wrap up --sk iii b-19 blok respirasi--.docx

Upload: wizaiswanti

Post on 02-Jun-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    1/19

    1

    SKENARIO 3

    SESAK NAFAS

    Anak perempuan berusia 7 tahun dibawa ibunya ke Klinik YARSI dengan

    keluhan sulit bernafas. Pasien 3 hari sebelum ke klinik demam, batuk, dan pilek.Sudah minum obat namun tidak ada perubahan. Menurut ibu, pasien menderita

    alergi makanan terutama ikan laut. Ayah pasien juga mempunyai riwayat alergi.

    Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, frekuensi nafas 48x/

    menit, disertai batuk-batuk paroksismal, terdengar suara mengi, ekspirasi

    memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium,

    dan sela iga. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh thorax. Pada auskultasi

    bunyi napas kasar/ mengeras, terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta

    suara lendir dan wheezing. Pasien didiagnosis sebagai asma akut episodik sering.

    Penanganan yang dilakukan adalah pemberian -agonis secara nebulisasi.

    Pasien diobservasi selama 1-2 jam, respon baik pasien dipulangkan dengan

    dibekali obat bronkodilator. Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat

    jalan untuk reevaluasi tatalaksananya.

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    2/19

    2

    KATA SULIT

    1. Batuk paroksismaladalah serangan batuk yang sifatnya mendadak, berulang-

    ulang, dan bersifat intensif

    2. Retraksiadalah keadaan tertarik ke belakang

    3.

    Mengi adalah suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran

    nafas yang menyempit

    4. Epigastriumadalah bagian dinding perut di atas pusar

    5. Hipersonoradalah suara perkusi pada daerah yang berongga kosong

    6. Ronki keringadalah suara tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu

    ekspirasi disertai adanya mukus pada bronchus

    7. Ronki basah adalah bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada

    inspirasi disebabkan oleh adanya sekret di alveoli atau bronchiolus

    8. Suara lendiradalah suara yang terjadi akibat saluran nafas masih lunak yang

    berbunyi groouukk

    9.

    Nebulisasi adalah metode semacam pengasapan obat yang diberikan kepadapasien sehingga obat dapat masuk ke saluran pernafasan dalam kondisi sulit

    bernafas sekalipun

    10. - agonisadalah jenis obat bronkodilator

    11. Asma akut episodik sering adalah asma dengan serangan 3-4 kali dalam

    setahun dan tiap kali serangan, terjadi selama beberapa hari-minggu

    12. Wheezing adalah bunyi seperti bersiul, kontinyu, durasi lebih lama akibat

    udara melewati jalan nafas yang menyempit atau tersumbat sebagian

    13. Asma adalah penyakit dengan karakteristik meningkatnya kontraksi trachea

    dan bronchus oleh berbagai macam pencetus

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    3/19

    3

    PERTANYAAN DAN JAWABAN

    1.

    Mengapa perlu dilakukan nebulisasi?

    Agar terjadi bronkodilatasi sehingga melebarkan jalan nafas, mengurangi

    sekresi lendir dan mengurangi wheezing

    2.

    Apakah kaitannya alergi dengan penyakit pasien?

    Kaitannya dengan salah satu faktor pencetus karena alergen bersifat

    multifaktorial

    3. Mengapa suara hipersonor terdengar di seluruh toraks?

    Udara sedikit masuk ke paru-paru akibat bronkokontriksi sehingga terdengar

    hipersonor di seluruh thorax karena paru-paru penuh berisi udara

    4.

    Mengapa pasien sulit bernapas?

    Terjadi hiperreaktivitas bronchus yaitu peningkatan tonus parasimpatis

    menimbulkan bronkokontriksi menyebabkan gangguan fisiologi pernapasan,

    ditandai dengan ekspirasi memanjang

    5.

    Mengapa terjadi ekspirasi memanjangTerjadi hiperreaktivitas bronchus yaitu peningkatan tonus parasimpatis

    menimbulkan bronkokontriksi menyebabkan gangguan fisiologi pernapasan,

    ditandai dengan ekspirasi memanjang

    6. Apakah ada hubungannya asma dengan genetik?

    Ada

    7. Mengapa pasien dilakukan observasi terlebih dahulu sebelum diizinkan

    pulang?

    Untuk mengetahui efek dan reaksi obat serta mengantisipasi kondisi yang tidak

    diinginkan pada pasien

    8. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan selain pemeriksaan fisik?

    Spirometri, scanning paru9.

    Bagaimana terjadinya retraksi?

    Kompensasi pernafasan untuk mendapatkan volume O2 maksimal sehingga

    terjadi retraksi pada inhalasi, diaphragma akan membesar, sedangkan pada

    exhalasi diaphragma akan mengecil. Pada kasus asma dapat terjadi retraksi

    yaitu pelebaran volume ruang untuk menampung O2 sehingga dapat dialirkan

    ke seluruh tubuh agar tidak terjadi kematian jaringan

    10. Apa penanganan pertama pada penyakit asma?

    1. Jauhkan dari keramaian

    2. tenangkan pasien

    3. berikan inhaler

    11.

    Apa saja perbedaan dalam pemberian obat asma anak dan dewasa?Dosis dan waktu pemberian obat

    12. Mengapa pasien telah minum obat, tetapi tidak ada perubahan?

    Obat yang diberikan kepada pasien adalah obat simptomatis, tetapi tidak

    bekerja pada faktor pencetusnya sehingga lebih baik berikan obat pencetusnya

    dibandingkan obat simptomatis agar hasilnya lebih efektif

    13.

    Daerah tubuh mana saja dapat terjadi retraksi pada Asma Akut Episodik

    Sering?

    Supraklavikula, suprasternal, epigastrium, dan sela iga

    14. Mengapa terjadi wheezing, bunyi suara mengeras, ronki basah dan kering?

    Pada asma terjadi peningkatan sekresi mukus dan bronkokontriksi sehingga

    menimbulkan ke-4 jenis suara tersebut

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    4/19

    4

    15. Bagaimana dokter bisa mendiagnosis Asma Akut Episodik Sering? Apa ciri

    khasnya?

    Ciri khas asma akut episodik sering adalah biasanya menyerang usia 8-13

    tahun dan serangan terjadi 3-4 kali dalam setahun.

    HIPOTESISPasien anak -> alergen -> respon tubuh -> hipersensitivitas tipe 1 -> gejala

    klinis -> Pemeriksaan fisik (Px): hipersonor, ronki basah dan kering, bunyi

    suara mengeras, wheezing-> Asma Akut Episodik Sering -> bronkodilator

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    5/19

    5

    SASARAN BELAJARLI 1 MM Asma Anak

    LO 1.1 Definisi

    LO 1.2 Etiologi

    LO 1.3 Epidemiologi

    LO 1.4 Klasifikasi

    LO 1.5 Patofisiologi

    LO 1.6 Manifestasi klinik

    LO 1.7 Diagnosis

    LO 1.8 Diagnosis banding

    LO 1.9 Penatalaksanaan

    LO 1.10 Komplikasi

    LO 1.11 Prognosis

    LO 1.12 PencegahanLI 2 MM Terapi Inhalasi

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    6/19

    6

    LI 1 MM Asma Anak

    LO 1.1 Definisi

    Asma adalah serangan berulang dyspnea paroksismal, disertai denganperadangan jalan napas dan mengi akibat kontraksi spasmodik bronkus dengan

    beberapa kasus adalah manifestasi alergi pada orang-orang yang telah

    tersensitisasi (allergic asthma), yang lain dicetuskan oleh berbagai faktor

    seperti latihan fisik berat, partikel-partikel iritan, stress psikologis, dan lain

    sebagainya. Disebut juga bronchial asthma dan spasmodic asthma (Dorland,

    2010).

    LO 1.2 Etiologi

    Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,

    imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada

    berbagai individu. Asma dapat disebabkan oleh kelainan fungsi reseptoradenilat siklase adrenergik- dengan penurunan respons adrenergik.

    Faktor imunologis. Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik

    atau alergik, eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan

    seperti debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Seringkali, tapi tidak selalu,

    kadar IgE total maupun spesifik penderita seperti ini meningkat terhadap

    antigen yang terlibat. Asma instrinsik ditemukan paling sering pada usia 2

    tahun pertama dan orang dewasa (asma yang timbul lambat) dengan penelitian

    klinis, tidak ditemukan keterlibatan IgE, uji kulit negatif dan kadar IgE rendah.

    Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenali

    rangsang pelepasan mediator daripada asma intrinsik. Penderita asma dari

    semua umur biasanya mempunyai kadar serum IgE yang meningkat, pada

    kebanyakan penderita memberi kesan komponen alergik-ekstrinsik. Walaupun

    kenaikan kadar IgE dapat karena atopi, rangsangan non-spesifik kronis, yaitu

    reaksi imun fase lambat akibat alergen pada sel mast menciptakan

    hiperreaktivitas jalan napas non-spesifik yang lama, yang dapat menghasilkan

    bronkospasme tanpa adanya faktor ekstrinsik yang dapat diketahui. Agen virus

    adalah pemicu infeksi asma paling penting. RSV (Respiratory Syncytial Virus)

    dan virus parainfluenzae adalah yang paling sering terlibat. Infeksi

    parainfluenzae diduga berperan penting pada umur yang semakin tua.

    Faktor endokrin. Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan

    kehamilan dan menstruasi, terutama prementruasi atau dapat timbul pada saatwanita menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.

    Faktor psikologis. Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada

    beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi penyimpangan

    emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma tidak lebih

    sering daripada anak dengan penyakit cacat kronis lain. Sebaliknya, pengaruh

    penyakit kronis berat seperti asma pada pandangan anaknya sendiri, pandangan

    orangtua padanya, atau kehidupan pada umumnya, dapat merusak (Behrman et

    al., 1999)

    LO 1.3Epidemiologi

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    7/19

    7

    Asma dapat timbul pada segala umur, 30% penderita bergejala pada umur 1

    tahun, sedang 80-90% anak asma mempunyai gejala pertamanya sebelum umur

    4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat

    serangan ringan sampai sedang, relatif mudah ditangani. Sebagian kecil

    mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus-menerus daripada yang musiman, menjadikannya tidak mampu dan

    mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari

    ke hari. Baik prevalensi maupun mortalitas asma meningkat selama 2 dekade

    terakhir. Faktor-faktor risiko timbulnya asma adalah kemiskinan, ras kulit

    hitam, umur ibu kurang dari 20 tahun saat melahirkan, berat badan kurang dari

    2500 gram, ibu merokok (lebih dari setengah bungkus rokok sehari), ukuran

    rumah kecil (< 8 kamar), ukuran keluarga besar (> 6 anggota), dan paparan

    alergen masa bayi kuat (> 10 g alergen tungau debu rumah

    Dermatophagoides pterronyssinus 1 per gram debu rumah yang

    dikumpulkan). Faktor resiko tambahan dapat meliputi seringnya infeksi

    pernapasan pada awal masa kanak-kanak dan kurang optimalnya perawatanoleh orangtua. Sensitisasi terhadap alergen hirupan dapat terjadi pada masa

    bayi, tetapi sensitisasi semakin bertambah sering setelah umur 2 tahun dan

    dapat ditunjukkan dari banyaknya anak setelah usia 4 tahun yang perlu

    mengunjungi ruang gawat darurat karena mengi. Faktor resiko kematian asma

    adalah asma berat, menunda pelaksanaan pengobatan yang tepat, kurangnya

    penggunaan bronkodilator dan kortikosteroid, kulit hitam, tidak setia pada

    nasihat untuk penanganan, disfungsi dan stress psikososial yang dapat

    mengganggu kesetiaan atau tanggapan terhadap bertambahnya penyumbatan

    jalan napas, sedasi, serta pemaparan berlebihan terhadap alergen. Pengobatan

    gawat darurat atau rawat inap di rumah sakit karena asma yang baru saja dilaluimenambah risiko kematian asma. Penderita yang menjadi sasaran

    penyumbatan jalan napas berat, mendadak, dan mereka yang menderita asma

    kronis tergantung steroid adalah yang terutama berrisiko tinggi untuk asma

    yang mematikan (Behrman et al., 1999)

    LO 1.4 Klasifikasi

    PNAA (Pedoman Nasional Asma Anak) membagi asma anak menjadi 3 derajat

    penyakit, dengan kriteria lebih lengkap dibandingkan Konsensus International,

    seperti dapat dilihat dalam tabel berikut ini (UKK Pulmonologi PP IDAI, 2004)

    Tabel 1. Klasifikasi derajat penyakit asma anakParameter klinis,

    kebutuhan obat,

    dan faal paru

    Asma episodik

    jarang

    Asma episodik

    sering

    Asma Persisten

    1.Frekuensi

    serangan

    < 1x/ bulan >1x/ bulan sering

    2. Lama serangan < 1 minggu >1 minggu Hampir

    sepanjang tahun,

    tidak ada remisi

    3.Intensitas

    serangan

    Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

    4.Diantara Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    8/19

    8

    serangan malam

    5.Tidur dan

    aktivitas

    Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

    6.Pemeriksaan

    fisik di luarserangan

    Normal (tidak

    ditemukankelainan)

    Mungkin

    terganggu(ditemukan

    kelainan)

    Tidak pernah

    normal

    7.Obat

    pengendali (anti-

    inflamasi)

    Tidak perlu Perlu Perlu

    8. Uji faal paru

    (di luar serangan)

    PEF/FEV1>80% PEF/FEV1 60-

    80%

    PEF/FEV1 15% Variabilitas

    >30%

    Variabilitas

    >50%

    LO 1.5 Patofisiologi

    Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain

    alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma

    dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur

    imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I

    (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada

    orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal

    dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE

    terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yangberhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorangmenghirup

    alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen

    kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan

    menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.

    Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor

    kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal

    pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen

    bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi

    saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera

    yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi

    merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja

    langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam

    pajanan alergen dan bertahan selama 16- 24 jam, bahkan kadang-kadang sampai

    beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen

    Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma.

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    9/19

    9

    Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast

    intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran

    napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator

    inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel

    jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam

    submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel

    bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma

    dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi

    udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi

    melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa

    menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A danCalcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang

    menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,

    hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hipereaktivitas bronkus

    merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut dapat

    diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif. Beratnya

    hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur

    hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja,

    inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, maupun inhalasi zat nonspesifik

    (Rengganis, 2008).

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    10/19

    10

    Serangan asma terjadi apabila terpajan alergen sebagai pencetus. Pajanan

    alergen tersebut menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema dan

    hipersekresi saluran napas dengan hasil akhir berupa obstruksi saluran napas

    bawah sehingga terjadi gangguan ventilasi berupa kesulitan napas pada saat

    ekspirasi (air trapping). Terperangkapnya udara saat ekspirasi mengakibatkanpeningkatan tekanan CO2 dan pada akhirnya menyebabkan penurunan tekanan

    O2 dengan akibat penimbunan asam laktat atau asidosis metabolik. Adanya

    obstruksi juga akan menyebabkan terjadinya hiperinflasi paru yang

    mengakibatkan tahanan paru meningkat sehingga usaha napas meningkat.

    Usaha napas terlihat nyata pada saat ekspirasi sehingga dapat terlihat ekspirasi

    yang memanjang atau wheezing. Adanya peningkatan tekanan CO2 dan

    penurunan tekanan O2 serta asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi

    pulmonar yang berakibat pada penurunan surfaktan. Penurunan surfaktan

    tersebut dapat menyebabkan keadaan atelektasis. Selain itu, hipersekresi akan

    menyebabkan terjadinya sumbatan akibat sekret yang banyak (mucousplug)

    dengan akibat atelectasis (Supriyatno, 2010).

    Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.

    Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi otot polos

    bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang

    termasuk agonis adalah histamine, triptase, prostaglandin D2 dan leukotriene

    C4 dari sel mast, neuropeptida dari dari saraf afferent setempat, dan asetilkolon

    dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot polos saluran respiratorik

    diperkuat oleh penebalan dinding saluran napas akibat edema akut, infiltrasi

    sel-sel inflamasi dan remodelling, hyperplasia dan hipertropi kronis otot polos,

    vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluranrespiratorik. Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat

    produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar

    submucosa, protein plasma yang keluar mikrovaskular bronkus dan debris

    selular (Bousquet, 2000).

    LO 1.6 Manifestasi klinik

    Timbulnya eksaserbasi asma dapat secara akut atau diam-diam. Episode akut

    paling sering disebabkan oleh pemaparan terhadap iritan seperti udara dingin

    dan gas (asap) beracun (rokok, cat basah) atau pemaparan terhadap alergen

    atau bahan kimia sederhana misalnya aspirin dan sulfit. Bila penyumbatan

    jalan napas terjadi dengan cepat dalam beberapa menit, spertinya kebanyakandisebabkan oleh spasme otot polos pada jalan napas besar. Eksaserbasi

    dipercepat oleh infeksi virus pernapasan yang timbulnya lebih lambat, dengan

    frekuensi dan keparahan batuk dan mengi yang sedikit demi sedikit bertambah

    selama beberapa hari. Karena pembukaan jalan napas mengurang pada malam

    hari, banyak anak menderita asma akut pada saat ini. Tanda-tanda dan gejala-

    gejala asma adalah batuk, yang kedengarannya lengket dan batuk yang

    nonproduktif pada awal perjalanan serangan, mengi, takipnea, dan dipsnea

    dengan ekspirasi panjang serta menggunakan otot-otot pernapasan tambahan,

    sianosis, hiperinflasi dada, takikardi dan pulsus paradoksus yang mungkin

    dijumpai pada berbagai tingkat, tergantung pada stadium dan keparahan

    serangan. Dapat dijumpai batuk tanpa mengi atau dijumpai mengi tanpa batuk,

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    11/19

    11

    juga dapat dijumpai takipnea tanpa mengi. Manifestasinya akan bervariasi

    tergantung pada keparahan eksaserbasi. Bila penderita berada dalam distress

    pernapasan yang berat, tanda-tanda utama asma, mengi, mungkin tidak

    mencolok. Pada penderita demikian dapat terjadi gerakan udara yang cukup

    untuk menimbulkan mengi hanya sesudah pengobatan bronkodilator yangmemberikan sebagian kelegaan dari penyumbatan jalan napas. Napas yang

    pendek mungkin begitu beratt, sehingga anak mengalami kesukaran berjalan

    atau bahkan berbicara. Penderita dengan penyumbatan berat bersikap duduk

    membungkuk, posisi duduk seperti tripod yang membuatnya lebih bernapas.

    Ekspirasi (khas) lebih sukar karena penutupan premature jalan napas ekspirasi,

    tetapi banyak anak mengeluhkan kesukaran dalam inspirasi juga. Sering

    didapat nyeri abdomen terutama pada anak yang lebih muda, dan agaknya

    penggunaan otot abdomen dan diafragma yang berlebihan. Hati dan limpa

    mungkin dapat teraba karena hiperinflasi paru. Sering dijumpai muntah dan

    dapat disertai pengurangan gejala sementara. Selama penyumbatan jalan napas

    yang berat, usaha yang luar biasa untuk bernapas dapat dijumpai dan anakdapat berkeringat banyak, dapat terjadi demam ringan hanya karena kerja

    pernapasan yang berat, kelelahan mungkin menjadi berat. Diantara serangan-

    serangan yang buruk anak dapat bebas gejala sama sekali dan tidak ditemui

    bukti adanya penyakit paru pada pemeriksaan fisik. Deformitas dada seperti

    tong merupakan tanda penyumbatan jalan napas asma berat yang kronis dan

    terus-menerus. Sulkus Harrison, depresi anterolateral toraks pada insersi

    diafragma, mungkin ditemui pada anak dengan dengan retraksi berat yang

    berulang. Jari tabuh jarang ditemukan pada asma yang tanpa komplikasi,

    walaupun pada asma berat. Jari tabuh memberi kesan penyebab penyakit

    penyumbatan paru kronis lainnya seperti kistik fibrosis (Behrman et al., 1999).

    LO 1.7 Diagnosis

    Wheezing berulang dan/ atau batuk kronik berulang merupakan titik awal

    untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan

    kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai

    satu-staunya tanda, dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain

    sedang tidak timbul. Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada

    anak kecil khususnya anak di bawah 3 tahun, respons yang baik terhadap obat

    bronkodilator dan steroid sistemik (5 hari) dan dengan penyingkiran penyakit

    lain, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak yang sudah besar (>6

    tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yangsederhana denganpeak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer.

    Uji provokasi bronkus dengan histamine, metakolin, latihan (exercise), udara

    kering dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis, sangat menunjang diagnosis.

    Penggunaan peak flow meter merupakan hal yang penting dan perlu

    diupayakan, karena selain untuk mendukung diagnosis juga untuk mengetahui

    keberhasilan tatalaksana asma. Berhubung alat tersebut tidak selalu ada, maka

    Lembar Catatan Harian dapat digunakan sebagai alternative karena

    mempunyai korelasi yang baik dengan faal paru.Lembar Catatan Harian dapat

    digunakan dengan atau tanpa PFR. Pada anak dengan gejala dan tanda asma

    yang jelas, serta respons terhadap pemberian obat bronkodilator baik sekali,

    maka tidak perlu pemeriksaan diagnostic lebih lanjut. Bila respons terhadap

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    12/19

    12

    obat asma tidak baik, sebelum memikirkan diagnosis lain, maka perlu dinilai

    dahulu beberapa hal. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah penghindaran

    terhadap pencetus sudah dilakukan, apakah dosis obat sudah adekuat, cara dan

    waktu pemberiannya sudah benar, serta ketaatan paien baik. Bila semua aspek

    tersebut sudah dilakukan dengan baik dan benar maka perlu dipikirkankemungkinan diagnosis bukan asma. Pada pasien dengan batuk produktif,

    infeksi respiratorik berulang, gejala respiratorik sejak masa neonatus, muntah

    dan tersedak, gagal tumbuh, atau kelainan fokal paru, diperlukan pemeriksaan

    lebih lanjut. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah foto Rontgen paru, uji

    fungsi paru, dan uji provokasi. Selain itu mungkin juga perlu diperiksa foto

    Rontgen sinus paranasalis, uji keringat, uji imunologis, uji defisiensi imun,

    pemeriksaan refluks, uji mukosilier, bahkan tindakan bronkoskopi. Uji

    tuberkulin perlu dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma

    maupun yang bukan asma. Berdasarkan alur diagnosis asma anak, setiap anak

    yang menunjukkan gejala batuk dan/atau wheezing maka diagnosis akhirnya

    dapat berupa: asma, asma dengan penyakit lain, dan bukan asma (UKKPulmonologi PP IDAI, 2004).

    LO 1.8 Diagnosis banding

    Diagnosis banding asma anak dikategorikan menjadi empat (Behrman et al.,

    1999), yakni:

    Infeksi- Bronkiolitis (RSV)

    - Pneumonia

    - Croup

    - TB, histoplasmosis-

    Bronkiektasis

    - Bronkiolitis obliterans

    - Bronchitis

    Anatomik, kongenital- Kistik fibrosis

    - Cincin vaskuler

    - Dyskinesia siliaris

    -

    Cacat imun limfosit B

    - Gagal jantung kongestif

    -

    Laringotrakeomalasia

    -

    Tumor, limfoma-

    Fistula trakeoesofagus tipe-H

    - Fistula trakeoesofagus yang diperbaiki

    - Refluks gastroesofagus

    Vasculitis, hipersensitivitas- Aspergillosis bronkopulmonal alergika

    -

    Alveolitis alergika, pneumonitis hipersensitivitas

    - Sindrom Churg-Strauss

    - Periarteritis nodosa

    Lain-lain

    - Aspirasi benda asing

    -

    Tromboemboli paru

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    13/19

    13

    - Batuk psikogenik

    -

    Sarcoidosis

    - Dysplasia bronkopulmonal

    LO 1.9 Penatalaksanaan

    Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu obat pereda (reliever) dan

    obat pengendali (controller) (Lenfant, 2002). Obat pereda ada yang menyebutnya

    obat pelega atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan

    serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan

    sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua

    adalah obat pengendali, yang sering disebut sebagai obat pencegah atau obat

    profilaxis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu

    inflamasi respiratorik kronik. Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus

    dalam jangka waktu yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma danresponnya terhadap pengobatan/ penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan

    pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten.

    Asma Episodik Jarang

    Asma Episodik Jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator -

    agonis hirupan kerja pendek (Short Acting 2- Agonis, SABA) atau golongan

    santin kerja cepat bila perlu saja yaitu jika ada gejala/serangan (Evidence A)

    (Lenfant, 2002; UKK Pulmonologi PP IDAI, 2003).

    Asma Episodik Sering

    Jika penggunaan -agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa

    menghitung penggunaan praaktivitas fisik) atau serangan sedang/berat terjadi

    lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai

    pengendali sudah terindikasi (Evidence A) ( Lenfant, 2002; van der Molen T,

    2000). Pada awalnya, anti-inflamasi tahap pertama yang digunakan adalah

    kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat ini diberikan

    selama 6-8 minggu kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali,

    pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Penelitian

    terakhir, Tasche dkk, mendapatkan hasil bahwa pemberian kromolin kurang

    bermanfaat pada tatalaksana asma jangka panjang (Tasche et al., 2000). Dengan

    dasar tersebut PNAA revisi terakhir tidak mencantumkan kromolin (kromoglikatdan nedokromil) sebagai tahap pertama melainkan steroid hirupan dosis rendah

    sebagai anti-inflamasi (Evidence A). Tahap pertama obat pengendali adalah

    pemberian steroid hirupan dosis rendah yang biasanya cukup efektif. Obat steroid

    hirupan yang sudah kering digunakan pada anak adalah budesonide, sehingga

    digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan

    100-200 g/ hari budesonide (500-100 g/ hari flutikason) untuk anak berusia

    kurang dari 12 tahun dan 200-400 g/hari budesonide (100-200 g/hari

    flutikason) untuk anak berusia diatas 12 tahun. Dalam penggunaan beklometason

    atau budesonide dengan dosis 100-200 g/hari atau setara flutikason 50-100 g

    belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang (van der Mollen T,

    2000). Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    14/19

    14

    pengendali berupa anti-inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek

    terapi. Oleh karena itu penilaian efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu yaitu

    waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Setelah pengobatan

    selama 6-8 minggu dengan steroid hirupan dosis rendah tidak respons (masih

    terdapat gejala asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari) makadilanjutkan dengan tahap kedua yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai

    dengan 400 g/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten. Jika

    tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya

    tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksananya berpindah ke

    yang lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu,

    maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan

    steroid hirupan dihentikan penggunaannya (Lenfant C, 2002; Warner, Naspitz,

    and Cropp, 1998).

    Asma Persisten

    Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkanuntuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5

    hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang

    masih optimal (Lenfant C, 2002). Dosis steroid hirupan yang masih dianggap

    aman adalah setara budesonide 400 g/hari (UKK Pulmonologi PP IDAI, 2004).

    Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons yang

    baik, diperlukan terapi alternative pengganti yaitu meningkatkan steroid menjadi

    dosis medium atau tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA

    (Long Acting -2 Agonist) atau ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR)

    atau ditambahkan Anti-Leukotriene Receptor (ALTR) (Evidence A) (Lenfant C,

    2002; Leff et al., 1998). Yang dimaksud dosis medium adalah setara dengan 200-

    400 g/hari budesonide (100-200 g/hari flutikason) untuk anak berusia kurang

    dari 12 tahun, dan 400-600 g/hari budesonide (200-300 g/hari flutikason) untuk

    anak berusia di atas 12 tahun (Evidence D) (UKK Pulmonologi PP IDAI, 2003).

    Apabila dengan pengobatan lapis kedua selam 6-8 minggu tetap terdapat gejala

    asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan dosis

    kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan

    dengan LABA, atau TSR, atau ALTR (Evidence A) (Lenfant C, 2002). Yang

    dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan >400 g/hari budesonide (>200

    g/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 g/hari

    budesonide (>300 g/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun

    (Evidence D) ((UKK Pulmonologi PP IDAI, 2003). Apabila dosis steroid hirupansudah mencapai >800 g/hari namun tetap tidak mempunyai respons, maka baru

    digunakan steroid oral (sistemik). Jade penggunaan kortikosteroid oral sebagai

    controller (pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan steroid hirupan

    atau alternative di atas telah dijalankan (Evidence B). Untuk steroid oral sebagai

    dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai

    dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari (UKK Pulmonologi PP

    IDAI). Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang

    optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid

    dapat dikurangi bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa

    mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda

    tetap diteruskan (Lenfant C, 2002).

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    15/19

    15

    LO 1.10 Komplikasi

    Asma yang tidak dikendalikan dengan baik dapat berujung pada komplikasi-

    komplikasi yang terjadi pada organ-organ pada saluran pernapasan (Ruhiyati,

    2013), termasuk:

    1. Pneumonia (infeksi pada paru-paru).

    Pneumonia adalah peradangan (pembengkakan) pada jaringan yang ada pada

    salah satu atau kedua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

    2. Lumpuhnya sebagian atau keseluruhan paru-paru

    3. Kegagalan pernapasan.

    Kegagalan pernapasan terjadi ketika tingkat oksigen dalam darah berkurang ketingkat yang membahayakan, atau tingkat karbon dioksida yang meninggi ke

    tingkat yang membahayakan.

    4. Status asthmaticus (serangan asma yang parah yang tidak dapat merespon pada

    perawatan tertentu)

    LO 1.11 Prognosis

    Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan wheezing tidak

    berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok

    tersebut berkisar antara 45-85%, tergantung besarnya sampel studi, tipe studikohort, dan lamanya pemantauan. Adanya asma pada orangtua dan dermatitis

    atopik pada anak dengan wheezingmerupakan salah satu indikator penting untuk

    terjadinya asma di kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut maka

    kemungkinan menjadi asma lebih besar atau terdapat salah satu di atas disertai

    dengan 2 dari 3 keadaan berikut yaitu eosinophilia, rhinitis alergika, dan wheezing

    yang menetap pada keadaan bukan flu (Becher, 2000).

    LO 1.12 Pencegahan

    Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dokter, khususnya

    spesialis anak dalam menangani anak asma. Pengendalian lingkungan, pemberian

    ASI ekslusif minimal 4 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik,

    pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang

    telah terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan dan khususnya dermatitis

    atopik pada bayi (Becher, 2000). Penggunaan anti-histamin non-sedatif seperti

    ketotifen dan setirizin jangka panjang dilaporkan dapat mencegah terjadinya asma

    pada anak dengan dermatitis atopic. Obat-obat di atas tidak bermanfaat sebagai

    obat pengendali asma (controller) (UKK Pulmonologi PP IDAI, 2003).

    LI 2 MM Terapi Inhalasi

    Pemberian perinhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran

    nafas melalui penghisapan (Huchon, 1997). Ada beberapa hal yang perlu

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    16/19

    16

    diperhatikan perbedaan antara dewasa dan anak seperti anatomi, fisiologi, dan

    sistem koordinasi. Dengan mengetahui perbedaan tersebut, kita dapat lebih

    memahami penggunaan terapi inhalasi (Barry et al.,2000). Berdasarkan Pedoman

    Nasional Penanganan Asma pada Anak (PNAA) dianjurkan obat-obat berikut

    diberikan secara inhalasi (UKK Pulmonologi PP IDAI, 2003) yaitu:

    Bila terjadi serangan, maka digunakan obat pereda (reliever). Obat yang sering

    digunakan yaitu golongan bronkodilator seperti teofilin, -2 agonis, dan

    ipratropium bromide.

    Sedangkan Asma Akut Episodik Sering dan Asma Persisten harus diberikan

    obat pengendali (controller). Obat pengendali dari golongan anti-inflamasi

    yang sering digunakan adalah budesonide, beklometason dipropionat,

    flutikason, dan golongan natrium kromoglikat.

    Penggunaan terapi inhalasi sangat luas di bidang respirologi atau respiratory

    medicine. Terapi inhalasi sebenarnya sudah dikenal dan dilakukan manusia sejak

    lama. Persisnya kapan, datanya tidak jelas. Secara farmakologis, teknis pemberianobat perlu disesuaikan dengan organ sasaran yang dituju. Berdasarkan luas

    sebarannya, pemberian obat dapat dibagi dua, yaitu sistemik dan topikal. Inahalasi

    merupakan pemberian obat secara topikal, sama seperti halnya salep kulit atau

    tetes mata.

    Sesuai dengan prinsip terapi topikal, maka terapi inhalasi mempunyai beberapa

    kelebihan, antara lain;

    1. Awitan efek segera, karena obat langsung bekerja di sasaran tanpa perlu menjalani

    proses yang panjang seperti pemberian secara sistemik.

    2. Dosis obat sangat kecil dibanding pemberian secara sistemik

    3.

    Efek samping obat minimal karena dosis totalnya yang kecil

    Prinsip dasar terapi inhalasi adalah menciptakan partikel kecil aerosol (respirable

    aerosol) yang dapat mencapai sasarannya, tergantung tujuan terapi melalui proses

    hirupan (inhalasi). Sasarannya meliputi seluruh bagian dari sistem respiratorik,

    mulai dari hidung, trakea, bronkus, hingga saluran respiratorik terkecil

    (bronkiolus), bahkan bisa mencapai alveolus. Aerosol adalah dispersi dari partikel

    kecil cair atau padat dalam bentuk uap/kabut yang dihasilkan melalui tekanan atau

    tenaga dari hirupan napas. Oleh karena itu, besar partikel hirupan yang kita

    hasilkan harus berukuran

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    17/19

    17

    2. Nebulizer ultrasonik: menggunakan tenaga listrik untuk menggetarkan lempengan

    yang kemudian menggetarkan cairan di atasnya, lalu mengubahnya menjadi

    aerosol.

    Karena berbagai faktor, nebulizer jet merupakan nebulizer yang paling banyakdigunakan, karena jet nebulizer dapat diandalkan dan dapat menebulisasi semua

    jenis obat. Alat ini dapat digunakan pada semua kasus respiratorik. Pemakaiannya

    hanya memerlukan sedikit upaya dan koordinasi. Selanjutnya yang dimaksudkan

    nebulizer adalah nebulizaer jet, kecuali jika disebutkan lain.

    Volume isi adalah jumlah total cairan obat yang diisikan ke dalam labu nebulizer

    pada tiap kali nebulisasi. Volume residuadalah sisa cairan dalam labu nebulizer

    saat nebulisasi telah dihentikan. Sebagai patokan, jika volume residul sekitar 1ml,

    maka diperlukan volume isi sekitar 5 ml. Waktu nebulisasi adalah waktu sejak

    nebulizer dinyalakan dan aerosolnya dihirup sampai nebulizer dihentikan. Untuk

    bronkodilator, waktu nebulisasi tidak lebih dari 10 menit.

    Gambar 2. Nebulizer

    Sumber: http://www.cchs.net/Nebulizer akan berjalan dengan baik bila :

    1. pasien duduk tegak di kursi

    2.

    bernapas dengan wajar (biasa)

    3. hindari berbicara selama nebulisasi

    4.

    jaga labu nebulizer tetap dalam posisi tegak

    5. jika cairan obat dalam labu tinggal sedikit, dianjurkan agar menepuk-nepuk labu

    untuk meningkatkan volume output aerosol

    Dry Powder Inhaler (DPI)Inhaler jenis bersifat effort dependent karena sumber tenaga penggerak alat ini

    sepenuhnya adalah upaya inspirasi maksimal dari pasien sehingga juga disebut

    breath-actuated inhaler. Pada anak kecil (balita) hal ini sulit dilakukan

    mengingat kemampuannya melakukan inspirasi kuat belum optimal. Pada

    anak yang lebih besar (di atas 5 tahun), penggunaan alat ini relatif mudah karena

    tidak memerlukan manuver yang kompleks seperti pada MDI. DPI tidak

    memerlukan alat tambahan seperti spacer sehingga lebih praktis dan mudah untuk

    dibawa.

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    18/19

    18

    Gambar 3. Turbuhaler sebagai salah satu aplikasi dari DPI

    Sumber: http://aerosol.ees.ufl.edu/Healthaerosol/section04.html

    Metered Dose Inhaler (MDI)

    Seperti halnya DPI, alat ini bersifat effort dependent, karena memerlukanmanuver tertentu yang cukup sulit agar sejumlah dosis obat mencapai sasarannya.

    Pemakaiannya secara langsung tanpa spacer bahkan lebih sulit daripada DPI.

    Sumber tenaga penggeraknya adalah propelan (zat pembawa) yang dibuat

    bertekanan tinggi dalam suatu tabung alumunium yang disebut kanster (Setyanto,

    2008)

    Gambar 4. Metered Dose Inhaler (MDI)

    Sumber: http://www.nytimes.com/

  • 8/10/2019 WRAP UP --SK III B-19 BLOK RESPIRASI--.docx

    19/19

    19

    DAFTAR PUSTAKABarry PW, Fourox B, Pederson S, OCallaghan C 2000. Nebulizers in

    childhood. Eur Respir Rev 10: 527-35

    Becher AB 2000. Is primary prevention of asthma possible?. Pediatr Pulmonol

    30: 63-72Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, and Wahab, AS 1999. Ilmu

    Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.Ed. 15.Vol. 1: 776-778, 781

    Bousquet J, Jeffery PK, Busse WW, Johnson rom M, Vignola AM 2000.

    Asthma. From bronchoconstriction to airway remodeling. Am J Respir Crit

    Care Med 161;1720-45

    Dorland, WA Newman 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Ed.

    31: 194

    Huchon, G 1997. Metered dose inhalers past and present: Advantages and

    limitations. Eur Respir Rev 7: 26-8

    Leff JA, Busse WW, Pearlman D, et al 1998. Montelukast, a leukotriene-

    receptor antagonist, for the treatment of mild asthma and exercise inducedbronchoconstriction. N Eng J Med 339: 147-52

    Lenfant C, Khaltaev N 2002. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO

    Workshop Report

    Rengganis, Iris 2008. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Jakarta: IDI.

    Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, hal. 445-446

    Ruhiyati, Desti Ayu 2013. Komplikasi asma pada saluran pernapasan. Diakses

    melalui:http://www.vemale.com/kesehatan/25817-komplikasi-asma-pada-

    saluran-pernafasan.html, 28-02-2014 15:49 am

    Setyanto, DB 2008. Terapi inhalasi pada anak. Buku Bunga Rampai Tips

    Pediatrik. Buletin IDAI.Supriyatno, bambang 2010. Terapi kombinasi pada serangan asma akut anak.

    Jakarta: IDI. Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, hal. 234

    Tasche MJA, Uijen JHJM, Bernsen RMD, de Jongste JC, van der Wouden JC

    2000. Inhaled disodium cromoglucate (DSCG) as maintenance therapy in

    children with asthma: a systematic review. Thorax 55: 913-20

    UKK Pulmonologi PP IDAI 2004. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta:

    IDAI. hal: 12-14

    UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak. Indonesian

    Pediatric Respiratory Meeting I: Focus on asthma. Jakarta: IDAI

    van der Molen T, Kerstjens HAM. Starting Inhaled Corticosteroids in Asthma:

    when, how high, and how long. Eur Respir J 15: 3-4Warner JO, Naspitz CK, Cropp GJA. Third International Pediatric Consensus

    Statement on the Management of Childhood Asthma. Pediatr Pulmonol 25: 1-

    17