transformasi hubungan dinamis antara turki dan uni eropa

23
Transformasi Hubungan Dinamis antara Turki dan Uni Eropa : Sebuah Pandangan Teori Neo-Fungsionalisme Ditulis sebagai tugas akhir kelas Hubungan Internasional di Eropa Dosen : Rengsina Suryati, M.Si. Ari Wijanarko Adipratomo, A+, A.A. 2004230075 / 2008231002 Member of Phi Theta Kappa Honor Student Society- Chapter Nu Lambda Harry S. Truman College, Chicago. Secretary of Indonesian National Rover Scout Work Council & Executive Secretary of Asia Pacific Association of Top Achiever Scouts (ATAS). Department of International Relations Faculty of Social and Political Science Jakarta’s Institute of Social and Political Science

Upload: ari-wijanarko-adipratomo-aa

Post on 19-Jun-2015

829 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

Transformasi Hubungan Dinamis antara Turki dan Uni Eropa : Sebuah Pandangan Teori Neo-Fungsionalisme

Ditulis sebagai tugas akhir kelas Hubungan Internasional di EropaDosen : Rengsina Suryati, M.Si.

Ari Wijanarko Adipratomo, A+, A.A.2004230075 / 2008231002

Member of Phi Theta Kappa Honor Student Society- Chapter Nu Lambda Harry S. Truman College, Chicago.Secretary of Indonesian National Rover Scout Work Council & Executive Secretary of Asia Pacific Association of Top Achiever Scouts (ATAS).

Department of International RelationsFaculty of Social and Political Science

Jakarta’s Institute of Social and Political Science (IISIP JAKARTA)

2009

Pendahuluan

Page 2: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

2

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

ropa telah menjadi salah satu wilayah yang mengalami perubahan yang besar dan juga

berbagai macam integrasi dalam berbagai aspek pasca Perang Dunia I. Telah banyak

Integrasi dan perubahan yang terjadi di Eropa, dari integrasi di aspek ekonomi dan

militer hingga integrasi sosial yang pada akhirnya semua jenis integrasi ini menuju ke satu tujuan

utama: penyatuan Eropa secara politik. Neo-Functionalisme, sebuah teori komprehensif yang

secara luas digunakan oleh banyak ahli untuk menjelaskan fenomena integrasi di Uni Eropa akan

dipertanyakan dalam tulisan ini. Apakah teori tersebut masih valid untuk digunakan saat ini ?

Terlebih ketika teori ini berhadapan dengan realitas berkembangnya keanggotaan Uni Eropa dan

juga perjuangan Turki untuk masuk ke Uni Eropa?

E

Untuk menguji model integrasi yang ditawarkan oleh teori Neo Fungsionalis, penulis

mencoba untuk mengaplikasikan hipotesis dari teori tersebut terhadap kasus integrasi Turki-Uni

Eropa. Namun sebelum membahas lebih jauh dan lebih mendetail, ada baiknya untuk penulis

terlebih dahulu memberitahukan bahwa dalam proses studi kasus hubungan dinamis antara

Turki-UE yang diambilnya, penulis mengikuti sebuah metode yang digunakan oleh Dr. Çınar

Özen, dosen Hubungan Internasional pada Gazi University, Ankara, yang membagi studinya

dalam dua fase. Fase yang pertama dari studi kasus tersebut ditandai dengan munculnya

hubungan perdagangan antara Turki dengan Komunitas Ekonomi Eropa atau dikenal dengan

European Economic Community (EEC) dan proses dinamis yang mengikutinya hingga awal

delapan puluhan. Sedangkan fase kedua, mulai sejak tahun delapan puluhan hingga sekarang.

Permasalahan utama yang coba diangkat dalam tugas ini akan memiliki point utama pada

perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan intergrasi dinamis yang menggunakan

hipotesis dari teori Neo Fungsionalis. Dengan menggunakan teori ini, penulis mencoba untuk

memberikan sedikit penjelasan terhadap pertanyaan inti yang dicoba dijawab dalam tugas ini.

Pertanyaan tersebut adalah apakah Teori Neo Fungsionalisme masih dapat digunakan untuk

menelaah fenomena Hubungan Internasional dalam hubungan dinamis Turki – Uni Eropa

Neo Fungsionalisme dan Hipotesis Utamanya dalam Pembentukan Entitas Politik yang Supranasional.

Page 3: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

3

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

Neo Fungsionalisme adalah pendekatan baru yang banyak dipakai untuk menjelaskan

fenomena integrasi internasional. Fondasi awal teori ini dapat kita temukan dalam buku Ernest B

Haas : “Uniting of Europe”1. Teori ini pada dasarnya adalah sebuah kritik terhadap teori

fungsionalisme.2 Teori ini memiliki tujuan untuk dapat menjelaskan fenomena integrasi di Eropa.

Neo Fungsionalisme adalah sebuah teori integrasi internasional yang memiliki tujuan untuk

mencapai sebuah entitas komunitas politik yang lebih besar dari nation state. Dengan atribut

semacam ini, sekilas teori ini nampak serupa dengan federalisme. Namun, teori ini juga memiliki

perbedaan dengan federalisme dimana teori ini menggunakan skala yang berbeda dalam

metodenya untuk mencapai tujuan akhir. Metode integrasi yang digunakan oleh Neo

Fungsionalisme serupa dengan metode yang digunakan teori fungsionalisme dimana metode ini

menawarkan metode integrasi bertahap yang dimulai dari sektor ekonomi dan menyebar ke

sektor politik untuk menciptakan entitas komunitas politik.

Para penganut Neo-fungsionalis percaya bahwa sebuah proses integrasi yang dimulai dari

sektor ekonomi akan menyebar ke sektor lainnya dengan jalan menciptakan rasa interdependensi

yang amat kuat dan juga menciptakan kemakmuran. Para Neo-Fungsionalist memberikan

sebuah istilah terhadap proses ini yang disebut dengan “functional spill-over”3. Lindberg

mendefinisikan spill over sebagai:

“situation in which a given action, related to a specific goal, creates a situation in which the

original goal can be assured only by taking further actions, which in turn create a further condition

and a need for more action, and so forth”.4

Konsep tersebut telah digunakan oleh Haas untuk menunjukkan bahwa dengan mengintegrasikan

sektor ekonomi –semisal batubara dan besi baja, seperti apa yang terjadi pada masa awal

integrasi Uni Eropa— akan secara pasti mendorong integrasi dalam berbagai kegiatan ekonomi

lainnya. Sebagai hasil akhir dari proses ini, integrasi ekonomi yang berawal dari integrasi di

sektor yang amat terbatas akan menyebar, terutama ke sektor ekonomi lainnya dan akhirnya akan

merubah perekonomian nasional negara-negara yang ikut didalam integrasi tersebut.

1 Haas, Ernest B. (1968), The Uniting of Europe, Standford.

2 Fungsionalisme sebagaimana yang dikembangkan David Mitrany melalui essaynya ‘A Working Peace System is the Principal Precursor of the Neo-functionalism’

lihat Mitrany, David, A. (1966), Working Peace System, Chicago.

3 Georges, Stephan (1991), Politics and Policy in the European Community, New York, Hal. 21-22

4 Linberg, Leon N. (1963), The Political Dynamics of European Economic Integration, London, Hal. 10.

Page 4: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

4

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

Menurut Haas, ketika organisasi supranational tercipta, dimana seluruh anggotanya

mendapatkan keuntungan yang meningkat, mereka dihadapkan oleh kenyataan untuk melakukan

ekspansi keanggotaan demi meningkatkan keuntungan. Dengan makin luasnya keanggotaan ini,

konsep Neo-Fungsionalisme akan “terpaksa” melakukan perluasan dan diharuskan untuk

melakukan definisi ulang terhadap skala eksistensi organisasi supranational. Haas sendiri

melihat bidang politik dalam dua bagian yang berbeda yakni high dan low politics. High politics

adalah bidang dimana didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan semisal diplomasi, strategi,

pertahanan, dan ideology nasional. Pada bidang ini, sangat sulit untuk merintis awal integrasi.

Dalam konsep Neo-Fungsionalis, nation states sangat enggan dan bahkan menolak untuk

kehilangan kedaulatan mereka di bidang high politics ini. Maka dari itu Haas telah menawarkan

untuk memulai integrasi dari bidang low politics yang didalamnya merepresentasikan dan

mencakup bidang ekonomi dan teknik.5 Integrasi di bidang high politics akan menjadi sebuah

konsekuensi yang alami dari proses integrasi yang telah merambah semua sektor. Ketika proses

functional spill-over terjadi, organisasi supranasional yang dibentuk atas dasar prinsip

pendelegasian otoritas kedaulatan, akan menemukan sebuah ranah baru dimana mereka dapat

melaksanakan peranan kontrol supranasionalnya. Para Neo-fungsionalists memiliki sebuah

antisipasi dimana mereka telah memperkirakan setelah sebuah integrasi dari pasar ekonomi

nasional negara anggota terjadi dalam sebuah kerangka organisasi supranasional, maka loyalitas

dari rakyat akan bergeser dari loyalitas nasional kearah loyalitas supranasional.

Dalam pandangan neo-fungsionalisme, nation state bukanlah sebuah struktur yang

sifatnya kolosal atau monolitik, namun sebaliknya, pandangan neo fungsionalisme melihat

nation state sebagai kombinasi antara kepentingan dan isu wilayah yang memiliki berbagai

kelompok didalamnya, antara lain : kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda, elit-elit

politik, pemimpin-pemimpin politik dan juga para pejabat-pejabat birokratis. Dalam paradigma

integrasi neo fungsionalisme, kelompok-kelompok yang berbeda ini menciptakan tipe kerjasama

dan koalisi yang sedemikian rupa untuk memaksimalkan keuntungan yang mereka dapat.

Kelompok-kelompok ini juga berinteraksi dengan kelompok serupa pada tingkatan transnasional. 6. Oleh karena itu, Haas mendeskripsikan konsep integrasi yang berdasar kepada pergeseran

koalisi yang mengutamakan kepentingan bersama, dalam hal ini koalisi ini diwakili oleh pejabat

5 Pentland, Charles, Hal 109.

6 Haas, Ernest B., The Uniting of Europe, hal 4

Page 5: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

5

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

pemerintahan, kelompok kepentingan, dan elite.7 Menurut Haas, ketika proses integrasi

kelompok-kelompok dan elit-elit mulai membentuk sebuah komunitas politik pada tingkatan

regional-bukan hanya pada tingkatan nasional- maka titik awal pergeseran dari integrasi ekonomi

ke integrasi politik akan dimulai.8 Haas mendeskripsikan “integrasi politik” sebagai sebuah

“proses dimana aktor-aktor politik di beberapa Negara yang berbeda terpaksa menggeser

kesetiaan, harapan dan kegiatan politik mereka terhadap sebuah pusat kepentingan baru, dimana

institusi didalamnya memiliki atau meminta kekuasaan yang pada awalnya dimiliki oleh nation-

states” 9 hasil akhir yang diharapkan Haas adalah “sebuah komunitas politik baru yang akan

menggantikan atau menutupi kekuasaan komunitas politik yang sudah ada”10 .

DINAMIKA DAN PERUBAHAN FUNDAMENTAL DALAM HUBUNGAN TURKI-UNI

EROPA

etika kita mengamati dinamika Hubungan Internasional yang menentukan posisi

Turki dalam konteks evolusi integrasi Negara Eropa, maka kita dapat membaginya

kedalam dua kategori yang berbeda. Kategori ini adalah dinamika-dinamika politik

dan dinamika-dinamika ekonomi yang memiliki nilai yang amat signifikan dalam pandangan

teori neo fungsionalis. Adalah hal yang sangat penting untuk mempelajari dinamika-dinamika

politik dan ekonomi yang mempengaruhi hubungan Turki-Uni Eropa dalam dua fase. Fase

pertama mulai semenjak akhir 1950 yang ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian Ankara

oleh Turki. Fase ini bertahan hingga akhir 1980-an ketika Turki mengalami transformasi struktur

ekonomi dan dunia pada umumnya telah menyaksikan sebuah perubahan penting dalam bidang

politik (akhir dari balkanisasi dunia). Fase kedua mulai pada akhir 1980-an dan terus berlanjut

sampai hari ini. Dua fase ini merepresentasikan nilai perubahan yang amat substansial dalam

dinamika hubungan politik dan ekonomi Turki-Uni Eropa.

K

DINAMIKA FASE PERTAMA HUBUNGAN TURKI-UNI EROPA

Dinamika di fase pertama di bidang politik adalah faktor ancaman Soviet dan juga faktor

Yunani. Dua faktor inilah yang mendasari keinginan Turki untuk masuk kedalam proses

7 Haas, Ernest B. (1964), Beyond the Nation-State, Stanford, Hal. 35.

8 Haas, Ernest B., The Uniting of Europe, Hal.13.

9 Ibid 10 Ibid

Page 6: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

6

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

integrasi Eropa dalam pada masa tersebut. Hal yang paling utama adalah faktor “ancaman

Soviet” yang memaksa Turki bergabung ke berbagai organisasi yang berbau kebarat-baratan atau

yang disponsori blok barat. Faktor kedua adalah Yunani, sebuah Negara yang memiliki banyak

selisih paham dalam bidang politik dengan Turki. Ketakutan akan ancaman Soviet berlangsung

selama periode Perang Dingin. Terdapat sebuah kepentingan bersama antara Turki dan blok

barat yang didominasi Amerika Serikat untuk melawan pengaruh komunis di Negara tersebut.

Turki menganggap bahwa bergabung dengan orgaanisasi-organisasi kebarat-baratan, yang

diawali dengan bergabungnya mereka di NATO adalah hal yang amat krusial dalam kebijakan

keamanan nasional dan juga memberikan andil yang sangat besar dalam menentukan kebijakan

luar negerinya. Didasari oleh hal tersebut, Turki melihat ide integrasi Eropa pada awal tahun

1950an dan juga perkembangan kepolularitasan blok Barat dalam masa perang dingin sebagai

hal yang amat menguntungkan. Dengan telah bergabungnya Turki kedalam OECD ( the

Organization for Economic Cooperation and Development ), NATO, dan Council of Europe,

membuat Turki ingin melanjutkan proses aliansinya ke barat dengan jalan bergabung dalam

European Communities. Hal ini membuat kelompok enam / anggota ECSC (The six yang

beranggotakan: Belgium, France, Italy, Luxembourg, The Netherlands, and West Germany atau

anggota ECSC) memandang Turki dalam konteks perang dingin dan melihat bahwa Turki

memiliki nilai strategis dan amat penting dalam upaya menangkal Soviet. Walaupun dihadapkan

dengan kenyataan bahwa Turki sangat tertinggal di bidang ekonomi, namun ketika anggota the

Six ini dihadapkan dengan permintaan Turki untuk berpartisipasi dalam “Common

Market”,mereka bukannya menolak permohonan Turki, malahan menyiapkan sebuah model

untuk mempersiapkan Turki masuk kedalam integrasi ekonomi 11. Terlihat disini bahwa terdapat

kesiapan dan keihklasan secara politik dan ekonomi untuk menerima Turki sebagai anggota di

masa depan walaupun kondisi ekonominya jauh dari memuaskan. Pendekatan positip dan

berbagai pengecualian ini harus dipandang dalam konteks perang dingin , persepsi umum yang

berkembang pada masa itu dan juga nilai strategis Turki dalam memerangi ancaman Soviet.

Faktor lainnya yang penting dalam fase pertama ini adalah faktor Yunani. Turki yang

dalam fase pertama ini terlihat dengan jelas bahwa mereka tidak ingin terisolasi dari tetangga

Eropanya, cukup terhenyak melihat Yunani memasukkan aplikasi permohonan untuk menjadi

anggota European Community pada 15 Mei 1959. Turki yang ketakutan akan kemungkinan

11 çinar özen, The change in the dynamics of Turkey-EU relations Halaman 5

Page 7: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

7

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

Yunani mencari sekutu untuk memenangkan beberapa perselisihan politiknya dengan Turki,

membuat Turki kalut dan dengan segera memasukkan aplikasi untuk menjadi anggota European

Community. Tak lama berselang dari Yunani, Turki memasukkan aplikasi mereka pada tanggal

31 Juli di tahun yang sama. Selain faktor ketakutan di bidang politik dengan aplikasi Yunani ke

European Community, Turki juga memiliki alasan ekonomi dibalik ketakutan mereka ini. Produk

ekspor Yunani dan Turki hampir sama, dan bila Yunani diterima kedalam keanggotaan

European Community, maka berarti barang-barang ekspor Turki akan mengalami penurunan

penjualan yang amat tajam karena pastinya European Community lebih memilih produk Yunani

yang merupakan anggota mereka. Turki tidak mau hal ini terjadi karena pada saat itu penjualan

komoditas ekspor Turki ke Eropa sudah cukup lemah, dan mereka tidak mau nilai ini terjun

bebas ke titik nadir.

Ketika kita mengevaluasi beberapa fakta secara ekonomis, terdapat sebuah kenyataan

bahwa Turki tidak siap untuk memasuki keanggotaan European Community. Perlu dipertayakan

maksud dan niatan sebenarnya dari Turki ketika mengajukan permohonan untuk memasuki

European Community. Sebenarnya bukanlah keinginan sesungguhnya dari Turki untuk

memasuki pasar common market dari European Community karena data ekonomi di lapangan

berkata sebaliknya, bahwa Turki tidak siap untuk memikul tanggung jawab yang muncul dari

integrasi ekonomi. Kelompok enam (the six) amat sadar akan hal ini. Namun karena ketakutan

akan masuknya pengaruh Soviet ke Turki dalam masa perang dingin, kelompok enam terpaksa

mengabulkan permohonan dan aplikasi Turki. Walaupun dengan situasi ekonomi yang sulit di

Turki, ditandatanganilah perjanjian Ankara pada 12 September 1963 yang mulai

diimplementasikan pada 1 Desember 1964 12. Perjanjian Ankara memiliki tujuan untuk

menciptakan custom union antara Turki dan European Community dan mempersiapkan

masuknya Turki sebagai anggota penuh European Community. Berdasarkan perjanjian Ankara,

dibentuknya Custom Union merupakan sebuah proses awal, dimana detail-detail selanjutnya

akan ditetapkan melalui protokol tambahan. Protokol tambahan ini mengatur jadwal

pengurangan tarif dan hal-hal lainnya dan ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1971 dan ikatan

efek komersial dari protokol ini mulai diterapkan pada 1 September 1971. 13 Protokol tambahan

ini memprediksikan dan menetapkan sebuah proses yang panjang –setidaknya 22 tahun- untuk

12 çinar özen, The change in the dynamics of Turkey-EU relations Halaman 6

13 Le Protocole Additional Signé le 23 November 1970, Annexé à l’Accord Créant une Association entre la Communautee Economique Européenne et la Turquie,

JOCE, NO. L 293, du 29 Décembre 1972

Page 8: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

8

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

menciptakan sebuah custom union antara Turki dan Uni Eropa. Berdasarkan perjanjian resmi ini,

European Community akan menghapuskan semua batasan-batasan dalam perdagangannya

dengan Turki dengan beberapa pengecualian mulai 1 September 1971. Dinamika hubungan

Turki-Uni Eropa dalam fase pertama cukuplah lemah, dimana semuanya bersumber kepada

permasalahan struktural ekonomi dalam negeri Turki. Kedua belah pihak yang menandatangani

perjanjian Ankara melihat bahwa terdapat target-target yang tidak nyata dalam perjanjian

tersebut, namun kedua belah pihak setuju untuk tetap maju dan merealisasikan keanggotaan

penuh Turki dalam European Community.

DINAMIKA FASE KEDUA HUBUNGAN TURKI-UNI EROPA

Awal fase kedua dinamika hubungan Turki-Uni Eropa ditandai dengan berakhirnya

perang dingin14. Dinamika politik dan pembangunan internasional pasca perang dingin telah

menjauhkan Turki dari keanggotaan penuh sebagai entitas politik dalam European

Community.Dinamika politik pada fase kedua ini memojokkan Turki pada sudut yang gelap yang

tersembunyi dalam besarnya Uni Eropa. Dengan berakhirnya perang dingin, nilai strategis dan

politis Turki di mata Eropa berakhir juga. Ditengah kegalauan pada pertengahan 1980-an,

perkembangan politik global telah mengubah alur orientasi banyak pihak. Pertama adalah Eropa,

dan kemudian seluruh dunia. Terlebih dengan inisiasi Gorbachev di Uni Soviet dengan program

Glasnost dan Perestroika-nya telah mentransformasi struktur totalitarian di Negara yang

merupakan pemimpin komunis dunia. Dengan kebijakan Gorbachev yang memberikan

kemerdekaan bagi Negara-negara blok timur, telah membuat Negara-negara di Eropa Timur

mendekat ke Uni Eropa. Konsekwensinya, Negara-negara ex-komunis di Eropa Timur mulai

merubah system politik mereka agar sejalan dengan system di blok barat. Pertumbuhan gerakan

demokrasi dan liberalisasi telah membuat Uni Eropa tertarik pada Negara-negara ex-komunis

tersebut. Uni Eropa melihat sebuah peluang untuk kembali menyatukan Eropa secara

keseluruhan setelah sebelumnya pada perang dingin Eropa terpecah secara militer, ideology, dan

politik. Ditengah kesuka-citaan Eropa ini, Turki seakan-akan terlupakan ditengah atmosfir

semangat menyatukan “Eropa Baru.15”

14 çinar özen, The change in the dynamics of Turkey-EU relations Halaman 7

15 çinar özen, The change in the dynamics of Turkey-EU relations Halaman 10

Page 9: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

9

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

European Commission melakukan review ulang terhadap Turki menyangkut aplikasi

keanggotaan mereka pada 1987 pada tahun yang dianggap sebagai “masa puncak” kejatuhan

rezim Komunis di Eropa Timur. Hasil dari review tersebut adalah European Commission tidak

mengkonfirmasi keanggotaan Turki. Namun, bukanlah sebuah penolakan. European Commission

menahan proses penerimaan Turki sebagai anggota penuh. Hal ini juga mengindikasikan bahwa

European Commission lebih tertarik melihat kebangkitan Eropa Tengah dan Eropa Timur untuk

dimasukkan kedalam agenda European Commission. Beberapa peristiwa di dunia juga

memperburuk posisi Turki di Uni Eropa. Perang Teluk merupakan salah satunya. Dengan

ikutnya Turki dalam konflik perang teluk telah mengubah pandangan masyarakat Uni Eropa

terhadap Turki. Mereka memandang Turki sebagai bagian dari Timur Tengah, terlebih dengan

letak geografis , penempatan posisi strategis dan kondisi politis, Turki lebih dekat dengan

Negara-negara di Timur Tengah. Pasca perang teluk, opini publik di Eropa mulai melihat Turki

sebagai bagian dari Timur Tengah dan bukan Eropa. Sebuah kondisi yang sangat ironis melihat

bagaimana mereka menyanjung dan memandang penting Turki pada masa perang dingin.

Turki yang mulai menyadari ketidak-untungan posisinya saat itu mulai melirik tawaran

tawaran Negara-negara yang baru berdiri di Asia Tengah dan wilayah kaukasus lainnya untuk

bekerjasama dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh Negara-negara baru tersebut

.Negara-negara baru ini memiliki sejarah panjang dan kesamaan dalam bidang budaya dan

bahasa yang membuat kedekatan dengan Turki sangat mudah untuk dijalin. Selain alas an

“menggiurkan” tersebut, Turki juga melihat adanya kesempatan bagi mereka untuk bermain di

pasar Negara-negara tersebut yang baru saja berkembang. Dengan mengambil langkah ini, Turki

tetap menjadi pemain yang diperhitungkan oleh Eropa pada masa dunia baru pasca Perang

Dingin.

Langkah-langkah politis yang diambil Turki dengan jalan merambah pasar baru di Asia

tengah tersebut membuat sikap Uni Eropa makin menjauh dari Turki. Mereka makin mereduksi

nilai signifikan Turki terhadap Eropa. Dari “calon anggota penuh” ke “rekanan strategis”

(Strategic Partner). Puncak sikap Uni Eropa ini dinyatakan pada tahun 1997 pada pertemuan

Luxemburg Summit. Pada pertemuan tersebut, kesimpulan akhir dari presidium menyatakan

bahwa Turki bukanlah salah satu Negara dari 10 negara di Eropa tengah dan timur yang akan

masuk kedalam agenda eskpansi anggota Uni Eropa. Dan sebagai gantinya, terdapat sebuah

Page 10: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

10

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

proposal yang dinamakan “A European Strategy for Turkey16” dimana didalamnya terdapat lima

point utama untuk meningkatkan upaya rapproachment tanpa menyebutkan sama sekali isu

keanggotaan penuh Turki.

PERUBAHAN DINAMIKA EKONOMI TURKI-UNI EROPA

Awal 1980an merupakan penanda diadopsinya kebijakan “structural economic

adjustment” oleh pemerintahan Demirel di Turki. Draft program yang disusun pada bulan

Januari tahun 1980 berupaya mencapai realisasi ekonomi pasar bebas yang berorientasi keluar.

Saat itu, posisi nilai tawar Turki berada pada titik terendah, vis-à-vis dengan para kreditor

internasional juga berada pada tingkatan kemampuan investasi terendah mereka. Tujuan dari

kebijakan ini adalah untuk memberikan janji kepada konsorsium OECD dan juga bank dunia

serta IMF agar Turki mendapatkan jaminan pemberian hutang baru dan penjadwalan ulang

pinjaman luar negerinya. Program tanggal 24 Januari 1980 adalah sebuah awal yang amat

penting bagi perubahan ekonomi yang pada awalnya didominasi oleh Negara dan tertutup

terhadap kompetisi internasional dan diatur dalam program indikatif 5 tahunan menjadi sebuah

ekonomi pasar yang lebih terbuka. Draft program ini akhirnya diimplementasikan sebagai sebuah

kebijakan oleh pemerintahan Özal yang terpilih pada pemilu tahun 1983. Pada lima tahun

pertama penerapan program ini, hampir semua control pemerintah atas harga barang dihapuskan,

dan harga produk pertanian dan juga subsidi pemasukan mulai dikurangi secara bertahap. Sektor

financial dan penanaman modal asing langsung juga mengalami reformasi dan juga mendapatkan

insentif pemerintah. Sebuah mekanisme yang diperkenalkan pada tahun 1985 membuka peluang

bagi pasar untuk menetapkan tingkat suku bunga sendiri. Pada tahun 1986, sebuah pasar antar

bank didirikan dan bank semenjak itu mulai bermunculan. Pasar Saham Istanbul Stock Exchange

dibuka kembali pada 1986. Pusat dana investasi langsung asing, pertukaran transaksi valuta asing

dan pendirian pasar modal mendapatkan restu untuk berjalan dari pemerintah pada 1989.

Privatisasi mulai menyebar disehala sektor. Perubahan-perubahan kearah ekonomi liberalism ini

mendapatkan tanggapan positip dari dunia internasional. Terbukti dengan naiknya nilai-nilai

perdagangan internasional dan juga naiknya indicator-indikator perdagangan ekonomi

internasional. Dengan perubahan-perubahan positip di bidang ekonomi dalam fase kedua

16 çinar özen, The change in the dynamics of Turkey-EU relations Halaman 15

Page 11: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

11

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

hubungan Turki-Uni Eropa, saat itu Turki memiliki nilai tawar yang lebih dibandingkan Turki

pada masa lalu.

Sebagai dampak langsung dari perubahan kebijakan Turki, Negara ini mulai berani

memikul tanggung jawab yang muncul dari Protokol tambahan Perjanjian Ankara dan juga

berani untuk maju kearah custom union dengan European Community. Inisiasi Turki untuk

kembali mengajukan permohonan menjadi anggota penuh dilaksanakan pada tahun 1987 diiringi

dengan penyelesaian kewajiban mengurangi tariff yang merupakan kesepakatan protocol

tambahan. Akhirnya pada 1 Januari 1996, terealisasikanlah sebuah custom union antara Turki

dan European Community sebagai konsekuensi dari penandatanganan Perjanjian Ankara dan

juga Protokol Tambahan. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa di Fase kedua dari hubungan

antara Turki-Uni Eropa, bidang ekonomi memainkan peranan yang amat vital, cukup bertolak

belakang dengan pandangan Neo Realisme yang memprediksikan bahwa Politik adalah faktor

determinan sebelum memasuki integrasi penuh.

A CRITICISM OF THE NEO-FUNCTIONALIST THEORY IN THE LIGHT OF THETURKEY-EU SAMPLE CASEThe Turkey-EU integration process was not a case justifying the hypothesis of the neo-functionalist integration theory. The neo-functionalist theory claims, as a scientific hypothesis, that economicintegration is an obligatory base of a political supranational integration and that the realisation ofeconomic integration within a supranational organisational framework would lead –almostautomatically– to a supranational political integration. However, the dynamics of Turkey-EUrelations, analysed in two different phases in this work, have shown the existence of a differentrelationship between economic and political integration processes.The analysis of the dynamics determining Turkey-EU relations has been displayed in detail under theprevious sub-heading. To summarise, one can say that Turkey-EU relations have been determinedand shaped, in the first phase, by political dynamics. During this period, it has been observed thateconomic integration was at a very weak and insufficient level. However, it was in this first phasethat Turkey concluded an association agreement bearing detailed and comprehensive stipulations

Page 12: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

12

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

including an eventual full membership of Turkey as a political end. The European Community hasshown strong and determined political will to maintain this integration model. The determination ofthe European Community to create an integration relation with Turkey could be explained only bythe existence of political reasons of the Cold War years. European Community’s determination toassign a time-frame for Turkey’s integration could be explained only by the political conditions ofthe Cold War years. Turkey opted for the creation and maintenance of an association relation basedessentially on an economic integration model despite its economic weakness. This was also a resultof political considerations (the Soviet threat and the Greek factor) of the Turkish politicaldecision-makers at the time. In other words, it was the political dynamics whih assured the creationand development of this relationship in the first phase.However, during the second phase, from the onset of the 1980’s to present-day, economic dynamicshave played a major role in determining Turkey-EU relations as the political integration hasdeclined. Economic integration has gained momentum during the second phase of the relations,thanks to the fundamental economic changes that the Turkish economy went through at thebeginning of the 1980’s. The fact of the completion of the customs union, orchestrated through theAnkara Agreement and the Additional Protocol as an economic end at the beginning of the relations,has been realised in this second phase, under the heavy influence of the developing economicdynamics. But political dynamics which played a decisive role during the first phase, completely lostimportance in the second. The disintegration of the Soviet Union, the rapprochement betweenCentral and east European countries and the European Union, and the Middle Eastern crisis have allpaved the way for Turkey’s the political shift toward the European periphery in the eyes of theEuropean Union.Turkey-EU integration was launched at a time when Turkey was not ready economically, yet itnevertheless regained momentum thanks to the international political situation. However, when theeconomic basis of the relations gained ground on an easy-functioning customs union, Turkey-EU

Page 13: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

13

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

relations lost political dimension under the heavy influence of diverging political perceptions. Thisobservation of the case study of Turkey-EU relations has demonstrated quite clearly the weakness ofthe neo-functionalist integration model.It is believed by the author of this article that the existing differences between the neo-functionalisttheory and the Turkey-EU integration movement stem from the inadequacy of this theory: It fails totake into consideration two major factors in its theoretical analysis framework. These factors can becategorised namely as “peripheral” factors based on international conditions in which an integrationwould be shaped, and the “cultural” factors based on religion, language and ethnicity issues, ingeneral, identity problems. The analysis of these two factors which are lacking in theneo-functionalist integration theory and an attempt of revision of the neo-functionalist theory wouldbe the subject of another research, therefore, we prefer here not to embark on this problematic issue.

Kesimpulan

eo Fungsionalisme adalah sebuah teori integrasi internasional yang memiliki

landasan pada inisiatif pergerakan integrasi Eropa, khususnya pada fase masa

transisi dari European Coal and Steel Community (ECSC) ke tahapan European

Economic Community (EEC). Gerakan integrasi ini tidaklah secara mudah

dikategorikan sebagai pendekatan integrasi internasional. Gerakan integrasi ini juga gerakan

yang bergerak diluar batasa klasik organisasi internasional, dimana faktor paling penting yang

membedakan pendekatan ini dengan model integrasi lainnya adalah tujuan akhir yang hendak

dicapai. Dalam gerakan integrasi Eropa, prioritas utama diberikan kepada integrasi di bidang

N

Page 14: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

14

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

ekonomi dalam kerangka kerjasama supranasional untuk mencapai sebuah struktur politik yang

diinginkan melalui beberapa tahapan. Ernest B Haas telah mengamati proses evolusi bertahap

dari integrasi Uni Eropa ini, dan mencoba mengaplikasikan metoda ini pada sebuah teori

integrasi yang diberi nama neo-fungsionalisme. Teori ini mengatakan bahwa proses integrasi

tidak dapat dimulai pada bidang-bidang high politics dimana kedaulatan suatu Negara masih

menjadi sebuah polemic besar yang tidak mampu dikompromikan, namun bila dimylai dari

bidang ekonomi, maka masyarakat banyak akan merasakan keuntungan dari integrasi ini, akan

tercipta sebuah saling ketergantungan dan pada akhirnya integrasi di bidang ekonomi ini akan

menyebar ke sektor lain. Inilah yang disebut sebagai “Spill-over effect.” Integrasi di bidang

ekonomi tadi akan memberikan jalan bagi bangsa-bangsa untuk mendirikan sebuah ikatan politik

pada tingkatan Supranasional.

Sedangkan, dinamika yang menentukan integrasi Turki-Uni Eropa pada fase pertama

didominasi oleh nuansa politis akibat perang dingin, dan pada fase kedua ekonomi adalah faktor

yang mendominasi dinamika hubungan Turki-Uni Eropa. Studi kasus hubungan Turki-Uni Eropa

telah memberikan kesempatan bagi kita untuk mengkaji dan menguji model integrasi Uni Eropa

dari Neo Fungsionalisme. Dalam konteks ini,gerakan integrasi Turki-Uni Eropa telah

mendemonstrasikan beberapa hal. Pertama, bahwa proses integrasi yang memiliki tujuan akhir

membentuk sebuah entitas politik supranasional mampu dimulai secara mudah dari dinamika

politik. Hal ini adalah point pertama yang menyimpang dari teori Neo-Fungsionalisme. Kedua,

point yang juga menyimpang dari teori neo fungsionalisme adalah integrasi ekonomi yang rumit

yang didasarkan pada prinsip pendelegasian kekuasaan tidak selamanya mampu mendorong

terciptanya sebuah integrasi politik.

Setelah disebutkan dua point yang menyimpang tadi, tulisan ini akan coba menekankan

pentingnya melihat dua faktor kelemahan teori integrasi neo fungsionalisme dalam memandang

hubungan Turki-Uni Eropa. Yang pertama adalah “faktor lingkungan” yang mampu dijabarkan

sebagai kondisi lingkungan internasional dimana hubungan integrasi ini terbentuk. Sedangkan

yang kedua adalah “faktor budaya” yang secara sederhana mampu dijabakan sebagai masalah

identitas. Analisa kedua factor tersebut dalam proses integrasi politik supranasional penulis

harapkan akan membawa sebuah pandangan disiplin ilmu baru yang lebih komprehensif dalam

mengkaji dinamika HI dalam konsep integrasi.

Page 15: Transformasi Hubungan Dinamis Antara Turki Dan Uni Eropa

15

Ari Wijanarko Adipratomo,A+, A.A.2004230075 / 2008231002Tugas Akhir Mata Kuliah Hubungan Internasional di Eropa

REFERENSI

Buku :

Haas, Ernest B.

- “Eastern Approaches: the EU Encounters the Former Soviet Union”, in Joan DeBardeleben

(ed) Soft or Hard   Borders: Managing the Divide in an Enlarged Europe (Aldershot, UK:

Ashgate, 2005)

- “The Uniting of Europe”. Stanford, UK: Longman 2003

- “Beyond the Nation-State”.

- Fungsionalisme sebagaimana yang dikembangkan David Mitrany melalui essaynya ‘A Working Peace System is the Principal Precursor of the Neo-functionalism’ lihat

Mitrany, David, A. (1966), Working Peace System, Chicago.

Georges, Stephan (1991), Politics and Policy in the European Community, New York, Hal. 21-22

Linberg, Leon N. (1963), The Political Dynamics of European Economic Integration, London, Hal. 10.