tugas hukum adat lanjutan

21
 BAB I Pendahuluan Elemen yang paling mendasar di dalam masyarakat Karo adalah merga atau marga, yang oleh banyak orang Karo diartikan sebagai sesuatu yang “berharga”. Ada lima marga yang terdapat pada masyarakat Karo, yaitu: Karo-Karo, Sembiring, Tarigan, Ginting, Perangin-angin,  beserta sub-sub marga yang ada dalam masing-masing marga itu. Dalam kesatuan lima marga itu (Merga Silima), itulah yang disebut orang Karo. Seorang anak laki-laki akan terus mewariskan marga itu dari ayahnya. Seorang perempuan akan menyandang juga marga ayahnya sebagai beru (perempuan), dan akan terus disandang sampai menikah. Di samping identitas marga dan beru, setiap orang Karo juga memiliki bere-bere (marga yang diperoleh dari ibu/beru). Dua orang yang memiliki bere-bere yang sama dipandang sebagai saudara kandung dan juga menjadi senina (saudara kandung dalam jenis kelamin yang sama) atau turang (dalam jenis kelamin yang berbeda). Yang mempererat masyarakat Karo adalah ada t, sebuah relasi tradisional untuk membuat keputusan dan melakukan apa saja. Akan terlihat bahwa adat tidak dapat dibedakan secara jelas dari kepercayaan, agama dan tindakan, kenyataan hidup yang sangat rumit bagi orang-orang Karo yang telah berpikiran modern dalam masyarakat pluralis saat ini. Adat dipandang sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang supranatural dan memiliki hukum-hukumnya sendiri. Sebagai contoh, seseorang yang telah menikah dan memiliki anak, maka untuk memanggilnya tidak boleh lagi menyebut nama, tetapi nama anaknya disebutkan. Jadi ia akan dipanggil sebagai  bapak si “anu”. Ini sebagai sebuah tanda penghargaan, karena seseorang yang sudah memiliki anak telah mendapatkan tuah(berkat). Dengan memanggil seperti itu berarti ia telah dihormati. Banyak lagi panggilan-panggilan yang lain yang dibubuhkan kepada seseorang untuk menggantikan namanya sesuai dengan posisinya dan juga usianya. Nama tidak lagi dipakai, itulah sebagai ungkapan hukum adat yang diberlakukan. Kekerabatan di Tanah Karo diikat dalam sangkep si telu yang menunjuk kepada tiga pilar yang kuat dan saling mendukung . Walau ketiga-tiganya terpisah dan memiliki fungsi berbeda, tetapi saling mendukung. Dalam masyarakat Karo ke tiga pilar itu digelari kalimbubu (orangtua dari pihak istri dan semua saudara laki-laki dari pihak istri yang terdapat dalam keluarganya dan  juga keluarga dari pihak ayahnya yang masih satu ibu), kemudian senina/sembuyak (semua orang yang dalam istilah Karo dipandang sebagai saudara laki-laki atau perempuan) dan anak  beru (keluarga-keluarga yang temasuk dalam k eluarga yang menikahi istri). Setiap orang Karo, di mana pun ia berada, ketika bertemu, untuk mengetahui posisi masing-masing dalam kekerabatan melakukan ertutur atau berkenalan. Dalam proses ertutur inilah nantinya mereka akan menemukan (satu dengan yang lain) harus memanggil apa dan dalam posisi apa. Di dalam keluarga, baik suami maupun istri pada dasarnya memiliki tanggung jawab untuk saling menjaga satu dan yang lain, dan saling menghargai. Sikap seperti ini tumbuh dalam sistem ikatan penghormatan terhadap sangkep si telu yang sudah disebutkan tadi.

Upload: septiana-tindaon

Post on 10-Jul-2015

747 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 1/21

BAB I

Pendahuluan

Elemen yang paling mendasar di dalam masyarakat Karo adalah merga atau marga, yang

oleh banyak orang Karo diartikan sebagai sesuatu yang “berharga”. Ada lima marga yangterdapat pada masyarakat Karo, yaitu: Karo-Karo, Sembiring, Tarigan, Ginting, Perangin-angin, beserta sub-sub marga yang ada dalam masing-masing marga itu.

Dalam kesatuan lima marga itu (Merga Silima), itulah yang disebut orang Karo. Seorang

anak laki-laki akan terus mewariskan marga itu dari ayahnya. Seorang perempuan akan

menyandang juga marga ayahnya sebagai beru (perempuan), dan akan terus disandang sampaimenikah. Di samping identitas marga dan beru, setiap orang Karo juga memiliki bere-bere

(marga yang diperoleh dari ibu/beru). Dua orang yang memiliki bere-bere yang sama dipandang

sebagai saudara kandung dan juga menjadi senina (saudara kandung dalam jenis kelamin yangsama) atau turang (dalam jenis kelamin yang berbeda).

Yang mempererat masyarakat Karo adalah adat, sebuah relasi tradisional untuk membuatkeputusan dan melakukan apa saja. Akan terlihat bahwa adat tidak dapat dibedakan secara jelasdari kepercayaan, agama dan tindakan, kenyataan hidup yang sangat rumit bagi orang-orang

Karo yang telah berpikiran modern dalam masyarakat pluralis saat ini. Adat dipandang sebagai

sesuatu yang memiliki pengaruh yang supranatural dan memiliki hukum-hukumnya sendiri.

Sebagai contoh, seseorang yang telah menikah dan memiliki anak, maka untuk memanggilnyatidak boleh lagi menyebut nama, tetapi nama anaknya disebutkan. Jadi ia akan dipanggil sebagai

 bapak si “anu”. Ini sebagai sebuah tanda penghargaan, karena seseorang yang sudah memiliki

anak telah mendapatkan tuah(berkat). Dengan memanggil seperti itu berarti ia telah dihormati.Banyak lagi panggilan-panggilan yang lain yang dibubuhkan kepada seseorang untuk 

menggantikan namanya sesuai dengan posisinya dan juga usianya. Nama tidak lagi dipakai,

itulah sebagai ungkapan hukum adat yang diberlakukan.

Kekerabatan di Tanah Karo diikat dalam sangkep si telu yang menunjuk kepada tiga pilar yang kuat dan saling mendukung. Walau ketiga-tiganya terpisah dan memiliki fungsi berbeda,

tetapi saling mendukung. Dalam masyarakat Karo ketiga pilar itu digelari kalimbubu (orangtua

dari pihak istri dan semua saudara laki-laki dari pihak istri yang terdapat dalam keluarganya dan juga keluarga dari pihak ayahnya yang masih satu ibu), kemudian senina/sembuyak (semua

orang yang dalam istilah Karo dipandang sebagai saudara laki-laki atau perempuan) dan anak 

 beru (keluarga-keluarga yang temasuk dalam keluarga yang menikahi istri).

Setiap orang Karo, di mana pun ia berada, ketika bertemu, untuk mengetahui posisi

masing-masing dalam kekerabatan melakukan ertutur atau berkenalan. Dalam proses ertutur inilah nantinya mereka akan menemukan (satu dengan yang lain) harus memanggil apa dan

dalam posisi apa.

Di dalam keluarga, baik suami maupun istri pada dasarnya memiliki tanggung jawab

untuk saling menjaga satu dan yang lain, dan saling menghargai. Sikap seperti ini tumbuh dalam

sistem ikatan penghormatan terhadap sangkep si telu yang sudah disebutkan tadi.

Page 2: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 2/21

Rumah merupakan satu simbol yang penting bagi orang Karo. Rumah orang Karo yang

dibangun memiliki ciri khas tersendiri. Rumah orang Karo yang masih tradisional dapat

langsung diketahui dengan cepat, karena ciri yang ditunjukannya melalui bentuk bangunan yangunik, yakni atap yang terbuat dari ijuk dan selalu memiliki dua atau empat buah bentuk segi tiga

(melambangkan sangkep si telu) yang masing-masing ujungnya diikatkan kepala kerabu.

Orang Karo telah memiliki kepercayaan atau sekarang disebut sebagai agama, yaitu

Kiniteken Si Pemena (kepercayaan mula-mula). Kepercayaan orang Karo adalah perbegu yang berarti penyembah roh-roh orang mati. Kepercayaan ini tidak memiliki kitab suci, tidak ada

teologi yang sistematik dan tidak ada dogma. Di dalam kepercayaan ini hal-hal yang menyangkut

dengan ritual di dalamnya ditangani oleh seorang guru sibaso3. Guru menjadi pengantara antaraorang-orang Karo dengan yang dipercayainya. Elemen yang paling kudus di dalam dunia orang

Karo adalah begu (roh orang mati) dan secara khusus adalah roh nenek moyang. Dalam

kepercayaan orang Karo terhadap begu ini, roh dan jiwa itu terpisah. Jiwa itu merupakan dasar dari kehidupan seseorang dan kekuatannya, dan ini diterima sebelum lahir, pada waktu pertama

kali ia dikandung.

Jiwa dapat hidup dalam organisme dan di dalam benda-benda seperti besi. Beras

dipandang sebagai sesuatu yang memiliki jiwa yang kuat dan digunakan dalam memberkati ritus-ritus untuk menguatkan jiwa seseorang. Dalam diri seseorang terdapat tiga bentuk, pertama

tubuh atau (kula), jiwa (tendi) dan nafas (kesah) dan setelah kematian ketiga bagian ini berubah

menjadi bagian yang berbeda-beda. Tubuh menjadi tanah, jiwa menjadi begu dan nafas menjadiangin. Dalam kepercayaan Karo, begu itu bukanlah sebagai sesuatu yang menakutkan saja, tetapi

sesuatu yang bisa memberikan pertolongan dan memberikan perhatian. Biasanya begu-begu ini

disebut sebagai jin ujung walaupun istilah ini dalam pengertian lain adalah roh seseorang yang

meninggal secara tidak wajar.

Orang Karo juga memiliki ritual pemanggilan terhadap roh-roh yang sudah mati dalamrangka mengingat kembali orang yang sudah mati tersebut. Yang lebih penting lagi ialah

 bagaimana begu itu menjadi begu dalam keluarga yang dinamai dengan dibata jabu (tuhan

keluarga). Ini adalah roh yang mati dalam satu hari oleh karena kecelakaan, kekerasan, atau mati bukan karena sakit. Roh seperti ini dalam pandangan orang Karo memiliki kekuatan yang hebat.

Setelah melakukan ritus pemanggilan begu, maka roh orang mati tersebut menjadi roh pelindung

di dalam rumah yang akan melindungi keluarganya dari kekuatan-kekuatan yang jahat. Namunapabila ritus pemanggilan itu tidak dilakukan, maka roh itu akan gentayangan dan dapat

mengganggu orang-orang. Inilah yang sering membuat orang merasa takut.

Dalam kepercayaan orang Karo, memperoleh keselamatan dirasakan ketika begu jabu

(roh pelindung keluarga) melindungi keluarganya. Keselamatan bagaimanapun dipahami sebagaikekuatan yang menghindarkan keluarga dari penyebab-penyebab sakit dan permasalahan-

 permasalahan lain, sama sekali tidak sama dengan eskatologis keselamatan (kekristenan).

Kepercayaan orang Karo itu adalah animisme dan dinamisme.

Orang Karo merefleksikan trimurti agama Hindu; Brahma sebagai pencipta, Wisnusebagai pemelihara dan Siwa sebagai penghancur. Di dalam pemahaman orang Karo ketiga ini

disebut sebagai dibata i datas (tuhan di atas), dibata i tengah (tuhan di tengah), dibata i teruh

Page 3: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 3/21

(tuhan di bawah).

Ketiga dibata ini bagaimanapun termasuk di dalam sejarah penciptaan orang Batak yang sama

dengan Karo. Ketiga dibata inipun sering juga disebut sebagai dibata kaci-kaci, hal ini sering kalidisebutkan dalam mantra-mantra orang Karo.

Orang Karo juga memiliki banyak legenda, sejarah, mitos, kemudian memiliki musik Karo, tarian yang seluruhnya ada di dalam spirit kepercayaan orang Karo tadi. Kata dosa bagi

orang Karo (tetapi tidak secara sempurna dipahami) dapat dirasakan dengan kenyataan-kenyataan yang menunjukkan ketidakberuntungan. Sebagai contoh, sakit. Di dalam keluarga, ini

dipadankan dengan kata dosa, tetapi sebenarnya bukan dosa melainkan penghakiman. Bagi

masyarakat Karo modern, tanpa dipengaruhi oleh agama-agama, dosa dapat disebut sebagaisesuatu yang salah, yang secara sosial dipandang melanggar peraturan atau melakukan suatu

yang dilarang. Hanya di dalam Kekristenan orang Karo kemudian memperoleh ide tentang dosa

sebagai sebuah penyebab manusia berpisah dengan Allah. Jadi orientasi etika dunia Karosebenarnya adalah kesalahan tindakan dan konsekuensinya.

Di dalam kepercayaan Karo ini kita sudah dapat melihat bagaimana konsep tentang Allahitu ternyata sudah ada sebelum konsep allah yang diadopsi dari kepercayaan Hindu tentang tiga

allah. Dua konsep yang sangat berpengaruh adalah tentang allah nenek moyang Batak, percayakepada Si Mula Jadi Na Bolon dan kemudian konsep trimurti orang India yang telah bercampur 

sepertinya menawarkan sesuatu yang mendalam (baru), tetapi unsur-unsur yang berbeda ini sulit

dibedakan oleh mereka yang telah menjadikan agama ini sebagai agama mereka sendiri. Dalamwaktu yang sama, inilah yang membentuk agama terpenting orang Karo (perbegu), dan mereka

melupakan asal-usulnya, inilah alasan mengapa kepercayaan kepada Allah adalah sesuatu yang

abstrak dan sangat sempit dipahami orang Karo tradisional. Sebagai pemuja terhadap jiwa dan

roh, dan ilmu pengetahuan dari guru, bagi orang Karo, semuanya itu jauh lebih menjanjikan bantuan pada waktu ada kebutuhan (persoalan-persoalan, atau masalah-masalah lainnya).

Sampai saat ini pun masih banyak orang Karo yang walupun gaya hidupnya sudah

modern, tetapi masih mengikuti ritual-ritual untuk mencari tahu solusi setiap persolan yang

dihadapinya (entah itu jodoh, pekerjaan, dan sebagainya). Fenomena ritual ini dapat kitasaksikan pada setiap wari cukera dudu (salah satu hari dalam kalender Karo) di kaki gunung

Sibayak, tepatnya di lokasi pemandian air panas “Lau debuk-debuk”.

Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan,

yaitu sebagai berikut:

1.Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang

2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu inidapat dikelompokkan lagi menjadi:

o Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada

kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal darikeluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka

Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan

Page 4: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 4/21

adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-

 bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.

o Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang.

Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang.

Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai

darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.o Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena

seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi

seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang

sama.

4. Sembuyak , secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinyaadalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam

masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam

 bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini

didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.

6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyaianak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.

7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk 

diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluargatertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru

menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:

o anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak 

tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak 

 beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu

upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai.

Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara),

karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga

dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.

o Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat

mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh

 baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga.

Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak 

Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-harianak beru disebut juga bere-bere mama.

8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata

minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yanglebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu

kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak 

 berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteksupacara adat.

Page 5: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 5/21

BAB II

Permasalahan

1. Bagaimanakah Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Waris di dalam masyarakat

adat Batak Karo?2. Bagaimanakah Perkembangan Hukum Waris Adat pada Masyarakat Adat Batak Karo di

Kabupaten Karo?

3. Bagaimanakah system Pembagian Harta Warisan Adat pada Masyarakat Batak Karo yang beragama Muslim di daerah Tanah Karo?

4. Bagaimanakah status Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dan Staatsblad 1917 No. 129 dalam Hak Waris Adat dalam masyarakat Batak Karo?

Page 6: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 6/21

BAB III

Pembahasan

1. Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Waris di dalam masyarakat adat

Batak Karo

Bangsa Indonesia memiliki keragaman suku dan budaya. Letak geografis Indonesia yang

 berbentuk kepulauan menyebabkan perbedaan kebudayaan yang mempengaruhi pola hidup dan

tingkah laku masyarakat. Kita dapat melihat hal ini pada suku-suku yang terdapat di Indonesia.Salah satu contohnya adalah suku Batak. Suku batak terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu

 batak toba, batak simalungun, batak karo, batak pakpak dan batak mandailing.

Masyarakat Batak Karo yang berada di wilayah dataran tinggi Batak bagian Utara

merupakan suatu suku yang terdapat di provinsi Sumatera Utara. Dalam masyarakat Batak Karo,dibagi lagi dalam suatu komunitas seperti sub suku menurut dari daerah dataran tinggi yang

didiami. Di daerah Batak Karo tersebut, juga memiliki perbedaan dalam hal adat istiadat juga,

diantaranya perbedaan dalam tata adat perkawinan, pemakaman juga dalam pembagian warisan.Dan dalam adat istiadat juga ada beberapa daerah yang sangat patuh terhadap dalam adat atau

dengan kata lain adat istiadat nya sangat kuat, itu dikarenakan daerah dan keadaan daerah yang

masih menjunjung tinggi sistem adat istiadat.

Masyarakat Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garisketurunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun

dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah

atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang

menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.

• Porsi anak laki-laki dan anak perempuan dalam pembagian harta warisan orang tuanya:

Dalam pembagian warisan dahulu biasanya anak laki-laki mendapatkan

 bagian dua kali lipat bagian dari anak perempuan, akan tetapi sekarang sering

anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan bagian yang sama dalam

 pembagian warisan. Dalam pembagian warisan orang tua, yang mendapatkanwarisan adalah anak laki-laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian

dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan

warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki-laki jugatidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu

anak laki-laki yang paling besar atau dalam bahasa karo nya disebut Anak 

Sintua. Dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem kekerabatanBatak Karo ,   pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini

terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan keluarga juga berdasarkan

ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan berdasarkan perhitungan

matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifatadil kepada anak anak nya dalam pembagian harta warisan.

Page 7: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 7/21

Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan budaya dari

luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang diberikan kepada

anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama dianut dalamkeluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih untuk 

menggunakan hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.

Dalam adat Batak Karo yang masih terkesan Kuno, peraturan adat istiadatnya lebih

terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Sulung atau

disebut Anak Sintua. Yaitu berupa Tanah Pusaka, Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang

tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak laki – laki nya. Anak siapudan juga tidak  boleh untuk pergi meninggalkan kampung halaman nya, karena anak Sintua tersebut sudah

dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Kepala Kampung atau Ketua Adat,

maka itu Turun kepada Anak Sulungnya (Anak Sintua).

Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan

saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orangtuanya. Dalam hukum adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut

harus menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga.

Dan akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukanoleh masyarakat Batak Karo. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain

 pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan

adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan maka pembagianwarisan dalam masyarakat adat Batak Karo saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang

ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung atau

daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas. Beberapa hal positif yang dapat

disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Karo yaitu laki-laki bertanggung jawabmelindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku batak tidak akan pernah putus

karena adanya marga dan warisan yang menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimana

 pun orang batak berada adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalamsuku batak karo anak sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal Pendidikan.

Karena Ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan.

Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpahdan mendapat kedudukan yang lebih baik dikehidupan nya nanti.

• Penggantian ahliwaris yang meninggal:

Disini apabila pad apembagian warisan ada anak yang telah meninggal lebihdahulu, bagian dari pada anak ini diserahkan kepada bketurunannya.

• Pembagian warisan terhadap janda beserta anak-anaknya:

Page 8: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 8/21

Dahulu apabila ada orang yang meninggal dengan meninggalkan janda dananak-anak, harta warisannya dibiarkan tidak dibagi selama janda itu masih

hidup. Sekarang ada juga terjadi harta warisan dibagi-bagi oleh anak-anak 

selagi ibunya masih hidup, tetapi dalam pada itu anak-anak menjaminkehidupan ibunya.

• Pewaris atas harta isteri yang meninggal:

Dalam hal ini seorang istri meninggal lazimnya harta warisannya lain dikuasai

oleh suaminya dan tidak diadakan pembagian-pembagian.

• Pewarisan atas harta suami yang meninggal:

Dalam hal ini seorang meninggal dengan meninggalkan seorang janda dengan

tidak mempunyai anak-anak, harta warisannya tetap dikuasai oleh jandanyadan warisan tersebut baru dibagi-bagi setelah janda ini meninggal.

• Pewarisan harta suami oleh dua orang janda:

Dalam hal seorang meninggal dengan meninggalkan dua orang janda,

lazimnya tidak diadakan pembagian warisan selama janda-janda itu masih

hidup dan masing-masing janda menguasai barang-barang yang selama itu dikuasainya.

• Pewarisan khusus (tanah) kepada anak laki-laki:

Dalam hal perwarisan tanah, disini tidak menjadi soal apakah ahli warisnya

laki-laki atau perempuan.

• Pewarisan barang-barang tertentu kepada para ahli waris:

Disini dalam pembagian harta warisan tidak dikenal kebiasaan membagikan

  barang-barang tertentu hanya kepada anak-anak laki-lKi, barang-barangtertentu lainnya kepada anak perempuan, barang-barang tertentu lainnya lagi

hanya kepada anak laki-laki tertua.

Page 9: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 9/21

2. Perkembangan Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Adat Batak Karo di

Kabupaten Karo

Perselisihan dan keributan di antara saudara dapat terjadi akibat pembahagian harta

warisan yang tidak adil. Ketidak-adilan akan membawa para pihak bersengketa untuk 

menyelesaikan dengan cara kesepakatan atau dengan cara menempu jalur hukum.

Perselisihan dan keributan dalam pembahagian harta warisan pada masyarakat adat Batak Karo

telah membuat suatu putusan Mahkamah Agung No. 179K/Sip/1961, tanggal 23 Oktober 1961

dan putusan Mahkamah Agung No. 100K/Sip/1967, tanggal 14 Juni 1968, yang memutuskan bahwa anak perempuan dan janda sebagai ahli waris. Putusan Mahkamah Agung No.

179K/Sip/1961, tanggal 23 Oktober 1961 ,Pembagian warisan antara anak laki-laki dan anak 

 perempuan menurut Hukum Adat Batak. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 136 K/Sip/1967Terbit 1969 Hal. 449-453 dan putusan Mahkamah Agung No.100K/Sip/1967, tanggal 14 Juni

1968, yang memutuskan bahwa anak perempuan dan janda sebagai ahli waris bertentangan

dengan hukum waris adat Batak Karo yang menganut sistem pewarisan patrilinial, yaitu sistem

keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana anak laki-laki sajalah yang berhak terhadapharta warisan orang tuanya.

Di Indonesia, putusan Mahkamah Agung hanya menentukan suatu hukum yang berlaku

 bagi pihak-pihak tertentu dalam suatu perkara. Keputusan hakim hanya mengikat bagi para pihak 

yang diadili oleh putusan yang bersangkutan, dan tidak mengikat bagi orang lain yang bukan

merupakan para pihak, sementara hukum waris adat Batak Karo dirasa kurang adil bagi kaum

 perempuan dan janda. Karena itu maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

 pembahagian harta warisan pada masyarakat adat Batak Karo.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan yuridissosiologi (empiris) dilakukan dengan cara kualitatif. Dan penarikan kesimpulan dilakukan

dengan pendekatan Induktif.` Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah ada perkembangan

hukum waris adat Batak Karo khususnya terhadap anak perempuan sebagai ahli waris. Ini dapat

dibuktikan dengan adanya pembahagian yang khusus dan kewajiban untuk memberikan

 pemberian kepada anak perempuan walaupun tidak sebanyak bahagian anak laki-laki.

Kedudukan janda belum diterima sebagai ahli waris harta suaminya karena masyarakat masih

 berpegang teguh pada hukum waris adat Batak Karo yang menolak janda sebagai ahli waris.

Sikap masyarakat Batak Karo terhadap putusan Mahkamah Agung Republik 

Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki dan Anak Perempuan mengenai Hukum Waris.

Perubahan dalam Hukum Waris Adat Batak Karo ditandai dengan keluarnya

Yurisprudensi MA-RI tanggal 23 Oktober 1961 No. I79/K/SIP/ I961 yang mengatakan

 persamaan hak anak laki-laki dan anak perempuan yurisprudensi ini telah menimbulkan pro dan

kontra di kalangan masyarakat Batak Karo, terlebih-lebih dari kaum laki-laki yang merasa

Page 10: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 10/21

haknya di kebiri. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian bagaimana proses

 pembagian harta warisan pada masyarakat Batak Karo serta bagaimana pula sikap masyarakat

Batak Karo serta bagaimana pula sikap masyarakat Batak Karo terhadap yurisprudensi MA-RI

tanggal 23 Oktober 1961 No: 179/K/SIP/1961 tersebut, sikap dan pandangan MA-RI terhadap

 persamaan hak waris anak laki-Iaki dan anak perempuan. Di Desa Lingga Kecamatan Simpang

Empat Kabupaten Karo. Alasan pemilihan lokasi ini adalah mengingat karena Desa Lingga

dikenal sebagai salah satu desa budaya di Tanah Karo.

Penelitian tersebut bersifat Diskriptif Analisis dengan menggunakan pendekatan yuridis

sosiologis (Empiris Analitis Data) dilakukan dengan cara kualitatif). Dan penarikan kesimpulan

dilakukan dengan pendekatan Induktif Deduktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

umumnya masyarakat Batak Karo di Desa Lingga tidak dapat menerima mengenai persamaan

hak anak laki-laki dan anak perempuan dalam hukum waris. Karena pada azasnya dalam susunan

masyarakat Barak Karo yang mempertahankan garis keturunan laki-laki (Patrilineal) yang berhak 

menjadi ahli waris adalah anak laki-laki sedangkan awal perempuan bukan ahli waris. Menurut

Hukum Adat Batak Karo anak perempuan hanya dapat memperoleh. harta dari orang tuanya

dengan cara pemberian yang didasari oleh kasih sayang (Keleng ale) untuk kepentingan sendiri

dan rumah tangganya.

Sebaiknya pembagian harta warisan dalam masyarakat Batak Karo dilaksanakan sebelum

orang tua meninggal dunia untuk mencegah terjadinya perselisihan di kemudian hari. Pada

umumnya pembagian harta warisan pada masyarakat Batak Karo dilaksanakan setelah orang

tuanya meninggal dunia. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan sebaiknya,

 pembagian harta warisan dilaksanakan sebelum pewarislorang tua meninggal dunia dengan

dihadiri oleh sangkep sitelu dan kepala desa yang mewakili pemerintah. Hasil penelitian sangat

 berguna dalam rangka penegakan hukum dalam pembagian warisan pada masyarakat Karo.

Hukum Waris Pada Masyarakat Karo Muslim Di Kecamatan Tigabinanga

Kabupaten Karo

Masih adanya pluralisme hukum di Indonesia khususnya dalam hukum waris, sehingga

 bagi golongan penduduk Indonesia Asli yang beragama Islam, dalam hal kewarisan dapat

 berlaku hukum adatnya atau hukum Islam. Hal tersebut tentu berlaku juga terhadap masyarakat

Karo Muslim, yaitu dalam masalah kewarisan bagi masyarakat Karo Muslim tersebut berlakuhukum waris adat Karo atau hukum waris Islam yakni Kompilasi Hokum Islam (KHI).

Hukum Waris yang berlaku pada masyarakat Karo Muslim tidak bersifat statis, tetapi

dinamis, maka dapat terjadi pergeseran atau perubahan pada hukum waris tersebut. Untuk itu

ingin diketahui bagaimana hukum waris yang hidup ditengah-tengah masyarakat Karo Muslim.

Page 11: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 11/21

Contohnya mengambil Iokasi di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo, dengan

memilih Kelurahan Tigabinanga dan Desa Simpang Pergendangan sebagai kelurahan/desa

sampel. Popu1asi penelitian seluruh masyarakat karo muslim yang pernah menerima warisan di

lokasi penelitian. Sampel diambil 30 orang responden secara purposive sampling, karena

 populasinya homogen. Penelitian ini bersifat deskritif analitis. Penulis menggambarkan gejala

dan fakta yang terungkap dari wawancara dengan responden dan nara sumber dengan pendekatan

yuridis sosiologis, sehingga dapat diketahui hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat Karo

Muslim di lokasi penelitian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa anak laki-laki dan anak 

 perempuan adalah ahli waris dan berhak memperoleh harta warisan dari orang tuanya. Hukum

waris yang hidup di tengah-tengah masyarakat Karo Muslim di lokasi penelitian adalah hukum

waris adat Karo yang dalam pembagian harta warisan kepada keturunan pewaris ada

kecendrungan kepada hukum kewarisan Islam.

Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Karo muslim tetap menggunakan hukum

waris adat Karo dalam menyelesaikan sengketa dan pembagian harta waris.

"Mereka memilih Runggun sebagai lembaga yang menyelesaikan sengketa yang mereka hadapi.

Keberadaan Sangkep Sitelu seperti Kalimbubu, Anak Beru dan senina masih sangat efektif untuk 

menyelesaikan sengketa yang terjadi. Pengadilan agama menjadi pilihan berikutnya jika runggun

dipandang gagal menyelesaikannya. "Kendati masyarakat Karo muslim masih menggunakan

hukum waris adat, namun bukanlah hukum waris adat yang statis, konsisten dan koheren.

Hukum waris adat yang mereka praktikkan saat ini adalah hukum waris yang dinamis dan

‘bergerak’. Lebih lanjut dijelaskan, hukum waris adat Karo bergerak sesungguhnya lebih

disebabkan dinamika yang muncul dari dalam masyarakat Karo itu sendiri, seperti kesadaran

akan hak-hak perempuan dan tentu saja pengaruh dari ajaran Islam itu sendiri. Dijelaskan juga

mengenai persoalan ahli waris berbeda agama, masyarakat Karo muslim tetap menggunakan

hukum adat kendati ajaran fikih melarangnya. Bagi masyarakat Karo muslim, perbedaan agama

tidak menyebabkan seseorang terhalang untuk memperoleh harta waris. Ditandaskan juga,

memasukkan hukum Islam kepada masyarakat Karo masih sangat sulit.

Meski begitu, diharapkan kalangan ilmiah dapat ikut mendorong agar hukum adat Karo

tersebut bisa terus bergerak dan akan semakin mendekat pada roh dan semangat hukum Islam.

Pemisahan dan Pembahagian Harta Warisan secara Damai di hadapan notaristerhadap masyarakat suku Batak Karo non muslim di kota Medan

Pemisahan dan pembahagian harta warisan merupakan suatu tindakan yang dilakukan

oleh para ahli waris dengan tujuan untuk mengakhiri kepemilikan bersama. Pemisahan dan

 pembahagian harta warisan yang dibuat dihadapan notaris dilakukan oleh orang-orang yang

tunduk pada hukum Perdata Barat. Sedangkan untuk orang-orang pribumi, dalam melakukan

Page 12: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 12/21

 pemisahan dan pembahagian harts warisan dilakukan berdasarkan hukum adat. Tetapi untuk 

orang pribumi yang beragama Islam, pemisahan dan pembahagian harta warisan dapat dilakukan

 berdasarkan pada hukum Islam. Pemisahan dan pembahagian harta warisan dapat dibuat dalam

 bentuk tertulis ataupun lisan.

Dalam bentuk tertulis dapat dibuat dibawah tangan atau dengan akte notaris. Pemisahandan pembahagian harta warisan yang dibuat dengan akte notaris dilakukan oleh plhak-plhsk yang

dapat bertindak dalam hukurn. Dalam hal adanya ahli waris yang tidak dapat bertindak dalam

hukum, maka keberadaannya dapat diwakili oleh pihak lain. Pemisahan dan pembahagian harta

warisan yang dibuat dengan akte notaries dilakukan dengan melalui beberapa proses yaitu

Pendaftaran boedel, penerimaan seeara beneficiair (dalam hal adanya para ahli waris yang tidak 

 bebas menyatakan kehendaknya), memeriksalcek wasiat, membuat Berita Acara Penyumpahan

Ahli Penaksir, menbuat berita acara penaksiran, membuat iklan di Berita Negara Republik 

Indonesia.

Pemisahan dan pembahagian.harta warisan yang dilakukan di hadapan notaris, membawaakibat hukum bagi para ahli waris yaitu bahwa masing-masing ahli waris mempunyai hak milik 

atas harta warisan yang telah dipisahbagikan sebesar bagiannya masing-masing, dan para ahli

waris tidak dapat menuntut satu sama lain setelah dilaksanakannya pemisahan dan pembahagian

tersebut. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian Hukum Sosiologis dengan

mempergunakan metode pendekatan hukum normatif. Penelitian ini berlokasi di kota Medan,

dan populasinya adalah notaris, sedangkan respondennya adalah individulwarga masyarakat

Suku Batak non muslim, notaris dan tokoh masyarakat . Alat pengumpulan data yang

dipergunakan adalah berupa studi dokumen atau bahan pustaka, wawancara dengan

menggunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan. Prosedur pengambilan data dilakukan

dengan penelitian perpustakaan dan survei. Data yang diperoleh dianalisis dengan berdasarkan

metode kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa yang menyebabkan masyarakat

suku Batak non muslim mengadakan pemisahan dan pembahagian harta warisan dihadapan

notaris adalah adanya perselisihan di antara para ahli waris karena ketidakadilan yang dirasakan

oleh para ahli waris, untuk memperoleh suatu kepastian hukum dan karena perkembangan zaman

dan ilmu pengetahuan. Dalam menentukan porsi masing-masing ahli waris, notaris berpedoman

 pada hukum adat, sedangkan proses pemisahan dan pembahagian harta warisan bagi masyarakat

suku Batak non muslim dilakukan dengan berpedoman pada hukum Perdata Barat, yang

membawa akibat hukum bahwa ahli waris tersebut menjadi pemilik yang sah atas harta yang

diipisahbagikan tersebut dan ahli waris berhak melakukan segala bentuk perbuatan hukum atas benda tersebut.

3. Status Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dan Staatsblad 1917 No. 129 dalam Hak Waris Adat dalam masyarakat

Batak Karo

Page 13: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 13/21

Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak kandung. Karena

sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu. Yang

  bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yangmengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada

anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun – temurun keluarga. Karena yang berhak 

memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.

Eksistensi pengangkatan anak atau adopsi di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum

yang masih belum sinkron, sehingga masalah pengangkatan anak masih merupakan problema

 bagi masyarakat, terutama ketentuan hukum kewarisannya. Ketidaksinkronan tersebut sangat

 jelas dilihat, kalau dipelajari ketentuan tentang eksistensi lembaga adopsi dalam sumber hukum

yang berlaku di Indonesia, baik menurut Staatsblad 1917 No.129 maupun hukum Islam yang

masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam. Oleh karena itu menjadi permasalahan tentang

 prosedur pengangkatan anak, akibat hukum pengangkatan anak, dan kewarisan anak angkat

menurut KHI dan Staatsblad 1917 No.129. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan

yuridis normatif terhadap kewarisan anak angkat menurut KHI dan Staatsblad 1917 No. 129yang diteliti dari bahan kepustakaan dan dokumen berkas kasus pada Pengadilan Agama Medan.

Berdasarkan hasil penelitian, prosedur pengangkatan anak baik mengacu pada KHI maupun

mengacu pada Staatsblad 1917 No.129 harus melalui penetapan Pengadilan, yaitu untuk agama

Islam mengacu pada KHI ditetapkan pada Pengadilan Agama (PA), sedangkan mengacu pada

Staatsblad melalui penetapan Pengadilan Negeri (PN). Penetapan PA tidak memutuskan nasab

anak angkat dengan orang tua kandungnya sehingga tidak perlu dicatatkan atau dirubah akta

kelahiran anak angkat itu, sedangkan penetapan PN memutuskan nasab anak angkat dengan

orang tua kandungnya, sehingga harus dicatatkan pada catatan sipil atau perubahan akta

kelahiran anak angkat menjadi anak dari orang tua angkatnya. Akibat hukum pengangkatan anak 

menurut KHI dan Staatsblad 1917 No.129 adalah: a) Nasab, menurut Staatsblad anak angkat

terputus dengan nasab orang tua kandungnya, sedangkan menurut KHI tidak terputus dengan

nasab orang tua kandungnya, b) Panggilan, menurut Staatsblaad anak angkat dipanggil

(bin/binti) dengan nama ayah atau orang tua angkatnya, sedangkan menurut KHI anak angkat

dipanggil (bin/binti) dengan nama ayah atau orang tua kandungnya, c) Perwalian, menurut

Staatsblad, orang tua angkat menjadi wali penuh terhadap anak angkatnya, termasuk menjadi

wali nikah, jika anak angkat perempuan, sedangkan menurut KHI orang tua angkat tidak menjadi

wali nikah anak angkatnya, jika anak angkat perempuan, e) Mahram Kawin, menurut Staatsblad

anak angkat tidak sah dinikahi oleh orang tua angkatnya, sedangkan menurut KHI anak angkat

 boleh dinikahi orang tua angkatnya. Dalam hal kewarisan, menurut KHI anak angkatmendapatkan wasiat wajibah yang tidak boleh lebih dari 1/3 bagian dari orang tua angkatnya

(Pasal 209 ayat (2)), sedangkan dalam Staatsblad 1917 No.129 anak angkat menjadi ahli waris

orang tua angkatnya, dengan pembatasan anak angkat tersebut hanya menjadi ahli waris dari

 bagian yang tidak diwasiatkan. Disarankan kepada Pemerintah segera mewujudkan UU

Pengangkatan Anak yang sejalan dengan kepentingan masyarakat Indonesia dalam hal kewarisan

anak angkat. Kemudian disarankan kepada Pengadilan Agama Medan untuk melakukan

Page 14: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 14/21

koordinasi dengan instansi terkait dan segenap jajarannya untuk mensosialisasikan lagi

keberadaan KHI kepada masyarakat muslim Indonesia, sehingga masyarakat meningkat

kesadaran hukumnya dan juga KHI benar-benar dapat diwujudkan sebagai hukum positif pada

Pengadilan Agama.

Hak anak angkat atas orang tua angkat dan orang tua kandung yaitu disini orang yangsudah diangkat anak orang lain menjadi ahli waris dari pada orang tua angkatnya, tidak ada

 bedanya dengan anak kandung. Dalam hal ini seorang anak angkat orang tua kandungnya

meninggal, ia tidak lagi mendapat bagian dari harta warisan orang tua kandungnya.

Pengangkatan Anak dan akibat Hukumnya terhadap Harta Benda Perkawinan

Orang Tua Angkat

Masyarakat adat Batak Karo menganut sistim kekerabatan patrilineal di mana anak laki-lakiadalah sebagai penerus keturunan dan marga dari clannya, oleh karena itu bagi mereka yangtidak mempunyai anak laki-laki dapat mengain (semacam mengangkat anak ) anak laki-laki yang

disebut anak sintubuh dari antara saudaranya atau keluarga dekat lainnya dan harus disahkan

dengan upacara adat yang telah ditentukan untuk itu yang dihadiri oleh keluarga dekat“kalimbubu ", serta pengetua-pengetua dari kampung sekelilingnya. Sebagai konsekwensinya

maka. anak sintubuh mewaris dari orang tua yang mengangkatnya. Kenyataan, bahwa di antara

warga masyarakat adat Batak Karo yang berdomisili di Kota Medan ada yang melakukan pengangkatan anak akan tetapi tidak lagi mempedomani sepenuhnya pada konsep pengangkatan

anak dimaksud.

Page 15: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 15/21

KESIMPULAN

Suatu hal yang sering dibahas dalam suatu system patrilineal yang sangat ketat seperti

halnya dengan system kekerabatan orang Batak, baik dia Batak Karo, Batak Toba, Batak 

Simalungun adalah posisi wanita. Dimana wanita merupakan bagian dari kelompok ayahnya,

sebelum anak perempuan tersebut kawin. Pada waktu kawin, kerabat suami membayarnya

“Tukur atau Batangunjuken”, mas kawin yang diberikan kepada orang tua wanita, dan wanita

tersebut akan meninggalkan lingkungan ayah dan akan dimasukkan kedalam satuan kerabatan

suaminya. Namun, di dalam lingkungan suaminya dia selalu di beri penamaan “bere” dari margaayahnya. Misalnya dia memiliki marga Ginting, maka dia akan di katakana dengan “Bere

Ginting”. Yang terdapat makna bahwa berkat-berkat yang diterima oleh suatu keluarga, oleh

 penciptanya disalurkan melalui restu dari kerabat pria dari seorang wanita yang telah menjadi

istri/ibu dalam keluarga yang bersangkutan.

Hal lain yang menjadi kelemahan dalam Hak Waris dalam masyarakat adat yangmengandung system patrilineal (garis keturunan ayah) adalah bahwa anak wanita tidak berhak 

menjadi ahli waris, dan apabila seorang pria tidak mempunyai anak laki-laki, maka harta

 peninggalannya akan jatuh kepada saudara pria yang dekat. Tapi syukurlah telah mengalami

 banyak perubahan akhir-akhir ini setelah jaman semakin berkembang mengenai hak-hak wanitaitu, karena kalau para wanita yang diperlakukan menurut hukum adat tradisional itu mengajukan

 perkaranya ke pengadilan negeri, maka hakim akan member keputusan yang menguntungkannya.

Dimana Kedudukan perempuan dalam hukum adat Batak berbeda dengan ketentuan dalamhukum nasional, terutama soal warisan. Anak perempuan bukan sebagai ahli waris tetapi dapat

menerima bagian harta warisan dari orang tuanya sebagai pemberian yang ditujukan kepadanya.

Page 16: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 16/21

“Hukum adat Batak yang tidak menunjang, mendorong kesetaraan dan keadilan gender 

 perlu ditinggalkan karena bertentangan dengan hak azasi manusia. Kedudukan perempuan sangat

lemah dibanding laki-laki. Ini suatu indikasi adat Batak diskriminatif terhadap perempuan.Sementara dalam hukum nasional kedudukan seimbang baik dalam hak mau pun kewajiban’.

Mahkamah Agung (MA), sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu telah mengeluarkan

keputusan-keputusan dimana ditegaskan bahwa dalam system patrilineal, mestinya wanita jugadiberi hak waris yang sama dengan pria, janda dalam perkawinan patrilineal juga diputuskan

 berhak atas sebagian dari harta bersama yang telah terkumpul selama perkawinan berlangsung.

Perkembangan Hak Waris Adat Pada

Masyarakat Batak Karo dan Hukum Adat

Batak Karo

D

I

S

U

Page 17: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 17/21

S

U

N

Oleh :

1. Suci Kharisma Saaba

090200487

2. Greta Valentia

090200195

3. Septiana Tindaon 090200113

4. Natalia Gracia 090200331

5. Rudi Faular S 090200317

6.

090200195

Page 18: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 18/21

Daftar Pustaka

• M.Hatta AliSH,SH,MH. Drs.Akoso,SH,MH. Manahan Sihombing,SH,MH. Cornelia

A.S,SH. 2006. Kumpulan Hasil Penelitian Hukum Adat Pengadilan Tinggi Medan.

Jakarta: Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung R.I.

• J.C.Vergouwen. 1986. Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta: Pustaka

Azet.

• Soejono Soekanto. Pokok-Pokok Hukum Adat Indonesia.

Page 19: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 19/21

Perkembangan Hak Waris Adat Pada

Masyarakat Batak Karo dan Hukum Adat

Batak Karo

D

I

S

U

S

U

N

Oleh :

1. Septiana Tindaon090200113

Page 20: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 20/21

2. Aubertus Siahaan090200129

3. Gabriel Hotasi Evanocto090200143

4. Greta Valentia090200195

5. Rudi Faular S

090200317

6. Natalia Gracia090200331

7. Suci Kharisma Saaba090200487

FAKULTAS HUKUM USU

Page 21: Tugas Hukum Adat Lanjutan

5/10/2018 Tugas Hukum Adat Lanjutan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-hukum-adat-lanjutan 21/21