tugas hukum

Upload: alan-darusman

Post on 14-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

RESUME TUGAS HUKUM TATA NEGARAADI SANTARA F.R / E0014435

Halaman 136Hukum Tata Negara IndonesiaProgam utama kabinet Abdul Halim dari Negara Bagian RI yaitu pembentukan negara kesatuan untuk mewujudkan apa yang disebut oleh Perdana Menteri Abdul Halim sebagai sentimen anti-KMB dan RIS, yang sangat besar di Yogyakarta dan terbukti tidak sampai satu tahun, tiga belas negara bagian RIS telah bergabung dengan RI ( Yogyakarta ). Progam Negara Bagian RI, untuk mengubah Negara RIS menjadi Negara Kesatuan RI, berhasil setelah Negara Bagian Sumatra Timur dan Negara Bagian Indonesia Timur setuju bergabung dengan RIS. Dengan demikian, tinggalah satu Negara Bagian RI; RIS mengadakan persetujuan dengan Negara Bagian RI untuk mewujudkan negara kesatuan dengan mengubah Konstitusi Sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar (UUDS) kemudian disusul dengan proklamasi pembentukan Negara Kesatuan RI oleh Presiden Soekarno di hadapan sidang Senat dan DPRS di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950.Halaman 137Sejarah Ketatanegaraan IndonesiaPembubaran RIS dan bergabung dengan RI memang dimungkinkan berdasarkan Pasal 43 Konstitusi RIS, yang menyebutkan: Dalam penyelesaian susunan federasi RIS maka berlakulah asas pedoman, bahwa kehendak rakyatlah di daerah-daerah bersangkutan yang dinyatakan dengan merdeka menurut jalan demokrasi, memutuskan status yang kesudahannya akan diduduki oleh daerah-daerah tersebut dalam federasi. Dalam rangka persiapan kearah dibentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka untuk keperluan menyiapkan satu naskah Undang-Undang Dasar, dibentuklah suatu Panitia bersama yang akan menyusun rancangannya.Halaman 138Hukum Tata Negara IndonesiaSeperti halnya Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 ini juga bersifat sementara. Hal ini terlihat jelas dalam rumusan Pasal 134, yang mengharuskan Konstituante bersama-sama dengan pemerintah segera menyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS 1950 itu. Akan tetapi, berbeda dari Konstitusi RIS yang tidak sempat membentuk Konstituante sebagaimana diamanatkan di dalamnya, amanat UUDS 1950 telah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga pemilihan umum berhasil diselenggarakan pada bulan Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante dan menghasilkan terbentuknya Konstituante yang diresmikan di kota Bandung pada 10 November 1956.Halaman 139Sejarah Ketatanegaraan IndonesiaTindakan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 menjadi kontroversi yang luas berkenaan dengan dasar hukum dekrit yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No.150 Tahun 1959, dan isi dekrit yang memberlakukan membubarkan konstituante ; berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950 ; dan membentuk MPRS dan DPAS.Sejak dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 sampai sekarang UUD 1945 terus berlaku dan diberlakukan sabagai hukum dasar.Halaman 140Hukum Tata Negara IndonesiaDekrit itu diperlukan untuk menyelematkan negara. Meskipun Pasal 134 UUDS 1950 menyatakan bahwa Konstituante bersama-sama pemerintah menetapkan UUD, menurut Buyung Nasution, keterlibatan pemerintah disini hanya dalam artian formal. Dari perdebatan di Konstituante mengenai peraturan prosedur, disepakati bahwa hanya Konstituante yang berwenang dalam membentuk UUD baru. Sementara itu, peran pemerintah terbatas pada meresmikan dan mengumumkan UUD yang dirancang dan ditetapkan oleh Konstituante.Halaman 141Sejarah Ketatanegaraan IndonesiaAnjuran atau usul pemerintah kepada Konstituante hanya dapat diterima bila tidak menyangkut isi,keadaan,dan prosedur yang mesti diikuti dalam pembuatan UUD.Selain asal prosedural yang tidak konstitusional, ada sejumlah alasan fundamental yang menyebabkan para anggota Konstituante-nasionalis,komunis, Islam menolak diberlakukannya kembali UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Tidak lain karena adanya kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam UUD 1945 itu sendiri, yakni : pertama, memberi porsi kekuasaan terlampau besar kepada eksekutif, yang memungkinkan terwujudnya pemerintahan diktator ; kedua, kurang memberikan perlindungan terhadap HAM dan hak-hak warga negara; ketiga, begitu banyak loop holes yang terdapat dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945.