hukum adat lengkap

130
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komunitas Adat Terpencil dapat dipahami sebagai komunitas manusia yang menghadapi berbagai keterbatasan untuk dapat menjalani kehidupan sebagaimana masyarakat pada umumnya. Mereka mendiami daerah-daerah yang secara geografis relatif sulit dijangkau, seperti: pegunungan, hutan, lembah, muara sungai, pantai dan pulau-pulau kecil. Mereka hidup dalam kondisi yang sangat terbatas, baik dalam pemenuhan kebutuhan sosial dasar, sosial-psikologis dan pengembangan. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau nomaden. Mereka menjalani kehidupan dengan cara-cara yang sangat sederhana, dan jenis kegiatan ekonomi yang ditekuninya seperti pertanian, nelayan, berburu dan berburu. Mereka mengalami keterbatasan untuk dapat mengakses pelayanan sosial, ekonomi dan politik (Dit PKAT, 2003). Sebagai respon atas kondisi kehidupan KAT tersebut, Departemen Sosial RI telah menyelenggarakan program pemberdayaan terhadap mereka yang dimulai sejak tahun 1972, dimana pada saat itu digunakan istilah masyarakat terasing. Meskipun demikian sampai dengan tahun 2006 populasi KAT masih cukup besar, yaitu 267.550 KK atau sekitar 1,1 juta jiwa. Dari jumlah

Upload: arifgumelar

Post on 26-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tes

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Adat Lengkap

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Komunitas Adat Terpencil dapat dipahami sebagai komunitas manusia yang

menghadapi berbagai keterbatasan untuk dapat menjalani kehidupan sebagaimana

masyarakat pada umumnya. Mereka mendiami daerah-daerah yang secara

geografis relatif sulit dijangkau, seperti: pegunungan, hutan, lembah, muara

sungai, pantai dan pulau-pulau kecil. Mereka hidup dalam kondisi yang sangat

terbatas, baik dalam pemenuhan kebutuhan sosial dasar, sosial-psikologis dan

pengembangan. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, hidup

berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain atau nomaden. Mereka

menjalani kehidupan dengan cara-cara yang sangat sederhana, dan jenis kegiatan

ekonomi yang ditekuninya seperti pertanian, nelayan, berburu dan berburu.

Mereka mengalami keterbatasan untuk dapat mengakses pelayanan sosial,

ekonomi dan politik (Dit PKAT, 2003).

Sebagai respon atas kondisi kehidupan KAT tersebut, Departemen Sosial RI

telah menyelenggarakan program pemberdayaan terhadap mereka yang dimulai

sejak tahun 1972, dimana pada saat itu digunakan istilah masyarakat terasing.

Meskipun demikian sampai dengan tahun 2006 populasi KAT masih cukup

besar, yaitu 267.550 KK atau sekitar 1,1 juta jiwa. Dari jumlah tersebut yang

belum diberdayakan masih banyak, yaitu 193.185 KK atau 72 persen, sudah

diberdayakan mencapai 61.188 KK atau 23 persen dan yang sedang diberdayakan

mencapai 13.177 KK atau 5 persen. Meskipun program pemberdayaan telah

dilakukan, namun capaian tujuan program belum secara optimal menyentuh

persoalan pokok kehidupan anggota KAT. Mereka memang telah berdaya secara

sosial-ekonomi, namun masih belum berdaya secara politis dan hukum.

Sesuai dengan ketentuan Konvensi ILO No. 169 tahun 1989 pada artikel ke

dua (2) disebutkan, bahwa negara sudah seharusnya bertanggungjawab untuk

memberi perlindungan hak azasi dan kesempatan yang sama melalui peraturan

hukum baik di tingkat nasional maupun daerah, serta regulasi-regulasi kebijakan

lainnya. Pemerintah Indonesia telah merespon Konvensi tersebut dengan

diundangkannya Keputusan Presiden RI No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan

Page 2: Hukum Adat Lengkap

Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil. Selanjutnya berdasarkan

Keputusan Presiden RI tersebut, Departemen Sosial sebagai instansi sektoral yang

bertanggung jawab terhadap kondisi kehidupan KAT, mengeluarkan berbagai

keputusan dan peraturan yang di dalamnya secara substansial mengatur

pelaksanaan pemberdayaan KAT. Namun demikian dalam implementasinya

belum secara optimal memberdayakan KAT, termasuk dalam hal pemberian hak

ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum.

Berdasarkan hasil penelitian UNDP tahun 2006 tentang Pengakuan Hukum

Terhadap Masyarakat Adat di Indonesia yang dilakukan di 10 provinsi,

ditemukan beberapa informasi berikut:

1. Adanya ketidaktahuan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah melalui

instansi dan dinas yang mengurusi masyarakat adat terhadap produk hukum

daerah mengenai masyarakat adat yang sedang berlaku di daerahnya.

2. Hampir semua dinas yang mengurusi bidang kesejahteraan sosial bagi KAT

yang didatangi mengaku tidak mengetahui produk hukum daerah mengenai

adat-istiadat, lembaga adat dan hak ulayat yang tengah berlaku di daerahnya.

3. Menunjukkan bahwa produk hukum daerah tersebut tidak pernah digunakan

oleh dinas dan instansi daerah untuk mendesak tersedianya dana bagi

pemberdayaan KAT.

Dewasa ini keberadaan KAT tidak hanya menjadi persoalan nasional, akan

tetapi sudah menjadi persoalan global. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada

tahun 1995 telah mengeluarkan Declaration on the Rights of Indigenous Peoples

sebagai landasan moral bagi setiap negara dalam rangka memberikan pelayanan

dan perlindungan terhadap KAT. Dalam deklarasi tersebut diatur secara rinci ke

dalam 45 pasal, yang sebagian besar mengatur hak-hak KAT sebagai komunitas

manusia maupun sebagai bagian dari warga negara. Deklarasi PBB tersebut

semakin memperkuat tuntutan terhadap negara, baik dari dalam negeri maupun

dunia internasional, untuk memberikan pelayanan dan perlindungan bagi KAT.

Dalam rangka merespon berbagai tuntutan terhadap pelayanan dan

perlindungan KAT di Indonesia, maka sangat diperlukan Peraturan Perundang-

Undangan yang lebih tinggi lagi dari Keputusan Presiden RI, yaitu berupa

Undang-Undang (UU KAT). Undang-undang ini akan menjadi payung hukum

secara nasional yang akan menjadi acuan dasar bagi pemerintah maupun

2

Page 3: Hukum Adat Lengkap

masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap

KAT. Selain itu, adanya Undang-Undang KAT ini memperlihatkan kesungguhan

negara Indonesia di mata dunia internasional dalam upaya memberikan pelayanan

dan perlindungan terhadap KAT, sebagaimana di negara-negara di dunia. Dengan

demikian, adanya Undang-Undang KAT ini ke dalam negeri sebagai dasar hukum

pengakuan dan tanggung jawab negara terhadap KAT; dan ke dunia internasional

sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap isu-isu global dan menjadi

komitmen di dalam Development Mellineum Goals (MDC’s) yanga antara lain

kemiskinan, ketelantaran dan keterbelakangan.

Dalam kerangka itu, maka Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil – Departemen Sosial RI melaksanakan kegiatan : INVENTARISASI

PERATURAN DAERAH TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT. Ada

tiga aspek yang menjadi perhatian dalam kegiatan ini, yaitu (1) bentuk kongkrit

pengakuan hukum terhadap KAT dalam bentuk tertulis (Peraturan, Perundangan,

Perda, Pedoman, Juklak/Juknis) maupun tidak tertulis yang berlaku di

masyarakat, (2). bagaimana implementasi pengakuan hukum terhadap KAT

tersebut di lapangan dan (3). kendala apa yang dihadapi dalam pengakuan hukum

terhadap KAT

B. PERMASALAHAN

Pengakuan hukum terhadap keberadaan dan perlindungan bagi KAT belum

tergambar secara jelas, untuk itu diperlukan penelusuran guna mencari tahu

tentang:

“ PENGATURAN-PENGATURAN HUKUM DILIHAT DARI ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RUU KAT/MASYARAKAT HUKUM ADAT/ MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA”

Berdasarkan permasalahan tersebut diajukan beberapa pertanyaan berikut :

1. Bagaimana bentuk kongkrit pengakuan hukum terhadap KAT dalam bentuk

tertulis (Peraturan, Perundangan, Perda, Pedoman, Juklak/Juknis)

maupun tidak tertulis yang berlaku di masyarakat ?)

2. Bagaimana implementasi pengakuan hukum terhadap KAT tersebut, di

lapangan?

3. Kendala apa yang dihadapi dalam pengakuan hukum terhadap KAT

3

Page 4: Hukum Adat Lengkap

4. Bagaimana harapan pemangku kepentingan (stakeholder) akan realisasi dari

pengakuan hukum tersebut?

5. Bagaimana kerangka konsep yang holistik sebagai acuan penyusunan RUU

KAT ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Inventarisasi data dalam rangka pengembangan hukum terhadap KAT bertujuan

untuk :

1. Mengidentifikasi bentuk kongkrit pengakuan hukum terhadap KAT dalam

bentuk tertulis (Peraturan, Perundangan, Perda, Pedoman,

Juklak/Juknis) maupun tidak tertulis yang berlaku di masyarakat

2. Diketahuinya implementasi pengakuan hukum terhadap KAT tersebut, di

lapangan

3. Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam pengakuan hukum terhadap

KAT

4. Mengidentifikasi harapan pemangku kepentingan (stakeholder) akan

realisasi dari pengakuan hukum tersebut

Hasil inventarisasi data tentang pengakuan hukum terhadap KAT ini

digunakan sebagai bahan penyusunan kerangka konsep yang holistik untuk

acuan penyusunan RUU KAT di Indonesia.

4

Page 5: Hukum Adat Lengkap

D. METODE YANG DIGUNAKAN

1. Metode

Inventarisasi data ini merupakan penelitian eksploratif. Studi eksploratori

dilaksanakan untuk mengungkapkan suatu fenomena atau masalah dimana

pengetahuan yang jelas atau gagasan-gagasan yang dapat digunakan sukar

didapat. Menurut Suhartono (1995), studi eksploratori tekanan utamanya

untuk menemukan ide (gagasan) atau pandangan. Pada akhir studi

penjajagan, diharapkan dapat merumuskan masalah studi dengan lebih tepat,

atau hipotesis penelitian untuk diuji dalam penelitian lebih lanjut.

Pengumpul data akan membaca dan menganalisis terhadap bahan primer

maupun sekunder yang ditemukan selama kegiatan berlangsung, Bahan-

bahan tersebut berupa pengakuan hukum terhadap KAT, baik secara tertulis

maupun tidak tertulis.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui:

a. Studi Pustaka

Serangkaian kegiatan penelusuran bukti-bukti tertulis yang relevan

dengan tujuan.

b. Wawancara Mendalam

Serangkaian kegiatan melakukan tatap muka dan komunikasi dengan

informan yang terkait pengakuan hukum terhadap KAT.

3. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah :

a. Di tingkat Provinsi meliputi :

1). Biro Hukum dan Perundang-Undangan Provinsi

2). Sekretariat Dewan tingkat I

3). Bappeda Provinsi

4). Ketua Lembaga Adat Provinsi

5). Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi

6). LSM/NGO yang peduli KAT/Masy. Adat/ Masy. Hukum Adat

7). Instansi-Instansi terkait ( Sosial, Agama, Pariwisata, pendidikan, kehutanan, BPN, dll).

5

Page 6: Hukum Adat Lengkap

b. Di tingkat Kabupaten meliputi :

1). Biro Hukum dan Perundang-Undangan Kab.

2). Sekretariat Dewan tingkat II

3). Bappeda Kab.

4). Ketua Lembaga Adat Kab.

5). Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi

6). LSM/NGO yang peduli KAT/Masy. Adat/ Masy. Hukum Adat

7). Instansi-Instansi terkait ( Sosial, Agama, Pariwisata, pendidikan,

kehutanan, BPN, dll).

4. Lokasi Kajian

Kajian dalam rangka inventarisasi Peraturan Daerah (Perda) dan Hukum Adat

ini dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia, yaitu:

a. NAD

b. Sumatera Utara

c. Sumatera Barat

d. R i a u

e. Jambi

f. Banten

g. Kalimantan Barat

h. Kalimantan Timur

i. Kalimantan Tengah

j. Sulawesi Selatan

k. Bali

l. Nusa Tenggara Barat

m. Nusa Tenggara Timur

n. Papua

5. Teknik Analisa Data

Analisis data dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini memaknai

informasi yang dihimpun berdasarkan kajian teoritis. Prosesnya dimulai dari

mengumpulkan instrumen yang telah diisi dari lapangan, dan kemudian

dicermati aspek-aspek dan karakteristik informasinya. Selanjutnya dipilah

menurut aspek-aspek dan diberikan interpretasi pada setiap aspek tersebut

sesuai dengan tujuan kajian yang telah ditetapkan.

6

Page 7: Hukum Adat Lengkap

E. SISTEMATIKA

Laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I, Pendahuluan, di dalamnya memuat tentang pendahuluan, permasalahan,

tujuan dan manfaat, metode yang digunakan dan sistematika penulisan

laporan.

Bab II, Masyarakat dan Kebudayaan dalam Konteks Pemberdayaan Sosial, di

dalamnya memuat konsep tentang adat dan hukum, masyarakat,

wilayah KAT, sistem, kebudayaan dan kewilayahan.

Bab III, Peraturan Daerah dan Hukum Adat, di dalamnya memuat peraturan

daerah dan hukum adat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,

Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Barat,

Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Banten, Sulawesi Selatan,

Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Bab IV, Dimensi Yuridis dan Empiris Masyarakat Hukum Adat, di dalamnya

memuat dimensi yuridis dan empiris masyarakat hukum adat.

Bab V, Penutup, di dalamnya memuat kesimpulan dan saran perlunya

Peraturan Daerah dalam Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat.

7

Page 8: Hukum Adat Lengkap

BAB II

MASYARAKAT DAN KEBUDAYAANDALAM KONTEKS PEMBERDAYAAN SOSIAL

A. ADAT DAN HUKUM

Apabila kita berbicara tentang adat “custom” berarti kita berbicara tentang

wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai, norma-norma, aturan-

aturan serta hukum yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem yaitu

sistem budaya.

Sementara adat-istiadat (customs) merupakan kompleks konsep serta aturan

yang mantap dan terintegrasi kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan

yang menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial kebudayaan itu.

Hukum (law) adalah sistem pengendalian kehidupan masyarakat yang

terdiri atas aturan adat, undang-undang, peraturan-peraturan, dan lain-lain norma

tingkahlaku yang dibuat, disahkan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang

berwenang dalam masyarakat yang bersangkutan.

Hukum adat (customary law) adalah bagian dari hukum, ialah hukum tidak

tertulis dalam suatu masyarakat yang biasanya bermata pencaharian pertanian di

daerah pedesaan. Hukum adat terjadi dari keputusan-keputusan orang-orang

berkuasa dalam pengadilan.

A.W. Wijaya dalam tulisannya yang berjudul “Manusia, Nilai Tradisional

dan Lingkungan”, berperspektif bahwa hukum adat adalah norma lama yang

masih terdapat dimana-mana di daerah dan di dalam masyarakat yang merupakan

kekayaan yang tidak ternilai harganya. Norma lama/hukum adat akan dapat

diterima sepanjang ia akan dapat meningkatkan dirinya bagi kehidupan

masyarakat. Pengelolaan lingkungan hidup tentu saja dengan memperhatikan

norma lama/hukum adat yang berkembang di dalam masyarakat sebagai

kepribadian sesuai nilai-nilai tradisional yang ada. Kita masih tetap memegang

nilai tradisional, walaupun nilai-nilai baru sebagai akibat kemajuan dan

kelancaran komunikasi dan kemudahan informasi akan sangat banyak

mempengaruhi nilai tradisional. Pelestarian norma lama bangsa adalah

mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan

8

Page 9: Hukum Adat Lengkap

perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan

situasi dan kondisi yang selalu berubah dan berkembang.

Dengan demikian hukum akan selalu terkait dengan nilai, norma dan

keorganisasian tradisional maupun yang modern serta perlindungan yang bersifat

penataan keseluruhan.

B. MASYARAKAT

Masyarakat (society) adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan

kebudayaan. WJS Poerwadarminta (KUBI), PN. Balai pustaka 1982 halaman 636

menyebutkan:

“Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia (sehimpunan orang yang

hidup bersama dalam sesuatu tempat dengan ikatan-ikatan yang tertentu).

Masyarakat adalah sekelompok orang yang mempunyai identitas sendiri, yang

membedakan dengan kelompok lain dan hidup dan diam dalam wilayah atau

daerah tertentu secara tersendiri. Kelompok ini baik sempit maupun luas

mempunyai perasaan akan adanya persatuan di antara anggota kelompok dan

menganggap dirinya berbeda dengan kelompok lain. Mereka memiliki norma-

norma, ketentuan-ketentuan dan peraturan yang dipatuhi bersama sebagai suatu

ikatan. Perangkat dan pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi

kebutuhan kelompok dalam arti luas. Jadi secara luas bahwa dalam masyarakat

terdapat semua bentuk pengorganisasian yang diperlukan untuk kelangsungan

hidupnya (masyarakat tersebut)”.

Lingkungan masyarakat adalah suatu bagian dari suatu lingkungan hidup

yang terdiri atas antar hubungan individu dengan kelompok dan pola-pola

organisasi serta segala aspek yang ada dalam masyarakat yang lebih luas dimana

lingkungan sosial tersebut merupakan bagian daripadanya. Lingkungan sosial

dimaksud dapat terwujud sebagai kesatuan-kesatuan sosial atau kelompok-

kelompok sosial, tetapi dapat juga terwujud sebagai situasi-situasi sosial yang

merupakan sebahagian dari dan berada dalam ruang lingkup suatu kesatuan atau

kelompok sosial.

Dalam setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial itu bukan

hanya satu, sehingga seorang warga masyarakat bisa termasuk dalam dan menjadi

bagian dari berbagai kelompok dan kesatuan sosial yang ada dalam masyarakat

tersebut. Bisa masuk dalam kesatuan kekerabatan, anggota organisasi tempat

9

Page 10: Hukum Adat Lengkap

tinggal, anggota organisasi di tempat kerja, anggota perkumpulan tertentu, dsb.

Dari itu macam-macam masyarakat bisa berdimensi sbb:

1. Masyarakat industri (Industrial society);

2. Masyarakat petani (Peasant society);

3. Masyarakat majemuk (Plural society);

4. Masyarakat tidak bertempat tinggal tetap (nomadic society);

5. Masyarakat produksi dan konsumsi sendiri (subsistens society);

6. Masyarakat modern (Modern society);

7. Masyarakat tradisional (traditional society)

8. Masyarakat konkrit (concrete society);

9. Masyarakat abstrak (abstract society);

10. Masyarakat feodal (feudal society);

11. Masyarakat irigasi (hydraulic society)

12. Masyarakat berburu dan peramu (extractive society)

Di dalam masyarakat terdapat struktur sosial yaitu pola hak dan

kewajiban para pelaku dalam suatu sistem interaksi yang terwujud dari

rangkaian-rangkaian hubungan sosial yang relatif stabil dalam suatu jangka

waktu tertentu. Sesuai dengan penggolongan dalam kebudayaan yang

bersangkutan dan yang berlaku menurut masing-masing pranata dan situasi-

situasi sosial dimana interaksi sosial itu terwujud.

C. WILAYAH KAT

Wilayah KAT berdasarkan ciri-ciri geografisnya dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Daerah pedalaman (hinterland) yaitu daerah yang jauh dari pantai dan laut

yaitu mereka yang hidup di paling hulu-hulu sungai di daerah landai atau

dekat kaki lereng gunung atau dipuncak-puncak gunung;

2. Daerah di paling hilir sungai dekat pantai yang jauh dari perjumpaan desa

masyarakat berciri komunikasi dan transaksi ekonomi pasar serta pemukiman

ramai dan padat;

3. Daerah pedalaman dengan areal luas yang pola kehidupannya berburu dan

meramu atau bercocoktanam maupun kecakapan lainnya yang jauh dari

perjumpaan desa masyarakat berciri komunikasi dan transaksi ekonomi pasar

serta pemukiman ramai dan padat;

10

Page 11: Hukum Adat Lengkap

4. Daerah pedalaman dengan areal luas yang pola kehidupannya berburu dan

meramu atau bercocoktanam maupun kecakapan lainnya yang tidak terlalu

jauh dari dan enggan memanfaatkan perjumpaan desa masyarakat berciri

komunikasi dan transaksi ekonomi pasar serta pemukiman ramai dan padat

terdekat;

5. Daerah yang masyarakatnya hidup di pulau-pulau terpencil yang jauh dari

jangkauan masyarakat kepulauan lainnya yang berciri komunikasi dan

transaksi ekonomi pasar serta pemukiman ramai dan padat;

D. SISTEM

Sistem (system) adalah rangkaian hal, kejadian, gejala, atau unsur yang

berkaitan satu dengan lain sehingga merupakan kesatuan organis. Sistem budaya

(cultural system) yaitu rangkaian gagasan, konsepsi, norma, adat-istiadat yang

menata tingkahlaku manusia dalam masyarakat dan yang merupakan wujud

ideologis kebudayaan.

Sistem nilai budaya (cultural value system) yaitu rangkaian gagasan dan

konsep manusia mengenai masalah-masalah dasar dalam hidup yang

dipandangnya paling penting dan bernilai sehingga dijadikan pedoman tingkah

laku manusia.

E. KEBUDAYAAN Sementara itu kebudayaan (culture) adalah keseluruhan pengetahuan

manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan

serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Kebudayaan

terdiri atas unsur-unsur universal, yaitu: bahasa, teknologi, sistem ekonomi,

organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian dan tersistem dalam tiga

wujud ialah: ide, aktivitas, dan kebendaan yang masing-masing biasanya disebut

sistem budaya atau sistem adat istiadat, sistem sosial dan kebudayaan kebendaan.

Jika kebudayaan tersebut diskemakan ke dalam sistem kebudayaan akan terlihat

sebagai berikut:

11

Page 12: Hukum Adat Lengkap

MATERI

KEBUDAYAAN

AKTIVITAS

SOSIAL

AGAMA

ILMU PENGE TAHUAN

KESENIAN

TEKNOLOGI

BAHASA & EKONOMI

KOMUNIKASI

(ARTEFAK)

ORGANISASI SOSIAL

Keseimbangan pengaruh diantara satu unsur dengan unsur lainnya akan

melahirkan kemantapan dengan ciri kemajuan secara proporsional yang layak.

Sebaliknya, jika salah satunya memberi unsur lebih dominan, maka unsur lainnya

akan dikendalikan oleh unsur dominan tersebut. Jika pada unsur dominan tersebut

tidak mempunyai perangkat yang lengkap dan elastis dalam merespon kebutuhan

unsur kebudayaan lainnya, saat itulah awal keguncangan kebudayaan sekaligus

kegoncangan kehidupan.

Apabila komponen-komponen ini dijadikan acuan setidaknya penuntun

untuk mencari data di lapangan yaitu komponen apa sajakah (Agama, Ilmu

Pengetahuan, Ekonomi, Tehnologi, Organisasi Sosial, Bahasa dan Komunukasi

serta Kesenian yang telah terpayungi oleh hukum dalam Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah di berbagai Kabupaten/Kota yang

terdapat di Indonesia.

1. Sistem Agama (religious system) adalah rangkaian jaringan umat beragama

dengan keyakinan mengenai alam gaib, aktivitas ritual dan seremonialnya

serta sarana yang berungsi melaksanakan komunikasi manusia dengan

kekuatan-kekuatan dalam alam gaib melalui kejiwa-emosian keagamaan yang

diintensikan. Komponennya meliputi:

a. Umat beragamanya;

IDEA

12

Page 13: Hukum Adat Lengkap

b. Sistem keyakinannya

c. Sistem ritual dan seremonialnya

d. Sistem peralatan ritus dan seremonialnya

e. Sistem kejiwaan dan emosi keagamaannya

2. Sistem organisasi sosial (Social organization system) adalah semua aspek

aktivitas perilaku berpola yang telah membudaya dalam interaksi manusia

dalam suatu masyarakat yang diperankan melalui nilai, norma, serta wadah

struktur keorganisasian yang dibentuk. Macam-macamnya adalah :

a. Kesatuan-kesatuan yang hidup dalam masyarakat;

b. Penyebaran warga masyarakat dan pemukimannya;

c. Wilayah mata pencaharian anggota masyarakat;

d. Struktur dan Kepemimpinan dalam masyarakat

e. Aturan Hukum (termasuk kearifan lokal)

f. Sistem kekerabatan

3. Sistem tehnologi (Technological system) yaitu rangkaian konsep serta aktivitas

mengenai pengadaan, pemeliharaan dan penggunaan sarana-sarana hidup

manusia dalam kebudayaannya. Macam-macamnya meliputi:

a. Tehnologi/peralatan hidup pengolahan alam sebagai mata pencaharian;

b. Tehnologi untuk pembuatan perumahan dan jalan

c. Tehnologi untuk alat dan kendaraan komunikasi

d. Tehnologi untuk kepentingan tempat dan peralatan ritual keagamaan;

4. Sistem pengetahuan (System of knowledge) yaitu semua hal yang diketahui

oleh manusia dalam suatu kebudayaan mengenai lingkungan alam maupun

sosialnya menurut asas-asas susunan tertentu. Macam-macamnya meliputi:

a. Alam benda mencakup : Darat, udara dan laut;

b. Alam hewan dan tumbuhan: Tempat dan fungsinya;

c. Alam manusia : Manusia hidup dan manusia mati;

d. Alam gaib: Tuhan/Dewa/Makluk halus dan makhluk gaib lainnya yang

terkait;

e. Hubungan a sampai d : fungsi , hak dan kewajiban masing-masing

f. Lembaga kependidikan yang berkaitan dengan transformasi pengetahuan

13

Page 14: Hukum Adat Lengkap

5. Sistem ekonomi (Economic system) yaitu seluruh rangkaian norma, adat

istiadat, aktivitas, mekanisme, dan sarananya yang berkaitan dengan usaha

memproduksi, menyimpan, dan mendistribusi barang kebutuhan hidup

manusia. Dengan variasinya adalah :

a. Ekonomi perburuan dan peramuan (huntering and gathering

economy);

b. Ekonomi peladangan berpindah (shifting cultivation; swidden

agriculture economy)

c. Ekonomi bercocok tanam menetap (work the soil permanent economy)

d. Ekonomi Maritim

e. Ekonomi tukar komponen kebutuhan (barter economy)

f. Ekonomi Pasar/Uang (Market/Money economy)

g. Ekonomi Gambar (Picture economy)

h. Ekonomi Komunikasi (Communication economy)

i. Ekonomi Tehnologi Internet (Internet economy)

Nomor a) sampai d) merupakan ekonomi subsisten (tradisional) dan e)

sampai i) merupakan ekonomi pasar (modern).

6. Sistem bahasa dan komunikasi (Language and Communication system) yaitu

sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi

ucapan manusia, dan yang digunakan sebagai sarana interaksi antar manusia.

Macam-macamnya meliputi:

a. bahasa daerah (local language);

b. bahasa isyarat (gesture language);

c. bahasa kanak-kanak (children language) ;

d. bahasa lisan (spoke language) ;

e. bahasa nasional (national language);

f. bahasa pasar (market language);

g. bahasa perantara (lingua franca);

h. bahasa remaja (teenagers language);

i. bahasa resmi (formal language)

j. bahasa tak resmi (inormal language);

14

Page 15: Hukum Adat Lengkap

k. bahasa santai (relax language);

l. bahasa sopan santun (polite language);

m. bahasa tertulis (written language);

n. bahasa ilmiah (scientific language);

o. bahasa upacara adat istiadat (customs language);

7. Sistem kesenian ( Art system) yaitu jaringrangkai keahlian dan ketrampilan

manusia untuk mengekspresikan dan menciptakan komponen-komponen yang

indah serta bernilai. Macam-macamnya meliputi:

a. seni anyam (basketry);

b. seni bangunan ( architecture);

c. seni arca (sculpture);

d. seni batik (batic art);

e. seni drama/sandiwara (drama);

f. seni ikat (ikat technique);

g. seni instrumental (instrumental music);

h. seni kesusasteraan (literature);

i. seni karawitan;

j. seni lukis (painting);

k. seni menggambar (drawing);

l. seni merias (make-up art);

m. seni menghias (decorative art);

n. seni mozaik (mozaic);

o. seni pahat (relief);

p. seni patung (sculpture);

q. seni puisi/pantun (poetry);

r. seni prosa (prose);

s. seni tari (dance);

t. seni tenun (weaving);

u. seni ukir ( engraving);

v. seni suara (voice/sing art);

15

Page 16: Hukum Adat Lengkap

F. Kewilayahan

Adapun unsur wilayah meliputi: Batas antar satu wilayah dengan lainnya;

pembahagian wilayah bagi peruntukan : pemukiman, lapangan mata

pencaharian/tanah ulayat, fasilitas umum (Sekolah, rumah sakit, kantor desa,

tempat kesenian masyarakat, rekreasi, olah raga, cagar budaya/lokasi lindung, dll).

Dengan demikian kewilayahan meliputi tiga lingkungan yang saling terkait

sebagai berikut :

a. Lingkungan alam;

b. Lingkungan kebudayaan;

c. Lingkungan sosial

d. Lingkungan ekonomi

16

Page 17: Hukum Adat Lengkap

BAB IIIPERATURAN DAERAH DAN HUKUM ADAT

Pada bab III dipaparkan Hukum Tertulis yang bersumber dari Peraturan Daearah

(Perda) dan Hukum Tidak Tertulis yang bersumber dari hukum adat di beberapa

provinsi yang menjadi lokasi kajian. Pemaparan hasil kajian dilakukan per provinsi,

sehingga diperoleh informasi yang lengkap pada masing-masing provinsi. Hal ini

sekaligus akan menggambarkan apresiasi dan komitmen daerah dalam pemberdayaan

masyarakat hukum adat/masyarakat adat/Komunitas Adat Terpencil sebagai bagian

dari pembangunan manusia.

Pada pemaparan hasil kajian di bab III ini digunakan istilah masyarakat hukum

adat yang juga menunjuk pada masyarakat hukum adat maupun Komunitas Adat

Terpencil. Penggunaan istilah masyarakat hukum adat semata-mata untuk

kepraktisan pemaparan hasil kajian dalam laporan ini.

A. PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

1. Kewilayahan

Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

yang secara khusus mengatur kewilayahan Masyarakat hukum adat sampai

saat ini belum ada. Namun demikian, secara informal pemerintah provinsi

maupun kabupaten memberikan pengakuan terhadap wilayah dimana

Masyarakat hukum adat mengatur pemerintahannya. Selain itu Pemerintah

Daerah juga mengakui adanya wilayah yang dikuasai secara kolektif oleh

Masyarakat hukum adat yang dikenal dengan tanah ulayat.

2. Kebudayaan

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang dikenal dengan sebutan

serambi Makkah, telah menerapkan aturan-aturan hukum Islam bagi warga

masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Provinsi NAD tahun 2007 – 20012 pada butir 1

ditegaskan, bahwa ”.....lembaga keagamaan harus menjalankan kegiatannya

berdasarkan fungsi masing-msing dan tidak boleh ada tumpang tindih dalam

hal fungsi dan wewenang.”

17

Page 18: Hukum Adat Lengkap

Organisasi sosial dan perkumpulan sosial serta perkumpulan adat

berkembang dengan baik. Pada ayat 3 dari RPJM Provinsi NAD ditegaskan,

bahwa : ”.......lembaga adat harus menjalankan kegiatannya berdasarkan

fungsi masing-masing dan tidak boleh ada tumpang tindih dalam hal fungsi

dan wewenang”. Kemudian pada ayat 1 menegaskan, bahwa Pemerintah Aceh

akan memberikan perhatian lebih secara seksama dan mendukung upaya-

upaya untuk mengembangkan adat istiadat dan budaya Aceh.

Di dalam RPJM Provinsi NAD di bidang ekonomi pada butir 3)

ditegaskan, bahwa Pemerintah Aceh akan memberikan perhatian serius pada

pengembangan ekonomi kerakyatan untuk mencapai keadilan di bidang

ekonomi. Kemudian di bidang sumber daya alam pada butir 2) ditegaskan,

bahwa ”.... jika HPH hanya memberikan kepada pengusaha, maka di masa

mendatang, Pemerintah Aceh akan menciptakan sistem pengelolaan hutan

yang dikelola sendiri oleh rakyat secara lestari, berkesinambungan dan

bertanggung jawab untuk kepentingan rakyat Aceh sendiri”.

Kemudian berkenaan dengan komunikasi dan seni budaya, pada ayat 1

juga menegaskan, bahwa Pemerintah Aceh akan memberikan perhatian secara

seksama dan mendukung upaya-upaya untuk mengembangkan adat istiadat

dan budaya Aceh. Antara lain mendorong rakyat untuk menghidupkan

kembalai tata cara sopan santun ke-Aceh-an dalam keluarga, dan

menyelanggarakan secara reguler festival dan seni Aceh.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

Implementasi pengakuan hukum terhadap masyarakat hukum adat dari

Pemerintah Daerah secara yuridis (Perda) belum ada. Pengakuan

ditemukan secara tertulis pada ayat 3 dari RPJM Provinsi NAD

ditegaskan, bahwa : ”.......lembaga adat harus menjalankan kegiatannya

berdasarkan fungsi masing-masing dan tidak boleh ada tumpang tindih

dalam hal fungsi dan wewenang”.

b. Kendala

Belum tersedianya Peraturan Daerah yang secara khusus dan tegas

mengatur eksistensi kelembagaan adat dengan segala hak-haknya.

18

Page 19: Hukum Adat Lengkap

4. Harapan

Tersedianya Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus dan tegas mengatur

kelembagaan Masyarakat hukum adat dengan segala hak-haknya, sehingga

tidak menimbulkan permasalahan dalam penguasaan tanah ulayat.

B. PROVINSI SUMATERA UTARA

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Pengakuan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten se-Provinsi

Sumatera Utara terhadap Masyarakat hukum adat, yaitu adanya pengakuan

terhadap hak atas wilayah (lahan) secara kolektif bagi Masyarakat hukum

adat yang disebut dengan tanah ulayat dengan hak-hak masyarakat untuk

mengelolanya. Namun demikian pengakuan ini belum secara tertulis

dalam bentuk Peraturan Daerah atau sejenisnya, sehingga pengakuan

tersebut belum memiliki kekuatan yuridis.

b. Kebudayaan

Dalam upaya meningkatkan keberdayaan masyarakat, Gubernur

Sumatera Utara pada tahun 2007 mengeluarkan Peraturan Gubernur

Nomor 36 Tahun 2007 tentang Strategi Daerah dalam Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal. Peraturan Gubernur tersebut kemudian

disusul dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 37 tahun 2007

tentang Rencana Aksi Daerah dalam Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal.

Sementara itu, persoalan tanah yang melibatkan masyarakat dengan

pemerintah terus terjadi. Pada tahun 2001 Kesultanan Deli dan Forum Peta

Umat mengajukan surat kepada Mendagri dan DPR RI yang intinya

mengklaim tanah-tanah perkebunan yang tebentang luas di Sumatera

Timur sebagian besar diusahakan di atas lahan hak ulayat masyarakat

Melayu. Sultan Deli mengklaim tanah eks-konsesi Kesultanan Deli yang

sekarang merupakan lahan perkebuan tembakau, kepala sawit dan tebu

(PTPN II) adalah tanah ulayat mereka.

Atas desakan berbagai pihak, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang

menerbitkan dua Surat Keputusan Bupati Deli Serdang, yakni SK No. 112

19

Page 20: Hukum Adat Lengkap

Tahun 2000 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Masalah Hak Ulayat

Masyarkat Hukum Adat di Kabupaten Deli Serdang, dan SK Bupati Deli

Serdang No 615 tahun 2001 tentang Adat di Kabupaten Deli Serdang.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Masyarakat hukum adat secara empiris masih ada di Provinsi Sumatera

Utara. Mereka mengelola kelembagaan adat dengan hak-hak atas lahan

yang penguasaannya secara kolektif, yang disebut dengan tanah ulayat.

Sawah dan ladang pada umumnya tanah pribadi, sedangkan tanah ulayat

berupa hutan atau perbukitan. Namun demikian tanah ulayat tersebut

banyak yang dikuasi oleh pemerintah (BUMN – PTPN II), sehingga

seringkali menimbulkan permasalahan antara masyarakat dengan

pemerintah.

b. Kebudayaan

Kajian tentang adat dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal.

Struktur kelembagaan adat di sini memiliki peranan yang sangat penting

dalam setiap pengambilan keputusan masyarakat. Di dalam kelembagaan

adat tersebut ada kepemimpinan adat (informal) yang lebih dominan

dibandingkan dengan kepemimpinan desa. Kepemimpinan adat ini dikenal

dengan Nini-Mama.

Kalau pemerintah desa melaksanakan tugas-tugas administrasi

pemerintahan, maka tugas dari kepemimpinan adat adalah mengelola

kegiatan yang berkaitan dengan adat seperti pada upacara perkawinan, dan

pemberian sanksi adat bagi warga masyarakat yang melanggar norma-

norma adat. Dalam praktiknya, kedua lembaga pemerintahan ini cukup

baik, dalam arti tidak pernah terjadi konflik kepentingan selama

menjalankan pemerintahan masing-masing.

Sistem kekerabatan menganut garis keturunan dari ibu atau

matrilineal. Artinya, pihak perempuan sebagai penentu dalam membentuk

hubungan kekerabatan. Namun demikian pihak laki-laki dapat juga

sebagai pencipta hubungan karena sebab perkawinan (afinity relationship).

Dalam sistem kekerabatan ini dikenal adanya istilah semendo, yaitu tempat

tinggal bagi orang yang sudah menikah di keluarga perempuan (pola

20

Page 21: Hukum Adat Lengkap

matrilokal). Implikasi dari semendo ini pada hak waris pada anak

perempuan.

Sistem pengetahuan diperoleh masyarakat secara turun temurun.

Misalnya, pengetahuan tentang penyembuhan penyakit atau obat-obatan

masih dilakukan secara tradisional dengan tanaman obat yang dikenal

penduduk. Jika penduduk sakit atau melahirkan, mereka meminta

pertolongan ke dukun yang mereka namakan Dotu.

3. Implementasi dan Kendala pengakuan Hukum

a. Implementasi

Eksistensi Masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Utara masih

mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Daerah. Mereka diberikan hak

untuk mengatur pemerintahan adat dan mengelola lembaga adat lengkap

dengan struktur organisasi adat. Berbagai bentuk upacara adat masih

dipelihara dan memperoleh apresiasi dari Pemerintah Daerah dalam acara

pekan seni budaya daerah. Namun demikian pengakuan hukum terhadap

hak tradisional Masyarakat hukum adat belum diimpelemntasikan dengan

pemberian hak atas tanah (hak ulayat).

b. Kendala

Belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur kehidupan

Masyarakat hukum adat, termasuk mengatur tentang hak ulayat.

4. Harapan

Ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur kehidupan Masyarkat Adat,

termasuk mengatur tentang hak ulayat. Dengan adanya aturan yuridis ini,

maka hak-hak Masyarakat hukum adat akan dilindungi dari kepentingan

pihak-pihak luar.

C. PROVINSI RIAU

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Peraturan Daerah yang mengatur kewilayahan belum ada. Oleh karena itu,

dalam menata masyarakat merujuk pada peraturan perundang-undangan

21

Page 22: Hukum Adat Lengkap

yang ada dengan tetap mengakomodasi wilayah-wilayah berdasarkan

tradisi masyarakat lokal yang sudah dikenal secara turun temurun sebagai

warisan leluhur mereka.

b. Kebudayaan

Komitmen Daerah Kabupaten Bengkalis dalam upaya pemberdayaan

Masyarakat hukum adat diwujudkan dengan terbitnya Peraturan Daerah

(Perda) Nomor 39 Tahun 2001 tentang Pemberdayaan, Pelestarian Adat

Istiadat Melayu dan Pengembangan Kebiasaan-Kebiasaan, Masyarakat

serta Lembaga Adat di Kabupaten Bengkalis. Perda ini dengan jelas

mengatur model dan strategi pemberdayaan masyarakat dan lembaga adat

agar anggota persekutuan hukum adat dapat mencapai taraf kehidupan

yang lebih sejahtera.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Tanah ulayat adalah lingkungan tanah yang dikuasai oleh suatu

kelompok orang-orang yang biasa disebut persekutuan hukum adat.

Sedangkan hak ulayat adalah hak persekutuan hukum adat yang menguasai

suatu lingkungan tanah termasuk lingkungan persediaan, perluasan, untuk

kepentingan hidup persekutuan beserta seluruh warganya. Sebagai obyek

hak ulayat adalah tanah, air, pantai-pantai, tumbuh-tumbuhan (pohon-

pohon), hewan liar dan sebagainya.

Tanah ulayat tidak mudah dipindah tangankan kepada pihak lain.

Kalaupun dipindah tangankan mestilah memenuhi ketentuan adat.

Persyaratan ini dibuat tidak lain adalah untuk menjaga kesinambungan dari

tanah ulayat yang ada dalam persekutuan hukum adat. Kehidupan adat dan

tanah ulayat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dalam menjaga

kelangsungan hidup masyarakat hukum adat. Karena dengan tanah itu,

masyarakat hukum adat dapat berusaha menghidupi keluarganya.

Kelanjutan hidup manusia tidak bisa berlanjut tanpa adanya tanah tempat

berusaha dan bertempat tinggal. Sehubungan dengan itu, tanah ulayat

merupakan harta benda yang perlu dipelihara kelestariannya agar tetap

memberi manfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat hukum adat.

22

Page 23: Hukum Adat Lengkap

b. Kebudayaan

Agama yang dianut oleh Masyarakat hukum adat di Riau yaitu Islam,

Budha dan Kristen. Namun demikian sebagian masih memiliki

kepercayaan animisme, yaitu percaya terhadap kekuatan-kekuatan pada

batu-batu besar, pohon-pohon besar terutama berkaitan dengan

penyelenggaraan upaya adat. Agama dan kepercayaan tersebut merupakan

warisan leluhur secara turun temurun. Dalam pelaksanaan ritual agama

sehari-hari, pengaruh kebudayaan etnis Cina cukup dominan.

Persekutuan hukum adat dipimpin oleh seorang pemangku adat yang

dikenal dengan sebutan Penghulu Adat atau Datuk. Datuk sebagai

pimpinan persekutuan berdasarkan sistem matrilinial ini dikukuhkan

dengan pemberian gelar adat oleh anak kemenakan pada persekutuan

tersebut. Adapun jangka waktu jabatan sebagai Datuk tidak ditentukan

lamanya, tetapi bergantung pada persesuaian dengan anak kemenakannya.

Datuk ini sangat berpengaruh dan berperanan penting dalam kehidupan

persekutauan hukum adat maupun pengaturan sikap dan anggota

persekutuannya, terutama mengurus peruntukan dan pengawasan tanah

ulayat dalam masyarakat.

Hak ulayat merupakan hak bersama atas tanah seluruh anggota

persekutuan hukum adat. Oleh karena penguasaan tanah ini bersifat

kolekif, maka tidak mudah untuk dipindah tangankan kepada orang lain,

kecuali telah sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Secara langsung

hak ulayat ini mengatur sistem ekonomi masyarakat, terutama dalam

pemanfaatan tanah sebagai sumber nafkah (ekonomi).

Penguasa tanah ulayat oleh penghulu adat tetap terjamin, dimana

anggota masyarakat hukum tersebut diberi hak dan kewajiban untuk

memelihara tanah ulayat. Ketentuan yng harus dipenuhi oleh anggota

masyarakat yang memanfaatkan tanah ulayat adalah sebagai berikut :

a. Apabila tanah ulayat dijadikan kebun, maka di dalamnya harus ada

tanaman.

b. Apabila dijadikan sawah ladang haruslah mempunyai pematang.

23

Page 24: Hukum Adat Lengkap

Masyarakat hukum adat di Kabupaten Bengkalis memiliki sumber

nafkah utama dari mengolahan ladang dan kebun. Mereka pada umumnya

sudah mengenal tanaman industri seperti kelapa sawit dan karet. Pada

kegiatan perladangan, mereka menanam padi darat yang dipanen setelah 4

bulan kemudian. Pengolahan dan penyiapan ladang cukup sederhana, yaitu

penebasan ladang, pembakaran, dan penugalan atau penanaman biji padi.

Kegiatan berladang tersebut melibatkan semua anggota keluarga batih,

yaitu ayah, ibu dan anak-anaknya.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

1). Meskipun sudah ada hukum tertulis yang mengatur Pemberdayaan,

Pelestarian Adat Istiadat Melayu dan Pengembangan Kebiasaan-

Kebiasaan, Masyarakat serta Lembaga Adat, yaitu Peraturan Daerah

(Perda) Nomor 39 Tahun 2001 (Khusus Kabupaten Bengkalis), namun

dalam praktiknya Peraturan Daerah tersebut belum efektif. Informasi

yang dihimpun terkait dengan implementasi hukum tertulis (Perda)

tersebut adalah Masyarakat hukum adat sering dijadikan obyek untuk

mendapatkan dukungan tertentu, tetapi belum dilihat sebagai

komponen yang perlu dikembangkan menjadi kekuatan yang lebih

besar.

2). Sementara itu implementasi hukum adat cenderung melemah,

disebabkan semakin kuatnya pengaruh dari luar. Contoh kasus, tanah

ulayat sebagai milik bersama masyarakat hukum adat mengalami

peralihan hak guna kepada investor, sehingga mengurangi aset

masyarakat hukum adat.

b. Kendala

Berbagai kondisi yang dirasakan sebagai kendala dalam

mengimplementasikan pengakuan hukum terhadap masyarakat hukum

adat, yaitu :

1). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang

menganut paham domain Negara, dengan mengklaim semua hutan

yang tidak dapat dibuktikan sebagai hutan milik, adalah hutan Negara.

24

Page 25: Hukum Adat Lengkap

Padahal, hak ulayat bukan hak milik, akibatnya hak ulayat atas tanah

menjadi obyek sengketa dengan Departemen Kehutanan. Sumber

sengketa bertambah karena peta hutan yang dibuat oleh Departemen

Kehutanan tidak berdasarkan survey, sehingga kebun rakyat dipetakan

sebagai hutan.

2). Hak ulayat dipersiapkan untuk dimusnahkan dengan cara pembebasan

dengan pemberian ganti rugi apabila tanah tersebut digunakan untuk

kepentingan umum, sebagaimana diatur di dalam Keputusan Presiden

Nomor 55 tahun1993.

4. Harapan

Dalam rangka mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat hukum adat,

terutama pengakuan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat, maka

diperlukan :

1). Adanya pengakuan dalam bentuk Peraturan Daerah yang melindungi

hak-hak masyarakat hukum adat sebagaimana perlindungan terhadap

warga masyarakat pada umumnya.

2). Pola pemberdayaan masyarakat hukum adat yang sistematis dan terukur.

3). Ada kajian tentang eksistensi tanah ulayat, sehingga akan dapat

diketahui dengan jelas status tanah ulayat yang sebenarnya dari

Masyarakat hukum adat. Hal ini akan memudahkan bagi pihak-pihak

terkait untuk mempergunakan hak-hak atas tanah tersebut dalam rangka

melaksanakan pembangunan demi kesejahteraan Masyarakat hukum

adat.

4). Agar Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) dapat lebih gencar

memberikan pemahaman kepada Masyarakat hukum adat tentang tanah

Ulayat atau tanah adat.

D. PROVINSI SUMATERA BARAT

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Wilayah sebagai tempat hidup kesatuan Masyarakat hukum adat di

Provinsi Sumatera Barat mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah

Daerah. Wujud dari besarnya perhatian Pemerintah Daerah ini terbitnya

25

Page 26: Hukum Adat Lengkap

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008 tentang

Pemanfaatan Tanah Ulayat. Bai I Pasal 1 dari Perda ini menegaskan

pengertian umum, yaitu :

1). Hak Ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai

oleh masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Barat.

2). Tanah Ulayat adalah adalah bidang tanah yang di atas dan di dalamnya

terdapat hak ulayat dai suatu masyarakat hukum adat di Provinsi

Sumatera Barat.

3). Tanah Ulayat Nagari adalah Tanah Ulayat yang merupakan kekayaan

nagari, yang pengelolaannya berada pada Kerapatan Adat Nagari

(KAN) dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan

masyarakat, sedangkan pengaturan dan pemanfaatannya dilakukan

oleh Pemerintah Nagari.

4). Tanah Ulayat Suku adalah Tanah Ulayat yang merupakan kepunyaan

Suku yang penguasaannya berada pada Penghulu Suku dan

dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.

5). Tanah Ulayat Kaum adalah Tanah Ulayat yang merupakan kepunyaan

masing-masing kaum dalam suatu suku yang pengaturannya berada

pada Mamak Kepala Waris.

6). Penyerahan Hak Ulayat adalah suatu kegiatan yang melepaskan

hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang

dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar

musyawarah dan saling menguntungkan.

7). Gunggam Bauntuak adalah peruntukan tanah yang diperoleh anggota

kaum untuk memakai dan menikmati hasil atas bagian tanah ulayat

dalam pengawasan Mamak Kepala Waris.

b. Kebudayaan

Peraturan Daerah Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Tanah Ulayat

mengatur eksistensi organisasi pemerintahan kesatuan masyarakat hukum

adat dengan struktur yang ada di dalamnya. Beberapa pengertian yang

berkaitan dengan struktur pemerintahan adat, yaitu :

26

Page 27: Hukum Adat Lengkap

a). Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Provinsi

Sumatera Barat yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang

mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri.

b). Penghulu adalah orang yang dituakan dan didahulukan selangkah oleh

kaumnya untuk memimpin kaumnya.

c). Penghulu Suku adalah pemegang sako dan pusako yang diwarisi secara

terus menerus menurut sistem kekerabatan matrilineal yang berfungsi

sebagai penguasa ulayat menurut ”baris baladeh” dalam satu kesatuan

ulayat Nagari.

d). Mamak Kepala Waris adalah laki-laki tertua menurut adat dan atau

yang dituakan dalam satu kaum.

e). Hukum Adat adalah aturan/norma tidak tertulis yang hidup di dalam

masyarakat hukum adat Minangkabau untuk mengatur kehidupannya,

mengikat dan dipertahankan dalam kehidupan masyarakat dengan

sanksi yang jelas.

f). Badan Musyawarah Adat dan Syarak Nagari atau nama lain adalah

Lembaga Permusyawaratan/PemufakatanAdat dan Syarak yang

berfungsi memberikan pertimbangan kepada Pemerintah Nagari

supaya tetap konsisten menjaga dan memelihara penerapan Adat

Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah di Nagari.

g). Kerapatan Adat Nagari atau nama lain yang sejenis adalah Lembaga

Perwakilan Permusyawaratan dan Pemufakatan Adat tertinggi Nagari

yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di

tengah-tengah masyarakat Nagari Sumatera Barat.

Kemudian diterbitkannya Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera

Barat Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

Nagari. Diterbitkannya Keputusan Gubernur ini merupakan komitmen dan

konsistensi Pemerintah Daerah dalam memelihara dan melestarikan

kelembagaan dan perangkat adat di Provinsi Sumatera Barat.

27

Page 28: Hukum Adat Lengkap

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Konsep Nagari adalah konsep pemerintahan desa adat di Sumatera

Barat, yang di dalamnya terdiri dari himpunan berbagai suku yang

mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri. Jadi setiap Nagari

sudah memiliki batas-batas wilayah pemerintahan adat yang jelas dan

tegas berdasarkan kesepakatan para ketua adat secara turun temurun

hingga generasi sekarang.

b. Kebudayaan

Pada umumnya masyarakat Minangkau adalah pemeluk agama Islam

yang fanatik. Proses transformasi ajaran Islam berjalan secara turun-

temurun melalui tempat-tempat ibadah di kampung-kampung yang disebut

dengan surau.

Jauh sebelum terbitnya Peraturan Daerah tentang Pemanfaatan Tanah

Ulayat, secara tidak tertulis sudah ada pengakuan dari pemerintah

mengenai lembaga adat, hukum adat dan hak atas tanah ulayat kepada

kesatuan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat. Konsep Nagari,

Penghulu, Penghulu Suku, Mamak Kepala Waris, dan Ninik Mamak sudah

menjadi ciri khas di dalam kebudayan masyarakat Sumatera Barat yang

dikenal luas secara nasional.

Sistem kekerabatan yang berlaku menganut pola matrilineal, artinya

bahwa silsilah keturunan berdasarkan garis ibu. Sebagai contoh, seorang

laki-laki (paman), ia bertanggung jawab untuk membantu anak dari

saudara perempuanya sekandung (kemenakan). Hal ini sudah menjadi adat

istiadat pada masyarakat di Minangkabau yang berlangsung secara turun

temurun, dan akan terus terpelihara melalui kelembagaan adat yang

disebut Nagari.

Masyarakat Minangkabau telah mengadaptasi teknologi sesuai

jamannya, mulai teknologi sederhana sampai teknologi modern. Adat

istiadat Minangkabau memberikan kesempatan kepada warganya agar

tidak hanya memanfaatkan, tetapi juga mampu mengembangkan teknologi

untuk meningkatkan taraf kehidupannya ke arah yang lebih baik.

28

Page 29: Hukum Adat Lengkap

Masyarakat hukum adat memperoleh pengetahuan secara turun

temurun dari para leluhurnya. Biasanya pengetahuan yang dipelajari

berkaitan dengan pola hidup dan sistem mata pencarian. Pada masyarakat

hukum adat yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan di laut, maka

pengetahuan lokal masyarakat lebih banyak berhubungan dengan

pengetahuan akan kondisi cuaca dan iklim, astronomi, teknik penangkapan

dan pengolahan ikan serta jenis dan habitat ikan. Mereka mampu

mengenal kalender musin dengan baik, meskipun demikian tidak semua

aktivitas mereka bergantung pada kalender.

Masyarakat mengenal musim Gabua, Ambu-ambu dan Udang karena

pada musim-musin tersebut didominasi jenis ikan-ikan tersebut. Selain itu

mengenal juga musim Anggau/ombak gadang ombak besar atau musim

kemarau untuk menjelaskan kondisi hasil tangkapan ikan tidak ada sama

sekali. Kemudian dikenal musim Payang atau Pukek untuk menjelaskan

kondisi dimana hasil tangkapan ikan melimpah.

Adanya peruntukan tanah yang diperoleh anggota kaum untuk

memakai dan menikmati hasil atas bagian tanah ulayat dalam pengawasan

Mamak Kepala Waris, yang dikenal dengan Gunggam Bauntuak. Hal ini

sebagai bentuk kerukunan dan kebersamaan untuk menghilangkan

kesenjangan sosial antara warga dalam satu kaum maupun dalam satu

Nagari. Sistem penguasaan tanah secara kolektif pada tanah ulayat, akan

membangun sistem ekonomi kerakyatan yang seadil-adilnya.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupen se Provinsi Sumatera

Barat sampai saat ini memberikan pengakuan yang masih cukup besar.

Wujud besarnya pengakuan dari Pemerintah Daerah ini dengan terbitkan

Keputuan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor 36 Tahun 2003

tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Nagari.

29

Page 30: Hukum Adat Lengkap

b. Kendala

Belum semua yang berkaitan dengan kelembagaan adat dan hak-hak

Masyarakat hukum adat diatur oleh Pemerintah Daerah.

4. Harapan

Harapan atas pengakun hukum terhadap Masyarakat hukum adat dan

hak-hak mereka adalah :

1. Perlu lebih dioptimalkan implementasikan hukum adat, dan kearifan lokal

tetap dijunjung tinggi dan dihargai oleh Pemerintah Daerah.

2. Partisipasi masyarakat perlu diperkuat lagi, sehingga lebih peduli terhadap

pembangunan yang berbasis adat dan kearifan lokal.

E. PROVINSI JAMBI

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Secara yuridis belum ada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi

maupun Kabupaten se Provinsi Jambi yang secara khusus mengatur hak-

hak Masyarakat hukum adat. Meskipun demikian secara informal

Pemerintah Daerah tetap masih mengakui eksistensi Masyarakat hukum

adat dengan hak-hak mereka atas tanah, lembaga dan hukum adat dalam

menyelesaikan permasalahan antara warga masyarakat. Masyarakat hukum

adat menguasai wilayah adat yang kepemilikannya secara kolektif dan

dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama.

b. Kebudayaan

Pada tahun 1979 keluar Undang-Undang Nomor 5 yang menyatakan

Kepala Marga sebagai Kepala Adat dihapus dan hanya dikenal Kepala

Desa. Kepala Desa adalah petugas administratif di bawah Camat dan

dengan sendirinya Kepala Adat dihapus secara organisasi. Tetapi secara

kelompok dan geografis masih ada dengan masyarakat hukum adatnya.

Kemudian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tersebut, pada

tahun 1980 ditindaklajuti dengan Keputusan Gubernur Jambi yang

menghapus Marga diganti dengan Desa dan Kelurahan dalam Provinsi

30

Page 31: Hukum Adat Lengkap

Jambi. Akibat dengan adanya penghapusan tersebut timbul berbagai

masalah di desa, yaitu :

a). Soal pertanahan yang tidak kunjung selesai dimana masyarakat secara

historis dan belum hilang dari ingatan mereka, bahwa mereka itu

memiliki hak ulayatnya (sementara itu badan-badan tertentu tidak

mengakui adanya itu).

b). Berbagai krisis terjadi di Desa karena hukum adat tidak diindahkan

lagi.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Dalam masyarakat hukum adat Jambi, tanah memiliki kedudukan yang

sangat penting. Artinya, hal ini karena tanah adalah satu-satunya benda

kekayaan yang langgeng sifatnya bagi masyarakat hukum adat. Tempat

dimana mereka tinggal, tempat yang memberikan mereka kehidupan.

Tempat warga masyarakat hukum adat memakamkan keluarganya dan

tempat nenek moyang mereka mulai merintis kehidupan.

Masyarakat hukum adat secara turun temurun mengusai tanah ulayat,

yakni sejak zaman Kerajaan Jambi dan tumbuhnya bersamaan dengan

dusun-dusun dengan batas-batasnya, yang berarti tetap mempertahankan

dusun yang punya hak ulayat. Hak ulayat ini dahulu dikuasai oleh

Bathin/Pasirah sebagai penguasa dan ketua adat/komunal. Apabila ingin

mengerjakan dan memiliki tanah ulayat, maka harus seijin Pasirah.

Namun demikian dengan keluarnya Keputusan Gubernur Tahun 1980

yang mengganti Marga menjadi Desa dan Kelurahan, menyebabkan

penguasaan masyarakat hukum adat akan tanah ulayat akan terancam.

Kuncinya pada Kepala Desa/Pesirah yang sekaligus sebagai seseorang

yang bertanggung jawab atas keberadan tanah ulayat tersebut.

b. Kebudayaan

Masyarakat hukum adat mempunyai kelembagaan adat dan berbagai

aturan (hukum adat) di dalamnya yang mengatur perilaku masyarakat.

Kemudian masyarakat mendiami sebuah dusun yang mempunyai batas-

batas wilayah, dan berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya

31

Page 32: Hukum Adat Lengkap

sendiri. Disini tergambar ada aturannya (adat), ada wilayah (batas), ada

penguasaannya (Kepala Adat).

Meskipun telah terjadi perubahan status Marga menjadi Desa atau

Kelurahan, tetapi kelembagaan adat tersebut masih menjalankan

peranannya, terutama berkaitan dengan hal-hal berkenaan dengan adat

istiadat dan upacara adat. Pengetahuan lokal tentang flora dan fauna, obat-

obatan dan hal-hal lain yang berkenaan dengan kehidupan manusia

diperoleh secara turun temurun dari leluhurnya. Selain itu peranan

kelembagaan adat ini memelihara seni budaya tradisional.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum Terhadap KAT

a. Implementasi

Akibat penghapusan Marga menjadi Desa dan Kelurahan timbul

berbagai masalah, yaitu permasalahan pertanahan yang tidak pernah

selesai, karena konsep Desa dan Kelurahan telah menghilangkan

kepemilikan hak ulayat mereka. Kemudian, berbagai krisis terjadi di Desa

karena hukum adat tidak diindahkan lagi.

b. Kendala

Belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur

kelembagaan adat. Sebaliknya, keluarnya Keputusan Gubernur tahun 1980

yang menghapus desa adat (marga) menjadi desa dan kelurahan akan

mengancam eksistensi kelembagaan adat, hak ulayat dan hak-hak

Masyarakat hukum adat lainnya.

4. Harapan

Kebijakan Gubernur yang mengganti Marga dengan Desa dan Kelurahan

perlu dikaji kembali, sehingga eksistensi Desa Adat/Kelembagaan Adat tetap

ada dengan penguasaan atas tanah ulayat. Selain itu diharapkan permasalahan

pertanahan tidak terjadi lagi dan hukum adat dihargai, sehingga tidak terjadi

krisis di Desa.

32

Page 33: Hukum Adat Lengkap

F. PROVINSI KALIMANTAN BARAT

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Tidak tersedia dokumen yang berupa hukum tertulis yang menegaskan

aspek kewilayahan masyarakat hukum adat. Namun demikian, secara

implisit termasuk di dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi

Kalimantan Barat tentang Pengangkatan Tumenggung sebagai Kepala

Desa Adat. Bahwa Di dalam SK tersebut ditegaskan, bahwa Tumenggung

mengepalai warga dalam satuan wilayah desa adat; dan masyarakat hukum

adat tinggal dalam suatu desa adat. Sebagai sebuah desa, Desa Adat tentu

memiliki batas-batas wilayah dengan desa yang lain.

b. Kebudayaan

Setiap Desa Adat dikepalai oleh Tumenggung (kasus Kabupaten

Sekadau). Pengangkatan Tumenggung sebagai Kepala Adat berdasarkan

Surat Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat. Tugas

Tumenggung sebagai kepala desa adat yang menjalankan pemerintahan

desa adat sesuai dengan adat istiadat yang telah berlaku secara turun

temurun.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Sebagai sebuah desa, Desa Adat tentu memiliki batas-batas wilayah desa,

dimana batas-batas desa yang berupa sungai, pohon besar, batu-batuan

telah disepakati secara turun temurun.

b. Kebudayaan

Kajian terhadap hukum tidak tertulis dilakukan di Kabupaten Sekadau.

Agama yang dianut oleh sebagian besar warga masyarakat Sekadau adalah

Islam dan sebagian kecil warga Masyarakat hukum adat masih menganut

animisme (kasus Kabupaten Sekadau). Meskipun antara Islam dan

animisme memiliki ajaran yang berbeda, namun warga masyarakat

memiliki toleransi yang tinggi dalam kehidupan sosial antar umat

beragama/kepercayaan.

33

Page 34: Hukum Adat Lengkap

Desa Adat dipimpin oleh Kepala Adat (Tumenggung), yang tugasnya

adalah menyelesaikan perkara dalam tingkat desa dengan menggunakan

aturan adat istiadat sebelum dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi,

apabila tidak dapat diselesaikan di desa. Adat istiadat ini menyangkut

semua suku, terutama Suku Melayu dan Dayak yang merupakan suku asal

muasal dari kerajaan Sekadau.

Berbagai jenis adat di Kabupaten Sekadau, yaitu :

1). Adat yang berkaitan dengan siklus kehidupan manusia, yaitu pada saat

melahirkan bayi (adat selamat umur), adat babuang (agar keluarga

yang akan mengadakan perkawinan, sunatan dan hajatan lain apabila

sakit lekas sembuh), adat perkawinan, dan adat kematian.

2). Adat Ngudas/Rimah, yaitu adat pembukaan tanah/hutan oleh

pemerintah maupun dunia usaha, sebagai bukti telah memperoleh ijin

penggunaan tanah tersebut dari pemuka Kampung.

3). Adat Pati Nyawa, yaitu adat yang dilakukan oleh pihak yang dianggap

bertanggung jawab apabila ada warga yang meninggal tidak wajar

(terjatuh, kena blantik dll).

4). Adat Tolak Bala, yaitu acara adat yang dilakukan apabila di dalam

kampung terjangkit penyakit atau menghindari terjangkitnya suatu

penyakit tertentu.

5). Adat yang dijatuhkan kepada warga masyarakat yang melanggar

norma-norma adat, yaitu :

a). Adat Pasupan, yaitu sanksi kepada warga yang mengambil

tanah/menanami tanpa ijin pengurus kampung, memfitnah,

mencaci maki, menghina, dan berbicara kurang sopan.

b). Adat Terangkat, yaitu sanksi kepada laki-laki beristreri yang

serong dengan gadis atau perempuan bersuami serong dengan

jejaka.

c). Adat Beramau, yaitu sanki kepada laki-laki masih beristeri dengan

perempuan masih bersuami.

34

Page 35: Hukum Adat Lengkap

d). Adat Bujang/Dara Berzinah/Bunting, yaitu sanksi kepada perjaka

dan gadis yang melakukan perzinahan. Adat yang dikenakan

adalah Adat- Kampang. Apabila keduanya menolak menikah, maka

dikenakan Adat Beramu.

e). Adat Mengambul Milik Orang Lain/Mencuri, yaitu sanksi bagi

seseorang yang mencuri ayam, babi, sapi dan barang lainnya

dengan denda dan mengembalikan barang curian. Tidak sanggup

mengembalikan barang, menggantinya senilai barang yang dicuri

tersebut.

f). Adat Pemalik, yaitu sanksi yang dijatuhkan apabila seseorang

berzinah padahal masih mukhrim, merusak/membakar tempat

keramat, membakar/merusak/mengotori tempat pemujaan/

ibadah/pemalik, merusak/mengambil benda-benda peninggalan

nenek moyang, merusak/membakar/menanami hutan adat tanpa

seijin pemuka Kampung.

g). Adat Merajalela/Huru Hara dalam Kampung, yaitu sanksi yang

dijatuhkan kepada seseorang/kelompok apabila seorang tersebut

bersenjata/tidak, kemudian menyerang, merusak, membakar

kampung lain atau berdemonstrasi dalam kampung sendiri.

h). Adat Pemamar Darah, yaitu sanksi yang dijatuhkan kepada

seseorang yang membuat orang lain merasa terancam atau takut

karena tindakannya.

i). Adat Hukum Selam, yaitu sanksi dijatuhkan kepada dua orang yang

bersengketa dan masing-masing menunjukkan bukti-bukti dan

saksi yang membenarkan.

Pengetahuan dalam arti luas salah satu sumbernya adalah adat

istiadat yang telah terlembaga pada Masyarakat hukum adat. Terdapat 13

adat istiadat, baik yang berifat upacara adat atau sanksi adat atas

pelanggaran terhadap norma-norma adat, yang kesemuanya itu menjadi

acuan sikap dan perilaku Masyarakat hukum adat. Kemudian terkait

dengan pendidikan, setiap warga Masyarakat hukum adat tidak ada

larangan secara adat untuk menempuh pendidikan formal.

35

Page 36: Hukum Adat Lengkap

Kegiatan ekonomi utama Masyarakat hukum adat adalah mengolah

sumber daya alam (bertani, berladang). Di dalam pemanfatan lahan (hutan)

ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh warga Masyarakat hukum adat,

sehingga pemanfaatan lahan (hutan) tersebut tidak merugikan warga yang

lain. Apabila ada warga Masyarakat hukum adat yang melanggar aturan

adat dalam pemanfaatan lahan (hutan), maka akan dikenakan sanksi adat

Sebagai contoh, Adat Pemalik, yaitu sanksi yang dijatuhkan apabila

seseorang menanami hutan adat tanpa seijin pemuka Kampung. Kemudian

dikenal pula Adat Ngudas/Rimah, yaitu adat pembukaan tanah/hutan oleh

pemerintah maupun dunia usaha, sebagai bukti telah memperoleh ijin

penggunaan tanah tersebut dari pemuka Kampung.

Masyarakat hukum adat menggunakan bahasa daerah setempat

(baca : Sekadau) ketika berkomunikasi dengan sesama warga Masyarakat

hukum adat. Dalam berkomuniaksi ini Masyarakat hukum adat diharuskan

memperhatikan norma-norma sosial yang berlaku secara turun temurun,

dan apabila norma-norma tersebut tidak diindahkan akan mendapatkan

sanksi adat. Sebagai contoh Adat Pasupan, yaitu sanksi kepada warga

yang mengambil tanah/menanami tanpa ijin pengurus kampung,

memfitnah, mencaci maki, menghina, dan berbicara kurang sopan.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

Secara yuridis, sampai saat ini belum ada pengakuan hukum terhadap

Masyarakat hukum adat dari Pemerintah Daerah. Namun secara informal,

Pemerintah daerah tetap masih mengakui keberadaan Masyarakat hukum

adat, Lembaga Adat dengan struktur organisasinya dan hukum adat yang

berlaku dalam menyelesaikan permasalahan pada Masyarakat hukum adat

tersebut.

b. Kendala

Belum ada aturan hukum (Perda) yang mengatur pola hubungan antara

masyarakat dan pemerintah dengan warga Masyarakat hukum adat.

36

Page 37: Hukum Adat Lengkap

4. Harapan

Diperlukan aturan hukum (Perda) yang jelas mengatur pemberdayaan

Masyarakat hukum adat. Dalam peraturan tersebut tetap terjaga eksistensi

Masyarakat hukum adat.

G. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

1. Hukum Tertulis

Belum ada Peraturan Daerah provinsi yang mengatur masyarakat

hukum adat. Sedangkan pada tingkat kabupaten (kasus Kabupaten Pasir), pada

tanggal 8 Agustus tahun 200 diundangkan Peraturan Daerah (Perda) tentang

Pemberdayaan, pelestarian, Perlindungan dan Pengembangan Adat istiadat

dan Lembaga Adat. Perda ini dimaksudkan untuk melaksanakan Keputusan

Menteri Dalam Negeri Nomor 64/1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan

Mengenai Desa. Oleh karenanya, materi yang diatur dalam Perda Pasir No.

3/2000 tidak jauh dari materi yang diatur di dalam Kepmendagri No. 61/1999

tersebut.

Pada pasal 13 ayat 1, mengatur mengenai adanya wilayah adat yang

diakui oleh masyarakat adat. Meskipun Perda ini tidak memuat definisi

mengenai masyarakat adat, namun pasal di atas mewakili ketentuan bahwa

Pemda Pasir mengakui keberadaan masyarakat adat. Semestinya pula,

bersamaan dengan pengakuan wilayah adat itu, hak-hak masyarakat adat atas

sumebr daya alam juga mendapat pengakuan.

Persoalan muncul ketika, pembahasan Raperda Pasir tentang Hak

Ulayat. Dimana pada Raperda tersebut tidak mengakui adanya masyarakat

hukum adat dan hak ulayat. Karena ada protes dari Lembaga Adat Pasir

(LAP), maka proses penyusunan Perda tersebut dihentikan oleh Pansus

DPRD.

2. Hukum Tidak Tertulis

Kajian terhadap hukum tidak tertulis dilakukan di Kabupaten Pasir.

oleh Sebagian besar warga masyarakat Pasir menganut agama Islam, dan

sebagian kecil warga masyarakat hukum adat masih menganut animisme.

Meskipun antara Islam dan animisme memiliki ajaran yang berbeda, namun

warga masyarakat memiliki toleransi yang tinggi dalam kehidupan sosial antar

umat beragama/kepercayaan.

37

Page 38: Hukum Adat Lengkap

Di Kabupaten Pasir terdapat lembaga adat yang secara kultural

memiliki wilayah adat dengan hak ulayatnya dan anggota masyarakat adat,

meskipun secara hukum (lihat Perda No. 3/200) belum memperoleh

pengakuan secara tegas. Lembaga adat tersebut merupakan institusi lokal yang

peranannya memelihara nilai, norma dan adat istiadat dalam mengatur dan

mengendalikan perilaku masyarakat hukum adat dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa norma-nora yang diatur oleh Lembaga Adat antara lain tata cara

perkawinan, kerumahtanggan, pengelolaan hutan dan pergaulan hidup sehari-

hari. Bagi warga yang melanggara norma dan adat, maka dijatuhkan anksi

sesuai dengan ketentuan adat yang sudah berlaku secara turun temurun.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan

a. Implementasi

Pengakuan secara tekstual tersebut pada kenyataannya tidak

diimpelementasikan dengan baik. Indikasinya, yaitu (1) Pemda pasir tidak

memiliki program untuk pemastian batas-batas wilayah adat, (2)

Keberadaan Lembaga Adat Pasir (LAP) kurang memperoleh pengakuan

Pemda karena dianggap kurang mengakar kuat dan memiliki yuridiksi

yang jelas, dan (3) Pemda Pasir tidak memperhitungkan keberadaan

masyarakat adat beserta hak-hak atas sumber daya alam sebagaimana

tercermin di dalam Perda No. 13 tahun 2002 tentang Izin Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu maupun pada Perda No 5 tahun

2004.tentang Izin Usaha Perkebunan di Kabupaten Pasir.

Pengakuan terhadap keberadan masyarakat hukum adat dengan

sebaga hak-haknya, memperoleh perhatian Bupati Pasir periode 2004-2009

(Ridwan). Ia menganggap bahwa Pemda Pasir memiliki kewajiban untuk

melindungi masyarakat hukum adat. Perlindungan ini diperlukan karena

secra sosial dan ekonomi masyarakat hukum adat sangat ketinggalan

Selain itu, kegiatan investasi yang banyak berlokasi di perdesaan memang

berdampak langung pada kehidupan masyarakat hukum adat.

38

Page 39: Hukum Adat Lengkap

b. Kendala

Adanya pemikiran yang berkembang di kalangan birokrasi bahwa Perda

No 3/200 hanya mengatur adat istiadat dan lembaga adat, bukan

mengatur mengenai keberadaan masyarakat adat dan hak-hak ulayatnya.

4. Harapan

Dalam kerangka penguatan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat,

maka peranan dan aktivitas Lembaga Adat perlu ditingkatkan, yaitu :

a. Lembaga Adat Pasir (PAS) dan Persatuan Masyarakat Adat (PeMA)

Pasir dapat mengotimlkan peranannya dalam memperjuangkan hak-hak

masyarakat hukum adat.

b. Pemerintah Kabupaten Pasir melakukan telaah kembali atas Peraturan

Daerah dan kebijakan yang tidak berpihak kepada keberadaan

masyarakat hukum adat.

H. PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Kewilayahan berkenaan dengan tanah beserta isinya dan wilayah

kesatuan budaya dimana masyarakat hukum adat hidup dan berkembang.

Masyarakat hukum adat sebagai suatu komunitas memerlukan kepastian

hukum mengenai kewilayahan ini, sehingga mereka dapat menjalani

kehidupannya tanpa ada perasaan khawatir terjadinya gangguan dari pihak

manapun.

1). Penggunaan ruang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah diatur di

dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Tata

Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.

2). Khusus berkaitan dengan kewilayahan Masyarakat hukum adat,

tertuang di dalam Peraturan Daeah (Perda) Nomor 14 Tahun 1998

tentang Kedamangan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan

Tengah. Pada Bab 1 Pasal 1 (ayat p) menyebutkan, bahwa :

39

Page 40: Hukum Adat Lengkap

a). Wilayah adat adalah wilayah satuan budaya tempat adat istiadat

itu tumbuh, hidup dan berkembang sehingga menjadi penyangga

keberadaan adat istiadat yang bersangkutan.

b). Tanah adat adalah tanah beserta isinya yang berada di wilayah

Kedamangan yang dikuasai secara adat, baik miliki perorangan

maupun milik bersama.

b. Kebudayaan

Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang

digunakan untuk memahami lingkungan, serta pengalamannya dan yang

menjadi pedoman tingkah laku manusia adalah kebudayaan. Di dalamnya

terdiri atas unsur-unsur universal, yaitu: agama/kepercayaan, organisasi

sosial, teknologi, sistem pengetahuan/pendidikan, sistem ekonomi, bahasa/

telekomunikasi, dan kesenian.

Berkaitan dengan agama dan kepercayaan, diatur di dalam Peraturan

Gubernur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan Forum

Kerukunan Amat Beragama (FKUB) Provinsi, dan Kabupaten/Kota di

Provinsi Kalimantan Tengah. Di dalam Peraturan Gubernur tersebut (Pasal

2) ditegaskan syarat calon anggota FKUB sebagai berikut :

a). Penduduk Kalimantan Tengah.

b). Bertempat tinggal di Kalimantan Tengah sekurang-kurangnya 5

tahun.

c). Bertaqwa kepada tahun YME dan setia kepada Pancasila dan UUD

1945

d). Pemuka agama yang menjadi panutan umat, dan

e). Berkepribadian baik dan penuh pengabdian terhadap kepentingan

kerukunan kehidupan beragama.

Kemudian peraturan hukum tertulis yang berkaitan dengan sistem

organisasi sosial, dengan jelas diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi

Kalimantan Tengah Nomor 14 Tahun 1998 tentang Kedamangan di

Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah. Pada Bab I pasal 1 Perda

tersebut menjelaskan bahwa :

(1). Kedamangan adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam

provinsi Daeah Tingkat I Kalimantan Tengah yang terdiri dari

40

Page 41: Hukum Adat Lengkap

himpunan beberapa Desa/Kelurahan/Kecamatan yang mempunyai

wilayah tertentu yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

(2). Lembaga adat adalah sebuah organisasi kemasyarakatan, baik yang

sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan

berkembang di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau

dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum

dan hak atas harta kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut,

mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan

yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum

adat yang berlaku.

(3). Hak adat adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya yang ada

dalam lingkungan hidup warga masyarakat sebagaimana tercantum

dalam lembaga dat, yang berdasarkan hukum adat dan yang berlaku

dalam masyarakat atau persekutuan hukum adat tertentu.

(4). Hukum Adat Dayak di Kalimantan Tengah adalah hukum yang

benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani warga masyarakat

Dayak di Kalimantan Tengah dan tercermin dalam pola-pola

tindakan mereka sesuai dengan adat istiadatnya dan pola-pola sosial

budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

(5). Adat istiadat adalah seperangkat nilai atau norma, kaidah dan

keyakinan sosial yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan

pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Desa dan atau satuan

masyarakat lainnya serta nilai atau norma lain yang masih dihayati

dan dipelihara masyarakat sebagiamana terwujud dalam berbagai

pola nilai kelakuan yang mempertahankan kebiasaan-kebiasaan

dalam kehidupan masyarakat setempat.

(6). Dama Kepala Adat adalah pimpinan adat dari satu Kedamangan

yang diangkat/dipilih berdasarkan hasil pemilihan oleh beberapa

Desa/Kelurahan/Kecamatan yang termasuk dalam wilayah

kedamangan tersebut.

(7). Majelis Adat adalah Dewan Adat yang mengemban tugas tertentu di

bidang pemberdayaan dan pelestarian serta pengembangan adat

41

Page 42: Hukum Adat Lengkap

istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat, lembaga adat dan hukum

adat di daerah.

(8). Mantir Adat adalah perangkat adat atau gelar bagi seorang yang

duduk di Majelis Adat.

Selain Perda tersebut Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah

mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Nomor 9 Tahun 2001 tentang

Penanganan Penduduk Dampak Konflik. Pada pasal 8 ayat (2) huruf b

disebutkan yang dimaksud Masyarakat hukum adat adalah Majelis Adat

setempat; dan huruf c yang dimaksud wajib mentaati adalah menghormati

adat istiadat Daerah Kalimantan Tengah dan meninggalkan adat/budaya

yang tidak sesuai dengan adat/budaya Kalimantan Tengah. Pada pasal 9

ayat 3 menjelaskan, bahwa yang dimaksud Dewan Kehormatan

Kemasyarakatan Lintas Etnik adalah perkumpulan yang bersifat

kekeluargaan yang didirikan dengan maksud dan tujuan untuk membina

persatuan, kerukunan dan persaudaraan.

Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah mengeluarkan

Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur ekonomi, yaitu di dalam

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 1998 tentang Ijin Usaha

Pertambangan Rakyat Bahan Galian Emas di Provinsi Kalimantan Tengah.

Perda ini berlaku secara umum, sehingga secara implisit berlaku pula bagi

masyarakat hukum adat/KAT. Perda ini mengatur, bahwa setiap bentuk

yang berkenaan dengan usaha eksplorasi sumber daya alam, tidak

menimbulkan dampak yang merusak lingkungan, dan tetap

mempertahankan kesinambungan sumber daya alam.

Selanjutnya dalam upaya mengatur sistem komunikasi, Pemeriantah

Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2002

tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk Keperluan Khusus Radio

dan Televisi Siaran Lokal. Perda ini dimaksudkan, agar setiap media

massa lokal (terutama elektronik) agar menjadi media promusi yang

efektif bagi pembangunan wilayah; dan mempu menyajikan informasi

yang obyektif dan seimbang, sehingga ikut mendukung proses

transformasi sosial budaya masyarakat.

42

Page 43: Hukum Adat Lengkap

2. Hukum Tidak Tertulis

b. Kewilayahan

Wilayah masyarakat hukum adat dibatasi oleh wilayah tertentu,

seperti sungai, bukit/batu-batuan, rawa-rawa, dan hutan. Wilayah

masyarakat hukum adat ini sepenuhnya dapat diatur dan diurus oleh

perangkat pimpinan adat berdasarkan hak pengurusan wilayah yang lebih

dikenal dengan sebutan hak ulayat. Hak ulayat atas tanah tersebut

penguasaannya secara kolektif, dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan

bersama warga masyarakat hukum adat.

c. Kebudayaan

Masyarakat hukum adat di Kabupaten Kapuas selain menganut

agama Islam, mereka juga memiliki kepercayaan Kaharingan. Masyarakat

hukum adat memeluk kepercayan ini dan bebas melaksanakan ibadah

sesuai dengan keyakinannya.

Masyarakat memiliki sistem organisasi sosial yang dinamakan

Kedamangan. Eksistensi Kademangan ini sebagai lembaga adat memiliki

aturan adat (istiadat) yang mengikat masyarakat hukum adat. Lembaga

adat ini mengatur upacara adat dalam siklus kehidupan manusia, hubungan

antar sesama manusia dalam suatu komunitas, hubungan ketua adat dengan

masyarakat dan hubungan manusia dengan alam sekitar dan dengan Tuhan

pencipta alam.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat hukum adat

sudah memanfaatkan teknologi modern. Aturan adat memberikan

keleluasaan kepada masyarakat untuk menggunakan teknologi yang

memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun demikian, aturan adat tetap mengendalikan penggunaan teknologi

yang merusak kehidupan sosial budaya mereka.

Berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan, masyarakat sudah

menyadari pentingnya pengetahuan dan pendidikan untuk kehidupan yang

lebih baik di masa depan. Oleh karena itu, aturan adat memberikan

kelonggaran kepada anak-anak dari masyarakat hukum adat untuk

menempuh pendidikan, meskipun harus meninggalkan kampung halaman.

43

Page 44: Hukum Adat Lengkap

Kegiatan ekonomi masyarakat bergantung pada alam sekitar. Dalam

pemanfaatan alam, masyarakat senantiasa menjaga kelestarian alam yang

didasarkan pada keyakinaan, bahwa alam akan memberikan apa yang

diperlukan apabila alam tersebut dijaga dengan baik. Tidak menebang

pohon sembarangan, terutama pohon madu tempat penghidupan lebah

madu. Dalam pemanfaatan alam masyarakat senantiasa dibebani dengan

tanggung jawab moral untuk memelihara alam demi anak keturunan

sampai kapanpun.

Komunikasi antar warga masyarakat menggunakan bahasa daerah

setempat yang berlaku secara turun temurun, meskipun penggunaan

bahasa daerah setempat ini tidak secara eksplisit di atur oleh hukum adat.

Proses interaksi sosial masyarakat luar, mendorong masyarakat hukum

adat untuk mempelajari bahasa nasional. Selain itu, masyarakat juga sudah

terbuka terhadap informasi dari luar melalui radio maupun televisi.

Kemudian untuk berkomunikasi dengan orang luar yang tidak dapat

berbahasa daerah setempat, masyarakat menggunakan bahasa Indonesia.

Kesenian tradisional masih ada, namun proses pelestariannya masih

sangat kurang. Generasi muda kurang diperkenalkan dengan kesenian

tradisional, baik dalam bentuk tari-tarian maupun musik tradisional - ,

sehingga dapat mengancam kepunahan kesenian tradisonal. Di dalam

aturan adatpun memang ada kewajiban bagi lembaga adat maupun

masyarakat untuk tetap mempertahankan seni budaya lokal. Namun

demikian pengaruh kesenian modern yang dibawa oleh warga yang

bekerja di kota, atau dibawa oleh masyarakat yang secara intensif

melakukan transaksi dengan orang kota, sudah mulai memasuki kehidupan

masyarakat hukum adat, seperti tape recoreder dan video.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

1). Secara yuridis sudah ada pengakuan Pemerintah Daerah terhadap

lembaga adat (Kedamanangan), tanah adat, hak adat, hukum adat,

adat istiadat dan Damang Kepala Adat.

44

Page 45: Hukum Adat Lengkap

2). Aturan hukum adat sudah mulai longgar daya pengikat terhadap

perilaku masyarakat. Hal ini antara lain sebagai pengaruh dari proses

interaksi dengan masyarakat kota, dan penyebaran teknologi

informasi yang tidak dapat dikendalikan oleh lembaga adat. Salah

satu pengaruh dari lemahnya ketaatan terhadap hukum adat tersebut,

yaitu terjadinya konflik sosial antar warga masyarakat.

b. Kendala

Pengakuan hukum merupakan hal yang sangat penting, karena akan

menentukan eksistensi masyarakat hukum adat, dan pemenuhan hak dan

kebutuhan masyarakat hukum adat tersebut. Namun demikian masih

ditemukan berbagai kendala dalam implementasi hukum, yaitu :

1). Dalam praktiknya belum ada komitmen yang sungguh-sungguh dari

pemerintah daerah untuk pemberdayaan masyarakat hukum adat.

2). Kurangnya prasarana/sarana yang mendukung kelembagaan adat

setempat.

3). Tidak ada biaya yang mendukung kegiatan pada kelmbagaan adat.

4). Kurangnya wawasan masyarakat terhadap hukum adat sebab belum

tersedia hukum adat secara tertulis.

5). Belum tersedia data tentang masyarakat hukum adat dan kelembagaan

adat.

4. Harapan

Dalam upaya pengakuan hukum terhadap masyarakat hukum adat,

sehingga mereka dapat menjalani kehiduan sebagaimana msyarakat pada

umumnya, yaitu :

1). Terakomodasinya kepentingan Masyarakat hukum adat.

2). Agar Masyarakat hukum adat di Kalimnatan Tengah memiliki jaminan

hukum yang pasti terhadap eksistensi dan hak-hak adat yang ada di sekitar

mereka.

3). Hukum adat dapat dikukuhkan dengan Undang-Undang maupun Peraturan

Daerah sesuai dengan keberadaan dan kepentingannya.

4). Kelembagaan adat mendapat bantuan pendanaan sesuai kebutuhan.

45

Page 46: Hukum Adat Lengkap

5). Kesadaran masyarakat terhadap hukum adat semakin meningkat, sehingga

dapat mencegah terjadinya konflik antar kelompok masyarakat.

6). Ada pengakuan melalui peraturan/yuridis formal secara tegas dan jelas

terhadap eksistensi masyarakat hukum adat.

H. PROVINSI BANTEN

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Masyarakat Baduy merupakan penduduk Desa Kanekes, Kecamatan

Luewidamar Kabupaten Lebak. Secara georafis Desa Kanekas terletak di

aliran Sungai Ciujung pada pegunungan Kendeng. Sebagaimana

disebutkan di dalam Keputusan Bupati Lebak Nomor

590/Kep.233/Huk/2003 tentang Penetapan Batas-Batas Wilayah Detail

Tanah Ulayat Masyarakat hukum adat Baduy, bahwa luas Desa Kanekes

sama luasnya dengan luas tanah ulayat yang didiami oleh Masyarakat

Baduy, yaitu 5.136,58 Ha. Artinya, batas-batas wilayah Desa Kanekes

sama dengan batas-batas wilayah tanah ulayat Masyarakat Baduy.

b. Kebudayaan

Pemeritah Kabupten Lebak memperhatikan dengan sungguh/sungguh

keberadaan Masyarakat Baduy sebagai masyarakat hukum adat. Perhatian

Pemerintah Kabupaten Lebak diwujudkan melalui Peraturan Daerah

(Perda) Nomor 13 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan

Lembaga Adat Masyarakat Baduy, yang selanjutnya Perda ini dikenal

dengan Perda Lembaga Adat.

Adapun alasan Pemerintah Kabupaten Lebak melakukan pembinaan

dan pengembangan terhadap adat istiadat dan lembaga adat Masyarakat

Baduy, yaitu :

Pertama, untuk mencegah pengaruh dari luar yang akan merusak

nilai-nilai positif adat istiadat Masyarakat Baduy,

Kedua, agar adat istiadat Masyarakat Baduy, sebagai milik nasional

dapat lebih berdaya guna bagi kelangsungan pembangunan, ketahanan

nasional, menunjang kebudayaan nasional dan kelangsungan jalannya

pemerintahan. Upacara adat yang perlu dibina dan dikembangkan

46

Page 47: Hukum Adat Lengkap

misalnya upacara seba (persembahan hasil bumi), sistem perkawinan dan

sistem pengendalian diri dan lingkungan.

Dinilai masih ada kelemahan pada SK Gubernur Jawa Barat tahun

1968 dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 1990, maka

kemudian pada tahun 2001 diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak

Nomor 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Baduy

(Perda Ulayat Baduy). Perda ini dimaksudkan untuk melindungi

pelanggaran hukum adat yang dilakukan oleh orang luar. Contohnya,

orang luar berkebun di tanah ulayat Masyarakat Baduy dengan menanam

komoditas yang justru dilarang oleh hukum adat Masyarakat Baduy, dan

praktek penebangan kayu di hutan lindung Baduy. Selain itu dalam upaya

mengamankan fungsi wilayah ulayat Masyarakat Baduy sebagai sumber

mata air, mencegah banjir dan melindungi hewan-hewan dari tindakan

perburuan orang luar.

Kemudian berkenaan dengan pemerintahan desa, diterbitkan

Peraturan Daerah Kabupten Lebak Nomor 5/2003 tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kabupataen lebak Nomor 29 Tahun 2000 tentang

Pemerintahan Desa, berlaku umum. Bab VI dari Perda mengatur tentang

Pemberdayaan, Pelestarian dan Pengembangan Adat-Istiadat serta

Lembaga Adat. Dengan tegas diatur mengenai larangan bagi anggota

Badan Perwakilan Desa (BPD) dan kepala desa untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma adat istiadat atau

norma-norma yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.

Pemerintah Daerah mengalokasikan dana untuk mendorong

Masyarakat Baduy terus terbuka dengan dunia luar. Ini juga dilakukan

dengan maksud agar Masyarakat Baduy sejajar dengan masyarakat lain

terutama dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Cara yang dilakukan

adalah dengan mewarnai desa-desa yang ada di sekitar Desa Kanekes.

Misalnya, membangun mesjid dan sekolah atau memberikan TV.

Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata adalah

dinas yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang bersinggungan dengan

adat istiadat. Tupoksi itu tepatnya di bawah tanggung jawab Sub Dinas

47

Page 48: Hukum Adat Lengkap

Seni dan Budaya yang salah satu fungsinya adalah melestarikan dan

mengembangkan nilai budaya serta meningkatkan pelestrian adat istiadat

yang positif. Antara lain mendukung upacara-upacara adat semacam seba

atau sereen taon.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Aspek kewilayah yang didiami oleh Masyarakat Baduy telah diatur

secara tertulis melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lebak. Melalui Perda

tersebut diakui eksistensi tanah ulayat dan hak-hak Masyarakat Baduy

untuk memanfaatkan tanah ulayat tersebut. Selain ditetapkan secara

yuridis melalui Perda, secara kultural Masyarakat Baduy telah memiliki

wilayah ulayat untuk menjalani kehidupannya yang diperoleh secara turun

temurun. Perasaan sebagai pemilik atas anah ulayat ini yang kemudian

menjadi dasar Pemerintah Daerah untuk memberikan pengakuan secara

yuridis atas wilayah Masyarakat Baduy.

c. Kebudayaan

Desa Kanekes terdiri atas 52 kampung atau dusun. Tiga diantaranya

adalah Kampung Baduy Dalam dan sebanyak 49 kampung adalah

Kampung Baduy Luar. Istilah Baduy Dalam dan Baduy Luar

menggambarkan pembagian kelompok sosial. Masing-masing memiliki

peranan yang berbeda, namun memiliki satu sistem pemerintahan (adat

dan negara). Pusat pemerintahan adat terletak di Baduy Dalam, dengan

Puun sebagai pimpinan adatnya. Ada tiga Puun yang memimpin

pemerintahan adat di Desa Kanekes atau Masyarakat Baduy. Ketiga Puun

ini tinggal di kampung yang berbeda. Puun dibantu oleh Girang Seurat

yang membidangi masalah keamanan, dan Jaro Tangtu yang mewakili

Puun setiap kampun dan juga berperanan sebagai juru bicara untuk

hubungan-hubungan luar.

Sedangkan pemerintahan negara/desa dijalankan oleh struktur yang

lain. Kepala Desa dinamakan dengan Jaro Pamarintah yang tinggal di

kalangan Baduy Luar. Jaro Pamarintah dibantu oleh sekretaris desa atau

carik. Orang yang menjabat sebagai carik berasal dari luar Masyarakat

48

Page 49: Hukum Adat Lengkap

Baduy, karena terampil membaca dan menulis. Tatanan sosial Orang

Baduy masih mengandalkan adat, adat istiadat dan hukum adat sebagai

sumber nilai dan norma. Adat istiadat dan hukum adat masih hidup

bersamaan dengan terawatnya alam dan bertahannya kelembagaan adat.

Untuk membantu pekerjaan sehari-hari, Masyarakat Baduy

menggunakan teknologi yang sederhana, yang dikembangkan oleh mereka

sendiri secara turun-temurun. Mereka masih belum bisa menerima

teknologi modern, karena dinilai tidak sesuai dengan adat istiadatnya.

Pengetahuan yang berkenaan dengan tata kehidupan ekonomi, sosial,

budaya, agama dan lingkungan pada umumnya diperoleh secara turun

temurun. Masyarakat masih belum terbuka terhadap pendidikan modern

(sekolah formal). Sistem ekonomi yang dikembangkan bersifat subsisten

dan lebih berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam, seperti

bertani, atau berladang. Mereka mengolah tanah ulayat, yaitu tanah adat

yang dikuasai secara kolektif.

Masyarakat Baduy dalam berkomunikasi antar mereka menggunakan

adalah bahasa sunda. Namun demikian sebagian dari mereka sudah

mampu berbahasa Indonesia, terutama ketika berkomuniaksi dengan orang

luar. Mereka masih konsisten melestarikan seni dan budaya lokal seperti :

musik tradisional, upacara adat (seba dan seren taon) dalam siklus

kehidupan masih dijalankan, dan dilestarikan secara turun temurun.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

Pemerintah Provinsi Banten dan Kabupaten Lebak, sampai saat ini

tetap konsisten menganggap Masyarakat Baduy sebagai masyarakat

hukum adat. Anggapan inilah yang melahirkan sejarah panjang pengakuan

hukum terhadap Masyarakat Baduy. Pengakuan Pemerintah Daerah

bahwa Masyarakat Baduy adalah masyarakat hukum adat dengan wilayah

dan hak-hak atas wilayahnya, diawali oleh Keputusan Gubernur Jawa

Barat Nomor 203/B.V/Pem/SK/68 tentang Penetapan Status ”Hutan

Larangan” Desa Kanekes Daerah Baduy sebagai ”Hutan Larangan” dalam

Kawasan Hak Ulayat Adat Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya pada tahun

49

Page 50: Hukum Adat Lengkap

1986 keluar lagi Keptusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat

Nomor 140/Kep.526-Pemdes/1986, tentang Penetapan Kanekes sebagai

desa definitif yang memberikan pengakuan secara tegas mengenai luas dan

batas-batas kawasan tanah ulayat Masyarakat Baduy, sehingga mencegah

berbagai tindakan penyerobotan dari luar.

b. Kendala

Ada sejumlah kendala dalam implementasi hukum dalam kerangka

pemberdayaan masyarakat hukum adat, yaitu :

1). Pemerinta Daerah Kabupaten Lebak tidak memiliki rancangan

program, terbatasnya anggaran dan sarana/prasarana untuk

memfungsikan lembaga adat.

2). Masih sering terjadi pelanggaran hukum dari orang luar, misalnya

penebangan kayu, penggembalaan kerbau di lahan pertanin dan

pengambilan daun aren.

3). Pelanggaran tersebut belum diberi sanksi yang tegas, ada kesan polisi

pun malas untuk meneruskan dengan malakukan penyidikan.

4. Harapan

Dalam kerangka penguatan dan pemberdayaan Masyarakat hukum adat,

maka diharapkan :

1). Diterbitakannya Peraturan Presiden yang mengatur Perlindungan

Masyarakat Baduy, mengingat Perda yang ada dalam

implementasinya masih menghadapi kelemahan.

2). Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak memiliki rancangan program

yang jelas, dan anggaran serta sarana/prasarana untuk memfungsikan

lembaga adat.

3).

I. PROVINSI SULAWESI SELATAN

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Hukum tertulis menyangkut aspek kewilayahan masyarakat hukum

adat tertampung di dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 21 tentang

50

Page 51: Hukum Adat Lengkap

Pemberdayaan, Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Lembaga

Adat. Pengakuan secara tertulis tehadap eksistensi adat istiadat dan

lembaga adat tersebut tidak secara jelas mengatur wilayah masyarakat

hukum adat.

b. Kebudayaan

Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang,

Provinsi Sulawesi Selatan terkait dengan pemberdayaan masyarakat

hukum adat, yaitu dengan dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun

2001 tentang Pemberdayaan, Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat

dan Lembaga Adat. Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 menjelaskan bahwa :

a). Lembaga Adat adalah sebuah organisasi kemasyarakatan, baik yang

sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan

berkembang di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau

dalam satu masyarakat hukum adat di dalam wilayah hukum adat

tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengakui, mengatasi dan

menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan,

dengan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.

b). Adat istiadat adalah seperangkat nilai atau norma, kaidah atau kegiatan

sosial yang berubah dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan

dan perkembangan masyarakat Desa atau satuan masyarakat lainnya,

serta nilai atau norma lain yang masih dihayati dan dipelihara

masyarakat sebagaimana terwujud dalam berbagai pola kelakuan yang

merupakan kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan masyarakat

setempat.

Kemudian pada Bab IV Pasal 5 ayat (1) disebutkan, bahwa Lembaga

Adat berkedudukan sebagai wadah atau organisasi permusyawaratan/

permufakatan kepala adat/ketua adat atau pemuka adat lainnya yang

berada di luar organisasi pemerintah. Pada ayat (2) disebutkan, bahwa

Lembaga Adat mempunyai tugas, yaitu :

1). Menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat kepada pemerintah

serta menyelesaikan perselisihan menyangkut hukum adat-istiadat dan

kebiasaan-kebiasaan masyarakat.

51

Page 52: Hukum Adat Lengkap

2). Memberdayakan, melestariakan dan mengembangkan adat istiadat dan

kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya budaya

daerah serta memberdayakan masyarakat dalam menunjang

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan

pembinaan kemasyarakatan.

3). Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta obyektif

antara kepala adat/pemangku adat dan pemuka adat dengan aparat

pemerintah di daerah.

Pada ayat (3) dijelaskan, jika ada perbedaan pendapat antara lembaga

adat dan aparat pemerintah di daerah, perbedaan itu diselesaikan dengan

musyawarah/mufakat. Apabila tidak berhasil diselesaikan maka

penyelesaian dilakukan oleh Kepala Pemerintahan dan Lembaga Ada yang

lebih tinggi tingkatannya dengan memperhatikan kepentingan masyarakat

hukum adat setempat.

Selanjutnya pada Bab V Pasal 6 ayat (1) ditegaskan, bahwa Lembaga

Adat mempunyai hak dan kewajiban, yaitu :

a). Mewakili masyarakat hukum adat dalam hal-hal yang menyangkut

kepentingan masyarakat hukum adat.

b). Mengelola hak-hak adat dan atau harta kekayaan adat dan

meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat menjadi lebih

baik.

c). Menyelesaikan perselisihan yang mencakup perkara adat istiadat dan

kebiasaan-kebiasan masyarakat sepanjang penyelesaian itu tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada ayat (2) ditegaskan, bahwa Lembaga Adat berkewajiban :

a). Membantu kelancaran penyelenggaraan pemerintah pelaksanaan

pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, terutama dalam

pemanfaatan hak-hak adat dan harta kekayaan lembaga adat dengan

tetap memperhatikan kepentingan masyarakat hukum adat setempat.

52

Page 53: Hukum Adat Lengkap

b). Memelihara stabilitas nasional yang sehat dan dinamis yang dapat

memberikan peluang yang luas kepada aparat pemerintah terutama,

pemerintah desa atau kelurahan dalam melaksanakan tugas-tugas

penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,

pelaksanaan pembangunan yang lebih berkualitas dan pembinaan

masyarakat yang adil dan demokratis.

c). Menciptakan suasana yang dapat menjamin terpeliharanya

kebhinekaan adat dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Pada bab VI Pasal 7 disebutkan, bahwa susunan organisasi Lembaga

Adat ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD.

Pada Bab III Pasal 4 ayat (5) dalam Peraturan Daerah nomor 19 Tahun

2001 tentang Pemberdayaan, Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat

dan Lembaga Adat; disebutkan bahwa tujuan pembinaan adalah untuk

meningkatkan sikap positif terhadap adat istiadat dan lembaga adat dapat

mencapai taraf hidup yang lebih baik.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Kewilayah ditetapkan secara turun temurun dengan luas wilayah

tetap, dan bahkan cenderung berkurang. Sebagian wilayah penguasaannya

secara kolektif atau ulayat, dan sebagian lain penguasaannya oleh

perorangan.

b. Kebudayaan

Masyarakat hukum adat dipimpin oleh Pemangku Adat/Penghulu yang

memiliki kewenangan mengatur kehidupan Masyarakat hukum adat dalam

berbagai kepentingan. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka masih

mengembangkan nilai gotong royong dan senantiasa berupaya mengatasi

permasalahan yang terjadi secara bersama-sama.

Transformasi pengetahuan dan teknologi secara turun terumun dari

generasi ke generasi, terutama pengetahuan dan teknologi yang berkaitan

dengan musim, flora fauna, hari baik hari buruk, ramuan obat atau gejala-

gejala alam yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat.

Sistem mata pencaharian hidup yaitu mengolah alam seperti berkebun,

bersawah dan berladang serta nelayan. Meskipun sumber ekonomi mereka

53

Page 54: Hukum Adat Lengkap

tergantung dari alam, namun mereka tidak pernah merusak alam. Mereka

memegang teguh kearifan lokal dalam berinteraksi dengan alam yang

memberikan kehidupan turun temurun bagi anak cuku mereka.

Dalam berkomunikasi antar mereka, digunakan bahasa setempat yang

khas yang kadang tidak dapat dimengerti oleh komunitas yang lain.

Penggunaan bahasa mengikuti struktur berdasarkan status sosial dalam

masyarakat.

Kemudian untuk mempertahankan adat istiadat, mereka

menyelenggarkaan berbagai upacara adat dalam siklus kehidupan manusia,

seperti pada saat kehamilan, kelahiran, turun tanah, dikhitan, menikah dan

meninggal dunia. Selain upacara adat, masyarakat hukum adat juga masih

memelihara seni budaya lokal yang merupakan warisan leluhur mereka.

Seni budaya dalam bentuk tarian, musik dan tarian tradisional biasanya

ditampilkan bertepatan dengan hari-hari tertentu untuk melengkapi

upacara adat. Di kalangan Suku Bugis ada seni sastra yang tertulis dalam

lontar yang menggunakan aksara Bugis/Makasar.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

Implementasi pengakuan hukum oleh Pemerintah Daerah dirasakan

masih belum optimal. Hal ini dapat dicermati dari belum adanya Peraturan

Daerah yang memberikan perhatian secara khusus terhadap kehidupan

masyarakat hukum adat.

b. Kendala

Implementasi pengakuan hukum masih dihadapkan pada beberapa

kendala, yaitu :

1). Belum adanya kemauan politik dari Pemerintah Daerah untuk

memberikan pengakuan hokum terhadap eksistensi Masyarakat hukum

adat.

2). Belum ada Peraturan Daerah yang mengatur secara khusus, termasuk

aspek hukum kepemilikan tanah ulayat.

54

Page 55: Hukum Adat Lengkap

4. Harapan

Agar Masyarakat hukum adat memperoleh pengakuan hukum secara

memadai, maka diharapkan :

a. Adanya Peraturan Daerah yang secara khusus memberikan pengakuan

secara hukum terhadap eksistensi dan hak-hak Masyarakat hukum adat.

b. Pemerintah mengembangkan program ”pembangunan budaya”

berdampingan dengan pembangunan ekonomi dan politik.

J. PROVINSI BALI

1. Hukum Tertulis

1. Kewilayahan

Masyarakat hukum adat di Bali tinggal dalam suatu desa adat yang

dikenal dengan Desa Pakraman. Eksistensi desa adat ini telah memperoleh

pengakuan dari pemerintah Provinsi Bali melalui Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 yang kemudian dirubah dengan

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa

Pakraman.

2. Kebudayaan

Kehidupan beragama/kepercayaan diatur dalam Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman.di dalam Bab

V Pasal 1. Pemerintah Daerah menjamin setiap orang bebas menjalankan

ibadah sesuai dengan ajaran Hindu, dan menghormati masyarakat untuk

melakukan ritual pada hari-hari tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku

di dalam ajaran Hindu.

Semua aspek aktivitas perilaku berpola yang telah membudaya

dalam interaksi manusia dalam suatu masyarakat yang diperankan melalui

nilai, norma, serta wadah struktur keorganisasian yang dibentuk,

merupakan sistem organisasi sosial. Berkenaan dengan sistem organisasi

sosial diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun

2003 tentang Desa Pakraman Bab VII Pasal 1.

Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur

menggunaan/pengembangan teknologi belum ada. Meskipun demikian

55

Page 56: Hukum Adat Lengkap

pemerintah daerah terus mendorong seluruh masyarakat untuk

mengembangkan teknologi tepat guna yang akan memberikan manfaat

bagi kehidupan yang lebih baik.

Peraturan Daerah (Perda) tentang Desa Pakraman yang mengatur

pengetahuan/pendidikan terdapat pada Bab IV Pasal 4. Selain itu melalui

kebijakan dan program dinas pendidikan, pemerintah daerah memberikan

kesempatan kepada putra-putra daerah termasuk dari masyarakat hukum

adat untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Program-program bantuan

pendidikan pun, diluncurkan oleh Pemerintah Daerah, yang menjangkau

seluruh anak-anak yang sedang menempuh pendidikan.

Berkenaan dengan aspek ekonomi, Peraturan Daerah (Perda) tentang

Desa Pakraman di dalamnya antara lain mengatur fungsi desa adat untuk

membantu pemerintah dalam menjaga, memelihara dan memanfaatkan

kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat. Selain itu

di dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Desa Pakraman mengatur

bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan.

Selanjutnya, Peraturan Daerah (Perda) tentang Desa Pakraman di

dalamnya mengatur dengan jelas, bahwa salah satu fungsi desa adat

adalah membina dan mengembangkan nilai-nilai adat Bali dalam rangka

memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional

pada umumnya dan kebudayaan Bali pada khususnya, berdasarkan paras

paros salungkung sabayantaka/ musyawrah untuk mufakat.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Desa adat dibatasi oleh wilayah tertentu, dimana menurut hukum adat

disebut ”Prabumian Desa” atau Wewengkon Bale Agung” . Wilayah desa

adat ini sepenuhnya dapat diatur dan diurus oleh perangkat pimpinan desa

adat berdasarkan hak pengurusan wilayah yang lebih dikenal dengan

sebutan hak ulayat desa adat.

b. Kebudayaan

Agama Hindu menempati posisi ”superstruktur” bersama dengan nilai-

nilai, cita-cita dan simbol ekspresif lainnya. Kemudian desa adat

56

Page 57: Hukum Adat Lengkap

(Pakraman) sebagai lembaga berkedudukan sebagai ”dasar” bersama

norma dan organisasi lainnya. Agama Hindu merupakan payung bagi

norma hukum adat (awig-awig) dan organisasi sosial desa adat. Dengan

demikian ajaran Hindu akan terwujud dalam norma-norma adat kehidupan

Krama Desa Adat.

Desa Adat (Pakraman) sebagai lembaga sosial keagamaan yang

bertindak sebagai wadah dan sekaligus pengawas pelaksanaan kegiatan

agama di tingkat desa. Desa Pakraman sejak awal telah ditata untuk

menjadi desa religius, dibentuk berdasarkan konsep-konsep dan nilai-nilai

filosofis Agama Hindu. Oleh karena itu, pengurus Desa Pakraman bukan

Kepala Desa, melainkan Ketua (Kubayan, Bayan, Kelihan, Kiha, Kumpi,

Sanat, Tuha-tuha), yang bermakna guru spiritual lokal di desa.

Desa Pakraman terus mengadakan penyesuaian sesuai dengan asas

Desa Mawa Cara. Desa adat mempunyai hak untuk mengurus rumah

tangganya sendiri atau mempunyai otonomi. Hak dari desa adat mengurus

rumah tangganya bersumber dari hukum adat, tidak berasal dari kekuasaan

pemerintahan.

Desa Pakraman memiliki banjar sebagai pembagian wilayah kerja

yang sudah sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Bali. Desa ini

punya tugas dan kewajiban mengurus pura (kahyangan) desa. Berbeda

dengan desa-desa pada umumnya, sesungguhnya Desa Pakraman ini

”pasraman” tempat melakukan penempaan diri di bidang pengamalan

dharma, untuk mendapatkan Catur Purusa Artha.

Kemudian konsep dan nilai dasar dalam hubungan sosial dan

kekerabatan adalah ’tat twam asli’ dimana konsep ini melahirkan nilai-

nilai ; kerukunan (saling asah, saling asih, saling asuh, salunglung

sabayantaka), keselaran (sagilik saguluk, briuk sapanggul), dan kepatutan

(paras-paros, ngawe sukaning wong len).

Awig-awig adalah aturan hukum yang mengatur hubungan sosial antar

warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ada warga

masyarakat yang dinilai melanggara awig-awig tersebut, maka akan

diberikan sanksi sesuai dengan aturan adat yang berlaku.

57

Page 58: Hukum Adat Lengkap

Sebagai masyarakat terbuka, masyarakat hukum adat di Bali leluasa

untuk mengakses dan memanfaatkan teknologi dalam berbagai bidang

kehidupan. Meskipun demikian, pemanfaatan dan pengembangan

teknologi tersebut tetap harus memperhatikan aturan adat dan ajaran

Hindu.

Masyarakat hukum adat leluasa dalam berpartisipasi dalam

pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sebagai daerah tujuan

wisata internasional, setiap warga diberikan kesempatan seluas-luasnya

untuk mempelajari berbagai hal, terutama yang berkaitan dengan bahasa

asing, pemandu wisata, souvenir dan seluk beluk kepariwisataan.

Fungsi desa adat untuk membantu pemerintah menjaga, memelihara

dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat

desa adat. Tentu saja pemanfaatan kekayaan desa adat tidak keluar dari

rambu-rambu yang telah diatur di dalam aturan adat, dan dimanfaatkan

untuk mewujudkan kesejahtyeraan bersama.

Ciri Bali yang istimewa adalah agama, adat dan budaya yang

menyatu dan ini telah menjadi jati diri masyarakat Bali. Oleh karena itu,

kesenian sebagai salah satu bentuk kongkrit dari kebudayaan sudah

menyatu dalam kehidupan masyarakat Bali. Berbagai bentuk kesenian

tradisional, baik tari, musik (tabuh), pahat, anyaman dan nyanyian

tradisional (kidung) dikembangkan oleh masyarakat melalui padepokan

(sanggar seni) secara turun temurun.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

Masyarakat hukum adat yang tinggal di Desa Pakraman sangat

diakui oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Secara yuridis sudah ada

pengakuan Pemerintah Daerah terhadap lembaga adat (Kedamanangan),

tanah adat, hak adat, hukum adat, adat istiadat dan Kepala Desa Adat.

b. Kendala

Sejauh ini tidak ada kendala yang dirasakan dalam implementasi

hukum adat, karena agama, adat dan budaya telah menyatu dalam

58

Page 59: Hukum Adat Lengkap

kehidupan masyarakat secara turun temurun, dan terus dilembagakan

dengan baik oleh pemerintah maupun lembaga adat.

4. Harapan

a. Pembinaan desa adat dan adat istiadat Bali ke arah keberdayaan,

kelestarian dan perkembangan dalam upaya meningkatkan peranan dan

fungsi desa adat dan adat istiadatnya. Melalui pembinaan ini bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang Trepti (tertib, tertata/teratur, sesuai

tatanan masyarakat), Kerta (damai, tenteram, aman, harmonis), dan

Jagadhita (sejahteralahir batin, adil, dan makmur).

b. Pembinaan dan mengefektifkan berfungsinya lembaga peradilan desa yang

kongkrit de facto dilaksanakan oleh Prajuru Desa Adat. Masalah yang

berhubungan dengan adat dan agama akan efektif apabila ditangani oleh

Prajuru sebagai hakim desa.

K. NUSA TENGGARA BARAT

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Hukum tertulis yang berupa Peraturan Daerah Provinsi maupun

Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang secara khusus mengatur

kewilayahan Masyarakat hukum adat hingga saat ini belum ada. Meskipun

demikian Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten memberikan pengakuan

terhadap lembaga adat pada Suku Sasak dengan penguasaan wilayah yang

berupa tanah ulayat. Tanah ulayat tersebut kepemilikannya secara kolektif

berdasarkan hukum adat, dan dalam penggunaannya sesuai hukum adat

dan persetujuan dari kepala suku.

b. Kebudayaan

Pemerintah daerah tetap mempertahankan kondisi hukum adat yang

selama ini ada. Salah satu bentuk perhatian Pemerintah Daerah terhadap

eksistensi lembaga dan hukum adat tersebut adalah diresmikannya

lembaga adat di Desa Sukrarane di Kecamatan Sikra Barat Kabupaten

Lombok Timur, meskipun belum dikukuhkan secara yuridis. Lembaga

adat di desa Sukrarane ini diharapkan sebagai contoh penerapan hukum

59

Page 60: Hukum Adat Lengkap

adat yang dikembangkan menjadi lembaga pendidikan adat lebih

mengedepankan penanaman nilai moral berbasis kelembagaan adat.

Khusus pada Suku Sasak, kelembagaan adat dilandaskan pada agama

Islam, sedangkan pengembangan budaya berkembang melalui budaya

susunjaga sebagai warisan dari Sunan Giri dan Sunan Kalijaga.

Musyawarah dan mufakat selalu ditekankan dalam Suku Sasak. Ada

tiga tokoh masyarakat/adat yang berperanan dalam pembangunan

masyarakat, yaitu ;

a). Pengusung, adalah kepala desa selaku kepala pemerintahan yang

mengelola administrasi pemerintahan.

b). Penghulu, adalah tokoh agama atau tuan guru yang senantiasa

berperanan memberikan nasehat kepada seluruh masyarakat dengan

merujuk pada Al-Quran dan Hadist.

c). Pemangku adalah ketua adat tempat masyarakat meminta nasehat dan

petunjuk dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Berbagai artefak kebudayaan masyarakat memperoleh perhatian dari

Pemerintah Daerah NTB dengan dibangunnya Taman Budaya NTB. Di

dalam taman budaya tersebut, hasil karya yang bernilai seni budaya dari

berbagai suku di NTB. Namun demikian dokumen tertulis yang

menjelaskan kebudayaan masyarakat tersebut banyak yang sudah aidak

terdokumentasikan.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Masyarakat hukum adat Suku Sasak di Kabupaten Lombok, dan

Suku Mbojo di Kabupaten Bima mendiami suatu wilayah secara

berkelompok. Mereka telah mendiami wilayah tersebut secara turun

temurun, sehingga terbentuk sistem kekerabatan yang kuat. Penguasaan

wilayah tersebut secara kolektif, dan karenanya tidak dapat dimiliki secara

pribadi. Hal-hal yang berkenaan dengan pemanfaatan wilayah ulayat

tersebut diatur secara adat dan dikendalikan oleh Kepala Suku. Sedangkan

Suku Samawa di Kabupaten Sumbawa hidup berkelompok dan berpindah-

pindah dari satu daerah ke daerah lain.

60

Page 61: Hukum Adat Lengkap

b. Kebudayaan

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat tiga suku besar, yaitu Suku

Sasak, suku Mbojo dan Suku Samawa. Suku Sasak mendiami Pulau

Lombok, dan mereka masih mempertahankan eksistensi kelembagaan adat

melalui Balai Adat. Kemudian Suku Mbojo atau kenal pula dengan dana

Mbojo (Tanah Bima) mendiami Kabupaten Bima, Dompu dan sekitarnya.

Selanjutnya Suku Samawa mendiami Sumbawa dan sekitarnya. Suku ini

hidupnya berpindah-pindah dari satu wilayah ke wialayah lain.

Keberadaan lembaga adat di Provinsi Nusa Tenggara Barat,

khususnya kasus Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur telah

banyak membantu pemerintah dalam menyelesaikan persoalan hukum

yang terjadi pada masyarakat. Ketika hukum formal tidak mampu

menyelesaikan persoalan masyarakat, maka hukum adatlah yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut selama tidak

bertentangan dengan hukum pemerintah. Prinsip hukum adat yang

dikembangkan bersifat universal, sehingga sampai saat ini Pemerintah

Provinsi NTB tetap menerapkan hukum adat dalam membangun nilai-nilai

kesetikawanan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai contoh penyelesaian masalah hukum melalui hukum adat,

yaitu pada kasus Desa Sukrarare. Di desa ini, administrasi pemerintah desa

dilaksankaan oleh pemeritnah desa, akan tetapi penyelesaian masalah

hukum diselesaikan melalui hukum adat oleh kelembagaan adat.

Penyelesaian permasalahan melalui hukum adat tersebut dilakukan di

Balai Adat. Semua keputusan hukum dilahirkan melalui Balai Adat,

sehingga seluruh masyarakat dapat hadir untuk melihat dan memberikan

saran yang pada akhirnya pengusung, penghulu dan pemangku

memutuskan melalui upacara adat apabila aspek hukum dipandang benar

dan perlu mendapat perhatian secara seksama. Hukum adat di NTB tidak

menghendaki keputusan salah atau benar. Akan tetapi harus mengarah

pada perdamaian yang diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Dalam

penyelesaian permasalahan itu terjaga perasaan masing-masing pihak yang

bermasalah.

61

Page 62: Hukum Adat Lengkap

Balai Adat dibangun atas swadaya masyakaat, dan dapat digunakan

untuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Selain sebagai tempat untuk

menyelesaikan permasalahan warga, Balai Adat juga digunakan untuk

pelestarian dan penanam nilai budaya. Melalui Balai Adat ini diharapkan

adat istiadat Suku Sasak mampu mengikuti perkembangan jaman tanpa

harus mengalami pelunturan nilai budaya. Melalui Balai Adat ini

terbangun komitmen, bahwa budaya bukan sesuatu yang tertutup, akan

tetapi diharapkan mampu diterapkan sebagai bagian dari kehidupan.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum

a. Implementasi

Pemerintah Daaerah Provinsi maupun Kabupaten mengakui

eksistensi Masyarakat hukum adat, kelembagaan adat, adat istiadat dan

struktur yang mengendalikan aktivitas pada kelembagaan adat. Namun

demikian pengakuan tersebut belum didukung dengan perangkat

perundang-undangan (misal dalam bentuk Perda), sehingga belum

memiliki kekuatan secara yuridis.

b. Kendala

Kendala yang masih dirasakan implementasi pengakuan hukum

terhadap masyarakat hukum adat adalah masih rendahnya komitmen

Pemerintah Daerah untuk memberikan perlindungan terhadap dokumen

yang bersifat tradisional, sehingga dokumen yang sangat berharga tersebut

mudah ke tangan orang asing.

4. Harapan

a. Pemerintah Daerah wajib untuk melindungi seluruh dokumen hukum adat

yang tertulis diberbagi buku perundang-undangan yang bersifat tradisional,

sehingga membatasi keluarnya dokumen tersebut pada kolektor.

b. Pemerintah Daerah mengupayakan pengembalian seluruh benda bersejarah

yang dimiliki kolektor di luar negara Indonesia.

62

Page 63: Hukum Adat Lengkap

L. PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun

1974 menerbitkan Peraturan Daeah Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 8

Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Penegasan Hak Atas Tanah. Bab I pasal

1 (3) menegaskan bahwa yang dimaksud dengan ”tanah” ialah tanah bekas

pengusaan masyarakat hukum adat/tanah suku. Kemudian pada pasal 2 (1)

dinyatakan ”tanah bekas penguasaan masyarakat hukum adat, dinyatakan

sebagai tanah-tanah di bawah penguasaan Pemerintah Daerah cq Gubernur

Kepala Daerah. Secara tersirat, terbitnya peraturan tersebut sebagai

gambaran semakin berkurangnya hak atas tanah ulayat di bawah

penguasan masyarakat hukum adat dengan alasan tertentu, dan berpindah

menjadi di bawah penguasan Pemerintah Daerah.

b. Kebudayaan

Pemerintah Daerah Kabupaten Rote Ndao menerbitkan Peraturan

Daerah No. 21 tahun 2006 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Usaha

Tenun Ikat. Di dalam Bab II pasal 2 (1) dinyatakan, bahwa maksud dari

pemberdayaan dan perlindungan usaha tenun ikat adalah (a) mendorong

masyarakat agar secara serius menekuni usaha tenun ikat. Kemudian pada

pasal 2 (2) dinyatakan, bahwa pemberdayaan dan perlindungan usaha

tenun ikat adalah (a) melestariakn karya seni yang terkandung di dalam

hasil karya tenun ikat, (b) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup

masyarakat dan (c) mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan

berusaha dan kesempatan kerja.

Sebagaimana diketahui, bahwa masyarakat hukum adat banyak yang

menekuni usaha tenun ikat. Oleh karena itu, keluarnya Perda ini akan

memberikan pemberdayaan dan perlindungan pula terhadap masyarakat

hukum adat, khususnya di bidang ekonomi. Melalui Perda ini diharapkan

taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat hukum adat akan semakin lebih

baik, dan seni budaya mereka (dalam bentuk tenun ikat dengan corak yang

khas) dapat dilestarikan.

63

Page 64: Hukum Adat Lengkap

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Hak atau kliam atas suatu wilayah sudah diatur secara ulayat (tanah

suku, hutan suku) yang batas-batasnya diakui oleh komunitas lain di desa.

Wilayah dikuasai oleh suku dan pemanfaatannya diatur oleh kepala suku

(raja) untuk seluruh warga secara turun temurun. Penentuan batas-batas

wilayah menggunakan simbol/tanda seperti pohon, menyusun batu karang

menyerupai tugu, dan mengunakan batas sungai. Berkenaan dengan

kewilayahan ini, masyaralat hukum adat mengenal tempat-tempat keramat

seperti hutan keramat, hutan larangan, kawasan perburuan binatang dan

kawasan bercocok tanam.

b. Kebudayaan

1). Agama/Kepercayaan

Agama sudah dianut oleh sebagai besar masyarakat, namun

kepercayaan kepada leluhur masih sangat kuat. Misalnya, di Sumba

masih ada masyarakat yang belum memeluk agama samawi. Mereka

masih menganut agama nenek moyang mereka yang disebut ”merapu”.

Kemudian di Kepulauan Raijua, masyarakat menganut kepercayaan

”jinitui”. Masyarakat masih melakukan upacara tradisional seperti

upacara di kebun, sawah, upacara bangun rumah adat, memohon

turunnya hujan, upacara perkawinan adat, kematian dan lain-lain yang

dilaksnakan secara turun temurun yang sangat boros.

2). Sistem organisasi sosial

Terdapat pranata sosial (lembaga adat) yang mengatur urusan

adat istiadat perkawinan, kematian dan lain-lain. Tiap-tiap suku di

dalam suatu kelompok dibebani biaya sesuai kebutuhan yang harus

dipenuhi walaupun dengan cara berhutang. Masyarakat hukum adat

sudah mengenal pimpinan formal, namun pengaruh pimpinan informal

(kepala suku dan tetua-tetua adat) masih sangat kuat.

3). Teknologi

Teknologi yang dimiliki merupakan warisan leluhur, seperti

dalam bercocok tanam, mengolah makanan dan beternak. Mereka

64

Page 65: Hukum Adat Lengkap

sudah mengenal peralatan dari besi (parang, linggis dll) yang dibuat

oleh pandai besi warga desa. Peralatan rumah tangga memanfaatkan

bahan-bahan lokal, seperti piring makan dan sendok nasi terbuat dari

tempurung kelapa. Pengaruh teknologi sudah mulai memasuki desa

dan sebagian masyarakat sudah mulai mengikuti perkembangan

teknologi informasi (TV, HP dsb).

4). Pengetahuan/pendidikan

Sistem pengetahuan diperoleh secara turun termurun dari leluhur

mereka. Pengetahuan tentang kebiasaan baik dan buruk sudah

tertanam/diajarkan sejak kecil (bertutur kata, hormat kepada orang tua,

berdoa, dan tidak melawan orang tua dll). Dalam sistem pengobatan,

masyarakat hukum adat menggunakan ramuan tradisional, dimana

pengetahuan pengobatan ini diperoleh secara turun temurun. Misalnya,

memakan daging tokek untuk penyembuhan sakit asma, dan memakan

daun pucuk jambu batu untuk pengobatan sakit diare.

5). Ekonomi

Sebagian masyarakat dalam perdagangan masih menggunakan

sistem barter. Misal, jagung ditukar dengan ikan dll. Selain berladang

dengan sistem tebas bakar secara berpindah-pindah, masyarakat

mengembangkan kerajinan rakyat seperti tenun dan anyaman.

Sebagian masyarkat posisinya dalam berdagang sebagai penerima

harga, bukan sebagai penentu harga. Informasi tentang harga hasil

pertanian, tenun, anyaman atau nelayan tidak diketahui oleh warga

masyarakat. Harga barang dalam transaksi jual beli sepenuhnya diatur

oleh pembeli.

6). Bahasa /Komunikasi

Bahasa daerah digunakan sejak lahir sampai usia sekolah. Bahasa

daerah menjadi alat komunikasi utama dalam berinteraksi antar

mereka. Saat sekolah anak-anak diajarkan bahasa Indonesia. Dan

sebagian dari masyarakat hukum adat sudah bisa berbahasa Indonesia

ketika berkomunikasi dengan orang luar. Kemudian dalam

menyampaikan berita duka, masyarakat hukum adat menggunakan

65

Page 66: Hukum Adat Lengkap

giring-giring yang diikatkan pada leher kuda; dan memukul kentongan

sebagai isyarat panggilan guna mengikuti pertemuan.

7). Kesenian

Banyak kesenian tradisional yang diatur oleh masyarakat desa

secara turun temurun. Jenis-jenis seni budaya tradisional seperti gong,

ikusai, tebe, seruling bambu, tarian dan lagu tradisonal, permaian

rakyat seperti gasing dan lain-lain. Seni budaya tradisioonal tersebut

dipentaskan pada hari besar menurut hitungan adat atau kepercayaan

yang mereka anut. Namun demikian, generasi muda sudah banyak

yang tidak menguasai seni budaya tradisonal tersebut, sehingga

merupakan ancaman serius dalam pelestariannya.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum Terhadap KAT

a. Implementasi

Meskipun secara yuridis belum ada pengakuan terhadap

masyarakat hukum adat, tetapi secara informal Pemerintah Daerah masih

mengakui eksistensi masyarakat hukum adat. Pengakuan ini antara lain

dengan dilakukannya pengukuan kepala suku oleh pemerintah dengan

menggunakan istilah ”mane leo”. Namun demikian hak mereka atas

tanah ulayat semakin berkurang karena beralih menjadi dibawah

penguasan pemerintah.

b. Kendala

Untuk memperoleh pengakuan hukum dalam rangka peningkatan

keberdayan, masyarakat hukum adat masih dihadapkan oleh berbagai

kendala, yaitu :

1). Belum ada aturan yang jelas yang mengatur secara yuridis tentang

masyarakat hukum adat.

2). Masih adanya sikap dari masyarakat hukum adat yang tidak mau

menerima perubahan yang berasal dari luar.

66

Page 67: Hukum Adat Lengkap

3). Perbedaan status sosial, kedudukan di dalam masyarakat hukum adat

itu sendiri, dimana masih adanya kelas-kelas sosial dalam

masyarakat atau kasta.

4). Terbatasnya sarana informasi yang dapat diakses oleh masyarakat

hukum adat.

5). Ada pihak-pihak luar yang dengan sengaja memprovokasi msyarakat

hukum adat untuk menentang kebijakan pemerintah, demi

kepentingan pihak luar tersebut.

6). Pada umumnya masyarakat hukum adat tinggal di kawasan yang

secara geografis sulit dijangkau.

7). Pemerintah Daerah masih melihat masyarakat hukum adat sebagai

obyek.

4. Harapan

Untuk memperoleh pengakuan hukum dan peningkatan keberdayaan

masyarakat hukum adat, maka diharapkan :

a. Adanya aturan hukum yang jelas, yang mengatur eksistensi masyarakat

hukum adat dengan segala hak-haknya, seperti hak ekonomi, sosial,

politik, hukum dan sipil serta kelestarian sumber daya alam.

b. Adanya pola pembinaan/pemberdayaan masyarakat hukum adat yang

sistematis dan terukur.

M. PROVINSI PAPUA

1. Hukum Tertulis

a. Kewilayahan

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus

bagi Provinsi Papua (selanjutnya disebut otonomi khusus Papua) sarat

dengan pengaturan mengenai hak-hak masyarakat hukum adat. Pada

bagian Penjelasan Umum ditegaskan, bahwa : ”... pengakuan terhadap

eksistensi hak ulayat, adat, masyarakat hukum adat dan hukum adat.”

b. Kebudayaan

Undang-Undang Otonomi Khusus Papua menegaskan keberadaan

masyarakat hukum adat, dan hak-haknya atas sumber daya alam tidak

67

Page 68: Hukum Adat Lengkap

terlepas dari dasar-dasar hukum yang mendasari. Undang-undang ini

mengatur keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak atas sumber

daya alam, sebagai berikut :

1). Pengakuan keterwakilan masyarakat hukum adat dalam proses

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.

Pengakuan ini dinyatakan dengan menjadikan wakil-wakil

masyarakat hukum adat sebagai salah satu unsur dalam Majelis

Rakyat Papua (MRP). Selain itu juga wakil dari kelompok agama

dan perempuan. Jumlah wakil adat di MRP seluruhnya 1/3 dari

jumlah MRP atau 14 orang. Urgensi keterwakilan masyarakat

hukum adat di dalam MPR adalah :

a). Melalui MRP masyarakat hukum adat dapat melindungi hak-

haknya dari tindakan pelanggaran dan pengabaian oleh

pemerintah dan pemerintah daerah.

b). MRP dapat menyalurkan aspirasi masyarakat hukum adat dan

memfasilitasi penyelesaian masalah yang terjadi pada

masyarakat hukum adat.

2). Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat, yaitu hak

atas tanah dan hak atas kekayaan intelektual, sebagaimana diatur

pada pasal 43 dan pasal 44.

Hak atas tanah meliputi hak bersama atau hak ulayat dan hak

perorangan (penjelasan pasal 43 ayat (2)). Namun pengakuan

terhadap hak ulayat disertai dengan catatan-catatan, yaitu :

a). Subjek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat bukan

penguasa adat

b). Penguasa adat hanya bertindak sebagai pelaksana dalam

mengelola hak ulayat.

3). Pengakuan terhadap peradilan adat (pasal 51) Undang-Undang

Otonomi Khusus Papua meletakkan peradilan adat sebagai

peradilan perdamaian yang tidak boleh menjatuhkan hukuman

pidana, penjara atau kurungan. Pengakuan peradilan adat

diharapkan dapat mengurangi korban peradilan negara dalam

menyelesaikan sengketa perdata atau perkara pidana yang

melibatkan warga masyarakat hukum adat

68

Page 69: Hukum Adat Lengkap

4). Dalam pasal 64 ayat (1) menegaskan. bahwa Undang-Undang juga

mewajibkan pemerintah Provinsi Papua untuk menghormati hak-

hak masyarakat hukum adat dalam melakukan pengelolaan

lingkungan hidup. Program inventarisasi, pengukuran dan

pemetaan tanah-tanah ulayat di Provinsi Papua akan dilakukan oleh

pemerintah Kabupaten/ Kota dengan menggunakan dana dari

APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota.

Dalam pasal 6 Undang-Undang Otonomi Khusus, mengatur mengenai

bidang sosial :

1). Pemerintah provinsi memberikan perhatian dan penanganan khusus

bagi pengembangan suku-suku yang terisolasi, terpencil dan

terabaikan di Provinsi Papua.

2). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut

dengan Perdasus.

Berkaitan dengan ekonomi, Pemerintah Kabupaten Jayapura

mengeluarkan Peraturan daerah Kabupaten Jayapura Nomor 3 Tahun

2000 tentang Pelestarian kawasan Hutan Sagu. Peraturan Daerah ini

dikeluarkan sebagai upaya untuk melindungi kawasan hutan sagu

sebagai cadangan bahanmakanan lokal, yang cendeung semakin

berkurang dari tahun ke tahun. Bab IV tentang Pemanfaatan dan

Pengelolaan pada pasal 8 (2) menegaskan bahwa ”kegiatan

pengembangan kawasan hutan dilakukan bersama masyarakat setempat”.

Kemudian pada bab VII tentang Larangan pada pasal 14 (2) menegaskan

bahwa larangan penjualan dan atau pelepasan tanah pada kawasan hutan

sagu, baik hak miliki perrorangan maupun milik bersama atau hak

ulayat. Apabila Peraturandaerah (Perda) ini dapat berjalan efektif, maka

Masyarakat hukum adat di Papua tidak akan pernah menghadapi

kekurangan cadangan bahan makanan sepanjang tahun.

Selanjutnya berkaitan dengan pengaturan wilayah masyarakat

hukum adat, saat ini dibuat Rancangan Perda Khusus Hak-hak

Masyarakat hukum adat. Rancangan ini disiapkan sebagai respon

terhadap peraturan yang telah ada karena dinilai :

69

Page 70: Hukum Adat Lengkap

1). Belum terdapat ketentuan-ketentuan yang dapat menyelesaikan

persoalan-persoalan kongkrit untuk membedakan antara hak ulayat

dengan hak perorangan, apakah hak ulayat meliputi tanah, hutan

dan perairan

2). Rancangan Perdasus tanah layat dilihat masih harus mengacu pada

peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi namun

wilayah pelestariannya dibayangkan tidak hanya di luar kawasan

hutan, tetapi juga di dalam kawasan hutan.

3). Pengakuan hak masyarakat hukum adat dalam pengelolaan SDA

setiap sektor sebaiknya dilandasi oleh Perdasus yang mengakui

hak-hak masyarakat hukum adat

4). Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) sudah membuat

pokok-pokok pikiran sebagai bahan untuk menyusun Perdasus

mengenai suku-suku terasing, Perdasus ini akan menjadi Peraturan

Pelaksanaan dari pasal 66 Undang-undang Otonomi Khusus.

Kemudian Pemerintah Daerah Provinsi juga telah menyiapkan

Rancangan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua tentang

Penanganan Khusus terhadap Suku-Suku Terasing, Terpencil dan

Terabaikan di Provinsi Papua. Rancangan yang telah disiapkan sejak

tahun 2002 ini sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah betapa

pentingnya pembangunan sosial yang khas di Provinsi Papau.

Terutamam bagi suku-suku terisolir, terpencil dan terabaikan.

Pada Bab II diatur hak-hak masyarakat suku terabaikan, yaitu hak

menikmati semua bentuk pelayanan pembangunan yang meliputi

pendidikan, kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, perbaikan

perkampungan, sandang, pangan dan informasi pembangunan; dan hak

atas pembinaan secara berkesinambungan dalam segala aspek

kehidupan.

Kemudian pada bab III diatur penanganan dan pembinaan suku

terbaikan, dimana pasal 3 dan psal 4 mengatur kewajiban Pemerintah

Daerah untuk melakukan studi sosial guna memperoleh data populasi

dan pesebaran suku-suku terabaikan, menyusun prorgam dan model

penanganan, pemberian bantuan, tidak memberikan tekanan yang

70

Page 71: Hukum Adat Lengkap

memaksa yang menyebabkan suku-suku terabaikan kehilangan harga

diri, dan pelibatan kelompok masyarakat dalam pembangunan.

Selanjutnya pada bab IV diatur pemberdayaan kelompok suku

terabaikan, dimana pada pasal 5 dan pasal 6 mengatur tanggung jawab

Pemerintah Daerah dalam penyiapan program pemberdayaan, kebijakan

khusus, menyediakan forum peran serta masyarakat, pola pendampingan,

dan kemitraan dalam pemberdayaan.

Selanjutnya sebagai bentuk komitmen Pemerintah Provinsi Papua

terhadap Komunitas Adat Terpencil, sebagai bagian dari suku-suku

terisolir, terpencil dan terabaikan sebagaimana diatur di dalam

Rancangan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua tentang

Penanganan Khusus terhadap Suku-Suku Terasing, Terpencil dan

Terabaikan di Provinsi Papua tahun 2002, telah sejak tahun 2003 telah

disiapkan rancangan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua tentang

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

Pada bab III pasal 5 pada rancangan peraturan tersebut mengatur

peranan pemerintah, dalam hal kebijakan teknis, pemberian kewenangan

kepada Dinas Kesejahteraan Sosial sebagai unit teknis yang melakukan

kegiatan pemberdayaan, koordinasi fungsional antara pemerintah

provinsi dan kabupaten, studi sosial bersama perguruan tinggi dan

standar pelayanan sesuai dengan kebijakan Menteri Sosial.

Khusus berkaitan dengan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

(KAT), Badan Perncana dan Pengendali Pembangunan Daerah (BP3D)

memfasilitasi pertemuan 4 instansi yang menangani pemukiman KAT,

yaitu :

1). Dinas Kesejahteraan Sosial, Badan Pembangunan Masyarakat Desa

(BPMD), Dinas Kependudukan dan Transmigrasi, serta Dinas

Pekerjaan Umum. Kesepakatan itu adalah pembagian kerja antara

Dinas Kesejahteraan Sosial dengan BPMD dalam hal penanganan

masyarakat terisolir atau KAT.

2). Pembagian kerja :

a). Dinas Kesejahteraan Sosial bertugas mengumpulkan

masyarakat menjadi komunitas yang relatif menetap termasuk

di dalamnya menyediakan perumahan

71

Page 72: Hukum Adat Lengkap

b). Setelah itu, BPMD tersebut masuk untuk memfasilitasi

pembentukkan pemerintah kampung

c). Pemerintah Provinsi Papua sudah mulai menganggarkan dana

untuk masyarakat terasing yang dikelola oleh BPMD.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Wilayah kekuasaan adat untuk masyarakat Biak berjejeran dari

petak laut atau dalam bahasa setempat ”swan fior” sampai ke hutan

belantara atau ”kannggu”. Dalam suatu wilayah (bar) terdapat sejumlah

kampung.

b. Kebudayaan

Dalam mengatur tatanan kehidupan, masyarakat hukum adat di

Kabupaten Biak mempunyai pranata-pranata adat yang berfungsi

mengendalikan pola relasi adat di antara masyarakat dan dengan alam.

Masyarakat hukum adat mempunyai institusi adat yang merupakan

institusi tertinggi, dengan kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar. Ia

mengatur aktifitas dan pergaulan hidup antar warga Masyarakat hukum

adat, maupun antara warga masyarakat hukum adat dengan pihak luar.

Masyarakat hukum adat ini memiliki kepala institusi adat (kepala suku)

dengan struktur yang sudah jelas.

Sistem kepemimpinan adat Biak diperoleh karena diwariskan dan

juga pengakuan terhadap jasa dan keberanian seseorang atau menurut

Mansoban (kepemimpinan campuran). Seorang ayah memiliki gelar

korano dapat mewariskan gelar itu kepada anak yang ditakini bisa

meneruskan kepemimpinannya. Warga Masyarakat hukum adat yang

mengabdi dengan sungguh-sungguh dan berjasa bagi ksejahteraan

masyarakat hukum adat, dipilih secara demokratis menjadi pimpinan

dalam wilayah adatnya. Kekuasaan dalam adat Biak bisa dijalankan oleh

Mambri, Mananwir, Manpakpok, Benana, Manswabye dan

Mansasonanem.

Mambri, adalah pengakuan atas kepahlawanan seorang tokoh karena

keberanian, kejujuran, kemampuannya dalam melakukan perkara-

perkara berr. Misal, menjelajah daerah yang paling jauh, atau

72

Page 73: Hukum Adat Lengkap

kehebatannya dalam perang. Mananwir, adalah pemimpin marga atau

keret yang diwariskan atau bergantian kepada keluarga yang lebih

dahulu menempati atau memiliki wilayah adat tertentu. Manpakpok,

adalah seseorang yang jago berkelahi, tukang pukul. Benana, adalah

orang yang memiliki banyak harta benda (kaya). Manswabye, adalah

seseorang yang pandapi berbicara atau berdiplomasi. Mansasonanem,

adalah seorang pemanah yang handal. Dari sistem kepemimpinan

tersebut, saat ini yang menonjol adalah sistem kepemimpinan Mananwir

sebagai pemerintahan adat.

Institusi adat di Kabupaten Biak saat ini dikenal dengan nama

”Dewan Adat Byak (DAB)”, yang lahir atas aspirasi dan dorongan

masyarakat hukum adat Byak. Proses lahirnya DAB dimuali dari

kesadaran beberapa tokoh adat (mananwir) bahwa Masyarakat hukum

adat Biak pada kondisi terpuruk dalam berbagai aspek kehidupan, yaitu

pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya dan politik. Dengan

demikian lahirnya DAB sebagai media untuk memperjuangkan atau

mengkonsultasikan Masyarakat hukum adat untuk bangkit dari

keterpurukan.

3. Implementasi dan Kendala Pengakuan

b. Implementasi

Meskipun telah ada perundang-undangan yang melindungi

eksistensi masyarakat hukum adat, lembaga adat dan adat istiadat di Biak

(Papua), pada implementasi belum optimal. Hal ini yang mendorong,

salah satunya kelahiran Dewan Adat Byak (DAB) untuk

memperjuangkan hak-hak mereka dan bangkit dari keterpurukan dalam

semua apsek kehidupan.

c. Kendala

Implementasi pengakuan hukum terhadap Masyarakat hukum adat

belum efektif. Masih ada kendala yang berasal dari masyarakat sendiri,

masyarakat luar maupun pemritnah, yaitu :

1). Peran dan eksistensi lembaga belum banyak dipahami oleh orang

luar dan bahkan bagi masyarakat hukum adat.

73

Page 74: Hukum Adat Lengkap

2). Domain kebijakan sampai saat ini masih dikendalikan oleh

pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumber daya alam.

5. Harapan

Dalam kerangka penguatan dan pemberdayaan Masyarakat hukum adat,

maka peranan dan aktivitas Lembaga Adat perlu ditingkatkan, yaitu :

a. Lembaga Adat tidak hanya mengatur masalah adat – budaya saja, tetapi

juga mengatur masalah sosial, ekonomi dan hak-hak dasar masyarakat

hukum adat dalam pembangunan.

b. Lembaga Adat memiliki peranan untuk mengontrol lebijakan pemerintah

daerah, terutama berkenaan dengan pengelolalan sumber daya alam, lam

diperkuat, diberdayakan dan difasilitasi untuk meningkatkan apresiasi

bersama terhadap nilai-nilai adat, komitmen dan berpihak kepada

masyarakat secara profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya.

74

Page 75: Hukum Adat Lengkap

BAB IV

DIMENSI YURIDIS DAN EMPIRIS MASYARAKAT HUKUM ADAT

A. DIMENSI YURIDIS MASYARAKAT HUKUM ADAT

Negara Republik Indonesia dengan jelas dan tegas mengakui eksistensi

masyarakat hukum adat di Indonesia. Di dalam UUD 1945 Perubahan Kedua,

Pasal 18 B ayat (2) menyatakan : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat hukum adapt beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip-prinsip

Negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undag-undang”.

Kemudian di dalam Pasal 28 I ayat (3) Perubahan Kedua menyatakan :”identitas

budaya dan hak masyarakat tradisonal dihormati selaras dengan perkembangan

zaman dan peradaban “.

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia menyatakan :” dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan

dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi

oleh hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan

perkembangan zaman”. Kemudian ayat (2) menyatakan :” identitas budaya

masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum adat,

termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dngan perkembangan zaman”.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

pada padal 3 menyatakan : “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan pada pasl 1

dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat

hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa

sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas

persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan lain yang lebih tinggi”. Kemudian pada Peratruan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 1999 tentang

Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Adat, pada Bab I pasal 1

dijelaskan bahwa masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat

oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hokum

75

Page 76: Hukum Adat Lengkap

karena kesamaan tempat tinggal ataupun dasar keturunan. Dan tanah ulayat adalah

bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum

adat tertentu.

Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 pasal 43

tentang Provinsi Papua menegaskan pemberian perlindungan hak-hak masyarkaat

hukum adat, termasuk hak atas tanah yang dimiliki masyarakat hukum adat secara

bersama-sama maupun hak perorangan pada warga masyarakat hukum adat

bersangkutan.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut di atas, bahwa masyarakat hukum

adat menjadi bagian dari warga bangsa Indonesia yang kebutuhan, hak-hak atas

tanah dan hak-hak lainnya, identitas budaya dan hak-hak tradisionalnya harus

diperhatikan dan dilindungi oleh Negara dan Pemerintah. Hal ini menunjukkan,

bahwa Negara dan Pemerintah memiliki komitmen yang besar, bahwa masyarakat

hukum adat tidak boleh tertinggal dan tidak dapat berpartisipasi dalam proses

pembangunan. Sebagaiaman dikemukakan oleh Mulyana (2006), pemerintah

Pusat mewakili Negara harus :

1. Mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat.

2. Menghormati identitas budaya dan hak masyarakat hukum adat.

3. Memberikan kesempatan kepada masyarakat hukum adat untuk

mengaktualisasikan hak ulayat sepanjang masih ada dan sesuai dengan

kepentingan nasional.

4. Melakukan pembinaan dan pemberdayaan kepada masyarakat hukum adat

dalam pengelolaan kehutanan, agar hutan ulayat dapat lestari dan

menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat hukum adat.

5. Menetapkan kriteria masyarakat hukum adat.

6. Menetapkan pedoman kompensasi untuk masyarakat hukum adat yang

kehilangan akses terhadap hutan akibat penerapan kawasan hutan tertentu,

termasuk hilangnya akses untuk membuka hutan ulayat.

Perundang-undangan yang secara khusus menjelaskan pembinaan

kesejahteraan sosial terhadap Komunitas Adat Terpencil, adalah Keputusan

Presiden RI Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial

Komunitas Adat Terpencil. Keputusan Presiden RI tersebut intinya memberikan

kewenangan kepada Departemen Sosial RI untuk menyelenggarakan program

pembinaan kesejahteraan sosial bagi Komunitas Adat Terpencil. Berdasarkan

76

Page 77: Hukum Adat Lengkap

Keputusan Presien RI tersebut Departemen Sosial RI mengembangkan program

pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang secara teknis dilaksanakan

oleh instansi sosial di daerah melalui dana dekonsentrasi (sebagai catatan :

sebenarnya program pemberdayaan KAT sduah dimulai sejak awal tahun 70-an

yang pada waktu itu menggunakan istilah Masyarakat Suku-Suku Terasing).

Meskipun program pemberdayaan KAT tersebut sudah lebih tiga dasa warga

diselenggarakan oleh pemerintah Pusat melalui dukungan dana APBN, sebagian

besar Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten menunjukkan dukungan yang

optimal. Bahkan sebagian Daerah (instansi sosial di Daerah) belum memiliki

struktur organisasi, program dan anggaran yang secara khusus berhubungan

dengan pemberdayaan KAT.

Kurangnya kosistensi antara komitmen Pusat dengan Daerah (Provinsi dan

Kabupaten) dapat dicermati dari belum tersedianya Peraturan Daerah Provinsi

maupun Kabupaten yang mengatur pemberdayaan dan perlindungan masyarakat

hukum adat (termasuk KAT). Baru sebagian kecil Pemerintah Provinsi dan

Kabupten yang sudah menerbitkan Peraturan Daerah atau Keputusun Gubernur

dan Bupati. Dari Peraturan Daerah yang ada, pada umumnya memusatkan

perhatian atau pengatur persoalan yang berkaitan dengan kewilayahan (hak tanah

ulayat) dan sistem organisasi sosial (lembaga adat dan struktur organisasi

pengelola lembaga adat). Sedangkan persoalan yang berkaitan dengan

perlindungan hak-hak untuk akses terhadap pelayanan sosial dasar belum diatur di

dalam Peraturan Daerah tersebut.

Oleh karena belum ada payung hukum di tingkat Daerah, maka

penghormatan, penghargaan, atas perlindungan eksistensi dan hak-hak masyarakat

hukum adat serta program-program pemberdayaan bagi mereka belum dapat

dilaksanakan. Hal ini menggambarkan, bahwa para admainistrator pembangunan

di Daerah cenderung mengalami bias pemikiran, bahwa pembangunan sosial

(khususnya pemberdayaan masyarakat hukum adat), tidak memberikan umpan

balik dan keuntungan secara ekonomis; dan oleh karena itu belum perlu

ditempatkan sebagai program prioritas.

Padahal, masyarakat hukum adat adalah warga bangsa sebagaimana warga

bangsa pada umumnya. Oleh karena itu mereka harus diposisikan sebagai potensi

dan sumber daya pembangunan. Maka dari itu, sudah selayaknya Pemerintah

Daerah Provinsi dan Kabupaten melaksanakan fungsi dalam kerangka

77

Page 78: Hukum Adat Lengkap

menghormati, menghargai dan melindungi masyarakat hukum adat. Menurut

Mulyana (2006), ada sejumlah fungsi dan tugas yang harus dilaksanakan oleh

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten, yaitu :

1. Melindungi masyarakat termasuk masyarakat hukum adat.

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

3. Melestarikan nilai sosial budaya.

4. Menetapkan kriteria kesatuan masyarakat hukum adat dan kriteria teknis hak

ulayat.

5. Menerbitkan Perda yang mengatur perlindungan terhadap masyarakat hukum

adat, hak ulayat, mekanisme dan prosedur penetapan hak ulayat, serta

pembinan masyarakat hukum adat.

6. Menyelenggarakan pembinaan terhadap masyarakat hukum adat, khususnya

menyangkut pembinaan fungsi sosial hak ulayat dan pelestarian adat budaya

daerah, serta pengembangan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam

budaya lokal.

Pemikiran Mulyana (2006) tersebut apabila dapat diimplemetntasikan oleh

Pemerintah Daerah tentu akan mengangkat harkat dan martabat masyarakat

hukum adat sejajar dengan warga masyarakat pada umumnya. Namun kenyataan

yang terjadi, bahwa sampai saat ini Pemerintah Daerah masih cukup sulit untuk

merealisasikan butir-butir tersebut. Padahal pihak pemeritnah pusat melalui

Departemen Dalam Negeri telah mendorong Pemerintah Derah untuk memberikan

kritik dan saran perbaikan apabila Peraturan dan Perundang-undangan (Undang-

undang Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Presiden) tidak sesuai dengan

kondisi riil di lapangan.

B. DIMENSI EMPIRIS MASYARAKAT HUKUM ADAT

Secara empiris hamper setiap daerah (provinsi dan kabupaten) di Indonesia,

dapat ditemukan masyarakat hukum adat. Mereka dicirikan dengan sekelompok

orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu

persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun dasar keturunan.

Secara empiris mereka mendiami daerah yang secara geografis terpencil dan sulit

dijangkau, tidak terjangkau oleh pelayanan sosial dasar, dan sumber

penghidupannya sangat bergantung pada alam.

78

Page 79: Hukum Adat Lengkap

Mereka hidup dalam berbagai keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan

sosial dasar, seperti sandang, pangan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.

Mereka mengkonsumsi makanan jauh dari strandar gizi yang diajurkan, memakai

pakaian yang tidak pantas, menempati rumah yang tidak layak huni, kesehatan

yang memburuk dan tidak bisa berpartisipasi dalam pendidikan. Oleh karena

keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan sosial dasar tersebut, maka mereka

mengalami hambatan untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya atau angka

kematian pada mereka relative cukup tinggi (lihat Manurung, 2006).

Dalam kondisi yang senantiasa diliputi keterbatasan tersebut, masyarakat

hukum adat dihadapkan dengan berbagai permasalahan, seperti semakin

berkurangnya ruang gerak mereka disebabkan menyempitnya tanah ulayat yang

pindah ke tangan inverstor. Di Provinsi Riau maupun di Provinsi Sumatera Utara,

masyarakat hukum adat banyak kehilangan tanah ulayatnya karena diolah oleh

PTP untuk perkebunan karet dan kelapa sawit. Kemudian sebagian hutan tempat

tinggal masyarakat hukum adat berubah fungsi menjadi hutan lindung, dimana

dengan penetapan sebagai hutan lindung berarti siapapun dilarang untuk

memasuki hutan tersebut. Masyarakat hukum adat rentan menjadi korban

eksploitasi dan atau perdagangan manusia untuk kepentingan pengusaha hutan.

Pengusaha hutan memanfaatkan kebodohan mereka untuk kepentingannya seperti

dalam penebangan liar (illegal loging).

Kondisi tersebut ditambah lagi dengan semakin kuatnya pengaruh dari luar

yang merusak nilai-nilai dan kearifan lokal yang selama ini dipelihara secara turun

temurun. Lemahnya peraturan pemerintah yang mengatur eksistensi dan hak-hak

masyarakat hukum adat, menyebabkan aturan-aturan adat tidak dihormati dan

dihargai oleh orang-orang dari luar.

Meskipun masyarakat hukum adat dihadapkan dengan berbagai

keterbatasan dan permasalahn, tetapi mereka sangat kurang disentuh oleh

program-program pemerintah. Alasannya karena mereka mendiami lokasi yang

secara geografis terpencil dan sangat sulit dijangkau, seperti di pedalaman, rawa-

rawa, pegugungan dan perbatasan antar Negara, dan di perairan. Selain itu,

sebagian masyarakat hokum adat masih memiliki pola hidup berpinah-pindah dari

satu tempat ke tempat lain yang jaraknya cukup jauh (nomaden). Oleh karena

tidak terjangkau program pemerintah, maka sebagian dari mereka yang mendiami

79

Page 80: Hukum Adat Lengkap

kawasan perbatasan antar Negara, seperti masyarakat hokum adat di Kalimantan

Timur, Kalimantan Barat, NTT, Papua dan Kepri; menjadi pelintas batas antar

Negara yang tuannya semata-mata untuk kelangsungan hidup. Terjadinya pelintas

batas antar Negara ini tentu akan menimbulkan persoalan hubungan antar Negara.

Dari sisi kemanusiaan, kondisi yang dihadapi oleh masyarakat hukum adat

yang tersebar di 30 Provinsi di Indonesia, benar-benar sangat memprihatinkan.

Mereka sangat membutuhkan dukungan, perlindungan dan pemberdayaan dari

pemeritnah untuk dapat meningkatkan harkat dan martabatnya. Sebagai warga

bangsa, mereka merindukan hak-haknya atas hidup, kesejahteraan dan hak ulayat

atas tanah (lihat LAM Jambi, 2005).

Berdasarkan kondisi faktual masyarakat hukum adat, maka kebijakan dan

program kesejahteraan sosial bagi mereka merupakan suatu keharusan, sebagai

wujud tanggung jawab Negara dan Pemerintah. Mereka adalah warga Negara

(sebagaimana warga Negara Indonesia pada umumnya) yang memiliki hak untuk

hidup sejahtera dan berpartisipasi dalam pembangunan.

BAB V

80

Page 81: Hukum Adat Lengkap

PENUTUP

Negara dan Pemerintah mengakui dan menghargai eksistensi masyarakat hukum

adat di Indonesia. Pengakuan dan penghargaan dari Negara dan Pemerintah tersebut

dapat dicermati dari produk yuridis yang menjadi payung hukum program

perlindungan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat, baik oleh instansi

Pemerintah sektoral maupun oleh organisasi sosial/LSM dan dunia usaha. Dari pihak

masyarakat, perhatian terhadap masyarakat hukum adat terlihat dari berbagai upaya

yang dilakukan oleh organisasi sosial/LSM dalam memperjuangkan hak-hak dasar

masyarakat hukum adat, antara lain hak atas tanah ulayat, pendidikan, kesehatan dan

kesejahteraan.

Pengakuan dan penghargaan terhadap masyarakat hukum adat tersebut

menunjukkan adanya kesadaran, bahwa masih ada masyarakat Indonesia yang

menjalani kehidupan yang khas, sarat dengan nilai-nilai, norma dan adat istiadat yang

positif, tetapi dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Meskipun demikian, pada

era transformasi sosial budaya yang cepat dewasa ini, mereka masih mampu

mempertahankan keserasian hubungan dengan sesama manusia, alam dan

penciptanya. Semua itu adalah bentuk kebudayaan menjadi modal sosial (social

capital) dalam pembangunan nasional apabila dapat diberdayakan secara optimal.

Sehubungan dengan itu, maka diperlukan kebijakan dan instrumen yang mampu

melindungi dan memberdayakan masyarakat hukum adat tanpa mencabut mereka dari

akar sosial budaya aslinya. Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa

secara yuridis Negara dan Pemerintah telah menerbitkan peraturan perundang-

undangan yang secara langsung berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayan

masyarakat hukum adat. Namun demikian, kehendak Negara dan Pemerintah tersebut

belum diikuti oleh Pemerintah Provisni maupun Kabupaten. Sebagian besar

Pemerintah Provinsi maupun Kabupten hingga saat ini belum memiliki Peraturan

Daerah (Perda) atau Peraturan Gubernur/Bupati yang berkenaan dengan perlindungan

dan pemberdayaan masyarakat hukum adat. Implikasi dari belum tersedianya

peraturan perundang-undangan daerah tersebut, maka di lapangan masih seringkali

terjadi permasalahan antara Pemerintah dengan masyarakat hukum adat yang

berlarut-larut.

81

Page 82: Hukum Adat Lengkap

Semua pihak tentu tidak menghendaki terjadinya konflik sosial yang bercorak

kekerasan, disebabkan adanya perlakuan tidak adil dari pihak luar atas hak-hak atas

tanah ulayat yang sudah dikuasai masyarakat hukum adat secara turun temurun. Maka

dari itu, apabila terjadi pengalihan hak atas tanah ulayat kepada dunia usaha,

seharusnya tetap memberikan kentungan kepada masyarakat hukum adat tersebut.

Terkait dengan itu, sebagai bagian dari upaya perlindungan hak asasi manusia,

Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten perlu menerbitkan peraturan perundang-

undangan tentang perlindungan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat. Peraturan

perundang-undagan dimaksud tentu berpihak kepada kepentingan, harkat dan

martabat masyarakat hukum adat sebagai warga Negara. Potensi yang belum banyak

dipahami oleh orang luar, bahwa masyarakat hukum adat memiliki sistem kebudayaan

yang khas, yang merupakan keragaman potensi dan sumber daya dalam

pembangunan nasional.

82

Page 83: Hukum Adat Lengkap

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Rizal (dkk), 2005, Tanah Ulayat dan Keberadaan Masyarakat Adat,

Pekanbaru : LPNU Press.

Bahar, Syafroedin, 2006, “Upaya Perlindungan terhadap Eksistensi Hak-hak

Tradisional Masyarakat Adat dalam Perspektif Hakj Asasi

Manusia”, dalam Suwarto (dkk), mengangkat Keberadan Hak-

hak Tradisonal : Masyarakat Adat Rumpun Melayu Se-

Sumatera. Pekanbaru : Unri Press.

Dahrendorf, Ral., 1986, Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat Industri: Sebuah

analisa kritik. Jakarta: CV.Rajawali

Dharmayua, Made. Suathawa, 2001, Desa Adat : Kesatuan Masyarakat Hukum Adat

di Propinsi Bali, Bali : Upada Sastra.

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, 2003,Atlas Nasional

Persebaran Komunitas Adat Terpencil. Jakarta: Ditjen

Pemberdayaan Sosial Depsos RI.

Hamid, Abu, 2006, Kebudayaan Bugis, Makassar : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Provinsi Sulawesi Selatan.

LAM Jambi, 2005, “Fakta dan Pengalaman Lembaga Adat Propinsi Jambi dalam

Memperjuangkan Hak Tanah Ulayat Masyarkat Adat Jambi”,

dalam Rizal Akbar (dkk), Tanah Ulayat dan Keberadaan

Masyarakat Adat, Pekanbaru : LPNU Press.

Little, Daniel, 1991 Varieties Social Explanation: An Introducion to the Philosophy

of Social Science. San Francisco: Westview Press

Manurung, Butet, 2006. Sokola Rimba : Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba,

Yogyakarta : INSIST Press.

Mulyana, Agung, 2006, “Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat dalam Rangka

Pembinaan Persatuan dan Kesatuan Bangsa”, makalah

disampaikan pada Musyawarah lembaga adapt Rumpun

Melayu se-Sumatera tanggal 14-17 April 200, di Riau.

83

Page 84: Hukum Adat Lengkap

M. Yunus Melalatoa, 1995 Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia. Jilid A-Z.

Jakarta: Terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Parsons, Talcott, 1951The Social System: The Major Exposition of the Author &

Conceptual Schema or the Analysis of Dynamics of the Social

System. Canada: Collier Macmillan, Ltd.

Parsudi Suparlan (Penyunting), 1993, Pembangunan yang Terpadu dan

Berkesinambungan: Keterpaduan Pemanfaatan Sumber-

Sumber dan Potensi Masyarakat Untuk Peningkatan Dan

Pengembangan Pembangunan Masyarakat Pedesaan Yang

Berkesinambungan. Jakarta: Terbitan Balitbangsos Depsos RI

Radcliffe-Brown, 1980, Struktur dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif. Malaysia

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementerian

Pelajaran.

Rostow, W.W. 1962 The Process of Economic Growth. New York: W.W. Norton

and Company Inc.

Simarmata ,Rikarda, 2006, Pengakuan Hukum Terhadap Masyarakat Adat Di

Indonesia. Regional Initiative on Indigenous Peoples Rights

and Development (RIPP) UNDP Redional Center in Bangkok.

Suwardi (dkk), 2006, Pemetaan Adat Masyarakat Melayu Riau Kabupten/Kota se-

Provinsi Riau, Pekanbaru : Unri Press.

Suwarto (dkk), 2006, Mengangkat Keberadaan Hak-hak Tradisional Masyarakat

Adat Rumpun Melayu Se-Sumatera, Pekanbaru : Unri Press.

Widjaja , A.W. (Ed.) 1986 Manusia Indonesia: Individu, Keluarga dan

Masyarakat. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo C.V

Wallerstein, Immanuel, 1997 Lintas Batas Ilmu Sosial. Yogyakarta: Terbitan LKis

84