tugas kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat

36
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS INDIVIDU INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT Oleh Baiq Indah Kusumawaty H1A004007 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS NARMADA 2013

Upload: putra-mahautama

Post on 29-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

Oleh

Baiq Indah Kusumawaty

H1A004007

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS

NARMADA

2013

Page 2: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB 1

PENDAHULUAN

Salah satu masalah kesehatan yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Infeksi Saluran Pernapasan Akut yaitu meliputi

infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian

bawah. ISPA merupakan suatu penyakit yang paling banyak diderita oleh anak- anak,

baik dinegara berkembang maupun dinegara maju. Selain itu, banyak dari mereka sampai

masuk rumah sakit karena kondisi penyakitnya cukup gawat (Rasmaliah, 2004).

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan

kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.

Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Dari 40% - 60%

kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang

disebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah

karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (4,5).

Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian

seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan

sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit

pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10% - 20% dari populasi balita. Bila

kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita

pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang dilaporkan baik dari rumah

sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan

bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan .

Kasus kesakitan anak dibawah lima tahun (balita) akibat ISPA tiap tahun

mencapai angka 260.000 balita, dimana pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam

kasus di antara 1000 bayi dan anak-balita. Sedangkan pada tahun 2003 sebanyak lima

dari 1000 anak-balita. Sampai saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang

penting karena menyebabkan kematian bayi dan anak-balita yang cukup tinggi yaitu

kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode

ISPA setiap tahunnya, selain itu dari total semua kunjungan pasien di puskesmas,

terdapat 40 % -60 % dari kunjungan adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian

yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 % (Rasmaliah, 2004).

Page 3: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Grafik 1. Proporsi penyebab kematian pada umur 1-4 tahun

diare25%

pneumonia15%

enterolokitis11%

meningitis9%

DBD7%

campak6%

tenggelam5%

TB4%

malaria3%

leukemia3%

lain-lain13%

Sumber: Riskesdes 2007

Page 4: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Penyakit ISPA di puskesmas Narmada

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sampai saat ini masih merupakan salah satu

masalah kesehatan di wilayah puskesmas Narmada.

Pada tahun 2010, penyakit ISPA berada pada urutan pertama dari daftar

10 penyakit terbanyak di wilayah Puskesmas Narmada. Pada bulan Januari

sampai dengan Desember 2010 kejadian ISPA pada semua rentan umur

mencapai 8.159 kasus.

Tabel 2.1. Daftar 10 Penyakit terbanyak di puskesmas Narmada tahun 2010

NO JENIS PENYAKIT JUMLAH

1 ISPA 8.159

2 Reumatik 5.408

3 Gastritis 3.959

4 Demam sebab lain 3.203

5 Penyakit kulit infeksi 2.246

6 Penyekit tekanan darah tinggi 2.120

7 Asma 2.107

8 Diare 1.970

9 Bronchitis 1.933

10 Kecelakaan dan ruda paksa 1.242

Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

Tabel 2.1. Daftar 10 Penyakit terbanyak di puskesmas Narmada tahun 2011

NO. PENYAKIT TOTAL

1. ISPA 5435

2. Penyakit pada sistem otot dan jaringan ikat 3823

3. Gastritis 2787

4. Demam sebab lain 2155

Page 5: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

5. Kecelakaan dan rudapaksa 1774

6. Penyakit darah tinggi 1642

7. Penyakit kulit infeksi 1432

8. Diare 1279

9. Asma 978

10. Penyakit lain 910

Tabel 2.1. Daftar 10 Penyakit terbanyak di puskesmas Narmada tahun 2012

NO. PENYAKIT TOTAL

1. ISPA 7589

2. Gastritis 3170

3. Penyakit system otot dan jaringan ikat 3027

4. hipertensi 2521

5. Penyakit kulit infeksi 1794

6. Asma 1673

7. Demam sebab lain 1494

8. Penyakit kulit alergi 1227

9. Diare 1203

10. Kecelakaan dan ruda paksa 628

Angka kejadian ISPA pada anak-balita di puskesmas Narmada pada tahun 2011

sampai sepuluh bulan terakhir ini mencapai angka 1.474 kasus. Jumlah tersebut telah

melebihi yang diharapkan puskesma Narmada, dimana dari 5.464 anak-balita diharapkan

tidak melebihi 10% dari jumlah sasaran yakni kurang dari 46 anak-balita yang terinfeksi ISPA

tiap bulannya (< 0,84%), atau kurang dari 601 kasus per tahun.

Grafik 2. Angka kejadian kasus ISPA di puskesmas Narmada tahun 2005-2010

Page 6: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

2005 2006 2007 2008 2009 20100

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

35473886 3742

3943

26372278

Kejadian ISPA pada anak-balita

kejadian ISPA

Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

Selain itu, dari data rekapan laporan mengenai program P2M ISPA di

Puskesmas Narmada diperoleh bahwa pada bulan Januari 2010 sampai dengan

Desember 2010 kasus ISPA mencapai 2.278 kasus Sedangkan dalam kurun

waktu 6 tahun terakhir ini (2005-2009) kasus ISPA pada anak-balita mencapai

angka yang sangat tinggi tiap tahunnya, dengan kejadian tertinggi pada tahun

2008 yakni mencapai 3943 kasus, bahkan dilaporkan terdapat 5 kematian balita

akibat ISPA pada tahun 2010 dan 1 balita meninggal akibat ISPA dalam kurun

waktu sepuluh bulan terakhir tahun 2011. Sehingga perlu dilakukan usaha-usaha

untuk menurunkan angka kejadian ISPA. Dalam hal ini, puskesmas yang

merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang

bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat

memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut. Oleh

karena itu, laporan ini akan membahas tentang pemberantasan dan pencegahan

ISPA di masyarakat umumnya dan di masyarakat di Kecamatan Narmada pada

khususnya.

Grafik 2.1. Kejadian ISPA pada anak-balita per tahun di puskesmas Narmada

Page 7: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

2005 2006 2007 2008 2009 20100

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

non pneumoniapneumonia

Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada

2.2. Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan

atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,

maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff dan Mukty,

2006). Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau

ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis

bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan

keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan

penghuni) (Depkes, 2002).

Penularan atau penyebaran Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sangat

mudah terjadi melalui batuk dan bersin yang membentuk partikel infeksius di udara

yang dapat berpindah dari orang sakit kepada orang yang mempunyai risiko tertular.

Penularan lain dapat melalui kontak langsung seperti pada saputangan, sprei, dan

handuk (Samsuridjal dan Heru, 2003).

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena

sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada

balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang

balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.

(Depkes RI, 2001).

Page 8: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2

golongan yaitu:

a. ISPA non-Pneumonia adalah dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek

b. Pneumonia adalah apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran

bernapas, peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).

1. Klasifikasi ISPA

Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat

diketahui menurut :

a. Lokasi Anatomik

Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu :

ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold),

Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-

lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan

pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.

b. Klasifikasi penyakit

Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :

1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan bukan

pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (Fast

breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih,

atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe

chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan

dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (Anonim, 2002).

2) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia

berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas

sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu

anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau

kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali

permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding

dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Anonim, 2002).

2. Tanda dan Gejala ISPA

Anak yang menderita ISPA biasanya menujukan tanda dan gejala seperti :

batuk, bersin, sesak, sakit tenggorokan, sakit telinga, keluar cairan dari telinga, sesak

napas, pernapasan cepat, napas yang berbunyi, penarikan dinding dada ke dalam,

bisa juga mual muntah, tidak mau makan badan lemah dan suhu tubuh meningkat.

Page 9: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

a. Tanda dan Gejala ISPA Ringan

ISPA ringan biasanya ditandai dengan tanda dan gejala sebagai berikut :

1) Batuk

2) Pilek

3) Serak

4) Dengan atau tanpa panas

5) Kadang keluarnya cairan dari telinga (congekan yang lebih dari dua minggu

tanpa rasa sakit).

b. Tanda dan gejala ISPA Sedang

ISPA sedang memiliki beberapa tanda dan gejala selain gejala ringan  di atas

sebagai berikut :

1) Pernapasan cepat lebih dari 15 kali

2) Wheezing

3) Suhu badan lebih dari 39 derajat celsius

4) Keluarnya cairan dari telinga lebih dari 2 minggu

5) Campak

c. Tanda dan Gejala ISPA Berat

Tanda dan gejala ISPA ringan dan sedang ditambah dengan satu atau  lebih

tanda dan gejala sebagai berikut:

1) Penarikan dinding dada ke dalam (tanda utama)

2) Stridor

3) Tidak mampu atau tidak mau makan

4) Napas cuping hidung

5) Kulit kebiruan

6) Dehidrasi

7) Dapat membran (selaput) difteri.

BAB 3

LAPORAN KASUS

Page 10: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

3.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. M

Umur : 3 1/2 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : tanak beak, Narmada

Suku : Sasak

Agama : Islam

Waktu Pemeriksaan : 4 Februari 2013

3.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : batuk dan pilek

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan dikeluhkan ibunya batuk dan pilek sejak 2 hari yang lalu, batuk

berdahak, dahak warna putih. Selain itu os juga dikeluhkan panas sejak sekitar 2 hari

yang lalu, panasnya tidak terlalu dan naik turun dengan waktu yang tidak menentu,

berkeringat (-), menggigil (-), sesak (-), napas berbunyi(-).

Manifestasi perdarahan seperti bintik merah pada kulit, perdarahan dari hidung atau

gusi (-), BAB berwarna hitam disangkal oleh ibu os, kejang (-), riwayat penurunan

kesadaran (-). Nafsu makan dan minum os berkurang.

BAK (+) normal, frekuensi 3-4 kali/hari, nyeri (-), warna kuning jernih. BAB (+)

normal, frek 1-2 kali/ hari, konsistensi padat, darah (-), lendir (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Menurut pengakuan Ibu, os sering mengalami hal yang serupa sejak umur 1 tahun.

Riwayat mengalami sesak napas sehingga os harus dirawat di puskesmas disangkal

ibu os.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa.

Riwayat Pribadi

1. Riwayat kehamilan dan persalinan

a. Ibu pasien ANC di posyandu secara tetatur sesuai jadwal.

b. Riwayat sakit berat selama hamil (-).

c. Riwayat minum obat-obatan selama hamil (-)

Page 11: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

2008

An. S

tn. W

1978

Iq. S

1976

2008

An. S

: pasien, perempuan

: laki-laki

: perempuan

d. Os lahir spontan di puskesmas Narmada ditolong bidan, lahir cukup bulan

dengan berat 2800 gram. Lahir langsung menangis riwayat biru setelah

lahir (-), kuning setelah lahir (-).

2. Riwayat nutrisi

ASI eksklusif (+), sejak usia 6 bulan sudah diberi makanan pengganti ASI berupa

bubur. Kemudian sejak umur 1 tahun sudah mulai diberikan nasi.

3. Perkembangan dan kepandaian

Menurut pengakuan ibu, tidak ada gangguan perkembangan dan kepandaian pada

bayinya, sampai sekarang pasien tumbuh seperti anak lainnya.

4. Vaksinasi

Lengkap di Posyandu. Terakhir pasien diimunisasi campak pada umur 9 bulan.

5. Ikhtisar Keluarga:

Keterangan :

Page 12: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

6. Sosial ekonomi dan lingkungan

Pasien tinggal bersama kedua orang tua, pasien adalah anak tunggal. Penghasilan

keluarga perbulan sekitar Rp 500.000-750.000. Pasien tinggal dirumah pribadi

yang berukuran 5x6 cm, terdiri ruang tamu rangkap ruang keluarga, 1 kamar tidur

dan dapur. Rumah beratap asbes, tidak ada flavon, berdinding bedek, ventilasi

hanya ada dibagian depan rumah (ruang tamu), dan dapur. Rumah pasien

berlantai semen, selain itu kamar tidur dan dapur terletak berdekatan hanya

dibatasi dinding. Dapur dan ruang tamu atau ruang keluarga tanpa pemisah. Ibu

pasien memasak menggunakan kompor minyak tanah.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK (04-02-2013)

Pemeriksaan umum

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : CM

Tanda vital :

HR : 110x/menit, irama teratur

RR : 30 x/menit

T : 37,9 oC

BB: 17,5 kg

TB : 95 cm

Status General :

o Kepala :

Ekspresi wajah : normal

Bentuk dan ukuran : normal

Rambut : normal

Udema (-)

Malar rash (-)

Parese N VII (-)

Nyeri tekan kepala (-)

o Mata :

Simetris

Alis : normal

Exopthalmus (-)

Page 13: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Ptosis (-)

Nystagmus (-)

Strabismus (-)

Udema palpebra (-)

Konjungtiva : anemia (-/-), hiperemia (-)

Sclera : ikterus (-/-), hyperemia (-)

Pupil : isokor, bulat, miosis (-), midriasis (-)

Kornea : normal

Lensa : normal

o Telinga :

Bentuk : normal,

Lubang telinga : normal, secret (-)

Nyeri tekan (-)

o Hidung :

Simetris, deviasi septum (-)

Napas cuping hidung (-)

Perdarahan (-), secret (+)

o Mulut :

Simetris

Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-)

Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)

Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-)

Gigi : caries (-)

Mukosa : normal

Faring : hiperemi (+)

o Leher :

Simetris (-)

Kaku kuduk (-)

Scrofuloderma (-)

Pemb.KGB (-)

Trakea : ditengah

Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-)

Pembesaran thyroid (-)

Page 14: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

o Thorax :

o

Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba ICS 5 midklavikula sinistra 2,5 cm ke medial

Perkusi : -

Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : Bentuk simetris, Pergerakan simetris, retraksi (-)/(-), penggunaan

otot bantu intercostal (-), Fossa supra&infraclavikular cekung normal, fossa

suprasternal cekung normal (frekuensi nafas 24 x/menit, teratur)

Palpasi :Pergerakan simetris, Fremitus raba simetris

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, Nyeri ketok (–)

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

o Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : distensi (-), umbilicus masuk merata, kulit sawo matang,

scar (-), keloid (-)

Auskultasi :Peristaltik usus : normal

Palpasi : Turgor : normal, tonus normal, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien

tidak teraba, ginjal tidak teraba

Perkusi : suara timpani

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

Vertebrae :

Inspeksi : Bentuk : tampak normal, scar (-), keloid (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

o Ekstremitas atas : Akral hangat : +/+, deformitas (-), edema (-/-), clubbing

finger (-), sianosis (-)

o Ekstremitas bawah: Akral hangat : +/+, deformitas (-), edema (-/-), clubbing

finger (-), sianosis (-)

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG : -

3.5. DIAGNOSIS KERJA

ISPA

Page 15: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

3.6. PENATALAKSANAAN

Terapi rawat jalan

Terapi rawat jalan

R/ Paracetamol Syr Lag I

S prn 3 dd Cth I p.c

R/ Ambroxol 1/4 tab

CTM 1/4 tab

Vit BC 1/4 tab

mf. la. pulv dtd NO XII

S prn 3 dd pulv I p.c

3.7. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

3.8. KONSELING

Konseling yang diberikan pada pasien :

Orang tua pasien diinformasikan agar memberikan obat secara teratur pada anaknya.

Apabila tidak membaik dalam 3 hari dan ditemukan dahak yang berwarna kuning atau

kehijauan serta jika anak tampak sesak napas agar membawa anaknya kembali ke sarana

kesehatan (Puskesmas). Selain itu orang tua juga perlu mendapatkan penyuluhan terkait

penyakit anaknya, yaitu:

Agar ibu pasien tidak mengajak anaknya ketika memasak di dapur

Agar ventilasi (jendela) rumah selalu dibuka tiap hari agar terjadi pertukaran udara

yang baik dan tidak lembab.

Agar ibu menjauhkan anak dari makanan yang berminyak, bersantan, pedas, dingin

dan makanan ringan seperti cilok atau ciki

Agar ibu dapat membuat racikan jeruk nipis yang ditambahkan dengan pemanis

(kecap manis atau madu) sebagai alternatif pereda batuk anak yang aman (jeruk

nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga

kali sehari).

Agar ibu padat memberikan kompres untuk menurunkan panas, dengan

menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

Agar ibu memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-

ulang yaitu lebih sering dari biasanya,serta lebih sering memberikan cairan (air

Page 16: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

putih, air buah dan sebagainya), yang akan membantu mengencerkan dahak,

kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

Agar ibu tidak mengenakan anaknya pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan

rapat (terutama saat demam), serta agar bersihkan hidung bila pilek agar

mempercepat kesembuhan.

Agar ibu rajin menyikat gigi anaknya, 2 kali sehari

Page 17: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB IV

PENELUSURAN ( HOME VISIT )

4.1 Dasar Pemilihan Kasus

ISPA merupakan salah satu kasus dari 10 besar penyakit terbanyak di Puskesmas

Narmada dan secara umum merupakan penyakit dengan tingkat kejadian yang tinggi di

Indonesia. Pada tahun 2010, penyakit ISPA berada pada urutan pertama dari daftar 10

penyakit terbanyak di wilayah Puskesmas Narmada. Pada bulan Januari sampai dengan

Desember 2010 ISPA mencapai 8.159 kasus.

Berdasarkan data tersebut, kasus ISPA merupakan kasus yang harus dicari tahu

kenapa kasus ini selalu banyak terdapat di masyarakat. Dengan diambilnya kasus ini, kita

bisa menginformasikan lebih banyak kepada masyarakat sehingga bisa lebih waspada

terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit ini.

4.2 Tujuan

Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya ISPA pada pasien an. M

4.3 Metodologi

Metodologi yang dipakai: wawancara dan pengamatan lingkungan tempat tinggal pasien.

Variabel yang dipakai: faktor risiko ISPA, tanda dan gejala ISPA.

4.4 Hasil Penelusuran

Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Penghasilan keluarga perbulan sekitar Rp

500.000-650.000. Penghasilan ini dirasa kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Pasien tinggal dirumah pribadi yang berukuran 8x3 cm, terdiri ruang tamu rangkap ruang

keluarga, 1 kamar tidur dan dapur. Rumah beratap asbes, tidak ada flavon, berdinding

tembok, ventilasi hanya ada dibagian depan rumah (ruang tamu), sedangkan pada kamar

tidak ventilasi, hanya ada 1 pintu pada bagian depan, lantai keramik pada ruang tamu

sedang pada kamar dan dapur berlantai semen. Selain itu, kamar tidur dan dapur terletak

berdekatan hanya dibatasi dinding saja. Selanjutnya, jarak antara rumah pasien dengan

tetangga sangat berdekatan ± 1 meter. Tetangga pasien masih menggunakan kayu bakar

sebagai bahan bakar memasak sehingga asap-asap hasil pembakaran juga masuk ke

rumah pasien. Selain itu, pada bagian depan rumah pasien terdapat kandang ayam yang

berjarak ± 10 meter dari rumah.

Page 18: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Rumah bagian depan Jarak rumah pasien dengan

tetangga

Kamar tidur Dapur

Page 19: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kandang ayam Tetangga memasak menggunakan kayu

bakar

SKETSA DENAH RUMAH

KET

_ _ : Pintu

: Jendela

Page 20: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB V

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan dikeluhkan batuk dan pilek, dari keluhan utama ini maka

diagnosis banding yang dapat dipilih adalah ISPA, common cold, bronkiolitis. Dari lanjutan

anamnesis, bersamaan dengan batuk pasien mengalami panas, dimana panasnya tidak spesifik

yaitu naik turun dengan waktu yang tidak menentu dan pasien tidak pernah berkeringat

ataupun menggigil. Disamping itu, pasien juga tidak memiliki riwayat adanya napas yang

berbunyi yang dimulai dari umur kurang dari 2 bulan, merupakan ciri dari bronkiolitis. Untuk

memastikan bahwa tidak ada penyakit penyerta lainnya maka ditanyakan pula tentang

manifestasi perdarahan, riwayat kejang dan penurunan kesadaran dimana semua hal ini

disangkal oleh ibu pasien. Maka dari anemnesis diagnosis dapat dikerucutkan menjadi ISPA.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan atas

maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia,

tanpa atau disertai radang parenkim paru. Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300

jenis bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan

keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan penghuni).

Page 21: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai ISPA difokuskan pada jumlah frekuensi napas

dari pasien, pemeriksaan faring, dan tonsil serta adanya sekret. Dari pemeriksaan toraks bisa

didapatkan ada atau tidak retraksi, yang nantinya menentukan apakah ISPA yang diderita

merupakan pneumoni atau bukan pneumoni. Kemudian dari auskultasi toraks yang

diharapkan adalah didapatkan suara napas tambahan atau tidak. Pada pasien ini didapatkan

bahwa frekuensi napasnya adalah normal sesuai dengan anak lain seusianya, yaitu 30

kali/menit. Dari inspeksi bagian kepala tidak didapatkan adanya napas cuping hidung. Pada

pemeriksaan rongga mulut, faring tampak hiperemis, tonsil tidak membesar, dan tidak

didapatkan sekret. Hal ini menandakan bahwa terjadi proses inflamasi di daerah faring saja.

Bagian toraks, dari inspeksi tidak didapatkan adanya retraksi, dimana pada kasus ini jika pada

anak ditemukan adanya napas cuping hidung dan retraksi baik ringan atau berat (intercosta,

subcosta, dan substernal) maka pasien dicurigai menderita ISPA dengan pneumoni. Dari

pemeriksaan fisik lanjut lainnya tidak didapatkan kelainan apapun. Jadi, pada pasien ini yang

didapatkan adalah hiperemi pada faring sehingga mengindikasikan adanya peradangan di

saluran nafas bagian atas, yang bisa disimpulkan bahwa pasien menderita ISPA bukan

pneumoni. Dengan demikian, berdasarkan anamnesis adan pemeriksaan fisik tersebut maka

pasien didiagnosis mengalami ISPA.

Terapi untuk pasien ISPA tidak memerlukan rawat inap. Pasien cukup diberi terapi

simptomatis berupa penurun panas, meredakan batuk dan mengencerkan dahak serta vitamin

untuk menambah daya tahan tubuh pasien. Pemberian antibiotik tidak dilakukan karena

tanda-tanda infeksi oleh bateri tidak ada. Biasanya kasus ISPA disebabkan oleh virus atau

alergi sehingga penanganannya hanya simptomatis dan tirah baring saja agar kondisi tubuh

bisa kembali normal dan stabil.

Selanjutnya, berdasarkan hasil dari penulusuran kasus tersebut, didapatkan faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian ISPA pada pasien ini antara lain :

1. Faktor lingkungan

a. Pencemaran udara di dalam rumah

Dapur yang terletak bersebelahan serta berhubungan langsung dengan kamar

tidur. Ventilasi pada kamar tidur tidak ada dan pada dapur terdapat ventilasi

namun behadapan dengan dinding rumah tetangga sehingga asap-asap

pembakaran terakumulasi ke dalam rumah.

Menurut teori, asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan

konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan

memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan

Page 22: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar

tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan

karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya

sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,

diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang

tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9

bulan dan 6 – 10 tahun2.

b. Ventilasi Rumah

Secara umum, ventilasi rumah pasien sangat buruk. Ventilasi hanya terdapat pada

bagian depan rumah namun jarang dibuka sedangkan pada kamar tidur tidak

terdapat ventilasi serta pada dapur hanya terdapat sebuah jendela namun langsung

berhadapan dengan dinding rumah tetangga. Kondisi inilah yang menyebabkan

pasien sering mengalami penyakit ISPA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Oktaviani tahun 2009 yang mendapatkan adanya hubungan yang

signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA8. Semakin buruk ventilasi

rumah maka tingkat kejadian ISPA akan semakin tinggi. Selanjutnya, ventilasi

yang tidak baik dapat menyebabkan kelembaban tinggi dan membahayakan

kesehatan sehingga kejadian ISPA akan semakin bertambah (Krieger dan

Higgins, 2002)6.

c. Pencahayaan Rumah

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, dengan kondisi ventilasi rumah yang sangat

buruk maka pencahayaan rumah juga sangat buruk sekali sehingga tidak ada jalan

bagi cahaya untuk masuk ke dalam ruangan dan dapat mengakibatkan kondisi

kelembaman ruangan akan semakin tinggi sehingga pasien memiliki

kecenderungan mengalami ISPA. Hal ini sesuai dengan penelitian Oktaviani

tahun 2009, yang mendapatkan bahwa semakin tidak baik pencahayaan rumah

maka kejadian ISPA akan semakin tinggi8. Sulistyorini & Yusuf, 2005 juga

menyebutkan bahwa kejadian ISPA meningkat pada rumah yang kurang

mendapatkan pencahayaan7.

Page 23: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

d. Kepadatan Hunian Rumah

Rumah os juga memiliki kepadatan hunian yang cukup padat. Anggota keluarga

yang hidup dalam rumah pasien berjumlah 4 orang, dimana rumah os memiliki

luas area 8 m x 3 m ini terdiri dari 1 ruang tidur, 1 ruang tamu rangkap ruang

keluarga dan 1 dapur. Dengan kepadatan hunian ini, penularan penyakit lebih

gampang terjadi dan polusi udara dapat meningkat.

Menurut teori, kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri

kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan

rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut

diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

Selain itu, jarak antara rumah pasien dengan tetangga kira-kira 1-3 meter

sehingga rumah pasien berdempetan dengan rumah tetangga. Kondisi ini dapat

mengakibatkan polusi udara yang lebih banyak di dalam rumah karena asap-asap

dari rumah tetangga dapat masuk ke dalam rumah pasien juga.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam

rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara

kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan

bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi

pada faktor ini2.

2. Faktor individu

a. Status Gizi

Dilihat dari KMS pasien, ditemukan berat badan pasien di bawah garis merah

(BGM) saat pasien mulai berumur 6 bulan.

Page 24: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

Gambar. 6 Gambaran Perkembangan dan Pertumbuhan Pasien pada KMS

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk

terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya

hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi

buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi

buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya

daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan

balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit

infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan

mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah

terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama2.

Page 25: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

a. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 faktor utama yang

mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada pasien ini adalah faktor lingkungan

dan faktor individu. Dalam hal ini, dari faktor lingkungan bahwa sanitasi di

lingkungan tempat tinggal pasien yang masih buruk dan kepadatan penduduk yang

tinggal di lingkungan tempat tinggal pasien cukup padat menyebabkan terjadinya

pencemaran udara sehingga pasien terserang penyakit ISPA. Untuk faktor individu,

bahwa status gizi pasien yang kurang menyebabkan daya tahan tubuh pasien

menjadi rendah sehingga pasien mudah terserang penyakit.

b. Dilihat dari jumlah kasus ISPA tahun 2010 sebanyak 8.159 kasus serta ISPA

menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas

Narmada maka ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di daerah

Narmada

6.2 Saran

1. Petugas kesehatan sebaiknya lebih intensif melakukan sosialisasi berupa penyuluhan

yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA.

Page 26: Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Mukty. 2006. Hubungan Faktor Lingkungan dan Prilaku Dengan Kejadian ISPA.Unhalu Kendari: Kendari.

Depkes RI. 2001. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Direktorat Jenderal PPM & PLP : Jakarta

DepKes RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Direktorat Jenderal PPM & PLP: Jakarta.

Justin, 2006. Hubungan Sanitasi Rumah Tinggal Dengan Kejadian Penyakit Pneumonia, Unhalu, Kendari.

Krieger, J. dan Higgins, D. L., 2002. Housing and Health: Time Again for Public Health Action.

Oktaviani. 2009. Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarata

Pujiono. 2005. “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Tanggungharjo Kabupaten Grobogan.” (eprints), Available from http://eprints.undip.ac.id/view/subjects/RA0421.html (Accessed: 2011, Agust 30).

Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universtias Sumatera Utara. Available from: www.fkm-rasmaliah.usudigitallibrary.com/infeksi saluran pernafasan akut (ispa) dan penanggulangannya/pdf. (Accessed: 2011, Juni 25).

Sulistyorini & Yusuf. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesling. FK-UNAIR

Tim Penyusun. 2010. Profil Puskesmas Narmada 2009. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat.