askep - dehidrasi

30
ASUHAN KEPERAWATAN DEHIDRASI Disusun Oleh : 1. Ana Wahyuni (G01.2003.01687) 2. Ardiyanto (G01.2003.01692) 3. Dinia Fitriyana (G01.2003.01700) 4. Farah Mekadina (G01.2003.01706) 5. Panca Wulandari (G01.2003.01730) 6. Pujiwati (G01.2003.01732) 7. Rohdiana Dwi I (G01.2003.01733) 8. Suhendra (G01.2003.01741) PROGRAM D III KEPERAWATAN

Upload: dharma-andreyanu

Post on 01-Dec-2015

1.006 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN

DEHIDRASI

Disusun Oleh :

1. Ana Wahyuni (G01.2003.01687)

2. Ardiyanto (G01.2003.01692)

3. Dinia Fitriyana (G01.2003.01700)

4. Farah Mekadina (G01.2003.01706)

5. Panca Wulandari (G01.2003.01730)

6. Pujiwati (G01.2003.01732)

7. Rohdiana Dwi I (G01.2003.01733)

8. Suhendra (G01.2003.01741)

PROGRAM D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SEMARANG

2006

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekurangan volume cairan terjadi jika air dan elektrolit hilang pada

proporsi yang sama ketika mereka berada dalam cairan tubuh normal sehingga

rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama. Hal ini seharusnya tidak

dikacaukan dengan istilah dehidrasi yang mengacu pada semata-mata

hilangnya air dengan peningkatan kadar natrium serum FVD mungkin timbul

sendiri atau dalam kombinasi dengan ketidakseimbangan yang lain kecuali

ketidakseimbangan yang timbul bersama, sama konsentrasi elektrolit serum

tetap tidak berubah.

Kekurangan volume cairan terjadi akibat hilngnya cairan tubuh dan lebih

cepat terjadi jika disatukan dengan penurunan masukan cairan FVD mungkin

terjadi semata-mata akibat masukan yang tidak adekuat jika penurunan

masukan berlangsung lama. Kekurangan cairan yang tidak normal bisa terjadi

akibat muntah-muntah, diare, berkeringat dan penurunan masukan seperti

pada adanya mual atau ketidakmampuan untuk memperoleh cairan.

Banyak masalah yang mungkin terjadi akibat kurangnya cairan adalah

intake yang berkurang dan output yang berlebihan yang berupa muntah, diare,

perdarahan. dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan

asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah kekurngan volume

cairan. Maka dari itu kami membuat asuhan keperawatan tentnag dehidrasi

yang kelihatannya sepele padahal sangat berbahaya

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui gambaran secara umum tentang dehidrasi yang meliputi

pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik dan penatalaksanaan.

2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dehidrasi.

3. Mengetahui permasalahan yang timbul pada pasien dehididrasi dalam

penatalaksanaan asuhan keperawatan.

4. Memenuhi tugas mata kuliah KMB I.

C. Ruang Lingkup

Pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode studi kepustakaan

yang merupakan metode pegumpulan data yang mempelajari berbagai sumber

buku dan yang berkaitan dengan dehidrasi. Studi pustaka berguna untuk

mengenal konsep dan teori untuk kemudian menjadi acuan dalam

melaksanakan implementasi.

D. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II Konsep Dasar dehidrasi meliputi : pengertian, etiologi /

predisposisi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan,

pengkajian fokus, pathway keperawatan, fokus intervensi dan

rasional.

BAB III Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB IV Daftar Pustaka.

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian dan Klasifikasi

Berikut adalah beberapa pengertian tentang dehidrasi :

1. Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang invididu yang tidak menjalani

puasa mengalmai atau beresiko mengalmai dehidrasi vaskuler, interstitial

atau intra vaskuler (Lynda Jual Carpenito, 2000 : 139).

2. Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang

keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk (Sri Ayu

Ambarwati, 2003).

3. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan cairan yang disertai

dengan output yang melebihi intaks sehingga jumlah air dalam tubuh

berkurang (Drs. Syaifuddin, 1992 : 3).

4. Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotik yang disertai kehilangan

antrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A. Price, 1994 :

303)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bawha dehidrasi

adalah kekurangan cairan ekstra selular yang mengakibatkan berpindahnya

cairan atau hilang dari tubuh.

Klasifikasi dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis :

a. Dehidrasi Isotonik

Dehidrasi isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit

sehingga kepekatannya tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya

tidak mengakibatkan cairan ECF berpindah ke ICF.

b. Dehidrasi Hipotonik

Dehidrasi hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi

kehilangan cairan, sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat.

Tekanan osmotik ECF menurun mengakibatkan cairan bergerak dari EFC

ke ICF. Volume vaskuler juga menurun serta terjadi pembengkakan sel.

c. Dehidrasi Hipertonik

Dehidrasi hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi pelarut pada

dehidrasi ini non osmotik ECF menurun, mengakibatkan cairan bergerak

dari ICF ke ECF.

B. Etiologi

Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe / jenis-jenis

dehidrasi (Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).

1. Dehidrasi

a. Perdarahan

b. Muntah

c. Diare

d. Hipersalivasi

e. Fistula

f. Ileustomy (pemotongan usus)

g. Diaporesis (keringat berlebihan)

h. Luka bakar

i. Puasa

j. Terapi hipotonik

k. Suction gastrointestinal (cuci lambung)

2. Dehidrasi hipotonik

a. Penyakit DM

b. Rehidrasi cairan berlebih

c. Mal nutrisi berat dan kronis

3. Dehidrasi hipertonik

a. Hiperventilasi

b. Diare air

c. Diabetes Insipedus hormon ADH menurun

d. Rehidrasi cairan berlebihan

e. Disfagia

f. Gangguan rasa haus

g. Gangguan kesadaran

h. Infeksi sistemik : suhu tubuh meningkat.

C. Patofisiologi

Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada

berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan

kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab tersering

kekurangan volume cairan yang juda sering terjadi adalah tersimpannya cairan

pada cidera jaringan luna, luka bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran

cerna. Terkumpulnya cairan di adlam ruang non ECF dan non ECF. Pada

prinsipnya cairan menjadi terperangkapdan tidak dapat dipakai oleh tubuh.

Penumpulkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti

beradal dari volume ECF sehingga dapta mengurangi volume sirkulasi darah

efektif.

Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang terdiri

dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada lingkungan

yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam. Sehingga dapat

menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak mencukupi. Jumlah

besar cairan dapat hilang melalui kulit karna penguapan jika luka bakar

dirawat dengan metode terbuka.

Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal terjadi

pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang berlebihan,

terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat seperti furosemid. Diuresis

osmotik obligatorik juga sering menyebabkan kehilangan Na dan air yang

terjadi selama glikosuria pada DM yang tidak terkontrol atau koma

hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian makanan tinggi protein

secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang

bisa bertindak sebagai agen osmotik.

Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya volume

ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vene ke jantung

sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena tekanan arteri rata-

rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan curah jantung

mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah dideteksi oleh

baroreseptor pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan ke pusat vasomotor

di batang otak, yang kemudian menginduksi respon simpatis. Respon berupa

vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung bertujuan

untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jarignan yang normal.

Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-angiotensin-

aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik dan aldosteron

meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal.

Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml) maka vasokontriksi

dan vasokonstriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang meningkat.

Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan

kulit, sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan.

D. Manifestasi Klinis

Berikut ini gejala atau tanda dehidrasi berdasarkan tingkatannya

(Nelson, 2000) :

1. Dehidrasi ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB semula)

a. Haus, gelisah

b. Denyut nadi 90-110 x/menit, nafas normal

c. Turgor kulit normal

d. Pengeluaran urine (1300 ml/hari)

e. Kesadaran baik

f. Denyut jantung meningkat

2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5% dari BB semula)

a. Haus meningkat

b. Nadi cepat dan lemah

c. Turgor kulit kering, membran mukosa kering

d. Pengeluaran urien berkurang

e. Suhu tubuh meningkat

3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan 8% dari BB semula)

a. Penurunan kesadaran

b. Lemah, lesu

c. Takikardi

d. Mata cekung

e. Pengeluaran urine tidak ada

f. Hipotensi

g. Nadi cepat dan halus

h. Ekstremitas dingin

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita dehidrasi (Doenges & Sylvia Anderson):

1. Obat-obatan Antiemetik

Untuk mengatasi muntah

2. Obat-obatan anti diare

Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare

serta dapat diberikan oralit.

3. Pemberian air minum

Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk

mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.

4. Pemberian cairan intravena

Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan

intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih

untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan

menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi,

separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan

air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa

metabolisme.

5. Pemberian bolus cairan IV

Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk

mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan

fungsi ginjal normal.

F. Pengkajian Fokus

1. Demografi

Jenis kelamin : dehidrasi rentan terjadi pada wanita dari pada pria.

Umur : sering terjadi pada usia di atas 65 tahun.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat penyakit dahulu

1) Fistula

2) Ileustomy

3) Suction gastrointestinal

4) DM

5) Diabetes insipedus

6) Perdarahan

b. Pemeliharaan kesehatan

1) Diet rendah garam

2) Pemasukan cairan kurang terpenuhi

c. Pola cairan

Gejala : haus berkurang, cairan kurang

Tanda : BB menurun melebihi 2-8% dari BB semula, membran

mukosa mulut kering, lidah kotor.

d. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran : apatis-coma

2) Tekanan darah menurun

- Nadi meningkat

- Pernafasan cepat dan dalam

- Suhu meningkat pada waktu awal

3) BB meningkat

4) Turgor menurun

5) Membran mukosa mulut kering

6) CVP menurun

e. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

1) Urine

a) Osmolalilas kemih > 450 m osmol / kg

b) Natrium urine < 10 meg / L (penyebab di luar ginjal)

c) Natirum urine > 10 meg / L (penyebab pada ginjal / adrenal)

d) OJ urine meningkat

e) Jumlah urine menurun (30-50 cc / jam)

2) Darah

a) Ht meningkat

b) Kadar protein serum meningkat

c) Na+ seruim normal

d) Rasio buru / kreatin serum > 20 : 1 (N = 10 : 1)

e) Glukosa serum : normal / meningkat

f) Hb menurun.

G. Pathway

Gangguan obsorbsi usus

Muntah diare

Osmolaritas cairan ekstrasel

Trauma

Perdarahan

Cairan dari vaskuler

Luka bakar demam diaporesis >>

DM

Hiperglikemi

Hiperosmolaritas

Diuresis osmotik

Output >>

DEHIDRASI

Regulasi cairan tidak seimbang

Defisit volume cairan

Cairan interstital

Aliran darah

Sirkulasi perifer

Turgor

Membran mukosa kering

Resiko gangguan integritas kulit

Komposisi darah

HB

Intoleransi aktivitas

Anemia

Kelemahan

Sirkulasi darah ke jantung

Tahananan vascular sistemik c

Resiko COP

Komponen darah

HB

Anemia kolaborasi c

Intoleransi aktifitas c

Penggunaan diuretik >>

Gangguan pencernaan (disfagia ) puasa

Gangguan homonal ADH

Aldosteran

Poliuri

Intake

H. Konsep Keperawatan

1. Diangosa Keperawatan

a. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

intake yang kurang.

b. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

aliran darah.

c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit

menurun.

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

e. Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan tahanan

vaskuler sistemik.

2. Fokus Intervensi dan Rasional

a. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

intake yang kurang (Doenges, 1999)

Tujuan : Volume cairan adekuat sehingga kekurangan volume cairan

dapat teratasi.

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan keseimbangan cairan

2) Tanda vital (N = 80 – 100 x/menit, S = 36-37oC

3) Capillary refill < 3 detik

4) Akral hangat

5) Urine output 1-2 cc/kg BB/jam

Intervensi :

1) Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa,

turgor

Rasional : Indikator keadekuatan volume sirkulasi, hipotensi data

terjadi dengan resiko cedera setelah perubahan posisi.

2) Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan

akurat.

Rasional : Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali

mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk

masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan

elektrolit.

3) Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan

jaksatif / diuratik

Rasional : Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat

muntah dan / atau penggunaan laksatif / deuratik

mencegah kehilangan lebih lanjut.

4) Identifikasi rencana untuk meningkatkan / mempertahankan

keseimbangan cairan optimal. Misal : jadwal masukan cairan.

Rasional : Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki

ketidakseimbangan.

5) Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal

Rasional : Perpindahan cairan / elektrolit, penurunan fungsi ginjal

dapat meluas mempengaruhi penyembuhan.

6) Berikan / awasi pemberian cairan IV

Rasional : Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidak-

seimbangan cairan.

7) Tambahan kalium, oral atau N sesuai indikasi

Rasional : Dapat mencegah disritmia jantung.

b. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah.

Tujuan : Mempertahankan / memperbaiki perfusi jaringan.

Kriteria hasil :

1) Tanda-tanda vital stabil TD = 120/80, Nadi = 80-100 h, kulit tidak

pucat.

2) Kulit hangat

3) Nadi perifer teraba

4) Keluaran urine adekuat 0,5 – 1,5 cc / kg / BB

5) CRT < 2 detik.

6) Kesadaran composmentis

7) Tidak ada nyeri dada

Intervensi :

1) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing.

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan

perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.

2) Selidiki keluhan nyeri dada, catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa

yang menghilangkan nyeri.

Rasional : Dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan

dengan penurunan perfusi.

3) Auskultasi nadi apikal, awasi kecepatan jantung / irama.

Rasional : Perubahan disritmia dan iskemi dapat terjadi sebagai

akiabt hipotensi, hipoksia, ketiseimbangan elektrolit

atau pendinginan dekat area jantung bila lavase air

dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan.

4) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler

lambat dan nadi perifer lemah lemah.

Rasional : Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap

penurunan volume sirkulasi dan / atau terjadi sebagai

efek samping pemberian vasopresin.

5) Catat haluran urine dan BJ

Rasional : Penurunan perfusi ginjal dimanifestasikan sistemik

dapat menyebabkan iskemia/gagal dengan penurunan

keluaran urine.

6) Observasi kulit pucat, kemerahan, pijat dengan minyak, ubah

posisi dengan sering.

Rasional : Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko

kerusakan kulit.

7) Awasi nadi oksimetri

Rasional : Mengindentifikasi hipoksemia, kefektifan / kebutuhan

untuk terapi.

8) Berikan cairan IV sesuai indikasi

Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.

Penggunaan RL di kontraindikasikan pada adanya gagal

hati karena metabolisme laktat terganggu.

c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit

menurun.

Tujuan : Mengindentifikasi dan mempertahankan kulit halus, kenyal,

utuh.

Kriteria hasil :

1) Turgor kulit baik, kulit utuh, tidak ada lecet, tidak ada kemerahan.

Intervensi :

1) Observasi kemerahan, pucat.

Rasional : Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan

memerlukan pengobatan lebih intensif.

2) Dorong mandi tiap 2 hari 1 x

Rasional : Sering mandi membuat kulit kering.

3) Gunakan krim kulit 2 x sehari

Rasional : Melicinkan sirkulasi pada kulit, meningkatkan tonus

kulit.

4) Diskusikan pentingnya perubahan posisi, perlu untuk

mempertahankan aktifitas.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan

mencegah tekanan lama pada jaringa.

5) Tekankan pentingnya masukan nutrisi / cairan adekuat.

Rasional : Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi

klien.

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Pasien diharapkan mampu meningkatkan toleransi aktifitas.

Kriteria hasil :

1) Peningkatan kekuatan otot berhubungan dengan tidak diaporesis.

Intervensi :

1) Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan tenang.

Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenganan, menyediakan

energi yang digunakan untuk penyembuhan.

2) Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai indikasi

Rasional : Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa

gangguan.

3) Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan

rentang gerak sendi pasif / aktif.

Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.

4) Periksa tanda vital sebelum dan segera aktifitas khususnya

penggunaan diuren.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktifitas.

5) Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap

aktifitas atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.

Rasional : Palpitasi nadi tak teratur dapat mengindikasikan

kebutuhan perubahan program olah raga atau obat.

e. Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan vaskuler

sistemik.

Tujuan : Mempertahankan curah jantung.

Kriteria hasil :

1) Tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada perubahan EKG.

Intervensi :

1) Auskultasi bunyi jantung dan paru

Rasional : Takipnea, frekuensi jantugn tak teratur menunjukkan

GGK.

2) Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, suhu.

Rasional : Hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan

tekanan nadi, penurunan nadi perifer, pucat,

penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade,

yang merupakan kedaruratan medik.

3) Kaji tingkat aktifitas, respon terhadap aktifitas

Rasional : Kelelahan dapat menyertai anemia.

4) Awasi pemeriksaan lab, contoh : eletkrolit (kalium, natrium,

kalsium, magnesium).

Rasional : Ketidakseimbagnan dapat mengganggu kondisi

elektrikal dan fx jantung.

5) Catat warna kulit dan kualitas nadi

Rasional : Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung menurun

membuat kulit pucat dan menurunnya kekuatan nadi

perifer.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dehidrasi dapat menyerang siapa saja dari anak kecil hingga orang tua dan

yang paling sering terkena adalah anak-anak dan orang tua.

2. Dehidrasi lebih mudah menyerang perempuan dibandingkan laki-laki

karena tubuh perempuan lebih banyak lemak dari pada laki-laki.

3. Dehidrasi bisa pula berujung pada penurunan kesadaran hingga meninggal

dunia.

B. Saran

1. Pantau masukan dan haluran cairan.

2. Anjurkan minum 15 menit sekali pada seseorang yang bersiko mengalami

dehidrasi.

3. Agar dehidrasi tidak berujung pada kematian maka perawat harus

mengukur balance cairan, agar output tidak melebihi input. Kaji tingkat

kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Sri Ayu. 2001. http://www.kompas.com/kesadaran/0307/14/103451

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. jakarta : EGC.

Ignatavicus, Donna D. Bayne, Marylin Varner. 1991. Medical Surgical Nursing, WB Saunders Company Inc.

Prince, Sylive A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzzone, C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : Salemba Merdeka.