sarafambarawa.files.wordpress.com file · web viewlaporan kasus. diajukan untuk memenuhi syarat...
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf
“LOW BACK PAIN”
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc
Disusun Oleh:
Kartika ayu M H2A010028P
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN
ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2017
1
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 69 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jambon 1/1 Kebondowo Banyubiru
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Status : Sudah menikah
No CM : 099xxx-20xx
Tanggal Masuk RS : 27 Juli 2017 pukul 07.45 pasien rawat inap Bangsal
Dahlia
Tanggal keluar RS : 2 Agustus 2017
B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada 27 Juli 2017, jam 14.30
WIB di Bangsal Dahlia.
C. Keluhan Utama :
Nyeri pinggang yang menjalar sampai kaki
D. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki berusia 69 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa pukul
8.10 WIB dengan keluhan nyeri punggung selama 2 minggu SMRS. Menurut
keluarga pasien, pasien sudah mengalami nyeri pinnggang selama 2 minggu.
Pasien mengatakan 1 minggu SMRS pasien sudah berobat di mantri dan di beri
obat yaitu obat oral dan injeksi. Namun bila obat injeksinya tidak di berikan
pasien masih merasa kesakitan. 1 hari SMRS pasien sempat berobat di klinik
saraf RSUD Ambarwa. Pada keesokan harinya pasien merasa semakin nyeri
oleh anak pasien di bawa ke IGD RSUD Ambarawa. Nyeri yang dirasakan
pasien semperti di tusuk-tusuk, menjalar sampai kaki dan kepala sebelah kanan
terasa nyeri. Mual dan muntah di sangkal oleh pasien. Pasien juga pernah
2
merasakan nyeri pinggang 10 tahun yang lalu. Nyeri yang di rasakan juga
menjalar sampai kaki.
Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : diakui (10 tahun yang lalu)
2. Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
3. Riwayat kejang : disangkal
4. Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat kencing manis : disangkal
6. Riwayat alergi : disangkal
7. Riwayat batuk lama : diakui ( 21 Tahun yang lalu)
8. Riwayat nyeri kepala : disangkal
9. Riwayat asam urat : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga:
1. Riwayat Hipertensi : disangkal
2. Riwayat DM : disangkal
3. Riwayat batuk lama : disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : disangkal
F. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi :
Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman keras. Pasien seorang
petani
G. Anamnesis Sistem :
1. Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (+), pingsan (-), kelemahan anggota
gerak (-), kesemutan/baal (-)
2. Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),
nyeri dada (-)
3. Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-)
4. Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), Diare (-)
5. Sistem Muskuloskeletal: Kelemahan anggota gerak kanan (-)
6. Sistem Integumen : Hematom (+)
7. Sistem Urogenital : BAK normal, tidak ada keluhan
H. RESUME ANAMNESIS
3
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis. Pasien
Laki-laki 69 tahun datang ke IGD RSUD Ambarwa dengan keluhan nyeri
pinggang hingga menjalar ke kaki, nyeri kepala sebelah kanan.
DISKUSI I
Dari hasil alloanamnesa, didapatkan seorang pasien perempuan usia 52
tahun mengalami hilang kesadaran saat kejadian kecelakaan pada cedera
kepala saat itu pada pasien kemungkinan merupakan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Beberapa hal dapat membuat tekanan intrakranial menjadi
meningkat, diantaranya tumor serebri, infark yang luas, trauma, perdarahan
ataupun abses. Pada pasien ini keluhan ini dapat disebabkan akibat terjadi
benturan pada kepala pasien yang terjadi saat kecelakaan yang kemungkinan
menyebabkan trauma atau perdarahan.
Setelah sadar pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala yang ia rasakan
hilang timbul setelah pasien mengalami kecelakaan. Jika ditinjau dari riwayat
pasien, kemungkinan keluhan yang dialami pasien merupakan gejala sekuele
dari trauma kepala yang dialami pasien saat kecelakaan. Hal ini dapat terjadi
akibat benturan yang kuat pada saat trauma sehingga terjadi mekanisme trauma
dan reaksi inflamasi pada bagian kepala yang terbentur.
Saat kejadian kecelakaan pasien sempat tidak sadarkan diri tetapi tidak
mengetahui berapa lama, namun saat sadar pasien tidak dapat mengingat
kembali kejadian kecelakaan. Hal ini menandakan bahwa pada pasien
ditemukan adanya tanda-tanda amnesia, sehingga pada pasien dapat
digolongkan ke cedera kepala sedang.
1. CEDERA KEPALA
a. Definisi
Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang
secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
4
selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.1 Menurut Brain Injury
Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
b. Anatomi
1) Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:2
a) Skin atau kulit
b) Connective Tissue atau jaringan penyambung
c) Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang
berhubungan langsung dengan tengkorak
d) Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e) Perikarnium
Gambar 1. Lapisan kulit kepala
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan
banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita
dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan
waktu lama untuk mengeluarkannya.2
5
2) Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis
kranii, di regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur
sehingga cedera pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu
anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fosa media tempat lobus temporalis dan fosa posterior
adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum.1,2
Gambar 2. Tulang tengkorak
3) Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri
dari tiga lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater
adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang
melekat erat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium.
Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid),
terdapat ruang subdural.2,3
Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara
6
duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua
dan tembus pandang. Lapisan yang ketiga adalah piamater yang
melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal
bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam ruang sub
araknoid.2,3
Gambar 3. Lapisan meningens
4) Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
falks serebri(lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis
superior). Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering
disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung
pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).
Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan
fungsi sensorik. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam
penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula
7
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada
medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus
memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan
terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis
batang otak dan kedua hemisfer serebri.2
Gambar 4. Bagian-bagian otak manusia
5) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus
dengan kecepatan produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus
terletak di ventrikel lateralis baik kanan maupun kiri, mengalir
melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga. Selanjutnya melalui
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat, selanjutnya
keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang
berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan
diserap ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang
terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio araknoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial
8
(hidrosefalus komunikans)2,4
6) Tentorium
Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi
supratentorial dan infratentorial. Mesensefalon menghubungkan
hemisfer serebri dengan batang otak berjalan melalui celah lebar
tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus
oculomotorius (N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini
dapat tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan
oleh adanya massa supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang
sering terjadi herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial
lobus temporalis yang disebut girus unkus. Herniasi Unkus
menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada
otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia
kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi,
umumnya perdarahan intrakranial tedapat pada sisi yang sama
dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu.2
c. Fisiologi
1) Tekanan Intrakranial
Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat
mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan
mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap
kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial yang tinggi dapat
menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan
tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi, kenaikan
tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya
masalah serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah
utamanya. TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136
mmH2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal
dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat.
Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk
prognosisnya.2
9
2) Doktrin Monro-Kellie
Merupakan suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan
pengertian dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume
intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya
merupakan rongga yang tidak mungkin mekar. TIK yang normal
tidak berarti tidak adanya lesi masa intrakranial, karena TIK
umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita
mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva
tekanan-volume. Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan
kedudukan pada garis datar kurva berapa banyak volume lesi
masanya.2,5
Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa yang ekspansi. 5
3) Aliran Darah Otak (ADO)
ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan
otak per menit. Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit
maka aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit
sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap.
Pada penderita non-trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan
ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-rata 50-
160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO
10
menurun curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg
terjadi dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat.
Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita
cedera kepala. Akibatnya, penderita-penderita tersebut sangat rentan
terhadap cedera otak sekunder karena iskemia sebagai akibat
hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja
dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat
berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi.
Karenanya bila terdapat hematoma intra cranial, haruslah
dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap
harus dipertahankan.2,4
d. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Sedangkan yang sampai di
rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR),
10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah
cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28%
lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan,
kegiatan olahraga dan rekreasi.2
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah
satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita
rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan
sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50%
akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang
meninggal.2
11
e. Klasifikasi
1) Mekanisme Cedera Kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera
kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya
penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.5
2) Beratnya Cedera
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Cedera kepala adalah
trauma mekanik terhadap kepala secara langsung. Klasifikasi cedera
kepala berdasarkan GCS, sebagai berikut :
a) Cedera Kepala Ringan (GCS: 14-15)
b) Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-13)
c) Cedera Kepala Berat (GCS ≤ 8) (Greenberg, 2001)
Menurut Perdossi (2006) cedera kepala diklasifikasikan
menjadi :6
Ringan (Simpel Head Injury)
a. Tidak ada penurunan kesadaranb. Tidak ada amnesia post traumac. Tidak ada defisit neurologid. GCS = 15
Sedang (Mild Head Injury) a. Hilang kesadaran < 10 menitb. Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio, dan
hematom.c. Amnesia post trauma < 1 jamd. GCS = 13 – 15
Berat (Moderate Head Injury)
a. Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam
b. Terdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal CT Scan
c. Dapat disertai fraktur tengkorakd. Amnesia post trauma 1 – 24 jam.e. GCS = 9-12
Tabel 1. Derajat cedera kepala
12
3) Morfologi Cedera
Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:
a) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula
terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak membutuhkan
pemeriksaan CT scan untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :7
i. Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
ii. Ekimosis retro aurikuler (Battle`s sign)
iii. Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea)
iv. Parese nervus facialis ( N VII )
b) Fraktur Basis Kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi
pada dasar tulang tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan
robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak.
Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada
kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4%
pasien yang mengalami trauma kepala berat. Terdapat tanda-tanda
yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan
serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye
(penumpukan darah pada orbital mata) (Fraktur basis kranii fossa
anterior), atau ottorhea dan battle’s sign (fraktur kranii fossa
media). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga
menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis
kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior.7
13
c) Lesi Intrakranial
i. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.
Umumnya terjadi pada regio temporal atau temporopariental
akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media,
robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria
diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur
tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya
suatu lucid interval (fase sadar diantara dua fase tidak sadar
karena bertambahnya volume darah). Keadaan ini disusul oleh
gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologis
unilateral yang diikuti oleh timbulnya gejala neurologi yang
secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil
edema dan gejala herniasi transcentorial.7
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan
berasal dari sinus lateral, jika terjadi di oksiput akan
menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah,
ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Berdasarkan foto
rontgen didapatkan garis fraktur yang jalannya melintang
dengan jalan arteri meningea media atau salah satu
cabangnya.7
14
Gambar 5. Perdarahan intrakranial
ii. Perdarahan Subdural
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan,sinus
venosus duramater atau robeknya arachnoidea. Perdarahan
terletak diantara duramater dan
arachnoidea. Subdural Hemorrage (SDH) ada yang akut dan
kronik. Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan
muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan
jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan
kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens
berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut
higroma (hidroma) subdural. Perdarahan subdural terbagi atas
3 bagian yaitu :7
(a)Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan
kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan
kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral
pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan
cedera otak besar dan cedera batang otak. Perdarahan
subdural akut memberi gejala dalam 24 jam.7
(b)Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 25 – 65 jami
setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri
yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.7
(c)Perdarahan subdural kronik
Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil
15
memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian
menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-
pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang
lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.7
iii. Perdarahan Subarachnoid
Terjadi pada ruang subarachnoid (piameter dan
arachnoid). Etiologi yang paling sering menyebabkan
perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu
arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa
(MAV). Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh trauma yang
merusak pembuluh darah. Perdarahan subarachnoid juga sering
terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan
malformasi arteri-vena. Gejala yang ditimbulkan antara lain
nyeri kepala yang hebat dan mendadak, hilangnya kesadaran,
fotofobia, meningismus, mual, dan muntah. Pemeriksaan CT
scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang rendah. Oleh
karena itu seringkali dilakukan CT angiografi untuk mengecek
perdarahan subarachnoid.7
Komplikasi yang paling sering pada perdarahan
subarachnoid adalah vasospasme dan perdarahan ulang. Tanda
dan gejala vasospasme dapat berupa status mental, deficit
neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia
serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal
tunggal dan lesi multiple luas.7
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk
mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan
perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati
dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine
16
(hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi).
Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg untuk
semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan,
tekanan darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160
mmHg dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah
sistolik akan meningkat sampai 1200-220 mmHg.Selain
vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan
epilepsi.7
d) Perdarahan Intraserebral dan Kontusio
Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap
arteri atau vena yang ada di bagian parenkim otak. Region frontal
dan temporal merupakan daerah yang paling sering terkena
namun selain itu dapat pula terjadi di lobus parietalis maupun
pada serebelum. Kontusio intraserebral yangdapat terjadi karena
trauma melalui jejas coup atau countercoup. Jika kepala bergerak
saat terjadi jejas, kemungkinan kontusio terjadi disisi yang jauh
dari tempat terjadinya jejas (countercoup). Apabila dua pertiga
lesi adalah darah, jejas terseebut disebut perdarahan. Gejala klinis
pada perdarahan intraserebral, yaitu adanya penurunan kesadaran,
defisit neurologis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi
tubuh), papill edema (pembengkakan mata). Pada hasil CT scan
didapatkan hasil CT scan yang abnormal dan pada pemeriksaan
penunjang cariran serebrospinal didapatkan cairan yang berdarah.
Penatalaksanaan sedikit kompleks karena mempertimbangkan
region serta luas dari perdarahan yang sering terjadi :
i. Perdarahan <15cm ditatalaksana secara konservatif bila
tidak ada herniasi.
17
ii. Perdarahan >15cm pada region frontal posterior/inferior dan
temporal memerlukan pembedahan.
iii. Perdarahan pada batang otak, ganglia basal atau thalamus
ditatalaksana secara konservatif.
e) Komosio Serebri
Komosio serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara
yang disebabkan oleh trauma kapitis tanpa menunjukkan kelainan
mikroskopis jaringan otak. Benturan pada kepala menimbulkan
gelombang tekanan di dalam rongga tengkorak yang kemudian
disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah bawah
canalis spinalis dengan demikian batang otak teregang dan
menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible terhadap
sistem ARAS.
Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih
menderita daripada fungsi hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi
oleh karena tauma tidak langsung yaitu jatuh terduduk sehingga
energi linier pada kolumna vertebralis diteruskan ke atas sehingga
juga meregangkan batang otak. Akibat daripada proses patologi di
atas maka terjadi gangguan kesadaran (tidak sadar kurang dari 20
menit) bisa diikuti sedikit penurunan tekanan darah, pols dan suhu
tubuh. Muntah dapat juga terjadi bila pusat muntah dan
keseimbangan di medula oblongata terangsang. Gejala : –
pening/nyeri kepala – tidak sadar/pingsan kurang dari 20 menit –
amnesia retrograde : hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa
lama sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai
beberapa hari). Hal ini menunjukkan keterlibatan/gangguan pusat-
pusat di korteks lobus temporalis. – Post trumatic amnesia :
(anterograde amnesia) lupa peristiwa beberapa saat sesudah
trauma.
18
Derajat keparahan trauma yang dialaminya mempunyai
korelasi dengan lamanya waktu daripada retrograde amnesia, post
traumatic amnesia dan masa-masa confusionnya. Amnesia ringan
disebabkan oleh lesi di hipokampus, akan tetapi jika amnesianya
berat dan menetap maka lesi bisa meluas dari sirkuit hipokampus
ke garis tengah diensefalon dan kemudian ke korteks singulate
untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya ke arah
garis tengah talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal.
Amnesi retrograde dan anterograde terjadi secara bersamaan pada
sebagian besar pasien (pada kontusio serebri 76 % dan komosio
serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering terjadi daripada
amnesia retrograde. Amnesia retrograde lebih cepat pulih
dibandingkan dengan amnesia anterograde.
Gejala tambahan : bradikardi dan tekanan darah naik
sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo. (vertigo dirasakan berat
bila disertai komosio labirin). Bila terjadi keterlibatan komosio
medullae akan terasa ada transient parestesia ke empat
ekstremitas. Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma
kapitis), adalah nyeri kepala, nausea, dizziness, sensitif terhadap
cahaya dan suara, iritability, kesukaran konsentrasi pikiran, dan
gangguan memori. Sesudah beberapa hari atau beberapa minggu ;
bisa di dapat gangguan fungsi kognitif (konsentrasi, memori),
lamban, sering capek-capek, depresi, iritability. Jika benturan
mengenai daerah temporal nampak gangguan kognitif dan tingkah
laku lebih menonjol. Prosedur Diagnostik : 1. X foto tengkorak 2.
LP, jernih, tidak ada kelaina 3. EEG normal Terapi untuk
komosio serebri yaitu : istirahat, pengobatan simptomatis dan
mobilisasi bertahap. Setiap penderita komosio serebri harus
dirawat dan diobservasi selama minimal 72 jam. Awasi
kesadarannya, pupil dan gejala neurologik fokal, untuk
19
mengantisipasi adanya lusid interval hematom
f) Kontusio cerebri
Lesi kontusio adalah suatu lesi yang bisa berupa perdarahan
pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil,
tanpa adanya kerusakan duramater. Lesi kontusio bisa terjadi
tanpa adanya dampak yang berat, yang penting untuk terjadinya
lesi kontusio ialah adanya akselerasi kepala, yang seketika itu
juga menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula
hiperekstensi kepala. Karena itu otak membentang batang otak
terlampau kuat, sehingga menimbulkan blokade reversibel
terhadap lintasan asendens retikularis difus.
Pada kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-
perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan
yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan
atau terputus. Pada trauma yang membentur dahi kontusio terjadi
di daerah otak yang mengalami benturan.Pada benturan di daerah
parietal, temporalis dan oksipital selain di tempat benturan dapat
pula terjadi kontusio pada sisi yang bertentangan pada jalan
garis benturan.Lesi kedua ini disebut lesi kontra benturan (lesi
kontusio “contrecoup”). Perdarahan mungkin pula terjadi
disepanjang garis gaya benturan ini, dan pada permukaan bagian
otak yang menggeser karena gerakan akibat benturan.
d. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan
cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
20
oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan countrecoup.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut
countrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan
densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
dari benturan (countrecoup).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai
proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron
berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimiawi.
e. Komplikasi
Gambar 2. Mekanisme cidera kepala tertutup
21
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala addalah;
1. Edema pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema
paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat
sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun
bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu
darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus.
Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan
menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut. 24
2. Peningkatan TIK Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika
peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan
diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut
sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius
dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung
serta kematian.
3. Kejang Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama
fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan
kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau
jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.
Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah
22
satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian
obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan
diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada
system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan
irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa
anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian
petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga
CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah 25 hidung atau telinga.
Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
5. Infeksi.
I. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Diagnosis Klinis : Nyeri kepala, amnesia post trauma
2. Diagnosis Topis : Intraserebral
3. Diagnosis Etiologi : Cedera Kepala Sedang
J. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 7 Juli 2017, jam 14.00 WIB di
Bangsal Wijaya Kusuma.
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Status Gizi : Cukup
Vital sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,80 C secara aksiler
Status Internus
23
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+), reflek kornea (+/+) ptosis (-)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah
(-), lidah deviasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :
Cor :
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Depan Belakang
24
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-), warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Hepar & lien tak teraba
Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
Bawah : Oedem (-/-), CRT (< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : Tidak ada
Cara berjalan : Normal
Pemeriksaan Saraf Kranial
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Baik Baik
N. II. Optikus Daya penglihatan Baik Baik
Pengenalan warna Sdn Sdn
Lapang pandang Sdn Sdn
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Baik Baik
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya + +
25
konsensual
N. IV. Troklearis Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh Baik Baik
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus Menggigit Sdn Sdn
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka + +
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis Kedipan mata Baik Baik
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata N N
Meringis Sdn Sdn
Menggembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 ant Sdn Sdn
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik + +
Mendengar bunyi arloji TD TD
Tes Rinne TD TD
Tes Schwabach TD TD
Tes Weber TD TD
N. IX.
Glosofaringeus
Arkus faring TD TD
Daya kecap lidah 1/3 post Sdn
Refleks muntah TD
Sengau -
Tersedak -
N. X. Vagus Denyut nadi 81 x/menit
26
Arkus faring TD
Bersuara TD
Menelan Normal
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +
Sikap bahu normal Normal
Mengangkat bahu + +
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII.
Hipoglossus
Sikap lidah Asimetris
Artikulasi Sdn
Fasikulasi lidah +
Menjulurkan lidah +
Trofi otot lidah Eutrofi
Pemeriksaan Motorik
G
B B
K
5 5
Tn
N N
Tr
Eu Eu
B B 5 5 N N Eu Eu
RF + + RP – – Cl -
Reflek patologis : (-)
Pemeriksaan Sensibilitas : sulit dinilai
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:
Miksi : BAK normal, inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-)
Defekasi : BAB normal, diare berlendir (-), inkontinentia alvi (-), retensio
alvi (-)
Koordinasi dan keseimbangan
Cara berjalan : Normal
Tes Romberg : Normal
27
Tes Fukuda : Normal
Tes telunjuk hidung : Normal
Tes telunjuk telunjuk : Normal
Disdiadokinesis : Normal
Dismetria : Normal
Rebound Phenomenon : Normal
Pemeriksaan Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : (-)
Brudzinsky I : (-) Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky II : (-) Brudzinsky IV: (-)
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah & Kimia klinik (6 Juli 2017)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 14.6 g/dl 13.2 – 17.3 g/dl
Leukosit 14.4 ribu 3.8 – 10.6 ribu
Eritrosit 4.69 juta 4.4 – 5.9 juta
Hematokrit 43.5 % 40 – 52
Trombosit 265 ribu 150 – 400 ribu
Kimia Klinik
Glukosa puasa 139 mg/dl H 82 – 115 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 183 mg/dl H <120 mg/dl
SGOT - U/L 0 – 50 U/L
SGPT - IU/L 0 – 50 IU/L
Ureum 24.9 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.78 mg/dl 0.62 – 1.1 mg/dl
Laju endap darah 45 mm/jam H 0 – 20 mm/jam
2. CT Scan (6 Juli 2017)
28
Hasil :
a. Tak tampak fraktur calvaria
b. Tak tampak lesi hipodens pada parenkim otak
c. Tak tampak lesi hiperdens pada intra-extraaxial
d. Tak tampak kalsifikasi patologis
e. Sulci corticalis dan fissure sylvii kanan kiri normal
f. Differensiasi white-grey matter jelas
g. Tak tampak midline shifting
h. Sistem ventrikel lateral kanan kiri, III dan IV normal
i. Sisterna perimesensefalic normal
j. Batang otak dan serebelum normal
k. Tak tampak kesuraman atau penebalan mukosa sinus paranasales
dan mastoid air cells.
Kesan :
a. Tak tampak perdarahan intracranial maupun fraktur os calvaria
b. Tak tampak brain swelling maupun tand apeningkatan tekanan
intracranial saat ini.
29
L. DIAGNOSIS AKHIR
1. Diagnosis Klinis : Nyeri kepala, amnesia post trauma (retroamnesia)
2. Diagnosis Topis : Intraserebral
3. Diagnosis Etiologi : Cedera Kepala Sedang
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E4 M6 V5 yang
menunjukkan bahwa pasien compos mentis. Tekanan darah pasien 120/80
mmHg. Nadi 78 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup, laju napas 20
x/menit, suhu 36,80C secara aksiler. Tidak didapatkan demam yang merupakan
tanda adanya infeksi. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan.
M. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. Injeksi Brainact 2×500
b. Injeksi Teranol 2x30
c. Injeksi Piracetam 2×3 g
d. Injeksi Raitidin 2×1
e. Injeksi Ceftriaxone 2x1
f. Injeksi Kalmeco 2×1
g. Injeksi Lameson 4×125 (tap off)
h. Injeksi Ondansentron 3x1
i. Per Oral Unalium 2x5
2. Non Farmakologi
a. Rawat Inap
b. Bedrest
N. PROGNOSIS
1. Death : dubia ad bonam
2. Disease : dubia ad bonam
3. Disability : dubia ad bonam
30
4. Discomfort : dubia ad bonam
5. Dissatisfaction: dubia ad bonam
6. Distitution : dubia ad bonam
Diskusi III
1. Brainact
Mengandung citicolin. Prekursor phospholipid, menghambat deposisi beta
amiloid di otak, membentuk acetylcholine, meningkatkan neurotransmiter
norepinephrine, dopamine, & serotonin, menghambat aktivitas fosfolipase
& sfingomielinase memberikan efek neuroproteksi. Bioavailabilitas hampir
90% (per oral), citicoline eksogen akan dihidrolisis di dalam usus halus, dan
siap diserap dalam bentuk choline & cyctidine dan kembali dibentuk
menjadi citicoline. Choline akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh,
termasuk sel-sel otak (0,5%) & IV (2%).
2. Teranol
Mengandung ketorolac tromethamine diindikasikan sebagai analgetik
jangka pendek untuk nyeri akut sedang sampai berat setelah proses
pembedahan. Ketorolac tromethamine seharusnya digunakan tidak lebih
dari 5 hari. Ketorolac tromethamine segera diberikan secara injeksi setelah
periode pembedahan.
3. Piracetam
Meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat
kinase(AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah
ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran
cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport
elektron dimana energi ATP diproduksi di mitokondria. Piracetam juga
digunakan untuk perbaikan defisit neurologi khususnya kelemahan motorik
dan kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat
mengurangi severitas atau kemunculan post traumatik/concussion sindrom.
Piracetam mempengaruhi aktifitas otak melalui berbagai mekanisme antara
31
lain : Merangsang transmisi neuron di otak, Merangsang metabolimse otak,
Memperbaiki mikrovaskular tanpa efek vasodilatasi.
4. Ranitidin
Ranitidin adalah anatagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam
lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan
untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94
mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8jam .Ranitidine diabsorpsi 50%
setelah pemberian oral.Konsentrasi puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah
pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh
makanan dan antasida.Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral,
Ranitidine diekskresi melalui urin.
5. Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang
membunuh bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Ceftriaxone secara relatif mempunyai waktu paruh yang panjang dan
diberikan dengan injeksi dalam bentuk garam sodium. Ceftriaxone secara
cepat terdifusi kedalam cairan jaringan, diekskresikan dalam bentuk aktif
yang tidak berubah oleh ginjal (60%) dan hati (40%). Setelah pemakaian 1
g, konsentrasi aktif secara cepat terdapat dalam urin dan empedu dan hal ini
berlangsung lama, kira-kira 12-24 jam. Rata-rata waktu paruh eliminasi
plasma adlah 8 jam. Waktu paruh pada bayi dan anak-anak adalah 6,5 dan
12,5 jam pada pasien dengan umur lebih dari 70 tahun. Jika fungsi ginjal
terganggu, eliminasi biliari terhadap Ceftriaxone meningkat. Indikasi
cefriaxone adalah sepsis, meningitis, infeksi abdominal, infeksi tulang,
persendian, jaringan lunak, kulit, dan luka-luka, pencegah infeksi prabedah,
infeksi dengan pasien gangguan mekanisme daya tahan tubuh, infeksi ginjal
dan saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, infeksi kelamin.
6. Kalmeco
Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif
yang berperan dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif
dibandingkan dengan homolog vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal
32
kaitannya dengan metabolisme asam nukleat, protein dan lemak.
Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan metabolisme asam nukleat,
protein dan lemak.Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa
metionin. Mecobalamin terlibat dalam sintesis timidin pada deoksiuridin
dan mempercepat sintesis DNA dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan
mecobalamin mempercepat sintesis lesitin, suatu komponen utama dari
selubung mielin. Mecobalamin diperlukan untuk kerja normal sel saraf.
Bersama asam folat dan vitamin B6, mecobalamin bekerja menurunkan
kadar homosistein dalam darah. Homosistein adalah suatu senyawa dalam
darah yang diperkirakan berperan dalam penyakit jantung.
7. Lameson
Lameson mengandung 6α-methylprednisolone, obat ini untuk indikasi
seperti Kondisi alergi dan inflamasi, penyakit reumatik yang memberi
respon terhadap terapi kortikosteroid, penyakit kulit dan saluran napas,
penyakit endokrin, penyakit autoimun, gangguan hematologik, sindroma
nefrotik.
8. Ondansentron
Ondansetron merupakan obat anti muntah yang bekerja sebagai antagonis
selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara
menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga menekan terjadinya
refleks muntah. Biasanya diberikan sebagai pencegahan muntah pada pasien
post kemoterapi.
9. Unalium
Mengandung flunarizine (1 – [bis (4-fluorophenyl) metil] -4 – [(2 E)-3-
phenylprop-2-en-1-il] piperazine) yang ditemukan di Janssen
Pharmaceutica di 1967 adalah salah satu antagonis kalsium terbaru dengan
efek antimigrain. Flunarizine adalah penghambat selektif masuknya kalsium
dengan cara ikatan calmodulin dan aktivitas hambatan histamin H1.
Flunarizine dapat mencegah terjadinya kerusakan sel akibat overload
kalsium dengan menghalangi secara selektif masuknya kalsium ke dalam
jaringan sel. Flunarizine juga terbukti dapat menghambat kontraksi otot
33
polos pembuluh darah, melindungi kekakuan sel-sel darah merah serta
mampu melindungi sel-sel otak dari efek hipoksia
(kekurangan oksigen pada jaringan tubuh yang terjadi akibat pengaruh
perbedaan ketinggian).
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head Injury. (herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosa-dan.html)
2. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004.
3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC, 2003.
4. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 2004.
5. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000
6. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November2007. Pekanbaru
7. Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci: Universitas Pelita Harapan
8. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam: Neurosurgery 2ndedition. New York: McGraw Hill, 1996.
9. Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
35