaran. Kondisi ini semakin lengkap dengan kondisi

masyarakat yang tidak peduli terhadap pendidikan. Dimana ada anggapan keliru

pada masyarakat, dimana sektor pendidikan anya menjadi tanggung jawab

pemerintah semata (Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang tahun 2011).

2.10.2Tujuan Program CERDAS

a. Menggerakkan masyarakat dan pengusaha bersama-sama dengan

pemerintahbertanggung jawab dalam meningkatkan mutu fisik gedung

sekolah dan mutu pendidikan,

b. Menumbuhkembangkan kedekatan / kecintaan masyarakat kepada

pendidikan, sehingga masyarakat menjadikan pendidikan sebagian dari

kebutuhan hidupnya,

c. Menghidupkan kembali semangat gotong royong dan kekeluargaan, yang

semakin ditinggalkan masyarakat,

d. Menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat betapa pentingnya arti sekolah

dan betapa pentingnya arti pendidikan.

2.10.3 Asas Program CERDAS

a. Mandiri, artinya tidak memiliki keterikatan dengan pihak manapun.

Melalui sifat ini, CERDAS berusaha sendiri, menghasilkan sendiri, tanpa

tergantung pada pihak-pihak lain. Kemandirian CERDAS ditandai dengan

prinsip swakelola yang dimilikinya, yaitu mengembangkan apa yang ada

dengan memberdayakan berbagai potensi yang ada dimasyarakat.

b. Terbuka, artinya seluruh lapisan masyarakat yang dapat bergabung

melaksanakan program cerdas tanpa memandang status sosial, tingkat

pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama dan sebagainya.

2.10.4 Mekanisme Program CERDAS

a. Pencanangan program CERDAS sebagai sebuah inovasi baru dalam dunia

pendidikan melalui pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

46

oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Setiap pencanangan program

CERDAS di setiap kecamatan, Bupati Deli Serdang selalu menghadirkan

pejabat-pejabat daerah untuk memberikan semangat dan motivasi bagi

masyarakat dalam mengimplementasikan program CERDAS.

b. Pembentukan Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan (GMPP)di tingkat

Kabupaten oleh Bupati Deli Serdang. GMPP berfungsi sebagai tim

penasehat pelaksanaan program CERDAS yang terdiri dari Bupati, Wakil

Bupati, Sekretaris Daerah, Asisten Ahli, Muspida, Kepala SKPD, Dinas

terkait, pengusaha, dan masyarakat.

c. Pembentukan GMPP di tingkat kecamatan oleh Bupati Deli Serdang.

GMPP tingkat kecamatan berfungsi sebagai tim pendukung, yang terdiri

dari Camat, Muspika, Dinas terkait, Pengusaha, dan Masyarakat.

d. Penbentukan GMPP Desa, berfungsi sebagai panitia pelaksana, yang

terdiri dari Kepala Desa, BPD, Kepala Sekolah, Komite Sekolah,

Pengusaha, dan Masyarakat. GMPP harus sudah terbentuk sebelum

dilaksanakannya program CERDAS.

e. Pembentukan Asosiasi Pengusaha Peduli Pendidikan (APPP) yang

merupakanwadah bersatunya pengusaha yang peduli terhadap pendidikan.

2.10.5 Strategi dalam Mensukseskan Program CERDAS

a. Hadirkan Bupati atau pejabat daerah bersama masyarakat ketika

pencanangan program CERDAS dan gotong-royong pengumpulan dana

bagi berlangsungnya program CERDAS,

b. Mengubah pola pikir masyarakat menjadi pendidikan itu merupakan

tanggung jawab bersama pemerintah, orang tua, dan masyarakat.

c. Gali potensi masyarakat yang dapat diberdayakan dalam pelaksanaan

program CERDAS dan dorong masyarakat agat dapat berpartisipasi.

d. Tumbuhkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya sekolah.

e. Berikan dana pancingan atau stimulus ketika gotong royong penggalangan

dana bagi berlangsungnya program CERDAS.

f. Berdayakan GMPP dan APPP dalam melaksanakan program CERDAS.

g. Bentuk panitia CERDAS di tingkat desa dan sekolah.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

47

2.10.6 Pemangku Kepentingan yang Terlibat dalam Program CERDAS

a. Stekholder Internal,

Stekholder Internal adalah pemangku kepentingan yang merupakan perangkat

daerah kabupaten Deli Serdang yang memiliki tanggung jawab dalam

melaksanakan dan mendukung program CERDAS. Stekholder Internal ini terdiri

dari Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Asisten, Staf Ahli, Kepala SKPD,

SKPD terkait, Camat, dan kepala Desa. Bupati, Wakil Bupati, Sekretari Daerah

Asisten, Staf Ahli, dan Kepala SKPD berfungsi sebagai tim penasehat.

b. Stekholder Eksternal,

Stekholder Eksternal adalah pemangku kepentingan yang bukan perangkat

daerah Kabupaten Deli Serdang, tetapi mendukung terlaksananya Program

CERDAS. Stekholder Eksternal ini terdiri dari DPRD, Muspida, dan Muspika.

c. Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan (GMPP) sebagai wadah tempat

berkumpulnya masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan

dan mau berkontribusi dalam program CERDAS.

d. Asosiasi Pengusaha Peduli Pendidikan (APPP), adalah wadah

berkumpulnya pengusahayang memiliki kepedulian dan meu berkontribusi

dalam program CERDAS.

e. Masyarakat umum ataupun masyarakat disekitar sekolah secara sendiri-

sendiri atau bersama-sama, memiliki kepedulian terhadap pendidikan dan

mau membantu bagi berlangsungnya program CERDAS,

f. Pihak sekolah, yang terdiri dari guru, pegawai, komite, sekolah, dan siswa,

g. Orang tua siswa.

2.10.7 Pelaporan Pelaksanaan Program CERDAS

Pelaporan pelaksanaan Program CERDAS dilakukan oleh gerakan

masyarakat peduli pendidikan (GMPP) disetiap tingkatan ingkat desa / kelurahan

kepada kepala desa / kelurahan, tingkat kecamatan kepada Camat dan tingkat

kabupaten kepada Bupati. secara transparan dan akuntabel.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

48

2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya

Di dalam bagian ini akan di paparkan penelitian-penelitian terdahulu tentang

Collaborative Governanace walaupun tidak pada studi kasus yang sama yakni

tentang pendidikan. Penelitian tentang Collaborative Governance sudah mendapat

perhatian pada beberapa universitas di Indonesia. Berikut adalah hasil penelitian

terdahulu tentang Collaborative Governance:

a. Rahmy Hafifa, program studi S1 Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS

dengan judul Collaborative Governance dalam penanganan masalah

keselamatan jalan. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa penanganan

keselamatan jalan wajib dilaksanakan,karena lembaga pemerintah tidak

akan mampu dalam menjalankan tersebut tanpa bantuan dari pihak lain.

Dalam penelitian ini ada beberapa stekholder yaitu Bappenas yang lenjadi

leding sektornya dan suport sektornya adalah Kemen-Hub, POLRI,

Kemen-PU, Kemenkes, Kemenristek,Kemen-Diknas, Kemen-Industri, dan

masyarakat. Hasil penelitian ini adalah perlu adanya peningkatan kapasitas

masing-masing lembaga dalam mewujudkan keselamatan jalan. Selain itu

ketersediaannya wadah atau forum resmi untuk melakukan koordinasi

terkait masalah keselamatan jalan sangat terbatas.(repository.uns.ac.id)

b. Asri Swastini, program studi S1 Ilmu Administrasi Negara UNS dengan

judul penelitian Collaborative Governance KPA dengan LSM-LSM

peduli Aids di Kota Surakarta. Hasil penelitian ini adalah Pemerintah Kota

Surakarta hanya setengah hati dalam mengupayakan penanganan kasus

HIV/AIDS, hal ini dapat dibuktikan dengan struktur KPA yang sangat

lebar dan formalitas belaka (repository.uns.ac.id).

c. Sudarmo, Dosen UNS meneliti tentang tindakan kebijkan kolaborasi antar

stekholder secara partisipasif dalam pemecahan pedagang kaki lima di

wilayah solo raya. Hasil dari penelitian ini adalah tidak ditemukan

kolaborasi antar pemerintah daerah/kota se solo raya secara nyata dalam

menangani, memenej, mengelola, memberdayakan dan mengontrol PKL

karena mereka tidak memiliki kesamaan visi, misi dan juga kepentingan

terhadap penataan PKL secara terintegrasi dan sinergis (Sudarmo 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

49

d. Ratna Trisuma Dewi, mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik UNS

dengan judul penelitian Faktor-Faktor yang mempengaruhi Collaborative

Governance dalam Pengambangan Industri Kecil studi kasus tentang

kerajinan Reyog dan pertunjukan Reyog di Kabupaten Ponorogo. Dalam

penelitian ini yang menjadi stekholdernya adalah pemerintah, Bank

Daerah, dan juga Organisasi Ryog. Dalam penelitian ini terlihat ketidak

seriusan pemrintah dalam mengembangakan kesenian reyog terlihat sejak

tahun 2002 pemerintah tidak mengeluarkan bantuan kepada pengrajin

reyog dalam permodalan untuk memenuhi bahan baku dan lain

sebagainya. Keterbatasan bahan baku merupakan salah satu masalah yang

dihadapi oleh pengrajin reyog, seperti kulit harimau dan bulu merak yang

memang berasal dari hewan yang dilindungi

pemerintah(repository.uns.ac.id).

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini

memiliki kesamaan dengan penelitian terdahulu yaitu tentang collaborative

governance tetapi mengambil studi kasus tentang program CERDAS Kabupaten

Deli Serdang Sumatera Utara.

2.12 Defenisi Konsep

Defenisi konsep memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan

yang ditentukan oleh peneliti. Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan

untuk menggambarkan secara abstrak : kejadian, keadaan, kelompok atau individu

yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun 2009: 47).

Adapun yang menajdi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

a. Dalam konsep governance pemerintah hanya menjadi salah satu aktor

dalam kebijakan publik maupun dalam hal pelayanan publik. Pemerintah

tidak menjadi pelaksana tunggal birokrasi yang baik namun ada stekholder

lainnya yaitusektor swasta dan juga masyarakat. Governance menekankan

pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah

dan institusi-institusi lain yakni LSM, perusahaan swasta maupun warga

negara. Meskipun perspektif governance mengimplikasikan terjadinya

Universitas Sumatera Utara

Page 31: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

50

pengurangan peran pemerintah, pemerintah sebagai institusi tidak bisa

ditinggalkan begitu saja.

b. Collaborative Governance adalah pelaksanaan tata pemerintahan dengan

melibatkan stekholder di luar negara yang kedudukan setiap setekholder di

dalamnya sama dalam artian tidak ada hirarkis. Aktivitas bersama ini

untuk meningkatkan nilai tambah dalam melaksanakan kebutuhan

masyarakat dimana tidak akan terlaksana dengan baik jika dilaksanakan

secara sendiri-sendiri. Menurut DeSave aada 8 indikator dalam mengukur

sebuah kolaborasi yang dilakukan pemerintah, swasta, dan masyarakat,

yaitu:

1. Struktur jaringan

2. Komitmen

3. Kepercayaan

4. Governance

5. Akses terhadap otoritas

6. Akuntabilitas

7. Berbagi informasi

8. Akses terhadap sumber daya.

c. Program adalah Program berlandaskan dari sebuah ide atau rencana, yang

selanjutnya ide tersebut dituangkan dalam program untuk selanjutnya

dilaksanakan. Program bertujuan untuk memudahkan proses implementasi

dari sebuah kebiajakan.

d. Program CERDAS adalah program kolaborasi pemerintah, swasta, dan

masyarakat di bidang pendidikan. Kerja sama tersebut untuk

meningkatkan taraf pendidikan yang baik untuk anak di sekolah dengan

perbaikan infrastruktur dan memberikan apresiasi kepada sekolah.

Program ini mengharapkan partisipasi dari masyarakat dan dunia usaha

yang ada di Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan pemaparan defenisi collaborative govrnance yang di kemukakan

oleh para ahli maka dapat dipahami sebagai proses tata pemerintahan yang

melibatkan aktor-aktor dari berbagai level, seperti dari pihak pemrintahan atau

instansi publik, instansi swasta, dan juga masyarakat sipil yang dalam rangka

Universitas Sumatera Utara

Page 32: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 67252 › Chapter II.pdf?sequence=3... BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian GovernanceKERANGKA TEORI . 2.1 Pengertian

51

mencapai tujuan pelayanan publik yang tidak bisa dicapai apabila dilaksanakan

oleh satu pihak saja, selanjutnya semua stakeholder dalam bingkai kolaborasi

memiliki kedudukan yang sama dan tidak mengacu pada struktur yang hirarkis.

Universitas Sumatera Utara