tugas hukum maritim.bagus

25
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Salah satu Reformasi dibidang Hukum dan perundangan yang dilakukan Negara Republik Indonesia adalah dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan. Untuk Indonesia undang-undang ini amatlah penting mengingat luas perairan kita yang hampir mendekati 6 juta kilometer persegi yang mencakup perairan kedaulatan dan yuridiksi nasional memerlukan perhatian dan kepedulian kita semua, utamanya yang menyangkut upaya penegakan hukum dan pengamanan laut dari gangguan dan upaya pihak asing. Keberadaan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah positif dan merupakan landasan/aturan bagi Penegak Hukum dan Hakim Perikanan dalam memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan Illegal Fishing, yang dampaknya sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat merusak perekonomian bangsa. Lebih jauh lagi kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia menyebabkan kerugian negara rata-rata mencapai 4 sampai dengan 5 milyar (USD/tahun). Setiap tahunnya sekitar 3.180 kapal nelayan asing beroperasi secara illegal di perairan Indonesia.

Upload: andan-aditiya

Post on 27-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas tentang hukum maritim

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Hukum Maritim.bagus

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Salah satu Reformasi dibidang Hukum dan perundangan yang dilakukan Negara

Republik Indonesia adalah dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 31 Tahun

2004 yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang

perikanan. Untuk Indonesia undang-undang ini amatlah penting mengingat luas perairan

kita yang hampir mendekati 6 juta kilometer persegi yang mencakup perairan kedaulatan

dan yuridiksi nasional memerlukan perhatian dan kepedulian kita semua, utamanya yang

menyangkut upaya penegakan hukum dan pengamanan laut dari gangguan dan upaya

pihak asing.

Keberadaan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah positif dan

merupakan landasan/aturan bagi Penegak Hukum dan Hakim Perikanan dalam

memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan Illegal Fishing, yang dampaknya

sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat merusak perekonomian bangsa.

Lebih jauh lagi kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia menyebabkan kerugian

negara rata-rata mencapai 4 sampai dengan 5 milyar (USD/tahun). Setiap tahunnya

sekitar 3.180 kapal nelayan asing beroperasi secara illegal di perairan Indonesia. 

Illegal fishing dikenal dengan illegal, unregulated, unreported fishing tidak hanya terjadi

di Indonesia saja, beberapa negara kawasan Asia Pasifik mengakui bahwa IUU Fishing

menjadi musuh yang harus diberantas demi usaha perikanan berkelanjutan.  Data-data

kapal yang ditangkap oleh kapal perang, kesalahan mereka sangat bervariasi antara lain

transfer tanpa ijin, dokumen palsu, menangkap ikan dengan jaring terlarang,

menggunakan bahan peledak, ABK tidak disijil dan pelanggaran kemudahan khusus

keimigrasian serta tenaga kerja asing yang tidak memiliki ijin kerja.

Selain itu, beberapa permasalahan mendasar dalam illegal fishing antara lain

ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum, birokrasi perijinan yang semrawut.

Page 2: Tugas Hukum Maritim.bagus

Ketidakpastian hukum dicirikan oleh beberapa hal seperti pemahaman yang berbeda atas

aturan yang ada, inkonsistensi dalam penerapan, diskriminasi dalam pelaksanaan

hukuman bagi kapal-kapal asing yang melanggar, persengkokolan antara pengusaha

lokal, pengusaha asing dan pihak peradilan. Peradilan terhadap pelanggarpun lambat,

berlarut-larut dan korup.

Dalam UU Nomor 9 tahun 1985 maupun UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sangat jelas bahwa

illegal fishing diganjar pidana penjara dan denda sepadan pelanggaran yang dilakukan.

Sanksi pidana penjara dan denda tidak diterapkan semestinya. Ketidakjelasan lainnya

adalah ganjaran/sanksi terhadap birokrasi perijinan dan pengawas serta aparat penegak

hukum di laut yang dengan sengaja melakukan pungutan di luar ketentuan atau

meloloskan pelanggar dengan kongkalikong.

Oleh karena itu para Penegak Hukum seperti Pegawai KKP, Polisi Perairan dan TNI.AL

diharapkan secara maksimal dapat menjaga laut kita dari pencurian Ikan dan kejahatan

lainnya. Dibentuknya Pengadilan ad.hoc Perikanan diharapkan juga mampu untuk

menjawab persoalan kejahatan pencurian ikan yang tercermin dalam putusan-putusan

yang dihasilkan, baik kejahatan yang dilakukan oleh warga negara maupun yang

dilakukan oleh warga/negara asing. Dan dari putusan-putusan ini diharapkan ada efek

jera bagi para pelaku kejahatan IUU Fishing. Berdasarkan dari latar belakang tersebut

sehingga  penulis memilih judul “Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Illegal

Fishing”  dalam tugas penulisan makalah yang bertemakan “Penyelesaian Illegal

Fishing”. 

Page 3: Tugas Hukum Maritim.bagus

B.Rumusan Masalah

Dengan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan illegal fishing ?

2. Sudah sejauh manakah peran aparatur negara/ pemerintah dalam upaya menindak

pelaku tindak pidana illegal fishing ?

3. Apa sajakah hambatan dalam penegakkan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ?

C.Tujuan

Adapun tujuan dan kegunaan penelitian dalam penulisan ini adalah :

1.Untuk mengetahui kategori yang dimaksud dengan Illegal fishing;

2.Untuk mengetahui sejauh mana peran pemerintah dalam mmenindak pelaku tindak

pidana illegal fishing;

3.Untuk mengetahui hambatan dalam menegakkn aturan Undang-undang Nomor 45

Tahun 2009.

D.Manfaat

Manfaat penulisan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1.Secara Teoritis

Diharapkan dapat berguna dan bermanfaat untuk pengembangan teori-teori hukum atau

ilmu pengetahuan hukum pidana dan hukum acara pidana serta perbendaharaan pustaka

ilmu hukum.

2.Secara Praktis

Dapat dijadikan bahan masukan bagi aparat penegak hukum di laut guna menyelesaikan

masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.

Page 4: Tugas Hukum Maritim.bagus

BAB II

PEMBAHASAN

A.Definisi

Pengertian ”illegal fishing” dalam peraturan perundang-undangan yang ada tidak

secara eksplisit didefinisikan dengan tegas. Namun, terminologi illegal fishing dapat

dilihat dari pengertian secara harfiah yaitu dari bahasa Inggris. Dalam The Contemporary

English Indonesian Dictionary, ”illegal”  artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan

dengan hukum. “Fish”  artinya ikan atau daging ikan dan ”fishing”  artinya penangkapan

ikan sebagai mata pencaharian atau tempat menangkap ikan. Berdasarkan pengertian

secara harfiah tersebut dapat dikatakan bahwa ”illegal fishing” menurut bahasa berarti

menangkap ikan atau kegiatan perikanan yang dilakukan secara tidak sah. Menurut

Divera Wicaksono sebagaimana dikutip Lambok Silalahi bahwa illegal fishing adalah

memakai Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) palsu, tidak dilengkapi dengan SIPI, isi

dokumen izin tidak sesuai dengan kapal dan jenis alat tangkapnya, menangkap ikan

dengan jenis dan ukuran yang dilarang .

Penegakan hukum adalah merupakan usaha atau kegiatan negara berdasarkan

kedaulatan negara atau berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik

aturan hukum nasional itu sendiri maupun aturan hukum internasional dapat diindahkan

oleh setiap orang dan atau badan-badan hukum, bahkan negara-negara lain untuk

memenuhi kepentingannya namun tidak sampai mengganggu kepentingan pihak lain.

Penegakan hukum dalam pengertian yustisial diartikan sebagai suatu proses

peradilan yang terdiri dari kegiatan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan hakim, hal ini bertujuan

untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Berdasarkan pengertian yustisial maka

yang dimaksud dengan penegakan hukum di laut ialah suatu proses kegiatan dalam

Page 5: Tugas Hukum Maritim.bagus

penyelesaian suatu perkara yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran dilaut atas

ketentuan hukum yang berlaku baik ketentuan hukum internasional maupun nasional.

Delik/ tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar undang-undang pidana,

dank arena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh

orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak

dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang

menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,

menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin tertulis

yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.

Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP, adalah izin tertulis

yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan

menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut.

B.Penegakan hukum IUU Fishing dalam Unclos 1982

Dalam hal penegakan hokum, termasuk penegakan hukum bagi pelaku IUU Fishing,

UNCLOS 1982 secara garis besar membedakan wilayah laut dua kategori, yaitu wilayah

laut di bawah kedaulatan dan wilayah laut dimana suatu negara memiliki yurisdiksi.

Kawasan laut yang tunduk dibawah kedaulatan suatu negara pantai/kepulauan adalah

perairan pedalaman dan laut teritorial atau perairan kepulauan dan laut teritorial.

Sedangkan kawasan laut dimana suatu negara pantai/kepulauan memiliki hak berdaulat

dan yurisdiksi adalah ZEE dan Landas Kontinen.

Wilayah ZEE mempunyai status hukum yang sui generis (unik/berbeda). Keunikan

tersebut terletak pada eksistensi hak dan kewajiban negara pantai dan negara lain atas

ZEE.  Berbeda dengan di laut teritorial, dimana negara pantai mempunyai kedaulatan, di

ZEE negara pantai hanya mempunyai hak berdaulat. Hak berdaulat tersebut terbatas pada

Page 6: Tugas Hukum Maritim.bagus

eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan baik sumber daya hayati maupun non-

hayati.

Di dalam UNCLOS 1982 disebutkan hak dan yurisdiksi negara pantai di ZEE meliputi:

(1) eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan (hayati-non hayati)

(2) membuat dan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan

(3) pembangunan pulau buatan dan instalasi permanen lainnya

(4) mengadakan penelitian ilmiah kelautan dan

(5) perlindungan lingkungan laut. 

Sedangkan kewajiban negara pantai ZEE meliputi: 

(1) menghormati eksistensi hak dan kewajiban negara lain atas wilayah ZEE

(2) menentukan maximum allowable catch untuk sumber daya hayati dalam hal ini

Perikanan dan

(3) dalam hal negara pantai tidak mampu memanen keseluruhan allowable catch,

memberikan akses kepada negara lain atas surplus allowable catch melalui perjanjian

sebelumnya untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan terutama sumber

daya perikanan dengan tujuan konservasi.

UNCLOS 1982 tidak mengatur tentang IUU Fishing. Wacana tentang illegal fishing

muncul bersama-sama dalam kerangka IUU (Illegal, Unreporterd and Unregulated)

fishing practices pada saat diselenggarakannya forum CCAMLR (Commision for

Conservation of Artarctic Marine Living Resources) pada 27 Oktober – 7 Nopember

1997. IUU Fishing dapat dikategorikan dalam tiga kelompok:

Page 7: Tugas Hukum Maritim.bagus

1.Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau

ZEE suatu negara, atau tidak memiliki ijin dari negara tersebut;

2. Unregulated fishing yaitu kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu

negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku di negara tersebut; dan

3. Unreported fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE

suatu negara yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil

tangkapannya.

Praktek IUU Fishing terjadi baik di kawasan laut yang tunduk di bawah kedaulatan

maupun di ZEE. Dilakukan oleh kapal berbendera negara pantai yang bersangkutan

itu .berkaitan dengan penegakan hukum di laut, UNCLOS 1982 mengatur secara umum,

baik di kawasan laut yang tunduk di bawah kedaulatan dan ZEE suatu negara.

1.Penegakan hukum di laut yang tunduk di bawah kedaulatan

Jika pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan negara pantai terjadi di laut

teritorial atau perairan pedalaman atau perairan kepulauan suatu negara, maka sesuai

dengan kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982, negara pantai dapat

memberlakukan semua peraturan hukumnya bahkan hukum pidananya terhadap kapal

tersebut. Asalkan pelanggaran tersebut membawa dampak bagi negara pantai atau

menganggu keamanan negara pantai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 (1)

UNCLOS 1982. Akan tetapi jika unsur-unsur yang disebutkan dalam Pasal 27 (1)

UNCLOS 1982 ini tidak terpenuhi, maka negara pantai tidak dapat menerapkan

yurisdiksi pidananya terhadap kapal tersebut. Luasnya kewenangan Negara pantai untuk

menegakan hukumnya bagi kapal asing yang melanggar hukum di laut territorial,

perairan pedalaman atau perairan kepulauan ini (memenuhi ketentuan pasal 27 ayat 1),

adalah perwujudan dari yurisdiksi teritorialitas.

Page 8: Tugas Hukum Maritim.bagus

2. Penegakan hukum di ZEE

Pasal 27 (5) UNCLOS 1982 selanjutnya merujuk kepada Bab IX (Pelestarian dan

Perlindungan Lingkungan Laut) dan Bab.V tentang ZEE. Dalam hal pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan negara pantai yang berkaitan dengan eksplorasi,

eksploitasi, konsevasi dan pengelolaan sumber daya perikanan Negara pantai dapat

melakukan tindakan penegakan hukum.

Bertalian dengan penegakan hukum negara pantai di ZEE diatur dalam pasal 73

UNCLOS 1982 yang menentukan:

1.) Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan

eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati di zona

ekonomi ekskluisf mengambil tindakan sedemikian, termasuk menaiki kapal,

memeriksa, menangkap dan melakukan proses pengadilan, sebagaimana diperlukan

untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai

dengan ketentuan Konvensi ini.

2).Kapal-kapal yang ditangkap dan awaknya harus segera dibebaskan setelah diberikan

suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya.

3).Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan perundang-

undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan,

jika tidak ada perjanjian sebalik-nya antara negara-negara yang bersangkutan, atau

setiap bentuk hukuman badan lainnya.

4).Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing negara pantai harus segera

memeberitahu kepada negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai tindakan

yang diambil dan mengenai setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan”.

Jadi berdasarkan Pasal 73 UNCLOS 1982, jika kapal asing tidak mematuhi peraturan

perundang-undangan perikanan negara pantai di ZEE, negara pantai dapat menaiki,

memeriksa, menangkap dan melakukan proses pengadilan atas kapal tersebut dan

Page 9: Tugas Hukum Maritim.bagus

memberitahu negara bendera kapal. Akan tetapi kapal dan awak kapal yang ditangkap

tersebut harus segera dilepaskan dengan reasonable bond (uang jaminan yang layak) yang

diberikan kepada negara pantai. Hukuman yang dijatuhkan tidak boleh dalam bentuk

hukuman badan yaitu penjara.

C.Penegakkan Hukum IUU Fishing di Indonesia

Penegakan hukum terhadap tindak pidana di Indonesia dilakukan melalui proses

peradilan pidana sebagaimana ditegaskan dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang KUHAP ( Kitab Undang - Undang Hukum Pidana ) dimana setiap bentuk tindak

pidana yang terjadi ditangani melalui tahapan Pre Ajudikasi, Ajudikasi dan Post

Ajudikasi.

Pre Ajudikasi : Pada tahapan ini Lembaga atau Instansi penegak hukum yang telibat

secara langsung yaitu penyidik (Polisi, Angkatan Laut dan Penyidik PNS) serta Jaksa

(Kejaksaan).  Penegak hukum melakukan suatu tindakan berdasarkan informasi maupun

laporan mengenai adanya suatu tindak pidana Illegal Fishing namun tidak jarang pula

adanya tindakan langsung oleh Kepolisian maupun Angkatan Laut atas temuan dari

Intelegen mereka sendiri, seperti sering dilakukannya Gelar Patroli Keamanan Laut oleh

kedua lembaga tersebut. Namun demikian hasil dari Gelar Patroli Keamanan Laut

tersebut selanjutnya yang akan diproses pada tahapan berikutnya, tidak akan berjalan atau

dilakukan secara optimal tanpa adanya koordinasi yang utuh dan menyeluruh dari

berbagai lembaga penegak hukum atau yang sering kita kenal dengan istilah Integreted

Criminal Justice System(ICSJ).

Berbagai upaya lain juga telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pengamanan laut,

tetapi masih dipandang belum memadai dalam menjawab tantangan keamanan laut yang

ada. Sampai pada akhirnya pemerintah merasa perlu melakukan upaya-upaya koordinasi

berbagai pihak dalam upaya pengamanan laut Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh

pemerintah di bawah pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono adalah

dengan melakukan revitalisasi Badan Koordinasi Keamanan Laut yang sudah ada

sebelumnya untuk diatur kembali melalui instrument Peraturan Presiden.

Page 10: Tugas Hukum Maritim.bagus

Adanya perubahan tata pemerintahan dan perkembangan lingkungan strategis saat ini

perlu penataan kembali Bakorkamla untuk meningkatkan koordinasi antar

institusi/instansi pemerintah di bidang keamanan laut. Pada tahun 2003, melalui Kep.

Menkopolkam, Nomor Kep.05/Menko/Polkam/2/2003, dibentuk Kelompok Kerja

Perencanaan Pembangunan Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Akhirnya pada

tanggal 29 Desember 2005, ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 tentang

Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) yang menjadi dasar hukum organisasi

tersebut.

Untuk menciptakan kondisi keamanan wilayah yang kondusif, Lantamal I melaksanakan

operasi kamla terbatas dengan Alutsista KAL/Patkamla yang tergelar dijajaran, dalam

rangka penegakan kedaulatan dan hukum serta melindungi sumber sumber daya alam

untuk kepentingan nasional maupun daerah.

Pelaksanaan tugas pokok Lantamal I Belawan tentu mengacu pada tugas pokok TNI

Angkatan Laut yang diamanatkan dalam pasal 9 Undang-undang RI Nomor 34 tahun

2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu :

1. Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan

2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional

sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah

diratifikasi;

3. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung

kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;

4. Melaksanakan tugas dan pengembangan kekuatan matra laut;

5. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

Saat ini penyidik TNI AL secara konsisten telah menerapkan Undang-undang Nomor 45

Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang

Perikanan dengan melaksanakan enforcement of law secara cepat dan tuntas serta dapat

menimbulkan efek jera bagi para pelakunya. Dalam proses penyidikan di pangkalan TNI

AL sesuai amanat Undang-undang telah menetapkan owner, agen dan operator kapal

Page 11: Tugas Hukum Maritim.bagus

sebagai tersangka. Hal ini dilakukan agar para pemilik tidak lagi berlindung dibalik

badan dan mengorbankan para Nakhoda dan ABK kapal ikan. Penyidik TNI AL memang

harus tunduk kepada otoritas yang mengatur perijinan, meskipun selalu ditempatkan

sebagai pemadam kebakaran dan disalahkan bila ada penyelesaian kasus yang belum

tuntas. Komitmen TNI AL tetap tinggi untuk proaktif memberantas praktek illegal

fishing.

Prosedur dan tata cara pemeriksaan tindak pidana di laut sebagai bagian dari penegakan

hukum di laut mempunyai ciri-ciri atau cara-cara yang khas dan mengandung beberapa

perbedaan dengan pemeriksaan tindak pidana di darat. Hal ini disebabkan karena di laut

terdapat bukan saja kepentingan nasional, akan tetapi terdapat pula kepentingan-

kepentingan internasional yang harus dihormati, seperti hak lintas damai, hak lintas alur

laut kepulauan, hak lintas transit, pemasangan kabel laut serta perikanan tradisional

negara tetangga.

Adapun seperangkat aturan sebagai pendukung penegakkan hukum terhadap tindak

pidana illegal fishing di Indonesia antara lain sebagai berikut.

1. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang – Undang

Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,

2. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau

Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya seperti : Peraturan Pemerintah Nomor

54 Tahun 2005 tentang Usaha Perikanan,

3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya

Ikan,

4. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian

dan Pengembangan Perikanan,

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005 tentang

Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan,

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14/MEN/2005 tentang

Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan,

Page 12: Tugas Hukum Maritim.bagus

7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2005 tentang

Penangkapan Ikan dan/atau Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial,

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang

Usaha Perikanan Tangkap, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di Perairan Kalimantan

Timur Bagian Utara, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.08/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring Ingsang

(Gill Net) di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

D. Penghambat Penegakkan Hukum Terhadap IUU Illegal Fishing

1.Obyek Penegak Hukum Sulit Ditembus Hukum

Obyek yang dimaksud disini adalah pelaku yang terlibat dalam kejahatan Illegal Fishing

yaitu pelaku yang menjadi otak dari kegiatan tersebut. Terutama dalam hal ini adalah

oknum Pejabat Penyelenggara Negara, oknum Aparat Penegak Hukum atau oknum

Pegawai Negeri Sipil yang tidak diatur secara khusus dalam Undang–Undang tentang

Perikanan tersebut.Penerapan Pasal 56 ayat (1) KUHP yang mengkualifikasikan pelaku

tindak pidana sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut

serta melakukan perbuatan pidana dapat juga diterapkan dalam kejahatan Illegal

Fishingyang melibatkan banyak pihak. Namun demikian beban pidana yang harus

ditanggung secara bersama dalam terjadinya tindak pidana Illegal Fishing juga dapat

mengurangi rasa keadilan masyarakat, karena dengan kualitas dan akibat perbuatan yang

tdak sama terhadap pelaku turut serta, dapat dipidanakan maksimum sama dengan si

pembuat menurut ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHP, sedangkan ternyata peranan pelaku

utamanya sulit ditemukan.

2. Lemahnya Koordinasi Antar Penegak Hukum

Lemahnya koordinasi antar Instansi Penegak Hukum dapat menimbulkan tumpang tindih

kewenangan dan kebijakan masing – masing, sehingga sangat rawan menimbulkan

Page 13: Tugas Hukum Maritim.bagus

konflik kepentingan. Penegakan hukum yang tidak terkoordinasi merupakan salah satu

kendala dalam penanggulangan kejahatan Illegal Fishing.

Proses peradilan mulai dari penyidikan hingga ke persidangan membutuhkan biaya yang

sangat besar, proses hukum yang sangat panjang dan sarana / prasarana yang sangat

memadai membutuhkan keahlian khusus dalam penanganan kasus tersebut. Dalam satu

Instansi tentu tidak memiliki semua komponen, data/informasi ataupun sarana dan

prasarana yang dibutuhkan dalam rangka penegakan hukum.Oleh karena itu diperlukan

koordinasi dan kerjasama yang sinergis antar Instansi yang terkait dalam upaya

penegakan hukum terhadap Illegal Fishing tersebut.

Dalam pemberantasan kejahatan Illegal Fishing yang terjadi di Indonesia sering ditemui

bahwa yang merupakan salah satu kendala dalam pemberantasan Illegal Fishing ialah

disebabkan oleh kurangnya koordinasi yang efektif dan efisien antara berbagai Instansi

yang terkait, yang mana sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER/11/MEN/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Nomor PER/13/MEN/2005

tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan yaitu dalam

hal ini terdapat 10 (sepuluh) Instansi yang terkait yang berada dalam satu mata rantai

pemberantasanIllegal Fishing yang sangat menentukan proses penegakan hukum

kejahatan perikanan yaitu : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian Republik

Indonesia, TNI - Angkatan Laut, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan Ham

Ditjen Keimigrasian, Kemeterian Perhubungan Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian

Keuangan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ditjen

Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Mahkamah Agung dan Pemerintah Daerah

Provinsi/Kabupaten/Kota.

Koordinasi antar berbagai Instansi tersebut sangat menentukan keberhasilan dalam

penegakan hukum pidana terhadap kejahatan Illegal Fishing yang merupakan kejahatan

terorganisir yang memiliki jaringan yang sangat luas mulai dari penangkapan ikan secara

ilegal, tanshipment ikan ditengah laut hingga eksport ikan secara ilegal.

Page 14: Tugas Hukum Maritim.bagus

3. Rumusan Sanksi Pidana

Rumusan sanksi pidana dalam pasal Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan

perubahannya Undang - Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikananyang memiliki

sanksi pidana denda yang sangat berat dibandingkan dengan ketentuan pidana yang lain,

ternyata belum memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan Illegal Fishing.

Ancaman hukuman penjara yang paling berat 6 (enam) tahun bagi pelaku yang

melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki atau membawa SIPI (Surat Ijin

Penangkapan Ikan) dan paling berat 7 (tujuh) tahun bagi yang melakukan pemalsuan dan

memakai ijin palsu berupa SIUP, SIPI, SIKPI. Pidana denda yang paling banyak Rp.

20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah). Rumusan sanksi dalam Undang – Undang ini

tidak mengatur rumusan sanksi paling rendah atau minimum sehingga seringkali sanksi

pidana yang dijatuhkan tidak memberi efek jera kepada pelaku. Demikian juga belum

diatur tentang sanksi pidana bagi Korporasi serta sanksi pidana tambahan terutama

kepada tindak pidana pembiaran.

Terlepas dari semua itu masyarakat sebagai pihak yang awam terhadap hukum akan

selalu mempertanyakan putusan pengadilan dengan adanya praktek – praktek yang

unprofesional oleh aparat penegak hukum baik PPNS Perikanan, TNI - Angkatan Laut,

Penyidik Polri, Jaksa maupun Hakim namun tentu saja hal tersebut harus mempunyai

dasar yang kuat agar Lembaga Penegak Hukum sendiri tidak dirugikan dengan tudingan–

tudingan yang tidak berdasar. Sebaliknya jika tudingan tersebut terbukti, maka oknum

Penegak Hukum tersebut harus segera ditindak dengan tegas berdasarkan aturan hukum

dan hal ini berarti Lembaga Penegak Hukum perlu melakukan pembaharuan.

Page 15: Tugas Hukum Maritim.bagus

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan tidak mengatur pembagian

kewenangan secara tegas dan tidak pula mengatur mekanisme kerja yang pasti,

sehingga ketiga instansi tersebut menyatakan instansinya sama-sama berwenang

dalam penegakan hukum perikanan serta tanpa adanya keterpaduan sistem dalam

pelaksanaannya. Konflik kewenangan seperti ini tidaklah menguntungkan dan

mencerminkan penegakan hukum terhadap tindak pidana perikanan dipandang

lemah dan tidak optimal, sehingga berdampak kepada kegiatan penangkapan ikan

secara tidak sah masih menunjukkan frekuensi yang cukup tinggi dan tetap terus

berlangsung. Untuk itu segera dicarikan solusinya, guna tercipta suatu kondisi

yang tertib, aman serta adanya kepastian hukum. Hal tersebut berpengaruh positif

bagi para pelaku usaha dibidang perikanan yang pada akhirnya mampu

meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.

B. Saran

Perlunya dilakukan peningkatan kemampuan maupun kompetensi sumberdaya

manusia khususnya ditingkat penuntutan dan pengadilan sehingga dalam proses

penyelesaian atau penegakan hukum terhadap tindak pidana Ilegal Fishing dapat

dilakukan secara profesional dan tepat sasaran sehingga diharapkan tujuan dari sistem

peradilan pidana terpadu didalam menanggulangi kejahatan dibidang perikanan dapat

tercapai.Perlunya dibentuk Forum Koordinasi Aparat Penegak Hukum Dibidang

Perikanan sehingga dalam penanganan kasus tindak pidana Ilegal Fishing dapat

dilaksanakan secara bersama – sama lintas sektor sehingga apa yang menjadi faktor

penghambat dalam upaya penegakan hukum dibidang perikanan dapat diminimalisir.

Page 16: Tugas Hukum Maritim.bagus

DAFTAR PUSTAKA

Buku: ;Alma Manuputty, Maskun, dan Birkah Latif, 2011, “Hukum Laut (Pola Ilmiah Pokok”, Unhas, Makassar

Arif Johan Tunggal, 2013, “Pengantar Hukum Laut”, Harvarindo, Jakarta.

Dikdik Mohammad Sodik, 2011, “Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia”, Refika Aditama : Bandung.

P. Joko Subagyo, 2013, “Penerapan Hukum Laut di Indonesia”, Rineka Cipta: Jakarta.

Website :

Usmawandi, 2012, “Penegakan Hukum Iuu Fishing Menurut Unclos 1982 (Studi Kasus: Volga Case)”, http://rezaaidilf.wordpress.com/2012/11/18/ penegakan-hukum-iuu-fishing-  menurut-unclos-1982-studi-kasus-volga-case/. 11 Mei 2014.

http://stresspraktikum.blogspot.com/2013/06/proses-penegakan-hukum-terhadap-tindak.html.  11 Mei 2014. Peraturan Internasional :

United Nation Convention on The Law of The Sea 1982

Commision for Conservation of Artarctic Marine Living Resources 1997

Peraturan Nasional :

Undang-undang Nomor 17 Tahun 1983 tentang Hukum Laut (United Nations Convention On The Law Of The Sea) 1982.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.

Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.