tugas kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat
DESCRIPTION
Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan MasyarakatTRANSCRIPT
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDU
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
Oleh
Baiq Indah Kusumawaty
H1A004007
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS
NARMADA
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu masalah kesehatan yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Infeksi Saluran Pernapasan Akut yaitu meliputi
infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian
bawah. ISPA merupakan suatu penyakit yang paling banyak diderita oleh anak- anak,
baik dinegara berkembang maupun dinegara maju. Selain itu, banyak dari mereka sampai
masuk rumah sakit karena kondisi penyakitnya cukup gawat (Rasmaliah, 2004).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Dari 40% - 60%
kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang
disebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah
karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (4,5).
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan
sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10% - 20% dari populasi balita. Bila
kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita
pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang dilaporkan baik dari rumah
sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan
bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan .
Kasus kesakitan anak dibawah lima tahun (balita) akibat ISPA tiap tahun
mencapai angka 260.000 balita, dimana pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam
kasus di antara 1000 bayi dan anak-balita. Sedangkan pada tahun 2003 sebanyak lima
dari 1000 anak-balita. Sampai saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang
penting karena menyebabkan kematian bayi dan anak-balita yang cukup tinggi yaitu
kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
ISPA setiap tahunnya, selain itu dari total semua kunjungan pasien di puskesmas,
terdapat 40 % -60 % dari kunjungan adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian
yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 % (Rasmaliah, 2004).
Grafik 1. Proporsi penyebab kematian pada umur 1-4 tahun
diare25%
pneumonia15%
enterolokitis11%
meningitis9%
DBD7%
campak6%
tenggelam5%
TB4%
malaria3%
leukemia3%
lain-lain13%
Sumber: Riskesdes 2007
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Penyakit ISPA di puskesmas Narmada
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sampai saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan di wilayah puskesmas Narmada.
Pada tahun 2010, penyakit ISPA berada pada urutan pertama dari daftar
10 penyakit terbanyak di wilayah Puskesmas Narmada. Pada bulan Januari
sampai dengan Desember 2010 kejadian ISPA pada semua rentan umur
mencapai 8.159 kasus.
Tabel 2.1. Daftar 10 Penyakit terbanyak di puskesmas Narmada tahun 2010
NO JENIS PENYAKIT JUMLAH
1 ISPA 8.159
2 Reumatik 5.408
3 Gastritis 3.959
4 Demam sebab lain 3.203
5 Penyakit kulit infeksi 2.246
6 Penyekit tekanan darah tinggi 2.120
7 Asma 2.107
8 Diare 1.970
9 Bronchitis 1.933
10 Kecelakaan dan ruda paksa 1.242
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada
Tabel 2.1. Daftar 10 Penyakit terbanyak di puskesmas Narmada tahun 2011
NO. PENYAKIT TOTAL
1. ISPA 5435
2. Penyakit pada sistem otot dan jaringan ikat 3823
3. Gastritis 2787
4. Demam sebab lain 2155
5. Kecelakaan dan rudapaksa 1774
6. Penyakit darah tinggi 1642
7. Penyakit kulit infeksi 1432
8. Diare 1279
9. Asma 978
10. Penyakit lain 910
Tabel 2.1. Daftar 10 Penyakit terbanyak di puskesmas Narmada tahun 2012
NO. PENYAKIT TOTAL
1. ISPA 7589
2. Gastritis 3170
3. Penyakit system otot dan jaringan ikat 3027
4. hipertensi 2521
5. Penyakit kulit infeksi 1794
6. Asma 1673
7. Demam sebab lain 1494
8. Penyakit kulit alergi 1227
9. Diare 1203
10. Kecelakaan dan ruda paksa 628
Angka kejadian ISPA pada anak-balita di puskesmas Narmada pada tahun 2011
sampai sepuluh bulan terakhir ini mencapai angka 1.474 kasus. Jumlah tersebut telah
melebihi yang diharapkan puskesma Narmada, dimana dari 5.464 anak-balita diharapkan
tidak melebihi 10% dari jumlah sasaran yakni kurang dari 46 anak-balita yang terinfeksi ISPA
tiap bulannya (< 0,84%), atau kurang dari 601 kasus per tahun.
Grafik 2. Angka kejadian kasus ISPA di puskesmas Narmada tahun 2005-2010
2005 2006 2007 2008 2009 20100
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
35473886 3742
3943
26372278
Kejadian ISPA pada anak-balita
kejadian ISPA
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada
Selain itu, dari data rekapan laporan mengenai program P2M ISPA di
Puskesmas Narmada diperoleh bahwa pada bulan Januari 2010 sampai dengan
Desember 2010 kasus ISPA mencapai 2.278 kasus Sedangkan dalam kurun
waktu 6 tahun terakhir ini (2005-2009) kasus ISPA pada anak-balita mencapai
angka yang sangat tinggi tiap tahunnya, dengan kejadian tertinggi pada tahun
2008 yakni mencapai 3943 kasus, bahkan dilaporkan terdapat 5 kematian balita
akibat ISPA pada tahun 2010 dan 1 balita meninggal akibat ISPA dalam kurun
waktu sepuluh bulan terakhir tahun 2011. Sehingga perlu dilakukan usaha-usaha
untuk menurunkan angka kejadian ISPA. Dalam hal ini, puskesmas yang
merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat
memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut. Oleh
karena itu, laporan ini akan membahas tentang pemberantasan dan pencegahan
ISPA di masyarakat umumnya dan di masyarakat di Kecamatan Narmada pada
khususnya.
Grafik 2.1. Kejadian ISPA pada anak-balita per tahun di puskesmas Narmada
2005 2006 2007 2008 2009 20100
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
non pneumoniapneumonia
Sumber: Data rekapan P2M puskesmas Narmada
2.2. Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff dan Mukty,
2006). Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau
ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis
bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan
keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan
penghuni) (Depkes, 2002).
Penularan atau penyebaran Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sangat
mudah terjadi melalui batuk dan bersin yang membentuk partikel infeksius di udara
yang dapat berpindah dari orang sakit kepada orang yang mempunyai risiko tertular.
Penularan lain dapat melalui kontak langsung seperti pada saputangan, sprei, dan
handuk (Samsuridjal dan Heru, 2003).
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang
balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
(Depkes RI, 2001).
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu:
a. ISPA non-Pneumonia adalah dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek
b. Pneumonia adalah apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran
bernapas, peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).
1. Klasifikasi ISPA
Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat
diketahui menurut :
a. Lokasi Anatomik
Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu :
ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold),
Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-
lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan
pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.
b. Klasifikasi penyakit
Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :
1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan bukan
pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (Fast
breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih,
atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe
chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (Anonim, 2002).
2) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia
berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas
sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu
anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali
permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Anonim, 2002).
2. Tanda dan Gejala ISPA
Anak yang menderita ISPA biasanya menujukan tanda dan gejala seperti :
batuk, bersin, sesak, sakit tenggorokan, sakit telinga, keluar cairan dari telinga, sesak
napas, pernapasan cepat, napas yang berbunyi, penarikan dinding dada ke dalam,
bisa juga mual muntah, tidak mau makan badan lemah dan suhu tubuh meningkat.
a. Tanda dan Gejala ISPA Ringan
ISPA ringan biasanya ditandai dengan tanda dan gejala sebagai berikut :
1) Batuk
2) Pilek
3) Serak
4) Dengan atau tanpa panas
5) Kadang keluarnya cairan dari telinga (congekan yang lebih dari dua minggu
tanpa rasa sakit).
b. Tanda dan gejala ISPA Sedang
ISPA sedang memiliki beberapa tanda dan gejala selain gejala ringan di atas
sebagai berikut :
1) Pernapasan cepat lebih dari 15 kali
2) Wheezing
3) Suhu badan lebih dari 39 derajat celsius
4) Keluarnya cairan dari telinga lebih dari 2 minggu
5) Campak
c. Tanda dan Gejala ISPA Berat
Tanda dan gejala ISPA ringan dan sedang ditambah dengan satu atau lebih
tanda dan gejala sebagai berikut:
1) Penarikan dinding dada ke dalam (tanda utama)
2) Stridor
3) Tidak mampu atau tidak mau makan
4) Napas cuping hidung
5) Kulit kebiruan
6) Dehidrasi
7) Dapat membran (selaput) difteri.
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Umur : 3 1/2 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : tanak beak, Narmada
Suku : Sasak
Agama : Islam
Waktu Pemeriksaan : 4 Februari 2013
3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : batuk dan pilek
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan dikeluhkan ibunya batuk dan pilek sejak 2 hari yang lalu, batuk
berdahak, dahak warna putih. Selain itu os juga dikeluhkan panas sejak sekitar 2 hari
yang lalu, panasnya tidak terlalu dan naik turun dengan waktu yang tidak menentu,
berkeringat (-), menggigil (-), sesak (-), napas berbunyi(-).
Manifestasi perdarahan seperti bintik merah pada kulit, perdarahan dari hidung atau
gusi (-), BAB berwarna hitam disangkal oleh ibu os, kejang (-), riwayat penurunan
kesadaran (-). Nafsu makan dan minum os berkurang.
BAK (+) normal, frekuensi 3-4 kali/hari, nyeri (-), warna kuning jernih. BAB (+)
normal, frek 1-2 kali/ hari, konsistensi padat, darah (-), lendir (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Menurut pengakuan Ibu, os sering mengalami hal yang serupa sejak umur 1 tahun.
Riwayat mengalami sesak napas sehingga os harus dirawat di puskesmas disangkal
ibu os.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa.
Riwayat Pribadi
1. Riwayat kehamilan dan persalinan
a. Ibu pasien ANC di posyandu secara tetatur sesuai jadwal.
b. Riwayat sakit berat selama hamil (-).
c. Riwayat minum obat-obatan selama hamil (-)
2008
An. S
tn. W
1978
Iq. S
1976
2008
An. S
: pasien, perempuan
: laki-laki
: perempuan
d. Os lahir spontan di puskesmas Narmada ditolong bidan, lahir cukup bulan
dengan berat 2800 gram. Lahir langsung menangis riwayat biru setelah
lahir (-), kuning setelah lahir (-).
2. Riwayat nutrisi
ASI eksklusif (+), sejak usia 6 bulan sudah diberi makanan pengganti ASI berupa
bubur. Kemudian sejak umur 1 tahun sudah mulai diberikan nasi.
3. Perkembangan dan kepandaian
Menurut pengakuan ibu, tidak ada gangguan perkembangan dan kepandaian pada
bayinya, sampai sekarang pasien tumbuh seperti anak lainnya.
4. Vaksinasi
Lengkap di Posyandu. Terakhir pasien diimunisasi campak pada umur 9 bulan.
5. Ikhtisar Keluarga:
Keterangan :
6. Sosial ekonomi dan lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua, pasien adalah anak tunggal. Penghasilan
keluarga perbulan sekitar Rp 500.000-750.000. Pasien tinggal dirumah pribadi
yang berukuran 5x6 cm, terdiri ruang tamu rangkap ruang keluarga, 1 kamar tidur
dan dapur. Rumah beratap asbes, tidak ada flavon, berdinding bedek, ventilasi
hanya ada dibagian depan rumah (ruang tamu), dan dapur. Rumah pasien
berlantai semen, selain itu kamar tidur dan dapur terletak berdekatan hanya
dibatasi dinding. Dapur dan ruang tamu atau ruang keluarga tanpa pemisah. Ibu
pasien memasak menggunakan kompor minyak tanah.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK (04-02-2013)
Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : CM
Tanda vital :
HR : 110x/menit, irama teratur
RR : 30 x/menit
T : 37,9 oC
BB: 17,5 kg
TB : 95 cm
Status General :
o Kepala :
Ekspresi wajah : normal
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Udema (-)
Malar rash (-)
Parese N VII (-)
Nyeri tekan kepala (-)
o Mata :
Simetris
Alis : normal
Exopthalmus (-)
Ptosis (-)
Nystagmus (-)
Strabismus (-)
Udema palpebra (-)
Konjungtiva : anemia (-/-), hiperemia (-)
Sclera : ikterus (-/-), hyperemia (-)
Pupil : isokor, bulat, miosis (-), midriasis (-)
Kornea : normal
Lensa : normal
o Telinga :
Bentuk : normal,
Lubang telinga : normal, secret (-)
Nyeri tekan (-)
o Hidung :
Simetris, deviasi septum (-)
Napas cuping hidung (-)
Perdarahan (-), secret (+)
o Mulut :
Simetris
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-)
Gigi : caries (-)
Mukosa : normal
Faring : hiperemi (+)
o Leher :
Simetris (-)
Kaku kuduk (-)
Scrofuloderma (-)
Pemb.KGB (-)
Trakea : ditengah
Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-)
Pembesaran thyroid (-)
o Thorax :
o
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba ICS 5 midklavikula sinistra 2,5 cm ke medial
Perkusi : -
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris, Pergerakan simetris, retraksi (-)/(-), penggunaan
otot bantu intercostal (-), Fossa supra&infraclavikular cekung normal, fossa
suprasternal cekung normal (frekuensi nafas 24 x/menit, teratur)
Palpasi :Pergerakan simetris, Fremitus raba simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, Nyeri ketok (–)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
o Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : distensi (-), umbilicus masuk merata, kulit sawo matang,
scar (-), keloid (-)
Auskultasi :Peristaltik usus : normal
Palpasi : Turgor : normal, tonus normal, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba
Perkusi : suara timpani
Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa
Vertebrae :
Inspeksi : Bentuk : tampak normal, scar (-), keloid (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
o Ekstremitas atas : Akral hangat : +/+, deformitas (-), edema (-/-), clubbing
finger (-), sianosis (-)
o Ekstremitas bawah: Akral hangat : +/+, deformitas (-), edema (-/-), clubbing
finger (-), sianosis (-)
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG : -
3.5. DIAGNOSIS KERJA
ISPA
3.6. PENATALAKSANAAN
Terapi rawat jalan
Terapi rawat jalan
R/ Paracetamol Syr Lag I
S prn 3 dd Cth I p.c
R/ Ambroxol 1/4 tab
CTM 1/4 tab
Vit BC 1/4 tab
mf. la. pulv dtd NO XII
S prn 3 dd pulv I p.c
3.7. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
3.8. KONSELING
Konseling yang diberikan pada pasien :
Orang tua pasien diinformasikan agar memberikan obat secara teratur pada anaknya.
Apabila tidak membaik dalam 3 hari dan ditemukan dahak yang berwarna kuning atau
kehijauan serta jika anak tampak sesak napas agar membawa anaknya kembali ke sarana
kesehatan (Puskesmas). Selain itu orang tua juga perlu mendapatkan penyuluhan terkait
penyakit anaknya, yaitu:
Agar ibu pasien tidak mengajak anaknya ketika memasak di dapur
Agar ventilasi (jendela) rumah selalu dibuka tiap hari agar terjadi pertukaran udara
yang baik dan tidak lembab.
Agar ibu menjauhkan anak dari makanan yang berminyak, bersantan, pedas, dingin
dan makanan ringan seperti cilok atau ciki
Agar ibu dapat membuat racikan jeruk nipis yang ditambahkan dengan pemanis
(kecap manis atau madu) sebagai alternatif pereda batuk anak yang aman (jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga
kali sehari).
Agar ibu padat memberikan kompres untuk menurunkan panas, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
Agar ibu memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya,serta lebih sering memberikan cairan (air
putih, air buah dan sebagainya), yang akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Agar ibu tidak mengenakan anaknya pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat (terutama saat demam), serta agar bersihkan hidung bila pilek agar
mempercepat kesembuhan.
Agar ibu rajin menyikat gigi anaknya, 2 kali sehari
BAB IV
PENELUSURAN ( HOME VISIT )
4.1 Dasar Pemilihan Kasus
ISPA merupakan salah satu kasus dari 10 besar penyakit terbanyak di Puskesmas
Narmada dan secara umum merupakan penyakit dengan tingkat kejadian yang tinggi di
Indonesia. Pada tahun 2010, penyakit ISPA berada pada urutan pertama dari daftar 10
penyakit terbanyak di wilayah Puskesmas Narmada. Pada bulan Januari sampai dengan
Desember 2010 ISPA mencapai 8.159 kasus.
Berdasarkan data tersebut, kasus ISPA merupakan kasus yang harus dicari tahu
kenapa kasus ini selalu banyak terdapat di masyarakat. Dengan diambilnya kasus ini, kita
bisa menginformasikan lebih banyak kepada masyarakat sehingga bisa lebih waspada
terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit ini.
4.2 Tujuan
Mengetahui faktor penyebab utama terjadinya ISPA pada pasien an. M
4.3 Metodologi
Metodologi yang dipakai: wawancara dan pengamatan lingkungan tempat tinggal pasien.
Variabel yang dipakai: faktor risiko ISPA, tanda dan gejala ISPA.
4.4 Hasil Penelusuran
Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Penghasilan keluarga perbulan sekitar Rp
500.000-650.000. Penghasilan ini dirasa kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Pasien tinggal dirumah pribadi yang berukuran 8x3 cm, terdiri ruang tamu rangkap ruang
keluarga, 1 kamar tidur dan dapur. Rumah beratap asbes, tidak ada flavon, berdinding
tembok, ventilasi hanya ada dibagian depan rumah (ruang tamu), sedangkan pada kamar
tidak ventilasi, hanya ada 1 pintu pada bagian depan, lantai keramik pada ruang tamu
sedang pada kamar dan dapur berlantai semen. Selain itu, kamar tidur dan dapur terletak
berdekatan hanya dibatasi dinding saja. Selanjutnya, jarak antara rumah pasien dengan
tetangga sangat berdekatan ± 1 meter. Tetangga pasien masih menggunakan kayu bakar
sebagai bahan bakar memasak sehingga asap-asap hasil pembakaran juga masuk ke
rumah pasien. Selain itu, pada bagian depan rumah pasien terdapat kandang ayam yang
berjarak ± 10 meter dari rumah.
Rumah bagian depan Jarak rumah pasien dengan
tetangga
Kamar tidur Dapur
Kandang ayam Tetangga memasak menggunakan kayu
bakar
SKETSA DENAH RUMAH
KET
_ _ : Pintu
: Jendela
BAB V
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan dikeluhkan batuk dan pilek, dari keluhan utama ini maka
diagnosis banding yang dapat dipilih adalah ISPA, common cold, bronkiolitis. Dari lanjutan
anamnesis, bersamaan dengan batuk pasien mengalami panas, dimana panasnya tidak spesifik
yaitu naik turun dengan waktu yang tidak menentu dan pasien tidak pernah berkeringat
ataupun menggigil. Disamping itu, pasien juga tidak memiliki riwayat adanya napas yang
berbunyi yang dimulai dari umur kurang dari 2 bulan, merupakan ciri dari bronkiolitis. Untuk
memastikan bahwa tidak ada penyakit penyerta lainnya maka ditanyakan pula tentang
manifestasi perdarahan, riwayat kejang dan penurunan kesadaran dimana semua hal ini
disangkal oleh ibu pasien. Maka dari anemnesis diagnosis dapat dikerucutkan menjadi ISPA.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia,
tanpa atau disertai radang parenkim paru. Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300
jenis bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan
keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan penghuni).
Pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai ISPA difokuskan pada jumlah frekuensi napas
dari pasien, pemeriksaan faring, dan tonsil serta adanya sekret. Dari pemeriksaan toraks bisa
didapatkan ada atau tidak retraksi, yang nantinya menentukan apakah ISPA yang diderita
merupakan pneumoni atau bukan pneumoni. Kemudian dari auskultasi toraks yang
diharapkan adalah didapatkan suara napas tambahan atau tidak. Pada pasien ini didapatkan
bahwa frekuensi napasnya adalah normal sesuai dengan anak lain seusianya, yaitu 30
kali/menit. Dari inspeksi bagian kepala tidak didapatkan adanya napas cuping hidung. Pada
pemeriksaan rongga mulut, faring tampak hiperemis, tonsil tidak membesar, dan tidak
didapatkan sekret. Hal ini menandakan bahwa terjadi proses inflamasi di daerah faring saja.
Bagian toraks, dari inspeksi tidak didapatkan adanya retraksi, dimana pada kasus ini jika pada
anak ditemukan adanya napas cuping hidung dan retraksi baik ringan atau berat (intercosta,
subcosta, dan substernal) maka pasien dicurigai menderita ISPA dengan pneumoni. Dari
pemeriksaan fisik lanjut lainnya tidak didapatkan kelainan apapun. Jadi, pada pasien ini yang
didapatkan adalah hiperemi pada faring sehingga mengindikasikan adanya peradangan di
saluran nafas bagian atas, yang bisa disimpulkan bahwa pasien menderita ISPA bukan
pneumoni. Dengan demikian, berdasarkan anamnesis adan pemeriksaan fisik tersebut maka
pasien didiagnosis mengalami ISPA.
Terapi untuk pasien ISPA tidak memerlukan rawat inap. Pasien cukup diberi terapi
simptomatis berupa penurun panas, meredakan batuk dan mengencerkan dahak serta vitamin
untuk menambah daya tahan tubuh pasien. Pemberian antibiotik tidak dilakukan karena
tanda-tanda infeksi oleh bateri tidak ada. Biasanya kasus ISPA disebabkan oleh virus atau
alergi sehingga penanganannya hanya simptomatis dan tirah baring saja agar kondisi tubuh
bisa kembali normal dan stabil.
Selanjutnya, berdasarkan hasil dari penulusuran kasus tersebut, didapatkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian ISPA pada pasien ini antara lain :
1. Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara di dalam rumah
Dapur yang terletak bersebelahan serta berhubungan langsung dengan kamar
tidur. Ventilasi pada kamar tidur tidak ada dan pada dapur terdapat ventilasi
namun behadapan dengan dinding rumah tetangga sehingga asap-asap
pembakaran terakumulasi ke dalam rumah.
Menurut teori, asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar
tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan
karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya
sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,
diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang
tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9
bulan dan 6 – 10 tahun2.
b. Ventilasi Rumah
Secara umum, ventilasi rumah pasien sangat buruk. Ventilasi hanya terdapat pada
bagian depan rumah namun jarang dibuka sedangkan pada kamar tidur tidak
terdapat ventilasi serta pada dapur hanya terdapat sebuah jendela namun langsung
berhadapan dengan dinding rumah tetangga. Kondisi inilah yang menyebabkan
pasien sering mengalami penyakit ISPA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Oktaviani tahun 2009 yang mendapatkan adanya hubungan yang
signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA8. Semakin buruk ventilasi
rumah maka tingkat kejadian ISPA akan semakin tinggi. Selanjutnya, ventilasi
yang tidak baik dapat menyebabkan kelembaban tinggi dan membahayakan
kesehatan sehingga kejadian ISPA akan semakin bertambah (Krieger dan
Higgins, 2002)6.
c. Pencahayaan Rumah
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, dengan kondisi ventilasi rumah yang sangat
buruk maka pencahayaan rumah juga sangat buruk sekali sehingga tidak ada jalan
bagi cahaya untuk masuk ke dalam ruangan dan dapat mengakibatkan kondisi
kelembaman ruangan akan semakin tinggi sehingga pasien memiliki
kecenderungan mengalami ISPA. Hal ini sesuai dengan penelitian Oktaviani
tahun 2009, yang mendapatkan bahwa semakin tidak baik pencahayaan rumah
maka kejadian ISPA akan semakin tinggi8. Sulistyorini & Yusuf, 2005 juga
menyebutkan bahwa kejadian ISPA meningkat pada rumah yang kurang
mendapatkan pencahayaan7.
d. Kepadatan Hunian Rumah
Rumah os juga memiliki kepadatan hunian yang cukup padat. Anggota keluarga
yang hidup dalam rumah pasien berjumlah 4 orang, dimana rumah os memiliki
luas area 8 m x 3 m ini terdiri dari 1 ruang tidur, 1 ruang tamu rangkap ruang
keluarga dan 1 dapur. Dengan kepadatan hunian ini, penularan penyakit lebih
gampang terjadi dan polusi udara dapat meningkat.
Menurut teori, kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri
kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut
diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Selain itu, jarak antara rumah pasien dengan tetangga kira-kira 1-3 meter
sehingga rumah pasien berdempetan dengan rumah tetangga. Kondisi ini dapat
mengakibatkan polusi udara yang lebih banyak di dalam rumah karena asap-asap
dari rumah tetangga dapat masuk ke dalam rumah pasien juga.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam
rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara
kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan
bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi
pada faktor ini2.
2. Faktor individu
a. Status Gizi
Dilihat dari KMS pasien, ditemukan berat badan pasien di bawah garis merah
(BGM) saat pasien mulai berumur 6 bulan.
Gambar. 6 Gambaran Perkembangan dan Pertumbuhan Pasien pada KMS
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya
hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi
buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi
buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya
daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit
infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah
terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama2.
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
a. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 faktor utama yang
mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada pasien ini adalah faktor lingkungan
dan faktor individu. Dalam hal ini, dari faktor lingkungan bahwa sanitasi di
lingkungan tempat tinggal pasien yang masih buruk dan kepadatan penduduk yang
tinggal di lingkungan tempat tinggal pasien cukup padat menyebabkan terjadinya
pencemaran udara sehingga pasien terserang penyakit ISPA. Untuk faktor individu,
bahwa status gizi pasien yang kurang menyebabkan daya tahan tubuh pasien
menjadi rendah sehingga pasien mudah terserang penyakit.
b. Dilihat dari jumlah kasus ISPA tahun 2010 sebanyak 8.159 kasus serta ISPA
menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas
Narmada maka ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di daerah
Narmada
6.2 Saran
1. Petugas kesehatan sebaiknya lebih intensif melakukan sosialisasi berupa penyuluhan
yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Mukty. 2006. Hubungan Faktor Lingkungan dan Prilaku Dengan Kejadian ISPA.Unhalu Kendari: Kendari.
Depkes RI. 2001. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Direktorat Jenderal PPM & PLP : Jakarta
DepKes RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Direktorat Jenderal PPM & PLP: Jakarta.
Justin, 2006. Hubungan Sanitasi Rumah Tinggal Dengan Kejadian Penyakit Pneumonia, Unhalu, Kendari.
Krieger, J. dan Higgins, D. L., 2002. Housing and Health: Time Again for Public Health Action.
Oktaviani. 2009. Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarata
Pujiono. 2005. “Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Tanggungharjo Kabupaten Grobogan.” (eprints), Available from http://eprints.undip.ac.id/view/subjects/RA0421.html (Accessed: 2011, Agust 30).
Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universtias Sumatera Utara. Available from: www.fkm-rasmaliah.usudigitallibrary.com/infeksi saluran pernafasan akut (ispa) dan penanggulangannya/pdf. (Accessed: 2011, Juni 25).
Sulistyorini & Yusuf. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesling. FK-UNAIR
Tim Penyusun. 2010. Profil Puskesmas Narmada 2009. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat.