tugas hukum 2

42
[TUGAS 2 HUKUM DAN ADMINISTRASI ] April 4, 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya dari setiap pemerintah daerah untuk menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing Pemerintah Daerah yang ada di Indonesia diberi oleh Negara kekuasaaan masing-masing daerah untuk mengatur pembangunan daerah mereka masingmasing. Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan, apabila administrasi pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu. Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Dewasa ini jenis dan prosedur perizinan di Indonesia masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri, sehingga sering merupakan hambatan bagi kegiatan dunia usaha. Indonesia termasuk tipe negara hukum yang baru dan dinamis, disebut dengan konsep negara welfare state. Di dalam negara modern welfare state ini tugas pemerintah bukan lagi sebagai penjaga malam dan tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat sehingga kesejahteraan bagi semua orang tetap terjamin (SF. Marbun, Moh. Mahlud, 2000). Oleh sebab itu tugas pemerintah diperluas menyangkut berbagai aspek dengan maksud menjamin kepentingan umum. Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan. Perizinan merupakan instrumen kebijaksanaan lingkungan yang paling penting (Tjienk Willink, Zwolle, 1978, hlm Page 1

Upload: ihsani-merdekawati

Post on 01-Jul-2015

347 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

[ ]April 4, 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan salah satu upaya dari setiap pemerintah daerah untuk

menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang-Undang 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing Pemerintah Daerah yang ada di

Indonesia diberi oleh Negara kekuasaaan masing-masing daerah untuk mengatur

pembangunan daerah mereka masingmasing. Pengelolaan lingkungan hidup hanya

dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan, apabila administrasi

pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu.

Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi

pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Dewasa ini jenis dan prosedur

perizinan di Indonesia masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri, sehingga

sering merupakan hambatan bagi kegiatan dunia usaha. Indonesia termasuk tipe

negara hukum yang baru dan dinamis, disebut dengan konsep negara welfare state. Di

dalam negara modern welfare state ini tugas pemerintah bukan lagi sebagai penjaga

malam dan tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat

sehingga kesejahteraan bagi semua orang tetap terjamin (SF. Marbun, Moh. Mahlud,

2000). Oleh sebab itu tugas pemerintah diperluas menyangkut berbagai aspek dengan

maksud menjamin kepentingan umum.

Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan

mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya

keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan. Perizinan merupakan instrumen

kebijaksanaan lingkungan yang paling penting (Tjienk Willink, Zwolle, 1978, hlm 23).

Dengan tujuan memandang ketiga aspek pembangunan agar tidak tejadi pelanggaran

yang dapat berdampak negatif terhadap aspek sosial dan aspek lingkungan. Aspek-

aspek yang sangat perlu diperhatikan dalam melakukan pembangunan yakni aspek

ekonomi, lingkungan, dan sosial (Environmental Protection as An Element of Order

Policy, Rathausallee: Konrad-Adenuer Stiftung, 1996. hlm.64).

Berkaitan dengan masalah hukum yang berhubungan dengan pembangunan dan

pengembangan wilayah di suatu kota maupun desa, maka pada laporan ini akan

disajikan pembahasan lebih lanjut mengenai identifikasi permasalahan yang berkenaan

dengan hukum, khususnya di Wilayah Surabaya melalui beberapa studi kasus yang

diambil.

Page 1

[ ]April 4, 2011

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah terkait dengan penulisan laporan ini adalah bagaimana

mengidentifikasi masalah dari studi kasus yang diambil.

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam menyusun laporan ini adalah untuk melakukan

identifikasi terhadap masalah regulasi yang berkaitan dengan perencanaan wilayah

dan pembangunan kota, khususnya di Kota Surabaya.

Page 2

[ ] April 4, 2011

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini berisi mengenai aspek yang menjadi permasalahan serta mengidentifikasi regulasi yang bertautan dengan

perencanaan wilayah dan pembangunan kota.

No Aspek Dasar Hukum

UU Peraturan

Pemerintah

Peraturan Mentri Peraturan

Gubernur

Peraturan

Walikota

Peraturan Daerah

1 Pengalihan Pengelolaan

RTH, Taman Bibit di

Surabaya

Permendagri no. 1

tahun 2007 tentang

penataan ruang

terbuka hijau

kawasan perkotaan

Pasal 9

Peraturan Daerah Kota

Surabaya No.7 tahun

2002 tentang Ruang

Terbuka Hijau

pasal 4

2 Penataan Permukiman

Kumuh di Lingkungan

RW.07 Pulo Tegal Sari,

Kelurahan Wonokromo

UU No.4 Tahun

1992 Tentang

Perumahan

Permukiman

Page 3

[ ] April 4, 2011

3 Reklamasi Pantai Timur

Surabaya Sebagai

Pengembangan

Kawasan Permukiman

Keputusan Presiden

Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun

1990

Tentang

Pengelolaan

Kawasan Lindung

Peraturan Daerah Kota

Surabaya yang

diimplementasikan dalam

Penyusunan RTRW

Surabaya 2010-2030

4 Masalah Tanah Oloran

Di Pantai Timur

Surabaya

Peraturan

Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 16

Tahun 2004 Tentang

Penatagunaan

Tanah, pasal 12

5. Masalah penggunaan

ruang milik jalan dan

trotoar untuk kegiatan

PKL

UU No.38

Tahun 2004

Tentang Jalan

Pasal 12 ayat

1,2,3

Peraturan

Pemerintah Republik

Indonesia No.34

Tahun 2006 tentang

Jalan pasal 34 ayat

4, pasal 35 ayat 1,

pasal 38 dan pasal

52 ayat 2

Permen PU No.20

Tahun 2010

tentang pedoman

pemanfaatan dan

dan penggunaan

bagian-bagian

jalan Pasal 3 dan

Pasal 24

Perda Kota Surabaya

No.10 Tahun 2000

tentang ketentuan

penggunaan jalan.

Pasal 7 ayat 1 bagian f,h

dan j

Pasal 8 ayat 1

6. Masalah pengelolaan UU No.7 tahun Peraturan Perda Jatim No.5 tahun

Page 4

[ ] April 4, 2011

daerah aliran sungai

Dan pencemaran air

sungai

2004 pasal 15 Pemerintah No.82

tahun 2001 Pasal 20

dan Pasal 30 ayat 1

Peraturan

Pemerintah no. 35

tahun 1991 tentang

sungai pasal 27

2000 pasal 17

Perda kota Surabaya

No.4 tahun 2000 pasal

2,3 dan 5

7. Masalah mengenai

papan reklame roboh

Perda Kota Surabaya

No.8 Tahun 2006 tentang

penyelenggaraan

reklame dan pajak

reklame

Pasal 19 ayat 6

8. Masalah

persampahan/kebersiha

n di lokasi pasar yang

berada di tepi jalan raya

UU. No.18

tahun 2008

tentang

pengelolaan

sampah

Perda Kota Surabaya

No.4 Tahun 2000

tentang retribusi

pelayanan

persampahan/kebersihan

pasal 22 ayat 1,2,3,5

9. Toko Liar di Bantaran

Sungai Jagir Surabaya

Ditertibkan

UU no. 26 tahun

2007 pasal 56

Peraturan

Pemerintah Nomor:

35 Tahun 1991

(35/1991)

Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum

No. 63 Tahun 1993

Tentang : Garis

Praturan Daerah

Provinsi Jawa Timur

Nomor 9 Tahun 2007

tentang penataan

Page 5

[ ] April 4, 2011

Tanggal: 14 Juni

1991 (Jakarta)

Sumber: Ln 1991/44;

Tln No. 3445

Tentang: Sungai

Sempadan Sungai,

Daerah Manfaat

Sungai, Daerah

Penguasaan

Sungai Dan Bekas

Sungai

sempadan sungai Kali

Surabaya dan Kali

Wonokromo

10. Belasan Rumah Mewah

Dibongkar Dikarenakan

Tidak Memiliki IMB

UU no.26 tahun

2007

Berdasarkan PP No.

63 Tahun 2002

1. Keputusan

Menteri

Permukiman dan

Prasarana Wilayah

No. 217/2002

2. Peraturan

Menteri Pekerjaan

Umum No.

494/2005 tentang

Kebijakan dan

Strategi Nasional

Pengembangan

Perkotaaan

(KSNP-Kota).  

1. Pemerintah

Kota Surabaya

Peraturan Daerah

Kota Surabaya

Nomor 1 Tahun

2009

2. Peraturan

Daerah Kota

Surabaya Nomor

3 Tahun 2007

Tentang Rencana

Tata Ruang

Wilayah Kota

Surabaya

11. Pemprov Didesak

Wujudkan Lahan Abadi

Undang-

Undang No 41

Revisi Perda RTRW

Batasi Alih Fungsi

Page 6

[ ] April 4, 2011

tahun 2009

tentang

Perlindungan

Lahan

Pertanian

Pangan

Berkelanjutan,

Lahan

12. Permukiman di

sempadan rel kereta api

UU No 23

Tahun 2007

- Ps. 178, 179,

181

- Penjelasan

Ps. 42, 45

Pembongkaran Toko

Nam (bangunan cagar

budaya)

UU No 5

Tahun 1992

Tentang Benda

Cagar Budaya

- Bab III

Pasal 15

UU No 11

Tahun 2011

Tentang Cagar

Budaya

Peraturan

pemerintah 10

Tahun 1993

Tentang Benda

Cagar Budaya

- Bab IV Pasal

22, 23, 24, 25, 26,

27, 29, 44

- Bab VIII Pasal

45

Perda Kota

Surabaya Nomor 5

tahun 2005 Bab V

Ps. 16

Peraturan Walikota

Surabaya No 59

Tahun 2007

Pasal 8

Page 7

[ ] April 4, 2011

- Ban VII

Pasal 66

- Bab XI pasal

105

- Penjelasan

Pasal 26

Sumber: survey sekunder

Page 8

[ ]April 4, 2011

Penjabaran Substansi:

A. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Pengelolaan RTH pada studi kasus

Pengalihan Pengelolaan Taman Bibit Surabaya adalah:

1. Permendagri no. 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau

Kawasan Perkotaan

Pasal 9 yang berbunyi RTHKP (Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan) publik

penyediaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan

secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.

2. Peraturan Daerah Surabaya Nomor 7 tahun 2002 tentang Ruang Terbuka Hijau

Mengenai permasalahan hak pengelolaan, dalam perda tersebut telah diatur dalam

Bab III Pelaksanaan, Pemanfaatan Dan Pengendalian pada pasal 4, yang berbunyi:

(1) Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau milik atau yang dikuasai oleh Daerah

adalah kewenangan Pemerintah Daerah ;

(2) Setiap orang atau Badan dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan

Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas izin dari

Kepala Daerah ;

(3) Terhadap Ruang Terbuka Hijau milik orang atau Badan, Pemerintah Daerah

berwenang mengatur pemanfaatannya dengan Peraturan Daerah.

B. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Penataan Permukiman Kumuh di

Lingkungan RW.07 Pulo Tegal Sari, Kelurahan Wonokromo adalah:

UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan Permukiman yang isinya adalah:

1. Pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai

hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang

layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

2. Pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai

kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan

perumahan dan permukiman.

3. Pasal 29 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan

kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam

pembangunan perumahan dan permukiman.

C. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Reklamasi Pantai Timur Surabaya Sebagai

Pengembangan Kawasan Permukiman tertuang dalam dalam Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan

Page 9

[ ]April 4, 2011

RTRW Surabaya 2010-2030 bahwa pemanfaatan ruang di Pantai Timur Surabaya

diperuntukan sebagai kawasan konservasi. Adapun substansinya adalah:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung Bagian Ketiga Kawasan Suaka Alam dan

Cagar Budaya

a. Pasal 21

Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan untuk melindungi

kenanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejalan dan keunikan alam bagi

kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada

umumnya.

b. Pasal 22

Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata,

daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.

c. BAB V

PENETAPAN KAWASAN LINDUNG

PASAL 34

1). Pemerintah Daerah Tingkat I menetapkan wilayah-wilayah tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 sebagai kawasan lindung daerah masing-masing dalam

suatu Peraturan Daerah ingkat I, disertai dengan lampiran penjelasan dan peta

dengan tingkat ketelitian minimal skala 1 : 250.000 serta memperhatikan kondisi

wilayah yang bersangkutan.

2). Dalam menetapkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (I),

Pemerintah Daerah Tingkat I harus memperhatikan peraturan

perundangundangan yang berkaitan dengan penetapan wilayah tertentu sebagai

bagian dari kawasan lindung.

3). Pemerintah Daerah Tingkat I menjabarkan lebih lanjut kawasan lindung

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bagi daerahnya ke dalam

peta dengan tingkat ketelitian minimal skala 1 : 100.000 dalam bentuk Peraturan

Daerah Tingkat II.

4). Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terpadu

dan lintas sektoral dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah

Tingkat II.

2. Perda Kota Surabaya dalam RTRW Surabaya 2010-2030

a. Pasal 14 ayat 3

Penetapan dan pelestarian kawasan suaka alam dan cagar budaya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c dilakukan dengan strategi

Page 10

[ ]April 4, 2011

melalui : a. memantapkan fungsi lindung untuk kawasan lindung sekaligus

sebagai penunjang wisata alam dan pendidikan ekosistem pesisir; b.

menetapkan batas kawasan lindung baik di darat maupun laut untuk

mempertegas batasan kawasan lindung khususnya di Pantai Timur Surabaya;

b. Pasal 68 ayat 1

Kawasan strategis untuk kepentingan penyelamatan lingkungan hidup meliputi :

kawasan Pantai Timur Surabaya dan sekitar Kali Lamong di Kecamatan Gunung

Anyar, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Mulyorejo,

Kecamatan Pakal dan Kecamatan Benowo berada di Unit Pengembangan II

Kertajaya, Unit Pengembangan I Rungkut dan Unit Pengembangan Sambikerep

XII dan Unit Pengembangan XI Tambak Oso Wilangun;

D. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Masalah Tanah Oloran Di Pantai Timur

Surabaya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004

Tentang Penatagunaan Tanah

a. BAB III

POKOK-POKOK PENATAGUNAAN TANAH

Pasal 4

(1) Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang

disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah.

(2) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan di

bidang

pertanahan di Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.

(3) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan

berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

(4) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sesuai

dengan

jangka waktu yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota.

b. Pasal 12

Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai,

pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara.

Page 11

[ ]April 4, 2011

E. Dasar hukum yang berkaitan dengan masalah penggunaan ruang milik jalan dan

trotoar untuk kegiatan PKL

1. UU No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan Pasal 12 ayat 1,2,3

(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya

fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan

(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya

fungsi jalan di dalam ruang milik jalan

(3) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya

fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006 tentang Jalan

a. Pasal 34 ayat 4

Trotoar hanya diperuntukan bagi lalu lintas pejalan kaki

b. Pasal 35 ayat 1

Badan jalan hanya diperuntukan bagi pelayanan lalulintas dan angkutan jalan

c. Pasal 38

Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan yang mengakibatkan

terganggunya fungsi jalan

d. pasal 52 ayat 2

Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan meliputi bangunan yang

ditempatkan di atas, pada, di bawah permukaan tanah di ruang manfaat jalan

dan di ruang milik jalan dengan

- tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan pengguna jalan serta tidak

membahayakan konstruksi jalan

- sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan

- sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang

menyelenggarakan urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan

3. Permen PU No.20 Tahun 2010 tentang pedoman pemanfaatan dan dan

penggunaan bagian-bagian jalan

a. Pasal 3

Lingkup pengaturan pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan kecuali

bagian-bagian jalan tol, meliputi:

- Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan selain peruntukannya

meliputi bangunan dan jaringan utilitas, iklan, media informasi, dan bangun-

bangunan, dan bangunan gedung didalam ruang milik jalan

Page 12

[ ]April 4, 2011

- Penggunaan ruang manfaat jalan yang memerlukan perlakuan khusus terhadap

konstruksi jalan dan jembatan berupa muatan dan kendaraan dengan dimensi,

muatan sumbu terberat dan/atau beban total melebihi standar, dan

- Penggunaan ruang pengawasan jalan yang tidak mengganggu keselamatan

pengguna jalan dan keamanan konstruksi jalan

b. Pasal 24

ayat 3 : bangun-bangunan pada jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan

dapat ditempatkan di dalam ruang manfaat jalan di luar bahu jalan atau trotoar

dengan jarak paling rendah 2 (dua) meter dari tepi luar bahu jalan atau trotoar.

ayat 4 : bangun-bangunan pada jaringan jalan di luar kawasan perkotaan dapat

ditempatkan di dalam ruang milik jalan pada sisi terluar.

Gambar:

Page 13

[ ]April 4, 2011

4. Perda Kota Surabaya No.10 Tahun 2000 tentang ketentuan penggunaan jalan

a. Pasal 7 ayat 1 bagian f,h

Kecuali atas ijin kepala daerah, setiap orang atau badan dilarang menggunakan

bahu jalan, median jalan, pemisah jalan, trotoar dan dan bangunan perlengkapan

lainnya yang tidak sesuai dengan fungsinya; mengubah fungsi jalan, dan

membahayakan keselamatan lalulintas

b. Pasal 8 ayat 1

Pengguna jalan untuk keperluan tertentu diluar fungsi sebagai jalan dan

penyelenggaraan kegiatan yang patut diduga dapat mengganggu keselamatan,

keamanan serta kelancaran lalulintashanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin.

F. Dasar hukum yang berkaitan masalah pengelolaan daerah aliran sungai dan

pencemaran air sungai

1. UU. No. 7 tahun 2004

a. pasal 15

wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi salah satunya meliputi:

- menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota

2. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001

a. Pasal 20

Pemerintah dan pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan

kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada

sumber air berwenang:

- Menetapkan daya tampung beban pencemaran

- Melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar

- Menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah

- Menetapkan kualitas air pada sumber air, dan

- Memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air

b. Pasal 30 ayat 3

Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan,

kualitas air, dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

3. Peraturan Pemerintah no. 35 tahun 1991 tentang sungai

a. Pasal 27

Page 14

[ ]April 4, 2011

Dilarang membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun

yang berupa limbah ke dalam maupun ke sekitar sungai yang diperkirakan atau

patut diduga akan menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air,

sehingga membahayakan dan/ atau merugikan pengunaan air dan lingkungan

4. Perda Jatim No.5 tahun 2000 pasal 5

Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air serta mencegah dan

menanggulangi pencemaran air.

5. Perda kota Surabaya No.4 tahun 2000

a. Pasal 25 ayat 2,3,5

(2) Dilarang membuang sampah di sungai-sungai, selokan-selokan atau got-got, roil-riol,

saluran-saluran, jalan-jalan umum, tempat-tempat umum, berm-berm atau trotoar-

trotoar atau ditempat umum lainnya;

(3)Kecuali ditempat-tempat pembuangan sampah yang khusus disediakan dan dilakukan

menurut tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku dilarang membuang

sampah pecahan kaca, zat-zat kimia atau lain-lain yang membahayakan, kotoran-

kotoran hewan atau sampah berbau busuk di sembarang tempat;

(5)Dilarang membuang sampah tinja di sungai-sungai, selokan, berm dan tempat umum

lainnya, kecuali di tempat pembuangan akhir sampai tinja yang telah disediakan oleh

Pemerintah Kota

G. Dasar hukum yang berkaitan masalah mengenai papan reklame roboh

1. Perda Kota Surabaya No.8 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan

pajak reklame

a. Pasal 19 ayat 6

Penyelenggaraan reklame di median jalan atau jalur hijau atau pulau jalan, bidang

reklame dilarang melebihi median atau pulau jalan bersangkutan

H. Dasar hukum yang berkaitan persampahan/kebersihan di lokasi pasar yang

berada di tepi jalan raya

1. UU. No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah

a. Bab X Larangan pasal 29 ayat 1

Setiap orang dilarang mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan

beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pecemaran dan/ atau

perusakan lingkungan, membuang sampah tidak pada tempat yang telah

ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesuai dengan

persyaratan teknik pengelolaan sampah

Page 15

[ ]April 4, 2011

2. Perda Kota Surabaya No.4 Tahun 2000 tentang retribusi pelayanan

persampahan/kebersihan

a. Pasal 22 ayat 1,2,3,dan 5

(1) setiap pemakai persil bertanggungjawab atas kebersihan bangunan, halaman,

saluran pematusan, ikut bertanggungjawab atas kebersihan jalan setapak dan

lingkungan/tempat-tempat disekitarnya;

(2) untuk melaksanakan maksud tersebut pada ayat (1) pemakai persil wajib

menyediakan tempat sampah di lingkungan persilnya dan wajib membuang sampah

di tempat yang telah tersedia;

(3) bagi segala jenis kegiatan yang menghasilkan limbah buangan baik padat, cair

ataupun gas yang mengandung zat-zat yang berbahaya baik secara sendiri-sendiri

maupun secara kelompok, wajib melengkapi tempat usahanya dengan bak atau

tangki penampungan limbah bangunan menurut tata cara yang berlaku, tidak

mengakibatkan pencemaran lingkungan dan mengganggu masyarakat sekitarnya

serta membuat filter untuk menyaring dan menetralisir gas-gas tersebut;

(5) setiap pedagang yang menjajakan barang dagangan dengan cara dijinjing, dipikul

atau didorong serta pedagang kaki lima wajib menyediakan tempat sampah yang

memadai untuk menampung sampah yang dihasilkan

I. Dasar Hukum yang berkaitan dengan toko liar di bantaran sungai jagir Surabaya

yang ditertibkan.

1. UU no. 26 tahun 2007 pasal 56 ayat (2)

Sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria :

a. Daratan sepanjang tepian sunagi bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 meter

dari kaki tanggul sebelah luar

b. Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul dengan lebar paling

sedikit 100 meter dari tepi sungai

c. Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan

permukiman dengan lebar paling sedikit 50 meter dari tepi sungai

2. Peraturan pemerintah Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

a. Pasal 4

Dalam rangka pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Menteri menetapkan :

garis sempadan sungai.

Page 16

[ ]April 4, 2011

pengaturan daerah diantara dua garis sempadan sungai yang ditetapkan

sebagai daerah

manfaat sungai dan daerah penguasaan sungai dan pengaturan bekas

sungai.

b. Pasal 5

Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-

kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan

teknis dan sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang. Garis sempadan

sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan

dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993

Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan

Sungai Dan Bekas Sungai

a. Bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting

bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, Perlu dijaga kelestariannya dan

kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya.

b. Bahwa berdasarkan pasal4, pasal 5 dan pasal6 Peraturan Pemerintah Nomor 35

Tahun 1991 tentang Sungai dalam Rangka penguasaan sungai Menteri yang

bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut

yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan

lahan pada daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai

c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut,dan sebagai pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah

Penguasaan Sungai dan Bekas.

4. Perda Nomor 9 Tahun 2007

mengatur batas sempadan Kali Surabaya dan Wonokromo antara tiga meter hingga

lima meter. Sementara itu, berdasarkan keputusan Menteri Pemukiman dan

Prasarana Wilayah Nomor 380/KPTS/M/2004, Mendagri memberikan re komendasi

klarifikasi perda tentang batas garis sempadan menjadi minimal 11 meter.  Berikut

Gambar Sungai Bertanggul dan tidak Bertanggul:

Page 17

[ ]April 4, 2011

Gambar 1. Sungai Bertanggul

Gambar 2. Sungai Bertanggul

Page 18

[ ]April 4, 2011

J. Dasar Hukum yang berkaitan dengan belasan rumah mewah dibongkar

dikarenakan tidak memiliki IMB

Berikut aturan terkait penertiban bangunan alih fungsi lahan ruang terbuka hijau:

1. UU no. 26 tahun 2007

disebutkan bahwa pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur

ruang dan pola ruang akan dikenakan sanksi. Adapun sanksi yang diberikan

dijelaskan pada pasal 121 yakni berupa: Peringatan tertulis, penghentian sementara

kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, pencabutan izin hingga

pembongkaran bangunan.

2. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 217/2002 yang

memfokuskan pada sistem pembangunan permukiman dengan melibatkan peran

serta masyarakat, pemenuhan shelter bagi semua sebagai kebutuhan dasar, serta

mewujudkan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan berkelanjutan.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 494/2005 tentang Kebijakan dan Strategi

Nasional Pengembangan Perkotaaan (KSNP-Kota).  KSNP – Kota menititikberatkan

pada pemantapan peran dan fungsi kota dalam pembangunan nasional,

pengembangan permukiman yang layak huni – sejahtera – berbudaya - berkeadilan

sosial, serta peningkatan kapasitas manajemen pembangunan perkotaan.

4. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu

hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam

wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan

sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Persentase luas hutan kota paling

sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat

dengan luas minimal sebesar 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak

(hamparan yang menyatu). Taman hutan raya, kebun raya, kebun binatang, hutan

lindung, arboretum, dan bumi perkemahan yang berada di wilayah kota atau

kawasan perkotaan dapat diperhitungkan sebagai luasan kawasan yang berfungsi

sebagai hutan kota.

5. Pemerintah Kota Surabaya Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun

2009

a. Ayat 4

Sebagaimana di amanatkan dalam UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

bahwa pada setiap kawasan perkotaan harus menyediakan ruang terbuka hijau

public maupun privat. RTH public disediakan minimum 20 % dari luas kota secara

keseluruhan. Penyediaan ruang terbuka hijau ini dapat berupa taman kota, hutan

Page 19

[ ]April 4, 2011

kota, makam dan jalur hijau. Sehubungan dengan penyediaan tersebut, maka di

perlukan pengembangan pada kawasan sepanjang sungai, rel KA, SUTET, sekitar

bozem, tepi pantai, jaringan jalan arteri, kolektor dan local serta pada kawasan

permukiman dan kawasan fungsional kota, makam, taman kota dan hutan kota

sehingga mencapai angka 20%. Mengingat Kota Surabaya sangat kekurangan RTH

public, maka taman – taman kota, jalur hijau kota dan bebragai ruang terbuka hijau

lainnya pada saat ini dilarang untuk di fungsikan untuk peruntukan lain. Penyediaan

RTH privat akan dipenuhi dari ketersediaan ruang terbuka hijau didalam kapling

bangunan baik untuk perumahan maupun non perumahan setidaknya 10 % dari luas

kapling berupa tanah yang di atasnya dapat ditanami tumbuhan. Dalam hal khusus,

misalnya permukiman sangat padat yang tidak mempunyai ruang privat, maka

disediakan RTH bersama dengan berbagai fungsinya di lokasi kawasan tersebut.

Dalam hal tambahan penyediaan RTH privat ini maka dilakukan peningkatan jumlah

tanaman dalam pot, rambat, maupun di atas bangunan.

b. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Surabaya Pasal 35

1. Proporsi luas ruang terbuka hijau ditetapkan dan diupayakan secara bertahap

sebesar 20% (dua puluh persen) dari luas wilayah Kota.

2. Keberadaan Ruang terbuka hijau harus dipertahankan serta ditingkatkan fungsi

lindungnya untuk peningkatan kualitas lingkungan kota.

3. Pemanfatan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau diatur sebagai berikut :

a. hutan kota dan lahan pertanian berbentuk kawasan hijau yang dikembangkan

terutama untuk tujuan pengaturan iklim mikro dan resapan air, pengembangan

pertanian perkotaan dan budidaya pertanian, berada pada wilayah Unit

Pengembangan (UP) I Rungkut dan UP. II Kertajaya yaitu di Kawasan Pantai Timur

Kota, pada UP. VII Wonokromo di Kawasan Kebun Binatang, UP X Wiyung, dan

UP. XII Sambikerep;

b. alur hijau , berbentuk jalur memanjang tempat tumbuhnya tanaman vegetasi yang

berada dibahu serta median jalan; taman kota, berbentuk taman-taman yang berada

pada lokasilokai strategis dan jalur utama kota dengan berbagai ornamen untuk

memperindah estetika kota;

c. taman lingkungan, berbentuk taman-taman yang berada pada suatu kawasan atau

lingkungan yang juga berfungsi sebagai sarana hiburan dan interaksi sosial bagi

masyarakat;

Page 20

[ ]April 4, 2011

d. zona penyangga hijau kota merupakan Jalur Hijau Kota yang dikembangkan secara

khusus untuk melindungi kawasan yang memiliki fungsi tertentu, antara lain RTH

disekitar Lokasi Pembuangan Akhir Sampah (LPA) dan RTH di kawasan militer.

K. Dasar hukum yang berkaitan dengan pemwujudan lahan abadi

1. Ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Pasal 26 dan Pasal53

Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 53 Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,

perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang No 41 Tahun 2009

Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 149 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5068);

a. Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah proses menetapkan lahan

menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui tata cara yang diatur sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.

3. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang

ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan

pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

4. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang

dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali

untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa

yang akan datang.

5. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budi daya pertanian

terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Page 21

[ ]April 4, 2011

serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian,

ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

6. Lahan pengganti adalah lahan yang berasal dari Lahan Cadangan Pertanian Pangan

Berkelanjutan, tanah telantar, tanah bekas kawasan hutan, dan/atau lahan pertanian

yang disediakan untuk mengganti Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

dialihfungsikan.

7. Ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau nonfisik

sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan,

tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat

memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial

ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

8. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budi daya yang dialokasikan dan

memenuhi kriteria untuk budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

dan/atau peternakan.

9. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan

karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan

negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau

lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

2. Revisi Perda RTRW Batasi Alih Fungsi Lahan

Revisi Perda RTRW Jawa Timur akan membatasi alih fungsi lahan pertanian

menjadi lahan hunian dan bisnis. Pembatasan alih fungsi lahan harus dilakukan.

Ini karena lahan pertanian dan hutan lindung semakin berkurang sedangkan lahan

untuk hunian dan bisnis terus bertambah. Lahan pertanian di Jawa Timur sekarang

ini hanya tinggal 404 ribu hektar (9%). Kawasan perkebunan 398 ribu hektar atau

sekitar 8%. Sedangkan kawasan hutan lindung, seluas 314 ribu hektar (13%) dan

kawasan hunian serta bisnis mencapai 815 ribu hektar (15%).

Kalau tidak dibatasi lahan hunian dan bisnis akan terus berkembang seiring

perkembangan jumlah penduduk. Dalam revisi Perda RTRW, Pansus akan membuat

batasan lahan pertanian yang ada sekarang tidak boleh lagi dialihfungsikan untuk

lahan hunian dan bisnis.

Pemerintah kota mempunyai beragam alasan untuk melaksanakan

kebijakannya. Sebagai pribadi pun, dia mungkin saja akan berbelas kasihan. Tetapi,

sebagai eksekutif yang harus mempertimbangkan lebih banyak kepentingan publik,

dia harus mengikuti aturan main yang ada. Setidaknya, wali kota menyadari bahwa

Page 22

[ ]April 4, 2011

menggusur tanpa memberikan solusi justru akan membuat citra pemkot jatuh di

hadapan publik secara umum, bukan hanya di mata korban penggusuran.

Terkait dengan status Perda Jatim 9 Tahun 2007, pada 8 April 2009,

Mendagri melalui surat Nomor 188.341/1218/sj menyampaikan permintaan klarifikasi

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2007. Klarifikasi merupakan usaha untuk

memperjelas isi perda, terutama terkait dengan luas sempadan kali yang diizinkan

oleh perundang-undangan.

Sesuai dengan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 135

dan 136, pemerintah pusat melalui Depdagri mempunyai kewenangan untuk

membatalkan perda yang dianggap bertentangan dengan perundang-undangan di

atasnya. Namun, rentang waktu yang digunakan oleh Depdagri untuk merespons

perda tersebut termasuk lama. Tetapi, dalam kategori perda dengan sifat preventif,

sebelum ada keputusan final dari pemerintah melalui Mendagri, perda masih

mengambang. Tidak bisa diberlakukan, juga belum dapat dibatalkan.

b. Dasar hukum yang berkaitan dengan permukiman di sempadan rel kereta api

1. Undang-Undang No 23 Tahun 2007 Tentang Perkeratapian

a. Pasal 178

Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, bangunan

lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta

api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan

perjalanan kereta api.

b. Pasal 179

Setiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik langsung maupun tidak langsung, yang

dapat mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah di jalur kereta api sehingga

mengganggu atau membahayakan perjalanan kereta api.

c. Pasal 181

(1) Setiap orang dilarang:

a. berada di ruang manfaat jalur kereta api;

b. menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau

melintasi jalur kereta api; atau

c. menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta

api.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi petugas di bidang

perkeretaapian yang mempunyai surat tugas dari Penyelenggara Prasarana

Page 23

[ ]April 4, 2011

Serta penjelasan pasal berikut :

a. Pasal 42

Ayat (1)

Batas ruang milik jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang manfaat

jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 6 (enam) meter.

b. Pasal 45

Batas ruang pengawasan jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang

milik jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 9 (sembilan) meter.

c. Dasar Hukum yang berkaitan dengan Pembongkaran Bangunan Cagar Budaya

“Toko Nam”

Berkaitan dengan pembongkaran Toko Nam yang termasuk bangunan cagar budaya

tipe C (Perda Surabaya No 5 Tahun 2005) yang seharusnya hanya bisa dilakukan

pemugaran dengan cara revitalisasi dan adaptasi, hal tersebut juga tidak sesuai dengan

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Undang-Undang No 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya

a. Pasal 15

1) Setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs serta

lingkungannya.

2) Tanpa izin dari Pemerintahsetiap orang dilarang:

a. membawabenda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia;

b. memindahkanbenda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya;

c.  mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagianmaupun

seluruhnya, kecuali dalam keadaan darurat;

d. mengubahbentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya;

e. memisahkansebagian benda cagar budaya dari kesatuannya;

Page 24

9m 6m 6m 9m

[ ]April 4, 2011

f.  memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakanbenda cagar

budaya.

2. Undang-Undang No. 11 tahun 2010 Tentang cagar Budaya

Bab VII

a. Pasal 66

(1) Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-

bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.

Bab XI

b. Pasal 105

Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

3. Peraturan Pemerintah 10 Tahun 1993 Tentang Benda Cagar Budaya

BAB IV

a. Pasal 22

Setiap orang yang memiliki atau yang menguasai benda cagar budaya wajib

melakukan perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya yang dimiliki atau

yang dikuasainya.

b. Pasal 23

(1) Perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara

penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran.

(2) Untuk kepentingan perlindungan benda cagar budaya dan situs diatur batas-

batas situs dan lingkungannya sesuai dengan kebutuhan.

(3) Batas-batas situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

ditetapkan dengan sistem pemintakatan yang terdiri dari mintakat inti,

penyangga, dan pengembangan.

c. Pasal 24

(1) Dalam rangka pelestarian benda cagar budaya Menteri menetapkan situs.

(2) Penetapan situs sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan

memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Pasal 25

(1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) untuk

penyelamatan dan pengamanan dilakukan sebagai upaya untuk mencegah:

Page 25

[ ]April 4, 2011

a. kerusakan karena faktor alam dan/atau akibat ulah manusia; b. beralihnya

pemilikan dan penguasaan kepada orang yang tidak berhak; c. berubahnya

keaslian dan nilai sejarahnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan benda cagar budaya diatur oleh

Menteri.

e. Pasal 26

(1) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan dengan

perawatan untuk pencegahan dan penanggulangan terhadap:

a. kerusakan dan pelapukan akibat pengaruh proses alami dan hayati; b.

pencemaran.

(2) Upaya pencegahan dan penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan dengan tata cara yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan diatur oleh Menteri.

f. Pasal 27

(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) hanya dapat

dilakukan atas dasar izin tertulis yang diberikan oleh Menteri.

g. Pasal 29

(1) Untuk kepentingan perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya, setiap

orang dilarang merusak benda cagar budaya, situs, dan lingkungannya.

(2) Termasuk kegiatan yang dapat merusak benda cagar budaya dan situsnya

adalah kegiatan:

a. mengurangi, menambah, mengubah, memindahkan, dan mencemari benda

cagar budaya;

b. mengurangi, mencemari dan/atau mengubah fungsi situs.

h. Pasal 44

(1) Setiap rencana kegiatan pembangunan yang dapat mengakibatkan:

a. tercemar, pindah, rusak, berubah, musnah, atau hilangnya nilai sejarah benda

cagar budaya;

b. tercemar dan berubahnya situs beserta lingkungannya, wajib dilaporkan terlebih

dahulu kepada Menteri.

BAB VIII

a. Pasal 45

(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27, pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan pasal 34 dipidana

berdasarkan ketentuan Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang

Benda Cagar Budaya.

Page 26

[ ]April 4, 2011

Page 27

[ ]April 4, 2011

Penjelasan :

b. Pasal 26

Ayat (1)

Pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara perawatan sehari-hari

atau pengawetan (konservasi) bila perlu untuk mencegah/menanggulangi kerusakan

dan/atau pelapukan benda cagar budaya akibat pengaruh faktor alami dan dalam

rangka memelihara kelestarian benda cagar budaya. Yang dimaksud dengan faktor

hayati adalah faktor lingkungan yang merupakan unsur hidup, yaitu tumbuh-

tumbuhan, binatang, atau manusia; sedangkan faktor alami adalah faktor lingkungan

non hayati yaitu geotopografi, iklim atau bencana alam, seperti kebakaran, tanah

longsor, gempa bumi, dan lain-lain. Pencemaran melekatnya unsur asing pada

benda cagar budaya tidak dikehendaki, karena dapat menimbulkan kerusakan atau

pelapukan.

Ayat (2)

Prinsip pelestarian benda cagar budaya meliputi aspek keaslian bentuk, bahan,

teknik pengerjaan, dan tata letak untuk mempertahankan nilai sejarah dan

budayanya.

4. Peraturan Daerah Kota Surabaya No 5 Tahun 2005

Bab V

a. Pasal 16

Konservasi bangunan cagar budaya Golongan C (Revitalisasi/adaptasi) dilaksanakan

dengan ketentuan sebagai berikut :

a. perubahan bangunan dapat dilakukan dengan syarat tetap mempertahankan

tampang bangunan utama termasuk warna, detail dan ornamennya ;

b. warna, detail dan ornamen dari bagian bangunan yang diubah disesuaikan dengan

arsitektur bangunan aslinya ;

c. penambahan bangunan di dalam tapak atau persil hanya dapat dilakukan di

belakang bangunan cagar budaya dan harus disesuaikan dengan arsitektur

bangunan cagar budaya dalam keserasian tatanan tapak ; dan

d. fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.

5. Peraturan Walikota Surabaya No 59 Tahun 2007

a. Pasal 8

Kewajiban pemilik, penghuni atau pengelola terhadap tanda bangunan dan/atau

lingkungan cagar budaya :

a. mengamankan tanda tersebut agar tetap utuh ;

b. merawat dan memelihara agar tanda tersebut dalam kondisi baik ;

Page 28

[ ]April 4, 2011

c. melaporkan apabila terjadi kerusakan tanda tersebut baik dari gangguan alam atau

gangguan manusia ; dan

d. tidak mengubah bentuk atau memindahkan tanda tersebut kecuali atas

persetujuan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Page 29

[ ]April 4, 2011

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Setiap masalah yang berhubungan pembangunan dan pengembangan di suatu

wilayah telah diatur dalam regulasi. Dimana tidak hanya satu regulasi tersebut

saja yang mengatur permasalah tersebut tetapi ada berbagai macam regulasi

yang mengatur permasalahan yang sama. Contohnya: Masalah penggunaan

ruang milik jalan dan trotoar untuk kegiatan PKL masalah tersebut diatur dalam

undang-undang, peraturan pemertintah, peraturan menteri maupun perda kota

Surabaya dan contoh lainnya seperti yang telah dijelaskan pada tabel 1 di atas.

2. Banyaknya regulasi yang mengatur satu masalah yang sama seringkali

menimbulkan kerancuan ataupun kebingungan peraturan mana yang akan

digunakan dalam pemberian sanksi ataupun pengaplikasian di lapangan.

3.2 Saran

Saran terkait dengan pembahasan di atas, antara lain:

1. Lebih baik membuat satu regulasi untuk suatu permasalahan. Dimana dalam

satu regulasi tersebut telah memuat aturan-aturan mengenai suatu

permasalahan tersebut secara mendetail.

2. Apabila satu regulasi dirasa belum cukup/kuat untuk mengatur suatu

permasalahan dapat dibuat suatu regulasi lagi yang memuat tentang

permasalahan yang sama tetapi dalam konteks yang lebih detail dan belum

mengatur hal-hal pada regulasi pertama yang belum disinggung,

Page 30

[ ]April 4, 2011

Daftar pustaka

Semua regulasi yang terkait dengan permasalahan pembangunan dan pengembangan

wilayah yang disebutkan di atas.

Page 31