wrap up skenario 3 muskuloskeletal (3)

29
Skenario 3 NYERI DIPANGGUL KARENA JATUH Seorang perempuan berumur 67 tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit karena nyeri pada daerah pinggul kanannya setelah jatuh dari kamar mandi sehari yang lalu. Pinggul kanan pasien terbentur lantai kamar mandi. Pasien tidak mampu berdiri karena rasa nyeri yang sangat pada pinggul kanannya tersebut. Tidak didapatkan pingsan, mual, maupun muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, merintih kesakitan, compos mentis. Tekanan darah 140/90mmHg, denyut nadi 104x/menit, frekuensi napas 24x/menit. Terdapat hematom pada sendi koksae kanan, posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan eksorotasi. Krepitasi tulang dan nyeri tekan ditemukan, begitu juga pemendekan ekstremitas. Gerakan terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur kolum femur tertutup. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.

Upload: ruuweelscribd

Post on 29-Nov-2015

151 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

Skenario 3

NYERI DIPANGGUL KARENA JATUH

Seorang perempuan berumur 67 tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit karena nyeri pada daerah pinggul kanannya setelah jatuh dari kamar mandi sehari yang lalu. Pinggul kanan pasien terbentur lantai kamar mandi. Pasien tidak mampu berdiri karena rasa nyeri yang sangat pada pinggul kanannya tersebut. Tidak didapatkan pingsan, mual, maupun muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, merintih kesakitan, compos mentis. Tekanan darah 140/90mmHg, denyut nadi 104x/menit, frekuensi napas 24x/menit. Terdapat hematom pada sendi koksae kanan, posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan eksorotasi. Krepitasi tulang dan nyeri tekan ditemukan, begitu juga pemendekan ekstremitas. Gerakan terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur kolum femur tertutup. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.

SASARAN BELAJAR

Page 2: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

1. Memahami dan menjelaskan Os. Femur dan Coxae1.1. Makroskopis1.2. Mkroskopis1.3. Kinesiology

2. Memahami dan menjelaskan Fraktur2.1. Definisi2.2. Klasifikasi2.3. Etiologi2.4. Patofisiologi2.5. Manifestasi klinis2.6. Pemeriksaan fisik2.7. Pemeriksaan penunjang2.8. Diagnosis2.9. Tata laksana2.10. Komplikasi2.11. Prognosis

3. Memahami dan menjelaskan Fraktur Femur3.1. Definisi3.2. Klasifikasi3.3. Patofisiologi3.4. Manifestasi klinis3.5. Prognosis

Page 3: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

1. Memahami dan menjelaskan Os. Femur dan Coxae1.1. Makroskopis

Tulang dibedakan menjadi 3 berdasarkan struktur makro, yakni: tulang panjang, tulang pendek dan tulang tipis. Tulang panjang seperti pada os. Femoris, tulang pendek seperti pada tulang karpal dan tarsal, sedangkan tulang tipis pada tulang kepala dan scapula.1.1.1. Os. Coxae

Page 4: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

1.1.2. Os. Femur

1.2. MikroskopisTulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat. Tulang

Page 5: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

panjang memiliki 2 struktur, yaitu tulang kompakta dan tulang spongiosa. Tulang kompakta merupakan tulang padat, yang terdiri atas serat kolagen yang tersimpan dalam lapisan – lapisan tipis yang disebut lamel. Sedangkan untuk tulang spongiosa terdiri atas daerah yang saling berhubungan dan tidak padat

Gambar. Pembagian daerah tulang

Tulang terdiri atas dua bagian yakni, diaphysis dan epiphysis. Diaphyisis lebih banyak disusun oleh tulang kompakta, sedangkan bagian epiphysis lebih banyak disusun oleh tulang spongiosa karena dapat melakukan pemanjangan (pertumbuhan).

Page 6: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

Gambar. Struktur Tulang

Gambar. Tulang Kompakta

Tulang kompakta memiliki lamellae yang tersusun dalam tiga gambaran umum yakni :

1. Lamelae sirkumfleksia sejajar terjadap permukan bebas periosteum dan endoosteum.2. System Havers (osteon) sejajar terhadap sumbuh sejajar tulang kompakta. Lapisan

lamellar 4-20 tersusun secara konsentris disekitar ruang vascular. 3. System intersisial adalah susunan tidak teratur dari lamel – lamel, secara garis besar

membentuk segitiga dan segiempat.

Pada tulang kompakta juga terdapat kanal Havers, kanal Volkman, lacuna dan kanalikuli.

Gambar. Tulang Spongiosa

Sel-sel pada tulang spongiosa adalah : a. Osteoblast : yang mensintesis dan menjadi perantara mineralisasi osteoid. Osteoblast ditemukan dalam satu lapisan pada permukaan jaringan tulang sebagai sel berbentuk

Osteoclast

Page 7: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

kuboid atau silindris pendek yang saling berhubungan melalui tonjolan-tonjolan pendek.

b. Osteosit : merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Mempunyai peranan penting dalam pembentukan matriks tulang dengan cara membantu pemberian nutrisi pada tulang.

c. Osteoklas : sel fagosit yang mempunyai kemampuan mengikis tulang dan merupakan bagian yang penting. Mampu memperbaiki tulang bersama osteoblast. Osteoklas ini berasal dari deretan sel monosit makrofag.

d. Sel osteoprogenitor : merupakan sel mesenchimal primitive yang menghasilkan osteoblast selama pertumbuhan tulang dan osteosit pada permukaan dalam jaringan tulang.

Tulang membentuk formasi endoskeleton yang kaku dan kuat dimana otot-otot skeletal menempel sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Tulang juga berperan dalam penyimpanan dan homeostasis kalsium. Kebanyakan tulang memiliki lapisan luar tulang kompak yang kaku dan padat. Tulang dan kartilago merupakan jaringan penyokong sebagai bagian dari jaringan pengikat tetapi keduanya memiliki perbedaan pokok antara lain :

a. Tulang memiliki system kanalikuler yang menembus seluruh substansi tulang.b. Tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi sel-sel tulang. c. Tulang hanya dapat tumbuh secara aposisi . d. Substansi interseluler tulang selalu mengalami pengapuran.

1.3. KinesiologyArticulatio Coxae

a. Tulang penyusun : tulang antara caput femoris dan acetabulumb. Jenis sendi : Enarthrosis spheroidea (ball and socket)c. Penguat sendi : Tulang rawan pada facies lunatad. Ligamentum:

(i) Lig. iliofemorale : mempertahankan art. coxae tetap ekstensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang badan berputar ke belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan posisi tegak.

(ii) Lig. ischiofemorale : mencegah rotasi interna(iii) Lig. pubofemorale : mencegah abduksi, ekstensi dan rotasi externa(iv)Lig. transversum acetabuli dan Ligamentum capitisfemoris

e. Gerak sendi :(i) Fleksi : M.iliopsoas, M.pectineus, M.rectus femoris, M.adductor longus,

M.adductor brevis, M.adductor magnus pars anterior tensor fasciae latae.

Page 8: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

(ii) Ekstensi : M.gluteus maximus, M.semitendinosis, M.semimembranosus, M.biceps femoris caput longum, M.adductor magnus pars posterior.

(iii) Abduksi : M.gluteus medius, M.gluteus minimus, M.piriformis, M.sartorius, M.tensor fasciae latae.

(iv)Adduksi : M.adductor magnus, M.adductor longus, M.adductor brevis, M.gracilis, M.pectineus, M.obturator externus, M.quadratus femoris.

(v) Rotasi medialis : M.gluteus medius, M.gluteus minimus, M.tensor fasciae latae, M.adductor magnus (pars posterior).

(vi)Rotasi lateralis : M.piriformis, M.obturator internus, Mm.gamelli, M.obturator Externus, M.quadratus femoris, M.gluteus maximus dan Mm.adductores.

Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa. Capsula articularis berjalan dari pinggir acetabulum os.coxae menyebar ke latero-inferior mengelilingi colum femoris untuk melekat ke linea intertrochanterica bagian depan dan meliputi pertengahan posterior collum femoris kira-kira sebesar ibu jari diatas crista trochanterica. Bagian dari lateral dan distal belakang colum femoris adalah extracapsular articularis. Sehingga fraktur colum femoris dapat terjadi intracapsular dan extracapsular.

2. Memahami dan menjelaskan fraktur2.1. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis, atau tulang rawan sendi. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser

2.2. Klasifikasi2.2.1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas 3 : complete,

dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:

a. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa terjadi pada tulang pipih

b. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula, dan costae

c. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalamd. Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi 5 :

I. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)

II. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu tulang)

III. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulangIV. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

Page 9: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

V. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur.e. Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang

menyebabkan terpisahnya segmen.f. Fraktur Avulsi: Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon

ataupun ligament. Biasanya tidak ada pengobatan spesifik yang diperlukan. Namun bila diduga akan menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali fragmen tulang tersebut.

2.2.2. Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya

b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:

- Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

- Angulated – membentuk sudut tertentu

- Rotated – memutar

- Distracted – saling menjauh karena ada interposisi

- Overriding – garis fraktur tumpang tindih

- Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

2.3. Etiologi

Page 10: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

a. Trauma LangsungBenturan pada tulang yang mengakibatkan fraktur di tempat tersebut. Contoh : benturan pada lengan bawah menyebabkan patah tulang radius dan ulna.b. Trauma Tidak LangsungTulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area benturan. Contoh : jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula/ radius distal patah.c. Fraktur PatologisFraktur yang disebabkan oleh trauma yang sedikit atau tanpa trauma. Contoh : pada orang dengan osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang, dan tumor tulang.

2.4. PatofisiologiKetika terjadi patah tulang yang diakibatkan oleh truma, peristiwa tekanan ataupun patah tulang patologik karena kelemahan tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement

2.5. Manifestasi klinisa. Rasa nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang  

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi  normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah  tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm

d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

Page 11: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

2.6. Pemeriksaan fisik1. Anamnesa (Ada tidaknya trauma)

Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur yang terjadi adalah fraktur patologis. Jika terjadi trauma, harus diperinci jenis, berat-ringannya trauma, arah trauma, dan posisi penderita atau ekstrimitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).

2. Pemeriksaan UmumDicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multiple, fraktur pelvis, serta tanda-tanda fraktur terbuka terinfeksi.

3. Pemeriksaan status lokalis1. Look

a. Deformitas(ii) Penonjolan yang abnormalitas(iii) Angulasi(iv)Rotasi(v) Shortning

b. Fungsio laesa (hilangnya fungsi) seperti pada fraktur cruris menyebabkan tidak bisa berjalan.

c. Warna kulit yang kemerahan atau kehitaman atau hiperpigmentasi 2. Feel (palpasi)

a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.b. Apabila ada pembengkakan, apakah terjadi fruktuasi atau oedema terutama

disekitar persendian.c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, dan letak kelainan

3. Movea. Krepitasi

Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tp ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.

b. Nyeri bila ditekan, baik pada gerak aktif maupun pasif.c. Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak

mampu dilakukan (ROM).Gerakan yang tidak normal : gerakan yang terjadi tidak pada sendi, misalnya pertengahan femur bisa digerakkan

2.7. Pemeriksan penunjanga. Sinar X

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan. Perangkap-perangkap berikut ini harus dihindari:1. Dua pandangan. Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X

tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang (anterior-posterior dan lateral).

2. Dua sendi. Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat emngalami fraktur dan angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto sinar X.

Page 12: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

3. Dua tungkai. Pada sinar-X tulang anak-anak, epifisis yang normal dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto tungkai yang tidak cidera dapat bermanfaat. Dua cidera kekuatan yang hebat sering menyebabkan cidera pada lebih dari singkat. Karena itu bila ada fraktur pada calcaneus atau femur, perlu juga diambil foto sinar-X pada tulang belakang.

4. Dua kesempatan. Segera setelah cidera suatu fraktur (misalnya pada skafoid carpal) mungkins ulit dilihat. Kalau ragi-ragu sebagai akibat resorpbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat menegakkan diagnosis.

b. Pencitraan khususKadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar x biasa. Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur condylus tibia, ct dan MRI mungkin merupakan satu-satunya cara untuk menunjukkan apakah fraktur vertebrae mengancam akan menekan medula spinalis. Sesungguhnya potret transeksional snagat penting untuk visualisasi. Fraktur secara tepat pada tempat yang sukar misalnya calcaneus atau acetabulum, dan potret rekonstruksi 3 dimensi bahkan lebih baik. Scanning radioisotop berguna untuk mendiagnosis fraktur tekanan yang dicurigai atau fraktur bergeser yang lain

Intracapsular Fracture Intertrochanteric Fracture

Page 13: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

Subtrokchanteric fracture2.8. Diagnosis

Mendiagnosis fraktur tidaklah cukup, ahli bedah harus menggambarkannya (dan menguraikannya) bersama dengan semua kompleksitasnya. a) Anamnesis ada trauma atau tidak, kapan terjadinya ?b) Fraktur itu terbuka atau tertutup ?c) Nama tulang, Tulang mana yang patah, dan patah dimana ?d) Apakah melibatkan permukaan sendi ?e) Bagaimana bentuk patahnya ?f) Displaced/undisplaced ?g) Grade (I,II,III A, B,C) ?

2.9. Tata laksanaPada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

a. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur

1. Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

3. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi  atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.

Page 14: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

1. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal.

2. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.

c. Mempertahankan  dan mengembalikan fungsi, segala upaya  diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;(1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi(2) Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan(3) Memantau status neurologi.(4) Mengontrol kecemasan dan nyeri(5) Latihan isometrik dan setting otot(6) Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari(7) Kembali keaktivitas secara bertahap.

2.10. KomplikasiKomplikasi awala. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk). Sindrom ini dapat ditangani dengan fascioctomi untuk tindakan operatif dan hindari elevasi.d. Trombo-emboli: obtruksi pembuluh darah karena tirah baring yang terlalu lama. Misalnya dengan di traksi di tempat tidur yang lama.e. Infeksi: pada fraktur terbuka akibat kontaminasi luka, dan dapat terjadi setelah tindakan operasi.f. Osteonekrosis (avakular): tulang kehilangan suplai darah untuk waktu yang lama (jaringan tulang mati dan nekrotik)g. Osteoatritis: terjadi karena faktor umur dan bisa juga karena terlalu gemukh. Koksavara: berkurangnya sudut leher femur.i. Anggota gerak memendek (ektrimitas).Komplikasi lambat

Page 15: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan). b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.d. Kekakuan pada sendi.e. Refraktur: terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union yang solid.

2.11. PrognosisWaktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi fraktur juga umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur:

Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan1. Pergelangan tangan 3-4 minggu 7. Kaki 3-4 minggu2. Fibula 4-6 minggu 8. Metatarsal 5-6 minggu3. Tibia 4-6 minggu 9. Metakarpal 3-4 minggu4. Pergelangan kaki 5-8 minggu 10. Hairline 2-4 minggu5. Tulang rusuk 4-5 minggu 11. Jari tangan 2-3 minggu6. Jones fracture 3-5 minggu 12. Jari kaki 2-4 minggu

Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8 minggu)

Jumlah Kematian dari fraktur: 4,3 per 100.000 dari 1.302 kasus di Kanada pada tahun 1997

Tingkat kematian dari fraktur:

a. Kematian : 11.696b. Insiden      : 1.499.999c. 0,78% rasio dari kematian per insiden

3. Memahami dan menjelaskan fraktur colum femoris3.1. Definisi

Patahnya atau terputusnya korteks tulang femur di daerah atau bagian collum femur3.2. Klasifikasi

a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

Page 16: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMURIalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minortipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minortipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

- tertutup- terbuka:

1. Ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;a) Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,

biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.

b) Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.

c) Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

2. Klasifikasi open fraktur mkenutut gustillo/Andersona) Grade I: Patah tulang terbuka dengan luka < 1 cm, relatif bersih,

kerusakan jaringan lunak minimal, bentuk patahan simple/transversal/oblik.

b) Grade II: Patahan tulang terbuka dengan luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, bentuk patahan simple.

c) Grade III: Patahan tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan jaringan lunak yang luas, kotor dan disertai kerusakan pembuluh darah dan syaraf.

1. III A: Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan luas, tetapi masih bisa menutupi patahan tulang waktu dilakukan perbaikan.

2. III B: Patahan tulang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat dan atau hilang (soft tissue loss) sehingga tampak tulang (bone-exposs).

3. III C: Patahan tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh darah atau syaraf yang hebat.

Page 17: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

Page 18: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

3.3.Patofisiologi

Reposisi

Pada pasien fraktur collum femur biasa terjadi pemendekan tungkai yang dapat diukur melalui SIAS terhadap malleolus medialis. Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek, karnea trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial. Kegailan patah tulang ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar dan kuat antara tungkai dan tonus otot besar dan kuat antara tungkai dan tubuh yang menjembatani padah tulang yaitu m.illiopsoas, kelompok otot glureus, kuadriseps femur, fleksor femur, dan aduktor femur.

3.3. Manifestasi klinisPada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada

Page 19: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera.

3.4. Tata LaksanaPenanganan fraktur leher femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi tertutup dan tidak stabil adalah reposisi tertutup dan fiksasi intern secepatnya denan pin yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Terapi operatif yang dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur dengan prosthesis dan eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini pascabedah.

3.5. Prognosis Patah tulang intrakapsuler umumnya sukar mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler kaput femur. Patah tulang kolum femur yang terletak intraartikuler sukar sembuh karena bagian proksimal pendarahannya sangat terbatas, sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama. Semua patah tulang didaerah ini umumnya tak stabil sehingga tak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi intern. Pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada pembentukan kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah kekolum dan kaput femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Wrap Up Skenario 3 Muskuloskeletal (3)

Apley, A.G., dan Solomon, L. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley. Alih bahasa; fr.

Edi Nugroho. Jakarta: Widya medika

Eroschenko,Victor P. 2002. Atlas histologi diFiore edisi 11. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidjat R,Wim de J. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Simbardjo, Djoko. 2008. Fraktur Batang Femur dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:

FKUI.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000001.htm

http://www.localhealth.com/article/fractures-1/treatments

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00392