analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

112
ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: dinhdang

Post on 31-Dec-2016

225 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR

KOMODITAS UDANG INDONESIA

RIRI ESTHER PAINTE

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, 16 September 2008

Riri Esther Painte C44104015

Page 3: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

ABSTRAK

RIRI ESTHER PAINTE. Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia. Dibimbing oleh TARYONO dan WAWAN OKTARIZA.

Komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia yaitu udang. Uni Eropa (UE) merupakan salah satu pasar potensial ekspor udang Indonesia selain Jepang dan Amerika Serikat. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kebijakan perdagangan yang terkait dengan hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh UE terhadap ekspor udang Indonesia, mendeskripsikan kebijakan Indonesia yang terkait dengan pemenuhan persyaratan UE, mengetahui sejauh mana pengaruh hambatan tarif dan non tarif UE terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia, dan meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke UE beberapa tahun ke depan.

Hasil analisis data sekunder, didapatkan bahwa kebijakan tarif UE yang mempengaruhi Indonesia yaitu dengan diberlakukannya tarif bea masuk sesuai dengan skema GSP (Generalized System Preferences). Kebijakan non tarif yang terkait dengan standar mutu dan keamanan pangan dengan framework baru oleh Uni Eropa yaitu perlindungan konsumen tingkat tinggi dimulai dengan dikeluarkannya EC No 178/2002. Analisis pengaruh kebijakan didapatkan dengan meregresikan variabel dummy non tarif (Dt), variabel tarif (Tt), dan variabel lag ekspor selama dua tahun (Qt-2) terhadap volume ekspor udang Indonesia (Qt) selama periode 1992-2006. Model dugaan regresi yang paling tepat digunakan yaitu model linier dengan persamaan Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt + 0,62298Qt-2 dengan melihat kriteria ekonomi, kriteria statistik, dan kriteria ekonometrik.

Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa kebijakan non tarif berpengaruh positif terhadap volume ekspor udang Indonesia dan tarif berpengaruh negatif. Hasil peramalan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan metode peramalan terakurat yaitu metode trend kuadratik. Volume yang didapatkan dari tahun 2007 sebesar 34.559 ton meningkat menjadi 49.513 ton pada tahun 2011.

Kata Kunci: Hambatan, Tarif, Non Tarif, Ekspor Udang

Page 4: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

© Hak cipta milik Riri Esther Painte, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.

Page 5: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR

KOMODITAS UDANG INDONESIA

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

OLEH: RIRI ESTHER PAINTE

C44104015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 6: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

SKRIPSI

Judul : Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni

Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia

Nama : Riri Esther Painte

NIM : C44104015

Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Taryono, S.Pi, M.Si Ir. Wawan Oktariza, M.Si NIP. 132169278 NIP. 131963528

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131578799

Tanggal Lulus : 16 September 2008

Page 7: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai

tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian data sekunder

mengenai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan judul “Analisis

Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap

Ekspor Komoditas Udang Indonesia”, disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Taryono, S.Pi, M.Si dan Ir.

Wawan Oktariza, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan hingga penyelesaian skripsi ini, Dr. Ir. Suharno, M.Div dan

Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji. Selain itu, rasa terima kasih

penulis juga sampaikan kepada pihak-pihak yang turut membantu terkumpulnya

data-data yang diperlukan untuk penelitian ini serta kepada kedua orang tua,

Arthur, Joshua dan seluruh keluarga besar, teman-teman SEI 41, penghuni rumah

kost Wisma Novia I, teman-teman Yayasan Beasiswa Oikumene (YBO PGI), dan

teman-teman Komisi Pelayanan Siswa (KPS PMK IPB) yang senantiasa

mendoakan dan mendukung penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangannya, Namun,

penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi

pembaca umumnya.

Bogor, 16 September 2008

Penulis

Page 8: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1986 dari ayah Ir. Kimar

Turnip, M.Si dan ibu E. Ardina Manik. Penulis merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 61 Jakarta dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis memilih program studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi

Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Komisi Pelayanan

Siswa Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan turut

bergabung dalam HIMASEPA IPB (2006-2007) sebagai staf divisi

kesekretariatan. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan,

penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Hambatan

Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang

Indonesia”.

Page 9: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 7 1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 7 1.5 Ruang Lingkup ...................................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9 2.1 Komoditas Udang .................................................................................. 9 2.2 Uni Eropa ............................................................................................. 14 2.3 Teori Perdagangan Internasional ............................................................ 17 2.4 Teori Hambatan Perdagangan ................................................................ 20 2.5 Analisis Regresi ..................................................................................... 23 2.6 Peramalan .............................................................................................. 24 2.6.1 Jenis-Jenis Peramalan ................................................................... 24 2.6.2 Indentifikasi Pola Data Time series ............................................... 25 2.6.3 Jenis-Jenis Metode Peramalan ....................................................... 26 2.6.4 Pemilihan Metode Peramalan ........................................................ 30

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI..................................................... 32

IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 35 4.1 Metode Penelitian ............................................................................... 35 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 35 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 36 4.3.1. Analisis Data Kualitatif ............................................................. 36

4.3.2 Analisis Data Kuantitatif ............................................................ 37 4.3.2.1 Analisis Regresi Berganda .............................................. 37 4.3.2.2 Evaluasi Model Dugaan Persamaan Regresi .................... 39 4.3.2.2.1 Kriteria Ekonomi ................................................ 39 4.3.2.2.2 Kriteria Statistik ................................................. 39 4.3.2.2.3 Kriteria Ekonometrik .......................................... 41 4.3.2.2 Peramalan ....................................................................... 43 4.3.2.2.1 Identifikasi Pola Data .......................................... 43 4.3.2.2.2 Metode Trend ...................................................... 44 4.3.2.2.3 Metode Rata-Rata Bergerak Ganda ...................... 44 4.3.2.2.4 Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt ...... 45 4.3.2.2.5 Pemilihan Metode Peramalan Terakurat .............. 45

4.4 Batasan dan Konsep Penelitian ............................................................ 46

Page 10: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 48 5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa ...................................................... 48 5.1.1 Pasar Merchandise Uni Eropa..................................................... 48 5.1.2 Pasar Komoditas Perikanan Uni Eropa ....................................... 52

5.1.3 Pasar Komoditas Udang Uni Eropa............................................. 54 5.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang Indonesia ............................ 57

5.2.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang secara Umum ............. 57 5.2.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang ke Uni Eropa .............. 59

5.3 Kebijakan Perdagangan Tarif Uni Eropa ............................................. 61 5.4 Kebijakan Perdagangan Non Tarif Uni Eropa ...................................... 62 5.5 Kebijakan Perdagangan Indonesia ....................................................... 68 5.6 Analisis Regresi Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia .............. 71

5.6.1 Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia ........... 72 5.6.2 Evaluasi Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia 73 5.6.2.1 Kriteria Ekonomi ............................................................ 74 5.6.2.2 Kriteria Statistik ............................................................. 75 5.6.2.3 Kriteria Ekonometrik ...................................................... 76

5.7 Peramalan Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ............................... 78 5.8 Pembahasan ........................................................................................ 80

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 82 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 82 6.2 Saran .................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84

LAMPIRAN ................................................................................................... 91

Page 11: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Spesies Udang Komersial Penting .......................................................... 10

2. Negara-Negara Anggota Uni Eropa ........................................................ 15

3. Perincian Sumber Data Penelitian .......................................................... 36

4 . Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 49

5. Urutan Peringkat Negara Partner Perdagangan Uni Eropa Tahun 2002-2006 ................................................................................... 50

6. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 53

7. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 54

8. Volume Ekspor Perikanan dan Udang Indonesia Tahun 1992-2006........ 58

9. Kontribusi Ekspor Udang Indonesia bagi Impor Uni Eropa .................... 60

10. Daftar Tarif Bea Masuk Komoditas Udang ke Uni Eropa dari Indonesia Periode 1992-2006 ................................................................................. 62

11. Regulasi yang Berkaitan dengan Kebijakan non Tarif ............................ 63

12. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Regresi Linear Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia Periode 1992-2006 ............. 72

13. Data Regresi Model Linier Volume Ekspor Udang untuk Lag Ekspor t-2 Periode 1992-2006 ................................................................................ 74

14. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Periode Peramalan 2007-2011 ................................................................ 80

Page 12: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa ........................................................................................ 2

2. Grafik Nilai Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa ........................................................................................ 2

3. Beberapa Spesies Udang Laut Tropika ................................................... 11

4. Peta Keanggotaan Uni Eropa ................................................................. 16

5. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional ......................................... 19

6. Dampak Pemberlakuan Tarif ................................................................. 21

7. Kerangka Pendekatan Studi ................................................................... 34

8. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 49

9. Pangsa Produk Ekspor Uni Eropa ke Indonesia Tahun 2002-2006 .......... 51

10. Pangsa Produk Impor Uni Eropa dari Indonesia Tahun 2002-2006 ......... 52

11. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 53

12. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 55

13. Negara Importir Utama Udang di Dunia ................................................ 55

14. Negara Impotir Utama Udang di Uni Eropa Periode Januari-September 2004 hingga 2007 .................................................................................. 56

15. Negara Eksportir Utama Udang di Dunia pada Tahun 2004 ................... 58

16. Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ....................................... 68

17. Grafik Scatterplot Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ......... 77

18. Grafik Normalitas Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ........ 78

Page 13: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur Perdagangan Internasional secara Umum ................................... 91

2. Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa, Dummy Non Tarif, Tarif, dan Lag Ekspor Periode 1992-2006 .............................................. 92

3. Nilai Konstanta, R2, uji F, uji T, dan D-W pada Model Linier, Semi Log, dan Double Log ..................................................................... 93

4. Hasil Olahan Data Model Linier pada Lag Ekspor t-2 .............................. 94

5. Hasil Olahan Data Model Linier untuk Uji Multikolinearitas .................... 95

6. Plot Data Time Series dan Autokorelasi Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ............................................................................ 96

7. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Trend ........................................................................................... 97

8. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Rata-Rata Bergerak Ganda .......................................................... 99

9. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Holt ...................................................... 100

Page 14: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan perikanan Indonesia merupakan suatu kegiatan ekonomi

yang memiliki prospek yang semakin baik, terutama dalam meningkatkan

penerimaan devisa negara melalui ekspor hasil perikanan. Total ekspor perikanan

Indonesia tahun 2006 yaitu 926.478 ton dengan nilai ekspor US$ 2,1 miliar.

Komoditas utama ekspor hasil perikanan Indonesia yaitu udang, tuna, cakalang,

tongkol, ikan lainnya, dan kepiting. Berdasarkan data hasil olahan Departemen

Perdagangan tahun 2002 hingga 2006, rata-rata ekspor non migas (non minyak

dan gas bumi) Indonesia pada periode tersebut sebesar US$ 58,89 miliar dengan

rata-rata ekspor total Indonesia pada periode tersebut yaitu US$ 75,25 miliar.

Kecenderungan (trend) neraca perdagangan untuk ekspor migas sebesar -26,27%

dan ekspor non migas sebesar 14,82% selama tahun 2002-2006. Hal tersebut

menunjukkan bahwa non migas memiliki peluang ekspor lebih tinggi

dibandingkan dengan migas dilihat dari kecenderungan non migas yang bernilai

positif yang berarti adanya peningkatan ekspor, berbeda halnya dengan migas

yang bernilai negatif. Ekspor non migas Indonesia terdiri dari beberapa sektor

yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor pertambangan, dan sektor lainnya.

Udang segar atau beku merupakan komoditas ekspor utama dari sektor

pertanian dengan rata-rata ekspor tahun 2002 hingga 2006 yaitu US$ 0,86 miliar

per tahun dari rata-rata ekspor sektor pertanian sebesar US$ 2,77 miliar per tahun.

kecenderungan pertumbuhan ekspor udang segar atau beku sebesar 3,05% yang

menunjukkan adanya peningkatan ekspor dan memberikan kontribusi sebesar

1,48% dalam ekspor non migas. Rendahnya nilai tersebut bukan berarti komoditas

udang tidak berpeluang ekspor tinggi akan tetapi menunjukkan fakta perlunya

pengembangan ekspor komoditas udang.

Peningkatan konsumsi produk perikanan didukung dengan adanya

perubahan pola makan dari red meat kepada white meat pada masyarakat dunia,

yang berarti membuka peluang terhadap peningkatan ekspor komoditas perikanan.

Page 15: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama hasil perikanan Indonesia yaitu

Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (UE).

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

volu

me

(to

n)

Jepang Amerika Serikat Uni Eropa

Trend Jepang Trend Amerika Serikat Trend Uni Eropa

Gambar 1. Grafik Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat,

dan Uni Eropa Tahun 2002-2006.

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Nila

i (00

0US$)

Jepang Amerika Serikat Uni Eropa

Trend Jepang Trend Amerika Serikat Trend Uni Eropa

Gambar 2. Grafik Nilai Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan

Uni Eropa Tahun 2002-2006 Sumber : Departemen Perikanan dan Kelautan, 2002-2006 (diolah).

Berdasarkan Gambar 1 dan 2 di atas dapat dilihat bahwa selain Jepang

dan Amerika Serikat, Uni Eropa juga merupakan pasar potensial bagi ekspor

komoditas udang sebagai salah satu komoditas utama ekspor hasil perikanan.

Peningkatan ekspor udang ke UE selama kurun waktu lima tahun yaitu pada

tahun 2002 sebesar 16.140 ton menjadi 31.016 ton pada tahun 2006. Selain itu,

dapat dilihat pula pada garis trend ekspor udang ke tiga negara tujuan, adanya

kecenderungan ekspor udang meningkat ke Amerika Serikat dan Uni Eropa,

sedangkan Jepang mengalami penurunan volume impor udang dari Indonesia.

Page 16: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Uni Eropa yang merupakan pasar potensial bagi ekspor hasil perikanan

Indonesia memilki kebijakan atau peraturan dengan standar tersendiri yang cukup

tinggi, baik dalam hal tarif maupun jaminan kualitas dan keamanan produk

pangan, termasuk di dalamnya produk perikanan. Hal ini menjadi tantangan bagi

Indonesia dalam memenuhi permintaan konsumen sebagai salah satu cara

memposisikan diri agar tetap kompetititf selain juga tetap bersaing dengan negara

kompetitor.

Kinerja Indonesia antara yang idealnya diimplementasikan dengan

kenyataan di lapangan dalam sistem perdagangan internasional tidaklah selaras.

Hal ini terjadi dikarenakan adanya keterbatasan, baik dalam segi kebijakan dan

penerapannya, sarana dan prasarana, dan berbagai aspek lainnya. Kondisi ini

sejalan dengan pemikiran tokoh-tokoh pemikir ekonomi aliran sejarah seperti

Friedrich List yang pernah mengemukakan pendapat bahwa perdagangan bebas

hanya menguntungkan negara-negara yang industri dalam negerinya sudah maju.

Negara maju bisa menghasilkan berbagai macam produk secara lebih efisien,

sehingga lebih kompetitif dalam bersaing. Kenyataan tersebut tentunya

menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan dalam perdagangan internasional

dapat menjadi hambatan bagi ekspor Indonesia, baik itu dalam hal tarif maupun

non tarif.

Secara umum, tingkat tarif yang diberlakukan oleh Uni Eropa paling tinggi

dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya seperti Jepang dan Amerika

Serikat (Dahuri, 2002). Tarif bea masuk yang tinggi nantinya akan meningkatkan

harga produk yang beredar di pasar. Selain itu, UE memberlakukan adanya

diskriminasi tarif. Negara-negara bekas jajahan UE mendapatkan keringanan atau

dibebaskan dari kewajiban membayar tarif bea masuk. Hal tersebut semakin

melemahkan daya saing ekspor Indonesia dibandingkan dengan negara eksportir

lainnya.

Perdagangan hasil perikanan nampaknya akan menghadapi permasalahan

yang lebih berat yaitu hambatan non-tarif (non-tariff barrier) dalam perdagangan

global. Pada saat ini setiap negara cenderung menerapkan standar yang berlaku di

negara masing-masing sebagai acuan dalam impor dan ekspor hasil perikanan

sebagai tindak lanjut dari standar yang dikeluarkan oleh Organisasi Perdagangan

Page 17: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Dunia (World Trade Organization/WTO). Akibatnya banyak timbul masalah

penolakan atau penahanan bahkan embargo terhadap ekspor hasil perikanan dari

negara-negara berkembang ke negara industri maju. Sebagai contoh, terjadinya

kasus penahanan dan penolakan terhadap udang Indonesia yang diekspor ke Uni

Eropa karena produk tersebut dianggap mengandung antibiotika

chloramphenicol. Uni Eropa mengeluarkan peraturan mengenai standarisasi yang

lebih ketat dibandingkan yang ditetapkan Codex Alimentarius Commision (CAC)

dengan asumsi standar tersebut dapat diuji secara ilmiah. Hal inilah yang dapat

menjadi kendala bagi pengusaha Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspor

udang ke UE sebagai pasar potensial.

Banyaknya persyaratan yang dikeluarkan oleh pasar Uni Eropa dan

pernyataan dari pemerintah UE yang menyatakan ketidakmampuan Indonesia

memenuhinya, maka produk udang Indonesia ditolak oleh pasar Uni Eropa.

Dalam hal Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF), pihak Komisi Eropa

(KE) mengeluhkan lemahnya pihak yang berkompeten di Indonesia dalam

melakukan pengawasan terhadap kualitas kesehatan dari produk ikan atau udang

yang diekspor, khususnya terkait dengan border control maupun market control

yang dilakukan oleh pihak Competent Authority (Dit Pemasaran Luar Negeri

DKP, 2006).

Hal-hal tersebut diatas baik yang bersifat hambatan tarif maupun non tarif

akan berpengaruh terhadap ekspor komoditas udang. Untuk itulah perlu dianalisis

sejauh mana hambatan perdagangan tarif maupun non tarif yang dikeluarkan oleh

Uni Eropa mempengaruhi ekspor udang Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan ekspor hasil

perikanan Indonesia, setelah Jepang dan Amerika Serikat sebagai pasar potensial.

Potensi pasar terus berkembang seiring dengan bertambahnya negara anggota

Uni Eropa dari 6 negara pada tahun 1950 menjadi 27 negara pada tahun 2007.

Masing-masing negara anggota berpotensi menjadi negara tujuan ekspor.

Kegiatan perdagangan internasional di era globalisasi ini dihadapkan pada

adanya hambatan tarif dan non tarif yang membuat kesulitan bagi negara

Page 18: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

eksportir, terutama negara berkembang untuk memasukkan produk dagangannya

ke negara importir yang notabene merupakan negara maju dengan persyaratan

yang begitu ketat. Dikemukakan oleh Nugroho (2007) dalam kaitannya dengan

preferensi pasar global, ada masalah dalam pasar global dalam memenuhi standar

internasional, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan Sanitary and

Phytosanitary (SPS), technical barrier to trade (TBT), serta tarif dan harga. Hal

inilah yang dialami Indonesia dalam memenuhi permintaan impor komoditas

udang oleh pasar Uni Eropa sebagai negara tujuan ekspor. Oleh sebab itu, para

eksportir, dalam hal ini pengusaha perikanan Indonesia berkewajiban

mempelajari dengan seksama setiap kendala atau hambatan-hambatan yang

diadakan oleh Uni Eropa untuk setiap komoditas yang diimpor negara tersebut.

Tarif yang dikenakan oleh pihak importir merupakan salah satu aspek

yang turut mempengaruhi proses jual beli antar negara. Secara umum, tarif yang

diberlakukan oleh tiap-tiap negara adalah berdasarkan persetujuan Most

Favoured Nation (MFN) sebesar 12% pada berbagai komoditas. Kemudian

dengan diberlakukannya skema Generalized System Preferences (GSP) di Uni

Eropa semakin menguntungkan negara penerima GSP, salah satunya Indonesia

sebagai pengsuplai produk perikanan yang dikenakan tarif bea masuk untuk

komoditas udang sebesar 4-7 % pada tahun 2006. Bea masuk yang diberlakukan

tentunya mempengaruhi harga dari komoditas udang di pasar Uni Eropa.

Isu hambatan non tarif yang pernah terjadi yaitu ketika Komisi Eropa

mengeluarkan peraturan (directive) baru yang mewajibkan kepada semua negara

pengekspor ikan budidaya ke Uni Eropa untuk menyampaikan program

pengendalian dan monitoring residu hormon dan antibiotik, hal ini tentunya

menghambat ekspor udang tambak ke Uni Eropa (Dahuri, 2002). Uni Eropa

memperketat masuknya udang asal Indonesia pada tahun 2004 dikarenakan

sebagian udang Indonesia dicurigai mengandung bakteri yang berbahaya bagi

kesehatan. Persoalan ini, menurut Sumpeno (Dirjen Pemasaran dan Peningkatan

Kelembagaan Perikanan, DKP) dalam wawancaranya dengan redaksi Tempo

(2004), bermula pada saat laboratorium penguji UE menemukan bakteri tertentu

pada udang kedua eksportir asal Jawa Timur. Menurut Sumpeno, pada dasarnya

semua produk ekspor Indonesia sudah melewati laboratorium penguji di dalam

Page 19: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

negeri. Namun kemungkinan udang tersebut dapat lolos karena jenis bakterinya

selama ini belum pernah dikenali laboratorium penguji Tanah Air. Kemudian,

pada tahun 2005 European Anti-Fraud Office (OLAF) telah melakukan

kunjungan ke Indonesia dalam rangka verifikasi adanya penyalahgunaan Sertifikat

Keterangan Asal (SKA) Form A dari Indonesia untuk produk udang diimpor dari

China dan direekspor ke UE. Produk tersebut memanfaatkan fasilitas GSP yang

diberikan kepada produk impor dari Indonesia. Produk udang China dilarang

diimpor ke UE. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh OLAF bekerjasama

dengan Departemen Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan serta

Ditjen Bea dan Cukai pada bulan Juni-Juli 2005 dalam kegiatan monitoring

bersama ditemukan bahwa beberapa perusahaan udang Indonesia melakukan re-

ekspor terhadap produk udang yang diimpor dari China ke UE (Departemen

Perindustrian, 2005).

Ketika hambatan tarif sudah mulai berkurang, pemerintah Indonesia dan

pengusaha perikanan berjuang menjawab tantangan dari Uni Eropa (UE) terkait

dengan standar mutu dan keamanan hasil perikanan. Sebagai contoh, Direktorat

Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai Competent Authority

Indonesia mengeluarkan peraturan yang ekuivalen dengan peraturan UE,

diantaranya Kepmen Perikanan KEP21/MEN/2004 tentang sistem kontrol kualitas

produk perikanan yang ditujukan untuk pasar Uni Eropa serta berbagai kebijakan

lainnya. Diharapkan ekuivalen kebijakan ini mampu membawa Indonesia

mengembangkan ekspor hasil perikanannya ke Uni Eropa.

Melihat uraian dan fakta-fakta tersebut diatas dan juga mengacu pada latar

belakang yang telah dibuat, maka permasalahan yang dirumuskan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Apa saja kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang

menjadi hambatan tarif dan non tarif bagi ekspor komoditi udang Indonesia?

2. Apa saja kebijakan yang telah dikeluarkan Indonesia dalam penyesuaian

persyaratan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa?

3. Sejauh mana hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh komisi

Eropa mempengaruhi ekspor udang Indonesia?

Page 20: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

4. Bagaimana peramalan volume ekspor udang Indonesia beberapa tahun

mendatang?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan kebijakan perdagangan yang terkait dengan hambatan tarif

dan non tarif yang dikeluarkan oleh Uni Eropa terhadap ekspor udang

Indonesia.

2. Mendeskripsikan kebijakan Indonesia yang terkait dengan pemenuhan

persyaratan Uni Eropa.

3. Mengetahui sejauh mana pengaruh hambatan tarif dan non tarif Uni Eropa

terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia.

4. Meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun ke

depan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

2. Sebagai bahan masukan bagi instansi/departemen/stakeholder terkait dalam

mengambil langkah maupun kebijakan yang tepat dalam rangka peningkatan

ekspor komoditas udang.

3. Sebagai referensi literatur bagi penelitian lebih lanjut.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan yang

dinyatakan menjadi hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh Uni

Eropa yaitu kawasan negara-negara yang tergabung dalam UE-25 hingga tahun

2006 berkaitan dengan impor komoditas pangan, termasuk di dalamnya

komoditas udang dan dampaknya terhadap ekspor Indonesia. Kebijakan atau

regulasi perdagangan Indonesia juga turut dideskripsikan dalam rangka ekuivalen

Page 21: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

kebijakan dengan Uni Eropa. Selanjutnya dilihat pengaruh dari kebijakan-

kebijakan tersebut terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia serta

meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun

mendatang. Jangka waktu data yang digunakan sejak tahun 1992 hingga tahun

2006.

Page 22: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditas udang

Komoditas udang secara umum biasa disebut dengan istilah shrimp dalam

dunia perdagangan. Spesies udang sendiri di seluruh dunia tercatat tidak kurang

dari 2700 buah. Secara geografis udang ini bisa dikelompokkan menjadi 4

golongan, yakni udang tropis, udang china, udang atlantik utara, dan udang laut

utara. Jenis yang dihasilkan Indonesia tergolong udang tropis. Udang tropis

menguasai pasar hingga 70% dari angka konsumsi udang, sedangkan golongan

lainnya hanya 30% saja. Jenis udang yang dipasarkan oleh Indonesia adalah jenis

udang tropis (Nazaruddin, 1993).

Beragam spesies udang dikenal dalam dunia perdagangan internasional

(Murty, 1991). Keragaman spesies udang ini dapat dipilah-pilah lebih lanjut

diantaranya menurut asal habitatnya. Berdasarkan asal habitatnya, spesies udang

yang telah dikenal dalam jalur perdagangan internasional dapat dibedakan

menjadi tiga kelompok besar, yakni:

- Spesies udang laut dingin. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada

lautan daerah dingin.

- Spesies udang laut tropika. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada

perairan pantai daerah tropika, serta memiliki ukuran yang lebih besar.

- Spesies udang air tawar. Umumnya kelompok spesies ini hidup pada danau

atau sungai di daerah tropika dan dapat memiliki ukuran yang besar sekali.

Spesies udang ini dalam dunia perdagangan internasional umumnya dikenal

sebagai giant river prawn.

Spesies udang laut dingin menyebar dan banyak ditangkap di daerah

sebelah utara Jepang, Alaska, Kanada, di sebelah barat laut dan timur laut

Amerika Serikat, Islandia, Greenland, dan di sebelah utara Eropa. Daerah

penyebaran spesies udang laut tropika meliputi perairan pantai tenggara Amerika

Serikat, Teluk Meksiko, Laut Karibia, pantai barat tengah Afrika, Teluk Persia,

negara-negara pantai Samudera Hindia, Asia Timur, Indonesia, Australia, pantai

barat Amerika Tengah, dan pantai timur serta pantai barat Amerika Selatan.

Page 23: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Di luar spesies udang air tawar, paling sedikit terdapat lebih dari 20

macam spesies udang laut tropika yang telah lazim diperdagangkan secara

internasional dan hampir seluruhnya udang penaeid. Spesies udang yang secara

komersial memilki arti penting dalam perdagangan internasional disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Spesies Udang Komersial Penting Kelompok Spesies Daerah Asal Nama Inggris Nama latin/Ilmiah Laut-Dingin Atlantik utara,

dan Pasifik Utara, serta Atlantik Timur Laut

Northern shrimp Common shrimp

Pandalus borealis Crangon crangon

Laut Tropika

Indo pasifik Green tiger prawn Banana prawn Indian white prawn Giant tiger prawn Kuruma prawn Fleshy prawn Western king prawn Brown tiger prawn

Penaeus semisulcatus Penaeus mergulensis Penaeus indicus Penaeus monodon Penaeus japonicus Penaeus orientalis Penaeus latinsulcatus Penaeus esculentus

Western Indian Ocean

Indian white prawn Giant tiger prawn Giant tiger prawn

Penaeus indicus Penaeus monodon Penaeus semisulcatus

Atlantik Timur Atlantik Barat

Southern pink shrimp Northern white shrimp Northern pink shrimp Southern pink shrimp Northern brown shrimp Southern brown shrimp Southern white shrimp Redspotted shrimp

Penaeus notialis Penaeus setiferus Penaeus duoarum Penaeus notialis Penaeus aztecus Penaeus subtilis Penaeus schimitti Penaeus brasilliensis

Pasifik Timur Yellowleg shrimp Whiteleg shrimp Blue shrimp Crystal shrimp Western white shrimp

Penaeus californiensis Penaeus vannamei Penaeus stylirostris Penaeus brevirostis Penaeus occidentalis

Air Tawar Indo Pasifik Giant river prawn Macrobrachium rosenbergii

Sumber : ADB/FAO, INFOFISH, 1983 dalam Murty, 1991.

Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa ragam jenis spesies udang laut tropika

lebih dominan jika dibandingkan dengan spesies udang yang berasal dari kawasan

laut-dingin. Keragaman spesies udang laut daerah tropika merupakan sumber daya

alami yang dimiliki oleh negara-negara dalam kawasan yang bersangkutan,

termasuk di dalamnya Indonesia. Keragaman spesies ini cukup mendominasi

pasar udang internasional. Udang Penaeid yang dimiliki Indonesia, antara lain

Page 24: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

udang jerbung/udang putih (Penaeus mergulensis), udang kelong/udang putih

(Penaeus indicus), udang raja/udang kembang (Penaeus latisulcatus), udang bago

(Penaeus semisulcatus), dan udang windu (Penaeus monodon) dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Beberapa Spesies Udang Laut Tropika.

Dalam dunia perdagangan internasional berdasarkan Murty (1991) dikenal

dua istilah yang digunakan untuk menamakan udang, yakni prawn dan shrimp.

Kedua penamaan ini sering digunakan sebagai pembeda ukuran fisik. Shrimp

digunakan untuk menyebut udang yang berukuran kecil, dan biasanya digunakan

untuk menamakan udang yang tergolong dalam famili Crangonidae. Istilah prawn

digunakan untuk menamakan spesies dengan ukuran fisik yang lebih besar,

terutama dari famili Pandalidae, Peneidae, dan Palaemonidae. Seringkali pula

shrimp dan prawn digunakan untuk membedakan asal habitat udang. Shrimp

digunakan untuk menamakan spesies udang laut dan prawn digunakan untuk

Penaeus Monodon Penaeus Indicus

Penaeus Japonicus Penaeus Semisulcatus

Penaeus Orientalis

Penaeus latinsulcatus Penaeus merguensis

Page 25: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

menamakan spesies udang sungai atau spesies udang air tawar. Sehingga tidak

jarang pula digunakan istilah seawater shrimp dan freshwater prawn.

Bentuk produk udang yang dijajakan di pasaran internasional cukup

beragam dari satu pangsa pasar ke pangsa pasar lainnya. Keragaman bentuk

produk ini dapat dianggap suatu cermin dari preferensi konsumennya pada suatu

pasar. Di pasaran internasional, secara umum penyajian udang yang

diperdagangkan antara lain : bentuk hidup, bentuk segar, bentuk beku, dan bentuk

kering.

Kenyataan adanya pengaruh dari perbedaan tradisi, geografi, sosial

ekonomi memberikan dampak pula terhadap preferensi konsumen terhadap

bentuk penyajian produk udang olahan. Oleh karena itu, untuk memenuhi

kebutuhan suatu pasar, udang olahan disajikan dalam berbagai bentuk produk

yang lebih spesifik. Uraian yang lebih terinci terhadap cara penyajian bentuk

produk udang olahan yang lazim dijumpai di pasaran internasional adalah seperti

berikut (Murty, 1991):

- Whole, head-on, shell-on, raw, frozen. Udang segar utuh yang dibekukan.

Bentuk produk ini disukai di Eropa Selatan, terutama Spanyol.

- Whole, head on, shell-on, cooked, not frozen. Udang utuh yang direbus dan

tidak dibekukan. Bentuk produk ini bersifat terbatas, terutama untuk brown

shrimp (Crangon crangon) yang berasal dari Laut Utara. Daerah pemasaran

utamanya, Jerman Barat dan Belanda. Perdagangan antar negara Eropa bagi

bentuk produk ini sangat dibatasi, karena produk ini relatif mudah

terkontaminasi.

- Whole, head-on, shell-on, cooked, frozen. Udang utuh, direbus, dan

dibekukan. Dalam perdagangannya, produk ini didominasi oleh spesies yang

berasal dari Laut Atlantik Utara (Pandalus spp), dan ekspornya terutama

dilakukan oleh Greenland, Islandia, dan Norwegia.

- Headless, shell-on, raw, frozen. Udang segar tanpa kepala yang dibekukan.

Pada spesies udang laut tropika umumnya produk ini akan berbobot dua per

tiga dari bobot utuhnya dan pada spesies udang air tawar atau udang sungai

bobotnya kurang lebih hanya 50% dari bobot utuhnya. Sebagian terbesar dari

udang beku yang diperdagangkan di pasaran internasional disajikan dalam

Page 26: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

bentuk ini. Daerah pemasaran utama untuk bentuk produk ini meliputi

Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa (kecuali Spanyol).

- Headless, cooked, pelled, frozen. Udang tanpa kepala, direbus, dikupas

kulitnya, dan dibekukan. Bentuk produk ini terutama diperdagangkan di

Eropa, kecuali Spanyol.

- Headless, peeled, and deveined (P&D). Udang tanpa kepala, dikupas, dan

dibuang ususnya. Jika segmen kulit pada ujung ekornya tidak dibuang, maka

produknya disebut P&D tail-on.

- Headless, peeled, undeveined (PUD) udang tanpa kepala, dikupas, tanpa

dibuang bagian ususnya. Bentuk produk ini biasanya dibekukan dan disajikan

dalam bentuk block frozen. Pasaran utamanya adalah Eropa dan Jepang.

- Canned shrimp. Udang yang dikalengkan. Biasanya udang yang dikalengkan

berukuran kecil dan berbentuk headless, cooked, and peeled (c & p).

- Breaded. Bentuk udang P&D atau biasanya P&D tail-on, dicelupkan ke dalam

batter dan breading, dikemas, dan dibekukan. Produk ini bersifat domestik

dan kurang penting dalam perdagangan internasional.

- Battered. Bentuk udang P&D dicelupkan ke dalam batter, dikemas, dan

dibekukan. Produk ini bersifat domestik dan kurang penting dalam

perdagangan internasional.

- Specialties. Merupakan bentuk produk regional atau domestik dan dalam

perdagangan internasional terhitung kurang penting.

Berdasarkan penelaahan Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat

Eropa (PRI-ME) tahun 2001 terdapat sekitar 300 spesies di dunia untuk shrimps

akan tetapi spesies utama yang diperjualbelikan di pasar UE adalah : Pink

(Pandalus borealis), Pacific white (Penaeus vannamei), sedangkan spesies

lainnya adalah : Black tiger (Penaeus monodon), Chinese white (Penaeus

chinensis) dan Gulf (Penaeus aztecus).

Produksi udang Indonesia berasal dari perikanan tangkap dan perikanan

budidaya, hal ini diungkapkan oleh Hamdani, 2006. Perikanan tangkap dibagi

menjadi dua sumber yaitu kegiatan penangkapan di laut dan penangkapan di

perairan umum. Sedangkan udang yang diperoleh dari kegiatan perikanan

budidaya berasal dari tambak. Produksi udang Indonesia sebagian besar

Page 27: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

merupakan jenis Penaidae yang hidup di perairan laut tropis serta beberapa jenis

udang air tawar. Jenis-jenis udang yang berasal dari laut diantaranya adalah udang

putih (Penaeus indicus / banana prawns), udang dogol ( Metapenaeus ensis /

endeavour), udang windu (Penaeus monodon / giant tiger prawn), dan udang

karang (Panilurus versicolor / lobster) serta beberapa jenis udang lainnya. Jenis

udang budidaya tambak adalah udang windu, udang putih, udang api-api,

(Metapenaeus spp / greasy back shrimps). Sedangkan udang hasil penangkapan di

perairan umum adalah udang galah (Macrobranchium rosenbergii / freshwater

giant shrimps), udang rebon (Mycidacea / mysid).

2.2 Uni Eropa (UE)

Uni Eropa hingga tahun 2007 menurut Delegasi Komisi Eropa untuk

Indonesia (2007) merupakan kelompok 27 negara-negara independen yang unik

dengan lebih dari 492 juta warga negara yang tinggal dalam batas wilayahnya.

Awal mula berdirinya dapat ditelusuri ke akhir masa perang dunia kedua ketika

para anggota pendirinya memutuskan bahwa cara terbaik untuk mencegah konflik

adalah dengan mengelola secara bersama produksi batu bara dan baja, dua bahan

utama yang diperlukan untuk berperang. Negara-negara anggota terikat di dalam

Uni Eropa dengan serangkaian traktat yang telah mereka tandatangani seiring

dengan perkembangannya. Semua traktat itu harus disepakati oleh masing-masing

Negara Anggota dan kemudian diratifikasi baik oleh parlemen nasional atau

melalui referendum. Nama Uni Eropa muncul pada tahun 1992 menggantikan

nama Komunitas Masyarakat Eropa bersamaan dengan ditandatanganinya Traktat

Maastricht (Traktat Uni Eropa) pada tanggal 7 Februari 1992.

Pemrakarsa Uni Eropa terdiri atas enam negara, yaitu: Belgia, Jerman,

Perancis, Italia, Luksemburg dan Belanda. Sejak itu Uni Eropa telah berkembang

menjadi 27 anggota dengan serangkaian perluasan. Denmark, Irlandia dan Inggris

bergabung pada tahun 1973, Yunani pada tahun 1981, Spanyol dan Portugal pada

tahun 1986. Uni Eropa semakin berkembang pada tahun 1995 dengan masuknya

Austria, Finlandia dan Swedia. Perluasan pada tahun 2004 membawa masuk

Republik Ceko, Estonia, Siprus, Latvia, Lithuania, Hongaria, Malta, Polandia,

Slovenia, dan Slowakia. Bulgaria dan Rumania bergabung dengan Uni Eropa pada

Page 28: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

tahun 2007. Urutan masuknya negara-negara dalam keanggotaan Uni Eropa dapat

dilihat pada Tabel 2. Untuk menjadi anggota Uni Eropa, suatu negara harus

memiliki demokrasi yang stabil yang menjamin supremasi hukum, hak-hak asasi

manusia dan perlindungan kaum minoritas. Negara tersebut juga harus memiliki

ekonomi pasar yang berfungsi serta administrasi publik yang dapat menerapkan

dan mengelola undang-undang Uni Eropa (Delegasi Komisi Eropa, 2007).

Tabel 2. Negara-Negara Anggota Uni Eropa No Negara Tahun Bergabung dengan Uni Eropa 1 Jerman 1950

2 Belanda 1950

3 Belgia 1950

4 Luksemburg 1950

5 Perancis 1950

6 Italia 1950

7 Inggris Raya 1973

8 Denmark 1973

9 Irlandia 1973

10 Yunani 1981

11 Portugal 1986

12 Spanyol 1986

13 Austria 1995

14 Swedia 1995

15 Finlandia 2004

16 Estonia 2004

17 Hongaria 2004

18 Latvia 2004

19 Lituania 2004

20 Malta 2004

21 Polandia 2004

22 Republik Ceko 2004

23 Siprus selatan 2004

24 Slovenia 2004

25 Slowakia 2004

26 Bulgaria 2007

27 Rumania 2007

Sumber : Delegasi Komisi Eropa, 2007.

Page 29: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Sumber : Delegasi Komisi Eropa, 2007. Gambar 4. Peta Keanggotaan Uni Eropa.

Uni Eropa bukanlah sebuah negara federal atau organisasi internasional

dalam pengertian tradisional, akan tetapi merupakan sebuah badan otonom di

antara keduanya. Uni Eropa bersifat unik karena negara – negara anggotanya tetap

menjadi negara-negara berdaulat yang independen, akan tetapi mereka

menggabungkan kedaulatan mereka dan dengan demikian memperoleh kekuatan

dan pengaruh kolektif yang lebih besar. Peta keanggotaan Uni Eropa dapat dilihat

pada Gambar 4.

Dalam praktiknya, penggabungan kedaulatan berarti bahwa negara-negara

anggota mendelegasikan sebagian kuasa mereka dalam hal pengambilan

keputusan kepada lembaga yang telah didirikan bersama sehingga

Page 30: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah tertentu yang melibatkan

kepentingan bersama dapat diambil secara demokratis pada tingkat Eropa. Uni

Eropa memiliki tiga lembaga utama, yaitu:

1. Parlemen Eropa, yang mewakili warga negara Uni Eropa dan dipilih langsung.

2. Dewan Uni Eropa, yang mewakili masing-masing negara anggota.

3. Komisi Eropa, yang berupaya untuk menegakkan kepentingan Uni Eropa

secara keseluruhan.

Segitiga kelembagaan tersebut adalah yang menghasilkan kebijakan dan undang-

undang yang berlaku di seluruh Uni Eropa. Ketiga lembaga utama tersebut

didukung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Eropa yang mengawasi penggunaan

anggaran Uni Eropa dan Mahkamah Eropa yang membantu memastikan bahwa

negara-negara anggota mematuhi undang-undang Uni Eropa yang telah mereka

sepakati.

2.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan luar negeri adalah perdagangan antar negara yang memiiki

kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda dengan kesepakatan tertentu dan

memenuhi kaidah-kaidah baku yang telah ditentukan dan diterima secara

internasional menurut Putong (2003). Beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya perdagangan luar negeri:

1. Untuk memperoleh barang atau sumber daya yang tidak dapat dihasilkan di

dalam negeri.

2. Untuk mendapatkan barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri

tetapi kualitasnya belum memenuhi syarat.

3. Untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka

memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri.

4. Untuk memperluas pasaran produk yang dihasilkan di dalam negeri.

5. Untuk mendapatkan keuntungan dari spesialisasi yang diantaranya sebagai

berikut : keuntungan mutlak (absolute advantage), keuntungan banding

(comparable advantage), dan keuntungan bersaing (competitive advantage).

Perekonomian terbuka berinteraksi dengan perekonomian-perekonomian

lainnya dengan dua cara yaitu membeli dan menjual barang dan jasa dalam pasar

Page 31: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

produk-produk dunia, serta jual beli modal atau aset dalam pasar-pasar uang

internasional (Mankiw, 2000). Dalam hal perdagangan internasional, ekspor

adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri namun

dijual di luar negeri. Sebaliknya impor adalah segenap barang dan jasa yang

dibuat di luar negeri yang dijual di dalam negeri. Sedangkan yang disebut ekspor

neto dari suatu negara adalah nilai dari ekspor dikurangi nilai impornya. Karena

ekspor neto memberitahu mengenai posisi suatu negara sebagai pembeli atau

penjual maka ekspor neto disebut juga neraca perdagangan.

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor, impor, dan

ekspor neto:

1. Selera konsumen terhadap barang-barang produk dalam negeri dan luar

negeri.

2. Harga barang-barang di dalam dan luar negeri.

3. Besar nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang

dibutuhkan untuk membeli mata uang asing.

4. Ongkos angkutan barang antar negara.

5. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.

Perdagangan pertanian adalah bagian yang unik dari perdagangan

komoditas. Industri pertanian dan produk pertanian memiliki karakteristik yang

membedakan dari industri yang lain. Produk pertanian hampir seluruhnya mudah

rusak. Hal ini membuat waktu penjualan dari produk pertanian terbatas. Pendapat

Adam Smith dalam Koo dan Kennedy (2005) yaitu negara-negara melakukan

spesialisasi komoditas dengan dasar keuntungan mutlak dan menukar sebagian

dari hasil negaranya untuk komoditas yang dihasilkan negara lain. Beberapa

negara dapat memproduksi dan mengkonsumsi berlebih mengindikasikan bahwa

perdagangan bersifat saling menguntungkan. David Ricardo memperkenalkan

prinsip keuntungan bersaing yang menyatakan bahwa sekalipun satu negara

mendapatkan keuntungan mutlak dalam semua produksi komoditas, negara

tersebut sebaiknya melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang

memilki keuntungan lebih besar. Negara lain sebaiknya memproduksi lebih

sedikit komoditas yang tidak menguntungkan. Dalam kasus ini, kedua negara

Page 32: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

PA

akan memproduksi dan mengkonsumsi lebih dengan spesialisasi satu komoditas

dan saling menukarkan hasil mereka.

Keterangan tentang terjadinya perdagangan internasional menurut

Salvatore (1997) dapat diperoleh dari Gambar 5 dengan menggunakan konsep

dasar fungsi permintaan dan penawaran domestik. Suatu negara misal negara A

dan B memiliki fungsi permintaan dan penawaran domestik, masing-masing

adalah DA dan SA di negara A serta DB dan SB di negara B. Sebelum terjadinya

perdagangan internasional, keseimbangan di negara A dicapai pada saat kondisi

EA dengan jumlah QA dan harga PA sedangkan di negara B keseimbangan dicapai

pada kondisi EB dengan jumlah QB dan harga PB, dengan asumsi bahwa harga

domestik di negara A relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik di

negara B. Jika harga internasional diatas PA, maka negara A akan memproduksi

lebih banyak daripada kebutuhan konsumsinya sehingga di negara A telah terjadi

excess supply atau kelebihan produksi. Dengan demikian negara A mempunyai

kesempatan menjual kelebihan produksinya di negara lain. Sementara itu, jika

harga intenasional di bawah PB, maka negara B akan meminta lebih banyak

dibandingkan produksinya sehingga di negara B terjadi kekurangan supply karena

konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess

demand). Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditas dari

negara lain yang relatif lebih murah.

Negara A (pengekspor) Perdagangan Internasional Negara B (pengimpor)

Sumber: Salvatore,1997. Gambar 5. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional.

Keterangan:

PA : harga domestik di negara A tanpa perdagangan internasional

0QA : jumlah yang diperdagangkan di negara A tanpa perdagangan internasional

DA ES

ED

P*

SA

Q* QB QA 0 0 0

M

SB DB

PB

E* EA

X

Page 33: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

X : jumlah yang diekspor oleh negara A

PB : harga domestik di negara B tanpa PI

0QB : jumlah yang diperdagangkan di negara B tanpa perdagangan internasional

M : jumlah yang diimpor oleh negara B

P* : harga di pasaran internasional setelah PI

Q* : jumlah yang diperdagangkan di pasar internasional

Selanjutnya dimisalkan terjadi perdagangan diantara kedua negara.

Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh ES dan permintaan

impor digambarkan oleh ED. Keseimbangan di pasar dunia terjadi pada kondisi

E* yang menghasilkan harga dunia sebesar P*, dimana negara A akan

mengekspor sebesar X yang merupakan jumlah yang sama dengan yang diimpor

negara B sebesar M. Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh jumlah

perdagangan sebesar Q* pada pasar dunia.

2.4 Teori Hambatan Perdagangan

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat

dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut (Hady, 2004).

A. Kebijakan Hambatan Tarif (Tariff Barrier)

Kebijakan Tariff Barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:

1. Pembebanan bea masuk atau tarif rendah antara 0% - 5% dikenakan untuk

bahan kebutuhan pokok dan vital, alat-alat militer/pertahanan/keamanan,dll.

2. Tarif sedang antara 5% - 20% dikenakan untuk barang setengah jadi dan

barang-barang lain yang belum cukup diproduksi dalam negeri.

3. Tarif tinggi diatas 20% dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-

barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang

kebutuhan pokok.

Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang

masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri (Hady, 2004). Kebijakan

tarif terdiri dari:

1. Tarif Nominal dan Tarif Proteksi Efektif

a. Tarif Nominal adalah besarnya persentase tarif suatu barang tertentu yang

tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).

Page 34: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

b. Tarif Proteksi Efektif disebut juga sebagai Effective Rate of Protection

(ERP) yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadi

karena perbedaan antara persentase tarif nominal untuk barang jadi atau

CBU (Completely Built-up) dengan tarif nominal untuk bahan baku atau

komponen input impornya atau CKD (Completely Knock Down).

2 Infant Industry Argument adalah suatu kebijaksanaan untuk melindungi

industri-industri dalam negeri yang baru lahir atau tumbuh dengan proteksi

edukatif, sehingga dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar

negeri.

3 Proteksi edukatif yaitu kebijakan untuk melindungi infant industry secara

mendidik dengan ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut : transparan,

selektif, limitatif, kuantitatif, declining.

Dampak dari kebijakan tarif dapat digambarkan pada Gambar 6 . Dx

adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi X.Jika

negara A sama sekali tidak mengadakan hubungan perdagangan internacional

maka negara A akan mengalami keseimbangan di titik E yang merupakan titik

perpotongan antara Dx dan Sx. Selanjutnya jika negara A melakukan hubungan

perdagangan internasional maka ia akan menikmati harga yang jauh lebih murah

(P1) sehingga konsumsinyapun meningkat (X4). Kemudian jika negara A

memberlakukan tarif ad valorem yang menyebabkan harga yang harus dipikul

konsumen A meningkat (P2) dan akan menurunkan konsumsi penduduknya (X3)

sedangkan dari sisi produksi dari dalam negeri akan meningkat dari X1 menjadi

X2. Pemerintahpun mendapatkan pemasukan sebesar AB + CD (Salvatore, 1997).

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 6. Dampak Pemberlakuan Tarif

A

Sx

Dx

Px

X

P2

P1

E

X4 X3 X2 X1

C B D

Page 35: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

B. Kebijakan Hambatan Non Tarif (Non Tarif Barrier)

Kebijakan Non Tariff Barrier terdiri atas beberapa bagian yaitu:

a. Pembatasan spesifik, terdiri dari larangan impor secara mutlak; pembatasan

impor atau quota system; peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk

tertentu; peraturan kesehatan atau karantina, peraturan pertahanan dan

keamanan negara; peraturan kebudayaan, perizinan impor/import licenses;

embargo; dan hambatan pemasaran seperti VER (Voluntary Export Restraint),

OMA (Orderly Marketing Agreement).

b. Peraturan Bea Cukai (Custom Administration Rules), terdiri dari tatalaksana

impor tertentu; penetapan harga pabean; penetapan forres rate (kurs valas) dan

pengawasan devisa; consultan formalities; packaging/labelling regulation;

documentation hended; quality and testing standard; pungutan administrasi

(fees); dan tariff classification.

c. Partisipasi pemerintah, terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintah; subsidi

dan insentif ekspor; countervailing duties; domestic assistance programs; dan

trade-diverting.

d. Import charges, terdiri dari import deposits ; supplementary duties ; dan

variable levies.

Perdagangan dunia menurut Koo dan Kennedy (2005), jauh dari

kebebasan. Beberapa negara menggunakan bermacam hambatan perdagangan

(tarif dan non tarif) untuk melindungi industri yang tidak efisien. Hal ini terutama

berlaku pada pertanian. Rata-rata tarif untuk produk pertanian (30%) lebih besar

daripada untuk produk industri (6%). Tarif adalah pajak yang dibebankan

pemerintah untuk komoditi sebagai batas garis nasional. Tarif digunakan untuk

melindungi ekonomi domestik dari kompetisi luar negeri. Tarif ad valorem

menunjukkan persentase dari nilai komoditi yang diperdagangkan. Sedangkan

tarif spesifik adalah jumlah tetap per unit komoditi yang diperdagangkan. Tarif

campuran adalah kombinasi dari tarif ad valorem dan tarif spesifik.

Hambatan non tarif bisa mengandung rintangan dengan angka yang besar

selain tarif, seperti kebijakan, peraturan, prosedur yang mengubah perdagangan.

Hambatan non tarif yang paling banyak digunakan untuk mengontrol impor

Page 36: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

pertanian yaitu (Koo dan Kennedy, 2005): (1) pembatasan kuantitatif dan

pembatasan spesifik sejenis (misalnya kuota, Voluntary Export Restraints, dan

kartel internasional); (2) beban non tarif dan kebijakan yang berhubungan yang

mempengaruhi impor (misalnya kebijakan antidumping dan kebijakan

countervailing); (3) kebijakan umum pemerintah yang membatasi (misalnya

kebijakan oleh pemerintah, kebijakan kompetisi, dan penetapan perdagangan); (4)

prosedur umum dan kegiatan administrasi (misalnya prosedur valuasi dan

prosedur perizinan); dan (5) hambatan teknis (peraturan dan standar kualitas

kesehatan dan sanitasi, keamanan, peraturan dan standar industrial, dan peraturan

pengemasan dan pelabelan).

2.5 Analisis Regresi

Analisis regresi dalam ekspor dan impor yang terdiri atas berbagai macam

variabel dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara

variabel tak bebas dan variabel bebas dalam proses perdagangan internasional

tersebut. Persamaan regresi dalam Supranto (2004) dinyatakan dengan simbol Y

untuk variabel tak bebas (dependent variable) dan x untuk variabel bebas

(independent variabel). Y yang dipengaruhi (tak bebas) dan x yang

mempengaruhi (bebas). Variabel x bisa lebih dari 1 (x1,x2,.....,xk), mungkin selain

yang kuantitatif ada juga yang kualitatif. Variabel dalam persamaan regresi yang

sifatnya kualitatif tersebut biasanya menunjukkan ada tidaknya suatu quality atau

suatu atribute. Suatu cara untuk membuat kuantifikan (berbentuk angka) dari data

kualitatif (tidak berbentuk angka) ialah dengan jalan memberikan nilai 1 (satu)

atau 0 (nol). Angka nol (0) kalau atribute yang dimaksud tidak ada (tak terjadi)

dan diberi angka 1 kalau ada (terjadi). Variabel yang mengambil nilai 0 atau 1

tersebut dinamakan variabel boneka (dummy variable).

Suatu model regresi mungkin variabel bebasnya hanya terdiri atas variabel

boneka saja, yang kualitatif sifatnya. Model demikian itu disebut model analisis

varian (ANAVAR). Persamaan yang terbentuk yaitu Yi = A + BDi + εi.

Model regresi yang mencakup baik variabel kuantitatif maupun kualitatif disebut

model analisis kovarian (ANAKOV). Persamaan yang terbentuk yaitu Yi = A0 +

Page 37: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

A1D1 + BXi + εi. Nilai elasitisitas dari model regresi didapatkan dari persamaan :

Y

X

dX

dYx=η (Koutsoyiannis, 1978).

2.6 Peramalan (Forecasting).

Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan

datang disebut peramalan (forecasting) berdasarkan Assauri (1984). Dalam

perdagangan internasional dapat diciptakan juga model peramalan untuk volume

ekspor ataupun impor beberapa tahun mendatang yang dapat digunakan sebagai

salah satu acuan dalam mengambil strategi atau kebijakan perdagangan. Model

peramalan menurut Lierbin (2002) secara umum dapat dikemukakan sebagai

berikut : Yt = Pola + error. Jadi, data dapat dibedakan menjadi komponen yang

dapat diidentifikasi (pola) dan yang tidak dapat diidentifikasi (error). Jadi,

pengunaan metode peramalan adalah untuk mengidentifikasi suatu model

peramalan sedemikian rupa sehingga error-nya menjadi seminimal mungkin.

Berikut adalah langkah-langkah peramalan: (1) menganalisis data yang

lalu; (2) menentukan metode yang dipergunakan; (3) memproyeksikan data yang

lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan dan mempertimbangkan

adanya beberapa faktor perubahan. Metode peramalan adalah cara memperkirakan

secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa depan, berdasarkan data yang

relevan pada masa lalu.

2.6.1 Jenis-Jenis Peramalan

Peramalan dilihat dari sifat penyusunannya, Mulyono (2002)

membedakannya menjadi dua macam, yaitu:

a. Peramalan yang subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan

atau intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan dari

orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan

tersebut.

b. Peramalan yang obyektif adalah peramalan yang didasarkan atas data relevan

pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-metode

dalam penganalisaan data tersebut.

Page 38: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Selanjutnya dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, Mulyono

(2002) membedakan peramalan atas dua macam, yaitu:

a. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk menyusun

hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga

semester.

b. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan

hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun atau

tiga semester.

Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat

dibedakan atas dua macam, yaitu:

a. Metode Peramalan Kualitatif. Peramalan tersebut didasarkan atas informasi

kualitatif pada masa lalu. Metode peramalan ini terbagi atas metode

eksploratoris dan normatif. Metode eksploratoris seperti Metode Delphi,

kurva-S analogi dan penelitian morfologis. Sedangkan metode normatif

seperti matriks keputusan, pohon relevansi dan analisis sistem (Makridakis et

al, 1999).

b. Metode Peramalan Kuantitatif. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung

pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Adapun yang

perlu diperhatikan dari penggunaan metode-metode tersebut adalah baik

tidaknya metode yang dipergunakan sangat ditentukan oleh perbedaan atau

penyimpangan antara hasil ramalan dengan yang terjadi. Metode yang baik

adalah metode yang memberikan nilai-nilai perbedaan atau penyimpangan

sekecil mungkin (Makridakis et al, 1999).

2.6.2. Identifikasi Pola Data Time Series

Untuk dapat melakukan peramalan dengan baik, diperlukan pemahaman

tentang pola fluktuasi yang dapat dipelajari dari data di masa lalu. Jika pola sudah

diketahui maka dapat diterapkan metode peramalan untuk memperkirakan data di

masa depan.

Langkah pertama untuk menganalisa data deret waktu adalah memplot

data tersebut secara grafis. Dasar dari analisis deret waktu adalah koefisien auto

korelasi (korelasi deret waktu dengan selisih waktu (time lag) satu, dua periode

Page 39: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

atau lebih). Bentuk plot deret waktu seringkali cukup untuk meyakinkan para

peramal bahwa data tersebut stationer atau tidak stationer, demikian pula plot auto

korelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstationeran. Apabila

disajikan secara grafik, autokorelasi data tidak stationer memperlihatkan suatu

trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah

selisih waktu. Adanya suatu trend (linier atau tidak linier) dalam data berarti

setiap nilai yang berturut-turut akan berkorelasi positif satu sama lainnya

(Makridakis et al, 1999).

Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam

selang waktu yang tetap. Adanya faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di

dalam grafik autokorelasi dari time lag yang berbeda. Namun, hal ini tidaklah

selalu mudah apabila dikombinasikan dengan pola lain seperti trend. Sebagai

pedoman, data tersebut harus ditransformasikan ke bentuk yang stationer sebelum

ditentukan adanya faktor musiman (Makridakis et al, 1999).

2.6.3 Jenis-Jenis Metode Peramalan

Berikut ini merupakan metode-metode dasar dalam peramalan, yaitu

metode tangan bebas, naif, rata-rata, dan eksponensial (Lierbin, 2002).

A. Metode Tangan Bebas

Salah satu cara yang cukup sederhana untuk melakukan peramalan adalah

dengan menggambarkan data yang ada (Y) pada diagram pencar yang terdiri

atas sumbu vertikal Y dan sumbu horisontal t (time, waktu). Berdasarkan

pencaran-pencaran data itu dibuat satu garis secara bebas hingga melampaui

waktu dimana data tersedia. Cara ini disebut metode tangan bebas.

B. Metode Naif

Metode peramalan yang paling sederhana adalah metode naif. Metode ini

didasarkan pada asumsi bahwa data pada periode terakhir adalah prediktor

terbaik untuk periode berikutnya. Secara matematis dirumuskan sebagai

berikut: Ft+1 = Yt dengan Y sebagai data dan t sebagai periode atau waktu.

Selisih antara data dan ramalan dirumuskan sebagai berikut: et = Yt – Ft-1,

dengan e sebagai kekeliruan dalam peramalan.

Page 40: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Bila data (Yt) digambarkan pada grafik dengan dua sumbu tegak lurus akan

terlihat adanya trend (kecenderungan) meningkat atau disebut non stationer

sehingga hasil-hasilnya akan secara konsisten menjadi rendah. Metode

peramalan ini dapat disesuaikan atas adanya trend itu, yaitu dengan

menambahkan perbedaan nilai data antara periode ini dan periode terakhir,

sehingga modelnya menjadi: Ft+1 = Yt + (Yt – Yt-1). Untuk beberapa tujuan,

tingkat perubahan itu (e) mungkin lebih tepat dinyatakan dalam bentuk relatif

(rasio) daripada jumlah perubahan absolut, dan karena itu modelnya menjadi:

Ft+1 = Yt (Yt/Yt-1).

C. Metode Rata-Rata

1. Rata-rata sederhana.

Hasil peramalan dengan menggunakan teknik rata-rata sederhana

merupakan hasil pengrataan terhadap keseluruhan data yang tersedia.

Rumus dikemukakan sebagai berikut : nYF tt /1 ∑=+ ; n = banyaknya

periode atau data. Metode rata-rata sederhana seharusnya digunakan bila

datanya bersifat stationer, yaitu tidak memiliki pola trend, musim, ataupun

pola sistematis lainnya.

2. Rata-rata bergerak

Perbedaan metode rata-rata sederhana dan metode rata-rata bergerak

terletak pada penggunaan periodenya. Periode maupun jumlah periode

yang digunakan pada metode rata-rata sederhana adalah sama. Sebaliknya,

jumlah periode metode rata-rata bergerak adalah sama tetapi periodenya

sendiri bergerak ke depan. Setiap kali terdapat tambahan sejumlah periode

dalam pengrata-rataan, setiap kali pula terdapat pengurangan sejumlah

yang sama dari periode sebelumnya. Berikut adalah rumusnya : Ft+1 = (Y1

+ Y2 +... + Yn)/n ; n = banyaknya periode yang digerakkan. Pada metode

ini tidak ada dasar yang obyektif untuk penentuan banyaknya periode

bergeraknya. Cara satu-satunya adalah dengan menetapkan sendiri

alternatif banyak periodenya. Selanjutnya dari tiap alternatif periode itu

dihitung MSE-nya dan dibandingkan antar alternatif. Atas dasar itu dipilih

alternatif yang memiliki MSE terkecil. Secara umum, semakin kecil n

(periode bergerak) semakin kecil MSE, dan semakin kecil MSE semakin

Page 41: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

halus hasil yang diperoleh. Dengan pernyataan lain, semakin kecil n

semakin baik peramalan yang dihasilkan.

D. Metode Eksponensial

Pada metode penghalusan eksponensial ini, pengrata-rataan nilai dari

serentetan data yang lalu dengan cara menguranginya secara eksponensial.

Hal itu dilakukan dengan memberikan bobot tertentu pada tiap data. Bobotnya

dilambangkan dengan α (alpha) dan bergerak antara 0 dan 1. Teknik

eksponensial tunggal dengan satu parameter digunakan dengan menetapkan

bobot tertentu atas data yang tersedia, dan berdasarkan bobot itu akan

diketahui pula bobot atas hasil peramalan sebelumnya. Berikut adalah

rumusnya: Ft+1 = αY t + (1-α)Ft; α : ditentukan sendiri.

Penentuan besarnya bobot yang digunakan dapat dilakukan dengan

menghitung MSE untuk tiap alternatif bobot yang akan dipilih. Bobot yang

menghasilkan MSE terkecil adalah yang lebih baik.

Pada dasarnya metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan atas

(Assauri, 1984):

1. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan

antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang

merupakan deret waktu atau time series;

2. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan

antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang

mempengaruhinya, yang bukan waktu, yang disebut metode korelasi atau

sebab akibat.

Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa deret waktu:

a. Metode smoothing. Metode ini mencakup metode data lewat (past data),

metode rata-rata kumulatif, metode rata-rata bergerak (moving averages) dan

metode exponential smoothing. Metode ini digunakan untuk mengurangi

ketidakteraturan musiman dari data yang lalu maupun kedua-duanya, dengan

membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Metode ini akan

lebih tepat digunakan untuk peramalan jangka pendek. Data yang dibutuhkan

untuk penggunaan metode peramalan ini minimum selama dua tahun (Assauri,

1984).

Page 42: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

b. Metode Box Jenkins. Metode ini menggunakan dasar deret waktu dengan

model matematis agar kesalahan yang terjadi dapat sekecil mungkin. Metode

ini sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek. Data yang

dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini minimum dua tahun.

(Assauri, 1984).

c. Metode proyeksi trend dengan regresi. Untuk peramalan jangka pendek

maupun jangka panjang, ketepatan peramalan dengan metode ini sangat baik.

Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini adalah data

tahunan dengan minimum data yang harus ada adalah lima tahun (Assauri,

1984).

Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa sebab akibat

(Assauri, 1984).

a. Metode regresi dan korelasi. Metode ini didasarkan pada penetapan suatu

persamaan estimasi menggunakan teknik least square,

b. Model ekonometri. Metode ini didasarkan atas peramalan pada sistem

persamaan regresi yang diestimasikan secara simultan,

c. Model input output. Model ini dipergunakan untuk menyusun proyeksi trend

ekonomi jangka panjang.

Pola dapat dibedakan menjadi 4 jenis siklis dan trend (Makridakis et al,

1999).

1. Pola horisontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-

rata yang konstan.

2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor

musiman.

3. Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi

jangka panjang.

4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler

jangka panjang dalam data.

Page 43: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

2.6.4 Pemilihan Metode Peramalan

Makridakis et al (1999) mengemukakan enam faktor utama yang

menggambarkan kemampuan dan kesesuaian dalam memilih metode peramalan.

Keenam faktor tersebut yaitu:

1. Horison waktu.

Horison waktu harus ditetapkan terlebih dahulu oleh peramal untuk dapat

menyusun ramalan.

2. Pola Data

Faktor utama yang berpengaruh dalam pemilihan teknik peramalan adalah

identifikasi dan pemahaman pola data historis. Jika diketahui pola data

memiliki pola trend, siklus, atau musiman, selanjutnya dapat ditentukan teknik

yang mampu dan efektif dalam mengekstrapolasi pola-pola tersebut. Selain

itu, faktor yang menyebabkan pola tersebut perlu diketahui agar kebijakan

dapat disusun untuk mengatasinya. Berdasarkan keempat tipe pola data

tersebut, terdapat teknik peramalan yang dapat digunakan adalah sebagai

berikut:

(a). Teknik peramalan data stationer

Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan untuk pola stationer antara lain

meliputi metode naive (naif), simple moving average, moving average,

simple exponential smoothing, dan Autoregressive Integrated Moving

Average (ARIMA).

(b). Teknik peramalan data trend

Teknik peramalan data trend yang dapat dipertimbangkan antara lain

meliputi metode moving average (rata-rata begerak), Holt’s linear

exponential smoothing (pemulusan eksponensial linier Holt), simple

regression, growth curves, exponential model, dan Autoregressive

Integrated Moving Average (ARIMA).

(c). Teknik Peramalan data musiman

Teknik-teknik yang dapat dipilih diantaranya terdiri dari metode

dekomposisi klasik, Cencus X-12, Winters Exponential Smoothing, time

series multiple regression, Autoregressive Integrated Moving Average

(ARIMA).

Page 44: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

(d). Teknik peramalan data siklus

Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan diantaranya metode

dekomposisi klasik, indikator ekonomi, model ekonometrik, multiple

regression, dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).

3. Daya tarik Metode Peramalan

Daya tarik ini dapat berupa kesederhanaan, kemudahan untuk diaplikasikan,

dan daya tarik intuitif yang dirasakan oleh peramal.

4. Ketepatan Metode Peramalan Kuantitatif

Pengukuran ketepatan metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua

macam pengukuran yaitu pengukuran statistik standar dan pengukuran relatif.

5. Biaya dan Waktu

Pemilihan metode peramalan juga dipengaruhi oleh biaya yang harus

dikeluarkan berkaitan dengan metode yang dipilih tersebut. Kebutuhan dan

lamanya waktu yang disediakan untuk mempersiapkan ramalan juga harus

dipertimbangkan.

6. Ketersediaan Perangkat Lunak Komputer

Ketersediaan software komputer sangat penting untuk membantu menyusun

metode peramalan kuantitatif.

Page 45: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

BAB III

KERANGKA PENDEKATAN STUDI

Indonesia merupakan salah satu negara produsen untuk ekspor produk

perikanan. Pembangunan perikanan melalui kegiatan ekspor memiliki prospek

yang semakin baik. Salah satu komoditas unggulannya adalah udang. Negara yang

merupakan pasar potensial bagi ekspor udang Indonesia yaitu Uni Eropa. Dalam

dunia perdagangan internasional, Indonesia dihadapkan pada isu hambatan tarif

maupun non tarif yang diberlakukan oleh pasar Uni Eropa. Kebijakan

perdagangan Uni Eropa yang dapat menjadi hambatan tarif berupa kebijakan tarif

bea masuk dan adanya perlakuan yang berbeda bagi negara importir (diskriminasi

tarif). Hambatan non tarif yang dianggap cukup mempengaruhi kinerja

perdagangan internasional terkait dengan Technical Barrier to Trade (TBT)

agreement yang meliputi tiga area kebijakan yaitu regulasi teknis yang bersifat

wajib (mandatory technical regulation), standar yang bersifat voluntir (voluntary

standards), dan kajian keselarasan (conformance assesment) kemudian Sanitary

and Phytosanitary (SPS) agreement yang menguraikan disiplin dan batas-batas

tindakan yang perlu dilakukan untuk melindungi kesehatan dan kehidupan

manusia, binatang, dan tumbuhan dari wabah penyakit, dan kontaminan dari

negara asing (Nugroho, 2007). TBT dan SPS agreement ini berlaku untuk produk

pangan, yang di dalamnya termasuk kategorial komoditas dan produk perikanan

(udang). Untuk itulah perlu dideskripsikan kebijakan perdagangan yang

dikeluarkan oleh Uni Eropa yang berpotensi menjadi restriksi perdagangan bagi

ekspor Indonesia, khususnya untuk ekspor komoditas perikanan (udang).

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa tentunya ditindaklanjuti oleh

Indonesia yaitu berupa respon kebijakan atau peraturan perdagangan agar tetap

mampu mempertahankan bahkan mengembangkan pasar udang di Uni Eropa.

Performa ekspor Indonesia sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat dari

seberapa besar pengaruh kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap

ekspor komoditas udang Indonesia dengan menggunakan analisis regresi

berganda. Data time series yang telah terkumpul dapat pula meramalkan volume

ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun mendatang.

Page 46: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Peubah-peubah lain yang mempengaruhi performa ekspor udang Indonesia

di Uni Eropa dikelompokkan sebagai cateris paribus. Karena konsep cateris

paribus ini, kerangka pendekatan studi ini dikatakan bersifat parsial (Silalahi,

1994). Selain itu, analisis kebijakan perdagangan juga menggunakan pendekatan

keseimbangan parsial. Artinya, analisis menitikberatkan pada dampak kebijakan

yang ditetapkan pada suatu wilayah pasar tertentu, tanpa secara eksplisit

memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi terhadap pasar lainnya. Krugman dan

Obstfeld (1991) diacu Silalahi (1994) menyatakan bahwa pendekatan

keseimbangan parsial ini cukup memadai dan lebih sederhana dibandingkan

dengan pendekatan keseimbangan yang utuh. Karena dalam banyak kasus,

kebijakan-kebijakan untuk satu sektor dapat dipahami dengan baik tanpa

memerinci dampak kebijakan tersebut kepada bagian-bagian lain dari

perekonomian.

Berdasarkan uraian diatas, hal-hal yang terkait dengan penelitian ini dapat

digambarkan secara sistematis melalui skema pendekatan studi pada Gambar 7.

Page 47: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Ekspor Perikanan Indonesia

Ekspor Komoditas dan Produk non Udang

Ekspor Komoditas dan Produk Udang

Pasar Ekspor Lainnya

Hambatan Tarif • Bea Masuk • Diskriminasi Tarif

Hambatan Non Tarif • Standar Mutu Pangan • Keamanan Pangan

Respon Kebijakan Perdagangan Indonesia

Analisis Regresi Berganda

Peramalan • Metode Trend • Metode Rata-Rata Bergerak • Metode Pemulusan Eksponensial

Pengaruh Hambatan Perdagangan Uni Eropa Terhadap Ekspor Udang Indonesia

Volume Ekspor Udang Beberapa Tahun Mendatang

Performa Ekspor Indonesia

Pasar Uni Eropa

Gambar 7. Kerangka Pendekatan Studi

Keterangan : ---------------- : Batasan penelitian

Page 48: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu analisis data sekunder. Analisis

data sekunder adalah analisis data yang sudah tersedia. Data ini mungkin berasal

dari hasil survei yang belum diperas dengan analisis lanjutan sehingga dapat

menghasilkan sesuatu yang sangat berguna, juga dapat berupa studi perbandingan

dari studi-studi yang telah dilakukan ( Hasan, 2004). Satuan data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini berupa data tahunan ekspor udang Indonesia ke

Uni Eropa, kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap ekspor udang

Indonesia dan regulasi atau peraturan yang dikeluarkan Indonesia terkait dengan

ekspor komoditas perikanan (udang).

4.2 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan jenisnya, data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan

penelitian berupa text, dan image. Data text adalah data yang berbentuk alfabet

maupun angka numerik dan data image adalah data yang didapatkan melalui

bentuk diagram atau foto yang memberikan informasi secara spesifik mengenai

keadaan tertentu (Fauzi diacu Puashanty, 2001).

Berdasarkan sumbernya, data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa

data sekunder. Data sekunder yang merupakan data text berupa keterangan-

keterangan mengenai prosedur ekspor, kondisi pasar Uni Eropa, peraturan

perdagangan Uni Eropa, laporan perkembangan ekspor udang Indonesia, regulasi

atau peraturan perdagangan Indonesia, dan data-data lain yang relevan dengan

penelitian ini. Data text berbentuk numerik berupa data berkala selama kurun

waktu 15 tahun dari tahun 1992-2006. Data-data tersebut diatas diperoleh melalui

informasi dan laporan tertulis dari lembaga atau instansi terkait seperti Badan

Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan

Standarisasi Nasional (BSN), Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN),

Food and Agriculture Organization (FAO), World Trade Organization (WTO),

dan EUROSTAT. Selain itu data diperoleh pula dari literatur, berupa skripsi, buku

Page 49: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

teks dan internet yang terkait dengan penelitian. Berikut rincian perolehan data

yang diperlukan yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perincian Sumber Data Penelitian No Data Yang Diperlukan Sumber Data 1 Total Ekspor dan Impor Uni Eropa WTO 2 Total Ekspor dan Impor Perikanan Uni Eropa FAO 3 Total Ekspor dan Impor Udang Uni Eropa FAO 4 Total Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa DKP, Depdag /BPEN 5 Kebijakan Perdagangan Uni Eropa yang terkait

dengan perikanan DKP, Komisi Eropa

6 Kebijakan Indonesia yang terkait dengan ekspor Perikanan Indonesia

DKP, BSN

7 Prosedur umum ekspor perikanan DKP

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.3.1 Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Deskriptif

artinya melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Metode deskriptif

bertujuan untuk :

1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,

2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang

berlaku,

3. Membuat perbandingan atau evaluasi,

4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang

sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan

keputusan pada waktu yang akan datang.

Metode deskriptif ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta

atau karakteritik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang

secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan saja menjabarkan (analitis),

tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi.

Metode deskriptif pada hakekatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori.

Metode ini menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah.

Analisis deskriptif digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia,

suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa

pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif untuk membuat deskripsi,

Page 50: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988).

Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan

kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa, kebijakan perdagangan Indonesia

dan pengaruhnya terhadap ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, maupun

penjelasan atau narasi singkat atas tabulasi dan tampilan grafik.

4.3.2 Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif yang digunakan yaitu:

(1) Analisis regresi berganda terhadap data yang tersedia untuk mengetahui

performa ekspor komoditas udang Indonesia di pasar Uni Eropa dengan

adanya hambatan perdagangan.

(2) Metode peramalan berupa trend linier, trend kuadratik, trend eksponensial,

rata-rata bergerak ganda, dan pemulusan eksponensial linier Holt untuk

menduga volume atau nilai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa

tahun mendatang dengan menggunakan data tahun-tahun sebelumnya.

Pengolahan dan analisis data kuantitatif yang diperoleh menggunakan

software microsoft Excel, Minitab 14, dan SPPS 15. Pemilihan program tersebut

berdasarkan alasan bahwa program tersebut telah banyak dikenal dan output yang

disajikan lebih lengkap.

4.3.2.1 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel,

variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain yang menjelaskan

(explanatory variables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-

rata hitung atau rata-rata variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang

diketahui atau tetap variabel yang menjelaskan. Analisis ini dilakukan untuk

memperkirakan sejauh mana pengaruh kebijakan hambatan perdagangan Uni

Eropa terhadap ekspor udang Indonesia. Model yang digunakan adalah model

regresi berganda yaitu model Variabel Dummy menggunakan persamaan :

Qt = α0 + α 1Dt+ α 2Tt+ α 3Qt-n + e .................................................................. (1)

dimana : Qt = Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa periode t dalam ton

Page 51: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Dt = Dummy Kebijakan Non Tarif

1 = setelah adanya kebijakan oleh Uni Eropa

0 = sebelum adanya kebijakan oleh Uni Eropa

Tt = Nilai tarif pada periode t dalam persen (Kebijakan Tarif)

Qt-n= Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa periode t-n dalam

ton

t = Periode (tahun)

n = lag periode (2 tahun)

Keterangan : α0 = intercept

αi = parameter yang diduga (i = 1,2,3)

e = error

Apabila model linier di atas tidak memenuhi persyaratan suatu model

linier yang dapat digunakan, maka ada berbagai model yang merupakan hasil

transformasi dari suatu model tidak linier menjadi model linier. Di antaranya

adalah dengan model semi log dan model log-log atau model double log. Pada

model semi log transformasi dilakukan terhadap variabel penjelas saja atau

variabel bebas saja. Persamaan yang didapat nantinya adalah :

eQTDQ ntttt ++++= −3210ln αααα .............................................. (2)

atau

eQTDQ ntttt ++++= −lnln 3210 αααα ......................................... (3)

Model log-log atau model double log terbentuk melalui transformasi logaritma

dari model tidak linier sehingga didapat model yang linier (Nachrowi, 2006).

Transformasi model di atas ke dalam bentuk logaritma, akan menghasilkan model

sebagai berikut :

eQTDQ ntttt ++++= −lnlnln 3210 αααα ..................................... (4)

Dari bentuk persamaan di atas dapat terlihat bahwa model yang baru

didefinisikan tersebut tidak ubahnya seperti model regresi linier dengan variabel

dan parameter yang berbentuk linier. Model double log dan semi log merupakan

bentuk fungsional regresi yang sangat populer, di samping itu, kedua model

tersebut juga berguna untuk mengatasi permasalahan pembentukan regresi,

terutama regresi berganda, yang tidak memenuhi asumsi (Nachrowi, 2006).

Page 52: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Nilai elasitisitas dari model dugaan regresi untuk variabel dummy non tarif

didapatkan dari persamaan: t

t

t

t

Q

D

dD

dQx=η , variabel tarif dengan persamaan:

t

t

t

t

Q

T

dT

dQx=η , dan lag ekspor (t-2) dengan persamaan:

t

t

t

t

Q

Q

dQ

dQ 2

2

x −

=η , dimana

η menunjukkan nilai elastisitas.

4.3.2.2 Evaluasi Model Dugaan Persamaan Regresi

Evaluasi model dugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model yang

diperoleh telah terpenuhi secara teori dan statistik. Untuk itu digunakan kriteria

ekonomi, statistik, dan ekonometrika (Koutsoyiannis, 1978).

4.3.2.2.1 Kriteria ekonomi

Kriteria ekonomi yang ada diuji berdasarkan teori ekonomi. Hipotesis yang

dikembangkan terkait dengan hambatan perdagangan adalah sebagai berikut:

α1 < 0 : Dikeluarkannya kebijakan perdagangan yang bersifat non tarif oleh Uni

Eropa, maka semakin besar kemungkinan menurunnya volume ekspor

udang Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.

α2 < 0 : Semakin tinggi tarif yang diberlakukan Uni Eropa, maka semakin besar

kemungkinan menurunnya volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa,

cateris paribus.

α3 > 0 : Semakin besar lag ekspor, maka semakin besar kemungkinan

meningkatnya volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, cateris

paribus.

4.3.2.2.2 Kriteria statistik

Model terbaik menurut Santoso (2000) yang dipilih dalam membahas

permasalahan ini terdiri dari koefisien determinasi yang telah disesuaikan (R2

adjusted), pengujian parameter secara serentak (Fhitung), pengujian parameter

secara tunggal (thitung), kesesuaian tanda dan besar parameter regresi. Pengujian

parameter regresi dilakukan secara serentak dan tunggal dengan menggunakan α =

5% pada selang kepercayaan 95%.

Page 53: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

1) Pengujian secara tunggal

Pengujian secara tunggal dilakukan untuk mengetahui apakah secara

terpisah Dt, Xt, dan Yt-n berpengaruh nyata terhadap volume ekspor udang

Indonesia. Pengujian secara tunggal dilakukan dengan uji-t yaitu dengan

membandingkan thitung dengan ttabel.

1

1

S

bt = .......................................................................................................... (5)

Pengambilan keputusan :

H0 : koefisien regresi tidak signifikan

H1 : koefisien regresi signifikan

Jika : thitung < ttabel maka H0 diterima, Dt, Xt, dan Yt-n tidak berpengaruh nyata

terhadap Yt.

thitung > ttabel maka tolak H0, H1 diterima; Dt, Xt, dan Yt-n berpengaruh nyata

terhadap Yt.

Taraf kepercayaan didapatkan juga dari nilai t signifikannya (α) yaitu (100-

α) dikalikan 100%.

2) Pengujian secara serentak

Pengujian secara serentak dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh

variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat (Y).

Pengujian dilakukan dengan uji-F yaitu dengan membandingkan antara Fhitung

dengan Ftabel.

( )( ) ( )kNR

kRF

−−−=

/1

1/2

2

............................................................................... (6)

Pengambilan keputusan :

H0 : α1 = α2 = α3 = 0

H1 : paling sedikit salah satu αi ≠ 0

Jika : Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, semua variabel bebas secara bersama-sama

tidak berpengaruh nyata terhadap Yt.

Fhitung > Ftabel maka tolak H0, H1 diterima; semua variabel bebas secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap Yt.

Page 54: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

4.3.2.2.3 Kriteria ekonometrika

Uji asumsi yang perlu diterapkan untuk mengetahui model tersebut baik

atau tidak digunakan harus sesuai dengan kriteria ekonometrika, yaitu sebagai

berikut:

1) Asumsi Normalitas

Model asumsi kenormalan menyatakan bahwa variabel yang

didistribusikan tidak hanya tak berkorelasi tetapi juga didistribusikan secara

normal (Gujarati, 1978).

Cara mendeteksi normalitas menurut Santoso (2000) adalah dengan

melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar

pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :

a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah

garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

2) Asumsi Homoskedastisitas

Satu asumsi penting dari model regresi adalah homoskedastik (Gujarati,

1978). Namun, mungkin terdapat heteroskedastik dalam model regresi. Salah satu

cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas yaitu dengan menguji dari

kuadrat residual yang ditaksir ei apakah menunjukkan pola yang sistematis.

Scatterplot menurut Santoso (2000) digunakan untuk mendeteksi ada atau

tidaknya pola tertentu dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan

sumbu Y adalah residual (Yprediksi – Y residual) yang telah di-studentized,

dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut :

a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada membentuk suatu

pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),

maka telah terjadi heteroskedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Page 55: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Jika model telah bebas heteroskedastisitas atau homoskedastisitas, maka

model layak digunakan untuk memprediksi volume ekspor udang Indonesia ke

Uni Eropa.

3) Asumsi Multikolinearitas

Dalam model regresi linear yang mencakup lebih dari dua peubah bebas

dan menggunakan data berkala sering dijumpai adanya kolinearitas ganda

(multicolinearity). Kolinearitas seringkali diduga terjadi ketika R2 tinggi dan r2

satu pun atau sangat sedikit koefisien regresi parsial yang secara individual

penting secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional (Gujarati, 1978).

Cara mendeteksi multikolinearitas menurut Santoso (2000) adalah sebagai

berikut :

a) Besaran VIF (Variance inflation factor) dan Tolerance. Pedoman suatu

regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF di

sekitar angka 1 dan angka toleransi mendekati 1. Cara mendapatkan

besaran VIF adalah 1/Tolerance.

b) Besaran korelasi antar variabel independent. Pedoman suatu model regresi

yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel

independent harus lemah (dibawah 0,5). Jika korelasi kuat maka terjadi

multikolinearitas.

4) Asumsi Autokorelasi

Dalam data time series, sering juga dijumpai adanya persoalan

autokorelasi yang mempunyai konsekuensi yang cukup serius (Gujarati, 1978).

Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain dengan

uji d Durbin-Watson, pengujian ini menggunakan rumus:

∑=

=

=

==Nt

t

te1

2

Nt

2t

21-tt )e-(e

d ........................................................................... (7)

Mekanisme test Durbin-Watson adalah sebagai berikut, dengan mengasumsikan

bahwa asumsi yang mendasari tes dipenuhi:

1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residual ei.

Page 56: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

2. Hitung d dari persamaan (4).

3. Untuk ukuran sampel tertentu dan banyaknya variabel yang menjelaskan

tertentu, dapatkan nilai kritis dL dan du.

4. Jika hipotesis nol H0 adalah bahwa tidak ada korelasi positif, maka jika

d < dL: tolak H0

d > du: terima H0

dL ≤ d ≤ du: pengujian tidak meyakinkan.

5. Jika hipotesis nol H0 adalah bahwa tidak ada korelasi negatif, maka jika

d > 4 – dL: tolak H0

d < 4 – du: terima H0

4 – du ≤ d ≤ 4 -dL: pengujian tidak meyakinkan

Autokorelasi menurut Santoso (2002), yaitu dengan menggunakan uji

Durbin-Watson yang diambil patokannya secara umum sebagai berikut :

1. Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif

2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi

3. Angka D-W +2 berarti ada autokorelasi negatif

4.3.2.2 Peramalan (Forecasting).

Metode peramalan yang akan digunakan adalah metode yang

menggunakan analisa deret waktu (time series), yang terdiri dari beberapa tahap

yaitu identifikasi pola data, memilih metode peramalan, dan pemilihan metode

peramalan terakurat. Metode peramalan terakurat yang didapatkan digunakan

untuk memprediksi volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun

mendatang.

4.3.2.2.1 Identifikasi Pola Data

Tahap pertama peramalan dalam mengolah data adalah menyajikan serial

data dari nilai ekspor udang dalam plot nilai terhadap waktu. Hasil yang akan

didapatkan dari identifikasi pola data adalah bentuk pola data yang akan

disesuaikan dengan metode peramalan yang akan dilakukan. Pola yang dapat

terbentuk meliputi pola : (1) Pola stasioner; (2) Pola musiman; (3) Pola siklik; (4)

Pola trend.

Page 57: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Pola data volume ekspor udang yang didapatkan berasal dari plot data

volume ekspor udang dan plot autokorelasinya. Pola yang didapatkan kemudian

diidentifikasikan dengan analisa visual terhadap grafik ekspor udang dari periode

ke periode.

4.3.2.2.2 Metode Trend

Metode Trend yang akan digunakan adalah teknik linier, kuadratik, dan

pertumbuhan eksponensial. Persamaan-persamaannya adalah sebagai berikut:

1. Trend Linier : Ft= a + bt ................................................................ (8)

nilai a dan b dapat diperoleh dalam persamaan:

n

Xib

n

Yia ∑∑ −= ,

∑ ∑∑ ∑ ∑

−−

=22 )( XiXin

YiXiXiYinb

2. Trend Kuadratik : Ft= a + b1t + b2t2 ..................................................... (9)

3. Trend Eksponensial : Ln Ft+1 = a + bt ....................................................... (10)

Dimana : Ft = volume ramalan udang pada periode t a = intersep b = slope kenaikan atau penurunan

4.3.2.2.3 Metode Rata-Rata Bergerak Ganda (Moving Average/MA)

Hasil peramalan dengan rata-rata bergerak ganda diperoleh dengan

melakukan pengrata-rataan bergerak sebanyak dua kali dengan ketentuan:

a. n pada MA yang pertama sama dengan n pada MA yang kedua,

b. lambang MA diganti dengan St untuk MA pertama dan St” untuk MA kedua,

c. hasil yang diramalkan pada St’ditambah dengan at dan bt untuk menghasilkan

St”.

Persamaannya-persamaannya adalah sebagai berikut:

St’ = (Y t + Yt-1 + Yt-2 + .... + Yt-n+1)/n ; hasil penghalusan pertama

St” = (St’ + St-1’ + St-2’ + ... + St-n+1)/n ; hasil penghalusan kedua

at = (2St’) – St”

bt = 2(St’ – St”)/ (n-1)

Ft+m = at + bt (m); volume ramalan udang pada periode t+m .......................... (11)

n = banyaknya periode yang digerakkan

m = 1 untuk periode 1 sampai dengan 15, 2 untuk periode 16, dan seterusnya.

Page 58: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

4.3.2.2.4 Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt

Pada metode ini komponen trend dihaluskan secara terpisah dengan

menggunakan parameter yang berbeda. Persamaan-persamaan yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Ft+m = St + bt (m) ........................................................................................... (12)

M = 1 untuk t = 1 s.d t = 15

St = αYt + (1-α)(St-1 + bt-1); S1 = Y1

bt = γ(St – St-1) + (1- γ)bt-1, b1 = Y2-Y1

α = 0,1 dan γ = 0,2

Teknik ini cukup fleksibel dikarenakan trendnya dapat dihaluskan dengan

menggunakan bobot yang berbeda. Namun demikian, kedua parameternya perlu

dioptimalkan sehingga pencarian kombinasi terbaik parameter tersebut lebih rumit

daripada hanya menggunakan satu parameter.

4.3.2.2.5 Pemilihan Metode Peramalan Terakurat

Tahap terakhir peramalan ekspor udang ini adalah membandingkan

beberapa metode yang telah diterapkan agar dapat menentukan salah satu metode

yang baik. Menurut Makridakis et al (1999), faktor yang harus diperhatikan

dalam membandingkan metode peramalan ini adalah forecasting power dari

metode tersebut yaitu dengan menguji nilai kesalahannya. Rumus nilai kesalahan

peramalan pada periode ke-t adalah:

et = At –Ft .................................................................................................... (13)

Dimana : et = nilai kesalahan peramalan (error) pada periode ke-t

At = nilai aktual pada periode ke-t

Ft = nilai ramalan pada periode ke-t

Ukuran akurasi yang sering digunakan adalah nilai Mean Square Error

(MSE). Pendekatan ini membebankan kesalahan peramalan yang besar, karena

errornya dikuadratkan (Hanke dan Reitsch, 2001). Metode peramalan yang

memiliki nilai MSE paling kecil, mengandung pengertian bahwa semakin kecil

nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati

nilai aktualnya (Makridakis et al, 1999).

Page 59: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Nilai MSE dirumuskan: MSE = netn

i

/1

2

=

................................................ (14)

Akurasi peramalan yang lain adalah root mean standar error (RMSE).

Nilai RMSE diperoleh dengan mengakarkan nilai MSE. Pendekatan ini

memberikan nilai error yang relatif lebih kecil karena merupakan hasil

pengakaran dari MSE, RMSE dirumuskan (Hanke dan Reitsch, 2001):

RMSE = MSE ........................................................................................... (15)

4.4 Batasan dan Konsep Penelitian

1. Perdagangan internasional terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Ekspor

adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri

namun dijual di luar negeri. Salah satu komoditas perdagangan adalah

komoditas perikanan. Udang merupakan komoditas unggulan ekspor

perikanan Indonesia. Variabel yang digunakan adalah dalam volume atau

nilai.

2. Salah satu pasar produktif bagi ekspor komoditas udang Indonesia adalah

pasar Uni Eropa. Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa terus

berkembang. Data perdagangan yang digunakan untuk analisis pasar Uni

Eropa yaitu 12 negara (1992-1994), 15 negara (1995-2004), dan 25 negara

(2004-2006).

3. Hambatan perdagangan yang dikeluarkan Uni Eropa berupa hambatan tarif

dan non tarif yang saat ini banyak diperbincangkan juga dalam perdagangan

global.

4. Hambatan tarif yang seringkali mempengaruhi perkembangan ekspor yaitu

bea masuk dan diskriminasi tarif.

5. Hambatan non tarif dalam hal standar mutu dan keamanan pangan.

6. Analisis deskriptif berupa penjelasan atas tampilan tabulasi atau grafik untuk

memaparkan kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa dan kebijakan

perdagangan Indonesia.

7. Analisis regresi berganda menggunakan variabel dummy untuk mengukur

pengaruh hambatan perdagangan terhadap ekspor udang Indonesia.

Page 60: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

8. Peramalan digunakan untuk menduga volume atau nilai ekspor udang

Indonesia ke Uni Eropa lima tahun mendatang. Metode yang digunakan yaitu

metode trend, metode rata-rata bergerak ganda, dan metode pemulusan

eksponensial linier Holt.

9. Penelitian ini dibatasi pada pendeskripsian kebijakan Uni Eropa yang menjadi

hambatan perdagangan bagi Indonesia serta pengaruhnya terhadap ekspor

Indonesia. Selain itu dideskripsikan pula kebijakan perdagangan Indonesia

yang terkait dengan ekspor perikanan dalam penyesuaian terhadap permintaan

pasar. Pendugaan volume atau nilai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa

beberapa tahun mendatang juga ditampilkan.

Page 61: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa

Uni Eropa (UE-27) merupakan blok sukarela dan damai terbesar di dunia,

dengan jumlah 492 juta warga negara yang terdapat di dalamnya. Awal

terbentuknya UE dirintis oleh enam negara hingga tahun 2007 terus berkembang

menjadi 27 negara. Dalam perdagangan internasional, UE memainkan peranan

yang sangat penting dikarenakan posisinya yaitu urutan pertama sebagai importir

dan urutan kedua sebagai eksportir pada tahun 2006 (Directorate General Trade

of European Union, 2007). Peningkatan ekspor dan impor yang terjadi pada Uni

Eropa tentunya berjalan beriringan dengan peningkatan jumlah negara anggota

Uni Eropa dari UE-6, UE-12, UE-15, UE-25 hingga UE-27 pada tahun 2007.

Selain itu, peran Uni Eropa sebagai penggerak ataupun pencetus perjanjian-

perjanjian (agreement) World Trade Organization (WTO) menjadikannya pasar

yang kuat. Adanya harmonisasi peraturan perdagangan internasional diantara

negara-negara anggota Uni Eropa menjadikan Uni Eropa sebagai pasar tunggal

yang sangat potensial untuk dimasuki jika negara eksportir mampu memenuhi

persyaratan impor yang dilakukan ataupun menjadikan Uni Eropa sebagai pasar

yang sangat sulit dimasuki karena kemampuan negara eksportir yang masih

lemah.

5.1.1 Pasar Merchandise Uni Eropa

Uni Eropa merupakan pasar potensial dalam perdagangan internasional

baik itu sebagai eksportir maupun importir. Pangsa ekspornya di dunia sebesar

16,2% dengan nilai € 1.661,1 miliar dan sebesar 18% untuk pangsa impor dengan

nilai € 1350,5 miliar pada tahun 2006 (Directorate General Trade of European

Union, 2007). Perkembangan ekspor dan impor UE untuk merchandise selama 15

tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Ekspor UE meningkat dari US$ 1.584 miliar

pada tahun 1992 menjadi US$ 4.543 miliar pada tahun 2006. Impor UE jauh lebih

drastis peningkatannya yaitu sebesar US$ 1.654 miliar pada tahun 1992 menjadi

US$ 4.759 miliar pada tahun 2006. Peningkatan ekspor paling besar terjadi pada

Page 62: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

tahun 1995 sebesar 22,35% dibanding tahun sebelumnya dan peningkatan impor

yang terjadi pada periode yang sama sebesar 21,31%. Apabila dilihat dari neraca

perdagangannya tampak bahwa posisi UE selama kurun waktu lima tahun ini

lebih berpotensi sebagai importir. Selisih ekspor-impornya terus bertambah dari

US$ 28, 29 miliar pada tahun 2002 hingga mencapai angka US$ 215,69 miliar

pada tahun 2006.

Tabel 4. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006

Tahun Ekspor (juta

US$) Perkembangan

Ekspor (%) Impor

(juta US$) Perkembangan

Impor (%)

Neraca Perdagangan

(juta US$)

1992 1.584.275 1.654.045 -69.770

1993 1.488.885 -6,02 1.487.610 -10,06 1.275

1994 1.702.895 14,37 1.690.635 13,65 12.260

1995 2.083.745 22,36 2.050.935 21,31 32.810

1996 2.154.900 3,41 2.101.330 2,46 53.570

1997 2.140.890 -0,65 2.089.635 -0,56 51.255

1998 2.233.600 4,33 2.212.010 5,86 21.590

1999 2.344.500 4,97 2.403.180 8,64 -58.680

2000 2.437.360 3,96 2.560.180 6,53 -122.820

2001 2.453.110 0,65 2.526.740 -1,31 -73.630

2002 2.617.985 6,72 2.646.280 4,73 -28.295

2003 3.123.730 19,32 3.179.335 20,14 -55.605

2004 3.728.925 19,37 3.807.415 19,76 -78.490

2005 4.026.690 7,99 4.166.150 9,42 -139.460

2006 4.543.760 12,84 4.759.455 14,24 -215.695 Sumber: WTO, 1992-2006 Keterangan : * nilai US$ yang berlaku pada saat itu (current price)

0500.000

1.000.000

1.500.0002.000.0002.500.0003.000.0003.500.000

4.000.0004.500.0005.000.000

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Nila

i (ju

ta U

S$)

Ekspor Total EU ke Dunia Impor Total EU dari Dunia

Gambar 8. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia

Tahun 1992-2006

Page 63: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Nilai ekspor dan impor UE yang diperlihatkan pada Gambar 8 mulai

mengalami peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2003 dibanding tahun

sebelumnya dengan melihat selisih volume impor atau impor. Hal ini diduga

terkait dengan dikeluarkannya mata uang tunggal Uni Eropa yaitu Euro pada

tanggal 1 Januari 2002. Dalam pasar valuta asing (valas), Euro mempunyai posisi

bersaing dengan Yen dan Dolar AS. Dampak dengan dikeluarkannya Euro,

pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diasumsikan menjadi lebih stabil dikarenakan

transaksi perdagangan berjalan dengan lebih baik.

Negara-negara yang menjadi partner utama perdagangan Uni Eropa

(ekspor dan impor) selama kurun waktu 2002 hingga 2006 dapat dilihat pada

Tabel 5, yaitu Amerika Serikat, Cina, Rusia, Switzerland, dan Jepang.

Tabel 5. Urutan Peringkat Negara Partner Perdagangan Uni Eropa Tahun 2002-2006

Negara Partner Perdagangan 2002 2003 2004 2005 2006

USA 1 1 1 1 1 China 3 2 2 2 2 Russia 5 5 4 3 3

Switzerland 2 3 3 4 4 Japan 4 4 5 5 5

Sumber: Directorate General Trade of European Union, 2008.

Pangsa nilai produk ekspor UE-25 menurut penggolongan SITC pada

tahun 2006 yaitu mesin dan alat transportasi (44,1%), bahan kimia dan sejenisnya

(16%), barang-barang pabrik (14,5%), bahan mineral, pelumas, dan bahan-bahan

material (4,2%), pangan dan hewan hidup (3,4%). Sedangkan besarnya pangsa

yang menjadi produk impor UE-25 yaitu mesin dan alat transportasi (29,8%),

bahan mineral, pelumas, dan bahan-bahan material (24,7%), Bahan kimia dan

sejenisnya (8%), pangan dan hewan hidup (4,5%).

Penggolongan produk menurut SITC hasil revisi terbagi atas: (1) Produk

primer yaitu produk agrikultur dan energi dan (2) Produk manufaktur yaitu mesin,

alat transportasi, bahan kimia, serta tekstil dan pakaian. Kategori produk yang

menjadi komoditi ekspor utama yaitu dari produk manufaktur dengan pangsa

terbesar yaitu mesin (28,9%) dari total ekspor UE dan komoditi impor utama dari

Page 64: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

produk primer yaitu produk agrikultur dengan pangsa terbesar 24,7% dari total

impor UE. Uni Eropa merupakan importir terbesar untuk produk agrikultur yang

berasal dari negara-negara berkembang. Oleh sebab itu, untuk melakukan

ekspansi pasar maka Uni Eropa menjadi penggerak utama terlaksananya Doha

Development Agenda (DDA) yang dikeluarkan WTO pada Bulan November

2002. Produk-produk agrikultur yang dimaksud berupa: pangan dan hewan hidup

termasuk ikan; minuman dan tembakau; kulit; bahan mentah; bibit minyak dan

minyak tumbuhan; karet alami; gabus dan kayu; sutera; kapas; ramidan serabut

kulit pohon untuk tekstil; serabut tanaman untuk tekstil; wool; serta lemak minyak

tumbuhan dan hewan mentah. Kontribusi impor ikan, krustasea, dan moluska

dalam impor produk agrikultur oleh UE-25 dari tahun 2002 hingga 2006 secara

berurutan sebesar 21,37%, 21,60%, 20,70%, 21,85%, dan 23,36%.

Dalam perdagangan bilateral dengan Indonesia, ekspor Uni Eropa ke

Indonesia mencapai peringkat 34 dan peringkat 32 untuk impornya pada tahun

2006. Pangsa ekspor dan impor Uni Eropa dengan Indonesia dapat dilihat pada

Gambar 9 dan 10.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

%

2002 2004 2006

Tahun

Produk Agrikultur Energi Mesin Alat Transportasi Bahan Kimia Tekstil dan Pakaian

Sumber : Eurostat, 2008. Gambar 9. Pangsa Produk Ekspor Uni Eropa ke Indonesia Tahun 2002-2006.

Dominasi impor Indonesia berupa mesin-mesin dikarenakan tingkat

teknologi negara-negara anggota UE sudah lebih maju dalam menciptakan inovasi

teknologi. Sedangkan Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah

merupakan pasar yang tepat bagi Uni Eropa mendapatkan kebutuhan akan

produk-produk agrikultur. Sesuai dengan teori perdagangan internasional bahwa

Page 65: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

masing-masing negara akan melakukan spesialisasi yang disesuaikan dengan

kondisi negara dan kebutuhannya hingga akhirnya terjadi transaksi perdagangan.

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

%

2002 2004 2006

Tahun

Produk Agrikultur Energi Mesin Alat Transportasi Bahan Kimia Tekstil dan Pakaian

Sumber: Eurostat, 2008 Gambar 10. Pangsa Produk Impor Uni Eropa dari Indonesia Tahun 2002-2006.

5.1.2. Pasar Komoditas Perikanan Uni Eropa

Pangsa nilai ekspor perikanan Uni Eropa sebesar 0.048% dari total ekspor

UE dan memiliki pangsa nilai impor sebesar 0,79% terhadap total impor pada

tahun 2006. Dilihat dari sisi volume, ekpor perikanan Uni Eropa meningkat dari

3.928.961 ton pada tahun 1992 menjadi 6.944.184 ton pada tahun 2006 dan

impornya sebesar 6.190.289 ton pada tahun 1992 juga meningkat hingga

10.394.573 ton pada tahun 2006 . Jadi, Uni Eropa memiliki kecenderungan lebih

banyak mengimpor produk perikanan, sesuai dengan yang telah disebutkan

sebelumnya bahwa komoditas impor utama yaitu produk pertanian yang

didalamnya termasuk komoditas perikanan. Bahkan, UE merupakan importir

terbesar produk ikan, pangan laut, dan budidaya di dunia. Peraturan impor untuk

produk perikanan diharmonisasikan yang artinya peraturan yang sama berlaku di

semua negara-negara Uni Eropa (DG Sanco, 2007). Pada Tabel 6 ditampilkan

perkembangan volume ekspor-impor perikanan UE dengan dunia. Adapun yang

menjadi produk perikanan yang paling banyak diimpor menurut kode HS 03 dan

16 berupa daging/fillet ikan beku sebesar US$14 miliar, krustasea (udang, lobster,

dan kepiting) sebesar US$ 4 milyar, dan udang yang siap disajikan sebesar US$

600 juta pada tahun 2005 dengan total impor produk perikanan keseluruhan pada

saat itu lebih besar dari US$17 miliar (Direktorat Pemasaran Luar Negeri, 2007).

Page 66: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Tabel 6. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006

Tahun Ekspor (ton)

Perkembangan Ekspor (%)

Impor (ton)

Perkembangan Impor (%)

Neraca Perdagangan (ton)

1992 3.928.961 6.190.289 -2.261.328

1993 4.178.431 6,35 6.285.278 1,53 -2.106.847

1994 4.547.287 8,83 7.383.543 17,47 -2.836.256

1995 4.889.933 7,54 7.404.068 0,28 -2.514.135

1996 5.190.709 6,15 7.383.995 -0,27 -2.193.286

1997 5.401.623 4,06 7.704.812 4,34 -2.303.189

1998 5.419.972 0,34 7.863.715 2,06 -2.443.743

1999 5.585.756 3,06 8.139.252 3,50 -2.553.496

2000 5.755.640 3,04 8.426.784 3,53 -2.671.144

2001 5.986.616 4,01 8.780.517 4,20 -2.793.901

2002 5.790.559 -3,27 8.671.752 -1,24 -2.881.193

2003 6.056.700 4,60 9.273.042 6,93 -3.216.342

2004 6.876.593 13,54 9.728.793 4,91 -2.852.200

2005 6.953.105 1,11 10.057.761 3,38 -3.104.656

2006 6.944.184 -0,13 10.394.573 3,35 -3.450.389 Sumber: FAO, Fishstat (diolah), 1992-2006.

0

2.000.000

4.000.000

6.000.000

8.000.000

10.000.000

12.000.000

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Vo

lum

e (t

on

)

Ekspor Perikanan UE ke Dunia Impor Perikanan UE dari Dunia

Gambar 11. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006.

Apabila diperhatikan pada Gambar 11 terlihat bahwa kecenderungan

ekspor maupun impor perikanan Uni Eropa meningkat. Peningkatan ekspor yang

cukup besar terjadi pada tahun 2003 dan impor pada tahun 1993 dibanding dengan

tahun sebelumnya.

Page 67: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

5.1.3 Pasar Komoditas Udang Uni Eropa

Komoditas udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang

diminati di Uni Eropa. Berdasarkan Tabel 6 dan 7 dapat dihitung pangsa impor

komoditas udang terhadap impor komoditas perikanan sebesar 6,26 % pada tahun

1992 dan meningkat hingga 8,053 % pada tahun 2006 berdasarkan volumenya.

Volume ekspor udang Uni Eropa pada tahun 1992 sebesar 146.074 ton menjadi

396.278 ton pada tahun 2006. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada volume

impornya yaitu pada tahun 1992 sebesar 387.552 ton menjadi 837.159 ton pada

tahun 2006.

Tabel 7. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006

Tahun Ekspor (ton)

Perkembangan Ekspor (%)

Impor (ton)

Perkembangan Impor (%)

Neraca Perdagangan (ton)

1992 146.074 387.552 -241.478 1993 149.378 2,26 386.395 -0,30 -237.017 1994 161.556 8,15 432.847 12,02 -271.291 1995 148.866 -7,85 419.008 -3,20 -270.142 1996 177.599 19,30 447.632 6,83 -270.033 1997 202.110 13,80 439.885 -1,73 -237.775 1998 202.157 0,02 500.668 13,82 -298.511 1999 214.842 6,27 490.997 -1,93 -276.155 2000 257.714 19,96 542.570 10,50 -284.856 2001 241.248 -6,39 580.616 7,01 -339.368 2002 277.418 14,99 607.464 4,62 -330.046 2003 308.885 11,34 703.018 15,73 -394.133 2004 359.324 16,33 731.237 4,01 -371.913 2005 368.782 2,63 776.606 6,20 -407.824 2006 396.728 7,58 837.150 7,80 -440.422

Sumber: FAO, Fishtat (diolah), 1992-2006.

Grafik perkembangan volume ekspor impor udang Uni Eropa dapat dilihat

pada Gambar 12. Uni Eropa merupakan net importir untuk komoditas udang, hal

ini terlihat dari volume impor yang lebih besar dari volume ekspornya. Volume

ekspor udang Uni Eropa memiliki kecenderungan meningkat yaitu pada tahun

1992 sebesar 146.074 ton menjadi 396.278 ton. Peningkatan yang lebih besar

terjadi pada volume impornya yaitu pada tahun 1992 sebesar 387.552 ton menjadi

837.159 ton pada tahun 2006.

Page 68: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.000

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Ekspor Udang UE ke Dunia Impor Udang UE dari Dunia

Gambar 12. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa UE merupakan net importer untuk

komoditas udang, bahkan termasuk salah satu importir utama udang di dunia.

Negara-negara lain yang juga merupakan importir utama untuk komoditas udang

yaitu Amerika Serikat, dan Jepang.

Sumber: Globefish, 2007. Gambar 13. Negara Importir Utama Udang di Dunia Gambar 13 memperlihatkan adanya penurunan volume impor udang dari

Jepang dan Amerika Serikat (USA) dan peningkatan volume impor udang dari

Page 69: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Uni Eropa (UE). Selama periode Januari-September 2007 impor meningkat

dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, kenaikannya

mencapai hingga 4%. Hal ini terjadi karena eksportir untuk tujuan ekspor USA

yaitu Thailand, Indonesia, dan Ekuador mengalami kesulitan untuk mengekspor

dengan adanya depresiasi dolar, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan tarif

anti-dumping. Kondisi ini menyebabkan ketiga negara tersebut mengalihkan

perhatiannya pada pasar Uni Eropa serta adanya faktor ekspansi pasar dari Uni

Eropa.

Negara anggota Uni Eropa yang meupakan importir utama udang yaitu

Spanyol, Perancis, Inggris, Italia, dan Jerman. Perkembangan volume impor

udang selama Tahun 2004 -2007 periode September hingga Januari pada kelima

negara tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.

Sumber: Globefish, 2007. Gambar 14. Negara Impotir Udang Utama di Uni Eropa Periode Januari-

September 2004 hingga 2007

Spanyol merupakan negara anggota Uni Eropa yang memiliki pangsa

pasar paling besar yang mengalami peningkatan volume impor sebesar 6%, begitu

pula dengan Perancis, Italia, dan Jerman yang volume impornya meningkat secara

Page 70: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

berurutan sebesar 4%, 3%, dan 3%, sedangkan Inggris menurun sebesar 3%

selama periode Januari-Spetember 2004 hingga 2007.

Negara-negara eksportir utama ke Uni Eropa yaitu Thailand dengan tujuan

ekspor utama Jerman dan Inggris. Kemudian negara yang semakin kuat posisinya

sebagai eksportir udang ke Italia (supplier utama), Perancis, dan Spanyol yaitu

Ekuador. Indonesia menemukan peluang pasar di Inggris. China berusaha

memperoleh pasar di Spanyol. Argentina merupakan supplier utama di Spanyol

dengan komoditi unggulannya Pleoticus muelleri dan juga mengekspor ke pasar

Italia. India yang mulai kehilangan posisi di Inggris dikarenakan komoditas

unggulannya Black Tiger mulai tersingkir dengan meningkatnya permintaan akan

Penaeus vannamei mulai merambah pasar Perancis. Brasil mengambil alih posisi

Ekuador sebagai supplier utama di Perancis pada Tahun 2007 periode Januari-

September.

Negara pesaing Indonesia untuk ekspor udang ke Inggris yaitu Islandia,

India, Denmark, Thailand, Bagladesh, Ekuador, Perancis, Malaysia, Norwegia,

dan Kanada selama periode Januari-Juni tahun 2004 hingga 2007. Islandia

merupakan eksportir utama udang olahan dan kemasan ke Uni Eropa selama

periode tersebut. Pangsa volume ekspor udang Indonesia ke Italy sebesar 2%

bersaing dengan negara eksportir utama lainnya yaitu Ekuador (31%), Argentina

(13%), Spanyol (9%), India (8%), China (7%), Malaysia (5%), Denmark (5%),

Inggris (4%), Tunisia (3%), Belanda (3%),, Venezuela (2%), dan Vietnam (2%)

selama periode Juni 2007 (Globefish, 2007).

5.2. Perkembangan Ekspor Komoditas Udang Indonesia

5.2.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang secara Umum

Indonesia merupakan salah satu negara eksportir udang utama di dunia.

Gambar 15 menunjukkan Indonesia dalam kategori eksportir utama udang selain

Thailand, India, Ekuador, Denmark, dan China pada tahun 2004. Indonesia masih

lebih banyak mengekspor udang beku ataupun segar dibandingkan dalam bentuk

kemasan.

Page 71: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Sumber : Globefish, 2004. Gambar 15. Negara Eksportir Utama Udang di Dunia pada Tahun 2004

Nilai ekspor udang beku Indonesia selama periode 1996-2005 meningkat

dengan rata-rata sebesar 0,04%/tahun, India sebesar 2,36%/tahun, China

9,77%/tahun, dan Mexico -1,22%/tahun. Sementara itu, Thailand mengalami

penurunan sebesar -2,97%/tahun selama periode 1999-2005. Berdasarkan data

tersebut, China dan India menjadi pesaing potensial bagi ekspor udang beku

Indonesia (shrimp and prawn). Sementara Thailand masih tetap menempati urutan

pertama.

Tabel 8. Volume Ekspor Perikanan dan Udang Indonesia Tahun 1992-2006

Tahun Ekspor

Perikanan (ton) Ekspor Udang (ton)

Harga Rata-Rata Ekspor Udang (US$)

Kontribusi Ekspor

Udang (%) 1992 421.367 100.456 7,61 23,84 1993 529.213 98.569 8,89 18,63 1994 545.371 99.523 10,15 18,25 1995 563.065 94.551 10,97 16,79 1996 598.385 100.230 10,16 16,75 1997 574.419 93.044 10,87 16,20 1998 650.291 142.690 7,09 21,94 1999 644.604 109.651 8,11 17,01 2000 519.416 116.187 8,63 22,37 2001 487.116 128.830 7,26 26,45 2002 565.739 124.765 6,71 22,05 2003 857.783 137.636 6,18 16,05 2004 907.970 142.135 6,28 15,65 2005 857.922 153.906 6,16 17,94 2006 926.478 169.329 6,59 18,28

Sumber: DKP, 1992-2006.

Page 72: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Ekspor komoditas udang Indonesia secara rata-rata meningkat dalam hal

volume. Namun kontribusinya terhadap ekspor perikanan mengalami penurunan

yaitu 23,84% pada tahun 1992 menjadi 18,28% pada tahun 2006, ditunjukkan

pada Tabel 8. Perkembangan nilai transaksi udang dunia mengalami peningkatan

sebesar 5,65% per tahunnya selama periode 1996-2005, yaitu meningkat dari

sebesar US$ 4,4 miliar pada tahun 1996 menjadi US$ 6,8 miliar pada tahun 2005.

Jika dilihat dari segi harga mengalami penurunan dari US$ 7,61 pada tahun 1992

menjadi US$ 6,59 pada tahun 2006.

Pengembangan komoditas unggulan ekspor, salah satunya udang terkait

dengan analisis pada komoditas (termasuk didalamnya produk) unggulan ekspor

perikanan Indonesia, terdapat beberapa isu yang dapat diidentifikasi diantaranya

dalam aspek pasar (BAPPENAS,2006) yaitu: (1) Meningkatnya kesadaran

konsumsi ikan sebagai alternatif makanan sehat; (2) Meningkatnya permintaan

ekspor produk perikanan dunia; (3) Masih diperlukannya koordinasi kelembagaan

yang menangani ekspor produk perikanan Indonesia; (4) Berkembangnya

hambatan tarif dan non tarif bagi produk perikanan dunia; (5) Ketatnya

persyaratan mutu dari negara importir (traceability law, official inspection, zona

kekerangan, dan sertifikat kesehatan; (6) Adanya upaya advokasi dari pemerintah

pada upaya penyelesaian politik perdagangan dari negara-negara importir yang

tidak sehat dan adil; dan (7) informasi pasar pada ekspor ikan hias yang bersifat

asimetris bagi eksportir dan breeder.

5.2.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang ke Uni Eropa

Salah satu pasar potensial ekspor udang Indonesia adalah Uni Eropa. Pada

Tabel 9 diperlihatkan kontribusi ekspor udang Indonesia bagi impor udang Uni

Eropa. Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa sebesar 7.324 ton pada

tahun 1992 meningkat menjadi 31.016 ton pada tahun 2006.

Page 73: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Tabel 9. Kontribusi Ekspor Udang Indonesia bagi Impor Uni Eropa Tahun 1992-2006

Tahun Ekspor Udang Indonesia ke UE (ton) Impor Total Udang UE (ton) Kontribusi 1992 7.324 387.552 1,89% 1993 8.113 386.395 2,10% 1994 5.731 432.847 1,32% 1995 4.701 419.008 1,12% 1996 4.672 447.632 1,04% 1997 7.151 439.885 1,63% 1998 18.753 500.668 3,75% 1999 14.461 490.997 2,95% 2000 17.734 542.570 3,27% 2001 20.056 580.616 3,45% 2002 16.140 607.464 2,66% 2003 23.689 703.018 3,37% 2004 26.317 731.237 3,60% 2005 27.179 776.606 3,50% 2006 31.016 837.150 3,70%

Sumber : BPS (1992-1995), DKP (1992-2006), Fishstat (1992-2006).

Kontribusi ekspor udang Indonesia bagi Uni Eropa, dapat dilihat pada

Tabel 9 terus mengalami penurunan pada tahun 1993 yaitu 2,310% hingga tahun

1996 menjadi 1,04% kemudian meningkat lagi pada tahun 1997. Menurut

Mangunsong (2007), peningkatan yang terjadi pada ekspor udang Indonesia pada

tahun 1997 disebabkan Indonesia mampu memenuhi standar mutu perdagangan

internasional dengan diterapkannya Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

(PMMT) sedangkan penurunan volume terjadi ketika pasar global semakin

meningkatkan standarnya dan belum ada penyesuaian standar oleh Indonesia.

Sedangkan pada tahun 2001 ke tahun 2002, kontribusi ekspor udang Indonesia ke

UE mengalami penurunan, hal ini diduga telah berlakunya framework baru

mengenai standar mutu dan keamanan pangan dengan standar yang lebih tinggi

yaitu EC No 178/2002 dan Indonesia belum mampu memenuhi ketentuan yang

berlaku.

Indonesia mempunyai 287 perusahaan yang punya izin ekspor (approval

number) ke Uni Eropa hingga tahun 2004. Namun, masih ada juga perusahaan-

perusahaan yang memilki approval number mempunyai masalah dalam jaminan

mutu dan keamanan pangan komoditas yang akan diekspor (Sumpeno diacu

Tempo, 2004).

.

Page 74: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

5.3 Kebijakan Perdagangan Tarif Uni Eropa

Bea masuk dan berbagai jenis tarif lainnya dalam perdagangan

internasional sangat lazim ditemukan. Tarif bea masuk produk perikanan ke

negara-negara Uni Eropa berkisar antara 0% - 21% (Khonifah et al, 2006).

Namun demikian, Uni Eropa sebagai kelompok negara maju juga memberikan

skema Generalized System of Preferences (GSP) kepada negara-negara

berkembang guna memperluas akses pasar ke negara-negara Uni Eropa. GSP Uni

Eropa memberikan akses masuk dengan memberikan pengurangan tarif bea

masuk bagi produk-produk yang diimpor dari negara penerima GSP. GSP

termasuk tarif preferensi yaitu tarif General Agreement on Tariff and Trade

(GATT) yang persentasinya diturunkan yang diberlakukan oleh negara terhadap

komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan

khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor.

Masyarakat Uni Eropa pertama kali menerapkan skema GSP pada tahun

1971. Peraturan yang tercantum dalam GSP terus mengalami perkembangan. Pada

tahun 2002, dikeluarkan skema GSP, yaitu Council Regulation (EC) 2211/2002.

Pemberlakuan skema tersebut dimulai tanggal 1 Januari 2002 - 31 Desember

2005. Pada tahun 2005, juga dikeluarkan Council Regulation (EC) 980/2005 yang

dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2008.

Selama periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2008, berdasarkan

Regulation (EC) 980/2005, terdapat tiga skema peraturan yang dianggap

menguntungkan negara penerima GSP, yaitu :

1. Skema umum (general scheme), yaitu seluruh negara penerima GSP dapat

menikmati fasilitas GSP

2. Skema intensif khusus (GSP+) untuk mendukung pembangunan yang

berkelanjutan dan pemerintahan yang bersih, GSP (+) menyediakan keuntungan

tambahan terhadap negara yang menerapkan standard internasional terhadap

kebebasan manusia (HAM) dan buruh, perlindungan lingkungan, perlawanan

terhadap obat-obatan terlarang, dan pemerintahan yang bersih.

3. Skema khusus bagi negara tertinggal (LCDs) yang juga dikenal sebagai

Everything But Arms (EBA). EBA memberikan perlakuan yang paling

Page 75: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

menguntungkan terhadap semua dengan tujuan membebaskan bea tarif dan

bebas kuota untuk akses pasar ke Uni Eropa.

Pada saat ini, skema GSP berlaku terhadap impor dari negara-negara

berkembang yang dikenai bea masuk untuk memasuki pasar Uni Eropa dan tidak

dalam kondisi bebas bea masuk di bawah persetujuan Most Favoured Nations

(MFN). Sesuai dengan standar internasional bahwa setiap produk diberikan kode

untuk memudahkan dalam mendeskripsikan suatu produk secara lebih detail yang

dikenal dengan HS (Harmonized System) Code. Produk udang dimasukkan dalam

kategori kode HS 03.06 (krustasea) dan 16.05 (untuk yang telah diolah).

Berdasarkan catatan tersebut, tarif bea masuk komoditas perikanan, khususnya

udang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Daftar Tarif Bea Masuk Komoditas Udang ke Uni Eropa dari

Indonesia* Periode 1992-2006.

Tahun Tarif Bea Masuk Uni Eropa (%)

Regulasi yang Diberlakukan Kode HS

03.06.13.00.00 Kode HS 03.06.23.00.00

Kode HS 16.05.20.00.00

1992 4,5 4,5 6 R3587/91 1993 4,5 4,5 6 R3917/92 1994 4,5 4,5 6 R3917/92 1995 4,5 4,5 6 R3282/94 1996 4,5 4,5 6 R3282/94 1997 5 5 7 R1256/96 1998 4,6 4,6 7 R1256/96 1999 4,2 4,2 7 R1256/96 2000 4,2 4,2 7 R2820/98 2001 4,2 4,2 7 R2502/01 2002 4,2 4,2 7 R2502/01 2003 4,2 4,2 7 R2502/01 2004 4,2 4,2 7 R2502/01 2005 4,2 4,2 7 R2502/01 2006 4,2 4,2 7 R 980/05 Sumber : Taxation and Custom Union European Commission, 1992-2006.

Keterangan : * Termasuk dalam daftar negara SPGL. Kode HS 03.06.13: Beku : udang kecil dan udang biasa Kode HS 03.06.23: Tidak beku : udang kecil dan udang biasa Kode HS 16.05.20: Udang kecil dan udang biasa, diolah atau diawetkan

5.4 Kebijakan Perdagangan Non Tarif Uni Eropa

Komisi Eropa memiliki kebijakan dalam memenuhi konsumsi produk

perikanan atau makanan berbasis pada perlindungan konsumen tingkat tinggi

dengan memperhatikan lima komponen kebijakan umum dalam impor makanan

Page 76: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

(Direktorat Pemasaran Luar Negeri, 2006). Kelima komponen dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Standar pemasaran dan informasi konsumen

b. Organisasi dari eksportir/produsen

c. Interbranch organisasi dan persetujuan

d. Harga dan intervensi harga

e. Perdagangan dengan negara ketiga

Regulasi yang berkaitan dengan standar mutu dan keamanan pangan

dirangkum dalam Tabel 11..

Tabel 11. Regulasi yang Berkaitan dengan Kebijakan Non Tarif Tahun

Dikeluarkan Kebijakan Keterangan

1992 Regulation (EC) No 3760/92 tentang Kebijakan Umum Perikanan (Common Fisheries Policy)

Tidak efektif dikarenakan tidak ada kecocokan antara usaha perikanan dengan sumber daya yang tersedia.

2001 EC No 466/2001 tanggal 8 Maret 2001 Tentang Taraf Maksimum bagi Pencemar Tertentu dalam Bahan Pangan

Diantaranya mengatur taraf timbal, kadmium, dan raksa dalam vahan pangan.

2002 EC No 178/2002 tanggal 28 Januari 2002 Tentang Prinsip Umum dan Persyaratan Hukum Pangan, Pembentukan Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Penetapan Prosedur yang Terkait dengan Keamanan Pangan

Kunci pokok regulasi standar mutu dan keamanan pangan Uni Eropa yang berbasis perlindungan konsumen tingkat tinggi, kepedulian terhadap hewan dan juga lingkungan.

2004 EC No 852/2004 Tanggal 29 April 2004 tentang Higien Bahan Pangan

Regulasi ini merupakan ratifikasi SPS dari WTO dan standar keamanan pangan internasional yang termuat dalam Codex Alimentarius. Persyarataan umum produksi primer, persyaratan teknis, HACCP, pendaftaran/pengakuan usaha makanan, petunjuk nasional untuk praktek yang baik.

2004 EC No 853/2004 Tanggal 29 April 2004 Tentang Peraturan Kesehatan Spesifik untuk Pangan Asal Hewan

Aturan higienis yang spesifik untuk makanan dari asal hewan (pengakuan dari perusahaan, kesehatan, dan identifikasi penandaan, impor, informasi rantai pangan)

2004 EC No 854/2004 Tanggal 29 April tentang aturan khusus bagi organisasi pengawasan resmi untuk produk asal hewan yang dikonsumsi manusia

Aturan secara rinci untuk organisai dari kontrol resmi pada produk asal hewan

2004 EC No 882/2004 tanggal 29 April 2004 tentang pengawasan resmi guna menjamin verifikasi terhadap pelaksanaan Undang-Undang Pangan dan Pakan, dan peraturan kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan.

Sertifikasi hewan, sesuai dengan aturan Uni Eropa.

2005 EC No 2073/2005 tanggal 15 November 2005 tentang kriteria mikrobiologi untuk bahan pangan.

Sumber: Ditjen P2HP, 2007.

Page 77: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Kebijakan-kebijakan tersebut nantinya dapat menjadi hambatan

perdagangan bagi impor produk-produk pangan, termasuk di dalamnya komoditi

perikanan. Uni Eropa memberlakukan regulasi ini dengan terlebih dahulu

memberikan pembuktian ilmiah kepada organisasi perdagangan dunia (WTO).

Regulasi yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa (European Commision) secara

umum diberlakukan dua puluh hari setelah diterbitkan dalam Official Journal

(OJ). European Commision adalah lembaga eksekutif pemerintah Uni Eropa yang

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan Uni Eropa kepada dewan dan

parlemen Eropa, termasuk di dalamnya peraturan mengenai pengawasan mutu dan

keamanan pangan. Komisi ini terdiri dari perwakilan tiap-tiap negara anggota

(Europa, 2007).

Kunci pokok terbaru regulasi yang menitikberatkan pada perlindungan

konsumen tingkat tinggi terkait standar mutu dan keamanan pangan di Uni Eropa

yaitu EC No 178/2002 tentang persyaratan mutu undang-undang pangan serta

prosedur keamanan pangan. Permasalahan yang dibahas pada EC No 178/2002

diantaranya yaitu (Ditjen P2HP, 2007):

• Undang-Undang Pangan secara Umum yang diantaranya membahas kewajiban

perdagangan pangan.

• Badan Pengawas Keamanan Pangan yang diantaranya membahas tentang tugas

dan misi badan pengawas.

• Rapid Alert System, Manajemen Krisis, dan Keadaan Darurat yang membahas

tentang implementasi Rapid Alert System. Salah satu kebijakan yang cukup

signifikan mempengaruhi perkembangan impor pangan Uni Eropa yaitu

diterapkannya Rapid Alert System for Food and Feeds (RASFF). Pengaruh ini

berdampak kepada peredaran produk negara eksportir di Uni Eropa. RASFF

merupakan jejaring kerja dalam sistem siaga cepat untuk pemberitahuan resiko

langsung atau tak langsung pada kesehatan manusia yang berasal dari pangan

atau pakan (EC No 178/2002). Total kasus alert untuk produk yang berasal

dari Indonesia meningkat dari tahun 2002 sebanyak 39 kasus menjadi 43 kasus

pada tahun 2006.

Page 78: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

• Traceability (Pasal 18). Kebijakan ini cukup terkendala dilakukan di Indonesia

karena masih kesulitan dalam sistem pengawasannya dimana sistem yang

berlaku yaitu “one step backward, one step forward”.

EC No 852/2004 tentang higien bahan pangan merupakan aplikasi dari EC

No 178/2002 yang menitikberatkan pada penerapan prinsip HACCP dan good

practice. EC No 852/2004 mengemukakan beberapa hal yaitu (Ditjen P2HP,

2007):

• Kewajiban pelaku bisnis pangan,

• Penerapan prinsip HACCP,

• Panduan Good Practice,

• Impor dan ekspor,

EC No 853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan baku

mengimplementasikan konsep “from farm to fork” yang menekankan aplikasi

keamanan pangan sejak penangkapan hingga proses pengolahan. Fokus peraturan

ini yaitu (Ditjen P2HP, 2007):

• Kewajiban pelaku bisnis pangan,

• Pendaftaran dan izin perusahaan,

• Tanda pengenal dan tanda kesehatan

EC No 854/2004 tentang aturan khusus bagi organisasi pengawasan resmi

untuk produk asal hewan yang dikonsumsi manusia merupakan turunan dari EC

No 178/2002 yang secara khusus membahas tentang badan pengawas keamanan

asal bahan pangan, baik di Uni Eropa maupun di negara eksportir. Beberapa

persoalan yang dibahas dalam peraturan ini yaitu (Ditjen P2HP, 2007):

• Izin perusahaan komunitas,

• Prinsip umum pengawasan resmi yang terkait dengan semua produk asal

hewan,

• Prosedur untuk impor

Aplikasi dari EC No 178/2002 yaitu EC No 882/2004 tentang pengawasan

oleh pemerintah. Peraturan ini menitikberatkan pada pengawasan oleh

Competent Authority (CA) dengan tujuan terlaksananya undang-undang

pangan. Beberapa hal yang ditetapkan EC No 882/2004 diantaranya yaitu

mengenai (Ditjen P2HP, 2007):

Page 79: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

• Pengawasan oleh CA sebagai pihak yang berwenang,

• Penarikan contoh dan analisis,

• Rencana Pengawasan,

• Pengelolaan krisis,

• Pengawasan resmi atas masuknya pangan dan pakan dari negara ketiga.

EC No 2073/2005 tentang kriteria mikrobiologi untuk bahan pangan

merupakan salah satu regulasi yang membahas tentang persyaratan teknis produk

akhir bahan makanan, termasuk produk perikanan yang berlaku di Uni Eropa.

Beberapa permasalahan yang dibahas yaitu (Ditjen P2HP, 2007):

• Pengujian yang tepat untuk memenuhi kriteria mikrobiologis,

• Pelaksanaan pengujian dan penarikan contoh bagi bahan pangan,

• Persyaratan pelabelan,

• Analisis kecenderungan.

EC No 466/2001 tentang taraf maksimum bagi pencemar tertentu dalam

bahan pangan diantaranya mengatur taraf maksimum bahan pencemar yang

diperbolehkan dalam bahan pangan. Bahan pencemar yang dimaksud diantaranya

berupa timbal (Pb), kadmium (Cd), dan Raksa (Hg). Batas maksimum yang

diperbolehkan dalam krustasea (udang) untuk Pb sebesar 0,5 mg/kg (Ditjen P2HP,

2007).

Secara khusus tahapan pengawasan hasil perikanan yang masuk (impor) ke

Uni Eropa adalah sebagai berikut (Direktorat Pemasaran Luar Negeri DKP, 2007):

1. Competent Authority (CA) negara pengirim menghubungi komisi Eropa untuk

memohon persetujuan Approval Number of Fisheries Establishment atau

perusahaan/eksportir hasil perikanan.

2. Approval Number yang diusulkan, jika diterima atau ditolak akan diterbitkan

dalam official journal dari European Community dan disebarkan secara

elektronik ke semua Member States.

3. Melalui suatu Commision Decision menetapkan format Health Certificate dan

List of Establishments (Unit Pengolahan) yang disetujui (yang mendapat

Approval Number)

4. CA dari negara pengirim menerbitkan Health Certificate dan stempel yang

dikeluarkan oleh Commision Decision.

Page 80: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

5. Komisi Eropa melalui Food and Veterinary Office (FVO), Directorate

General of Consumer Protection melakukan kunjungan secara rutin ke negara

pengirim, baik negara anggota maupun negara ketiga, untuk misi inspeksi

sistem atau higiensi standar apakah ekuivalen dengan peraturan Uni Eropa.

6. Produk ekspor harus masuk melalui pos pengawasan perbatasan (Border

Inspection Posts/BIPs).

7. Importir di negara Uni Eropa harus memberitahu kepada BIPs dalam 6 jam

melalui udara.

8. Official fish inspector atau official veterinary surgeon melakukan pemeriksaan

seperti diuraikan terdahulu:

a. Documentary check (pengecekan dokumen) adalah memeriksa

dokumen-dokumen terkait dengan pengiriman barang atau produk

termasuk, certificate of origin, health certificate.

b. Identify check (identifikasi dokumen) adalah pengecekan visual

untuk melihat kecocokan dan konsistensi antara dokumen-dokumen

dan produk-produk, juga dokumen lain seperti certificate of origin,

approval number,dll.

c. Physical check (pemeriksaan fisik); adalah pemeriksaan produk yang

dilakukan oleh fish/veterinary inspector sendiri (BIPs) seperti

organoleptik, pengepakan dan pengemasan (packaging), suhu

(temperature), dan atau memungkinkan mengambil contoh dan

menguji ke laboratorium (sampling and laboratory testing).

9. Jika pemeriksaan dokumen memuaskan pihak inspekstur sesuai dengan

Common Veterinary Entry Document (CVED) yang diterbitkan, maka

permohonan tersebut dapat masuk ke Uni Eropa. Jika hasil pemeriksaan

menunjukkan gagal karena masalah mutu dan keamanan produk yang tidak

memenuhi syarat seperti kandungan residu logam berat atau antibiotik

melebihi batas yang diberlakukan, maka dilakukan salah satu dari dua pilihan

yaitu 1) dikirim kembali (re-export) atau 2) dihancurkan (destroyed).

Page 81: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

5.5 Kebijakan Perdagangan Indonesia

Prosedur perdagangan internasional yang harus diikuti oleh eksportir pada

umumnya yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan dapat dilihat pada

Lampiran 1. Persyaratan ekspor perikanan agak berbeda dengan persyaratan

ekspor umum yang dibedakan dalam dua bentuk yaitu produk ekspor perikanan

sebagai komoditas perikanan yang tunduk terhadap persyaratan administrasi

perdagangan internasional dan produk ekspor perikanan sebagai komoditas

perikanan yang memiliki persyaratan khusus terkait pemenuhan aturan teknis

sebagai produk dengan tujuan untuk konsumsi manusia. Alur prosedur dan

persyaratan dokumen pendukung untuk keperluan ekspor hasil perikanan dapat

digambarkan pada Gambar 16.

Sumber : Direktorat Pemasaran Luar Negeri DKP, 2007.

Gambar 16. Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan Indonesia

Kebijakan pemerintah dalam pengembangan ekspor hasil perikanan

bertumpu pada 2 (dua) aspek pengembangan, yakni (1) kebijakan pengembangan

• IUP (Provinsi) • PMA dan Tenaga Kerja Asing

(Pusat)

• CITES (Dephut) • IUP (Pemda dan Depperindag) • SKA (Dinas Perdagangan/Depdag) • PEB (Bea Cukai – Depkeu)

• Eksportir Agen (Cargo/Forwarder)

• Eksportir Pedagang (Trader) • Eksportir Produsen/ Pengolah

• Good Manufacturing Practices/SKP (Ditjen P2HP DKP)

• HACCP-based Integrated Quality Management Programme (Ditjen P2HP-DKP)

• Approval Number (Ditjen P2HP – DKP khusus Eropa)

• Health Certificate (LPPMHP di Provinsi) • DS 2031 (LPPMHP, khusus USA) • Stasiun Karantina Ikan di Provinsi (Pusat

Karantina Ikan, DKP)

Penangkapan/

Pembudidayaan

Ekspor

• IUP dan SIPI (DKP) • ABK Asing (Depnaker) • Ijin Kapal, dll (Dephub)

Page 82: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

produk dan pasar, dan (2) kebijakan pengembangan mutu. Kebijakan pertama

berorientasi pada “market base development” melalui diversifikasi produk dan

pasarnya. Kebijakan pengembangan mutu produk dilakukan melalui sistem yang

disebut sebagai sistem pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan.

Upaya pemerintah untuk menjawab tantangan peraturan negara-negara

importir utama hasil perikanan seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa

yang memiliki persyaratan yang cukup ketat mengenai standar mutu dan

keamanan pangan, maka diterapkan peraturan mulai dari proses (penangkapan

atau budidaya), pengolahan, hingga pemasaran. Undang-Undang (UU) Nomor 7

tahun 1996 tentang Pangan merupakan konsepsi pokok. Yang dapat menjadi

rujukan kebijakan dari aspek legal. Dalam UU tersebut diberikan arahan

kewajiban bagi pemasukan produk pangan ke wilayah Indonesia (impor) maupun

proses pengeluaran produk tersebut (ekspor) dan tanggung jawab atas keamanan,

mutu, persyaratan label, dan atau gizi pangan. UU No 31 tahun 2004 tentang

Perikanan sebagai pengganti dari UU No 9/1985 tentang Perikanan yang pada

pasal 20-23 secara spesifik menyatakan bahwa proses pengolahan ikan dan

produk perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem

manajemen mutu dan keamanan hasil perikanan yang selanjutnya diatur dalam

Peraturan Pemerintah (PP). PP No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi

Pangan untuk melaksanakan ketentuan UU No 7 tahun 1996 tentang pangan

memberikan pertanggungjawaban atas keamanan pangan (produk perikanan dan

budidaya) kepada Departemen Perikanan (Boccas et al, 2006).

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI KEP.01/MEN/2004 tentang

sistem pengawasan dan pengendalian mutu hasil perikanan untuk pasar Uni Eropa

yang memperhatikan sistem pengawasan dan pengendalian mutu hasil perikanan

yang berlaku di Uni Eropa sebagaimana diatur dalam Council Directive Nomor

91/493/EEC. Peraturan ini meliputi persyaratan, penerapan, dan sanksi

administrasi yang dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2004. Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI

PER.01/MEN/2007 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil

perikanan pada meliputi pengaturan tentang kelembagaan, pengorganisasian, dan

pelaksanaan pengendalian jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada

Page 83: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

setiap tahapan/proses produksi primer, pengolahan, dan distribusi hasil perikanan.

Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan RI KEP.01/MEN/2007 tentang

persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi,

pengolahan, dan distribusi meliputi kapal penangkap dan pengangkut ikan, tempat

pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan (TPI), unit pengolahan ikan (UPI), sarana

distribusi hasil perikanan, pelatihan, dan sanksi. Sebagai Otoritas Kompeten yang

dipilih oleh Uni Eropa yaitu Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Perikanan mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Perikanan PER 03A/DJ-P2HP/2007 tentang Operasional Pengendalian

Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan sebagai strategi langkah

operasional dalam proses pengendalian mutu komoditas ekspor (Ditjen P2HP,

2007).

Peraturan lainnya untuk meningkatkan mutu perikanan Indonesia yaitu:

1. Kepmen Perikanan KEP. 02/MEN/2006 tentang cara budidaya ikan yang

baik.

2. Permen Perikanan PER. 02/MEN/2006 Tentang Monitoring Residu Obat,

Bahan, Kimia, Bahan Biologi, dan Kontaminan Pada Pembudidayaan Ikan

3. Keputusan Menteri (Kepmen) Pertanian No 41 Tahun 1998 mengenai sistem

manajemen mutu terpadu.

4. Kepmen Perikanan KEP 01/MEN/2002 tentang sistem manajemen mutu

terpadu hasil perikanan. Bertujuan untuk mencapai tingkat pemanfaatan

potensi sumberdaya perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna serta

untuk melindungi konsumen dari hal-hal yang merugikan dan membahayakan

kesehatannya. Dilaksanakan sesuai dengan konsepsi HACCP.

5. Kepmen Perikanan KEP 21/MEN/2004 tentang sistem pengawasan mutu

hasil perikanan untuk pasar Uni Eropa. Keputusan ini dimaksudkan untuk

mengakomodasikan kebijakan pasar Uni Eropa dalam kebijakan pengawasan

mutu produk perikanan di Indonesia dan mengakomodasikan CD No

91/493/EEC. Secara material merupakan penajaman dari KEP.

01/MEN/2002.

6. Kepmen Kelautan dan Perikanan 45/MEN/2004 tentang penyediaan dan

penyebaran pakan (kesehatan pakan).

Page 84: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

7. Kepmen Kelautan dan Perikanan 28/MEN/2004 (Petunjuk umum budidaya

udang air tawar) tentang Good Aquaculture Practices (GAP).

8. Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan No 14128/Kpts/IK.130/XII/1998 tentang

petunjuk pelaksanaan sistem manajemen mutu terpadu hasil perikanan.

Keputusan ini berisi tentang persyaratan memperoleh Sertifikat Kelayakan

Pengolahan (SKP), Sertifikat Mutu dan atau Sertifikat Kesehatan, Prosedur

dan tata cara pemberian sertifikat PMMT, pengangkatan Pengawas Mutu

Hasil Perikanan, prosedur dan tata cara pelaksanaan pemeriksaan dan

pelaporan, serta biaya pelaksanaan atau implementasi atas keputusan ini.

9. Keputusan Dirjen Perikanan 3511/DPT.0/PI.320.S4/VII/2004 tentang

persyaratan higienis di kapal penangkap ikan yang hasil tangkapannya untuk

pasar Uni Eropa. Keputusan ini berisikan tentang persyaratan umum higienis

penanganan ikan di atas kapal.

10. Keputusan Dirjen Budidaya 745/DPB.5/TU.110.D5/II/2005 tentang

pembentukan tim untuk menanggulangi kasus antibiotik pada udang.

5.6 Analisis Regresi Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia

Kebijakan Uni Eropa yang berupa kebijakan tarif maupun non tarif dapat

berpotensi menjadi hambatan perdagangan bagi Indonesia, termasuk di dalamnya

komoditas perikanan (udang). Untuk mengetahui pengaruh dari hambatan

perdagangan tersebut, baik berupa tarif maupun non tarif terhadap perkembangan

volume ekspor komoditas udang Indonesia maka diperlukan analisis dengan

menggunakan analisis regresi berganda.

Model dugaan hasil analisis regresi yang didapatkan akan digunakan untuk

melihat sejauh mana pengaruh diterapkannya kebijakan perdagangan oleh Uni

Eropa bagi ekspor komoditas udang Indonesia. Pada penelitian ini diasumsikan

bahwa kebijakan Uni Eropa yang terkait dengan aktivitas impor produk pangan,

khususnya produk perikanan turut mempengaruhi perkembangan volume ekspor

perikanan Indonesia dengan salah satu komoditas unggulannya yaitu udang.

Dalam hal tarif, selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 1992-2006, tarif

yang ditampilkan merupakan tarif untuk komoditas udang beku dan tidak beku,

sedangkan untuk komoditas yang telah dikemas atau diawetkan tidak diperlukan

Page 85: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

karena mengambil bentuk udang yang mendominasi ekspor yaitu beku dan tidak

beku. Kebijakan perdagangan yang bersifat non tarif yang saat ini dirisaukan oleh

pengusaha perikanan Indonesia, khususnya Competent Authority untuk komoditas

perikanan yaitu adanya framework baru Uni Eropa dalam hal pangan (salah

satunya komoditas perikanan) yaitu perlindungan konsumen tingkat tinggi,

bahkan juga perlindungan hewan dan lingkungan. Hal ini mulai terlihat dengan

dikeluarkannya EC No 178/2002 yang mulai diberlakukan Februari 2002.

Variabel hambatan perdagangan untuk tarif dan non tarif dibuat secara terpisah

dan juga dimasukkan faktor volume ekspor sebelumnya (lag ekspor) yang

diasumsikan akan mencerminkan kondisi ekspor pada periode t untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh hambatan perdagangan.

5.6.1 Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia

Model dugaan regresi didapatkan dengan melakukan berbagai percobaan

pada data di Lampiran 2 dengan mengubah variabel lag ekspor serta model yang

digunakan menggunakan SPSS 15 dan rangkuman hasilnya dapat dilihat pada

Lampiran 3. Model linier dengan lag ekspor (t-2) pada Lampiran 3 merupakan

model dugaan yang paling baik dibandingkan dengan model lainnya dengan

melihat kriteria statistik yaitu R2, uji F, dan uji t. Perbandingannya dapat dilihat

pada Tabel 12 untuk model linier, semi log, dan double log pada lag ekspor t-2.

Tabel 12. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Regresi Linear Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia Periode 1992-2006.

No Model Linear Model Semi Log Model Double Log

Variabel Koefisien Variabel Koefisien Variabel Koefisien 1 Intercep 28.460,3 Intercep -4.223,1 Intercep 10,8168 2 Dt 4.469,21 Dt 6.757,6 Dt 0,4232 3 Tt -5.002,7 Ln Tt -21.622 Ln Tt -2,9704 4 Qt-2 0,6229 Ln Qt-2 5.364,96 LnQ-2 0,3128 5 R2 0,7038 R2 0,6591 R2 0,5747 6 Adj R2 0,6051 Adj R2 0,5454 Adj R2 0,4329 7 D-W 1,4559 D-W 1,3327 D-W 1,0146 8 Fhit 7,1295 Fhit 5,8002 Fhit 4,0542 9 Fsig 0,0094 Fsig 0,0173 Fsig 0,0445 10 tα0 0,6232*** tα0 -0,0323***** t α0 0,9743** t α1 0,8295** t α1 1,2142* t α1 0,8941** tα2 -0,5163**** tα2 -0,3948**** tα2 -0,6378*** tα3 1,4120* tα3 0,8286** tα3 0,5682****

Sumber : Diolah dari Data Sekunder.

Page 86: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Keterangan : * : Tarif kepercayaan 80% **** : Taraf Kepercayaan 60% ** : Taraf kepercayaan 75% ***** : Taraf Kepercayaan <50% *** : Taraf Kepercayan 70%

5.6.2 Evaluasi Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia

Model persamaan yang dapat dibuat dari hasil analisis regresi pada Tabel

13 sebagai berikut :

(1) Model Linear

Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt + 0,62298Qt-2........................ (16)

(2) Model Semi Log

Qt = 4223,1 + 6.757,6 ln Dt – 21.622 lnTt + 5.364Qt-2 ........................ (17)

(3) Model Double Log

ln Qt = 10,8168 + 0,4232Dt - 2,9704lnTt + 0,31288 lnQt-2 ................. (18)

atau

Qt = 2,3811.Dt -0,8599.Tt

-2,9704.Q(t-2) 0,31288 ............................................ (19)

Model linier, model semi log, model double log pada Tabel 12 memiliki

nilai R square masing-masing sebesar sebesar 0,7038, 0,6591, dan 0,5747 yang

menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara variabel penjelas dengan variabel

bebas secara berurutan sebesar 70,38%, 65,91% dan 57,47%, sedangkan sisanya

yaitu masing-masing sebesar 29,62%, 34,09%, dan 42,53% dipengaruhi oleh

variabel lain. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis pengaruh hambatan

perdagangan pada model linier, model semi log, dan model double log untuk

variabel bebas masing-masing adalah sebesar 7,1295, 5,8002, dan 4,0542 dan

Ftabel sebesar 8,74. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai Ftabel, maka

dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel yang berarti terima H0,

artinya dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2) secara serentak berpengaruh

nyata terhadap volume ekspor udang Indonesia. Hal ini juga menunjukkan bahwa

model dugaan dapat digunakan untuk analisis berikutnya.

Mengacu pada uji t, variabel yang berpengaruh nyata pada model linier

adalah dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2) dengan thit masing-masing

adalah sebesar 0,8295 dengan taraf kepercayaan 75%, -0,5163 dengan taraf

kepercayaan 60%, 1,4120 dengan taraf kepercayaan 80%. Pada model semi log,

nilai thit dari dummy non tarif yaitu 1,2142 dengan taraf kepercayaan 80%, thit tarif

Page 87: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

sebesar -0,3948 dengan taraf kepercayaan 81,2%, dan thit lag ekspor 0,8286

dengan taraf kepercayaan 75%. Pada model double log, thit variabel dummy non

tarif, tarif, dan lag ekspor secara berurutan sebesar 0,8941 dengan taraf

kepercayaan 75%, -0,6378 dengan taraf kepercayaan 70%, dan 0,5682 dengan

taraf kepercayaan 60%.

Diantara ketiga model tersebut model dugaan yang paling baik digunakan

diantara ketiga model dugaan diatas yaitu model linier dengan membandingkan

nilai R2, uji F, dan uji t, yaitu nilai R2 yang lebih tinggi, uji F dengan Fsig yang

lebih kecil, dan uji t dengan taraf kepercayaan untuk setiap variabel lebih besar

dari 50%. Maka selanjutnya akan dibahas mengenai model linier tersebut. Model

linier didapatkan dengan merumuskan persamaan yang mengandung variabel

volume ekspor udang Indonesia (Qt), dummy non tarif (Dt), tarif bea masuk (Tt),

dan lag ekspor Qt-2 yang datanya dapat dilihat pada Tabel 13 dan hasil olahan

datanya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 13. Data Regresi Model Linier Volume Ekspor Udang untuk Lag Ekspor t-2

Periode 1992-2006

Tahun Qt (ton) Dt Tt (%) Q t-2 (ton) 1994 5.731 0 4,5 7.324 1995 4.701 0 4,5 8.113 1996 4.672 0 4,5 5.731 1997 7.151 0 5,0 4.701 1998 18.753 0 4,6 4.672 1999 14.461 0 4,2 7.151 2000 17.734 0 4,2 18.753 2001 20.056 0 4,2 14.461 2002 16.140 1 4,2 17.734 2003 23.689 1 4,2 20.056 2004 26.317 1 4,2 16.140 2005 27.179 1 4,2 23.689 2006 31.016 1 4,2 26.317

Sumber : Diolah dari Data Sekunder.

5.6.2.1 Kriteria Ekonomi

Pada model dugaan linier ditemukan untuk koefisien dummy non tarif

bertanda positif , tarif bertanda negatif, dan lag ekspor bertanda positif. Tanda

dummy non tarif tidak sesuai dengan hipotesa sebelumnya yang diasumsikan

bernilai negatif. Hal ini terjadi dikarenakan volume ekspor udang Indonesia ke

Page 88: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Uni Eropa secara umum terus meningkat walaupun diterapkannya kebijakan oleh

Uni Eropa yang bersifat hambatan non tarif. Bagaimanapun, Uni Eropa tetap

membutuhkan pasokan pangan, salah satunya komoditas perikanan dimana

Indonesia merupakan eksportir perikanan yang cukup potensial. UE juga turut

berperan serta mempersiapkan negara-negara importir agar tetap bisa menjalin

hubungan perdagangan ketika dikeluarkannya setiap peraturan oleh Uni Eropa.

Misalnya saja Trade Supprt Programme (TSP) yang dijalankan Indonesia dan Uni

Eropa untuk kelancaran hubungan bilateral, serta sifat hubungan bilateral yang

diterapkan antara Uni Eropa dan Indonesia bersifat “G to G” artinya setiap ada

permasalahan terlebih dahulu dibicarakan diantara government (pemerintah).

Tanda untuk hambatan tarif, sesuai dengan hipotesa yang telah dibangun yaitu

dengan adanya pengurangan tarif maka volume ekspor komoditas udang

Indonesia meningkat. Oleh sebab itulah, selama ini negara-negara importir,

khususnya negara berkembang berjuang untuk mendapatkan zero tariff untuk

komoditas pertanian. Lag ekspor telah memenuhi hipotesa sebelumnya yaitu lag

ekspor menggambarkan permintaan ekspor pada periode t dengan melihat periode

sebelumnya dengan selang waktu 2 tahun yang ditandai dengan koefisien yang

bernilai positif yang juga menunjukkan adanya pengaruh-pengaruh dari kebijakan

yang ditetapkan pada periode t dan diaplikasikan pada periode t+n.

5.6.2.2 Kriteria Statistik

Dari Tabel 13 di atas, dapat dilihat bahwa model linier memiliki nilai R

square sebesar 0,70384 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier antara

variabel penjelas dengan variabel bebas 70,38%. Namun untuk jumlah variabel

independent lebih dari dua, lebih baik digunakan Adjusted R square yang bernilai

0,60511. Hal ini berarti 60,51% variasi dari volume ekspor udang bisa dijelaskan

oleh variasi dari ketiga variabel independent. Sedangkan sisanya (39,49%)

dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.

Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis volume ekspor udang adalah

sebesar 7,1295 dengan tingkat signifikansi yaitu 0,009. Probabilitas variabel

tersebut (0,009) lebih kecil dari 0,05, maka model regresi bisa dipakai untuk

memprediksi volume ekspor udang atau bisa dikatakan, variabel bebas secara

Page 89: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

bersama-sama berpengaruh terhadap volume ekspor udang pada periode.

Berdasarkan analisis regresi terhadap volume ekspor udang Indonesia, variabel

bebas yang berpengaruh nyata yaitu dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2)

dengan thit masing-masing sebesar 0,82956 dengan taraf kepercayaan 75%,

-0,5163 dengan taraf kepercayaan 60%, dan 1,41203 dengan taraf kepercayaan

80% pada model linier.

5.6.2.3 Kriteria Ekonometrik

Dengan melihat kriteria statistik diatas, model dugaan semi log dengan lag

ekspor t-2 layak digunakan secara statistik. Selanjutnya akan dilakukan pengujian

model dugaan untuk kriteria ekonometrik. Pengujian yang dilakukan yaitu berupa

ada atau tidaknya multikolineritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi serta

pemenuhan asumsi kenormalan. Berikut akan diuraikan mengenai uji asumsi-

asumsi tersebut.

1) Asumsi Multikolinearitas

Dalam analisis regresi terdapat besaran VIF (Variance Inflaction Factor)

dan Tolerance. Suatu model regresi yang dikatakan bebas multikolinearitas yaitu :

mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance

mendekati 1. Pada Lampiran 5 dapat dilihat hasil uji multikolinearitas. Angka VIF

dengan besaran di sekitar angka 1 tidak ditemukan pada ketiga variabel bebas. Hal

ini memperlihatkan bahwa ada multikolinearitas pada model regresi. Namun,

asumsi ini masih bisa diterima pada model time series selama koefisien regresi

antar variabel tidak menunjukkan korelasi sempurna (Koutsoyiannis, 1978).

2) Asumsi Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola

tertentu pada grafik, di mana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu

Y adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Jika

ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola

tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah

terjadi heteroskedastisitas.

Page 90: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Gambar 17. Grafik Scatterplot Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa

Hasil pengujian berupa grafik scatterplot yang ditampilkan pada Gambar

17 memperlihatkan titik-titik yang menyebar secara acak, tidak membentuk

sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka

nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model

regresi.

3) Asumsi Normalitas

Deteksi melihat ada atau tidaknya normalitas adalah dengan melihat

penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar di

sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi

memenuhi asumsi normalitas.

Page 91: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Observed Cum Prob1.00.80.60.40.20.0

Expe

cted

Cum

Pro

b

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Volume ekspor

Gambar 18. Grafik Normalitas Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa

Pada Gambar 18 terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal

normal plot, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal dan dari

histogram terbentuk lonceng. Hal itu menunjukkan bahwa model regresi layak

dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.

4) Asumsi Autokorelasi

Penggunaan uji Durbin-Watson merupakan yang paling tepat dalam

menguji ada atau tidaknya autokorelasi. Nilai D-W yang didapatkan sebesar

1,332. Nilai D-W tersebut berada dalam selang -2 dan +2 yang menyatakan tidak

ada autokorelasi pada model dugaan regresi.

Selain melakukan evaluasi model dugaan volume ekspor udang Indonesia

ke Uni Eropa dapat dicari juga nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas dummy non

tarif, tarif, dan lag ekspor secara berurutan sebesar 0,103, -1,303, dan 0,5.

Maksudnya yaitu jika ada kebijakan non tarif maka akan mempengaruhi sebesar

0,103 %, perubahan tarif sebesar 1 % akan mempengaruhi volume ekspor udang

sebesar 1,303 %, dan jika ada perubahan lag ekspor sebesar 1% maka akan

mempengaruhi perubahan volume ekspor udang sebesar 0,5%.

5.7 Peramalan Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa

Kebijakan perdagangan yang dikeluarkan Uni Eropa yang dapat menjadi

hambatan perdagangan bagi ekspor komoditas udang Indonesia apakah

Page 92: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

mempengaruhi volume ekspor udang Indonesia dapat dilihat dengan peramalan.

Hasil peramalan mampu memperlihatkan kecenderungan yang terbentuk untuk

ekspor tahun-tahun mendatang. Peramalan ekspor udang periode mendatang

dilihat dari volume ekspor udang beberapa tahun sebelumnya. Data volume

ekspor udang yang digunakan untuk peramalan dapat dilihat pada Tabel 9.

Identifikasi terhadap plot data time series menunjukkan adanya trend dan

ketidakstationeran. Volume ekspor perikanan, dalam hal ini komoditas udang

cenderung tidak stationer dikarenakan sifat produksi komoditas perikanan tangkap

yang tidak dapat diprediksi dikarenakan faktor cuaca, alat tangkap, distribusi, dll.

Ketidakstationeran juga dapat dilihat dari fluktuasi data, dimana ekspor udang

menurun tahun 1994 -1996 kemudian naik pada tahun 1997, dan mengalami

penurunan kembali pada tahun 2001 hingga tahun 2002-2006 terus meningkat.

Sedangkan trend dapat ditunjukkan oleh plot data time series ekspor udang

maupun plot autokorelasi pada Lampiran 6 yang menunjukkan kecenderungan

garis diagonal dari kanan ke kiri. Berdasarkan hasil identifikasi plot data di atas

maka dapat disimpulkan bahwa volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa

beberapa tahun ke depan layak diramalkan dengan metode trend linier, trend

kuadratik, trend eksponensial, rata-rata bergerak ganda, dan pemulusan

eksponensial linier Holt.

Peramalan dengan metode trend menggambarkan kecenderungan

peningkatan dan penurunan dalam jangka panjang dari sekumpulan data nilai

ekspor yang dianalisis. Analisis trend yang digunakan dalam metode ini adalah

trend linier, trend kuadratik, dan trend eksponensial. Untuk peramalan yang

menghasilkan nilai MSE terkecil adalah trend kuadratik dengan fungsi : Ft =

4.981 + 349,34t + 93,81t2 yang menghasilkan nilai MSE sebesar 8.240.842.

Peramalan yang menghasilkan MSE terbesar yaitu trend linier dengan fungsi Ft =

726.743 + 1.851t dan menghasilkan nilai MSE sebesar 10.663.796. Hasil olahan

datanya secara lengkap dilampirkan pada Lampiran 7.

Peramalan dengan metode rata-rata bergerak ganda digunakan dengan

mencari rataan dari beberapa data. Pada penelitian ini digunakan perataan setiap

tiga buah data sebanyak dua kali. Nilai MSE yang didapatkan sebesar 11.831.827

Hasil olahan datanya secara lengkap disajikan pada Lampiran 8.

Page 93: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Peramalan dengan metode pemulusan eksponensial linier Holt dalam

penelitian ini menggunakan bobot α = 0,1 dan γ = 0,2. Nilai MSE yang dihasilkan

yaitu 12.483.856. Hasil olahan datanya secara lengkap disajikan pada Lampiran 9.

Secara lengkap hasil peramalan disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Periode Peramalan 2007-2011.

Metode Peramalan

Volume Peramalan MSE RMSE 2007 2008 2009 2010 2011

Trend Linier 30.344 32.196 34.047 35.898 37.749 10.663.796 3.266 Trend Kuadratik

34.599 38.046 41.681 45.503 49.513 8.240.842 2.871

Trend Ekponensial

37.210 42.494 48.527 55.417 63.285 9.303.798 3.050

Rata-Rata Bergerak Ganda

36.735 39.589 42.444 45.299 36.735 11.831.827 3.440

Eksponensial Ganda Holt

30.142 32.025 33.907 35.790 37.672 12.483.856 3.533

Sumber : Diolah dari data sekunder.

Setelah dilakukan penerapan dari beberapa teknik peramalan time series,

kemudian dibandingkan secara keseluruhan nilai MSE dan RMSE yang

dihasilkan. Perbandingan ini bertujuan untuk mendapatkan teknik peramalan time

series terbaik. Pemilihan teknik peramalan yang terbaik didasarkan pada nilai

MSE dan RMSE terkecil.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, menunjukkan bahwa metode trend

kuadratik merupakan metode paling akurat dalam memberikan nilai ramalan

untuk ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan persamaaan Ft = 4.981 +

349,34t + 93,81t2. Hal ini terlihat dari nilai MSE yang paling rendah yaitu

8.240.842 dengan volume peramalan ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa

periode 2007 sebesar 34.599 ton terus meningkat hingga 49.513 ton pada tahun

2011 yang ditampilkan pada Tabel 14.

5.8 Pembahasan

Uni Eropa memiliki peranan yang penting dalam perdagangan

internasional sebagai eksportir maupun importir utama di dunia. Basis komoditas

ekspor Uni Eropa yaitu produk-produk industri sedangkan untuk pemenuhan

kebutuhan pangan lebih banyak mengimpor, terutama dari negara berkembang.

Page 94: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Salah satu produk pangan yang memposisikan Uni Eropa sebagai net importir

yaitu komoditas udang. Orientasi Uni Eropa terhadap perlindungan konsumen

sangat tinggi, apalagi ketika banyak ditemukan pada produk pangan yang diimpor

mengandung bahan-bahan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia.

Menanggapi kondisi tersebut, Uni Eropa mengeluarkan berbagai kebijakan yang

terkait dengan standar mutu dan keamanan pangan, bahkan berbasis kepada

kelestarian hewan dan lingkungan. Sebelumnya UE memang sudah

memperhatikan kesehatan konsumen, namun saat ini semakin ditingkatkan.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis regresi diketahui bahwa

kebijakan perdagangan yang terkait impor pangan, dalam hal ini komoditas udang

memiliki pengaruh terhadap perkembangan volume ekspor udang Indonesia. Tarif

mempengaruhi secara negatif terhadap perkembangan volume ekspor udang

Indonesia, sedangkan kebijakan Uni Eropa terkait dengan standar mutu dan

keamanan pangan berpengaruh positif terhadap perkembangan ekspor udang

Indonesia. Adanya variabel lain yang bisa menjelaskan model yaitu dapat dilihat

dari faktor-faktor lain yang cukup mempengaruhi ekspor bisa berupa harga udang

Indonesia, penawaran produk udang, harga udang negara lain, kualitas udang, dll.

Pengaruh ini juga dapat dilihat dengan adanya lag ekspor untuk periode dua tahun.

Indonesia telah berusaha mengekuivalenkan kebijakan ekspornya dengan

regulasi Uni Eropa. Namun, masih ditemui kendala-kendala terutama dari segi

sarana dan prasarana serta kontrol dari pihak yang berwenang. Hal ini diutarakan

pula oleh Aulia (2008) dalam penelitiannya mengenai analisis investasi indsutri

pengolahan perikanan, kendala dalam investasi Indonesia yaitu masalah

pemasaran dalam hal implementasi standar. Kendala-kendala yang terjadi

misalnya saja belum tersedianya faktor sarana produksi yang memadai seperti air

bersih, dan ketidakakuratan hasil pengujian terkait sanitasi dan higien. Kondisi-

kondisi tersebut mampu menjadi penghambat Indonesia mengembangkan

pasarnya. Padahal dengan melakukan perhitungan peramalan, Indonesia

diharapkan mampu memenuhi permintaan akan impor udang oleh Uni Eropa yang

terus meningkat selama beberapa tahun ke depan.

Page 95: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

91

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Tarif Uni Eropa yang cukup tinggi berkisar diantara 0-21% diantara

negara-negara potensial lainnya mengalami perubahan terutama bagi negara

berkembang dengan diterapkannya skema GSP yang diberlakukan juga bagi

negara Indonesia untuk komoditas perikanan, diantaranya adalah udang yang

mendapatkan tarif 4%-7%. Kebijakan non tarif yang dirasakan mulai

memberatkan pemerintah dan pengusaha perikanan yaitu terkait standar mutu dan

pangan dengan dikeluarkannya EC No 178/2002, EC No 852/2004, EC No

853/2004, EC No 854/2004, EC No 882/2004, serta EC No 2073/2005 dengan

basis perlindungan konsumen tingkat tinggi.

Pemerintah Indonesia berusaha mengekuivalenkan peraturan yang berlaku

di Uni Eropa dengan membuat peraturan yang setara agar diterapkan oleh

pemerintah maupun stake holder yang terkait. Peraturan-peraturan tersebut

diantaranya yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI PER

01/MEN/2007, Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan RI PER

01/MEN/2007, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan

PER 03A/DJ-P2HP/2007, dan peraturan-peraturan lainnya.

Dari hasil analisis regresi didapatkan model dugaan yang paling baik yaitu

model linier dengan persamaan Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt +

0,62298Qt-2. Hal ini menunjukkan bahwa tarif bea masuk yang dilakukan oleh

Uni Eropa berpengaruh negatif terhadap volume ekspor udang Indonesia dengan

taraf kepercayaan 60% dan kebijakan non tarif yang terkait dengan standar mutu

dan pangan berpengaruh positif dengan taraf kepercayaan 75%.

Metode peramalan yang paling tepat digunakan untuk meramalkan volume

ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa yaitu metode trend kuadratik dengan

persamaan Ft = 4.981 + 349,34t + 93,81t2. Berdasarkan hasil peramalan, volume

ekspor komoditas udang Indonesia ke Uni Eropa terus mengalami peningkatan.

Page 96: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

92

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dengan dilakukannya penelitian ini yaitu:

1. Dalam rangka memenuhi permintaan impor Uni Eropa diharapkan pemerintah

maupun pengusaha perikanan mampu mengetahui dengan cepat perkembangan

isu perdagangan. Salah satunya yaitu mengakses dengan baik fasilitas help

desk on-line yang dikeluarkan Uni Eropa untuk membantu negara partner

dagang dalam mengakses informasi mengenai pasar Uni Eropa. Selain itu,

perlu adanya analisis pasar yang cukup akurat untuk bisa mengetahui market

share Indonesia saat ini maupun beberapa tahun mendatang.

2. Perlu dilakukan analisis kebijakan setiap kali dikeluarkannya peraturan baru

yang dikeluarkan negara importir yang berpengaruh secara nyata terhadap

perkembangan ekspor perikanan Indonesia, terutama komoditas udang. Selain

itu, perlunya peningkatan kualitas laboratorium pengujian mutu Indonesia.

3. Perlunya pemerintah terus mengadakan negoisasi dengan Uni Eropa dalam

rangka penurunan tarif karena dapat menjadi peluang bagi Indonesia

meningkatkan ekspor udang.

4. Perlu penelitian lebih lanjut yang turut memasukkan variabel harga udang

Indonesia, harga udang negara pesaing, GDP Uni Eropa, serta komoditas

udang yang paling banyak diminati oleh negara-negara anggota Uni Eropa

sehingga didapatkan model regresi yang lebih valid dan dapat digunakan

sebagai acuan dalam mengambil keputusan.

Page 97: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

93

DAFTAR PUSTAKA

Prasasti, Febrina Aulia. 2008. Analisis Kendala Investasi Bagi Penanam Modal Untuk Industri Pengolahan Hasil Perikanan Orientasi Ekspor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Assauri, Sofjan. 1984. Teknik dan Metoda Peramalan Edisi ke-1. Jakarta: Universitas Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS). 1992-1995. Statistik Ekspor Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Boccas, Frank et al. 2006. Review of the Legal Framework for the Control of Food Safety in Fisheries Sector. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2006. Laporan Kajian Prospek Komoditas Unggulan Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Direktorat Kelautan dan Perikanan, BAPPENAS.

Dahuri, H Rokhmin. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis

Kelautan: Orasi Ilmiah. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Delegasi Komisi Eropa. 2007. Sekilas Uni Eropa. Http://www.delidn.ec.europa.eu/en/special/bluebook/BB07-ID1.pdf. [11 Maret 2008]

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 1996-2006. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

-----------------------------------------------------. 2004. Indikator Kinerja dan Hasil Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan: Prosiding Seminar. Jakarta: Balai Besar Riset Sosial Ekonomi kelautan dan Perikanan.

-----------------------------------------------------. 2007. Posisi Terkini Perdagangan Hasil Perikanan Indonesia. http:// www.indonesia.go.id. [5 Desember 2007].

Departemen Perdagangan (Depdag). 2002-2006. Statistik Perdagangan. Http://www.depdag.go.id/index.php?option=statistik&task=detil&itemid =06010108. [23 Oktober 2007]

Page 98: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

94

Departemen Perindustrian (Depperin). 2005. Laporan Evaluasi Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa, Belgia dan Luksemburg. Http://www.indonesianmission-eu.org/website/netcontent_docs/ Bahan%20Raker%20Deprin%202005.pdf. [ 11 Maret 2008]

Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag). 2002. Kumpulan Peraturan Tentang Produksi dan Distribusi Produk Pangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah.

Directorate General Trade of European Union. 2007. Top Trading Partners. http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2006/september/tradoc_122530.xls. [28 Juli 2008].

-------------------------------------------------------. 2008. Top Trading Partners. http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2006/september/tradoc_122531.xls. [27 Maret 2008].

Directorate General of Health and Consumer Protection (DG Sanco). 2008. EU Import Condition for Seafood and Other Fishery Product. http.ec.europa.eufoodinternationaltradeim_cond_fish_en.pdf. [5 Agustus 2008].

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). 2007. Kumpulan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta: Ditjen P2HP, DKP.

-----------------------------------------------------------------------------. 2007. Kumpulan Hasil Terjemahan Peraturan Penting Komisi Eropa Terkait dengan Impor Produk Perikanan atau Bahan Pangan. Diah Ratnadewi dan Suminar S. Achmadi, Penerjemah. Jakarta: Ditjen P2HP, DKP. Terjemahan dari: Regulation (EC) of the European Parliement and the Council.

Direktorat Pemasaran Luar Negeri. 2006. Pedoman Ekspor Hasil Perikanan di Pasar Internasional. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

-----------------------------------------. 2007. Perdagangan Perikanan Global: Asistensi Eksportir Hasil Perikanan. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Page 99: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

95

Europa. 2007. The European Commision. http://europa.eu/institutions/index_en.htm. [5 Agustus 2008]

Eurostat. 2008. External dan intra European Union Trade. http://epp.eurostat.ec.europa.eu/cache/ITY_OFFPUB/KS-CV-07-001-EN.PDF [16 April 2008]

Fahrudin, Achmad. 2003. Pengembangan Ekspor Produk Kelautan Indonesia ke Eropa Volume V Nomor 1 [Buletin Ekonomi Perikanan]. Bogor: Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, FPIK, IPB.

FAO. Fishstat Plus (Universal Software for Fishery Statistical Time Series). 1992-2006. http://www.fao.org/fi/statist/FISOFT/FISHPLUS.asp [25 April 2008]

Globefish. 2004. An Overview on The World Shrimp Market. http://www.globefish.org/index.php?id=4300. [24 April 2008].

-----------. 2007. Shrimp Market Report February 2008-Europe. http://www.globefish.org/index.php. [23 Juli 2008].

-----------. 2007. Shrimp Market Report-October 2007-Europe. http://www.globefish.org/index.php. [23 Juli 2008].

Gujarati, Damodar N. 1978. Basic Econometrics. 2nd edition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.

-------------------------. 1988. Ekonometrika Dasar. Sumarno Z, penerjemah; Gunawan H, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics.

Hady, Hamdy. 2004. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional Buku Kesatu. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hamdani, Andan. 2006. Analisis Perdagangan Udang Indonesia di Pasar Eropa. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hanke, J. E, A.G. Reitsch. 2001. Business Forecasting 7th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara

Page 100: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

96

Khonifah, Emy et al. 2006. Tarif Bea Masuk Produk Perikanan di Berbagai Pasar Dunia. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Koo, Won W, P.Lynn Kennedy. 2005. International Trade and Agriculture. United Kingdom: Blackwell Publishing.

Koutsoyiannis, A. 1978. Theory of Econometrics 2nd Edition. USA: Harper & Row Publishers.

Lierbin R Aritonang R. 2002. Peramalan Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia

Mangunsong. 2007. Kesiapan Indonesia dalam Memenuhi Standar Internasional tentang Produk Perikanan. Nikijuluw, penyunting. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Menyunting dari: Meningkatkan Nilai Tambah Hasil Perikanan.

Murty B, Kismono Hari. 1991. Perdagangan Udang Internasional. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mankiw, N Gregory. 2000. Pengantar Ekonomi. Jilid 2. Haris Munandar dan Emil Salim, Penerjemah; Yati Sumiharti dan Wisnu Chandra Kristiaji, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Economics.

Makridakis, Sypros et al. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Ed Ke-2. Untung Sus Adriyanto dan Abdul Basith, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Method and Application of Forecasting 2nd Edition.

Mulyono, S. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Ed ke-1. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Yogyakarta. Yogyakarta.

Nachrowi, ND dan Hardius U. 2006. Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan. Jakarta : Lembaga Penerbit FE, UI.

Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nazaruddin. 1993. Seri Komoditi Ekspor Pertanian : Perikanan dan Peternakan. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.

Page 101: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

97

Nugroho, Anang. 2007. Peran dan Kedudukan Indonesia dalam Peta Diplomasi Pemasaran Produk Ekspor Hasil Perikanan Indonesia di Pasar Global. Jakarta: Departemen Perikanan dan Kelautan.

Puashanty DS. 2003. Analisis Manajemen Strategis Penerapan Sistem HACCP Pada PT. Segarindo Mina Manunggal, Jakarta Utara. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Institut Pertanian Bogor.

Putong, Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat Eropa (PRI-ME). 2001. Kajian Pasar Produk Udang Beku di Uni Eropa. http://www.indonesianmission-eu.org. [8 Desember 2007].

Salvatore. 1997. Ekonomi International Ed ke-5. Haris Munandar, Penerjemah; Yati Sumiharti, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: International Economics 5th edition.

Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Silalahi, Maruli. 1994. Analisis Pengaruh Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah dan Setengah Jadi Terhadap Perkembangan Nilai Ekspor Rotan Indonesia di Pasa Dunia. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor.

Suhana. 2001 - 2005. Dokumen Sejarah Pelarangan Ekspor Impor Udang Nasional (Berdasarkan Laporan Media Massa Nasional). http://ocean.iuplog.com/uploads/159727-Dokumen-Sejarah-Pelarangan-ek-im-udang-nas.pdf . [11 Maret 2008]

Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi Ed Ke-6. Jilid 2. Erlangga: Jakarta.

-------------. 2004. Ekonometri Buku Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Taxation and Custom Union. 1992-2006. Tariff Consultation.

http://ec.europa.eu/taxation_customs/dds/cgi-bin/tarchap?Taric. [14 Agustus 2008]

Page 102: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

98

Tempo. 2004. Uni Eropa Perketat Impor Udang Indonesia. http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2004/09/09/Ekonomi_dan_Bisnis/krn.20040909.22093.id.html

World Trade Organization (WTO). Merchandise Trade. 1992-2006. http://stat.wto.org/StatisticalProgram/WSDBStatProgramHome.aspx?Language. [22 Juli 2008].

Page 103: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

99

Lampiran 1 Prosedur Perdagangan Internasional secara Umum

Berdasarkan sumber DEPDAG, 2006, prosedur ekspor barang secara

umum dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Eksportir dan importir mengadakan korespondensi/negoisasi. Apabila

terjadi kesepakatan dibuat kontrak dagang (sales contract).

2. Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C kepada Opening Bank di

Luar Negeri.

3. Opening Bank meneruskan L/C kepada eksportir melalui

Correspondent/Receiving Bank di Indonesia.

4. Correspondent/Receiving Bank meneruskan/memberitahukan L/C kepada

eksportir.

5. Eksportir melakukan produksi dan penyiapan barang ekspor.

6. Eksportir menghubungi maskapai pelayaran/penerbangan untuk pelaksanaan

pengiriman barang.

7. Apabila barang sudah siap ekspor, dan ada kepastian jadwal pengapalan,

eksportir mendaftarkan pemberitahuan ekspor barang (PEB)/ di instansi Bea

dan Cukai di pelabuhan muat. Pihak Bea dan Cukai akan memfiat muat PEB

untuk pemuatan ke atas kapal.

8. Kegiatan pemuatan barang ke kapal.

9. eksportir melakukan negoisasi L/C kepada Correspondent/Receiving Bank,

dengan membawa B/L negotiable, PEB yang difiat muat Bea dan Cukai

serta dokumen-dokumen lain yang disyaratkan dalam L/C.

10. Correspondent/Receiving Bank mengirim dokumen-dokumen tersebut pada

butir 8 dan melakukan penagihan L/C kepada Opening Bank di Luar Negeri.

11. Opening Bank menyerahkan dokumen tersebut pada butir 8 kepada importir

untuk keperluan pengurusan pengeluaran barang dari pelabuhan serta

penyelesaian kewajiban/tagihan oleh importir.

12. importir melaksanakan pengeluaran barang dari pelabuhan dalam negeri.

Page 104: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

100

Lampiran 2 Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa, Dummy Non Tarif, Tarif, dan Lag Ekspor Periode 1992-2006

Tahun Yt (ton) Ln Yt Dt Xt (%) Ln Xt Yt-n (ton) Ln Yt-n 1992 7.324 8,90 0 4,50 1,50 1993 8.113 9,00 0 4,50 1,50 7.324 8,90 1994 5.731 8,65 0 4,50 1,50 8.113 9,00 1995 4.701 8,46 0 4,50 1,50 5.731 8,65 1996 4.672 8,45 0 4,50 1,50 4.701 8,46 1997 7.151 8,88 0 5,00 1,61 4.672 8,45 1998 18.753 9,84 0 4,60 1,53 7.151 8,88 1999 14.461 9,58 0 4,20 1,44 18.753 9,84 2000 17.734 9,78 0 4,20 1,44 14.461 9,58 2001 20.056 9,91 0 4,20 1,44 17.734 9,78 2002 16.140 9,69 1 4,20 1,44 20.056 9,91 2003 23.689 10,07 1 4,20 1,44 16.140 9,69 2004 26.317 10,18 1 4,20 1,44 23.689 10,07 2005 27.179 10,21 1 4,20 1,44 26.317 10,18 2006 31.016 10,34 1 4,20 1,44 27.179 10,21

Keterangan : Yt = Volume ekspor Dt = Dummy non tarif Xt = Tarif (bea masuk komoditas udang ke Uni Eropa) Yt-n = Lag ekspor

Page 105: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

101

Lampiran 3 Nilai Konstanta, R2, uji F, uji T, dan D-W pada Model Linier, Semi Log, dan Double Log

MODEL LINIER

lag ekspor R2 Adj R2 Fhit Fsig thit tsig konstanta

D-W α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3

t-1 0,787 0,724 12,350 0,001 -0,263 0,637 0,335 2,504 0,798 0,539 0,744 0,031 -11.501,698 2.744,557 3.088,317 0,911 2,662

t-2 0,704 0,605 7,129 0,009 0,623 0,830 -0,516 1,412 0,549 0,428 0,618 0,192 28.460,336 4.469,207 -5.002,713 0,623 1,456

t-3 0,675 0,554 5,547 0,024 1,227 0,850 -1,055 1,144 0,255 0,420 0,322 0,286 49.164,908 4.733,886 -9.147,573 0,510 1,116

t-4 0,629 0,471 3,964 0,061 1,624 1,116 -1,079 -0,587 0,148 0,301 0,316 0,576 61.386,046 16.378,509 -9.711,898 -0,695 1,654

t-5 0,850 0,775 11,325 0,007 3,471 -0,833 -2,963 3,055 0,013 0,437 0,025 0,022 72.610,041 -3.375,005 -14.164,058 0,967 2,782

MODEL SEMI LOG

lag ekspor R2 Adj R2 Fhit Fsig thit tsig konstanta

D-W α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3

t-1 0,805 0,746 13,729 0,001 -1,749 0,994 1,109 2,819 0,111 0,344 0,293 0,018 -191.580,283 3.767,260 52.400,904 13.758,283 2,740

t-2 0,659 0,545 5,800 0,017 -0,032 1,214 -0,395 0,829 0,975 0,256 0,702 0,429 -4.223,117 6.757,598 -21.621,603 5.364,962 1,333

t-3 0,627 0,488 4,488 0,040 0,617 1,186 -1,108 0,485 0,554 0,270 0,300 0,641 56.688,550 7.149,142 -45.645,983 2.682,466 1,259

t-4 0,627 0,467 3,915 0,062 1,515 1,179 -0,764 -0,652 0,174 0,277 0,470 0,535 133.511,426 17.377,752 -33.637,646 -7.983,519 1,836

t-5 0,844 0,766 10,794 0,008 0,728 -1,163 -3,266 3,021 0,494 0,289 0,017 0,023 26.342,306 -5.478,433 -75.072,352 11.602,187 2,592

MODEL DOUBLE LOG

lag ekspor R2 Adj R2 Fhit Fsig thit tsig konstanta

D-W α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3

t-1 0,800 0,739 13,294 0,001 -1,111 0,148 1,338 3,337 0,293 0,885 0,210 0,008 -9,285 0,043 4,823 1,243 2,510

t-2 0,575 0,433 4,054 0,045 0,974 0,894 -0,638 0,568 0,355 0,395 0,539 0,584 10,817 0,423 -2,970 0,313 1,015

t-3 0,735 0,540 3,135 0,087 2,106 1,058 -1,365 0,025 0,068 0,321 0,209 0,981 16,180 0,534 -4,705 0,011 1,162

t-4 0,595 0,421 3,428 0,081 3,185 1,293 -0,823 -0,933 0,015 0,237 0,438 0,382 20,770 1,411 -2,682 -0,845 1,775

t-5 0,828 0,743 9,658 0,010 5,565 -1,130 -3,777 2,434 0,001 0,302 0,009 0,051 12,581 -0,333 -5,422 0,584 3,043

Page 106: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Lampiran 4 Hasil Olahan Data Model Linier pada Lag Ekspor t-2

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .839(a) .704 .605 5673.304 1.456

a Predictors: (Constant), Lag ekspor, Tarif, Dummy non tarif b Dependent Variable: Volume ekspor ANOVA(b)

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 688418071

.418 3 229472690.47

3 7.129 .009(a)

Residual 289677373.813

9 32186374.868

Total 978095445.231 12

a Predictors: (Constant), Lag ekspor, Tarif, Dummy non tarif b Dependent Variable: Volume ekspor Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error 1 (Constant) 28460.336 45667.274 .623 .549

Dummy non tarif 4469.207 5387.412 .251 .830 .428 Tarif -5002.713 9688.615 -.137 -.516 .618 Lag ekspor .623 .441 .522 1.412 .192

a Dependent Variable: Volume ekspor Residuals Statistics(a)

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 6375.41 28313.17 16738.46 7574.178 13 Residual -6826.111 10394.571 .000 4913.225 13 Std. Predicted Value -1.368 1.528 .000 1.000 13 Std. Residual -1.203 1.832 .000 .866 13

a Dependent Variable: Volume ekspor

Page 107: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Lampiran 5 Hasil Olahan Data Model Linier untuk Uji Multikolinearitas

Coefficients(a)

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 Dummy non tarif .360 2.775

Tarif .469 2.131 Lag ekspor .240 4.159

a Dependent Variable: Volume ekspor Coefficient Correlations(a)

volume ekspor

dummy non tarif tarif

lag ekspor (t-2)

Pearson Correlation volume ekspor 1.000 .741 -.651 .822 dummy non tarif .741 1.000 -.539 .798 tarif -.651 -.539 1.000 -.726 lag ekspor (t-2) .822 .798 -.726 1.000

Sig. (1-tailed) volume ekspor . .002 .008 .000 dummy non tarif .002 . .029 .001 tarif .008 .029 . .003 lag ekspor (t-2) .000 .001 .003 .

Page 108: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Lampiran 6 Plot Data Time Series dan Autokorelasi Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa

Plot Data Time Series Volume Ekspor Udang

Year

Ekspor Udang (ton)

200620052004200320022001200019991998199719961995199419931992

30

25

20

15

10

5

Time Series Plot of Ekspor Udang (ton)

Plot Autokorelasi Time Series Volume Ekspor Udang

Lag

Autocorrelation

1413121110987654321

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Autocorrelation Function for Ekspor Udang (ton)(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Page 109: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Lampiran 7 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Trend

Trend Linier

Year

Yt

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

40

30

20

10

0

Accuracy Measures

MAPE 30.8086

MAD 2.6662

MSD 10.6638

Variable

Forecasts

Actual

Fits

Trend Analysis Plot for YtLinear Trend Model

Yt = 0.726743 + 1.85113*t

Trend Kuadratik

Year

Yt

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

50

40

30

20

10

0

Accuracy Measures

MAPE 25.3344

MAD 2.3320

MSD 8.2408

Variable

Forecasts

Actual

Fits

Trend Analysis Plot for YtQuadratic Trend Model

Yt = 4.98181 + 0.349344*t + 0.0938617*t**2

Page 110: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Trend Eksponensial

Year

Yt

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

70

60

50

40

30

20

10

0

Accuracy Measures

MAPE 25.6269

MAD 2.6321

MSD 9.3038

Variable

Forecasts

Actual

Fits

Trend Analysis Plot for YtGrowth Curve Model

Yt = 4.44771 * (1.14198**t)

Page 111: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Lampiran 8 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Rata-Rata Bergerak Ganda Tahun t Yt Σ3Y St' Σ3y St" at bt Ft+m et = Yt - Ft et2

1992 1 7.324 1993 2 8.113 1994 3 5.731 21.168 7.056 1995 4 4.701 18.545 6.182 1996 5 4.672 15.104 5.035 18.272 6.091 3.979 -1.056 2.922 1.750 3.060.945 1997 6 7.151 16.524 5.508 16.724 5.575 5.441 -67 5.374 1.777 3.156.150 1998 7 18.753 30.576 10.192 20.735 6.912 13.472 3.280 16.753 2.000 4.000.444 1999 8 14.461 40.365 13.455 29.155 9.718 17.192 3.737 20.928 -6.467 41.826.400 2000 9 17.734 50.948 16.983 40.630 13.543 20.422 3.439 23.862 -6.128 37.546.937 2001 10 20.056 52.251 17.417 47.855 15.952 18.882 1.465 20.348 -292 85.199 2002 11 16.140 53.930 17.977 52.376 17.459 18.495 518 19.012 -2.872 8.250.937 2003 12 23.689 59.885 19.962 55.355 18.452 21.472 1.510 22.981 708 500.635 2004 13 26.317 66.146 22.049 59.987 19.996 24.102 2.053 26.155 162 26.352 2005 14 27.179 77.185 25.728 67.739 22.580 28.877 3.149 32.026 -4.847 23.492.332 2006 15 31.016 84.512 28.171 75.948 25.316 31.025 2.855 33.880 -2.864 8.203.769 2007 16 33.880 jumlah 130.150.100 2008 17 36.735 2009 18 39.590 2010 19 42.445 2011 20 45.299

MSE 11.831.827 RMSE 3.439,74

Page 112: analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

Lampiran 9 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt

Year

Ekspor Udang Indonesia (ton)

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

50

40

30

20

10

0

Smoothing Constants

Alpha (level) 0.1

Gamma (trend) 0.2

Accuracy Measures

MAPE 35.8004

MAD 3.1836

MSD 13.5903

Variable

Forecasts

95.0% PI

Actual

Fits

Double Exponential Smoothing Plot for Ekspor Udang Indonesia (ton)