hiperbilirubin bayi

40
BAB I PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia pada bayi atau neonatal hiperbilirubinemia sering terjadi pada bayi yang baru lahir dimana permasalahan yang sering ditemui adalah peningkatan bilirubin hingga diatas 5 mg/dL oleh karena akumulasi bilirubin dalam sirkulasi darah. Peningkatan serum bilirubin dalam darah dikarenakan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi bilirubin. Kadar bilirubin yang tinggi dapat bersifat toksik pada system saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguan neurologis. Bilirubin adalah hasil dari pemecahan dan daur ulang sel darah merah yang sudah tua dan tidak terpakai. Hasil pemecahan itu disebut bilirubin indirek yang tidak larut dalam air, dan pada plasma akan diikat bersama albumin menjadi yang disebut bilirubin indirek. Saat bayi masih di dalam rahim, bilirubin indirek ini akan dibuang oleh plasenta dan diproses di organ hati ibu menjadi bilirubin direk (larut dalam air), untuk kemudian dibuang melalui urin dan tinja ibu. Semua proses ini alamiah dan hampir dialami oleh semua bayi. Segera setelah lahir, bayi harus memecah sendiri bilirubin indirek di organ hatinya. Namun, karena fungsi organ hati bayi belum matang, proses itu jadi lambat. Bilirubin indirek akan menumpuk di dalam darah dan jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan kulit, mata dan selaput lendir bayi tampak kuning. Bilirubin indirek adalah fokus utama yang sering dijumpai oleh 1

Upload: kgrab

Post on 03-Dec-2015

178 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Hiperbilirubinemia pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: HIperbilirubin Bayi

BAB I

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia pada bayi atau neonatal hiperbilirubinemia sering terjadi pada

bayi yang baru lahir dimana permasalahan yang sering ditemui adalah peningkatan

bilirubin hingga diatas 5 mg/dL oleh karena akumulasi bilirubin dalam sirkulasi

darah. Peningkatan serum bilirubin dalam darah dikarenakan oleh

ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi bilirubin. Kadar bilirubin yang

tinggi dapat bersifat toksik pada system saraf pusat yang dapat menyebabkan

gangguan neurologis.

Bilirubin adalah hasil dari pemecahan dan daur ulang sel darah merah yang sudah tua

dan tidak terpakai. Hasil pemecahan itu disebut bilirubin indirek yang tidak larut

dalam air, dan pada plasma akan diikat bersama albumin menjadi yang disebut

bilirubin indirek. Saat bayi masih di dalam rahim, bilirubin indirek ini akan dibuang

oleh plasenta dan diproses di organ hati ibu menjadi bilirubin direk (larut dalam air),

untuk kemudian dibuang melalui urin dan tinja ibu. Semua proses ini alamiah dan

hampir dialami oleh semua bayi. Segera setelah lahir, bayi harus memecah sendiri

bilirubin indirek di organ hatinya. Namun, karena fungsi organ hati bayi belum

matang, proses itu jadi lambat. Bilirubin indirek akan menumpuk di dalam darah dan

jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan kulit, mata dan selaput lendir bayi tampak

kuning. Bilirubin indirek adalah fokus utama yang sering dijumpai oleh dokter pada

kasus hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

Seringkali di jumpai pada bayi cukup bulan yang lahir mengalami jaundice secara

klinis pada minggu pertama pasca kelahiran dan beberapa memiliki penyakit yang

menyebabkan hiperbilirubinemia. Hiperbilirubin pada sebagian penderita dapat

bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat

menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Terdapat

beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia diantaranya adalah penyakit

hemolitik, metabolik dan endokrin bayi, dan kemungkinan infeksi atau abnormalitas

pada fungsi hati bayi sehingga terjadinya hiperbilirubinemia.

1

Page 2: HIperbilirubin Bayi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ikterus Neonatorum adalah warna kuning di kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin dalam serum. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus

dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kerniikterus

atau ensefalopati bilirubin jika kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus dapat

terjadi secara fisiologis, yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang

tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang

membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernikterus” dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

Ikterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar

bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Kernicterus

merupakan suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan

bilirubin tak terkonjugasi dalam sel – sel otak

Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu :

1. Ikterus klinis yang terjadi pada 24 jam pertama.

2. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.

3. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau

keadaan patologis lain yang telah diketahui.

4. Ikterus dengan kadar bilirubin serum melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup

bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.

5. Ikterus yang menetap >8 hari pada neonatus cukup bulan atau > 14 hari pada

neonatus kurang bulan.

6. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

7. Ikterus yang disertai oleh :

- Berat lahir <2000 gram

- Masa gestasi <36 minggu

- Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN)

- Infeksi

- Trauma lahir pada kepala

- Hipoglikemia , hipercarbia

- Hiperosmolaritas darah

2

Page 3: HIperbilirubin Bayi

2.2. Epidemiologi

Pada sebagian besar neonatus, hiperbilirubin akan ditemukan dalam minggu pertama

kehidupannya. Bayi prematur memiliki kecenderungan lebinh tinggi untuk

mengalami hiperbilirubin dibandingkan bayi lahir cukup bulan. Dikemukakan bahwa

kejadian hiperbilirubinemia terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi

kurang bulan. Adapun hasil dari RSU Dr. Soetomo Surabaya dikemukakan bahwa

hiperbilirubinemia patologis terjadi sebanyak 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun

2003) pada bayi lahir cukup bulan.

2.3 Etiologi dan Faktor resiko

Etiologi hiperbilirubin pada bayi bisa terjadi apabila bayi memiliki kondisi yang

menyebabkan peningkatan daur ulang sel darah merah dalam tubuhnya, seperti

misalnya; akibat abnormalitas bentuk sel darah merah, chephalohematoma

pendarahaan pada otak akibat susah lahir, Infeksi pada hati, dan kekurangan protein

atau enzyme penting dalam tubuh. Adapula beberapa hal yang menyebabkan tubuh

bayi mengalami kesulitan untuk mengekresi bilirubin sehingga terjadi

hiperbilirubinemia, diantaranya; obat-obatan, infeksi congenital, penyakit pada hati

atau saluran empedu, infeksi, dan kelainan genetik.

Menilai Faktor Risiko Ikterus

Ketidaksesuaian golongan darah dengan DAT positif

Usia kehamilan 35-36 minggu

Pemberian ASI eksklusif – ibu dengan anak pertama

Chephalohematoma atau memar yang nyata

Ras Asia

Riwayat anak sebelumnya mengalami ikterus yang nyata

Ikterus pada 24 jam pertama

Kadar bilirubin sebelum bayi pulang pada zona berisiko tinggi

2.4 Metabolisme Bilirubin pada Neonatus

Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari pada

sel darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel darah

merah akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme

oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut dalam

3

Page 4: HIperbilirubin Bayi

air. Biliverdin akan mengalami proses degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu gram

hemoglobin dapat memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme ini

adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin

dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil

dan dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan

ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan

disimpan di kantong empedu berupa empedu. Proses minum akan merangsang

pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel

usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan dikeluarkan

melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh β-

glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek

akan diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkut kembali ke hati terikat

oleh albumin ke hati, yang dikenal dengan sirkulasi enterohepatik.

Gambar 1. Mekanisme bilirubin

Bayi baru lahir dapat mengalami hiperbilirubinemia berkaitan dengan:

meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis),kurangnya albumin sebagai alat

pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh hati,

penurunan ekskresi bilirubin, serta peningkatan sirkulasi enterohepatik.

4

Page 5: HIperbilirubin Bayi

2.5 Pathofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi karena 3 mekanisme utama berikut

ini:

1. Peningkatan produksi bilirubin

Peningkatan kadar bilirubin yang sering terjadi adalah apabila terdapat

penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat

ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,

memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain.

2. Sekresi bilirubin serta konjugasi yang menurun

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada

keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi

dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang

memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan

konjugasi hepar akibat defisiensi enzim glukoranil transferase atau peningkatan

sirkulasi enterohepatik.

3. Eksresi bilirubin yang terganggu

Gangguan ekskresi pada bilirubin misalnya pada hepatitis neonatal atau

sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik. Hal ini membuat bilirubin sulit

dkeluarkan melalui urin dan feses sehingga kadar bilirubin dalam darah tinggi.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut

dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek

patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.

Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.

Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin

akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya

bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya

kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin

indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan

5

Page 6: HIperbilirubin Bayi

imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan

susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

2.6. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa

breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab BFJ adalah

asupan nutrisi oral yang terlambat, misalnya karena asupan ASI yang kurang pada

hari ke-2 atau ke-3 setelah melahirkan. Breastfeeding jaundice tidak memerlukan

pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Bayi sehat cukup bulan

mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat mempertahankan

metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi BFJ.

Oleh karena itu pencagahan BFJ dapat dilakukan dengan inisiasi menyusu dini dan

rawat gabung. Hal ini dimaksudkan agar bayi mendapatkan asupan ASI dan

kesempatan bayi untuk menyusu lebih banyak. Kolostrum akan cepat keluar dengan

hisapan bayi yang terus menerus.

Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih

meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada

hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan

penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan

pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi

yang disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam

mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya).

Penyebab BMJ belum jelas, beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab

terjadinya BMJ. Breastmilk jaundice diperkirakan timbul akibat terhambatnya

uridine diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil

metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI

ibu–ibu tertentu. Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid

transferase di hati oleh peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di

esterifikasi dapat juga menimbulkan BMJ. Faktor terakhir yang diduga sebagai

penyebab BMJ adalah peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan

juga pada usus bayi yang mendapat ASI, (2) terlambatnya pembentukan flora usus

6

Page 7: HIperbilirubin Bayi

pada bayi yang mendapat ASI serta (3) defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl

transferase (UGT1A1) pada bayi yang homozigot atau heterozigot untuk varian

sindrom Gilbert.

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala utama hiperbilirubinemia adalah kuning pada daerah kulit, konjungtiva dan

mukosa. Derajat ikterus dapat dilihat berdasarkan penilaian krammer seperti tabel

dan gambar dibawah ini.

Tabel 1 Hubungan kadar bilirubin (mg/dL) dengan daerah ikterus menurut

Kramer Daerah

ikterus

Penjelasan Kadar bilirubin

(mg/dL)

Prematur Aterm

1

2

3

4

5

Kepala dan leher

Dada sampai pusat

Pusat bagian bawah sampai lutut

Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu

sampai pergelangan tangan

Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan

telapak tangan

4 – 8

5 – 12

7 – 15

9 – 18

> 10

4 – 8

5 – 12

8 – 16

11 – 18

> 15

Gambar 2. Pembagian Ikterus menurut Krammer

7

Keterangan Gambar :

Nomor urut menunjukkan arah luasnya ikterus.

Semakin besar angkanya, semakin tinggi intensitas

ikterusnya seperti tertera pada tabel diatas.

Page 8: HIperbilirubin Bayi

Disamping ikterus, hperbilirubinemia dapat pula disertai gejala-gejala sebagai

berikut :

1. Dehidrasi : asupan kalori yang tidak adekuat (misalnya kurang minum,

muntah)

2. Pucat (sering berkaitan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah

ekstravaskuler

3. Trauma lahir: bruising, sefalhematoma, dan pendarahan tertutup lainnya

4. Pletorik: polisitemia yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong

tali pusat, bayi KMK

5. Letargik dan gejala klinis sepsis lainnya

6. Petekie : berkaitan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali, korioretinitis: berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi

congenital, penyakit hati

8. Hepatosplenomegali

9. Omfalitis

10. Hipotiroidisme

11. Massa abdominal kanan: berkaitan dengan duktus koledokus

12. Feses dempul disertai urine warna coklat tua: pikirkan kearah ikterus

obstruktif.

2.7 Diagnosis

Diagnosis hiperbilirubinemia dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk

mencari kemungkinan penyebab dan faktor resiko, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera

setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat

tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian

bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan

pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak

kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini

kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit.

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan

penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat

dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

8

Page 9: HIperbilirubin Bayi

Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya

kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :

- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.

- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang

bakteri).

- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.

Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu:

- Kadar bilirubin serum berkala

- Darah tepi lengkap

- Golongan darah ibu dan bayi

- Uji coombs

- Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau

biopsi hepar bila perlu.

Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir

- Biasanya ikterus fisiologis

- Defisiensi enzim G-6-PD

- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau

golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin

cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.

- Polisitemia

- Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan

hepar subkapsuler dan lain-lain).

- Hipoksia.

- Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.

- Dehidrasi asidosis.

- Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan

pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan

penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.

Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

- Biasanya karena infeksi (sepsis).

- Dehidrasi asidosis.

9

Page 10: HIperbilirubin Bayi

- Difisiensi enzim G-6-PD.

- Pengaruh obat.

- Sindrom Criggler-Najjar.

- Sindrom Gilbert.

Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

- Biasanya karena obstruksi.

- Hipotiroidisme.

- “breast milk jaundice”

- Infeksi.

- Neonatal hepatitis.

- Galaktosemia.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.

- Pemeriksaan darah tepi.

- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.

- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.

2.8 Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia, perlu diperhatikan keadaan setiap

pasien serta penilaian faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia. Adapun penilaian

resiko dapat di plot ke dalam kurva Bhutani seperti gambar dibawah ini.

Gambar 3. Nomogram untuk penentuan risiko berdasarkan kadar bilirubin serum

spesifik berdasarkan waktu, pada saat bayi pulang (Bhutani et al., Pediatrics 1999)

10

Page 11: HIperbilirubin Bayi

Prinsip terapi Hiperbilirubinemia adalah:

1. Hidrasi

Pemberian cairan pada penderita hiperbilirubinemia merupakan hal yang

penting untuk maintenance kebutuhan cairan neonates. Selain itu pemberian

glukosa diperlukan karena glukosa merupakan sumber energi untuk konjugasi

hepar. Cairan yang cukup juga akan merangsang keluarnya cairan empedu yang

megandung bilirubin ke dalam usus. Hal ini juga dapat mempercepat turunnya

kadar bilirubin dalam darah.

2. Fototerapi

Fototerapi dimaksudkan untuk mendekomposisi bilirubin. Walaupun fototerapi

dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat

menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat

digunakan untuk pra dan pasca-tranfusi tukar.

Adapun indikasi pemberian fototerapi adalah seseuai dengan plot ke kurva

American Academy of Pediatrics, seperti gambar di bawah ini.

Gambar 4. Panduan untuk fototerapi pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu

atau lebih (American Academy of Pediatrics, Juli 2004)

11

Page 12: HIperbilirubin Bayi

Macam Unit Terapi Sinar:

- Fluorescent tube lights - blue F20T12/BB

- Halogen lamps: quartz or tungsten

- Fiberoptic blanket systems

- Gallium nitride light emitting diode

Hal-hal yang harus diperhatikan saat fototerapi :

- Jarak dari cahaya : cahaya fluoresen harus berada sedekat mungkin (sampai

10 cm dari bayi), sinar halogen dapat menyebabkan panas berlebihan

- Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, popok

juga dapat dilepas. Mata ditutup.

Penghentian Terapi Sinar :

- Bayi cukup bulan bilirubin : 12 mg/dL (205 μmol/dL)

- Bayi kurang bulan bilirubin : 10 mg/dL (171 μmol/dL)

- Bila timbul efek samping

Efek Samping Terapi Sinar :

- Enteritis

- Hipertermia

- Dehidrasi

- Kelainan kulit

- Gangguan minum

- Kerusakan retina

3. Mengobati penyebab hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia memiliki berbagai macam etiologi, sehingga dalam

penatalaksanaannya sangat diperlukan untuk mengobati penyebab terjadinya

hiperbilirubinemia. Misalnya, pada sepsis diperlukan pengobatan sepsis selain

penurunan kadar bilirubin dengan fototerapi.

Hiperbilirubin yang disebabkan oleh karena kurangnya transportasi atau

konjugasi bilirubin dapat diberikan substrat untuk meningkatkan transportasi

serta konjugasinya.

Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.

Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin

biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan

12

Page 13: HIperbilirubin Bayi

mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga

bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar.

4. Transfusi tukar

Pada umumnya tranfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :

- Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%.

- Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam.

- Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

- Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji Coombs direk

positif.

Selain indikasi yang telah disebutkan diatas, transfusi tukar juga dapat

berpedoman pada kurva AAP seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4. Panduan untuk Transfusi Tukar pada Bayi dengan Usia Kehamilan

35 Minggu atau Lebih (American Academy of Pediatrics, Juli 2004)

Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seperti

asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar

protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari

1.500 gr dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati

seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.

13

Page 14: HIperbilirubin Bayi

Berikut ini adalah pedoman penggunaan terapi sinar dan transfusi tukar

berdasarkan usia naonatus dan kadar bilirubin.

Tabel 2. Penanganan berdasarkan usia dan kadar bilirubin (American

Academy of Pediatrics,2004)

Tindak lanjut

Bahaya hiperbilirubinemia yaitu ‘kernicterus’. Oleh karena itu terhadap bayi

yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

2. Penilaian berkala pendengaran

3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa

2.10 Prognosis

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah

melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus

atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada

masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Berikut ini akan

dijelaskan tahapan terjadinya ensefalopati bilirubin.

1. Ensefalopati bilirubin akut.

a. Fase awal (early phase)

Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. Klinis BBL tampak ikterus berat

(lebih dari Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, letargi, mengisap lemah dan

hipotonia. Terapi dini dan tepat akan memberikan prognosis lebih baik.

14

Page 15: HIperbilirubin Bayi

b. Fase intermediate (intermediate phase)

Merupakan lanjutan dari fase awal, tindakan terapi transfusi tukar emergensi dapat

mengembalikan perubahan susunan syaraf pusat dengan cepat. Fase ini ditandai

stupor yang moderat/sedang, ireversibel, hipertonia dengan retrocollis otot-otot

leher serta opistotonus otot-otot punggung, panas, tangis melengking (high-

pitched cry) yang berlanjut berubah menjadi mengantuk dan hipotonia.

c. Fase lanjut (advanced phase)

Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 minggu kehidupan yang ditandai dengan

retrocollis dan opistotonus yang lebih berat, tangisnya melengking, tak mau

minum/menetek, apnea, panas, stupor dalam sampai koma, kadang-kadang kejang

dan meninggal. Dalam fase ini kemungkinan kerusakan SSP ireversibel/menetap.

2. Ensefalopati bilirubin kronis (chronic bilirubin encephalopathy/kern icterus)

Ensefalopati bilirubin kronis disebut juga kern ikterus. Perjalanan penyakit

berlangsung lamban setelah bentuk akut terjadi awal tahun pertama kehidupan.

Secara klinis dibedakan dalam 2 fase. Fase awal, terjadi dalam tahun pertama

kehidupan dengan gejala klinis hipotonia, hiperefleksi, keterlambatan

perkembangan motorik milestone dan timbulnya refleks tonik leher. Fase setelah

tahun pertama kehidupan. Gejala klinis refleks tonik leher (tonic-neck reflex)

menetap setelah tahun pertama kehidupan terjadi gangguan ekstrapiramidal,

gangguan visual, pendengaran, defek kognitif, gangguan terhadap gigi, gangguan

intelektual minor dapat terjadi.

Gangguan ekstrapiramidal, koreoathetosis merupakan kelainan umum yang

nampak. Ekstremitas atas biasanya lebih berat daripada ekstremitas bawah.

Keadaan tersebut disebabkan adanya kerusakan pada ganglia basalis yang

mana merupakan gambaran klasik/khas dari ensefalopati bilirubin kronis.

Gangguan penglihatan, gerakan bola mata terganggu, paralisis dari upward

gaze. Kelainan tersebut sebagai akibat dari kerusakan nucleus nervus

kranialis di batang otak.

Gangguan pendengaran, kelainan pendengaran merupakan kelainan yang

menetap dan paling berat ditemukan, tuli pendengaran terhadap frekuensi

tinggi, baik derajat ringan sampai berat. Kelainan ini disebabkan kerusakan

nukleus kokhlearis di batang otak serta nervus auditorius yang sangat peka

15

Page 16: HIperbilirubin Bayi

terhadap toksisitas bilirubin indirek walaupun pada kadar yang relatif rendah.

Tampak secara klinis keterlambatan perkembangan bicara, oleh sebab itu

pemeriksaan fungsi pendengaran harus dilakukan secepat mungkin pada bayi

berisiko tinggi terhadap ensefalopati bilirubin kronis.

Gangguan pada gigi, dapat dijumpai adanya displasia dental-enamel setelah

usia bayi bulan ke-9.

Gangguan/defek kognitif, pada kern ikterus tidak mencolok atetosis atau

korea dengan defek pendengaran yang terjadi dapat memberikan impresi

salah dari gangguan mental (mental retardasi).

Gambar 5. Autopsi ensefalopati bilirubin

Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita

hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis

dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.

16

Page 17: HIperbilirubin Bayi

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : BPWS

Tanggal Lahir : 01 Desember 2011

Umur : 5 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Hindu

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Alamat : Banjar Pande Blahbatuh

Tanggal Pemeriksaan : 07 Mei 2012

3.2 Heteroanamnesis

Keluhan Utama : Sesak, Batuk

Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengalami batuk pilek sebelum imunisasi di bidan (30/04/2012) stetalh

imunisasi, pasien mengalami panas pada malam hari. Panas berlanjut selama 2 hari

dan berobat ke dokter spesialis anak (02/05/2012); pasien diberikan sirup

paracetamol untuk panas dan mukopet. Panas sempat menurun, akan tetapi sesak dan

batuk kembali muncul hingga tanggal (04/05/2012) Saat sesak bayi dikatakan usaha

nafasnya meningkat, hidung kembang kempis, dengan suara grok-grok. Sesaknya

memburuk saat siang hari. Pasien dibawa ke rumah sakit jam 8 malam oleh karena

kondisi pasien yang lemas, sesak dan tidak menyusui dari ibunya sengan baik.

Riwayat prenatal

Ibu penderita menikah satu kali. Penderita merupakan anak pertama. Selama

hamil, ibu penderita rutin melakukan kontrol kehamilan di bidan secara teratur,

melakukan USG 1 kali dikatakan normal. Riwayat demam, nyeri perut, nyeri

BAK, KPD, keputihan disangkal. Riwayat asma, hipertensi dan sakit jantung

disangkal. Konsumsi obat-obatan saat hamil disangkal. Golongan darah ibu B+.

Riwayat persalinan

17

Page 18: HIperbilirubin Bayi

Penderita lahir vakum di sanglah, segera menangis, dengan berat badan lahir

3600 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 34cm, lingkar dada 33cm. tidak

ada kelainan. Ketuban pecah 7 jam sebelum kelahiran, berwarna hijau. Riwayat

Penyakit Ibu disangkal, Diagnosis Ibu G1P0000 40-41mg T/H + PK II Kasep

+FE. Bayi lahir dengan jejas positif di telinga kanan. APGAR Score : Menit

pertama 8, menit kedua 9.

Riwayat imunisasi

Riwayat imunisasi dasar BCG 1 x, Hepatitis B 2x, Polio 3x, DPT 2x.

Riwayat nutrisi

ASI dan Makanan Pendamping AS/ susu formula: 0 bulan – sekarang

Riwayat keluarga

Nenek dan bibi pasien menderita asma, Riwayat TB dan Infeksi Saluran

Pernafasan disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Aktivitas dan tangis cukup

Nadi : 144 kali/ menit, reguler, isi cukup

RR : 46 x/menit reguler

Temperatur axila : 36,50C

SaO2 : 98% (O2 ruangan)

Berat Badan : 3750 gram

Panjang Badan : 65 cm

Lingkar kepala : 40 cm

lingkar dada : cm

CRT : < 2 detik

Status generalis

Kepala :

- bentuk : normocephali, rambut hitam kokoh.

- UUB : terbuka datar

- Cefalhematoma : -

Mata : pucat -/- , ikterus -/- , RP +/+ isokor

18

Page 19: HIperbilirubin Bayi

THT :

- Telinga : Auricula dextra : tidak ditemukan kelainan

Auricula sinistra : tidak ditemukan kelainan

- Hidung :Nafas cuping hidung (-), sianosis (-), rinore (-),

epistaksis (-)

- Tenggorokan : Faring hiperemi (-),

Mulut : mukosa bibir basah (+), lidah membesar dan tebal (-)

Thorax : bentuk simetris

- Paru :

Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : gerakan dada simetris

Auskultasi : bronkovesikuler +/+ , ronki -/- , wheezing -/-

- jantung : S1S2 Normal reguler murmur (-)

Abdomen : BU (+) Normal, distensi (-)

Hepar : just palpable

Lien : tidak teraba

Extremitas : akral hangat (+), edema (-), CTR < 3 detik, ikterus kramer I – II (+)

3.4 Assement

Bronchiopneumonia

3.5 Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap :

Tgl : 04/05/2012 pk. 08.47

WBC : 12,4 K/μL (Meningkat)

LYM : 9,9 K/μL (Meningkat)

LYM % : 71,6 % (Meningkat)

RBC : 3,92 M/ μL (Menurun)

HGB : 9,60 gr/dl (Menurun)

HCT : 30.3 % (Menurun)

MCV : 77,4 fL (Menurun)

MCH : 24,5 pg (Menurun)

MPV : 7,6 fL (Menurun)

PLT : 466 K/ μL (Meningkat)

19

Page 20: HIperbilirubin Bayi

3.6 Diagnosis Klinis

Bronchopneumonia

DD: Bronchiolitis

3.7 Penatalaksanaan

3.8 Perkembangan Penyakit

Tanggal

/waktuPemeriksaan Fisik Penatalaksanaan

04/05

2012

S: Sesak Nafas (+), Batuk (+), Pilek (+)

O : St. Present:

HR: 124x/menit

RR: 46x/menit

Tax: 37,3 ˚C

Ass : Suspect Bronchiopneumonia

- Oxygen 2

liter/menit

- D5 ¼ NS 20 tts

mikro /menit

- Inj. Taxegram

3x300 mg

- Inj. Kalmetazon 3x

½ ampul

- Program Nebul

combiven 3x ½ vial

- ASI

05/05

2012

S: Sesak Nafas (+), Batuk (+), Pilek (+), Muntah (+)

O : St. Present:

HR: 120x/menit

RR: 42x/menit

Tax: 36,3 ˚C

Ass : Bronchiopneumonia

- Oxygen 2

liter/menit

- D5 ¼ NS 20 tts

mikro /menit

- Inj. Taxegram

3x300 mg

- Inj. Kalmetazon 3x

½ ampul

- Program Nebul

combiven 3x ½ vial

- ASI

06/05 S: Sesak Nafas (+), Batuk (+), Pilek (+), - Oxygen 2

20

Page 21: HIperbilirubin Bayi

2012 Muntah (-) Mencret (+)

O : St. Present:

HR: 110x/menit

RR: 44x/menit

Tax: 36,6 ˚C

Ass : Bronchiopneumonia

liter/menit

- D5 ¼ NS 20 tts

mikro /menit

- Inj. Taxegram

3x300 mg

- Inj. Kalmetazon 3x

½ ampul

- Program Nebul

combiven 3x ½ vial

- ASI

- L Bio 2x ½ cth

- Interzinc 1x ½ cth

07/05

2012

S: Sesak Nafas (+), Batuk (+), Pilek (+), Muntah (+)

Mencret (+)

O : St. Present:

HR: 120x/menit

RR: 48x/menit

Tax: 36,3 ˚C

Ass : Bronchiopneumonia

- Oxygen 2

liter/menit

- D5 ¼ NS 20 tts

mikro /menit

- Inj. Taxegram

3x300 mg

- Inj. Kalmetazon 3x

½ ampul

- Program Nebul

combiven 3x ½ vial

- ASI

- L Bio 2x ½ cth

- Interzinc 1x ½ cth

08/05

2012

S: Sesak Nafas (+), Batuk (+), Pilek (+), Muntah (+)

Mencret (+)

O : St. Present:

HR: 120x/menit

RR: 48x/menit

Tax: 36,3 ˚C

Ass : Bronchiopneumonia

- Oxygen 2

liter/menit

- D5 ¼ NS 20 tts

mikro /menit

- Inj. Taxegram

3x300 mg

- Inj. Kalmetazon 2x

½ ampul

- Program Nebul di

21

Page 22: HIperbilirubin Bayi

stop

- ASI

BAB IV

PEMBAHASAN

Ikterus yang terjadi pada neonatus dapat terjadi karena berbagai faktor baik fisiologis

maupun pathologis. Pada kasus ini didapatkan bayi mengalami ikterus atau kuning

pada hari ke dua setelah lahir berdasarkan anamnesis. Berdasarkan onset terjadinya

ikterus, kemungkinan penyebab yang dapat di pikirkan dalam mendiagnosa adalah:

- Biasanya ikterus fisiologis

- Defisiensi enzim G-6-PD

- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain.

Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi

5 mg%/24 jam.

- Breastfeeding jaundice

- Polisitemia

- Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar

subkapsuler dan lain-lain).

- Hipoksia.

- Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.

- Dehidrasi asidosis.

- Defisiensi enzim eritrosit lainnya

- Sepsis

Ikterus yang bersifat fisiologis pada hari ke dua atau hari ke tiga pada bayi baru lahir

didasari pada konsisi umum bayi yang baik, hati dan lien tidak teraba, kadar bilirubin

total kurang dari 15mg/dL dan biasanya menghilang pada hari ke sepuluh. Akan

tetapi pada hari ketiga bayi tampak sakit ringan dan kadar bilirubin tinggi yakni

21.60 mg/dL oleh karena itu pada kasus ini merupakan ikterus pathologis.

22

Page 23: HIperbilirubin Bayi

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan

kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G6PD.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium,

kemungkinan diagnosis dapat disingkirkan satu persatu.

Kemungkinan inkompatibilitas darah disingkirkan oleh karena golongan darah ibu

adalah golongan darah B. sedangkan pada teori inkompatibilitas darah dapat terjadi

pada janin dengan golongan darah A atau B dari ibu yang bergolongan darah O,

karena antibodi yang ditemukan pada golongan darah O ibu adalah dari kelas IgG,

sedangkan ibu dengan golongan darah A atau B juga mempunyai anti-B (pada

golongan darah A) dan anti-A (pada golongan darah B) yang sebagian besar

didominasi dari kelas IgM. Manifestasi primer dari penyakit hemolitik ABO adalah

ikterus. Biasanya,ikterus ini muncul pada 24 jam pertama kehidupan dan, jika tidak

ditangani, menjadi cukup berat dan menyebabkan kernikterus bahkan kematian.

Akan tetapi, hanya 10% sampai 20% dari janin dengan inkompatibilitas ABO yang

mengalami ikterus.

Kemungkinan sepsis pada bayi ini perlu untuk dipikirkan karena bayi pada kasus ini

memiliki 1 resiko major dan 2 resiko minor untuk terjadinya infeksi secara sistemik,

akan tetapi septic marker seperti WBC, CRP, dan IT ratio tidak menunjukan

perubahan ataupun signifikansi. Sehingga kemungkinan sepsis dapat disingkirkan.

Faktor pathologis yang berhubungan dengan pendarahan tertutup serta gangguan

darah lainnya dapat disingkirkan karena hasil laboratorium darah dalam batas

normal, serta tidak adanya tanda-tanda pendarahan tertutup seperti sefalhematoma.

Kemungkinan diagnosis yang paling mendekati adalah ikterus akibat pemberian ASI

yaitu Breast feeding jaundice. Selain adanya peningkatan bilirubin darah sebagai

penyebab hiperbilirubinemia, dari hasil anamnesis disimpulkan bahwa bayi tersebut

mengalami kekurangan asupan nutrisi pada hari pertma dan seterusnya akibat ASI

yang tidak lancar menurut pengakuan ibu.

Berdasarkan diagnosis tersebut, penatalaksanaan yang diberikan adalah PASI, terapi

sinar, serta monitor berkala kadar bilirubin. Namun menurut literature penghentian

ASI pada kasus breastfeeding jaundice dinilai kurang tepat. The American Academy

of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan penghentian ASI dan merekomendasikan

23

Page 24: HIperbilirubin Bayi

pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Sedangkan Gartner

dan Auerbach merekomendasikan dilakukan penghentian ASI sementara pada

sebagian kasus BMJ hanya pada proses penegakan diagnosis dan tetap mendapat ASI

selama dalam proses terapi BFJ.

Berdasarkan kurva faktor resiko, pada kasus ini bayi berada pada faktor resiko tinggi,

karena pada pengukuran kadar bilirubin di usia 3 hari kadar bilirubin bayi adalah

21,6 mg/dL. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Berdasarkan kurva AAP untuk indikasi foto terapi, bayi perlu diberi fototerapi

seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

24

Page 25: HIperbilirubin Bayi

Pada kurva dibawah, terlihat bahwa kadar bilirubin serum bayi berada pada garis

batas untuk indikasi transfusi tukar. Namun jika berpatokan pada table AAP tentang

indikasi transfuse tukar pada bayi sehat, di hari ke 3, kadar bilirubin yang

diperbolehkan untuk transfusi tukar adalah 30 mg/dL. Sehingga pada kasus ini tidak

dilakukan transfusi tukar. Hal ini juga mempertimbangkan efek samping transfusi

tukar dan keadaan klinis pasien yang membaik dengan fototerapi.

Berdasarkan pengobatan yang telah dilakukan, pasien ini mengalami perbaikan klinis

dan boleh pulang pada tanggal 18 April 2012 pukul 17.00 WITA. Hasil laboratorium

terakhir sebelum pasien BPL adalah kadar bilirubin total 7,784 mg/dL. Edukasi yang

diberikan kepada ibu adalah agar ibu tetap memberikan asupan nutrisi yang baik

serta memperhatikan tumbuh kembang bayi sesuai umurnya.

25

Page 26: HIperbilirubin Bayi

BAB V

KESIMPULAN

Ikterus Neonatorum adalah warna kuning di kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin dalam serum. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus

dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kerniikterus

atau ensefalopati bilirubin jika kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus dapat

terjadi secara fisiologis dan patologis.

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi karena 3 mekanisme utama yaitu

peningkatan produksi bilirubin, sekresi bilirubin serta konjugasi yang menurun, serta

eksresi bilirubin yang terganggu. Dalam mendiagnosis hiperbilirubinemia dapat

dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik terutama dengan menilai ikterus

berdasarkan criteria Krammer serta dengan pemeriksaan laboratorium.

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan

penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat

dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang menyusui.

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa

breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab BFJ adalah

kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI

belum banyak. Sedangkan breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar

bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, biasanya bayi

mendapatkan asupan nutrisi yang cukup yang ditandai dengan pertambahan berat

badan.

Dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia didasarkan pada 4 prinsip yaitu: hidrasi,

foto terapi, mengobati etiologi serta transfusi tukar. Adapun indikasi untuk

pemberian terapi sinar atau foto terapi dan transfusi tukar dapat dilihat pada pedoman

kurva Bhutani dan AAP berdasarkan usia bayi, faktor resiko, serta kadar bilirubin.

26

Page 27: HIperbilirubin Bayi

DAFTAR PUSTAKA

1. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317

2. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-647.

3. Subcommitte on Hyperbilirubinemia. Clinical practice 1. guidelines: management of hyperbilirubinemia in the newborn or more weeks gestation. Pediatrics. 2004;114:297-316.

4. American Academy of Pediatrics, Provisional Committee for Quality Improvement and Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Practice parameter: management of hyperbilirubinemia in the healthy term newborn. Pediatrics.1994;94 :558– 562

5. Kardana,Made; Artana, I Wayan Darma; Putra, Junara Putu; Ikterus Neonatorum. Dalam Pedoman Kesehatan Medis Kesehatan anak, Jilid I, Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD RSUP Sanglah, Denpasar, 2011. Hal 415-420

27