tutorial hiperbilirubin

8
1. Metabolism bilirubin 2. Etiologi hiperbilirubin yang tersering dan jarang 3. Terapi pada hiperbilirubin? Kaitkan dengan kasus dengan pasien 4. Komplikasi hiperbilirubin? Apakan bayi dalam kasus mengalami sepsis atau enephalopati bilirubin? !elaskan enephalopati bilirubin kaita dengan kadar "b? !a#aban 1. $ilirubin adalahhasil akhirdarikatabolisme heme melalui proses oksidasi%reduksi. &angkah oksidasi pertama adalah bili'erdin yang dibentu en(im oksigenase. $ili'erdin kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh en bili'erdin reduktase. $ilirubin tak terkonjugasi )bilirubin indirek unconjugated + merupakan (at larut lipid, sehingga kurang mampu larut dalam air -isiologis. leh karena tidak mampu larut dalam air, maka bilirubin indire berikatan dengan albumin terlebih dahulu untuk kemudian ditransportasikan. /katan bilirubin%albumin ini kemudian mengalami disosiasi dalam sinusoid berdi-usi melalui membran sel, kemudian masuk ke dalam sel%sel hepar.

Upload: sulistyawati-wrimun

Post on 02-Nov-2015

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

paper

TRANSCRIPT

1. Metabolism bilirubin2. Etiologi hiperbilirubin yang tersering dan jarang3. Terapi pada hiperbilirubin? Kaitkan dengan kasus dengan pasien 4. Komplikasi hiperbilirubin? Apakan bayi dalam kasus mengalami sepsis atau encephalopati bilirubin? Jelaskan encephalopati bilirubin kaitannya dengan kadar Hb?

Jawaban 1.

Bilirubin adalah hasil akhir dari katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk oleh enzim oksigenase. Biliverdin kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh enzimm biliverdin reduktase. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek/unconjugated) merupakan zat larut lipid, sehingga kurang mampu larut dalam air pada pH fisiologis. Oleh karena tidak mampu larut dalam air, maka bilirubin indirek harus berikatan dengan albumin terlebih dahulu untuk kemudian ditransportasikan. Ikatan bilirubin-albumin ini kemudian mengalami disosiasi dalam sinusoid hepar, berdifusi melalui membran sel, kemudian masuk ke dalam sel-sel hepar. Konjugasi terjadi antara bilirubin terutama dengan asam glukoronat yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal bilirubin-uridine diphosphate (UDP) glukoronil transferase. Asam glukoronat ini sebagian disediakan oleh asam uridine diphosphoglucoronic (UDPGA) dalam reaksi yang berasal dari oksidasi uridine diphosphoglucose (UDPG) oleh UDPG dehidrogenase (Fanaroff, 1994). Bilirubin yang telah terkonjugasi ini kemudian memiliki kelarutan yang baik di dalam air sehingga mampu diekskresi melalui urine. 1, 2Meskipun demikian, sebagian besar bilirubin glukoronida ini diekskresi melalui ductus biliaris ke organ intestinal. Oleh karena permeabilitasnya yang rendah terhadap bilirubin direk, maka bilirubin direk ini bergabung dengan feses untuk diekskresi dari dalam tubuh. Sebaliknya, permeabilitas bilirubin indirek dan urobilinogen (derivat bilirubin yang dihasilkan oleh bakteri intestial) yang tinggi dengan usus menyebabkan terjadinya reabsorbsi kembali menuju ke sirkulasi.1,2Sumber : Ganong. Dasar Fisiologi Manusia. EGC: Jakarta. 2003Kosim, Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, Edisi pertama. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014

2. Penyebab yang sering:

Hiperbilirubinemia fisiologis Inkompatibilitas golongan darah ABO Breast Milk Jaundice Inkompatibilitas golongan darah rhesus Infeksi Hematoma sefal, hematoma subdural, excessive bruising DM (Infant of Diabetic Mother) Polisitemia / hiperviskositas Prematuritas / BBLR Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi-asidosis, hipoglikemiaPenyebab yang jarang:

Defisienasi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase) Defisiensi piruvat kinase Sferositosis kongenital Lucey Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial) Hipotiroidism HemoglobinopathySumber : Tim ponek. Hiperbilirubinemia pada neonates. IDAI. 2010

3. Penatalaksanaan: Terapi sinar/fototerapi Fototerapi merupakan terapi penyinaran dengan panjang gelombang cahaya 450-460 nm (gelombang sinar biru 425-475 nm atau sinar putih 380-700 nm) dengan spekrum radiasi 30 W/cm2/nm. Standar indikasi dilakukannya fototerapi mengikuti grafik peningkatan kadar bilirubin total menurut American Academy of Pediatric.1

Status hidrasi dan pemberian minumIbu harus menyusui bayinya setidaknya 8 sampai 12 kali setiap hari untuk beberapa hari pertama. Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa nasogastrik atau dengan gelas dan sendok. 2 Monitoring kadar bilirubin. Tranfusi tukarTransfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah pasien yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah pasien tertukar. Pada pasien hiperbilirubinemia, tindakan tersebut bertujuan mencegah ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi hiperbilirubinemia karena isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai manfaat lebih karena akan membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi darah neonatus. Hal tersebut akan mencegah terjadinya hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki kondisi anemianya.2 Indikasi transfusi tukar1 Gagal dengan intensif fototerapi. Ensefalopati bilirubin akut (fase awal, intermediate, lanjut/advanced) yang ditandai gejala hipertonia, melengkung, retrocolli, opistotonus, panas, tangis melengking. Darah donor untuk transfusi tukar2 Darah yang digunakan golongan O. Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood.

Obat-obatan : PhenobarbitalMemperlihatkan hasil efektif konsentrasi UDPGT dan ligantin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Intravenous immunoglobulinDigunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindaka transfuse ganti. MettaloporphyrinsZat ini adalah analog sintesis heme, inhibitor kompetitif dari heme oksigenase. CholestyramineSumber : 1. Kosim, Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, Edisi pertama. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 20142. Usman, Ali. Ensefalopati Bilirubin. Sari pediatrik. IDAI. 2007

4. Ensefalopati bilirubin (EB) merupakan komplikasi ikterus neonatorum non fisiologis sebagai akibat efek toksis bilirubin tak terkonjugasi terhadap susunan syaraf pusat (SSP) yang dapat mengakibatkan kematian atau apabila bertahan hidup menimbulkan gejala sisa yang berat. Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada system saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. 1,2Kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama ganglia basalis, pons dan serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin. Kern ikterus adalah diagnosis patologis hasil autopsi pada kasus ensefalopati bilirubin yang meninggal yaitu pewarnaan kuning pada struktur syaraf yang mengenai sebagian besar jaringan otak meliputi ganglia basalis (globus pallidus dan nukleus subthalamik), hippocampus, geniculate bodies, nukleus syaraf cranial (vestibulokokhlearis, okulomotorius, dan fasialis), nukleus cerebralis, serebelum. 1,2Sawar darah otak (blood brain barrier) adalah suatu lapisan yang terdiri dari pembuluh darah kapiler yang mempunyai sel endotel dengan tight junction khas yang berfungsi membatasi serta mengatur pergerakan molekul antara darah dan SSP. Pada kondisi sawar darah otak normal yang dapat menembus barier ini adalah bilirubin indirek bebas (yang tidak terikat albumin). Pada kondisi abnormal adanya brain injury (trauma serebral) diperberat keadaan hipoksemia, acidemia, hiperkapnia, hipoalbumin, bilirubin yang terikat pun dapat melewati/menembus sawar darah otak. 1,2Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati: pada fase awal bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik dan reflex hisap buruk, sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan opitotonus. 1,2Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, dysplasia dental-enamel, paralisis upward gaze. 1,2Maisels(1999) melaporkan hasil penelitiannya antara kadar bilirubin indirek dengan kejadian kern ikterus yaitu kadar bilirubin indirek 30-40 mg/dl, 25-29 mg/ dl, 19-24 mg/dl dan kadar 10-18 mg/dl, berturut-turut kejadian kern ikterus 73%, 33%, 8%, dan 0. 2Pada bayi ini kadar bilirubin serum total 14,2 mg/dl pada hari ke-5 disertai dengan bayi tampak letargi, kurang aktif, malam minum dan hipertonus. Manifestasi klinis dari Ensefalopati bilirubin akut yaitu: 2a. Fase awal (early phase)Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. Klinis BBL tampak ikterus berat (lebih dari Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, letargi, mengisap lemah dan hipotonia. Terapi dini dan tepat akan memberikan prognosis lebih baik.b. Fase intermediate (intermediate phase)Merupakan lanjutan dari fase awal, tindakan terapi transfusi tukar emergensi dapat mengembalikan perubahan susunan syaraf pusat dengan cepat. Fase ini ditandai stupor yang moderat/sedang, ireversibel, hipertonia dengan retrocollis otot-otot leher serta opistotonus otot-otot punggung, panas, tangis melengking (high-pitched cry) yang berlanjut berubah menjadi mengantuk dan hipotonia.c. Fase lanjut (advanced phase)Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 minggu kehidupan yang ditandai dengan retrocollis dan opistotonus yang lebih berat, tangisnya melengking, tak mau minum/ menetek, apnea, panas, stupor dalam sampai koma, kadang-kadang kejang dan meninggal. Dalam fase ini kemungkinan kerusakan SSP ireversibel/menetap.Ensefalopati bilirubin kronis (chronic bilirubin encephalopathy/kern icterus) Ensefalopati bilirubin kronis disebut juga kern ikterus. Perjalanan penyakit berlangsung lamban setelah bentuk akut terjadi awal tahun pertama kehidupan. Secara klinis dibedakan dalam 2 fase. Fase awal, terjadi dalam tahun pertama kehidupan dengan gejala klinis hipotonia, hiperefleksi, keterlambatan perkembangan motorik milestone dan timbulnya refleks tonik leher. Fase setelah tahun pertama kehidupan. Gejala klinis refleks tonik leher (tonic-neck reflex) menetap setelah tahun pertama kehidupan terjadi gangguan ekstrapiramidal, gangguan visual, pendengaran, defek kognitif, gangguan terhadap gigi, gangguan intelektual minor dapat terjadi. 2Sumber : 1. Kosim, Sholeh et al. Buku Ajar Neonatologi, Edisi pertama. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 20142. Usman, Ali. Ensefalopati Bilirubin. Sari pediatrik. IDAI. 2007