repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · bab 2 tinjauan pustaka 2.1....

24
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Temulawak Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa. Klasifikasi ilmiah tanaman temulawak adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.(Rahmat,1995) 2.1.1. Deskripsi Temulawak Tanaman temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80 cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23 cm dan lebar 4 – 6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Upload: others

Post on 28-Feb-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Temulawak

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang

semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di

Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari

mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia

Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di

Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa.

Klasifikasi ilmiah tanaman temulawak adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Keluarga : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.(Rahmat,1995)

2.1.1. Deskripsi Temulawak

Tanaman temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m

tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk

dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai

daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun

hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84 cm dan lebar

10 – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80 cm. Perbungaan lateral,

tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23 cm dan lebar 4 – 6

cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13 mm, mahkota

bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5 cm, helaian bunga

berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah

dadu atau merah, panjang 1.25 – 2 cm dan lebar 1cm.

Gambar 2.1. Tanaman Temulawak (Rahmat, 1995)

2.1.2. Manfaat Tanaman

Di Indonesia satu – satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang

temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59, 64 % zat

tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat

meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini

adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti

inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba (Rahmat, 1995).

2.1.3. Kandungan Kimia Temulawak

Komponen – komponen yang terkandung dalam temulawak dapat

digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu minyak atsiri dan golongan kurkuminoid.

Minyak atsiri atau minyak menguap merupakan komponen dalam temulawak yang

memberikan bau karateristik, sedangkan kurkuminuid terdiri dari beberapa zat warna

kuning (Oei dkk, 1985).

Beberapa penelitian mengidentifikasi kandungan kimia minyak atsiri yang

terkandung dalam rimpang temulawak. Itokawa (1985 ) melaporkan adanya empat

senyawa seskuiterpenoid bisabolan yaitu: α-kurkumen, ar-turmeron, β-atlanto dan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

xantorizol. Selanjutnya dibuktikan bahwa ketiga senyawa tersebut yaitu : α-

kurkumen, ar-turmeron dan xantorizol, mempunyai khasiat anti-tumor.

Ueraha (1989, 1990) berhasil mengidentifikasi tujuh senyawa seskuiterpenoid

bisabolon dari fraksi larutan klorofom rimpang temulawak, setelah dideterminasi

berdasarkan data spektral, konversi kimia, dan kristalografi sinar-X. Ketujuh senyawa

tersebut adalah bisacuron, bisacumol, bisacurol, bisacuron epoksida, bisacuron A,

bisacuron B, dan bisacuron.

Kandungan kimia minyak atsiri temulawak

Alto-Aromadendre, β–Atlanton, α–Bergamoten, β-Bisabolol, Bisacumol, Bisacuron,

Bisacuron A, Bisacuron B, Bisacuron C, Bisacuron epoksida, Borneol, Isoborneol,

Kamfen, Kamfor, 1,8 Sineol, Ar-kurkumen, α- kurkumen, β- kurkumen, Kurkufenol ,

Kurzeren, Kurzerenon, P- Sinem, 2-(1,5-Dimetilheks-4-enil) 4 metilfenol, β– Elemen,

δ – Elemen, γ – Elemen, β- Famesen, Furanodienon, Germakonm,

Isofuranogermakren, Limonen, Linalol, Mirsen, α- Pinen, β- Pinen, Sabinen,

β-Seskuifelandren, α- Terpineol, Trisiklen, Turmerol, Ar-turmeron, α-Turmeron, β-

turmeron, Xantorizol dan Zingiberen.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Gambar 2.2. Berbagai rumus kimia minyak atsiri temulawak

(Purnomowati,Yoganingrum,1997)

2.2. Senyawa Terpen

Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh

tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan,

senyawa-senyawa golongan terpen dan modifikasinya, terpenoid, merupakan

metabolit sekunder. Terpen dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan,

terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder,

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

terpen merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk

hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu

triterpen; juga karoten dan retinol. Nama "terpen" (terpene) diambil dari produk getah

tusam, terpentin (turpentine).

Terpen dan terpenoid menyusun banyak minyak atsiri yang dihasilkan oleh

tumbuhan. Kandungan minyak atsiri memengaruhi penggunaan produk rempah-

rempah, baik sebagai bumbu, sebagai wewangian, serta sebagai bahan pengobatan,

kesehatan, dan penyerta upacara-upacara ritual. Nama-nama umum senyawa

golongan ini seringkali diambil dari nama minyak atsiri yang mengandungnya. Lebih

jauh lagi, nama minyak itu sendiri diambil dari nama (nama latin) tumbuhan yang

menjadi sumbernya ketika pertama kali diidentifikasi. Sebagai misal adalah citral,

diambil dari minyak yang diambil dari jeruk (Citrus). Contoh lain adalah eugenol,

diambil dari minyak yang dihasilkan oleh cengkeh (Eugenia aromatica).

Terpenoid disebut juga isoprenoid. Hal ini dapat dimengerti karena kerangka

penyusun terpena dan terpenoid adalah isoprena (C5H8).

Terpen memiliki rumus dasar (C5H8)n, dengan n merupakan penentu kelompok

tipe terpen. Modifikasi terpen (disebut terpenoid, berarti "serupa dengan terpena")

adalah senyawa dengan struktur serupa tetapi tidak dapat dinyatakan dengan rumus

dasar. Kedua golongan ini menyusun banyak minyak atsiri.

Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Tabel 2.1. Klasifikasi Terpen

Nama Rumus Sumber

Monoterpen C10H16 Minyak Atsiri

Seskuiterpen C15H24 Minyak Atsiri

Diterpen C20H32 Resin Pinus

Triterpen C30H48 Saponin, Damar

Tetraterpen C40H64 Pigmen, Karoten

Politerpen (C5H8)n n 8 Karet Alam

2.3. Minyak Atsiri

Dalam tumbuhan, kebanyakan senyawa-senyawa yang beraroma dihasilkan

melalui jalur metabolisme sekunder. Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon

tidak jenuh yang molekulnya tersusun dari unit isoprene (C5H8). Unit Isopren

berkondensasi dengan persambungan kepala ke ekor isopentenil pirofosfat dan

dimetil pirofosfat menghasilkan terpen dalam tumbuhan.

Isoprene (C5) Satuan isopenten

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu

terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi,

harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut

penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah – rempah serta sebagai

senyawa citarasa dalam industri makanan. Monoterpen dan sekuiterpen merupakan

komponen utama dari banyak minyak atsiri yang digunakan sebagai cita rasa dan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

pewangi. Monoterpen dan seskuiterpen dapat dipilah-pilah berdasarkan kepada

kerangka karbon dasarnya. Yang umum adalah asiklik (misalnya graniol dan fanesol),

monosiklik (misalnya limonene dan bisabolena), bisiklik (misalnya α dan β-pinena).

Dalam setiap golongan monoterpen dan seskuiterpen bisa terdapat senyawa

hidrokarbon tak jenuh atau keton.

Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi tumbuh – tumbuhan yakni dari

daun, bunga, akar, dan kulit kayu. Biasanya tumbuhan penghasil minyak atsiri

tumbuh liar atau dibudidayakan dan biasanya tumbuhan itu berarti wangi.

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar

tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma

wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut

organic dan tidak larut dalam air.Minyak atsiri itu berupa ciran jernih,tidak berwarna,

tetapi selama penyimpanan akan mengental dan berwarna kekuningan atau

kecoklatan. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh oksidasi dan resinifikasi

(berubah menjadi dammar atau resin). Untuk mencegah atau memperlambat proses

oksidasi dan resinifikasi tersebut, minyak atsiri harus dilindungi dari pengaruh sinar

matahari yang dapat merangsang terjadinya oksidasi dan oksigen udara yang akan

mengoksidasi minyak atsiri, (Koensoemardiyah,2010).

2.3.1. Sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder

dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family

Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauranceae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae,

Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap

bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome

(Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam

Tabel 2.2.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Tabel 2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri

Nama Minyak Tanaman Penghasil Bagian Tanaman

Negara Asal

Sereh wangi Cymbopogon nardus R Daun Srilanka Nilam (patchouli) Pogostemon cablin

Benth Daun Malaysia,

Indonesia Kayu Putih (cajuput)

Melaleuca Leucadenron

Daun Indonesia

Sereh dapur (lemon grass)

Cymbopogon citrates Daun Madagaskar, Guetemala

Lada (pepper)

Piper nigrum L Daun/buah India Timur, Cina, Srilanka

Kenanga (cananga)

Cananga odorata Hook

Bunga Indonesia

Cengkeh (clove) Caryophyllus Bunga Zanzibar, Indonesia, Madagaskar

Lavender Lavandula offcinalis Chaix

Bunga Perancis, Rusia

Mawar (rose) Rosa alba L Bunga Bulgaria, Turki

Melati (jasmine) Jasminumofficinale Bunga Perancis selatan

Kapolaga (cardamom)

Elettaria cardamomun Biji India, amerika

Seledri (celery seed) Apium graveolen L Biji Inggris, India

Sitrun (lemon) Citrus medica Buah/Kulit Buah

Kalifornia

Adas (fennel) foeniculum fulgares Mill

Buah/Kulit Buah

Eropah, tengah, Rusia

Akar wangi (Vetiver)

Vetiveria zizanioides stap

Akar/rhizoma Indonesia, Lousiana

Kunyit (Turmeric) Curcuma longa Akar/rhizoma Amerika selatan

Jahe (ginger) Zingiber officinale Roscoe

Akar/rhizoma Jamaika

“Camphor”

Cinnamomun Camphora L

Batang/kulit buah

Formosa, Jepang

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2.3.2. Penggunaan Minyak Atsiri

Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatil untuk tujuan pengobatan,

kosmetik serta wangi – wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak zaman purba.

Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan – bahan alam,

antara lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit,

dapat diabsorbsi kedalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan

lingkungan (dapat mengalami biodegradasi dan merupakan bagian dari

kesetimbangan ekosistem selama ribuan tahun) (Rojat, dkk, 1996).

Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat

digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang

penting dari struktur stereospsesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih

murah dibandingkan dengan proses sintesis (Lawrence dan Reynold, 1992).

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,

misalnya industri parfum, kosmetik, “essence”, industri farmasi dan “flavoring

agent”. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut

berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam,

minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-

rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh,

minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent)

dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga

dapat membantu pencernaan dengan merangsang system saraf skresi, sehingga akan

meningkatkan skresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus

aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah

sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.

Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau

eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedatif dan

stimulant untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius,

merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2.3.3. Cara Memproduksi Minyak Atsiri

Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat

kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh

minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk

mendapatkan minyak atsiri antara lain:

a. Metode Penyulingan (Destilasi)

Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode penyulingan

(Bradesi, dkk, 1997). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi hari

secepat mungkin setelah embun menghilang (Douglas, 1979). Ada tiga metode

penyulingan yang digunakan dalam industry minyak atsiri, yaitu:

1. Penyulingan dengan air (hydrodistillation)

2. Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)

3. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)

Perbedaan antara distilasi uap langsung dengan hidrodistilasi adalah pada

distilasi uap langsung tidak terjadi kontak langsung antara sampel dengan air,

sedangkan hidrodistilasi sampelnya dicelupkan ke dalam air mendidih (Chalchat dan

Garry, 1997).

Dalam setiap metode penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan

uap, penyulingan air dan uap atau penyulingan air minyak atsiri hanya dapat diuapkan

jika kontak langsung dengan uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan mula-mula

terekstraksi dari kelenjar tanaman dan selanjutnya terserap pada permukaan bahan

melalui peristiwa osmosis (Guenther, 1987). Lamanya penyulingan yang dilakukan

pada setiap tumbuhan tidak sama satu dengan yang lain tergantung pada mudah atau

tidaknya minyak atsiri tersebut menguap, dua sampai delapan jam tersebut secara

maksimal.

Metode penyulingan air banyak diterapkan di negara-negara berkembang

karena alatnya yang cukup sederhana dan praktis. Beberapa bahan lebih baik disuling

dengan penyulingan air, misalnya bunga mawar (Boelens dan Boelens, 1997). Bahan

tersebut akan menggumpal jika disuling dengan uap, sehingga uap tidak dapat

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

berpenetrasi kedalam bahan, uap hanya akan menguapkan minyak atsiri yang terdapat

dipermukaan gumpalan. Tetapi metode penyulingan ini juga mempunyai kelemahan,

yaitu adanya penggunaan suhu yang tinggi (Pino, dkk, 1997) yang dapat

mengakibatkan dekomposisi minyak (hidrolisis ester, polimerisasi dll).

b. Maserasi dengan Lemak/Minyak

Kebanyakan bahan flavor bersifat larut dalam lemak atau minyak, tetapi

mempunyai range polaritas yang lebar. Minyak dapat bertindak sebagai pelarut dan

merupakan medium yang dapat melindungi bahan yang mudah menguap.

Lemak/minyak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak

dengan bunga yang beraroma wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang

dikeluarkan oleh bunga tersebut. Pada akhir proses, minyak dari bunga tersebut

diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol

dipisahkan (Guenter, 1987).

c. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap

Metode lain yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah

dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut menguap. Contoh pelarut yang

digunakan adalah dietil eter untuk mengekstraksi daun Citrus aurantium. Dan pelarut

ini juga digunakan dalam mengekstraksi minyak Rhizome dari Curcuma ochrorhiza

Val dan lain-lain.

Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka

minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga

alamiah, namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan

penghilang residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).

d. Ekstraksi dengan Karbon Dioksida Superkritis

Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan pada

kelarutan senyawa-senyawa aromatik dari bahan nabati dalam CO2. Bahan nabati dan

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

CO2 dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan temperatur

yang telah diatur, kemudian CO2 dipompa kedalam separator pada tekanan dan

temperatur yang rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki ekstraksi. Kelebihan

CO2 dimurnikan kembali didalam bejana terisi arang (Charcoal trap).

Keuntungan dari metode ini antara lain adalah tidak menggunakan pelarut

yang beracun, biaya murah, mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa diikuti

denaturasi karena dilakukan pada temperatur rendah, juga kemungkinan untuk

memperoleh produk baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik

destilasi ( Pino, 1997 ). Namun demikian metode ini juga mempunyai kekurangan

yaitu dalam hal penentuan kondisi untuk ekstraksi minyak atsiri dari tumbuhan

tertentu (Boelens dan Boelens, 1997).

2.3.4. Penyimpanan Minyak Atsiri

Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang

diakibatkan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika. Biasanya

kerusakan disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi,

polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut

dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya udara (oksigen), kelembaban, serta

dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh logam

(Guenther, 1987).

Minyak atsiri yang mengandung kadar terpen tinggi mudah mengalami

kerusakan oleh proses oksidasi terutama oleh proses esterifikasi. Terpen dan

turunannya biasanya mengandung atom karbon tidak jenuh, karena itu dengan adanya

oksigen bisa menyebabkan pemecahan atau penataulangan dari terpen.

Sebelum penyimpanan minyak atsiri harus dibebaskan dari air, karena air

merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan minyak

atsiri. Penghilangan air dapat dilakukan dengan menambah natrium sulfat anhidrus,

disusul dengan pengocokan, kemudian didiamkan beberapa lama, kemudian disaring.

Kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindungi

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

dari cahaya. Penyimpanan minyak dalam jumlah yang kecil sangat baik dilakukan

memakai botol atau gelas berwarna gelap, sedangkan dalam jumlah yang besar dapat

disimpan dalam drum yang dilapisi dengan timah atau bahan yang tidak bereaksi

dengan minyak atsiri. Penyemprotan gas karbon dioksida atau nitrogen kedalam drum

sebelum ditutup akan menghilangkan gas oksigen dari permukaan minyak, sehingga

minyak terlindungi dari kerusakan akibat oksidasi (Guenther, 1987).

2.4. Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS)

Spektrometer massa memiliki 3 fungsi yang sangat penting, pertama molekul

molekul ditembaki oleh elektron – electron berenergi tinggi membentuk ion – ion. Ion

– ion di aselerasi dalam suatu medan elektrik. Kedua, ion – ion yang di aselerasi

dipisahkan berdasarkan perbandingan massa mereka terhadap muatan di dalam

medan magnet atau medan elektrik. Selanjutnya ion – ion tertentu dengan

perbandingan massa terhadap muatan di deteksi oleh suatu peralatan yang mampu

menghitung jumlah ion ion yang terpisah. Hasilnya di deteksi oleh detektor dan di

rekam dalam rekorder. Hasil dari rekorder adalah suatu spektrum massa yakni grafik

dari sejumlah partikel partikel yang di deteksi sebagai suatu fungsi perbandingan

massa terhadap muatan (Donald,et al,1979).

2.4.1. Kromatografi Gas

Kromatografi gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan

pada zaman instrumen dan elektrokimia yang telah merevolusikan keilmuan selama

lebih dari tiga puluh tahun.

Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang setiap campuran

yang sebagai komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya

mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan.

Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak

bersama – sama dengan fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan untuk

memisahkan campuran sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

suatu campuran, semakin banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran

maka waktu yang diperlukan semakin lama. Komponen campuran dapat diidentifikasi

berdasarkan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu

tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam

kolom (Gritter J, et al, 1985).

a. Memilih Sistem

Dalam kromatografi gas terdapat empat peubah utama yaitu gas pembawa,

jenis kolom dan fase diam dan suhu untuk pemisahan.

Gas Pembawa

Faktor yang mempengaruhi suatu senyawa bergerak melalui kolom

kromatografi gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas

melalui kolom. Nitrogen, helium, argon, hydrogen dan karbon dioksida merupakan

gas yang sering digunakan sebagai gas pembawa karena tidak reaktif serta dapat

dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam tangki bervolume besar dan bertekanan

tinggi.

Detektor

Detektor pilihan pertama untuk kromatografi gas adalah Detektor Ionisasi

Nyala (DIN) yang memiliki kepekaan yang tinggi untuk beberapa jenis senyawa.

Fase Cair Diam

Dua segi fase harus diketahui, pertama, bagaimana cairan ditahan dalam kolom

yaitu cairan itu disaputkan pada permukaan serbuk padat dalam kolom, dan yang

kedua yaitu sifat kimia dari cairan itu.

b. Sistem

Suhu Kolom

Kromatografi gas didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkan,

kelarutan senyawa itu dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau keatsiriannya.

Karena tekanan uap bergantung langsung pada suhu, suhu merupakan faktor utama

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

dalam kromatografi gas. Suhu kolom berkisar -100o C – 400oC tergantung sifat

bahan. Secara umum, pemisahan yang baik diperoleh pada suhu rendah. Sebagai

patokan dapat dipakai bahwa setiap kenaikan suhu 30oC waktu tambat menjadi

setengahnya.

Gas Pembawa

Laju aliran gas tergantung pada diameter kolom. Aliran berbanding lurus

dengan penampang kolom dan penampang bergantung pada jari-jari pangkat dua

(πr2). Misalnya jika pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada aliran 20

ml/menit, maka untuk menghasilkan hasil yang sama dengan kolom 4 mm diperlukan

aliran 80 ml/menit. Untuk mendapatkan sistem kolom yang optimal yaitu dengan cara

mengatur laju aliran gas dan menghasilkan tingkat puncak yang maksimum.

Kolom

Ada dua kolom dalam kromatografi gas yaitu: kolom kemas, terdiri atas fase

cair berdiameter 1-3 mm dan panjangnya 2 m, kolom kapiler; berdiameter 0,02 - 0,2

mm dan panjangnya 15-25 m, yang berfungsi sebagai penyangga lembam untuk fase

diam cair.

Detektor

Detektor adalah gawai yang ditempatkan pada ujung kolom kromatografi gas

yang menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data

yang menyajikan hasil kromatogram secara grafis. DHB (Detektor hantar bahang);

didasarkan pada bahang dipindahkan dari benda panas dengan laju yang bergantung

pada susunan gas yang mengelilingi benda panas. Daya hantar ini merupakan fungsi

dari laju pergerakan molekul gas. Gas yang mempunyai bobot molekul yang rendah

mempunyai daya hantar paling tinggi.

Detektor Ionisasi Nyala (DIN); pendeteksian DIN ialah jika dibakar, senyawa

terurai membentuk pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri atas satu

karbon. Pecahan ini meninggikan daya hantar tempat lingkungan nyala, dan

peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Penanganan Sinyal

Data Kualitatif; data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu tambat berbagai

komponen campuran. Waktu tambat diukur mulai dari titik penyuntikan sampai

ketitik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu dan pada kondisi

tertentu. Komponen tertentu didalam campuran dapat dipisahkan dengan cara spiking

jika tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan kedalam cuplikan yang

diduga mengandung senyawa itu dan cuplikan dikromatografi.

Data Kuantitatif; Pengukuran sebenarnya yang dilakukan pada kertas grafik ialah

pengukuran luas puncak. Jika puncak itu simetris atau berupa kurva Gauss tinggi

puncak dapat dipakai untuk mengukur luas puncak.

2.4.2. Spektrum Massa

Spektrum massa biasa diambil pada suatu berkas sinar sebesar 70 elektron

volt. Kejadian tersederhana ialah tercampaknya satu atom dari satu molekul dalam

fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas atom dan membentuk suatu ion molekul

yang merupakan suatu kation radikal (M+).

Suatu massa elektron menyatakan massa – massa bermuatan positif terhadap

(konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tinggi) pada atom disebut puncak dasar

(base peak), dinyatakan dengan nilai 100 % dan kekuatan (tinggi x kepekaan) puncak

– puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya, dinyatakan sebagai persentasi

puncak dasar tersebut.

Puncak ion molekul biasanya merupakan puncak – puncak dengan bilangan

massa tertinggi, kecuali jika terdapat puncak-puncak isotop. Puncak – puncak

isotopnya yang biasa.

a. Penentuan Rumus Molekul

Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan puncak isotop hanya

dapat dilakukan jika puncak ion molekul termaksud cukup kuat hingga puncak

tersebut dapat diukur dengan cermat sekali.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Misalnya suatu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap 100

molekul yang mengandung satu atom 12C, sekitar 1,08 % molekul mengandung satu

atom 13C. Karenanya molekul-molekul ini akan menghasilkan sebuah puncak M + 1

yang besarnya 1,08 % kuat puncak ion molekulnya; sedangkan atom-atom 2H yang

akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah pada puncak M + 1 itu.

Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M + 2 akan menjadi 4,4

% puncak induk.

b. Pengenalan Puncak Ion Molekul

Ada dua hal yang menyulitkan pengidentifikasian puncak ion molekul yaitu:

1. Ion molekul tidak nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah

mengambil spectrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui dengan jelas

dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya.

2. Ion molekul nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya beberapa

puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan demikian, pertama – tama

soal kemurnian harus dipertanyakan. Jika senyawa memang sudah murni, masalah

yang lazim ialah membedakan puncak ion molekul dari puncak M – 1 yang lebih

menonjol. Satu cara yang bagus ialah dengan mengurangi berkas penembak

mendekati puncak penampilan.

Kuat puncak ion molekul tergantung pada kemantapan ion molekul. Ion – ion

molekul paling mantap adalah dari sistim aromatik murni. Secara umum golongan

senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion menonjol:

senyawa aromatik (alkana terkonjugasi), senyawa lingkar (alkana normal, pendek),

merkaptan. Ion molekul biasanya tidak alifatik, nitrit, nitrat, senyawa nitro, nitril

dan pada senyawa – senyawa bercabang. Puncak – puncak dalam arah M – 3

sampai M – 14 menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi (Silverstein,

1981).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Kaidah Umum untuk Mengenali Puncak-Puncak dalam Spektra

Sejumlah kaidah umum untuk mengenali puncak-puncak menonjol dalam

dampak electron dapat ditulis dan dipahami dengan konsep-konsep buku kimia fisik:

1. Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan

akan menurun jika derajat percabangan bertambah.

2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan

bertambahnya bobot molekul deret homolog; kecuali untuk ester lemak.

3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon terganti gugus alkil;

makin terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat

lebih mantapnya karboksasi tersier daripada sekunder yang lebih mantap

daripada yang primer.

4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih – lebih cincin

aromatik (heteroatom) memantapkan ion molekul hingga meningkatkan

pembentukannya.

5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan alil dan menghasilkan ion

karbonium alil.

6. Cincin jenuh denderung melepas rantai samping pada ikatan-α. Hal ini

tidak lain daripada kejadian khusus percabangan. Muatan positif

cenderung menyertai sibir cincin. Cincin tak jenuh dapat mengalami

reaksi Retro-Diels-Alder.

7. Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin

terjadi pada ikatan berlokasi beta terhadap cincin menghasilkan ion benzyl

talunan termantapkan atau iontropilium.

8. Ikatan C-C yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah,

meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang

electron tak- ikatannya menciptakan kemantapan talunan.

9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral mantap

yang kecil, misalnya karbon monooksida, olefin, ammonia, hidrogen

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

sulfida, hidrogen sianida, merkaptan, ketena atau alkohol. (Silverstein,

1981).

2.4.3. Spektroskopi Inframerah

Penggunaan spektrofotometri infra merah untuk maksud analisa lebih banyak

ditujukan untuk identifikasi suatu senyawa.Hal ini disebabkan spectrum infra merah

senyawa organik bersifat khas, artinya senyawaan yang berbeda akan mempunyai

spectrum yang berbeda pula. Selain dari senyawaan isomer-optik, tidak satu pun

antara dua senyawaan yang mempunyai kurva serapan infra merah yang identik.

Alat spektrofotometer infra merah pada dasarnya terdiri dari komponen

komponen pokok yang sama dengan alat spektrofotometer ultra lembayung dan sinar

tampak,yaitu terdiri sumber sinar, monokromator berikut alat alat optic seperti cermin

dan lensa, sel tempat cuplikan, detector, amplifier, dan alat dengan skala pembacaan

atau alat perekam spectrum (recorder).

Sumber sinar infra merah pada umumnya berupa zat padat inert yang

dipanaskan dengan listrik, sehingga mancapai suhu antara 1.500 – 2.000o K.Akibat

pemanasan ini akan dipancarkan sinar kontinu yang menyerupai sinar yang

dipancarkan oleh benda hitam.

Daerah penyerapan terpenting dalam spectrum infra merah adalah:

a. Daerah vibrasi regang hydrogen 3700 – 2700 cm-1

Ditemukan puncak puncak serapan maksimum di daerah ini hanya disebabkan

oleh vibrasi regang antara hydrogen dengan suatu atom lain.

b. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2700 – 1850 cm-1.

Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau tidak

adanya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat segera di lihat.

c. Daerah ikatan ganda dua, 1950 – 1550 cm-1.

Vibrasi regang gugusan karbonil memberikan puncak serapan di seluruh daerah

ini.Keton, aldehid, asam asam, amida, karbonat semunya mempunyai puncak

serapan di sekitar 1700 cm-1.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

d. Daerah sidik jari “ finger-print “ , 1500 – 700 cm-1.

Di daerah ini perbedaan sedikit saja dari molekul, adanya subtitusi denga gugus

fungsional yang berbeda akan menyebabkan perubahan yang menyolok pada

distribusi puncak serapannya (Noerdin.D, 1986).

2.4.4. Sensitivitas Antimikrobial

Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme

berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul

organic yang kompleks seperti persenyawaan ammonium kwartener. Berbagai

substansi tersebut menunjukkan efek antimikrobialnya dalam berbagai cara dan

terhadap permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda; ada yang serasi dan ada

yang bersifat merusak.

2.4.5. Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies

utama bakteri gram negatif, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat

ditemukan dalam usus besar manusia.

Gambar 2.3. Bakteria Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang sekitar 2

mikrometer dan sekitar 0.5 mikrometer. Volume sel E. coli berkisar 0.6-0.7

micrometer kubik. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20 – 40oC,

optimum pada 37 oC. Kita mungkin banyak yang tidak tahu jika di usus besar

manusia terkandung sejumlah E. coli yang berfungsi membusukkan sisa-sisa

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

makanan. Dari sekian ratus strain E. coli yang teridentifikasi, hanya sebagian kecil

bersifat pathogen, misalnya strain O157 : H7. Bakteri yang namanya berasal dari sang

penemu Theodor Escherich yang menemukannya di tahun 1885 ini merupakan jenis

bakteri yang menjadi salah satu tulang punggung dunia bioteknologi. Hampir semua

rekayasa genetika di dunia bioteknologi selalu melibatkan E. coli akibat genetikanya

yang sederhana dan mudah untuk direkayasa. Riset di E. coli menjadi model untuk

aplikasi ke bakteri jenis lainnya. Bakteri ini juga merupakan media cloning yang

paling sering dipakai. Teknik recombinant DNA tidak dapat tanpa bantuan bakteri ini.

Banyak industri kimia mengaplikasikan teknologi fermentasi yang memanfaatkan E.

coli. Misalnya dalam produksi obat-obatan (insulin, antiobiotik), high value

chemicals (1-3 propanediol, lactate). Secara teoritis, ribuan jenis produk kimia yang

dihasilkan oleh bakteri ini asal genetikanya sudah direkayasa sedemikian rupa guna

menghasilkan jenis produk tertentu yang diinginkan. Jika mengingat besarnya

peranan ilmu bioteknologi dalam aspek-aspek kehidupan manusia, maka tidak dapat

dipungkiri juga betapa besar manfaat E. coli bagi kita.(Levinson,2008).

2.4.6. Bakteri Salmonella

Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk

tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Spesies –

spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida.

Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun

sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis)

yang pertama kali menemukan bakteri ini tahun 1885 pada tubuh babi. Salmonella

adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne

diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada organ

pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-

ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam

dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh

Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah.

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan

kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh

mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci

tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi. Penyebab penyakit

Typus (Hepatitis A atau dulu orang menyebutnya sebagai penyakit kuning karena

seluruh tubuh si penderita berwarna kekuningan) adalah bakteri bernama Salmonella

typhi. Sumber penyebab hepatitis, lebih banyak disebabkan kuman yang menempel di

bekas cucian gelas, sendok, piring dan sebagainya dengan kondisi air cucian yang tak

diganti, tangan yang kotor. Bakteri ini umumnya terdapat dalam makanan yang sudah

basi, daging mentah, maupun kotoran.

2.4.7. Bakteri Shigella

Shigella adalah genus dari Gram-negatif, non-motil, bakteri endospor

berbentuk-tongkat yang berhubungan dekat dengan Escherichia coli dan Salmonella.

Shigella merupakan penyebab dari penyakit shigellosis pada manusia, selain itu,

Shigella juga menyebabkan penyakit pada primata lainnya, tetapi tidak pada mamalia

lainnya.

Gambar 2.4. Bakteri Shigella

Batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora,

gram negatif. Bentuk cocobasil dapat terjadi pada biakan muda. Shigella adalah

fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobic. Koloninya konveks,

bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2mm

dalam 24 jam. Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

ketidakmampuannya meragikan laktosa. Shigella mempunyai susunan antigen yang

kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat serologic berbagai spesies dan

sebagian besar kuman ini mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman

enterik lainnya. Antigen somatic O dari Shigella adalah lipopolisakarida. Kekhususan

serologiknya tergantung pada polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe.

Klasifikasi Shigella didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigenik.

Disentri merupakan penyakit yang sangat sering kita jumpai di masyarakat.

Umumnya penyakit disentri ini menyerang masyarakat menengah ke bawah dimana

tingkat pengetahuannya tentang sanitasi dan kebersihan lingkungan sangatlah

terbatas. Disentri adalah suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan

tukak di usus besar bagian tengah yang disebut colon ditandai dengan gejala khas

yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: sakit di perut yang sering disertai

dengan berak-berak, dan tinja mengandung darah dan lendir. Adanya darah dan

lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri tersebut

menembus dinding kolon dan bersarang di bawahnya. Dulu dikenal hanya dua

macam disentri berdasarkan penyebabnya, yakni disentri basiler yang disebabkan

oleh Shigella spp. dan disentri amuba yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica.

2.4.8. Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang

menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan

tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter

sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu

pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini

biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada

saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit,

individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi

ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit,

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi imunitas

sehingga terjadi pelemahan inang.

Gambar 2.5. Bakteria Staphylococcus aureus

Klasifikasi S. aureus

Kingdom : Monera

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphilococcus

Species : Staphilococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak

berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah

anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media

pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki

diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung

asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah

beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung

aglutinogen dan N-asetilglukosamin.(Rya,Ray,2004).

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA