materi dasar kepaniteraan klinik 10 penyakit anak

74
MATERI DASAR KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PENDAHULUAN Program hibah pengajaran bertujuan mendorong tenaga pengajar meningkatkan kemampuan profesionalnya khususnya dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkaitan dengan pengorganisasian bahan ajar, metodologi pembelajaran, dan sistem penilaian proses serta hasil belajar, sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas. Modul klinik pada bagian Ilmu Kesehatan anak terdiri atas buku panduan mahasiswa, buku log mahasiswa, buku Log dosen, serta materi dasar (10 penyakit terbanyak) telah digunakan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran di bagian/ SMF Anak Fakultas Kedokteran Undana. Setelah menyelesaikan modul praktik klinik ilmu kesehatan anak mahasiswa diharapkan dapat menatalaksana hasil secara holistik untuk penanggulangan 10 penyakit terbanyak dan memiliki kemampuan merujuk ke konsultan untuk masalah kompleks. Materi dasar untuk tahap pertama dimulai dengan 10 (sepuluh) penyakit terbanyak pada RSUD Prof. W.Z. Johannes. Hal ini masih dirasakan kekurangan, karena belum mencakup penyakit terbanyak di propinsi Nusa 1

Upload: jeanyanty-yoesteyn-djaranjoera

Post on 16-Nov-2015

52 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Materi Dasar Kepaniteraan Klinik 10 Penyakit Anak

TRANSCRIPT

MATERI DASAR KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN ANAKPENDAHULUAN

Program hibah pengajaran bertujuan mendorong tenaga pengajar meningkatkan kemampuan profesionalnya khususnya dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkaitan dengan pengorganisasian bahan ajar, metodologi pembelajaran, dan sistem penilaian proses serta hasil belajar, sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas. Modul klinik pada bagian Ilmu Kesehatan anak terdiri atas buku panduan mahasiswa, buku log mahasiswa, buku Log dosen, serta materi dasar (10 penyakit terbanyak) telah digunakan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran di bagian/ SMF Anak Fakultas Kedokteran Undana.

Setelah menyelesaikan modul praktik klinik ilmu kesehatan anak mahasiswa diharapkan dapat menatalaksana hasil secara holistik untuk penanggulangan 10 penyakit terbanyak dan memiliki kemampuan merujuk ke konsultan untuk masalah kompleks.Materi dasar untuk tahap pertama dimulai dengan 10 (sepuluh) penyakit terbanyak pada RSUD Prof. W.Z. Johannes. Hal ini masih dirasakan kekurangan, karena belum mencakup penyakit terbanyak di propinsi Nusa Tenggara Timur. Materi dasar akan diperkaya sesuai dengan pola penyakit yang ada di NTT.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................

PENDAHULUAN ......................................................................................

1

DAFTAR ISI .............................................................................................

2

PENYAKIT TERBANYAK BAGIAN IKA........................................................

3

1. DIARE ..........................................................................................

3

2. ANEMIA DEFISIENSI BESI ............................................................

143. KEJANG DEMAM.........................................................................

184. ASFIKSIA NEONATORUM ............................................................

215. HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS ....................................

256. KEKURANGAN ENERGI PROTEIN ................................................

287. TUBERKULOSIS ............................................................................348. PNEUMONIA ...............................................................................

419. INFEKSI SALURAN KEMIH ............................................................4710. SEPSIS NEONATORUM.................................................................

53PENYAKIT TERBANYAK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK (IKA)1. DIARE

KOMPETENSI TINGKAT 4

Setelah membaca modul pembelajaran mengenai diare, dokter umum mampu membuat diagnosis diare berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter umum juga mampu memutuskan dan menangani diare secara mandiri hingga tuntas.

BATASAN

Keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam.

Pada 0-2 bulan frekuens buang air besar anak yang minum ASI bisa mencapai 8-10 kali sehari dengan tinja yang lunak, sering berbiji-biji, dan berbau asam. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat sempurnanya perkembangan saluran cerna.

I. Diare akut: terjadi akut dan berlangsung paling lama 14 hari

Diare berdarah adalah episode diare akut yang tinjanya ditemukan darah terlihat secara kasat mata. Darah yang hanya terlihat secara mikroskopis atau tinja berwarna hitam merupakan indikasi adanya darah pada saluran cerna atas, bukan merupakan diare berdarah.

II. Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah yang berlangsung selama 14 hari atau lebih yang disebabkan oleh infeksi.

III. Diare kronis adalah diare dengan atau tanpa disertai darah yang berlangsung selama 14 hari atau lebih yang bukan disebabkan oleh infeksi.

DIARE AKUTPatofisiologi dan Patogenesis

Ketidakseimbangan pengangkutan air dan elektrolit berperan penting pada pathogenesis diare, terjadi perubahan absorbs dan sekresi cairan dan elektrolit, yang dapat meningkatkan terjadinya dehidrasi. Peningkatan pengeluaran cairan dapat terjadi oleh karena:

Sekresi yang meningkat (secretory diarrhea), pada diare infeksi.

Osmotic oleh karena adanya bahanbahan dalam lumen usus.

Motilitas usus yang meningkat.

Virus seperti rotavirus dan berkembang biak di dalam epitel vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorpsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum amatang, menyebabkan malabsorpsi, sekresi air dan elektrolit oleh sel kripta imatur dan defek transport akibat efek toksin protein virus. Keadaan ini tampak pada tinja penderita yang berbentuk cair dan tidak terdapat darah pada tinja. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vili menjadi matang.

Bakteri invasive (seperti shigella, C.jejuni, Enteroinvasive E.coli, dan Salmonella) menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di kolon dan di bagian distal ileum. Invasi diikuti pembentukan mikroabses dan ulkus superficial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau tampak adanya darah dalam tinja.

Gejala KlinisFrekuensi buang air besar bertambah dengan bentuk dan konsistensi yang lain dari biasanya dapat cair, berlendir, atau berdarah, dapat juga di sertai gejala lain, anoreksia panas, muntah atau kembung. Dapat disertai gejala komplikasi, gangguan elektrolit, dehidrasi, gangguan gas darah maupun intoleransi laktosa .

Penyebab Enternal:

Infeksi: Virus: Rotavirus, adenovirus, dan lain-lain Bakter: Salmonella, shigella, E-Coli, Yersinia, Campylobacter. Parasit: parasit, Protozoa (Ent. Histolitika). Jamur dll. Intoksikasi makanan

Parenteral:

Infeksi parenteral: ISPA, infeksi saluran kemih, OMA, dan lain-lain.

Komplikasi Awal:

Gangguan keseimbangan air, elektrolit dan asam basa, intoleransi klinik akut terhadap karbohidrat dan lemak.

Lambat:

Diare berkepanjangan (prolonged diarrhea)

Intoleransi klinik karbohidrat yang berkepanjangan.

Diare persisten

Diare kronis:

Sindrom postenteritis

Diare intraktabel

Cara PemeriksaanEtiologis:

Klinis

Analisis feses

Kultur feses

Kultur faeces tidak dilakukan secara rutin. Kultur faeces dilakukan hanya bila secara klinis diare cenderung menjadi diare bermasalah seperti menjadi diare berkepanjangan, diare persisten.

Menentukan adanya dehidrasi atau tidak

Penentuan derajat dehidrasi memegang pernan yang penting. Menurut Haroen Neorasid (Modifikasi) memberikan petunjuk bahwa rasa haus dan oliguria ringan menunjukan dehidrasi ringan, apabila ditambahkan turgor kulit yang menurun, ubun-ubun besar sekung dan mata yang cekung sebagai tanda jaringan, maka kondisi ini menunjukan dehidrasi sedang. Dehidrasi berat apabila ditambah dengan perubahan tanda vital, yaitu perubahan pada kesadaran seperti somnolen, spoor, koma, atau didapatkan renjatan.

Table 1. Kriteria penentuan derajat dehidrasi menurut WHO (2005)

KlasifikasiGejala

DEHIDRASI BERATPaling tidak didapatkan dua gejala:

Letargi/penurunan kesadaran

Mata cowong

Malas minum

Turgor kulit sangat menurun ( 2 detik)

DEHIDRASI RINGAN-SEDANGPaling tidak didapatkan 2 gejala, atau satu gejala dehidrasi berat dan satu gejala:

Anak gelisah/iritabel

Mata cowong

Anak tampak haus/ingin minum banyak

Turgor kulit menurun

TANPA DEHIDRASITidak cukup gejala untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan-sedang

Gangguan elektrolit dan gas darah

Pemeriksaan serum elektrolit (hipernatremia, hiponatremia, hipokalemia) dan pemeriksaan gas darah dilakukan apabila ada gejala klinis yang mendukung ketidakseimbangan elektrolit dan gangguan gas darah.

Penatalaksanaan Resusitasi Cairan sesuai klasifikasi derajat dehidrasi

Dehidrasi Berat

Lakukan rehidrasi cairan secara intravena dengan cairan Ringers lactate (RL) atau normal salin (0,9% NaCl). Berikan 30 cc/kg dalam waktu 1 jam (usia < 12 bulan) dan 30 menit ( 12 bulan). Pemberian cairan ini dapat diulangi sekali apabila dehidrasi berat belum teratasi. Pemberian cairan intravena dilanjutkan dengan pemberian cairan secara oral dengan Oralit.

Pada anak dengan tanda dehidrasi berat yang tidak membaik selama resusitasi cairan intravena, pertimbangan terjadinya diare dengan volume yang besar selama anak menjalani rehidrasi cairan intravena.

Lakukan evaluasi setelah cairan resusitasi intrvena diberikan. Tentukan derajat dehidrasi anak.

Berikan terapi cairan sesuai derajat dehidrasi yang ditemukan setelah resusitasi cairan dehidrasi berat terpenuhi.

Dehidrasi Ringan-Sedang

Lakukan rehidrasi cairan secara oral dengan Oralit dalam waktu 3 jam. Berikan cairan sejumlah 50-70 cc/kg berat badan.

Apabila anak ingin meminum cairan Oralit lebih banyak daripada cairan yang dianjurkan tersebut, berikan lebih.

Table 2. Terapi cairan standard (iso hiponatremia) unruk segala usia kecuali neonatesDerajatDehidrasiKebutuhan CairanJenis CairanCara/lama pemberian

BERAT30 ml/kg/1 jam

= 10 tts/kg/mntRLT.I.V/ 1 jam atau lebih cepat

RINGAN SEDANG 6-9%50-70ml/KG/3 jam = 3-5 tts/kg/mntHDS Atau KA-EN 3B Atau OralitT.I.V/3 jam Atau T.I.G/ 3 jam Atau Oral 3 jam

TANPA DEHIDRASI10-12 ml/kg/setiap kali diareLarutan RT atau OralitOral sampai diare berhenti

Keterangan:

T.I.V: tetes intra venus

T.I.G: tetes intra gastric

(untuk jenis-jenis cairan lihat lampiran 1)

Tunjukan pada ibu cara menggunakan Oralit. Satu sendok makan tiap 1-2 menit (usia 2 tahun).

Evaluasi secara berkala. Apabila anak muntah atau ditemukan distensi abdomen, tunggu 10 menit lalu lanjutkan pemberian Oralit lebih perlahan

Setelah 3 jam, evaluasi ulang status dehidrasi dan sesuaikan tata laksana sesuai derajat dehidrasi yang di temukan. Dianjurkan memulai pemberian makan segera setelah rehidrasi selesai.

Perkecualian:

A. Neonatus ( gangguan tumbuh kembang

PenatalaksanaanKoreksi gangguan cairan & elektrolit bila ada Kausal

Supportif dan dietetik

Vit A 100.000-200.000 IU 1x i.m.

Vit B-compleks, Vit C.

Dietetik

Dalam keadaan berat mungkin diperlukakan parenteral nutrisi

Enteral Continous Drip Feeding memberikan hasil yang baik dengan formula khusus (low lactose)

Dalam keadaan malabsorpsi berat, serta alergi protein susu sapi dapat di berikan elemental atau semi elemental formula.

Probiotik

Pemberian suplementasi zinc selama 10-14 hari dengan dosis 10 mg/hari (untuk anak di bawah 6 bulan).dan 20mg/hari (untuk anak di atas 6 bulan).

KEPUSTAKAAN Alessio, Fasano. 2000. Intestinal Infections.in Walker, Durie, Hamilton, Walker-Smith, Watkins. Pediatric Gastrointestinal Disease. Pathophysiology,Diagnosis, Management. B.C. Decker:Edisi III. 463-478.

Canavan, A. 2009. Diagnosis and management of dehydration in children. Am Fam Physician. 80: 692-6.

Fitzegerald, J.F. 1988. MD.; Joseph H. Clark,MD. Chronic diarrhea Manual of Pediatrics Gastro Enterology. Churchil Livingstone: Edisi I. p. 43-57.

Guarino, A. 2012. The management of acute diarrhea in children in developed and developing areas from evidence base to clinical practice. Expert Opin. Pharmacother. 13: 17-26.

Guerrant, RL. 2001. Practices Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases. 32: 331-50.

Larry K. Pickering and Jhon D. Snyder. 2004. Gastroenteritis. In: Nelson. Texbook of Pediatrics. Saunders, Philadelphia, Edisi 17. p. 1272-1276.

Lehenthal Emanuel. 1984. Chronic Diarrhea in Children. New York Nestle/Vevey Raven Press.

Madati, PJ. 2008. Development of an Emergency Department Triage Tool to Predict Acidosis Among Children with Gastroenteritis. Pediatrics Emergency Care. 24: 822-30.

Parkin, PC. 2010. Clinical and Laboratory Assessment of Dehydration Severity in Children With Acute Gastroenteritis. Clin Pediatr. 49: 235.

Spandorfer, PR. 2005. Oral Versus Intravenous Rehydration of Moderately Dehydrated Children: A Randomized, Controlled Trial. Pediatrics. 115: 295.

Suparto, P. 1987. Studi mengenai Gastroenteritis Akuta Dengan Dehidrasi pada Anak Melalui Pendekatan Epidemiologi Klinik Desertasi.

Vieira da Costa, ADP.2011. Oral rehydration therapy in emergency departments. J. Pediatr (Rio J). 87: 175-9.

WHO. 1990. A Manual for The Treatment of Diarrhoea. WHO. 2005. Pocket book of Hospital care for children.

LAMPIRAN 1

Larutan Baku Yang Tersedia Ringer Laktat (RL) Cairan Garam Faali (NS=NaCl 0,9%) Dekstrosa 5%, 10% (D5, D10) Dekstrosa 5% dalam 0,225% NaCl (D5 NS) HSD (1/2 darrow) KA-EN 3B Bikarbonas natrikus (NaBik)2% - 3,75% -7,5%) KCI 15% NaCl 15%Larutan Khusus

R.L. (Ringer Lactate)

D5: NS = 4: 1 + NaBik (15 mEq/l) + KCI (10 mEq/l)

D5 NS + NaBik + KCI

D5: RL = 4: 1 + KCl

D5 + 6 ml NaCl 15% + NaBik + KCl

Khusus untuk neonates, kurang dari 3 bulan, kurang dari 4 kg.

D10: NS = 4: 1 + NaBik (7mEq/l

Penambahan NaBik / KCl untuk 500 ml cairan:

Bila NaBik 2%: 60 ml NaBik 3,75%: 30 ml Nab=Bik 7,5%: 15 ml Untuk neonates dosis

Bila KCl 15%: 5 ml

Untuk neonates dosis

(1 liter 7,79% NaBik = 90 mEq Na + dan HCO3-)

(1 liter 14,9% KCl = 2000 mEq K+)

1. Semua dosis yang diberikan adalah melalui oral kecuali dinyatakan lain. Bila obat tidak tersedia dalam bentuk sirup untuk anak kecil, dapat di buat dalam bentuk bubuk.

2. Pemilihan antibiotik untuk pengobatan harus memperhitungkan frekuensi resistensi terhadap antibiotic di daerah itu.

3. Pengobatan dengan antibiotic tidak penting sekali untuk keberhasilan pengobatan tetapi memperpendek lamanya peyakit dan ekskresi organisasi pada kasus berat.

4. Pilihan lain termasuk kloramfenikol dan eritromisin.

5. Tinidasol dan ornidasol dapat juga digunakan menurut anjuran pabrik.

6. Untuk anak di bawah 8 tahun tetrasiklin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan gigi berwarna coklat.

Tabel . Obat antimikroba yang digunakan pada diare akut dengan penyebab khusus pada anak.

Penyebab(1)Antibiotika Terpilih(2)Pilihan Lain

KoleraTetralsiklin

Anak diatas 7 thn 50 mg/kg/hr dibagi 4 dosis untuk 2 hari.Furasolidon

5 mg/kg/hr dibagi 4 dosis untuk 3 hari

Shigella2Ciprofloxacin

Anak -20-30 mg/kg/hr di bagi 2 dosis selama 5 hari

Dosis maksimal 500mg/dosis

Asam nalikdisat

Anak -55mg/kg/hr dibagi 4 dosis selama 5 hari

Trimetoprim (TMP)

Sulfametoksasol (SMX)

Anak-TMP 10 mg/kg/hr dan SMX 50 mg/kg/hr

Dibagi 2 dosis selama 5 hari.

Bila dianggap perlu dapat diberikan antibiotic yang lain lebih murah tetapi cukup sensitif.

Amoebiasis Usus AkutMetronidasol

Anak 30 mg/kg/hr selama 5-10 hariPada kasus yang berat: injeksi intra muskuler, dalam dehidro emetin hidrokhlorida.

1 -1,5 mg/kg (maks 90 mg) s.d. 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)

Giardiasis Metronidasol

Anak 15 mg/kg/hr selama 5 hariKuinakrin

Anak 7 mg/hr dosis terbagi dalam dosis terbagi 5 hari

7. Penggunaan ciprofloxacin pada anak harus melalui pertimbngan penggunaannya memiliki keuntungan dibandingkan risiko terjadinya artopati, neuropati perifer ireversibel, gagal hati akut. 2. ANEMIA DEFISIENSI BESIKOMPETENSI TINGKAT 4Setelah membaca modul pembelajaran mengenai anemia defisiensi besi, dokter umum mamp membuat diagnosis anemia defisiensi besi berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter umum juga mampu memutuskan dan mampu menangani anemia defisiensi besisecara mandiri hingga tuntas.

BATASANAnemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi untuk sintesis haemoglobin.

PATOFISIOLIGIZAT BESI (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walapun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.

ETIOLOGIKekurangan Fe dapat terjadi bila:

Makanan tidak cukup mengandung Fe

Komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (sebanyak sayuran, kurang daging)

Gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus)

Kebutuhan Fe menigkat (pertumbuhan yang cepat, pada bayi dan adolesensi, kehamilan)

Perdarahan kronis atau berulang (epistaksis, hematemesis, ankilostomiasis)

EPIDEMIOLOGIDiperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah Anemia Defisiensi Besi (ADB) dan terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori, protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 40-45%, pada anak sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT tahun 2001 prevalensi ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8%, 48,1%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan fungsi kognitif, perubahan tingkah laku, tumbuh kembang yang terlambat, gangguan fungsi imun.

DIAGNOSIS

I. Anamnesis

1. Riwayat factor predisposisi dan etiologi

Kebutuhan menigkat secara fisiologi

Masa pertumbuhan yang cepat

Menstruasi

Infeksi kronis

Kekurangan besi yang diserap

Asupan besi dari makanan tidak adekuat

Malabsorpsi besi

Perdarahan

Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa)

2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika, penurunan nafsu makan

3. Gangguan perilaku dan prestasi belajar

II. Pemeriksaan fisis

Anemia tanpa disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

Stomatitis angularis, atrofi papil lidah, koilonikia

Ditemukan takikardi, murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

Rentan terhadap infeksi

Gangguan pertumbuhan

Bila Hb < 5g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia

III. Pemeriksaan penunjang

Haemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun, RDW lebar

Hapus darah tepi: hipokromik mikrositik

Kadar besi serum (SI) menurun dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat, saturasi besi menurun

Kadar Feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat

Aspirasi sumsum tulang: penurunan kadar besi dengan pewarnaan Perls

DIAGNOSIS BANDINGI. Anamnesis hipokromik mikrositik:

Thalasemia (khususnya Thalasemia minor)

HbA2 meningkat

Feritin serum dan timbunana Fe tidak turun

Anemia karena infeksi menahun

Biasanya anemia normokromik normositik, kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik

Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun

Keracunan timah hitam (Pb)

Terdapat gejala lain keracuan Pb

Anemia sideroblastik

Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang

PENYULIT

Bila HB sangat rendah dan keadaan ini berlangsung lama dapat terjadi payah jantung.

PENATALAKSANAAN1. MEDIKAMENTOSA

Pemberian preparat besi (ferro sulphate/ferro fumarate/ferro gluconate) dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar haemoglobin normal. Ascorbic acid 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbs besi).

2. BEDAH

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.3. SUPORTIF

Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limpa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

4. Lain lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya).

Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (gizi, infeksi, respirologi, gastro-k-hepatologi, kardiologi).

PEMANTAUANTerapi Periksa kadar haemoglobin setiap 2 minggu

Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar di ulu hati, nyeri abdomen dan mual.

Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara

Tumbuh Kembang

Penimbangan berat badan setiap bulan

Perubahan tingkah laku

Daya konsentrasi dan kemampuan belajar anak usia sekolah, konsultasi ahli psikologi

Aktivitas motorik

LANGKAH PROMOTIF DAN PREVENTIF

Upaya penanggulangan aAngka Kematian Bayi (AKB) diprioritaskan pada kelompok rawan, yaitu balita, anak usia sekolah, ibu hamil, dan menyususi, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya penecegahan efektif untuk menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan upaya pengendalian faktor penyebab dan predisposisi AKB yaitu berupa penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi kronis atau berlubang, pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi.

SUPLEMENTASI BESI

Cara paling tepat untuk mencegah ADB di daerah dengan prevalensi tinggi. Dosis dan lama pemberian besi elemental:

Bayi BBLR ( 5-12 tahun

: 1 mg/kgBB/hari, 2 kali per minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun

12-18 tahun

: 60 mg/hari, 2 kali per minggu selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun

KEPUSTAKAANHilmann RS, Ault KA. 1995. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; Mc Graw Hill. 72-85.

Lanzkowsky P. 1995. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. 2nd ed. New York; Churchchill Livingstone Inc. 35-50.

Nathan DG, Oski FA. 1974. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. 1st ed. Philadelphia; Saunders. 103-25.

Recht M, pearson HA. 1999. Iron Deficiency Anemia. In: MC Millan JA, De Angelis CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oskis Pediatrics: Principles and Practice. 3rd ed. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins. 1447-8.

Anemia Defisiensi Besi. 2010. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia. 10-3. Suplementasi Besi pada Bayi dan Anaka. 2011. Dalam: Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-6.

3. KEJANG DEMAMKOMPETENSI TINGKAT 4Setelah membaca modul pembelajaran mengenai kejang demam, dokter umum mampu membuat diagnosis kejang demam berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter umum juga mampu memutuskan dan mampu menangani kejang demam secara, mandiri hingga tuntas.

BATASANKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38%) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

PATOFISIOLOGIPatofisiologi kejang demam belum jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan atau genetik.

GEJALA KLINISAda 2 bentuk kejang demam, yaitu:1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut:

Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

Kejang umum tonik dan atau klonik

Umumnya berhenti sendiri

Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure) dengan cirri-ciri gejala klinis sebagai berikut:

Kejang lama > 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS Anamnesis:

Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya (ayah, ibu atau saudara kandung).

Pemeriksaan neurologis:

Tidak didapatkan kelainan

Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan rutin tidak diajurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).

Pemeriksaan radiologi:

X-ray kepala, CT-Scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya di kerjakan atas indikasi

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS):

Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Bayi < 12 bulan: diharuskan

2. Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Pemeriksaan elektroensefalografi (ECG):

Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam komplikasi pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal).

DIAGNOSIS BANDING

Meningitis

Ensefalitis

Abses otak

PENATALAKSANAANPenatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang.

1. Penanganan Pada Saat Kejang

Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis iv. (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6 mg/kgBB/dosis rectal suppositoria. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulangi dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

Turunkan demam:

Antipiretik: Paracetamol 10 mg/kgBB/dosis p.o. atau Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/dosis p.o., keduanya diberikan sehari 3-4 kali

Kompres: suhu >39 0C: air hangat, suhu > 38 0C: air biasa

Pengobatan penyebab: antibiotik diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya

Penanganan suporif lainnya meliputi:

Bebaskan jalan napas

Pemberian oksigen

Menjaga keseimbangan air dan elektrolit

Pertahankan keseimbangan tekanan darah

2. Pencengahan Kejang

Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis p.o. dan antipirek pada saat anak menderita penyakt yang disertai demam.

Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari p.o. dibagi dalam 2-3 dosis.

PROGNOSISApabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:

Kejang demam berulang

Epilepsy

Kelainan motorik

Gangguan mental dan belajar

KEPUSTAKAANBaumann RJ. 2002. Febrile Seizures. E Med J. vol. 2, No. 3: 1-10

Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile Seizures. HYPERLINK http://www.pediatric.org/cgi/content/full/103/e86

http://www.pediatric.org/cgi/content/full/103/e86.

Lewis H. 2001. Viruses in Febrile Convulsion. Arch Dis Child. 82: 428.

Berg AT, Shinnar S, Levy SR, Testa FM. 1999. Childhood-Onset Epilepsy With and Without Preceeding Febrile Seizures. Neurology, vol. 53, No. 8. 23-34.

Duffer PK, Baumann RJ. 1999. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics Practice Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile Seizures. Pediatrics in Review, vol. 20, No. 285-7.

Campfield P, Camfield C. 2000. Advance in Diagnosis and Management of Pediatrics Seizures Disorders in Twentieth Century. J Pediatr. 136: 874-9.

American Academy of Pediatrics. 1999. Practice Parameter: Long-term Treatment of TheChild with Febrile Seizures. Pediatrics. 103: 1307-10.

Gordon KE, Dooley JM, Camfield PR, Camfield CS, MacSween J. 2001. Treatment o Febrile Seizures: Influence of The Treatment Efficacy and Side-effect Profile on Value to Parents. Pediatrics. 108: 65-9.

Uapan terima kasih kepada: dr. Erny, Sp.A atas bantuan dalam penyusunan pedoman diagnosis & terapi, Neurologi anak. 4. ASFIKSIA NEONATORUMKOMPETENSI TINGKAT 3BSetelah membaca modul pembelajaran mengenai afiksia neonatorum, dokter umum diharapkan mampu membuat diagnosis asfiksia perinatal berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter mampu memutuskan dan member terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

BATASANAsfiksia neonatorum adalah kondisi gangguan pertukaran gas karbondioksida dengan oksigen yang menyebabkan terjadinya hipoksemia dan hiperkarbia pada janin dan bayi baru lahir sehingga menyebabkan asidosis.

PATOFISIOLOGI Penurunan aliran darah ke plasenta akibat kontraksi uterus, kompresi tali pusat, dehidrasi dan alkalosis pada ibu hamil. Hal ini menyebabkan oksigen yang diberikan ke janin juga berkurang.

Terjadi penurunan curah jantung, hiportensi, gangguan aliran cerebral sehingga terjadi metabolisme anaerobik yang memproduksi asam laktat.

Terjadi kematian sel karena gangguan fosforilasi oksidatif dan produksi ATP

Adanya reperfusi menyebabkan pembentukan radikal bebas

GEJALA KLINIK Bayi tidak bernapas atu napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap reflex rangsangan

KRITERIA DIAGNOSIS1. Adanya asidosis metabolic atau mixed academia (pH < 7.00) pada darah umbilicus atau analisis gas darah arteri apabila fasilitas tersedia;

2. Adanya persisten nilai Apgar 0-3 selama > 5 menit;

3. Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal denga gejala kejang, hipotonia, koma, ensefalopati hipoksik iskemik;

4. Adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal.

Nilai apgar

Dilakukan pemantauan nilai Apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai Apgar 5 menit kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk meni;ai keberhasilan resusitasi Bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi.Tabel . Nilai Apgar

Klinis012

Detak jantungTidak ada< 100x/menit>100x/menit

Pernapasan Tidak adaTak teraturTangis kuat

Refleks saat jalan napas dibersihkanTidak adaMenyeringaiBatuk/bersin

Tonus ototLunglai Fleksi ekstremitas (lemah)Fleksi kuat gerak aktif

Warna kulitBiru pucatTubuh merah ekstremitas biruMerah seluruh tubuh

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto USG kepala

Laboratorium: darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

DIAGNOSA BANDING

Pengaruh sedasi, pemberian anastesi dan analgesia lainnya pada ibu waktu persalinan.

Infeksi virus, sepsis atau meningitis

Kelainan congenital susunan saraf pusat, jantung, dan paru.

Penyakit neuromuscular

Trauma persalinan

Kelainan metabolisme bawaanPENYULIT

Meliputi berbagai organ yaitu:

Otak: hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebalis

Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonates, perdarahan paru, edema paru

Gastrointestinal: enterokolitis nekrotikans

Ginjal: tubular nekrosis akut, Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH)

Hematologic: DIC

PENATALAKSANAAN Resusitasi

Tahapan resusitasi tidak melihat nilai Apgar (lihat bagan)

Terapi medikamentosa

Epinefrin:

Indikasi:

Denyut jantung bayi < 60 x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada

Asistolik

Dosis:

0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1: 10.000 (0,01 mg-0,003 mg/kgBB) diberikan i.v, dibilas dengan 0,5-1 ml normal salin

0,3 1 ml/kgBB larutan 1: 10.000 bila diberikan endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu

Volume ekspander:

Indikasi:

Hipovolemia

Tidak ada respons dengan resusitasi

Jenis cairan:

Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

Transfuse darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak

Dosis: Dosis awal 10ml/kgBB i.v. pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukan respons klinis

karbonat:

Indikasi:

Asidosis metabolic. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik

Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolic dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisis gas darah dan kimiawi

Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/KgBB (4,2% atau ml/kgBB (8,4%)

Cara:

Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit

Efek samping:

Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak

Suportif

Jaga kehangatan

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka

Koreksi gangguan metabolic (cairan,glukosa darah dan elektrolit)

KEPUSTAKAANAdcock LS, Papile L. 2008. Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-6. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2008; 518-17.

American Academy of Pediatrics. 2010. Special report-neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Paediatrics. 126(5): e1400-11.

Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. 2009. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill. 15-22.

Kattwinkel J, McGowan JE, Zaichkin J.2011.textbook of neonatal resuscitation; edisi ke-6. AAP & AHA. 1-302

Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. 2008. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-6. Boston: Lippincott Williams & Wilkins. 59-71.

5. HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

KOMPETENSI TINGKAT 4

Setelah membaca modu pembelajaran mengenai hiperbilirubinemia, dokter umum mampu membuat diagnosis hiperbilirubinemia berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter umum juga mampu memutuskan dan mampu menangani hiperbilirubinemia secara mandiri hingga tuntas.

BATASANIkterus neonatorum adalah keadaan klinis bayi yang ditandai oleh pewarnaan kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus tampak secara klinis bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl.

Hiperbilirubinemia:

Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.

Tabel 1. Tindak lanjut setelah pemeriksaan total serum bilirubin sebelum bayi pulang

SkenarioUsia saat pulangWaktu untuk kontrol

Tanpa faktor risiko24-72 jam

> 72 jam48 jam

48 jam

Dengan faktor resiko24-48 jam

49-72 jam

73-120 jam24 jam

48 jam

48 jam

Faktor risiko = penyakit hemolitik isoimun, defesiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis, albumin < 3 g/dl

Nomogram-persentil ke-95 untuk kadar bilirubin serum24 jam: (8 mg/dl (137 (M/L)

48 jam: (14 mg/ dl (239 (M/L)72 jam: (16 mg/ dl (273 (M/L)

84 jam: (17 mg/ dl (290 (M/L)

PATOFISIOLOGI

a. Ikterus fisilogis. Terjadi peningkatan bilirubin indirek pada cukup bulan dengan puncak 6-8 mg/dl pada usia 3 hari. Kadar 2 mg/dl masih dalam batas fisiologi. Pada bayi premature dapat menigkat 10-12 mg/dl pada usia 5 hari.

b. Ikterus nonfisiologis bila: muncul sebelum usia 24 jam, serum bilirubin total > 95 persentil, level bilirubin meningkat > 0,5 mg/dl/jam, peningkatan bilirubin yang memerlukan fototerapi, bilirubin direk >1,5-2 mg/dl atau > 10-20% dari serum bilirubin total, ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan dan 14 hari pada bayi kurang bulan.

c. Produksi bilirubin yang meningkat: peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah (Inkompatibilitas golongan darah dan Rh, defeksel darah merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis, polisitemia, sekuester darah, infeksi).

d. Penurunan kinjungsi bilirubin: prematuritas, ASi, defek congenital yang jarang

e. Peningkatan reabsorpsi bilirubin dalam saluran cerna: ASI, asfiksia, pemberian ASI yang terlambat, obstruksi saluran cerna

f. Kegagalan ekskresi cairan empedu: infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis, sindrom kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik.

GEJALA KLINISKulit, mukosa dan konjungtive kuningDIAGNOSISa. Anamnesis: riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemia dan pembesaran hati dan limpa, riwayat pengunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia b. Pemeriksaan fisik:Umum: keadaan umum (gangguan napas, apneu, instabilitas suhu, dan lain-lain)

Khusus: dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.

c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin (indirek,total), golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, retikulosit, Coomb, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD)

d. Pemeriksaan radiologis: USG abdomen (pada ikterus berkepanjan)

PENYULITEnsefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis).

TATA LAKSANAa. Follow up pada bayi baru lahir yang pulang

Dipulangkan sebelum 24 jam: control ulang usia 72 jam

Dipulangkan usia 24-47,9 jam: control ulang usia 96 jam

Dipulangkan usia 48-72 jam: control ulang usia 120 jam

Tabel . Kriteria Ikterus

Derajat IkterusDaerah IkterusPerkiraan kadar bilirubin

I

II

III

IV

VKepala dan leher

Sampai badan atas (di atas umbilikus)

Sampai badan bawah ( di bawah umbilicus) hingga tungkai

Sampai lengan, tungkai bawah lutut

Sampai telapak tangan dan kaki5,0 mg%

9,0 mg%

11,4 mg/dl

12,4 mg/dl

16,0 mg/dl

b. Fototerapi

Foto terapi dilakukan bila kadar total serum bilirubin (TSB) melebihi batas yang diharapkan sesuai pada Gambar 2.

Penghentian fototerapi

Tergantung pada usia saat fototerapi dan penyebab hiperbilirubinemia. Pada bayi yang masuk RS (TSB 18 mg/dl).

c. Transfusi tukar

Dilakukan bila kadar total serum bilirubin melampaui garis seperti pada gambar 3.

Transfuse tukar segera bila bayi menunjukan tanda ensefalopati bilirubin akut (hipertonia, opistotonus, panas, menangis melengking) atau TSB > 5 di atas garis

Faktor risiko: isoimun hemolitik, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas temperature, sepsis asidosi Tabel . Rekomendasi manajemen hiperbilirubin pada bayi kurang bulan (sehat dan sakit)dan bayi cukup bulan (sakit)

Total serum bilirubin

Bayi sehat Bayi sakit

BB (g)FototerapiTransfuse tukarFototerapiTransfusi tukar

>10004-510-124-510-12

1000-15005-813-164-710-14

1501-20008-1216-187-1014-16

2001-250012-1518-2010-1216-18

>2500ab13-1517-22

KEPUSTAKAANGomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. 2009. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: lange Books/Mc Graw-Hill. 293-301, 498-510.

Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. 2006. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetric Neonatal Emergensi Dasar.Jakarta: Depkes RI. 58-63.

Martin CR, Cloherty JP. 2008. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-6. Boston: Lippincott Williams & Wilkins. 181-212.

Khosim MS, Surjono A., Setyowireni D., et al. 2001. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta: IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI. 42-8.

Sukadi A. Hiperbilirubinemia. 2008. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Santoso GI, Usman A, eds. Buku ajar neonatologi, Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAi. 147-69.

American Academic of Pediatrics. 2004. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Paediatrics. 114; 297-316.

6. KURANG ENERGI PROTEINKOMPETENSI TINGKAT 4Setelah membaca modul pembelajaran mengenai kurang energy protein (KEP), dokter umum mampu membuat diagnosis KEP berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter umum juga mampu memutuskan dan mampu menangani KEP secara mandiri hingga tuntas.

BATASANKEP adalah penyakit atau keadaan klinis yang diakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan protein dan energy, dapat karena asupan yang kurang atau kebutuhan/keluaran yang meningkat atau keduanya secara bersama. Sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energy dan protein, KEP diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk secara klinis didapatkan 3 bentuk, yaiu: kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor, walapun demikian dalam penatalaksanaannya sama.

PATOFISOLOGIKEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energy, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainya.

Perubahan patofisiologi berhubungan dengan nutrisi dan kekurangan energy, yang dideskripsikan sebagai perubahan komposisi tubuh, perubahan metabolic dan perubahan anatomis.

Disebutkan malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah social ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi maslaah nutrisi seperti di atas disebabkan adanya peyakit utama, seperti kelainan bawaa, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolic, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/ atau meningkatnya kehilangan nutrisi.

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori. Dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolic. Bila terjadi stress katabolik (infeksi) maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, bila kondisi ini terjadi pada saat kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih di atas -3 SD (-2SD-3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut ataudecompensated malnutrition). Bila stress katabolic ini terjadi pada saat status gizi di bawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Bila kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai di bawah -3SD, maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronis atau compensated malnutrition).

Dengan demikian pada KEP dapat terjadi: gangguan petumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan haemoglobin, penurunan system kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesis enzim.

GEJALA KLINIS

Anamnesis

Sejak kapan tubuh makin kurus dan /atau timbulnya edema

Sejak kapan terjadi penurunan atau hilangnya nafsu makan

Riwayat makan sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI dan MPASI

Gejala dan tanda yang mengarah ke penyakit lain, misalnya diare, TB, campak, ISK

Batuk kronis

Kelainan kulit

Kelainan mata

Dieresis terakhir

Latar belakang social anak

Pemeriksan fisik

KEP ringan

Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:

Anak tampak kurus

Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti

Berat badan tidak bertambah, adakalanya berat badan bahkan turun

Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal

Maturasi tulang terlambat

Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun

Tebal lipatan kulit normal atau berkurang

Anemia ringan

Aktivitas dan perhatian berkurang jika disbanding dengan anak sehat

KEP berat

Secara klinis terdapat 3 tipe,yaitu sebagai berikut:

Kwashiorkor: perubahan mental sampai apatis, anemia, rambut tipis kemerahan mudah dicabut/rontok, gangguan system gastrointestinal, pembesaran hati, bercak merah kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis),atrofi otot, edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.

Marasmus: penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus, perubahan mental, cengeng, kulit kering, dingin dan mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot atrofi hingga kontur tulang terlihat jelas (iga gambang), kadang terdapat bradikardi, tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya, sering disertai penyakit infeksi dan diare.

Marasmik-kwashiorkor: didapatkan tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor bersamaan.

DIAGNOSIS KLINIS ANTROPOMETRIS (>5 th: kurva WHO 2007, >5 th: kurva CDC 2000)

Pemeriksaan penunjang

Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.

Tes mantoux

Radiologi (dada, AP dan Laternal)

EKG

Tabel . Klasifikasi KEP menurut WHO

Tanda KEPKEP sedang (gizi kurang)KEP berat (gizi buruk)

Edem simetrikTidakYa

BB/TB 1, tidak nyeri

Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut falangAda pembengkakan

Foto dada/toraksNormal/tidak jelas*infiltrate

* pembesaran kelenjar

* konsilidasi segmental/lobar

* atelektasis*kalsifikasi + infiltrate

* pembesaran kelenjar + infiltrate

Catatan:

Jika dijumpai skrofuloderma dan gambaran miler pada foto dada langsung didiagnosis TB

Untuk keadaan gizi lebih baik bila ada observasi berdasarkan KMS. Penyebab BB turun atau tidak naik harus dicari penyebab lain dulu dan dilakukan tata laksana nutrisi. Bila dalam 2 bulan berturut-turut BB tidak naik walau gizi adekuat maka dapat dimasukan system skor. Penentuan status gizi untuk usia < 5 tahun berdasarkan WHO Z-Score 2007 sedangkan untuk usia >5 tahun berdasarkan CDC 2000.

2007 sedangkan untuk usia > 5 tahun berdasarkan CDC 2000.

Untuk demam umumnya tidak tinggi dan penyebab demam lain sudah disingkirkan. Untuk batuk, pada TB anak biasanya terus-menerus, tidak membaik selama 3 minggu, persisten, dan sebab batuk lain telah disingkirkan.

Untuk pembesaran KGB sering terjadi di daerah leher, aksila atau inguinal. Curiga TB bila ukuran > 1 cm, multiple, tidak nyeri, tidak pans, konfluens, perabaan kenyal. Awalnya warna sama dengan kulit sekitar kemudian berubah menjadi livide (merah kebiruan).

7. Respons terhadap pengobatan

Dapat dgunakan pada keadaan yang mencurigakan TB, terapi dapat dimulai dan evaluasi dilakukan setelah 2 bulan.

Gambar . Skor TB

PENATALAKSANAAN

Secara garis besar dapat dibagi menjadi penatalaksanaan untuk:

1. TBC paru tidak berat

2. TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal

Pada TBC paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat antituberkulosis dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampicin (R) dan payrazinamide (Z) terlama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri atas Isoniazid (H) dan Rifampicin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari.

Pada TB berat (TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga diberikan Streptomycine atau Ethambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TB berat pengobatan dimula dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampicin selama 7-10 bulan lagi sesuai perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena resistensi oabat, maka obat diberikan sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah dan ubah kombinasi OAT.

Prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis diberikan pada:

Efusi pleura dan TB milier: 2 minggu dosis penuh diikuti 2 minggu tapering off

Meningitis TB: 4 minggu dosis penuh

Tabel 2. Panduan obat anti tuberculosis anak

TuberkulosisFase intensifFase lanjutanPrednisonLama

TB paru2 HRZ4 HR-6 bulan

TBKelenjar Superfisial-

Efusi Pleura TB2minggu-tapp off

TB paru berat: TB Milier

TB + Destroyed Lung2 HRZ (E/S)7-10 HR4minggu-tapp off9-12 bulan

Meningitis TB10 HR4minggu-tapp off12 bulan

Peritonitis TB2Minggu-tapp off

Perikarditis TB2minggu-tapp off

Skeletal TB-

Tabel 3. Dosis obat anti tuberculosis anak

ObatDosis harian (mg/kg/hari)Efek sampingDosis Maksimal

Isoniazid (INH)5-15(10)(300 mg)Hepatitis, neuritis peripheral, hypersensitivitas300 mg

Rifampicin (RIF)10-15(15)(600 mg)Gangguan gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, thrombocytopenia, enzim hepatic, perubahan warna sekresi menjadi orange600 mg

Pyrazinamide (PZA)15-40 (35)Hepatotoksisitas, heprurisemia, arthralgia, gangguan gastrointestinal2000 mg

Ethambutol (EMB)15-25 (1,25 g)Neuritis optic, menurunnya ketajaman visual, sulit membedakan warna merah dan hijau, hipersensitivitas, gangguan gastrointestinal1250 mg

Streptomycin (SM)15-40 ( 1 g)Ototoksisitas, nefrotoksisitas1000 mg

Panduan OAT tersedia dalam bentuk obat lepas atau terpisah, obat paket Kombipak Anak, Obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT)

Kombipak Anak berisi obat fase intensif Rifampisin 75 mg/INH 50 mg/ Pirazinamid 200 mg dan obat fase lanjutan Rifampisin 75 mg/INH 50 mg/pirazinamid 20.

PENGHENTIAN PENGOBATAN

1. Bila setelah pengobatanevaluasi membaik, bayuk hilang, klinis membaik, anak menjadi lebih aktif, berat badan meningkat, foto toraks membaik, penurunan LED.

2. Bila setelah pengobatan tidak ada perbaikan, kemungkinan:

Kepatuhan minum obat kurang

MDR (Multi Drug Resisten)

Bukan TB

OBAT PENCEGAHAN DENGAN INH

10 mg/kgbb/hari diberikan pada:

1. Profilaksis primer: anak yang kontak dengan penderita TB menular (BTA positif, tetapi belum terinfeksi)

2. Profilaksis sekunder: anak dengan infeksi TB yaitu tuberculin positif dan klinis baik, dengan faktor risiko yang memungkinkan menjadi TB aktif

Umur < 5 tahun

Menderita penyakit infeksi (morbili, varicella)

Mendapat obat imunosupresif (sitostatik, steroid, dan lain-lain)

Umur akil balik

Kalau ada infeksi HIV

KEPUSTAKAAN

Crofton SJ, Horne N, Miller F. 1992. Clinical Tuberculosis. Edisi ke-1. London: Milan Press.

Munoz FM, Starke JR. 2003. Tuberculosis. Dalam: Behrman RF, Kleigman RM. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Sanders. 958-71

Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. 2005. Pedoman Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi: PP IDAI

8. PNEUMONIA

KOMPETENSI 3B

Setelah membaca modul pembelajaran mengenai pneumonia, dokter umum diharapkan mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter umum juga mampu memutuskan dan memberikan terapi pendahuluan, serta mengetahui indikasi merujuk ke spesialis anak yang relevan (kasus gawat darurat).

BATASAN

Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi di mana kuman atau zat (agen) teraspirasi akan menimbulkan ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi (ventilation perfusion mismatch) di sistem pernapasan, yang tercerminkan melalui gejala klinis, radiologis maupun laboratoris.

ETILOGI

Sebagian besar pneumonia disebabkan kuman terutama virus. Sedangkan di Negara berkembang banyak disebabkan oleh bakteri. Infeksi campuran virus dan bakteri, ditemukan pada 34-35% kasus. Penyebab lainnya adalah bahan kimia atau benda asing yang teraspirasi (pneumonia aspirasi) da etilogi infeksi lainnya seperti jamur, parasit dan protozoa.

Untuk mencari kuman etiologi pasti dari pneumonia sangat sulit.

Kultur darah: tidak mencerminkan infeksi di paru

Sputum dan swab nasopharyngeal: sering terkontaminasi dengan flora normal saluran napas atas

Cairan specimen dari bronchoalveolar lavage: cukup bai, namun teknik sulit untuk anak-anak

Aspirasi jaringan paru: specimen yang di dapat paling mendekati etilogi pneumonia, namun metode yang dipakai sangat invasif dan berisiko. Karena sulitnya mencari kuman etiologi, maka kuman penyebab dapat diperkirakan berdasarkan dari mana penderita mendapatkan pneumonia.

Tabel 1. Kuman penyebab pneumonia (CAP) anak berdasarkan umur

Umur Kuman Penyebab

Lahir 3 mingguGroup B streptococcus

Kuman gram negative (misalnya E.coli)

3 minggu - 3 bulanVirus (RSV, parainfluenza virus, Infuenza A dan B, adenovirus)

Chlamydia trachomatis

Streptococcus pneumonia

4 bulan 4 tahunStreptococcus pneumonia

Virus

Haemophilus influenza

Group A streptococcus (streptococcus pyogenes)

Streptococcus lainnya

Lebih 5 tahunMycoplasma pneumonia

Chlamydia pneumonia

Streptococcus pneumonia

Pneumonia yang di dapat di masyarakat (community acquired pneumonia)

Nasokomial (hospital acquired pneumonia)

PATOFISIOLOGI

Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme: filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan kea rah cranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi, kumn oleh substansi imun local dan drainase melalui system limfatik. Faktor predisposisi pneumonia: aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuscular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mucus atau sekresi seperti pada fibrosis kistik, benda asing atau disfungsi silier.

Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transpalsental atau selama persaalinan pada neonates. Umumnya penunomia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan pertambahan umur. Pada pneumonia berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolic dan gagal napas.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran napas akut bagian atas. Gejalanya anatara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan di sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukan gejala nonspesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis atau ileus.

Pemeriksaan fisis

Tanda yang mungkin ada adalah demam tinggi, dispnea: inspiratory effort ditandai dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), napas cuping hidung dan sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah terkena, perkusi normal atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena

Pada infeksi oleh kuman atipik (Mycoplasma, Chylamydia) gejalanya tidak jelas maupun memberikaan onset akut seperti di atas. Panas seringkali tidak tinggi, batuk tidak produktif, tidak sesak, dan seringkali disertai sakit kepala dan malaise.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang nonspesifik yang seringkali dilakukan adalah:

Hitung leukosit: dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri

Laju Endap Darah: menigkat pada infksi bacterial namun banyak dipengaruhi faktor-faktor lainnya

C reactive Protein (CRP): meningkatkan pada infeksi bacterial

Procalcitonin: dianggap lebih baik disbanding CRP

Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolic, dan gagal napas

Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukan respons terhadap penanganan awal.

Pada foto dada terlihat infiltrate alveor maupun interstitial yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru

Luas kelainan pada gambaran radiologis biasa sebanding dengan derajatklinis penyakit, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologis lebih berat daripada keadaan kilinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai:

konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris

Penebalan pleura pada pleuritis

Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi plura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel

DIAGNOSIS BANDING PNEUMONIA

Bronkiolitis

Payah jantung

Sepsis

Khusus pada bayi:

Meningitis

Ileus

PENATALAKSANAAN

1. Indikasi Rawat Inap di Rumah Sakit:

a. Ada kesukaran bernapas, tampak toksis

b. Sianosis

c. Umur kurang 6 bulan

d. Ada penyulit, misalnya: muntah-muntah, dehidrasi, empiema

e. Diduga infeksi oleh stafilokokus

f. Imunokompromais

g. Perawatan di rumah kurang baik

h. Tidak respons dengan pemberian antibiotic oral

2. Pemberian oksigenasi: dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal napas diberikan bantuan ventilasi mekanik

3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parental). Jumlah cairan sesuai berat badan, peningkatan suhu dan tatus hidrasi

4. Bila sesak tidak terlalu berat dapat dimulai diet enternal bertahap melalui selang nasogastrik, urogastrik maupun per oral

5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi

7. Pemilihan antibiotic berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis, dilakukan penggantian antibiotic sampai anak dinyatakan sembuh

Lama pemberian antibiotik tergantung: kemajuan klinis penderita, hasil pemeriksaan laboratoris, foto thorak dan jenis kuman penyebab. Sebagian besar membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali untuk kuman stafilokokus dapat diberikan hingga 6 minggu.

Pada keadaan imunokompromis (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuscular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia diketahui. Dapat dipertimbangkan juga pemberian:

Kotrimoksazol pada pneumonia Pneumocystic carinii

Antiviral (acyclovir, GAncyclovirz) pad pneumonia karena Cyto Megalous Virus (CMV)

Anti jamur (Amphortericin B, Ketoconazole, Fluconazole) pada pneumonia karena jamur

Immunoglobulin

8. Atasi penyakit penyerta lainnya

KOMPLIKASI

Pleuritis

Efusi pleura atau empiema

Pneumotoraks

Piopneumotoraks

Abses paru

Gagal nafas

Pneumonia berulang

PETUNJUK PEMBERIAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS

1. Pilihan antubiotika untuk penderita pneumonia baru yang dating ke UGD atau rawat jalan yang belum pernah mendapatkan perawatan di RS lainnya:

a. Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan:

Amoksisilin 50-80 mg/kg/hari per oral dibagi dalam 3 dosis, atau

Amoksisilin + asam Klauvulanat 50 mg/kg per oral dibagi dalam 3 dosisb. Pneumonia yang memerlukan rawat inap:

Ampisilin 100 mg/kg/hari intravena dibagi dalam 4 dosis atau

Ampisilin Sulbaktam 100 mg/kg/hari intravena dibagi dalam 4 c. Pneumonia yang memerlukan rawat inap yang disertai penyakit penyerta yang menular tanpa disertai sepsis (seperti ISK, Gastroenteritis, Morbili)

Ampisislin Sulbaktam 100 mg/kg/hari intravena dibagi dalam 4 dosis d. Pneunomia yang memerlukan rawat inap yang disertai sepsis

Ampisilin Sulbaktam 200 mg/kg/hari intravena dibagi dalam 4 dosis

2. Pilihan antibiotika untuk penderita pneumonia yang dirujuk dari RS lain adalah:

a. Pernah mendapatkan perawatan di RS lain kurang dari 72 jam

Ampisilin Sulbaktam 100 mg/kg/hari intravena dibagi dalam 4 dosis

b. Pernah mendapatkan perawatan di RS lain lebih dari 72 jam

Sefotaksim 200 mg/kg/hari intravena dibagi dalam 3 dosis, atau

Seftriakson 100 mg/kg/hari intravena dibagi dalam 2 dosis, atau

Sesuai dengan kultur dahak/kultur darah yang ada, atau pertimbangan lain

3. Pilihan antibiotik untuk penderita pneumonia dengan penyakit penyerta yang tidak menular (non-infectious) seperti kelainan jantung bawaan sianotik atau nonsianotik, kelainan hematologic, kelainan congenital, dan sebagainya, sesuai dengan poin no. 1.

4. Pilihan antibiotik untuk penderita pneumonia yang diduga disebabkan oleh infeksi kuman atipik (pneumonia atipik) dapat diberikan salah satu antibiotic di bawah ini:

Spiramisin 50 mg/kg.hari dibagi 3 dosis (10-14 hari)

Eritromisin 30-50 mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis (10-14 hari)

Azitromisin 10 mg/kg/hari sekali sehari (5 hari)

Klaritromisin 15 mg/kg/hari dibagi 2 dosis (7-10 hari)

MONITORING1. Pastikan apakah terapi antibiotic dikonsumsi secara lengkap dan kondisi kliis stbil baik setelah rawat jalan

2. Evaluasi radiologis tidak rutin dilakukan, karena seringkali perbaikan radiologis lebih lama dari perbaikan klinis. Indikasi evaluasi radiologis bila gejala klinis tidak membaik, pneumonia berulang, dan timbulnya komplikasi

KEPUSTAKAAN

Apisamthanarak A, Mundy LM. 2005. Etiology of community-acquired pneumonia. Clin Chest Med. 26: 47-55.

Crawford SE, Dwan RS. 2008. Bacterial pneumonia, lung abscess and emyema. Dalam: Taussing LM< Landau LI, penyunting. Pediatric respiratory

Gaston B. Pneumonia. Pediatr Rev 2002: 23: 132-40.

Linchenstein R, Suggs AH, Campbell J. 2003. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N Am. 21: 437-51

Mc Intosh K. 2002. Community-acquired pneumonia in children. N Eng J Med. 346: 429-36.

Sectish TC, Prober CG. 2002. Pneumonia. Dalam: Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, penyunting. nelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders. 1432 5.

Stein RT, Mrostica PJC. 2006. Community-acquired bacterial pneumonia. Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendigs disorders of the respiratory tract in children, Edisi ke-7. Philadelphia: Saunders Elsevier. 441-52.

LAMPIRAN

Jenis Obat dan Dosis

ObatDosis/kgBB/24 jamCara pemberian

Ampisilin 50-100 mgIM/IV, sehari 4 kali

Amoksisilin30-75 mgPO/IM/IV,sehari 3-4 kali

Amoksisilin + Asam Klavulanat30-75 mgPO, sehari 3-4 kali

Ampisilin sulbaktam100 mgIV, sehari 4 kali

Amikasin15 mgIM/IV, sehari 1 kali

Azitromisin7,5-15 mgPO, sehari 1 kali

Eritromisin50 mgPO, sehari 4 kali

Gentamisin 5-7 mgIM/IV, sehari 1-2 kali

Klaritromisin15-30 mgPO, sehari 2 kali

Kloramphenikol50-100 mgIV/oral, sehari 4 kal

Kloksasilin50 mgIM/IV, sehari 4 kali

Kotrimokasazol6 mg (TMP)PO, sehari 2 kali

Meropenem 30-50 mgIV, sehari 3 kali

Sefotaksim 50-100 mgIV, sehari 3-4 kali

Sefiksim 5 mgPO, sehari 2 kali

Seftazidim50-100 mgIM/. IV, sehari 2-3 kali

Seftriakson50-100 mgIM/IV, sehari 1-2 kali

Sefuroksim25-50 mgIV/oral, sehari 3-4 kali

Spiramisin50 mgPO, sehari 3 kali

9. INFEKSI SALURAN KEMIH

KOMPETENSI TINGKAT 4Setelah membaca modul pembelajaran mengenai infeksi saluran kemih (ISK), dokter umum diharapkan mampu membuat diagnosis ISK berasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Dokter umum mampu memutuskan dan menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

BATASAN

Infeksi saluran air kemih adalah tumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam jumlah bermakna pada saluran air kemih, mulai dari uretra, kandung kemih atau buli-buli, ureter, piala ginjal sampai jaringan ginjal.

Infeksi ini dapat berupa:

Pielonefritis

Pielonefritis kronis

Infeksi saluran kemih bagian bawah aau sistitis

Infeksi saluran air kemih berulang

Bakteriuria asimtomatis

Infeksi saluran kemih kompleks atau atipik

ETIOLOGI

Kuman penyebab infeksi saluran air kemih:

Kuman gram negative: E.coli (85%), Klebsiela spp, Enterobacter spp, Proteus spp., dan Pseudomonas spp. Staphylococcus aureus, Streptococcus fecalis, kuman anaerob, TBC, jamur, virus dan bentuk L bakteri protoplas.

PASTOFISIOLOGIInfeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen pada (neonates) atau secara asending pada (anak-anak). Faktor predisposisi infeksi adalah fimosis, aliran balik vesikoureter (refluksvesikoureter atau RVU), uropati obstruktif, kelainan congenital buli-buli atau ginjal, dan diaper rash. Pathogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organismenya. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria atau dari uretra.

Bebrapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Pada bayi dan anak biasanya bakteri berasal dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending.bakteri uropategonik yang melekat pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, menyebabkan gangguan peristaltic ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut.

Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa masuk menebus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandungan kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya buli-buli yang terinfeksi,dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ngin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria).

Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medulla ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan rin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan focus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi leukosit polimorfonuklear dalam jaringan interstisial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada pielonefritis kronis akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).

GEJALA KLINISGejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik, yaitu nyeri bila buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala sistematik, nyeri di daerah pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja.

Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut:

0-1 bulan : gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma, panas atau hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).

1 bln-2 thn: panas atau hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air kemih berbau atau berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri perut/pinggang.

2-6 thn: panas tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, ngompol, air kemih berbau dan berubah warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia.

6-18 tahun : nyeri perut atau pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, ngompol, air kemih berbau dan berubah warna.

DIAGNOSIS

Diagnosis ISK ditegakkan berdasar:

1. Gejala klinis:

Gejala klinis sesuai dengan umur penderita

2. Biakan air kemih:

Biakan air kemih merupakan baku emas untuk menegakan diagnosis ISK

Tabel 1. Kultur urin

Metode pengambilan

sampelJumlah koloni kuman/mlKemungkinan infeksi (%)

Aspirasi suprapubikGram negative basil:

Berapapun jumlah kuman

Gram positif kokus: > 103 >99%

Katerisasi

Transurethral>105

5 x 104

103 - 180 x/menit atau < 100 x/menit

Laju nafas > 60 x/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen, apnea atau laju nafas < 30 x/menit

Letargi

Intoleransi glukosa: hiperglikemia (plasma glukosa > 10 mmol/L atau 170 mg/dl) atau hipoglikemia (2,5 mmol/L atau < 45 mg/dl)

Intoleransi minum

Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi

Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (usia 1 hari)

Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (usia < 1 bulan)

Pengisian kembali kapiler/capillary refill time > 3 detik

DIAGNOSIS

Sindrom respons inflamasi janin (FIRS)

Bila ditemukan dua atau lebih keadaan: laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apneu dengan atau tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 36o C tau > 37,5o C), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit < 4 x 109/L atau > 34 x 109/L.

TERDUGA/SUSPEK SEPSISAdanya satu atau lebih criteria FIRS disertai bakteremia/kultur darah positif laboratorium

Leukositosis (> 34 x 109/L)

Leukopenia ( 10%

Perbandingan netrofil immature (stab) di banding total (stab+segmen) atau I/T ratio > 0,2

Trombositopenia < 100 x 109/L)

CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal

DIAGNOSIS BANDINGKelainan bawaan jantugn, paru, dan organ-organ lain

PENYULIT

Sepsis berat: sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal

Syok sepsis: sepsis berat disertai hipotensi

Sindrom disfungsi multiorgan (Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS))

PENATALAKSANAAN

1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 50 mg/kgBB/dosis IV (tiap 12 jam neonates umur < 7 hari, untuk neonates umur > 7 hari 100 mg/kg/dosis tiap 12 jam), dan gentamisin 3-4 mg/kg/dosis tiap 24 jam

2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisis cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuanitatif)

3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala, dan lain-lain

4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukn infeksi, pemriksaan darah dan CRP normal, dan kultu darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7

5. Bila kultur positif antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur

6. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Meropenem IV dengan dosis 20 mg/kgBB/dosi tiap 12 jam IV lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningg=itis pemberian antibiotika minimal 21 hari

7. Pengobatan suportif meliputi:

Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolic asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfuse darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfuse tukar, immunoglobulin

KEPUSTAKAAN

Haque KN. 2005. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatrcrit care med. 6 (3): S45-9.

Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. 2009. Neonatology, management, Lange Books/MC Graw-Hill. 665-72.

Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. 2004. Buku panduan manajemenmasalah bayi baru lahir unuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit . Jakarta: IDAI,MNH-JHPIEGO, Depkes RI. 19-20

Khoaim S, Indaso F, Irawan G, Hendrarto TW. 2006. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI. 92-7.

Puopolo KM. 2008. Bacterial and fungal infections. Dalam: Clohrty JP, Strak AR,eds. Manual of neonatal are, edisi ke-6. Boston: Lippincott Wiliams & Wilkins. 274-300 Skor 6

Beri OAT 2 bulan terapi

Respon (-)

Respon (+)

Rujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

Terapi TB diteruskan

54