lap case asfiksia plus hiperbilirubin

91
LAPORAN KASUS KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “D” DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANGAN NEONATOLOGI RSUD PARIAMAN Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Praktek Klinik Kebidanan di RSUD Pariaman Periode 8 Juli – 3 Agustus 2013 OLEH : RAHMADONA BP. 1121228046 DOSEN PEMBIMBING : Dr. SARI DEWI, Sp.A. M.Biomed. 1

Upload: rahmadona-syafri

Post on 09-Nov-2015

43 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSKAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. D DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANGAN NEONATOLOGI RSUD PARIAMAN

Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Praktek Klinik Kebidanan di RSUD Pariaman Periode 8 Juli 3 Agustus 2013

OLEH :RAHMADONABP. 1121228046

DOSEN PEMBIMBING :Dr. SARI DEWI, Sp.A. M.Biomed.

PROGRAM MAGISTER ILMU KEBIDANANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG2013i

iv

LEMBARAN PERSETUJUAN

Laporan kasus yang berjudul Kajian Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny. D dengan Asfiksia Neonatorum dan Hiperbilirubinemia di ruang Neonatologi RSUD Pariaman ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

Dosen Pembimbing,

Dr. Sari Dewi, Sp.A. M.BiomedPadang, 19 Juli 2013Mahasiswa,

Rahmadona

Mengetahui, Ketua Program Studi,

Dr. Yusrawati, Sp.OG (KFM)

DAFTAR ISI

LEMBARAN PERSETUJUANiiDAFTAR ISIiiiDAFTAR GAMBARivBAB I PENDAHULUAN1A.Latar Belakang1B.Tujuan Penulisan2Tujuan umum2Tujuan Khusus2BAB II TINJAUAN TEORITIS3A. Asfiksia31. Definisi32. Etiologi43. Patofisiologi64. Diagnosis95. Komplikasi106. Penatalaksanaan14B. Hiperbilirubin221. Definisi222.Klasifikasi233. Etiologi264.Tanda dan Gejala295.Patofisiologi306.Diagnosis327.Komplikasi358.Pencegahan359. Penatalaksanaan Medis36BAB III TINJAUAN KASUS42BAB IV KAJIAN / ANALISA ASUHAN KEBIDANAN46BAB V KESIMPULAN51TINJAUAN KEPUSTAKAAN52

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Bagan Algoritma Resusitasi Asfiksia neonatorum17Gambar 2. 2. Hubungan Kadar Bilirubin Dengan Ikterus26

2

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar BelakangBayi baru lahir harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim (intrauterine) ke kehidupan di luar rahim (ekstrauterin). Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir sangat penting sebagai dasar dalam memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir normal. Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan.WHO (2012) menyebutkan bahwa asfiksia adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sedangkan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia Asfiksia adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (Depkes RI, 2008). Sementara itu, ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan(Markum, A.H 1991).Selama observasi yang dilakukan di ruangan perinatologi RSUD Pariaman, Penulis menemukan kasus bayi baru lahir dengan gestasi cukup bulan dan berat badan lahir 3300 gram yang mengalami asfiksia neonatorum dan hiperbilirubin. Nilai Apgar saat lahir adalah 6/7. Dalam rentang 24 jam pertama di rawat di ruang perinatologi, ditemukan ikterik di seluruh tubuh (hingga ke kaki). Karena itu, Penulis merasa tertarik untuk menyusun laporan kasus serta melakukan kajian asuhan kebidanan pada bayi NyD dengan asfiksia neonatorum dan hiperbillirubin.B.Tujuan PenulisanTujuan umumUntuk mengetahui tentang kajian asuhan kebidanan pada bayi NyD dengan asfiksia neonatorum dan hiperbilirubinemia.Tujuan Khususa. Diketahuinya tentang asfiksia neonatorumb. Diketahuinya tentang hiperbilirubinemiac. Diketahuinya tentang laporan kasus pada bayi NyD dengan asfiksia neonatorum dan hiperbilirubinemiad. Diketahuinya tentang kajian asuhan kebidanan pada bayi NyD dengan asfiksia neonatorum dan hiperbilirubinemia

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Asfiksia1. DefinisiAsfiksia merupakan hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsunh lama dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat memperngaruhi fungsi organ vital lainnya (Saifuddin, 2011)Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan (JNPK-KR, 2008).WHO (2012) menyebutkan bahwa asfiksia adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratursegera setelah lahir. Sedangkan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia Asfiksia adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (Depkes RI, 2008). AAP dan ACOG (2004) dalam IDAI (2012) menyebutkan asfiksia perinatal pada seorang bayi menunjukkan karakteristik sebagai berikut yaitu Asidemia metabolik atau campuran (metabolik dan respiratorik) yang jelas yaitu PH 2mg/dl). Pada bayi cukup bulan yang mendapatkan susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1mg/dl selama 1-2 minggu. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak mempunyai dasar patologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubinserum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadarbilirubinserum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadarbilirubinsampai 12 mg/dL denganbilirubinterkonyugasi setiap 24 jam Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan

2) Penilaian Ikterus Menurut KramersIkterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini :Gambar 2. 2. Hubungan Kadar Bilirubin Dengan IkterusDerajatIkterusDaerah IkterusPerkiraan kadar Bilirubin (rata-rata)

AtermPrematur

1Kepala sampai leher5,0-

2Kepala, badan sampai dengan umbilicus9,09,4

3Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut12,411,4

4Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan tangan dan kaki16,013,3

5Kepala, badan, ekstremitas hingga ujung jari

3. EtiologiPenyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :a. Produksi yang berlebihan.Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.b. Gangguan dalamprosesuptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan olehbilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptakebilirubinke sel hepar.c. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikatbilirubin.Bilirubindalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatanbilirubindengan albumin ini dapat dipengaruhi olehobatmisalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnyabilirubinindirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.d. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.e. Hiperbilirubin pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Hiperbilirubin juga bisa terjadi karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:a. ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologisb. Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapa air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan. c. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.d. Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah.e. Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning

4.Tanda dan GejalaGejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern ikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).

Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadarbilirubindarah mencapai sekitar 40 mol/l. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:a. Dehidrasi. Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)b. Pucat.Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.c. Trauma lahir.Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya.d. Pletorik (penumpukan darah). Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat.e. Letargik dan gejala sepsis lainnya.f. Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis.g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hatih. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa), Omfalitis (peradangan umbilikus), Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)i. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)j. Feses dempul disertai urin warna coklat. Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.5.PatofisiologiProduksi bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin, dimana dalam keadaan normal, sel darah merah akan pecah dalam waktu 120 hari. Pada bayi premature akan lebih mudah pecah, yaitu 80-90 hari. Hal inilah yang menyebabkan kadar bilirubin pada bayi premature cenderung untuk meningkat. Transportasi bilirubin melalui hepar untuk diproses, bilirubin indirek atau uncojugated di dalam tubuh dan bersifat larut dalam lemak akan berikatan dengan albumin masuk ke hati untuk diproses menjadi bilirubin indirek atau conjugated yang bersifat larut dalam air. Dimana setelah diproses melalui hati, berubah menjadi urobilinogen yang mewarnai air seni dan sterkobilinogen yang mewarnai fesesPeningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.6.Diagnosisa. VisualMetode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.b. Bilirubin SerumPemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.c. Bilirubinometer TranskutanBilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, pUmumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

d. Pemeriksaan bilirubin bebas dan COBilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.7.KomplikasiTerjadikern ikterusyaitu kerusakan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.

8.PencegahanIkterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :a. Pengawasan antenatal yang baik.b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. e. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.f. Pemberian makanan yang dini.g. Pencegahan infeksi9. Penatalaksanaan MedisIkterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan molitas khusus dan juga menyebabkan bakteri di introduksi ke usus. Bakteri dapat merubah bilirubin direct menjadi urobilin yang dapat di absorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-20 menit, ini di lakukan setiap hari antara pukul 6.30 8.00. Selama ikterus masih terlihat, perawat harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin meningkat intensitasnya, harus segera di catat dan di laporkan karena mungkin di perlukan penanganan yang khusus.a. Tindakan umum Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu hamil Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi Pemberianmakanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir Iluminasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila di ketahui.

b. Tindakan khususSetiap bayi yang kuning harus di tangani menurut keadaannya. Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi, sehingga di duga akan terjadi kern ikterus, hiperbilirubenia tersebut harus diobati dengan tindakan berikut: Pemberianfenobarbital, agar proses konjugasi bisa di percepat serta mempermudah ekskresi. Pengobatan ini tidak begitu efektif karena kadar bilirubin bayi dengan hiperbilirubinemia baru menurun setelah 4-5 hari. Efek pemberianfenobarbitalini tampak jelas bila di berikan kepada ibu hamil beberapa minggu sebelum persalinan, segera sesudah bayi lahir atau kedua keadaan tersebut. Pemberianfenobarbital profilaksistidak di anjurkan karena efek samping obat tersebut, seperti gangguan metabolik dan pernafasan, baik pada ibu maupun pada bayi. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, misalnya pemberian albumin untuk memikat bilirubin bebas. Albumin biasanya di berikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstra vaskuler ke vaskuler, sehingga bilirubin yang di ikatnya lebih mudah di keluarkan dengan tranfusi tukar. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah: lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan. Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar. Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonates.Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata. Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototeraphy. Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang optimal. Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin. Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu. Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses, dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi

Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan gangguan metabolisme.Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping tersebut bersifat sementara, yang dapat di cegah atau dapat ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan. Kelainan yang mungkin timbul pada neonates dengan terapi sinar adalah : Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur. Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit. Terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat di antisipasi dengan pemberian cairan tambahan. Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirect pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim lactase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare. Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas, dan akan segera hilang setelah terapi berhenti. Di laporkan pada beberapa bayi terjadi bronze baby syndrome, hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi. Peningkatan suhu. Beberapa neonates yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu tubuh, ini disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi. Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan iritabilitas. Ini bersifat sementara dan hilang sendirinya.

c. Transfusi PenggantiTransfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor : Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus

Transfusi pengganti digunakan untuk: Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan) Menghilangkan serum bilirubin Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubinPada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. Setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

50

BAB III TINJAUAN KASUS

LAPORAN KASUS PADA BAYI Ny. D DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG NEONATOLOGI RSUD PARIAMAN

Tanggal masuk : 17 Juli 2013No. MR: 05 55 01Tanggal pengkajian: 18 Juli 2013Pukul : 09.30 wib

I. PENGUMPULAN DATAA. IDENTITASNama bayi: By. Ny. Dona IndriyaniUmur bayi: 1 hariTgl/Jam lahir : 17 Juli 2013 pukul 12.20 WibJenis kelamin: Berat badan: 3300 gramPanjang badan: 48 cmNama: Ny. Dona IndriyaniNama Suami : Tn. HendriUmur : 36 th Umur: 38 tahunSuku: Minang Suku/Bangsa: MinangAgama : IslamAgama: IslamPendidikan : SMAPendidikan: SMAPekerjaan : IRT Pekerjaan: SwastaAlamat : Sicincin Alamat: Sicincin

B. DATA SUBJEKTIF

Keluhan utama bayi:Bayi baru lahir pukul 12.20 wib tanggal 17-7-2013 secara sectio caesaria atas indikasi bekas sectio 2 kali, warna kulit kemerahan, tidak segera menangis, merintih dan nafas cuping hidung, ketuban jernih. A/S 6/7 BB 3300 gram JK perempuan, masuk ke ruang neonatologi tanggal 17-7-2013 pukul 13.30 wib.

1. Riwayat Penyakit Kehamilan: a. Perdarahan : tidak adab. Pre-eklampsia: tidak adac. Eklampsia: tidak adad. Penyakit kelamin: tidak adae. Lain-lain: tidak ada

2. Kebiasaan waktu hamila. Makanan : normalb. Obat-obatan : tablet tambah darah dan vitaminc. Merokok : tidak adad. Minuman alkohol : tidak adae. Lain-lain: tidak ada

3.Riwayat persalinan sekaranga. Jenis persalinan: Sectio Caesaria a.i. bekas SC 2xb. Masa gestasi : 38-39 mingguc. Ditolong oleh: Doktere. Ketuban : jernihf. Komplikasi persalinan: tidak ada

Keadaan bayi baru lahirNilai APGAR 1 menit pertama : 65 menit berikutnya: 7

Tanda012Jumlah

AApperance(Warna kulit)( ) ( ) biru/pucat

( 1) (1) tubuh kemerahan tangan dan kaki biru

( ) ( ) kemerahan

1 1

P

Pulse (Frek. Jantung)

( ) ( ) tidak ada

(1) (1) < 100

( ) ( ) >100

1 1

GGrimate (reflek)( ) ( ) tdk bereaksi

(1) ( ) gerakan sedikit

( ) (2) menangis

1 2

AActivity(aktifitas/tonus otot)( ) ( ) lumpuh

( ) ( ) extremitas Fleksi sedikit

(2) (2) gerakan aktif

2 2

RRespiratory(usaha nafas)( ) ( ) tidak ada(1) (1) lambat tak teratur( ) ( ) menangis kuat1 1

Ket : X= 1 menit pertama=5 menit berikutnya

C. DATA OBJEKTIF 1. Pemeriksaan Umuma. Keadaan umum : sedangb. Suhu: 36,7 Cc. Pernafasan: 44 kali/menitd. Nadi : 150 kali/menite. BB sekarang: 3300 gram

2. Pemeriksaan fisik secara sistematisa. Kepala : tidak ada caput dan cephal hematomab. Ubun-ubun: belum menutup dan tidak menonjolc. Muka: sedikit kekuningan, normal, jarak epikantus tidak lebard. Mata: sklera sedikit kekuningan, bersih, tidak ada secrete. Telinga: lekuk telinga normal, simetris kiri kananf. Mulut: mulut dan lidah bersih dan bibir merah muda,celah palatum tidak g. Hidung: ada sekat, simetris, nafas cuping hidungh. Leher : tidak ada trauma i. Dada : puting susu simetris, tidak ada secret, gerakan dada Sesuai irama pernapasan, tidak ada retraksi sternumj. Tali pusat: masih basah, tidak ada perdarahank. Punggung: tonjolan punggung tidak ada, lipatan kulit bokong adal. Ekstremitas: ekstremitas atas dan bawah fleksi, sianosis (-), pergerakan kurang aktif, jumlah jari kaki dan tangan normal, tidak ada cacat bawaan, terpasang infuse D 10% 6 tt/mnt di lengan kanan.m. Genitalia: Labia mayora sudah menutupi labia minoran. Anus: ada

3. Reflek a. Reflek Morro: adab. Reflek Rooting: adac. Reflek Graphs: adad. Reflek Sucking : ada e. Reflek Tonic Neck: adaf. Reflek Babinski: ada

4. Antropometria.Lingkar Kepala: 34 cmb.Lingkar Dada: 32 cmc.Lingkar Lengan Atas: 11 cmd. Lingkar Perut: 33 cm

5. Eliminasi a. Miksi: sudah adab. Defekasi: sudah ada

6. Pemeriksaan Labor tanggal 17 Juli 2013 pukul 13.30 wib Hb : 19,1 gr% Gula Darah Rondum: 414 mg/dlD. AssessmentBayi Ny.D usia hari ke-1 dengan asfiksia neonatorumE. Planning1. Rawat inap bayi di neonatologi2. Perawatan tali pusat3. Kolaborasi dengan dokter spesialis anakInstruksi dr : Puasakan bayi Beri O2 1 ltr/mnt Inj. Ampicillin 150 mg/ 12 jam Inj. Gentamicin 7,5 mg/12 jam Inj. Vit K 0,1 cc Cek GDR ulang 2 jam lagiHasil : GDR jam 21.30 wib 91 mg/dl GDR jam 23.30 wib 94 mg/dl

Catatan Perkembangan :Tanggal 18-7-2013 pukul 09.00 wibS: -O: S 36,70C, DJ 136 x/mnt, R 48 x/mnt BB 3300 gram Bayi ikterik hingga ke kaki Pemeriksaan Lab : GDR 61 mg/dl bilirubin total 6, 40 mg/dlA: Bayi Ny. D hari ke-2 dengan asfiksia neonatorum dan hiperbilirubinP: Berdasarkan instruksi dokter : - Fototerapi - IUFD D 10% + 20 cc Ca Gluconas - Inj. Ampicillin 300 mg/12 jam - Inj. Gentamicin 8 mg/12 jam - ASI 8 x 3 cc

BAB IVKAJIAN / ANALISA ASUHAN KEBIDANAN

Bayi Ny. D masuk ruang neonatologi tanggal 17-7-2013 pukul 13.30 wib. Bayi lahir pukul 12.20 wib tanggal 17-7-2013 secara sectio caesaria atas indikasi bekas sectio 2 kali, warna kulit kemerahan, tidak segera menangis, merintih dan nafas cuping hidung, ketuban jernih. A/S 6/7 BB 3300 gram JK perempuan. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditetapkan bayi Ny.D mengalami asfiksia neonatorum, dan oleh dokter diinstruksikan diberikan O2 1 ltr/mnt, infuse D10% 6 tts/mnt serta cek Hb dan GDR menunjukan hasil Hb 19,1 gr% dan GDR 414 mg/dl. Cek Hb ulang dilakukan 2 kali lagi yaitu jam 21.30 wib GDR 91 mg/dl dan jam 23.30 wib GDR 94 mg/dl. Perkembangan hari ke-2, bayi Ny.D tanda vital dalam kisaran normal, namun ditemukan ikterik hingga ke kaki. Atas instruksi dokter, dilakukan cek ulang GDR dan kadar bilirubin dengan hasil GDR 61 mg/dl, kadar bilirubin total 6,40 mg/dl, diagnose bayi berkembang menjadi asfiksia dan hiperbilirubin serta terapi yang direncanakan antara lain fototerapi, IUFD D10% + 20 cc Calcium Gluconas, ampicillin 300 mg/12 jam, gentamicin 8 mg/12 jam, ASI 8 x 3 cc.Berdasarkan teori, asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi Ny.D disebabkan oleh factor risiko yang memicunya yaitu lahir dengan sectio caesaria. Ikatan Dokter Anak Indonesia (2012) menyebutkan bahwa asfiksia pada bayi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor persalinan yang meliputi partus lama, partus dengan tindakan (seksio Caesaria, vakum ekstraksi/forsep). Varney (2008) juga menyebutkan bahwa kegagalan pernafasan pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena persalinan dengan tindakan, partus lama, trauma kelahiran, infeksi serta penggunaan obat-obatan selama persalinan seperti analgesia.Bayi yang lahir melalui seksio sesarea, terutama jika tidak ada tanda persalinan, tidak mendapatkan manfaat dari pengurangan cairan paru dan penekanan pada toraks sehingga mengalami paru-paru basah yang lebih persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan takipnea sementara pada bayi baru lahir. Di samping itu bayi lahir dengan seksio sesarea yang mengalami asfiksia juga berkaitan dengan tindakan anestesi yang mempunyai pengaruh depresi pusat pernafasan bayi. Asuhan kebidanan yang dapat diberikan kepada bayi dengan asfiksia tergantung pada keadaan asfiksia. Segera setelah bayi lahir lakukan penilaian terhadap bayi apakah bayi cukup bulan, apakah air ketuban jernih atau bercampur mekonium, apakah menangis atau bernafas dan apakah tonus otot baik. Jika terdapat tardapat masalah atau gangguan pada bayi seperti bayi tidak menangis atau tidak bernafas atau megap-megap atau tonus otot tidak baik maka dapat dilakukan penanganan dengan melakukan resusitasi.Pada kasus bayi Ny.D, setelah lahir melalui sectio caesaria, bayi tidak segera menangis, hanya merintih dan nafas cuping hidung. Air ketuban waktu lahir juga jernih dan tidak ada pewarnaan mekonium. Bayi kemudian hanya diberikan O2 1 ltr/mnt bayi dan infuse D 10% 6 tt/mnt dan tidak memerlukan tindakan resusitasiAcademy American of Pediatric (2010) menyebutkan bahwa sekitar 10% dari bayi baru lahir membutuhkan beberapa bantuan untuk memulai bernapas saat lahir dan kurang dari 1% memerlukan tindakan resusitasi. Meskipun sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan intervensi untuk transisi dari intrauterin ke kehidupan ekstrauterin, namun pada sejumlah besar kelahiran di seluruh dunia membutuhkan beberapa bantuan untuk mencapai stabilitas kardiorespirasi. Pada bayi baru lahir normal yang bernapas atau menangis dengan baik harus dikeringkan dan terus dalam keadaan hangat. Tindakan ini dapat diberikan dengan bayi dibaring di dada ibu dan seharusnya tidak memerlukan pemisahan ibu dan bayi. Setiap bidan yang membantu kelahiran memiliki kewajiban moral dan etik untuk menyediakan lingkungan kelahiran dengan tempat resusitasi bayi baru lahir sehingga dapat dilakukan penanganan secara efektif. Dalam lingkungan rumah sakit, bidan harus familier dengan personel neonatus yang akan membantu kelahiran bayi yang mengalami gangguan. Informasi ini harus merupakan bagian dari orientasi setiap bidan baru. Bidan tersebut kemudian dapat meminta bantuan yang dibutuhkan dan menjelaskan tim dukungan neonatus kepada orang tua yang khawatir. Dirumah bersalin mandiri atau praktek kelahiran di rumah, bidan wajib membuat mekanisme yang jelas untuk transportasi atau rujukan bayi baru lahir yang mengalami gangguan (AAP, 2010). Pada pemeriksaan hari ke-2, yaitu tanggal 18-7-2013, bayi Ny.D mengalami ikterik hingga ke kaki. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar bilirubin total 6,40 mg/dl dan GDR 61 mg/dl. Berdasarkan klasifikasi hiperbilirubin Kramer, bayi Ny.D mengalami ikterik derajat IV karena kuning pada sub kutis mencakup kepala, leher, dada, tangan dan kaki di bawah lutut.Pencegahan yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir agar tidak menderita hiperbilirubinemia adalah pemberian minum secara dini (early feeding). Mekanisme fisiologisnya tidak diketahui pasti tetapi dapat menurunkan sirkulasi enterohepatik. Jika dibandingkan bayi yang tidak minum selama 24-48 jam kehidupan dan bayi yang mendapat minum secara dini maka bayi yang mendapat minum secara dini mempunyai kadar bilirubin yang rendah (Merestein, Gardner, 2002) Pemberian pendidikan menjadi fokus utama pada ibu-ibu yang lahir dan melahirkan, pendidikan kesehatan biasanya mengenai penjelasan tentang menyusui dan perawatan bayi baru lahir. Menurut pandangan konsultan laktasi dan perspektif pencegahan kernikterus, prioritas pendidikan kesehatan yang harus diberikan pada orangtua adalah manajemen menyusui. Kurangnya pendidikan kesehatan pada prenatal, antenatal akan menjadi salah satu hambatan keberhasilan menyusui (Gartner et al. 2005 dalam Mannel, 2006).Terapi medis yang diberikan pada bayi Ny.D berdasarkan instruksi dokter untuk mengatasi hiperbilirubin adalah dengan terapi sinar (fototerapi). Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Terapi ini merupakan terapi yang digunakan pada neonatus yang mengalami hiperbilirubinemia indirek. Di Amerika Serikat sekitar 10% neonatus memerlukan fototerapi. Tujuan dari fototerapi adalah untuk membatasi peningkatan bilirubin serum dan mencegah akumulasi toksiknya di dalam otak yang dapat menyebabkan komplikasi neurologis permanen yang serius yang dikenal sebagai kern ikterus.Penelitian Pishva dkk di Amerika Serikat menyatakan bahwa jarak sinar fototerapi 20 cm ke permukaan tubuh neonatus lebih efektif dan cepat dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan jarak 40 cm karena intensitas yang lebih tinggi. Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang mempengaruh intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar. Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menyerap bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425 475 nm (nanometer) yang mempunyai intensitas sinar yang tinggi. Menggeser sinar lebih dekat ke bayi akan meningkatkan intensitas sinar. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi adalah badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat intensitas sinar paling tinggi. Fototerapi menggunakan media pemantulan sinar yaitu kain dan plastik putih yang diletakkan di sisi kanan dan kiri neonatus ternyata memberikan hasil peningkatan intensitas sinar.

BAB V KESIMPULAN

Asfiksia merupakan kegagalan bernapas secara spontan dan teratursegera setelah lahir. Asfiksia neonatorum masih merupakan masalah pada bayi baru lahir dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Kasus bayi Ny. D yang lahir dengan sectio caesaria atas indikasi bekas sectio 2 kali pada tanggal 17-7-2013 pukul 12.20 wib didiagnosa mengalami asfiksia neonatorum dan hiperbilirubin.Asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi Ny.D disebabkan oleh factor risiko yang memicunya yaitu lahir dengan sectio caesaria. Ikatan Dokter Anak Indonesia (2012) menyebutkan bahwa asfiksia pada bayi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor persalinan yang meliputi partus lama, partus dengan tindakan (seksio caesaria, vakum ekstraksi/forsep). Pencegahan yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir agar tidak menderita hiperbilirubinemia adalah pemberian minum secara dini (early feeding). Terapi medis yang diberikan pada bayi Ny.D berdasarkan instruksi dokter untuk mengatasi hiperbilirubin adalah dengan terapi sinar (fototerapi)TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Morales, at. al. 2011. Pathophysiology of perinatal asphyxia: can we predict and improve individual outcomes?. Diakses dalam http://rarediseases.about.com/cs/kernicterus/a/090703.htmGarna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97-103 WHO. 2010. Recommendations on Basic Newborn Resuscitation. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Diakses dalam : http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75157/1/9789241503693_eng.pdf

Ngatisyah.2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGCNelson, W.E., Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M. (2000). Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol:1, 5thed. Jakarta:EGC. Surasmi, Asrining ,dkk.2011.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGCDewi, V.N.L. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba MedikaCunningham, F.G, et al. 2013. Williams Obstetric, 23rd edition. Mc GrawHill: New York

Enkin, et al. 2000. A Guide to Effective care in Pregnancy and ChildBirth, 3rd Edition. Oxfod University Press: London

Fraser, D dan Cooper, M. 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta. EGCGamble, et al. 2007. A Counselling Model for Postpartum Women After Distressing Birth Experiences. Journal of Midwifery 25. doi:10.1016/j.midw.2007.04.004. Pg.e21-e30.Oxorn H dan Forte W. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Andi offset dan yayasan essential Medica. YogyakartaSaifuddin, A, 2011. Ilmu Kebidanan..PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.____________, 2009. Buku Acuan Kesehatan Maternal dan Neonatal. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

_____________, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo dan JNPK-KR. Jakarta.Pratoom H. 2003. The Development of the Kangaroo Mother Care (KMC) Global and National Perspectives. Diambil dari http://www.sehat2013.com. diakses tanggal 15 Juli 2013

Pusponegoro, Hardiono D. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I

Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jakarta

Hasan R, Alatas H. 2004. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-4. Jakarta : FKUI.