wrap up tiara

37
Skenario 2 : BENGKAK Seorang laki-laki, umur 55 tahun berobat ke dokter dengan keluhan perut membesar dan tungkai bawah bengkak sejak 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites dan edema pada kedua tungkai bawah. Dokter menyatakan pasien mengalami kelebihan cairan tubuh. Pemeriksaan Laboratorium : Kadar protein (albumin) di dalam plasma darah yang rendah 2,0 g/l (normal 3,5 g/l). keadaan ini menunjukan adanya gangguan tekanan koloid osmotic dan tekanan hidrostatik di dalam kapiler darah. Sasaran Belajar LI 1. Memahami dan menjelaskan perpindahan aliran darah didalam dan diluar kapiler darah 1.1. Menjelaskan pengertian kapiler darah 1.2. Menjelaskan struktur kapiler darah 1.3. Menjelaskan sirkulasi kapiler darah 1.4 Menjelaskan tentang hubungan tekanan koloid dengan tekanan hidrostatik 1.5 Menjelaskan tentang fungsi kapiler darah LI 2. Memahami dan menjelaskan aspek biokimiawi dan fisiologi kelebihan cairan dalam tubuh 2.1. Menjelaskan pengertian CES dan CIS 2.2 Menjelaskan macam – macam gangguan keseimbangan CES dan CIS 2.3. Menjelaskan mekanisme gangguan keseimbangan CES dan CIS 2.4. Menjelaskan penyebab gangguan keseimbangan CES dan CIS

Upload: anon388615063

Post on 27-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Skenario 2 :

BENGKAK

Seorang laki-laki, umur 55 tahun berobat ke dokter dengan keluhan perut membesar dan tungkai bawah bengkak sejak 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya asites dan edema pada kedua tungkai bawah. Dokter menyatakan pasien mengalami kelebihan cairan tubuh. Pemeriksaan Laboratorium : Kadar protein (albumin) di dalam plasma darah yang rendah 2,0 g/l (normal 3,5 g/l). keadaan ini menunjukan adanya gangguan tekanan koloid osmotic dan tekanan hidrostatik di dalam kapiler darah.

Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan menjelaskan perpindahan aliran darah didalam dan diluar kapiler darah

1.1. Menjelaskan pengertian kapiler darah

1.2. Menjelaskan struktur kapiler darah

1.3. Menjelaskan sirkulasi kapiler darah

1.4 Menjelaskan tentang hubungan tekanan koloid dengan tekanan hidrostatik

1.5 Menjelaskan tentang fungsi kapiler darah

LI 2. Memahami dan menjelaskan aspek biokimiawi dan fisiologi kelebihan cairan dalam tubuh

2.1. Menjelaskan pengertian CES dan CIS

2.2 Menjelaskan macam – macam gangguan keseimbangan CES dan CIS

2.3. Menjelaskan mekanisme gangguan keseimbangan CES dan CIS

2.4. Menjelaskan penyebab gangguan keseimbangan CES dan CIS

LI 3. Memahami dan menjelaskan gangguan keseimbangan cairan tubuh (edma dan asites)

3.1. Menjelaskan edema

3.1.1. Menjelaskan definisi edema

3.1.2. Menjelaskan penyebab terjadinya edema

3.1.3. Menjelaskan klasifikasi edema

3.1.4. Menjelaskan manifestasi edema

3.1.5. Menjelaskan mekanisme edema

3.1.6. Menjelaskan penanggulangan edema

3.1.7. Menjelaskan pemeriksaan edema

3.2. Menjelaskan asites

3.2.1. Menjelaskan definisi asites

3.2.2. Menjelaskan etiologi asites

3.2.3. Menjelaskan patofisiologi asites

3.2.4. Menjelaskan manifestasi asites

3.2.5. Menjelaskan mekanisme asites

3.2.6. Menjelaskan klasifikasi asites

3.2.7. menjelaskan pemeriksaan asites

3.2.8. Menjelaskan penanggulangan asites

LI. 1 Memahami dan menjelaskan perpindahan aliran darah didalam dan diluar kapiler darah.

1.1. Menjelaskan pengertian kapiler darah

Kapiler adalah tempat pertukaran anatara darah dan jaringan, memiliki percabangan yang luas sehingga terjangkau ke semua sel. Kapiler merupakan saluran mikroskopik untuk pertukaran nutrient dan zat sisa diantara darah dan jaringan. Dindingnya bersifat semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

1.2. Menjelaskan struktur kapiler darah

Struktur Kapiler

• Pada rangkaian mesentrium, darah memasuki kapiler melalui arteriol dan meninggalkan arteri melalui venula. Darah yang berasal dari arteriol akan memasuki metarteriol atau arteriol terminalis dan yang mempunyai struktur pertengahan antara arteriol dan kapiler. Sesudah meninggalkan metarteriol , darah memasuki kapiler yang berukuran besar disebut saluran istimewa dan yang berukuran kecil disebut kapiler murni. Sesudah melalui kapiler, darah kembali ke dalam sistemik melalui venula.

• Arteriol sangat berotot dan diameternya dapat berubah beberapa kali lipat. Metarteriol tidak mempunyai lapisan otot yang bersambungan, namun mempunyai serat-serat otot polos yang mengelilingi pembuluh darah pada titik-titik yang bersambungan.

• Pada titik dimana kapiler murni berasal dari metarteriol, serat otot polos mengelilingi kapiler yang disebut dengan Sfingter prekapiler yang dapat membuka dan menutup jalan masuk ke kapiler.

• Venula ukurannya jauh lebih besar daripada arteriol tapi lapisan ototnya lebih lemah.

1. Kapiler darah dibagi menjadi 3 jenis utama :

1. Kapiler sempurna

Bayak dijumpai pada jaringan termasuk otot paru,susundan saraf pusat dan kulit. Sitoplasma sel endotel menebal d tempat yang berinti dan menipis di bagian lainnya.

2. Kapiler bertingkat

Kapiler bertingkat dijumpai pada mukosa usus,glomerulus,ginjal dan pancreas. Sitoplasma tipis dan tempat pori-pori.

3. Kapiler sinusidal

Kapiler sinusidal mempunyai garis tengah,lumen lebih besar dari normal.

1.3. Menjelaskan sirkulasi kapiler darah

1. Definisi sirkulasi kapiler darah

Sistem sirkulasi adalah sistem transpor yang menghantarkan oksigen dan berbagai zat yang diabsorbsi dari traktus gastrointestina menuju ke jaringan serta melibatkan karbondioksida ke paru dan hasil metabolisme lain menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang mengatur fungsi sel. setiap pembuluh halus yang menghubungkan aneriol dan venol membentuk suatu jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya berkerja sebagai membran semipermeable untuk pertukaran berbagai substansi.

2. Struktur Sirkulasi Kapiler darah

Struktur dinding kapiler :

• Dinding kapiler : Satu sel endotel

• Tebal dinding kapiler : 0,5 mikrometer

• Diameter kapiler : 4-9 mikrometer

• pori-pori : celah interseluler

• Banyak vesikel plasmalemal : terdapat pada sel endotel terbentuk pada salah satu permukaan sel dengan menyerap paket-paket plasma kecil atau cairan ekstraseluler

• Adanya penghubung celah antar sel untuk menghubungkan kapiler bagian dalam dengan bagian luar

3. Bagian fungsional dari sirkulasi:

• Arteri berfungsi untuk mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan, dinding arteri kuat dan darah mengalir kuat di arteri.

• Kapiler berfungsi untuk pertukaran cairan, zat makanan, elektrolit, hormon, dan bahan lainnya antara darah dan cairan interstisial.

• Vena berfungsi untuk saluran darah dari jaringan kembali ke jantung. Dindingnya sangat tipis, punya otot, dan dapat menampung darah sesuai kebutuhan.

Pori - pori kapiler pada beberapa organ mempunyai sifat khusus:

• Di dalam otak yaitu sel endotel kapiler sangat rapat, jadi hanya molekul yang sangat kecil yang dapat masuk / keluar dari jaringan otak.

• Di dalam hati yaitu celah antara sel endotel kapiler lebar terbuka sehingga hampir semua zat yang larut dalam plasma dapat lewat dari darah masuk ke hati.

• Di dalam berkas glomerulus ginjal yaitu terdapat fenestra ( lubang ) yang langsung menembus bagian tengah sel endotel sehingga banyak zat yang dapat di filtrasi melewati glomerulus tanpa harus melewati celah di antara sel endotelia.

4. Mekanisme Pertukaran Cairan dalam Kapiler Darah

Pertukaran zat antara darah dan jaringan melalui dinding kapiler terdiri dari 2 tahap:

• Difusi pasif

Dinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut berpindah melalui proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka. Gradien konsentrasi adalah perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang berdampingan. Difusi zat terlarut terus berlangsung independen hingga tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara darah dan sel di sekitarnya.

• Bulk flow

Merupakan suatu volume cairan bebas protein yang tersaring ke luar kapiler, bercampur dengan cairan interstisium disekitarnya, dan kemudian direabsorpsi. Bulk flow sangat penting untuk mengatur distribusi CES antara plasma dan cairan interstisium. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan berpindah bersama sama sebagai satu kesatuan.

a. Tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan diluar sehingga cairan terdorong keluar melalui pori-pori tersebut dalam suatu proses yang disebut ultrafiltrasi

b. Tekanan yang mengarah ke dalam melebihi tekanan keluar, terjadi perpindahan netto cairan dari kompartemen interstitium ke dalam kapiler melalui pori-pori, yang disebut dengan reabsorpsi.

Bulk flow dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid antara plasma dan cairan interstitium. 4 gaya yang mempengaruhi perpindahan cairan menembus dinding kapiler adalah :

1. Tekanan darah kapiler

2. Tekanan osmotik koloid plasma

3. Tekanan hidrostatik cairan interstitium

4. Tekanan osmotik koloid cairan interstitium

2. Aliran darah dalam kapiler

Mengalir secara intermiten yang mengalir dan berhenti setiap beberapa detik atau menit. Penyebab timbulnya gerakan ini adalah vasomotion, yang berarti kontraksi intermiten pada metarteriol dan sfingter prekapiler. Faktor penting yang mempengaruhi derajat pembukaan dan pentutupan kapiler adalah konsentrasi oksigen dalam jaringan. Bila jumlah pemakaian oksigen besar, aliran darah yang intermiten akan makin sering terjadi dan lamanya waktu aliran lebih lama sehingga dapat membawa lebih bnayak oksigen.

Sistem Limfatik

Fungsi system limfatik adalah mengembalikan cairan dan protein yang difiltrasi kapiler ke system sirkulasi. System limfatik didisain hanya 1 jalan, yaitu dari jaringan ke system sirkulasi. Ujung pembuluh limf (kapiler limf) berada dekat kapiler darah. Penyumbatan pembuluh limfa dapat menyebabkan edema

• Jalur tambahan cairan dari ruang interstitial ke dalam darah

• Dapat mengangkut protein dan zat-zat berpartikel besar keluar dari jaringan yang tidak dapat dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam kapiler

Kapiler Limfe dan permeabilitasnya

• Cairan merembes dari ujung arteriol kapiler darah ke dalam ujung vena dari kapiler darah kembali ke darah melalui sistem limfatik dan bukan melalaui kapiler vena

• Cairan kembali ke limfe 2-3 liter/hari

Cairan Limfe

• Cairan limfe berasal dari cairan interstitial yang mengalir ke dalam sistem limfatik

• Cairan limfe yang masuk ke pembuluh limfe, komposisinya hampir sama dengan cairan interstitial.

• Sistem limfatik jalur utama untuk reabsorpsi zat nutrisi dari saluran cerna (terutama absorpsi lemak tubuh)

Kecepatan Aliran Limfe

1. Efek tekanan cairan interstitial terhadap Aliran cairan Limfe

Peningkatan tekanan cairan interstitial akan berakibat pada peningkatan aliran limfe, faktor yang mempengaruhi :

a. Peningkatan tekanan kapiler

b. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma

c. Peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitial

d. Peningkatan permeabilitas kapiler

Faktor tersebut menyebabkan keseimbangan pertukaran cairan di membran kapiler untuk membantu pergerakan cairan ke dalam interstitial yang meningkatkan :

- Volume cairan interstitial,

- Tekanan cairan interstitial,

- Aliran limfe

2. Pompa Limfe

• Katup-katup terdapat di saluran limfe terdapat di saluran limfe pengumpul tempat bermuaranya kapiler-kapiler limfe.

• Saluran limfe cairan, otot polos pada dinding pembuluh berkontraksi segmen pembuluh limfe di antara katup (pompa otomatis). Cairan di pompa melalui katup berikutnya ke dalam segmen pembuluh segmen kontraksi sehingga bermuara dalam sirkulasi darah.

Peran Sistem Limfatik

Peran sentral dalam mengatur :

1. Konsentrasi protein dalam cairan interstitial

• Protein terus keluar dari kapiler darah lalu msuk ke dalam interstitium. Jika asa protein yang bocor kembali ke sirkulasi melalui ujung-ujung vena kapiler darah

• Protein berakumulasi di cairan interstitial peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitial

2. Volume cairan interstitial

• Peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitial menggeser keseimbangan daya pada membran kapiler darah dalam membantu filtrasi cairan ke dalam interstitium

• Sehingga terjadi peningkatan volume cairan interstitial dan tekanan cairan interstitial

3. Tekanan cairan interstitial

• Meningkatnya tekanan cairan interstitial membuat terjadinya peningkatan kecepatan aliran limfe sehingga membawa keluar kelebihan volume cairan interstitial dan kelebihan protein terakumulasi dalam ruang interstitial.

1.4. Menjelaskan tentang hubungan tekanan koloid dengan tekanan hidrostatik

Tekanan osmotik koloid plasma / tekanan onkotik adalah gaya yang disebabkan oleh dispersi koloid protein protein plasma, tekanan ini ini mendorong pergerakan cairan kedalam kapiler. Tekanan koloid plasma rata rata adalah 25 mmHg.

Tekanan hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan cairan yang bekerja dibagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium, tekanan ini mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.

Hukum starling : kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut antara kapiler dan jaringan dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan osmotik masing masing kompartemen.

• Tekanan Hidrostatik Kapiler ( Pc )

Tekanan cairan/hidrostatik darah yang bekerja pada bagian dalam dinding kapiler. Tekanan ini mendorong cairan dari membran kapiler untuk masuk ke dalam cairan interstisium. Secara rata rata, tekanan hidrostatik di ujung arteriol kapiler jaringan adalah 37 mmHg dan semakin menurun menjadi 17 mmHg di ujung venula.

• Tekanan Koloid Osmotik Kapiler ( c )

Disebut juga tekanan onkotik, yaitu suatu gaya akibat dispersi koloid protein protein plasma. Tekanan ini mendorong gerakan cairan ke dalam kapiler. Plasma punya konsentrasi protein yang lebih besar dan konsentrasi air yang lebih kecil daripada di cairan interstisium. Perbedaan ini menimbulkan efek osmotik yang mendorong air dari daerah dengan konsentrasi air tinggi di cairan interstisium ke daerah dengan air yang berkonsentrasi rendah ) konsentrasi protein lebih tinggi ) dari plasma. Tekanan koloid osmotik plasma rata rata adalah 25 mmHg.

• Tekanan Hidrostatik Cairan Interstisium ( Pi)

Tekanan ini bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium. Tekanan ini mendorong cairan masuk ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik cairan interstisium dianggap 1 mmHg.

• Tekanan Osmotik Koloid Cairan Interstisium ( i)

Sebagian kecil protein plasma yang bocor ke luar dinding kapiler dan masuk ke ruang interstisium dalam keadaan normal akan dikembalikan ke dalam darah melalui sistem limfe. Tetapi apabila protein plasma bocor secara patologis, protein yang bocor menimbulkan efek osmotik yang akan mendorong perpindahan cairan keluar dari kapiler dan masuk ke cairan interstisium.

Tek. hid. Tek. osmo.

Interstitial Interstitial

Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling : perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dan interstisiil, dan perbedaan tekanan koloid-osmotik intravaskuler dan interstisiil. Maka aliran cairan :

K (Pc + i) – (Pi + c)

K = koefisien filtrasi kaplier

Pc = tekanan hidrostatik kapiler = 37 mm Hg

Pi = tekanan hidrostatik interstitial = 17 mm Hg

c = tekanan koloid – osmotik kapiler = 25 mm Hg

i = tekanan koloid – osmotik interstisiil = diabaikan

• Jadi yang difiltrasi per hari sebanyak 24 liter/hari, 85% diserap kembali dan 15% masuk saluran limfe.

• Pada jaringan yang tidak aktif, kapiler kolaps dan aliran darah mengambil jalan pintas dari arteriol langsung ke venula.

1.4 Menjelaskan Fungsi kapiler darah

Bekerja sebagai medium untuk penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan medium untuk mengangkat bahan buangan

LI.2 Memahami dan menjelaskan keseimbangan CES dan CIS berdasarkan biokimia dan fisiologi

2.1. Menjelaskan pengertian CES dan CIS

1. Cairan ekstraseluler (CES)

A. Definisi Cairan intraseluler (CIS)

Semua cairan didalam sel secara keseluruhan disebut cairan intraseluler sekitar 28 dari 42 L cairan tubuh ada didalam 75 triliun sel dan disebut CIS, jadi CIS merupakan 40 % dari berat badan total pada orang rata-rata

B. Definisi cairan ekstrasel

Semua cairan dikuar sel secara keseluruhan disebut CES. Cairan ini merupakan 20 % dari berat badan atau sekitar 14 L pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg. 2 kompartemen terbesar dari cairan ekstrasel adalah cairan intersisial yang berjumlah lebih dari 3/4 bagian cairan ekstrasel dan plasma yang berjumlah hampir 1/4 atau 3 L

2.2. Menjelaskan macam – macam gangguan keseimbangan CES dan CIS

A. Cairan ekstrasel terdiri dari:

• Cairan interstisium atau cairan antar-sel,yang berada diantara sel-sel

• Cairan intra-vaskular, yang berada dalam pembuluh darah yang merupakan bagian air dari plasma darah.

• Cairan trans-seluler, yang berada dalam rongga-rongga khusus, misalnya cairan otak (likuor serebrospinal), bola mata, sendi. Jumlah cairan transeluler relatif sedikit.

Cairan ekstrasel berperan sebagai :

• Pengatur keperluan semua sel (nutrien, oksigen, berbagai ion, trace minerals, dan regulator hormon/molekul)

• Pengangkut CO2, sisa metabolisme, bahan toksik atau bahan yang telah mengalami detoksifikasi dari sekitar lingkungan sel.

B. Cairan Intraseluler terdiri dari :

Cairan intrasel adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh. Cairan intrasel berperan pada proses perbaikan sel.selain itu, cairan intra sel juga berperan dalam proses replikasi dan berfungsi khusus antaralain sebagai cadangan air untuk mempertahankan volume dan osmolalitas cairan ekstrasel. Dalam cairan intrasel, kation utama adalah kalium, sedangkan anion utama adalah fosfat dan protein.

ETIOLOGI KELEBIHAN VOLUME CAIRAN EKSTRASEL

FAKTORAKIBAT KONDISI KLINIS

Tekanan hidrostatik

plasma kapiler meningkat Darah yang terhambat kembali ke vena dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler. Akibatnya cairan akan banyak masuk kedalam

jaringan → edema Gagal jantung

Gagal ginjal

Obstruksi vena

Kehamilan

Tekanan osmotik

koloid plasma menurun Konsentrasi plasma protein berkurang → tekanan osmotik koloid plasma menurun → air

berpindah dari plasma masuk ke dalam jaringan → edema Malnutrisi

Diare kronik

Luka bakar

Sindroma nefrotik

Sirosis

Permeabilitas kapiler meningkat Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran membran kapiler sehingga protein dapat berpindah dari kapiler masuk ke ruang interstitial

Infeksi bakteri

Reaksi alergi

Luka bakar

Penyakit ginjal akut : nefriris

Retensi Natrium meningkat Ginjal mengatur ion natrium di cairan ekstrasel oleh. Fungsi ginjal dipengaruhi oleh aliran darah yang masuk. Bila aliran darah tidak adekuat akan terjadi retensi natrium dan air → edema Gagal jantung

Gagal ginjal

Sirosis hati

Trauma (fraktur, operasi, luka bakar)

Peningkatan produksi hormon kortikoadrenal : (aldosteron, kortison, hidrokortison)

Drainase limfatik menurun Drainase limfatik berfungsi untuk mencegah kembalinya protein ke sirkulasi. Bila terjadi gangguan limfatik maka protein akan masuk ke sirkulasi, akibatnya tekanan koloid osmotik plasma akan menurun → edema Obstruksi limfatik (kanker sistem limfatik)

Faktor-faktor penentu terhadap terjadinya kelebihan cairan :

1. Perubahan hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan intravaskular ke dalam jaringan interstisium

Hemodinamik dipengaruhi oleh :

• Permeabilitas kapiler

• Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalam intersisium

• Selisih tekanan onkotik dalam plasma dengan tekanan onktik dalam intersisium.

2. Retensi natrium di ginjal

Retensi natrium dipengaruhi oleh :

• Sistem renin angiotensin-aldosteron

• Aktifitas ANP

• Aktifitas saraf simpatis

• Osmoreseptor di hipotalamus

- Edema di kapiler terjadi bila terjadi peningkatan permeabilitas dinding kapiler yang memungkinkan lebih banyak protein plasma keluar dari kapiler ke cairan intersitium di sekitarnya terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan cairan intersitium yang menurunkan tekanan ke arah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan intersitium yang disebabkan oleh kelebihan protein di cairan intersitium meningkatkan tekanan ke arah luar edema lokal.

- Edema terjadi di limfe bila terjadi penyumbatan pembuluh limfe karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan intersisium dan tidak dapat dikembalikan ke dalam melalui sistem limfe.

Menjelaskan penyebab dan koreksi kelebihan air

Kelebihan volume ECF dapat terjadi jika Na dan air tertahan dengan proporsi yang lebih kurang sama seiring dengan terkumpulnya cairan isotonik berlebihan di ECF (hipervolemia) maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan intersitial > Edema. Kelebihan cairan volume selalu terjadi sekunder akibat peningkatan kadar Na tubuh total yang akan menyebabkan terjadinya retensi air.

- Penyebab volume ECF berlebihan :

1. Mekanisme pengaturan yang berubah

2. Gagal jantung

3. Sirosis hati

4. Sindrom nefrotik

5. Gagal ginjal

- Gejala :

1. Distensi vena jugularis

2. Peningkatan tekanan yang sentral

3. Peningkatan tekanan darah

4. Denyut nadi penuh / kuat

5. Edema perifer dan periobita

6. Asitesis

7. Efusi pleura

8. Edema paru akut

9. Penambahan berat badan secara cepat

LI 3. Memahami dan menjelaskan gangguan keseimbangan cairan tubuh (edma dan

asites)

3.1. Menjelaskan edema

3.1.1. Definisi edema

Edema merupakan suatu keadaan dengan akumulasi cairan di jaringan interstisium secara berlebih akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas penyerapan pembuluh limfe. Akumulasi cairan di jaringan interstisium dapat dideteksi secara klinis sebagai suatu pembengkakan. Pembengkakan akibat akumulasi cairan ini disertai atau tanpa terjadi penurunan volume intravaskular (sirkulasi). Penyebabnya antara lain:

• Kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya

• Kegagalan ginjal dalm menjalani fungsi ekskresi

• Kegagalan atau kelainan sistem pembuluh limfatik

• Gangguan permiabilitas kapiler dan hipoproteinemia berat yang menyebabkan gangguan tekanan osmotik koloid.

3.1.2. Penyebab terjadinya edema

1. Berkurangnya protein dari plasma

Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan koloid osmotik plasma. Penurunan tekanan ini menyebabkan filtrasi cairan berlebihan keluar dari pembuluh sedangkan jumlah cairan yang direabsorbsi kurang dari normal. Edema karena hal ini dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal, penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara :

• gangguan hati, gangguan ginjal, malnutrisi protein

• tekanan onkotik (OPc) menurun

• pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal ;

• penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma );

• makanan yang kurang mengandung protein ;

• atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas.

2. Meningkatnya tekanan darah kapiler

Tekanan darah kapiler merupakan daya untuk menginfiltrasi cairan melalui dinding kapiler. Edema karena peningkatan tekanan darah kapiler dapat ditemukan pada :

• Ketika darah terbendung di vena, akan disertai dengan peningkatan tekanan darah kapiler karena kapiler mengalirkan isinya ke vena. Akibat kegagalan aliran vena paling sering ditemukan pada ekstremitas bawah, sekunder akibat trombosis abstruktif, edema yang terjadi pada tungkai bawah.

• Edema kardial terjadi karena tekanan vena meningkat akibat sirkulasi darah terganggu pada penderita payah jantung. Peningkatan ke arah luar dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Kegagalan jantung ini sering dikaitkan dengan pengurangan curah jantung dan pengurangan aliran darah ginjal. Pengurangan tekanan perfusi mengawali aksis renin angiotensi aldosteron yang mengakibatkan ion retensi air natrium dan air dalam ginjal.

• Edema postural terjadi pada orang yang terus menerus berdiri untuk waktu yang cukup lama maka terjadi edema pada kaki dan pergelangan kaki. Edema ini terjadi jika orang bergerak aktif karena aktivitas otot ikut memperlancar aliran dalam pembuluh.

• gagal jantung, kegagalan pompa vena : paralisis otot, latihan, peningkatan curah jantung

• tekanan hidrostatik (HPc) meningkat

• Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena.

contoh : pembengkakan di tungkai dan kaki yang pada masa kehamilan.

Uterus membesar menekan vena yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah vena masuk ke rongga abdomen.

Pembendungan darah di vena kaki terjadi edema regional di ekstremitas bawah.

3. Meningkatnya permeabilitas kapiler

Apabila permeabilitas bertambah mengakibatkan protein plasma akan keluar dari kapiler sehingga tekanan koloid osmotik darah menurun dan sebaliknya tekanan koloid cairan interstisium bertambah. Kesetidakimbangan ini mengakibatkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera misalnya lepuh dan alergi. Edema setempat akibat bertambahnya permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh radang disebut edema inflamatoris sedangkan edema yang sering timbul dalam waktu singkat tanpa sebab yang jelas sering terjadi pada anggota tubuh akibat alergi disebut edema angloneurotik.

• respon inflamasi, trauma

• peningkatan OPi dan penurunan Opc

4. Hambatan pembuluh limfatik

• filariasis limfatik, sumbatan kelenjar getah bening

• peningkatan OPi

5. Obstruksi saluran limfe

Obstruksi saluran limfatik merupakan penyebab primer lain edema. Hal ini terjadi karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Sebagai akibatnya terjadi limfedema dan biasanya terjadi secara lokal dan mungkin karena peradangan atau obstruksi neoplasma. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasit akibat nyamuk terutama pada daerah tropis.

Contoh:

• Pada sirosis hepatis dan gagal jantung kongestif

• Penyumbatan limfe lokal :

Di lengan wanita yang saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara.

• Penyumbatan limfe yang lebih meluas :

• Terjadi pada filariasis, penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk banyak dijumpai di daerah tropis. Pada penyakit, cacing-cacing filaria kecil menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan aliran limfe.

• Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis, karena ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.

6. Retensi air dan Na

Retensi natrium terjadi jika ekskresi natrium dalam urin lebih kecil daripada yang masuk. Karena konsentrasi natrium yang tinggi akan terjadi hipertonik.

• Aktivitas SRAA erat kaitannya dengan baroreseptor di arteri aferen glomerulus ginjal

• Aktifitas ANP erat kaitannya dengan baroreseptor atrium jantung

• Aktivitas saraf simpatis, ADH dengan baroreseptor sinus karotiks

Contoh : pada gagal ginjal dan sindrom nefrotik

7. Perubahan Hemodinamik dalam kapiler yang memungkinkan keluarnya cairan intravaskuler kedalm jaringan intertisium.

• Hemodinamik dalm kapiler dipengaruhi oleh :

• Permeabilitas kapiler

• Selisih tekanan hidrolik dalam kapiler dengan tekanan hidrolik dalm intertisium.

• Selisih antara tekanan onkotik dalam plasma dengan tekanan onkotik dalam intertisium

3.1.3. Menjelaskan klasifikasi edema

Edema dapat dibedakan menjadi :

a. Edema lokalisata (edema lokal)

Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah tertentu. Terdiri dari :

• Ekstremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe

• Ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah

• Muka (facial edema)

• Asites (cairan di rongga peritoneal)

• Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)

b. Edema Generalisata ( edema umum )

Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh pasien. Biasanya pada :

• Gagal jantung

• Sirosis hepatis

• Gangguan ekskresi

Selain itu, edema juga dapat dibedakan menjadi :

a. Edema Intaseluler

Edema yang biasa terjadi akibat depresi sistem metabolik jaringan dan tidak adanya nutrisi sel yang adekuat.

b. Edema Ekstraseluler

Edema yang biasanya disebabkan oleh kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstitial dengan melintasi kapiler dan kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan dari interestitium ke dalam darah.

3.1.4. Menjelaskan manifestasi edema

• Bengkak, mengkilat, bila ditekan timbul cekungan dan lambat kembali seperti semula

• Berat badan naik, penambahan 2% kelebihan ringan, penambahan 5% kelebihan sedang, penambahan 8% kelebihan berat

• Adanya bendungan vena di leher

• Pemendekan nafas dan dalam, penyokong darah (pulmonary).

• Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda saraf, penahanan pernapasan (pada edema cerebral yang berhubungan DKA)

• Nyeri otot yang berkaitan dengan pembengkakan

• Peningkatan tekanan vena ( > 11cm O)

• Efusi pleura

• Denyut nadi kuat

• Edema perifer dan periorbita

• Asites

3.1.5. Menjelaskan mekanisme edema

Mekanisme pembentukan EDEMA :

1. Pembentukan Edema pada Sindrom Nefrotik

• Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik protenuria ( kehilangan protein melalui urin ≥ 3,5 g/hari , hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia.

• Proteinuria à hipoalbumin ( kehilangan protein ) à penurunan tekanan osmotik à pindah cairan dari intravaskular ke interstitium à edema

• penurunan volume darah efektif → retensi Na di ginjal

Gangguan fungsi ginjal

Defek intrinsik ekskresi Penurunan LFG Proteinuria

natrium & air

Hipoalbuminemia

Penurunan VDAE

Retensi natrium dan air oleh ginjal

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada Sindrom Nefrotik :

1. Mekanisme underfilling

Terjadinya edema akibat rendahnya kadar albumin serum rendahnya tekanan osmotik plasma peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstisial (hk. Starling )

Volume darah berkurang (underfilling) merangsang sistem RAS (renin-angiotensin-aldosteron) meretensi natrium dan air pada tubulus distalis.

Hipotesis : menempatkan albumin dan volume plasma berperan dalam terjadinya edema.

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik plasma

Volume plasma

ADH Sistem renin angiotensin ANP

Retensi Na

RETENSI AIR RETENSI

EDEMA

2. Mekanisme Overfilling

Pada pasien sindrom nefrotik terganggu ekskresi Natrium tubulus distalis tingginya volume darah (overfilling) penekanan sistem renin-angiotensin dan vasopressin.

Skema hipotesis overfilling :

Defek tubulus primer

Retensi Na

Volume plasma

ADH Aldosteron ANP

Tubulus Resisten

terhadap ANP

EDEMA

2. Pembentukan Edema pada gagal jantung

• Kegagalan pompa jantung darah terbendung di vena vol darah arteri turun sist. saraf simpatis vasokonstriksi suplai darah ke otak, jantung dan paru vol darah ginjal berkurang ginjal akan menahan Na dan air

• Gagal jantung berat à hiponatremia à ADH à pemekatan urin à produksi urin berkurang

• ADH à pusat haus à pemasukan air meningkat

Mekanisme edema pada gagal jantung :

3. Pembentukan Edema pada Sirosis Hepatis

• Fibrosis hati luas dan pembentukan nodul

• Fibrosis hati dan distorsi struktur parenkim hati à peningkatan tahanan sistem porta dan pintas portosistemik intra dan ekstra hati vasodilatasi tahanan perifer menurun à meningkatkan tonus sistem simpatis adrenergik à aktivasi sistem vasokonstriktor dan anti diuresis yaitu RAS ( retensi garam ), Saraf Simpatis ( penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reabsorpsi garam tubulus proximal ) dan ADH ( retensi air )

Mekanisme Edema pada Sirosis Hati :

4. Edema Idiopatik

Pada edema idiopatik ini terdapat perbedaan berat badan yang dipengaruhi oleh posisi tubuh. Pada posisi berdiri terjadi retensi natrium dan air sehingga terjadi peningkatan berat badan, ini diduga karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pada posisi berdiri. Pada kondisi tertentu dapat disertai penurunan volume plasma yang kemudian mengaktivasi SRAA sehingga edema akan memberat.

5. Penyebab lain (tapi kasusnya relative jarang)

Hipoalbuminemia

• kadar albumin < 2,5 g/dL

• tekanan onkotik menurun → edema

• terdapat pada keadaan : defisiensi nutrisi (terutama protein), nefrosis (sindroma nefrotik), penyakit hati kronik

Hipotiroid : merupakan mix-edema, biasanya terdapat di pre-tibial

Kehamilan

Makan kembali setelah puasa

Gejala dan Tanda

a. Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral

b. Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh, kuat

c. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan

d. Edema perifer dan periorbita

e. Asites, Efusi pleura, Edema paru akut ( dispnea, takipnea, ronki basah di seluruh lapangan paru )

f. Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna 5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat

3.1.5. Menjelaskan Penatalaksanaan Edema

PENATALAKSANAAN

• Pengobatan pada penyakit yang mendasar. Menyembuhkan penyakit yang mendasari seperti asites peritonitis tuberkulosis.

• Tirah Baring. Tirah Baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika pada pasien transudasi yang berhubungan dengan hipertensi porta yang bisa menyebabkan aldosteron menurun. Dianjurkan Tirah Baring ini sedikit kakinya diangkat, selama beberapa jam setelah minum diuretika.

• Diet. Diet rendah natrium antara 40-60 mEq/hari atau setara dengan <500 mg/hari namun jika diet garam terlalu rendah akan mengganggu fungsi ginjal.

• Terapi presentesis. Dengan mengetahui dasar patofisiologi dari protein (gradien nilai albumin serum) untuk mengetahui penyebabnya dengan transudat atau eksudat dan menghitung sel untuk mengetahui akibat dari inflamasi

• Stoking suportif dan elevasi kaki

• Restriksi cairan <1500 ml/hari

• Diuretik

• Pada gagal jantung :

- hindari overdiuresis karena dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan azotemia prerenal

- hindari diuretik yang bersifat hipokalemia karena dapat menyebabkan intoksikasi digitalis

• Pada sirosis hati :

- spironolakton dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia

- dapat pula ditambahkan diuretik golongan tiazid

- deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal ginjal, hiponatremia dan alkalosis

• Pada sindroma nefrotik :

- pemberian albumin dibatasi hanya pada kasus yang berat

• Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar : diuresis yang berlebihan menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi, perfusi yang inadekuat, sehingga diuretic harus diberikan dengan hati-hati

3.1.6. Menjelaskan Pemeriksaan Edema

Pemeriksaan Fisik pada penderita edema antara lain :

1. Bentuk paru – paru seperti kodok ; abdomen cembung dan sedikit tegang

2. Variesis di dekat usus

3. Variesis di dekat tungkai bawah

4. Edema timbal karena hipoalbuminemia

5. Perubahan sirkulasi Distensi abdomen

6. Timpani pada puncak asites

7. Fluid wave

8. Shifting dullness

9. Pudle sing

10. Foto thorax

11. Ultrasonografi

12. CT Scan

Pemeriksaan Laboratorium

• Penurunan serum osmolalitas : < 280 mOsm/kg

• Penurunan serum protein, albumin, ureum, Hb dan Ht

• Peningkatan tekanan vena sentral (Central Vein Pressure)

3.2. Menjelaskan asites

3.2.1. Menjelaskan definisi asites

Penimbunan cairan bebas secara abnormal di rongga peritoneum disebabkan oleh banyak penyakit.

3.2.2. Menjelaskan etiologi asites

Etiologi

• Normal peritoneum

o Hipertensi portal (albumin serum-asites gradien [saag]> 1,1 g / dl)

Gagal jantung kongestif, constrictive perikarditis, trikuspid insufisiensi, sindrom Budd-Chiari

Penyakit hati, sirosis, hepatitis alkoholik, kegagalan hepatik fulminan, besar hepatik metastasis

o Hipoalbuminemia (saag <1,1 g / dl)

Nefrotik sindrom

Gizi buruk dengan anasarca

o Kondisi Miscellaneous (saag <1,1 g / dl)

Pankreas asites

Empedu asites

Nephrogenic asites

Urine asites

Penyakit ovarium

• Peritoneum tidak normal (saag <1,1 g / dl)

o Infeksi

Peritonitis bakteri

Peritonitis tuberkulosis

Jamur peritonitis

peritonitis Human immunodeficiency virus (HIV)-terkait peritonitis

o Kondisi ganas

Peritoneal carcinomatosis

Primer mesothelioma

Pseudomyxoma peritonei

Hepatocellular carcinoma

o Other rare conditions Kondisi langka lainnya

Vaskulitis

Peritonitis granulomatosa

Eosinofilik peritonitis

3.2.3. Menjelaskan patofisiologi asites

Patofisiologi

Pertukaran cairan antara darah dan cairan interstitial dikontrol oleh keseimbangan antara tekanan darah kapiler yang mendorong cairan masuk ke dalam jaringan interstitial, dan tekanan osmotik dari plasma protein yang menarik cairan tetap tinggal di dalam kapiler.

Faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites :

1. Tekanan koloid osmotik plasma

Biasanya bergantung pada kadar albumin. Pada keadaan normal albumin dibentuk di hati. Bila hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu. Akibatnya kadar albumin akan berkurang, sehingga tekanan koloid osmotik plasma juga menurun. Ada tidaknya asites pada penderita sirosis terutama tegantung dari tekanan koloid osmotik plasma. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 g %, sudah merupakan tanda kritis untuk terjadinya asites.

2. Tekanan vena porta

Pada penderita sirosis dengan peningkatan tekanan vena porta (hipertensi portal) tidak selalu terjadi asites pada permulaannya. Tetapi bila terjadi perdarahan gastrointestinal maka kadar protein plasma akan berkurang sehingga tekanan koloid osmotik akan menurun, akibatnya terjadilah asites. Bila kadar protein plasma kembali normal, maka asites akan menghilang meskipun hipertensi portal tetap ada.

3. Perubahan elektrolit

• Retensi Natrium (Na)

Penderita sirosis hati tanpa asites mempunyai ekskresi Na yang normal, namun bila terdapat asites maka ekskresi Na akan terganggu, menjadi < 5 meq/hari. Sedangkan kadar Na serum sedikit lebih rendah dari normal. Untuk mengembalikan cairan menjadi isotonis, maka pada keadaan retensi Na ini terjadi pula retensi air sehingga tekanan hidrostatik meningkat, dan akibatnya terjadilah asites.

Selain itu pada penderita sirosis hati juga terjadi hipertrofi jukstaglomerulus, sehingga merangsang sistem renin angiotensin. Akibatnya produksi aldosteron akan meningkat dan terjadilah peningkatan reabsorbsi Na sebanyak 99,5 % di tubulus ginjal bagian distal.

• Retensi air

Gangguan ekskresi air pada penderita sirosis disebabkan oleh aktivitas hormon anti diuretik (ADH). Gangguan tersebut kemungkinan besar merupakan akibat dari peningkatan absorbsi Na di tubulus ginjal bagian proksimal, sehingga tak ada lagi yang melewati bagian distal.

• Perubahan Kalium (K)

Kadar K dalam serum umumnya normal atau sedikit berkurang. Hal ini tidak disebabkan karena hilangnya ion-ion, tapi terganggunya sel-sel untuk mempertahankan kadar K di dalam sel itu sendiri.

3.2.5. Menjelaskan mekanisme asites

Mekanisme :

1. Teori underfilling :

Asites volume cairan plasma turun (hipertensi porta dan hipoalbuminemia) Hipertensi portameningkatkan tekanan hidrostatik venosa + hipoalbuminemia transudasi volume cairan

intravaskular menurun

2. Teori overfilling :

Asites ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal peningkatan aktifitas hormon anti-diuretik (ADH) & penurunan aktifitas hormon natriuretik penurunan fungsi hati.

3. Teori periferal vasodilatation :

• Faktor patogenesis hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal

• gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor sistematik

Bagan patogenesis asites sesuai teori vasodilatsi perifer

3.2.6. Menjelaskan klasifikasi asites

No Gradien Tinggi Gradien Rendah

1 Sirosis hati Karsinomatosis

2 Gagal hati akut Peritonium

3 Metastatis hati masif Peritonitis Tuberkulosa

4 Gagal jantung kongesif Asites surgikal

5 Sindrom Budd-Chiari Asites biliaris

6 Penyakit veno-oklusif Penyakit jaringan ikat

7 Miksedema Sindrom nefrotik

8. Asites pankreatik

Klasifikasi Asites dihubungkan dengan Gardien Albumin Serum-Asites

3.2.7. Menjelaskan pemeriksaan asites

Pemerikasaan Penunjang pada Asites

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan asites dapat kita temukan :

• Bentuk perut seperti perut kodok : abdomen cembung dan sedikit tegang karena banyaknya udara di dalam intestine yang telah mengalami dilatasi, dan umbilikus menonjol keluar

• Tekanan cairan peritoneum pada vena kafa inferior sehingga terbentuk kolateral dari umbilikus ke sekelilingnya secara radier (caput medusae)

• Striae abdominalis yang berwarna putih karena adanya regangan pada dinding perut

• Efusi pleura kanan (6 %), karena adanya defek pada diafragma sehingga cairan asites dapat melalui kavum pleura

• Edema tibial, karena hipoalbuminemia

• Perubahan sirkulasi : terjadi peningkatan tekanan intra abdominal, tekanan intra pleural, vena kafa inferior dan vena hepatika

Pada pemeriksaan laboratorium

• Gambaran makroskopik, warna kemerahan dapat juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat ruptur kapiler peritoneum

• Gradien nilai albumin serum dan asites, pemeriksaan ini sangat penting untuk membedakan asites yang ada hubungannya dengan hypertensi porta atau asites eksudat. Disepakati bahwa gradian dikatakan tinggi bila nilainya > 1,1 gr/dL. Kurang dari itu disebut rebdah. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi dan berhubungan dengan hypertensi porta, gradien rendah terdapat pada asites eksudat.

• Hitung sel

• Biakan kuman, biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites yang dicurigai terinfeksi

• Pemeriksaan sitologi,dengan cara baik,dapat memberi hasil true possitive hampir 100%

Selain pemeriksaan fisik dan laboratorium, dilakukan juga pemeriksaan urine dengan cara melihat kadar Na < 10 mEq/hari

3.2.8. Menjelaskan penanggulangan asites

Penanggulangan Asites

• Diuretik untuk membantu menghilangkan cairan; biasanya, spironolactone (aldactone) yang diberikan 1-3 mg/kg/24 jam digunakan pada awalnya, dan kemudian furosemide (Lasix) yang diberikan 1-2mg/kg/24 jam akan ditambahkan.

• Antibiotik, jika infeksi berkembang

• Membatasi garam dalam makanan (tidak lebih dari 1.500 mg / hari natrium)

• Hindari minum alkohol

• Paracentesis : pengambilan cairan untuk mengurangi asites.

• Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS), yang membantu mengubah darah ke seluruh hati

Daftar Pustaka

GANGGUAN KESEIMBANGAN AIR-ELEKTROLIT DAN ASAM-BASA Penerbit: balai penerbit FKUI, jakarta ; edisi kedua tahun 2008 ; penulis dr. Hendra Utama, Sp.FK

Ganong, WF, (2007), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari Widjajakusumah, Jakarta, EGC.

Guyton,Arthur c,dkk.1997.Buku ajar fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC.

http://www.ilmukedokteran.net/Daftar-Masalah-Individu/edema.html

KAPITA SELEKTA PATOLOGI KLINIK/ DN. Baron ; alih bahas, Petrus Andrianto, Johannes Gunawan. Edisi4 jakarta : EGC, 1995

Murray R.K. et al (2000), Biokimia Harper edisi 25,ab. A.Hartono, Jakarta, EGC.

Price, Sylvia Anderson (2005), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6,ab. Huriawati Hartanto, Jakarta, EGC.

Sherwood, Lauralee (2001), Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2, Jakarta, EGC.

www.medicinstore.com