sarafambarawa.files.wordpress.com · web view” dengan baik. laporan kasus ini merupakan salah...

51
LAPORAN KASUS Cedera Kepala Berat dengan Second Brain Injury Diajukan Kepada: Dr.Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S Disusun oleh: RAHMALIA DEWI FITRIANI 1910221049 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

Upload: others

Post on 21-Jun-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

LAPORAN KASUS

Cedera Kepala Berat dengan Second Brain Injury

Diajukan Kepada:

Dr.Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S

Disusun oleh:

RAHMALIA DEWI FITRIANI

1910221049

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

Page 2: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA BERAT DENGAN SECOND BRAIN INJURY

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD AMBARAWA

Disusun oleh:

RAHMALIA DEWI FITRIANI

1910221049

Pembimbing

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan SpS

Page 3: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus

dengan judul “Cedera Kepala Berat dengan Second Brain Injury” dengan baik.

Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian

kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD

Ambarawa. Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima

kasih Kepada dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S Selaku pembimbing Laporan

Kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus ini banyak

terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis

mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga

Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang

berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.

Ambarawa, Januari 2020

Penulis

Page 4: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

BAB I ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. BA

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 02 Desember 2004

Umur : 15 tahun 1 bulan 14 hari

Alamat : Ngrawan Kidul ¼ Bawen Bawen Kabupaten Semarang

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Status perkawinan : Belum menikah

Tanggal masuk : 16 Januari 2020 Pukul: 07:02

Tanggal keluar : 25 Januari 2020 dirujuk

Keluhan Utama

Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang setelah mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai motor

1 jam SMRS. Saksi mata mengatakan, pasien hendak menyebrang dari pom

bensin dan ditabrak dari arah kiri oleh mobil box sehingga pasien terpental jatuh

di jalan. Pasien ditolong oleh warga dalam keadaan tidak sadarkan diri dan tiba

di IGD RSUD Ambarawa pada pukul 07:00. Pada saat di IGD, pasien tidak

sadarkan diri dengan kondisi stupor sehingga pasien tidak dapat ditanya tentang

kronologis kejadian. Pasien tidak dalam pengaruh alkohol. Pasien menutup mata

dan mengerang. Keluarga pasien mengatakan, pasien mengalami muntah 2x saat

di IGD dan muntah menyembur 1x pada saat ingin dilakukan CT Scan (pukul

09:00), muntahan cairan isi cukup banyak dan berwarna coklat. Pasien tidak

mengalami sesak nafas dan kejang. Terdapat keterbatasan pergerakan pada

bagian panggul dan kaki kiri serta ada beberapa luka lecet pada tubuh terutama

bagian kiri. Terdapat luka robek dibagian pelipis kiri, dan luka memar dibagian

kelopak mata kiri. Tidak terdapat cairan atau darah yang keluar dari telinga

Page 5: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

maupun hidung. BAK (+) keruh, BAB (-). Pukul 09:20, pasien dipindahkan ke

ruangan ICU.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma serupa sebelumnya tidak pernah dialami. Riwayat epilepsy

disangkal sehingga kejang bukanlah penyebab penurunan kesadaran, Riwayat

alcohol abuse dan intoksikasi obat disangkal, GCS dapat dinilai karena pasien

tidak dalam pengaruh alkohol. Riwayat jantung dan asma disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi

Riwayat merokok disangkal. Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara.

Pasien tinggal 1 rumah bersama ayah, ibu dan kakak laki-laki sementara kakak

perempuan sudah menikah dan tinggal terpisah. Pekerjaan orang tua pasien

adalah pedagang. Pasien merupakan murid SMP kelas 2.

Riwayat Penyakit keluarga

Disangkal

Riwayat Pengobatan

Tidak dalam konsumsi obat-obatan tertentu. Pasien tidak mengantuk atau tidak

sadar karena pengaruh obat tertentu

ANAMNESIS SISTEM

1. Sistem Serebrospinal

Penurunan kesadaran (+), muntah menyemprot (+), nyeri kepala (+),

kejang (-)

2. Sistem Kardiovaskuler

Riwayat hipertensi (-), riwayat jantung (-)

3. Sistem Respirasi

Sesak napas (-), batuk (-)

4. Sistem Gastrointestinal

Muntah (+), BAB (-)

5. Sistem Muskuloskeletal

Keterbatasan gerak pada bagian panggul dan kaki kiri (+)

6. Sistem Integumen

Page 6: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Terdapat luka robek pada pelipis kiri, memar pada kelopak mata kiri, luka

lecet pada tangan kiri, kedua lutut, dan telapak kaki kiri.

7. Sistem Urogenitalia

BAK kuning keruh (+)

RESUME ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis. Pasien mengalami kecelakaan motor

dan mobil 1 jam SMRS. Pada saat di IGD, pasien anak laki-laki berusia 15 tahun

dibawa ke IGD RSUD Ambarawa oleh penolong pada pukul 07:00 dengan

penurunan kesaradan, muntah isi cairan cukup banyak berwarna coklat 3x ,satu

diantaranya menyembur. Pasien tidak membuka mata dan mengerang. Luka

memar pada mata kiri, luka robek pada pelipis kiri dan lecet pada tubuh. Terdapat

keterbatasan gerak pada panggul dan kaki kiri. Sesak nafas (-) dan kejang (-).

Tidak ada cairan maupun darah keluar dari hidung dan telinga. BAK (+) keruh,

BAB (-). Diagnosis awal pasien yaitu cedera kepala sedang akibat kecelakaan lalu

lintas. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu atau hal serupa sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga disangkal. Pasien tidak dalam konsumsi obat-obatan

tertentu.

DISKUSI PERTAMA

Berdasarkan anamnesa, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan datang

dengan penurunan kesadaran selama > 10 menit dan terus menurun pasca trauma,

pasien mengalami muntah berwarna coklat sebanyak 3 x isi cairan cukup banyak,

satu diantaranya muntah menyemprot tanpa disertai adanya cairan dan perdarahan

melalui telinga dan hidung. Penurunan kesadaran disertai muntah coklat yang

terjadi pada pasien memiliki 2 kemungkinan:

1. Perdarahan Intrakranial yang kemungkinan besar terjadi perdarahan

subdural dan dapat disertai peningkatan tekanan intrakranial yang dapat

berasal dari perdarahan subdural atau dapat berasal dari perdarahan di dalam

ventrikel otak yang pada umumnya berasosiasi dengan perdarahan

subarachnoid. Hal tersebut menyebabkan kesadaran yang perlahan semakin

menurun pasca-trauma. Pasien didapatkan saat datang ke IGD dan

Page 7: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

megalami penurunan kesadaran yang memburuk. Penurunan kesadaran

bukan didapatkan dari lesi eksternal yang didapatkan pasien.

2. Muntah berwarna coklat dapat berasal dari trauma abdomen, yang mungkin

disebabkan pecahnya pembuluh darah dari organ tertentu. Muntah coklat

menyembur dapat pula manifestasi klinis dari adanya perdarahan

intrakranial karena peningkatan TIK.

Pasien tidak membuka mata dan terus mengerang, hal tersebut menandakan

bahwa pasien merasakan nyeri yang dapat berasal dari nyeri kepala maupun dari

luka yang pasien dapatkan.

Berdasarkan keluhan yang disebutkan oleh pasien, pasien dapat

dikategorikan dalam Cedera Kepala Sedang dengan kemungkinan terdapatnya

perdarahan intracranial dan intraventrikel (Jika CT Scan (+) terdapat perdarahan

maka diagnosis akan berubah menjadi cedera kepala berat) sehingga pentingnya

dilakukan pemeriksaan penunjang dan penelurusan neurologis sebagai berikut:

1. Bukti eksternal trauma: ditemukannya laserasi berupa vulnus laceratum

pada bagian temporal (pelipis) bagian sinistra.

2. Tanda-tanda fraktur basis kranii:

a. Hematom periorbital bilateral (racoon): negatif/negatif

b. Hematom pada mastoid (Battlesign): negatif/negatif

c. Hematom konjungtiva: negatif/negatif

d. Perdarahan hidung atau telinga: negatif/negatif

3. Perlu dilakukannya pemeriksaan tingkat kesadaran untuk menentukkan

tingkat keparahan cedera kepala pasien. 16 Januari 2020 : E2V2M4

4. Mekanisme terjadinya cedera pasien terpental jatuh karena tabrakan dari

mobil.

5. Gejala Penyerta post cedera

a. Pingsan : positif (>10 menit post KLL)

b. Mual-muntah : positif

c. Kejang : negatif

d. Gangguan pandangan : sulit dinilai

Page 8: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Berdasarkan penelusuran tersebut ditentukan bahwa pasien mengalami cedera

kepala berat (terdapatnya penurunan kesadaran dengan GCS 8 disertai pingsan

>10 menit), namun karena belum ada bukti adanya perdarahan pada hasil CT Scan

maka pasien masuk kriteria cedera kepala sedang.

TINJAUAN PUSTAKA

CEDERA KEPALA

Menurut Brain Injury Assosiation of America, trauma kapitis adalah trauma

mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang

menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi

psikososial baik temporer maupun permanen. Lesi kontusio dibawah area

benturan disebut lesi kontusia “coup”. Apabila lesi kontra (countercoup).

Kontusio intermediet adalah lesi yang berada diantara lesi kontusio coup dan

countercoup.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, trauma adalah penyebab utama kematian orang yang lebih

muda dari 40 tahun. Menurut American Trauma Society, di USA kejadian cedera

otak traumatika setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus, dan 10%

diantaranya meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Insidensi di Negara

berkembang seperti Indonesia meningkat. Peningkatan ini erat hubungannya

dengan meningkatnya industrialisasi dan pesatnya pertumbuhan kendaraan

bermotor.

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

1. Berdasarkan etiologi lesi atau cedera

a. Cedera Kepala Primer

Lesi primer merupakan lesi yang timbul pada saat kejadian trauma dapat

bersifat lokal maupun difus. Lesi lokal berupa robekan pada kulit kepala,

otot-otot dan tendo pada kepala yang mengalami trauma dapat terjadi

perdarahan subgaleal maupun fraktur tulang tengkorak, dapat pula

terjadinya kontusio jaringan otak

b. Cedera Kepala Sekunder

Page 9: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Lesi sekunder timbul beberapa waktu setelah terjadi trauma, menyusul

kerusakan primer. Umumnya disebabkan oleh keadaan iskemia-hipoksia,

edema serebri, vasodilatasi, perdarahan subdural, perdarahan epidural,

perdarahan subaraknoidal, perdarahan intraserebral, dan infeksi.

2. Mekanisme Cedera Kepala

a. Cedera Kepala Tumpul

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,

jatuh atau pukulan benda tumpul

b. Cedera Kepala Tembus

Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya

penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk

cedera tembus atau cedera tumpul.

3. Beratnya Cedera Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai

secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam

deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Pasien dalam keadaan sadar (GCS

15). Pasien dengan penurunan kesadaran :

a. Kategori minimal (GCS 15)

b. Cedera Kepala Ringan (GCS: 13-15)

c. Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-12)

d. Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)

Page 10: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Catatan: Pada pasien cedera kranioserebral dengan GCS 13-15, pingsan >10

menit, tanpa deficit neurologik, tetapi pada hasil scanning otaknya terlihat

perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan (CKR) /

komosio, tetapi menjadi cedera kranioserebral berat (CKB).

4. Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera

primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala

sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan

langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi

deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi

peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya

benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada

daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut

contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti

secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara

tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan

tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi

dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada

tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup). Lebih lanjut keadaan

Trauma kepala menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan

intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil,

papilla edema, dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada

cedera kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan

tekanan intrakranial.

5. Morfologi Cedera Kepala

a. Fraktur Kranium

Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan, garis fraktur

biasanya menjalar hingga basis kranii. Pada trauma kepala mungkin hanya

terjadi perenggangan sutura. Selain benturan kepala benda yang meruncing

dapat menimbulkan fraktura impresi dengan pecahan tulang yang melesak.

Page 11: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

- Fraktur calvaria

- Fraktur dasar tengkorak (basis cranii)

b. Komosio serebri (cedera kulit kepala)

Komosio serebri atau gegar otak adalah gangguan fungsi neurologik ringan

tanpa adanya kerusakan struktur otak akibat cedera kepala. Hilang

kesadaran yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit. Gejalanya yaitu nyeri

kepala, vertigo, muntah, tampak pucat. Terdapat amnesia retrograd yaitu

hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya

kecelakaan.

c. Kontusio Serebri (memar otak)

Kontusio serebri adalah gangguan fungsi neurologik akibat cedera kepala

yang disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh,

Otak mengalami memar dengan memungkinkan adanya daerah yang

mengalami perdarahan. Gejala yang timbul lebih khas yaitu, penderita

kehilangan gerakan, kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit

d. Hematoma Epidural

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang

potensial antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak di

region temporal atau temporal parietal dan sering akibat robeknya pembuluh

meningeal media. Munculnya Lucid Interval (sadar setelah kecelakaan),

(Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder

dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Pada hasil pemeriksaan CT-Scan

menunjukkan adanya gambaran bikonveks yang opak.

e. Hematoma Subdural

Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara

duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,

ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling

sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus

draining. Namun juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau

substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu,

kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akut biasanya lebih

berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Hasil CT-Scan

Page 12: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

kepala akan menunjukkan gambaran lentikuler, falx atau tentorium. Dibagi

atas : Akut (gejala timbul < 72 jam setelah cidera), Subakut (hari ke 3-21),

Kronik (timbul gejala > 3 minggu).

f. Perdarahan Intraventrikel

Perdarahan intraventrikular primer merupakan perdarahan yang terbatas

pada sistem ventrikuler yang bersumber dari intraventrikel atau lesi yang

bersebelahan dengan ventrikel, contohnya trauma intraventrikular,

aneurisma, malformasi pembuluh darah dan tumor yang biasanya

melibatkan pleksus koroideus. Sekitar 70% dari perdarahan intraventrikular

sekunder terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau

perdarahan subarakhnoid ke dalam sistem ventrikel (Hanley dkk, 2009).

Setelah perdarahan inisial terjadi, tiga risiko utama yang akan

mempengaruhi kejadian selanjutnya yaitu rebleeding, vasokonstriksi dan

hidrosefalus. Pada perdarahan intraventrikular yang berat dijumpai tanda

penurunan kesadaran, kejang baik fokal maupun general dan tanda-tanda

kompresi batang otak (Paciaroni dkk, 2012).

g. Perdarahan Subarakhnoid

Umumnya terjadi dalam banyak kasus TBI dan jika komponen darah

menghambat vili arakhnoid maka perdarahan dapat mengakibatkan

hidrosefalus komunikans atau hidrosefalus non komunikans.

MANIFESTASI KLINIS CEDERA KEPALA

1. Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran dapat diakibatkan oleh Diffuse axonal injury (DAI)

merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan kesadaran

setelah terjadinya trauma lebih dari 6 jam tanpa ditemukan penyebab yang

jelas penurunan kesadaran. Lesi yang timbul pada cedera kepala dapat

menyebabkan peregangan dari akson-akson di otak hingga mengalami

gangguan konduksi dan fungsi.

2. Tanda Fraktur Kranium

a. Battlesign (ekimosis pada mastoid)

b. Racoon Eyes (ekimosis perorbital)

Page 13: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

c. Hemotipanum (perdarahan membrane timpani telinga)

d. Rinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung)

e. Otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga)

3. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

mual muntah, penglihatan ganda, perasaan gelisah, papil edema

4. Gejala lain

Mual, muntah proyektil (muntah seperti makanan disembur keluar),

penurunan kesadaran, perubahan ukuran pupil, posisi abnormal ekstremitas,

trias cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan).

Page 14: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

CEDERA OTAK SEKUNDER

Setelah terjadinya cedera otak primer, satu atau lebih kejadian terjadi berturut-

turut dan memicu terjadinya perburukan fungsi serebral. Diffuse Ischemic

Damage (berlangsung mulai dari terjadinya trauma) terdiri dari 3 fase :

– Fase hipoperfusi, terjadi pada hari 0 , aliran darah dapat turun hingga hingga

<18 ml/100g/min,

– Hyperemia terjadi pada hari 1-3,

– Vasospasme terjadi pada hari 4-15.

Klasifikasi etiologi cedera otak sekunder dibedakan menjadi penyebab

ekstrakranial dan intrakranial. Penyebab ekstrakranial meliputi hipoksia,

hipotensi, hiponatremi, hipertermia, hipoglikemia atau hiperglikemia. Penyebab

intrakranial meliputi perdarahan ekstradural, subdural, intraserebral,

intraventrikular, dan subarachnoid. Selain itu cedera sekunder juga dapat

disebabkan karena pembengkakan dan infeksi. Pembengkakan intrakranial

meliputi kongesti vena/hiperemi, edema vasogenik, edema sitotoksik, dan edema

interstisial. Infeksi yang mengakibatkan cedera otak sekunder antara lain

meningitis dan abses otak. Cedera kepala berat memicu terjadinya respon simpatik

dan hormonal. Manifestasinya antara lain peningkatan tekanan intrakranial,

kerusakan otak iskemik, hipoksia serebral dan hiperkarbi, serta terganggunya

autoregulasi serebral.

B. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinik : Penurunan Kesadaran, muntah, nyeri kepala

Diagnosis topis : Intrakranial

Diagnosis etiologi : Cedera Kepala Sedang

Diagnosis Insidensi: Fraktur coxae sinistra

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada saat tiba di IGD RSUD Ambarawa (16/01/2020 pukul

07.00 WIB)

Status generalis

KU : tampak sakit berat

Page 15: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Kesadaran : Somnolen

GCS E2V2M4

Tanda vital

TD : 130/75 mmHg

N : 90 x/menit

T : 36,6oC

RR : 16 x/menit

SpO2 : 99%

Pemeriksaan Fisik

Kepala: Normocephal/konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor

2/2, periorbital ekimosis sinistra (+), subconjungtiva hemorrhage sinistra (+),

reflex kornea +/+, reflex pupil +/+, raccoon eye sign (-), ekimosis

retroaurikuler/battlesign (-), epistaksis (-), otorrhea (-)

Leher: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB

dan tiroid

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis (-)

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi: Batas atas jantung: ICS II parasternal sinistra

Batas kanan jantung : Linea parasternal dextra

Batas kiri jantung : Mid clavicula sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru

Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, nyeri tekan (sdn), hepar dan lien tidak

teraba

membesar,

Page 16: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Normal

Ekstremitas Superior : Akral dingin +/+, CRT < 2 detik

Inferior : ROM terbatas, Akral dingin +/+, CRT < 2 detik

Kulit : Turgor kulit normal

Status Neurologis

Sikap Tubuh : Simetris

Gerakan abnornal : tidak ada

Cara berjalan : Sulit dinilai

Pemeriksaan Saraf Kranial :

D. LAMPIRAN

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N.I. Olfaktorius Daya penghidu Sdn

N.II. Optikus Daya penglihatan

SdnPenglihatan warna

Lapang pandang

N.III. Okulomotor Ptosis - -

Gerakan mata ke medial Sdn Sdn

Gerakan mata ke atas Sdn Sdn

Gerakan mata ke bawah Sdn Sdn

Ukuran pupil 2 mm 2 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

N.IV. Troklearis Strabismus divergen

SdnGerakan mata ke lateral

bawah

Strabismus konvergen

N.V. Trigeminus Menggigit +

Membuka mulut +

Sensibilitas muka Sdn Sdn

Refleks kornea + +

Page 17: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

N.VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral Sdn

Strabismus konvergen

N.VII. Fasialis Kedipan mata + +

Lipatan nasolabial - -

Sudut mulut Sdn Sdn

Mengerutkan dahi + +

Menutup mata Sdn Sdn

Meringis Sdn Sdn

Menggembungkan pipi Sdn Sdn

Daya kecap lidah 2/3

anterior

Sdn Sdn

N.VIII.

Vestibulokoklearis

Mendengar suara bisik + +

Tes Rinne Sdn

Tes Schwabach

N.IX.

Glosofaringeus

Arkus faring Sdn Sdn

Daya kecap lidah 1/3

posterior

Sdn Sdn

Refleks muntah Sdn Sdn

Tersedak + +

N.X. Vagus Denyut nadi 90 x/ min

Arkus faring Sdn Sdn

Bersuara +

Menelan +

N.XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +

Sikap bahu Sdn Sdn

Mengangkat bahu Sdn Sdn

N.XII.

Hipoglossus

Sikap lidah Sdn Sdn

Artikulasi - -

Fasikulasi lidah - -

Page 18: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Menjulurkan lidah Sdn

Trofi otot lidah - -

Reflek patologis : negatif

Pemeriksaan sensibilitas : sulit dinilai

Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :

Miksi : sdn, kuning keruh (+)

Defekasi : BAB (-)

Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan

- Cara berjalan : sdn

- Tes Romberg : sdn

- Tes Fukuda : sdn

- Tes telunjuk hidung : sdn

- Disdiadokinesis : sdn

- Dismetria : sdn

- Rebound Phenomenon: sdn

Pemeriksaan Rangsang Meningeal (Negatif)

- Kaku kuduk : +

- Kernig Sign : -

- Brudzinski I : -

- Brudzinski II : -

- Brudzinski III : -

- Brudzinski IV : -

Pemeriksaan Lokalis

Terdapat Vulnus Laceratum pada bagian temporal (pelipis) sinistra

Terdapat Vulnus Excoriatum pada bagian kedua genu dan plantar pedis sinistra

Terdapat ekimosis pada periorbita sinistra

Suspek terdapat tanda fraktur blow out (+)

Tidak Terdapat tanda fraktur kranii : battle sign (-), raccoon eyes (-)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Head CT-Scan Aksial Non Kontras (17/01/2020)

Page 19: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Hasil Expertise Head CT-Scan (17/01/2020)

a. Subdural hematoma falx posterior

b. Perdarahan intraventrikel lateralis kiri

c. Hemosinus maksilaris kiri

d. Fraktur pada dinding medial sinus maksilaris kiri, os zygomaticum kiri

e. Tak tampak tanda peningkatan tekanan intrakranial saat ini.

Page 20: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Rontgen Pelvis (17/01/2020)

Hasil Expertise Rontgen Pelvis (17/01/2020)

Kesan:

a. Sakroiliaka joint kiri tampak melebar

b. Tak tampak dislokasi sendi coxae

c. Shenton line kanan kiri intak

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (16/01/2020) 13:40

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hb 14.5 12.8-16.8

Lekosit 19.5 H 4.5-13.5

Eritrosit 4.99 3.8-5.8

Hematokrit 39.5 L 40-52

Trombosit 195 150-400

MCV 79.2 L 82-98

MCH 29.1 27-32

MCHC 36.7 32-37

MPV 6.04 7-11

Limfosit 0.432 L 1.0-4.5

Page 21: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Monosit 0.277 0.2-1.0

Eosinofil 0.012 L 0.04-0.8

Basofil 0.086 0-0.2

Neutrofil 18.7 H 1.8-7.5

PDW 20.1 H 10-18

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (16/ 01 / 2020) (07:40 dan 13:40)

URIN 07:40 13:40

Protein urine 2 + 1.0 1+0.3

Eritrosit 2 +80 -

Sedimen eritrosit 35 721.7

Sedimen Lekosit 202.3 73.6

Sedimen Bakteri 234.7 35.2

Sedimen Epitel 9.6 25.7

Sedimen Silinder 17.79 1

KONSULTASI

- Konsultasi anestesi : acc ICU

- Konsultasi Bedah Umum (dialihkan ke bedah ortopedi)

- Konsultasi Bedah Ortopedi

DISKUSI KEDUA

Penurunan kesadaran dengan GCS <13 saat datang ke igd dan GCS < 15 selama >

2 jam tidak membaik merupakan salah Satu dari indikasi perlu dilakukannya

pemeriksaan CT-Scan pada pasien dengan cedera kepala untuk memastikan

morfologi dari lesi pada cedera Kepala pasien (National Institute for Healthand

Care Exellence, 2019).

INDIKASI DILAKUKANNYA CT-SCAN (NICE, 2019):

a. Jika GCS <13 saat datang ke IGD

b. Jika GCS <15 dalam waktu 2 jam tidak membaik

c. Terdapat tanda-tanda fraktur basis cranium

Page 22: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

d. Terdapat gangguan fungsi neurologis fokal

e. Post-traumatic seizure

f. Amnesia anterograde ataupun retrograde selama >5 menit

Pada pemeriksaan fisik, ditemukannya penurunan kesadaran namun tanpa

disertai kelainan neurologis fokal seperti kesulitan memahami, menulis, membaca,

gangguan pandangan maupun gangguan berjalan dengan hasil CT-Scan

menunjukkan adanya perdarahan intrakranial yaitu subdural hematoma falx

cerebri dan intraventrikel hemorrhage. Sehingga menguatkan diagnosis berupa

Cedera Kepala Berat. Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ditemukan kausa

bersaing yang menyebabkan penurunan kesadaran sehingga perdarahan

intrakranial merupakan etiologi utama dari penurunan kesadaran pada kasus ini.

Pada kunjungan pertama bagian saraf (16/01/2020) pasien didiagnosis

menderita Cedera Kepala Sedang karena ditemukannya kesadaran menurun

dengan GCS 8. Hasil CT-Scan pada tanggal 17/01/2020 menunjukkan terdapatnya

hematoma subdural pada bagian falx cerebri dan intraventrikel hemorrhage

sinistra tanpa disertai adanya peningkatan tekanan intrakranial. Terdapatnya

Hematoma subdural dapat dilihat dari adanya hiperdensitas pada bagian falx

cerebri (interhemisphere) dari kepala pasien sedangkan perdarahan intraventrikel

sinistra dapat dilihat dari hiperdensitas di dalam venrikel lateralis sinistra. Lesi

eksternal berada di bagian sinistra dengan hasil CT-Scan yang menunjukkan

kerusakan pada bagian sinistra menunjukkan bahwa pasien kemungkinan

mengalami lesi coup, dimana timbulnya lesi intrakranial pada bagian yang sama

dari lokasi terjadinya benturan. Perdarahan subdural dapat disebabkan oleh

rupturnya bridging vein yang berada dibawah durameter, kerusakan bersifat

progresif dengan kesadaran yang menurun perlahan sehingga membutuhkan

penanganan yang cepat agar prognosis tidak memburuk. Pada bagian periorbital

sinistra terdapat ekimosis (+), subconjungtival hemorrhage sinistra (+) dan hasil

dari CT Scan terdapat fraktur pada dinding medial sinus maksilaris sinistra dan os

zygomatikus sinistra yang memungkinkan suspek terjadinya fraktur blow out pada

pasien ini.

Pada pemeriksaan fisik ekstremitas inferior sinistra (panggul kiri)

ditemukan keterbatasan ROM sehingga dapat dicurigai kemungkinan adanya

Page 23: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

fraktur coxae sinistra. Dari hasil RO coxae sinistra ditemukan kelainan sacroiliaka

joint.kiri tampak melebar. Hal tersebut menandakan bahwa pada pasien terjadi

fraktur maupun tarikan ligament pada lokasi tersebut.

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil leukosit tinggi yang

menandakan adanya reaksi inflamasi/ infeksi yang terjadi. Hematokrit pasien

sedikit rendah yang mungkin disebabkan terjadinya perdarahan sehingga kadar Ht

turun sedikit namun tidak turun secara signifikan. Pada pemeriksaan urin

dilakukan 2 x ,BAK kuning keruh terdapat sedimen eritrosit, leukosit, bakteri,

epitel dll yang mungkin menandakan adanya trauma pada sistem traktus urinarius

post trauma atau adanya infeksi saluran kemih pada pasien yang tidak terdeteksi

sebelumnya. Namun, karena didapatkan dari RPD pasien tidak memiliki riwayat

ISK sehingga trauma sistem traktus urinarius merupakan penyebab yang

signifikan.

Berdasarkan guidline oleh National institution for Health and Care tahun 2019,

perlunya dilakukan pengawasan setiap setengah jam (2 jam pertama), setiap 1 jam

(4 jam setelahnya), setiap 2 jam (seterusnya) terhadap Glasgow Coma Scale ,

Refleks pupil, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pergerakan tungkai,

suhu tubuh dan saturasi oksigen.

DIAGNOSIS CEDERA KEPALA

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kesadaran (GCS)

Pemeriksaan neurologis fokal

Pemeriksaan Lokalis (lokasi lesi)

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Radiologi: CT-Scan, MRI

G. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, muntah, nyeri kepala

Page 24: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Diagnosis Topis : Intrakranial

Diagnosis Etiologi : Cedera Kepala Berat dengan Second Brain Injury

H. PENATALAKSANAAN

Farmakologis

Infus RL 20 tpm

Inj. Piracetam 4x3

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Non-Farmakologis

Resusitasi ABCDE (awal di IGD)

Head up 30o

O2 3 lpm

NGT

DC

I. PROGNOSIS

Death : dubia

Disease : dubia

Disability : dubia

DISKUSI KETIGA

TATALAKSANA CEDERA KEPALA

Tujuan minimum dari tatalaksana Cedera Kepala (McCarthy, 2018):

1. PaO2 >60

2. SaO2 >90%

3. PaCO 235-40

4. Tekanan Sistolik >90mmHg

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30 stop PO Itamol – F

(PCT)

Inj. Ceftriaxon 2x1

Inj. Kalnex 3x1

Inj.Flunarizin 2x5

Fuson salep

Discomfort : dubia

Dissatisfaction: dubia

Distitution : dubia

Page 25: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Dasar penatalaksanaan Cedera Kepala (McCarthy, 2018):

1. Resusitasi (ABCDE) dan observasi pada 4 jam pertama

2. Posisikan pasien 30o

3. Konsultasi Neurologis

4. Tatalaksana Pembedahan berupa kraniotomi, jika:

Pada trauma tertutup

a. Fraktur impresi

b. Perdarahan epidural: volume perdarahan >30 cc tanpa memperhitungkan

GCS atau midlineshift >5 mm, GCS <8.

c. Perdarahan subdural: jika volume perdarahan >10 mm atau midlineshift >5

mm, jika GCS berkurang 2 poin sejak pasien masuk, reflex pupil abnormal

atau ICP >20 mmHg.

d. Perdarahan intraserebral: jika GCS 6-8 dengan lesi temporal atau frontal

>20 cc, midlineshift >5 mm, volume perdarahan >50 cc.

Pada trauma terbuka

a. Fraktur multipel

b. Dura yang robek disertai laserasi

c. Liquorhea

Tatalaksana Medikamentosa, yaitu:

a. Bolus Mannitol (20%,100mL) IV jika terjadi peningkatan tekanan

intracranial (tetap diberikan pada pasien dengan penurunan kesadaran di

IGD)

b. Antibiotik profilaksis jika terdapat fraktur basis kranii ataupun lesi terbuka

c. Antikonvulsan untuk kejang pasca trauma

d. Pemberian anti-nyeri

e. Kontra indikasi terhadap pemberian obat-obatan narkotik maupun sedative

karena dapat menurunkan kesadaran

TATALAKSANA PADA KASUS

Piracetam 4x3

d. Pneumoencephali

e. Corpus alienum

f. Luka tembak

Page 26: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Piracetam berperan meningkatkan energy (ATP) otak, meningkatkan aktifitas

adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolism energy dimana

mengubah ADP menjadi ATP dan AMP. Digunakan juga untuk perbaikan

deficit neurologis.

Citicholin 2x500

Berperan untuk perbaikan membrane sel saraf melalui peningkatan sintesis

phophatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik. Citicholine juga mampu

meningkatkan kemampuan kognitif.

Ranitidin 2x1,

Ranitidin merupakan antagonis kompetitif reversibel reseptor histamin pada

sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam

lambung. Ranitidin mensupresi sekresi asam lambung dengan inhibisi

Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster.

Methylprednisoloine 4x125

Methylprednisolone pada kasus ini digunakan sebagai tatalaksana untuk

menurunkan TIK pada edema vasogenik. Edema vasogenik terjadi karena

gangguan pada persimpangan endotel yang ketat yang membentuk sawar

darah-otak. Hal ini memungkinkan protein dan cairan intravaskular

menembus ke dalam ruang ekstraseluler parenkim. Mekanisme yang

berkontribusi terhadap disfungsi sawar darah-otak termasuk gangguan fisik

akibat hipertensi atau trauma arteri, dan pelepasan senyawa destruktif

vasoaktif dan endotel. Edema serebri lainnya adalah edema sitotoksik, edema

intersisial, edema osmotic dan edema hidrostatik. Pada edema sitotoksik

sawar darah-otak tetap utuh tetapi gangguan metabolisme seluler merusak

fungsi pompa natrium dan kalium dalam membran sel glial, yang

menyebabkan retensi seluler natrium dan air. Astrosit yang bengkak terjadi

pada materi abu-abu dan putih (grey matter dan white matter). Pada edema

sitotoksik, dapat diberikan manitol untuk menurunkan TIK. Edema serebri

osmotic terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma

darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler). Apabila tekanan

osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK.

Bentuk edema serebral hidrostatik terlihat pada hipertensi maligna akut.

Page 27: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Diperkirakan merupakan hasil dari transmisi langsung tekanan ke kapiler otak

dengan transudasi cairan dari kapiler ke kompartemen ekstravaskular. Edema

interstisial terjadi pada hidrosefalus obstruktif akibat pecahnya sawar otak-

CSF. Ini menghasilkan aliran trans-ependim CSF, menyebabkan CSF

menembus otak dan menyebar ke ruang ekstraseluler dan materi putih. Edema

serebral interstisial berbeda dari edema vasogenik karena CSF hampir tidak

mengandung protein.

Mecobalamin 1x1

Memiliki kandungan yang merupakan metabolit dan vitamin B12 yang

berperan sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari

homosistein. Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA, serta

pemeliharaan fungsi saraf

Ketorolac 2x30

Ketorolac yang merupakan analgetik jangka pendek untuk nyeri akut sedang

sampai berat. Ketorolak adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory

drug (NSAID) yang bekerja dengan memblok produksi substansi alami tubuh

yang menyebabkan inflamasi. Efek ini membantu mengurangi bengkak,

nyeri, atau demam

Ceftriaxone 3x1

Sebagai antibiotic spectrum luas untuk pengobatan profilaksis jika terjadi

infeksi. Mekanisme nya adalah menghambat pertumbuhan bakteri.

Kalnex 3x1

Obat yang mengandung bahan aktif asam traneksamat yang merupakan obat

golongan anti-fibrinolitik. Mencegah perubahan plasminogen menjadi

plasmin.

Flunarizin 2x5

Merupakan antagonis kalsium terbaru dengan efek antimigrain. Flunarizine

adalah penghambat selektif masuknya kalsium dengan cara ikatan calmodulin

dan aktivitas hambatan histamin H1. Dapat menghambat kontraksi otot polos

pembuluh darah, melindungi kekakuan sel-sel darah merah serta mampu

melindungi sel-sel otak dari efek hipoksia. Flunarizin pada kasus ini

digunakan sebagai pengganti Nimodipin.

Page 28: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Nimodipin (Imotop)

Nimodipin merupakan obat pilihan untuk kasus ini namun tidak tersedia dan

digantikan oleh flunarizin. Nimodipin merupakan turunan dihidropiridin dan

penghambat saluran Ca2 + kuat dengan aktivitas antivasospastik pada

kontraksi endotelium serebrovaskular dan zat vasokonstriktor in vitro.

Nimodipine berikatan khusus dengan saluran kalsium tegangan-g-tipe-L.

Obat calcium channel blocker yang mengurangi resiko komplikasi iskemik

dan sebagai profilaksis vasospasme dalam meningkatkan kualitas hidup

pasien SAH. Pemberian nimodipin dimulai pada awal SAH supaya tidak

terjadi vasospasme cerebral dan dapat mencegah terjadinya komplikasi

iskemik. Dosis nimodipine yang biasa adalah 60 mg melalui mulut/PO setiap

4 jam. infus intravena dengan kecepatan 1-2 mg / jam. Nimodipine dikaitkan

dengan tekanan darah rendah, flushing dan berkeringat, edema, mual, dan

masalah pencernaan lainnya, yang sebagian besar diketahui sebagai

karakteristik penghambat saluran kalsium. Ini dikontraindikasikan pada

angina tidak stabil atau episode infark miokard lebih baru dari satu bulan.

Fuson salep

Sediaan topikal antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi kulit dan

jaringan lunak yang ringan sampai sedang. Efektif untuk mengobati infeksi

yang disebabkan terutama oleh bakteri gram positif seperti Staphylococcus,

Streptococcus, Corynebacterium, dan sebagian besar Clostridium

Pasien dapat dipulangkan jika GCS sudah mencapai 15 (Compos Mentis),

pemeriksaan fisik kembali stabil dan tidak adanya penyakit penyerta. Sudah tidak

ada tanda dan gejala dari cedera kepala maupun peningkatan tekanan intracranial,

tidak ada kelainan pada CT-Scan ulang ataupun tidak adanya indikasi untuk

dilakukannya pemeriksaan CT-Scan dan mendapat pengawasan yang baik jika

dipulangkan (keluarga) selama 24 jam pertama setelah dipulangkan (NICE, 2019).

Pada pasien ini dicurigai terdapat second brain injury karena kesadaran pasien

belum terlalu baik, bicara masih kacau dan timbul demam serta muntah pada

pasien saat pasien telah dipindahkan ke bangsal Anggrek. Pasien telah melewati H

+ 10 cedera kepala berat dimana hari setelahnya s/d H + 14 adalah fase kritis

Page 29: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

pasien. Namun pada saat hari terakhir di bangsal RSUD Ambarawa, kondisi

pasien sudah cukup stabil untuk bisa di rujuk ke RS Kariadi, Semarang untuk

mendapatkan perawatan yang lebih lengkap dan penelusuran lebih lanjut terkait

cedera kepala berat yang mungkin dapat dilakukan tindakan operatif. Cedera otak

sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer yang dapat terjadi karena

adanya reaksi inflamasi, biokimia, pengaruh neurotransmitter, gangguan

autoregulasi, neuro-apoptosis. Melalui mekanisme Eksitotoksisitas, kadar Ca++

intrasellular meningkat, terjadi generasi radikal bebas dan peroxidasi lipid. Faktor

intrakranial (lokal) yang memengaruhi cedera otak sekunder adalah adanya

perdarahan intrakranial, iskemia otak akibat penurunan tekanan perfusi otak,

herniasi, penurunan tekanan arterial otak, Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK),

demam, vasospasm, infeksi, dan kejang. Sebaliknya faktor ekstrakranial

(sistemik) yang dikenal dengan istilah nine deadly H’s adalah hipoksemia

(hipoksia, anemia), hipotensi (hipovolemia, gangguan jantung, pneumotorak),

hiperkapnia (depresi nafas), hipokapnea (hiperventilasi), hipertermi

(hipermetabolisme/respon stres), hiperglikemia, hipoglikemia, hiponatremia,

hipoproteinemia, dan hemostasis. Beratnya cedera primer karena lokasinya

memberi efek terhadap beratnya mekanisme cedera sekunder (Li, 2004).

K. LAMPIRAN

16/01/2020 S: post kll, penurunan kesadaran

O:

(IGD)

TD: 130/75, FN: 106x/min, RR:

18x/min, SpO2: 99%, Neck collar

(+),DC (+) GCS : E2V2M4

(ICU)

TD: 135/70, FN: 84x/min, RR:

25x/min, SpO2: 100%, Neck collar

(+),DC (+) GCS : E2V2M4

A: Cedera Kepala Sedang H I

P:

Page 30: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

Inj. Piracetam 4x3

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30

Inj. Ceftriaxon 2x1

NICU

Konsul Bedah Umum

Konsul dr.Fera:

- Acc ICU

17/01/2020 S: penurunan kesadaran

O: TD: 103/60, FN: 60x/min, RR:

18x/min, SpO2: 100%, Neck collar

(+),DC (+)

A: Cedera Kepala Berat HII

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

Inj. Piracetam 3x4

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30

Inj. Ceftriaxon 2x1

Prog: Konsultasi Bedah Ortopedi

(konsentrasi coxae sinistra)

18/01/2020 S: -

O: TD: 120/75, FN: 44x/min, RR:

Sesuai Bedah

Page 31: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

17x/min, SpO2: 100%, Neck collar

(+),DC (+)

A: Cedera Kepala Berat HIII

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

Inj. Piracetam 4x3

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30

Inj. Ceftriaxon 2x1

Inj. Kalnex 3x1

Inj.Flunarizin 2x5

19/01/2020 S: -

O: TD: 120/65, FN: 56x/min, RR:

18x/min, SpO2: 100%, Neck collar

(+),DC (+) GCS

A: Cedera Kepala Berat HIV

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

Inj. Piracetam 4x3

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30

Inj. Ceftriaxon 2x1

Inj.Kalnex 3x1

Inj. Flunarizin 2x5

Sesuai Bedah Ortopedi

Page 32: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

20/01/2020 S: Respon (+), sedikit bicara, teriak

dan mengerang, makan dan minum (+)

perlahan

O: KU: somnolen, tampak sakit berat

TD: 140/80, FN: 58x/min, RR:

13x/min, SpO2: 100%,DC (+)

A: Cedera Kepala Berat HV

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

Inj. Piracetam 3x4

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30

Inj. Ceftriaxon 2x1

Inj. Kalnex 3x1

Inj. Flunarizin 2x5

21/01/2020 S: Respon (+), makan dan minum (+)

perlahan, muntah (-)

O: KU: somnolen TD: 120/85, FN:

51x/min, RR: 17x/min, SpO2: 100%,

DC (+)

A: Cedera Kepala Berat H VI

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

Inj. Piracetam 3x4

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Page 33: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30

Inj. Ceftriaxon 2x1

Inj. Kalnex 3x1

Inj. Flunarizin 2x5

Prog: bila stasioner s/d H VII, pindah

bangsal.

22/01/2020 S: Respon (+), makan dan minum (+)

perlahan, muntah (-), nyeri kepala

O: KU: somnolen TD: 125/80, FN:

45x/min, RR: 24x/min, SpO2:

99%, ,DC (+)

A: Cedera Kepala Berat HVII

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

Inj. Piracetam 3x4

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30

Inj. Ceftriaxon 2x1

Inj. Kalnex 3x1

Inj. Flunarizin 2x5

Prog: bila stasioner, pindah bangsal

hari ini.

23/01/2020 S: demam (+), muntah (+), bicara

kacau (+),nyeri kepala

O: TD: 120/80, FN: 85x/min, RR:

24x/min, SpO2: 98%, DC (+), NGT

(+)

Page 34: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

A: Cedera Kepala Berat H VIII

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

PO Flunarizin 2x5

PO Itamol – F (PCT)

Inj. Piracetam 4x3

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ketorolac 2x30 (Stop)

Inj. Ceftriaxon 2x1

Inj. Kalnex 3x1

Fuson Salep (+)

24/01/2020 S: demam naik turun (+), bicara

kacau, gelisah, muntah (-)

O: TD: 125/80, FN: 70x/min, RR:

20x/min, SpO2: 99%, ,DC (+), NGT

(+)

A: Cedera Kepala Berat H IX

P:

O2 NC 3 lpm

Inf.RL 20 tpm

PO Flunarizin 2x5

PO Itamol – F (PCT)

Inj. Piracetam 4x3

Inj. Citicholin 2x500

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Metilprednisolon 4x125

Inj. Mecobalamin 1x1

Inj. Ceftriaxon 2x1

Page 35: sarafambarawa.files.wordpress.com · Web view” dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di

Inj. Kalnex 3x1

Inj. Ondansentron 3x1

Fuson Salep (+)

Diet : cair susu

25/01/2020 KU Stabil

Di Rujuk H X ke RS Dr.Kariadi

DAFTAR PUSTAKA

1. Bullock MR, Hovda DA. Introduction to Traumatic Brain Injury. In :

Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier

Saunders. 2011 : 3267-69.

2. Schouton JW, Maas AIR. Epidemiology of Traumatic Brain Injury. In :

Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier

Saunders. 2011 : 3267-69.

3. Fearnside MR, Simpson DA. Epidemiology. In : Head Injury

Pathophysiology and Management. London : Hodder Arnold. 2005 : 3-25.

4. Fane RA, Nassar T, Mazuz A, Waked O, Heyman SN, dkk. Neuroprotection

by glucagon: role of gluconeogenesis. J Neurosurg 114:85-91, 2011.

5. Imron A. Pola pasien cedera otak traumatika di RSHS. 2012.

6. Data Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Tahun 2011.

7. Parmeet K, Shaurabh S. Recent Advances in Pathophysiology of Traumatic

Brain Injury. Curr Neuropharmacol. 2018 Oct; 16(8): 1224–1238.