92570355-klasifikasi-dehidrasi
DESCRIPTION
jjjTRANSCRIPT
A. KLASIFIKASI DEHIDRASI
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi
dehidrasi ringan, sedang, atau berat.
1. Dehidrasi Ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan)
Gejala :
Muka memerah
Rasa sangat haus
Kulit kering dan pecah-pecah
Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
Pusing dan lemah
Kram otot terutama pada kaki dan tangan
Kelenjar air mata berkurang kelembabannya
Sering mengantuk
Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang
2. Dehidrasi Sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat
badan)
Gejala:
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera
kembali ke posisi semula.
Tekanan darah menurun
Pingsan
Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung
Kejang
Perut kembung
Gagal jantung
Ubun-ubun cekung
Denyut nadi cepat dan lemah
3. Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat
badan)
Gejala:
Berak cair terus-menerus
Muntah terus-menerus
Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
Tidak bisa minum, tidak mau makan
Mata cekung, bibir kering dan biru
Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
Kesadaran berkurang
Tidak buang air kecil
Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba
Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat diukur
Ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan
Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil
berkurang/kurang dari 6 popok/hari.
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Terapi dehidrasi
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari ringan, sedang, berat. Ringan bila pasien mengalami
kekurangan cairan 2-5% dari berat badan. Sedang bila pasien mengalami kekurangan
cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien mengalami kekurangan cairan 8-10%
dari berat badan
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah caran yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan:
1. BJ plasma dengan rumus:
2. Metode Pierce berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x berat badan (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x berat badan (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis, antara lain:
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan
peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3
disertai syok diberikan cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui
oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena.
Bila dehidrasi sedang-berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus
pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan–sedang pada pasien masiih dapat
diberikan cairan per oral atau selan nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi atau
oral / saluran cerna tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g Nacl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan
1,5 g KCl setiap liter.
Kebutuhan cairan = BJ plasma -1,025 x berat badan x 4 ml
0,001
Kebutuhan cairan = Skor x 10% x kgBB x 1liter
15
Prinsip utama pengobatan dehidrasi adalah penggantian cairan. Penggantian
cairan ini dapat berupa banyak minum, bila minum gagal maka dilakukan pemasukan
cairan melalui infus. Tapi yang utama disini adalah penggantian cairan sedapat
mungkin dari minuman. Keputusan menggunakan cairan infus sangat tergantung dari
kondisi pasien berdasarkan pemeriksaan dokter. Keberhasilan penanganan dehidrasi
dapat dilihat dari produksi kencing.
Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena (Peripheral Venous
Cannulation):
1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah
terbatas
3. Pemberian kantong darah dan produk darah.
4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur inf\us intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko
dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.
Kontraindikasi dan peringatan pada pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah
vena:
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan
hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).