tinjauan kepustakaan

41

Upload: risti-khafidah

Post on 01-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Page 2: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Zul Dahlan Subunit Pulmonologi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unpad RS Hasan Sadikin, Bandung PENDAHULUAN Sebagaimana juga halnya di negara-negara berkembang lain, tuberkulosis (TB) di Indonesia masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. WHO memperkirakan adanya 20 juta kasus di seluruh dunia, dengan angka kematian sebesar 3 juta pertahun, 80% diantaranya meninggal di negara berkembang(1)

. Dilaporkan bahwa insidensi penyakit ini pada masa kini meningkat di negara tertentu berhubung dengan tingkat infeksi yang tinggi dan terjadinya penurunan daya tahan tubuh akibat kemiskinan atau penyakit AIDS. Di samping itu diakibatkan pula oleh insidensi kasus TB resisten yang semakin tinggi(2)

. Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh, yaitu organ pernafasan (TBparu-TBP) ataupun di organ di luar paru (TB Ekstraparu- TBE)(3)

. Kuman TB dapat hidup lama tanpa aktifitas dalam ja- ringan tubuh (dormant) hingga sampai saatnya ia aktif kembali. Lesi TB dapat sembuh tetapi dapat juga berkembang progresif atau mengalami proses kronik atau serius. Lesi ini dapat dijumpai secara bersama di organ paru dan ekstraparu ataupun secara sendiri-sendiri. Karena itu dalam penatalaksanaan TB pada umumnya, TB paru pada khususnya, haruslah tercakup usaha yang gigih untuk mencari bukti adanya kejadian TB di organ ekstraparu. Beberapa negara maju melaporkan penurunan angka kejadian TBP disertai peningkatan prosentase kejadian TBE. Hal ini berhubungan dengan hal di atas dan adanya metoda diagnosis yang lebih maju terhadap TBE hingga lebih sering bisa ditemukan(4,5)

. Penelitian di Jawa Barat menunjukkan kejadian TBE yang tinggi yang menyertai TBP(3)

. Selama ini umumnya perhatian terarah kepada penatalaksanaan TBPhingga efek terapi diukur dari penyembuhan TBP saja tanpa perhatian yang cukup pada kesembuhan TBE yang menyertai- nya. Timbul kesan seolah-olah penanganan TB paru sudah di- anggap inklusif menyelesaikan pula masalah penanganan TB Ekstraparu yang mungkin menyertainya. Sikap ini tentu me- nyebabkan penatalaksanaan TB tidak sempurna karena mung- kin terapi TBE belumlah tuntas(4)

. Sasaran terapi TB dengan

Page 3: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

demikian haruslah sekaligus mencapai kesembuhan TBP dan TBE. Pada tahun 1993 WHO mengeluarkan petunjuk program terapi tuberkulosis(6)

dan Depkes RI menyebarluaskan petunjuk Panduan Kemasan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)(3)

. Pedoman dan tatalaksana yang baru ini patut dipedomani dan dilaksana- kan. Dalam makalah ini akan diuraikan diagnosis dan penata-laksanaan TB berdasarkan hal-hal tersebut di atas. EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis merupakan penyakit yang terjadi akibat in- feksi Mycobacterium tuberculosis complex yaitu kuman M. tuberkulosis, M. bovis, atau M. africanum. Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam bentuk TB Paru dan TB Ekstraparu. Pemikiran kemungkinan adanya TBE yang menyertai TBP pada seorang penderita agaknya belum menjadi kelaziman. Dikenal istilah Koch pulmonum, yaitu penyakit paru yang disebabkan M. tuberkulos. Seringkali penyakit tuber kulosis diidentikkan dengan Koch pulmonum, seolah-olah tuber kulosis hanya menimbulkan penyakit paru-paru saja. Sikap ini dapat dihilangkan dengan meningkatkan kewaspadaan dalam mendeteksi penyakit tuberkulosis bentuk lain atau pada organ lain yang mungkin menyertai TB paru. Cermin Dunia Kedokteran No. 115, 1997 8

Page 4: TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Page 5: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Adanya reaksi imunitas humoral (terutama IgG) dan selu- lar pada tuberkulosis(7)

, dan manifestasi TB multi organ me- rupakan bukti bahwa TB merupakan penyakit infeksi sistemik. Reaksi imunitas tuberkulin (PPD) terhadap kuman TB dapat menjadi tanda adanya TBP atau TBE ataupun kedua-duanya; karena itu usaha penegakan diagnosis dan terapi TB haruslah dilaksanakan secara sistematis terhadap kemungkinan ter- dapatnya TBP dan TBE secara sendiri atau bersamaan(8)

. Di negara-negara maju dilaporkan penurunan angka ke- jadian TBP, tetapi disertai dengan peningkatan kasus TBE. Di Inggris dilaporkan pada tahun 1988 kejadian TBE sebanyak 32% dari 2163 penderita, 57% di antaranya adalah orang India. Sedangkan USA terdapat peningkatan kejadian TBE yaitu tahun 1964 sebanyak 8%, 1981 15%, dan 1986 17,5%. Pasien HIV sebanyak 70% disertai TB terutama TBE. Hal ini menun- jukkan bahwa pengenalan dan diagnosis TBE merupakan hal yang penting di masa yang akan datang(9)

. Penelitian di Jawa Barat dan RS Hasan Sadikin Bandung menunjukkan insidensi TB yang tinggi. Didapatkan sebanyak 41,6% dari 5469 pasien penyakit paru/TB yang dirawat nginap di RS Hasan Sadikin antara 1983-1988 adalah pasien TB, 38,3% di antaranya pasien TB yang dirawat jalan di poli Pulmonologi RSHS menderita TBE(2)

. Hal ini menekankan pentingnya pemikiran dan penegakan diagnosis TBE dan TBP pada saat bersamaan. PENDEKATAN DIAGNOSIS(8)

. Dengan pemeriksaan yang sistematik, intensifdan berulang kali, serta berdasarkan pengertian pada perjalanan penyakit tuberkulosis, diagnosis TBE ataupun TBP akan lebih mudah ditegakkan. Jenis-jenis pemeriksaan yang perlu dilakukan ter- gantung kepada bentuk manifestasi TB. 1. Keadaan Klinik Perlu dipahami perkembangan penyakit yang menahun dan tuberkulosis terjadi secara melompat-lompat(10)

, dengan berbagai bentuk gej ala dan manifestasi TB. Riwayat terapi TB sebelumnya perlu diketahui untuk evaluasi hasil pengobatan, yaitu mengenai jenis paduan obat yang dipakai, lama pemberian, keteraturan berobat. 1.1. Gambaran Klinik TB Paru Evaluasi keadaan klinik didasarkan keluhan dan gejala utama TB Paru dapat berupa: batuk +1- sputum, pnemonia yang lambat sembuh, demam dan berkeringat, hemoptisis, penurunan berat badan, nyeri dada, ronkhi di puncak paru, sesak nafas, wheezing lokal, lemah badan, anoreksia. Pada TB Paru milier akut gejala tersebut sangat menonjol dan pada 10-30% disertai manifestasi TB Ekstraparu berupa

Page 6: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

TB choroid, TB meningen, hepatosplenomegalia, dan kadang kadang Adult Respiratory Distress Syndrome. TB Paru milier kriptik yang terdapat pada orang tua jarang disertai dengan gejala TB Ekstraparu(11,12)

. 1.2. Gambaran Klinik TB Ekstraparu(11,12)

. Gambaran klinik Ekstraparu harus dicari pada pen-derita TB Paru, terutama penderita TBP yang diduga disertai penyebaran diseminata (TB diseminata). Gambaran klinik yangmencurigakan ke arah TB Ekstraparu antara lain: nyeri pleuri dengan sesak nafas (efusi pleura) ·limpadenopati cervicales berbentuk paket dengan/tanpa fistel (TB kelenjar, scrofluloderma). ·gejala obstruksi usus subakut yang berulang kali: keluhan nyeri perut/mulas, palpasi adonan roti, perkusi `papan catur" (TB rongga perut). ·infeksi saluran kemih yang berulang-ulang dan makin be- rat hingga dapat disertai antara lain kerusakan ginjal, hipertensi atau gagal ginjal (TB saluran kemih). ·abses paravertebral, hiposcoliosis, coxitis (TB tulang/ sendi). ·perikarditis dengan tamponade jantung (TB perikardial). ·tanda-tanda perangsangan meningen dengan penurunan kesadaran (TB meningen). 1.3. Laboratorium klinik umum ·Hb. Anemi bila ada disebabkan oleh peradangan kronik, perdarahan, atau defisiensi. ·Laju Endap Darah (LED). Mungkin meninggi, tetapi tidak dapat merupakan indikator untuk aktivitas penyakit. ·Tes Faal Hati. TB di hati dapat menimbulkan gangguan faal yang ringan berupa retensi BSP (pada 50% kasus), peninggian alkali fosfatase (pada 33% kasus), peninggian SGOT ringan (pada 90%)(4)

. ·Hipokalemi/hiponatremi. Kadang-kadang keadaan ini bisa dijumpai pada TBP milier. ·Serologik/kimiawi. Cairan radang tuberkulosis bersifat eksudat, dan hal ini terbukti bila memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini: 1) Kadar LDH (Lactic Dehydrogenase) > 200 SI 2) Ratio (LDH CairanfLDH serum) > 0,6 3) Ratio (protein cairan/protein serum) > 0,5.

Page 7: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Didapatkannya Rivalta test (+) dan hitungan sel pada cairan yang menunjukkan mayoritas limposit menyokong adanya eksudat dengan peradangan yang kronik. ·Pemeriksaan lain : PPD 5 TU. Hasil (+) tidak menunjukkan tingkat aktifitas. Bisa (-) pada TB yang berat. 2. Radiologik Jenis pemeriksaan radiologik yang bisa kita lakukan adalah: - Foto toraks PA, lateral, lateral decubitus, top lordotic, atau tomogram. - Foto sendi dan tulang, foto ginjal dengan kontras (IVP), foto abdomen. a) Foto toraks Perlu diingat bahwa umumnya sulit menentukan tingkat aktifitas TB Paru dan foto toraks karena biasanya terlihat ber- bagai stadium dan paduan gambaran berbagai jenis lesi. Bila terdapat secara bersamaan ambaran infiltrat seperti awan dengan batas tak tegas pada TBP dini, kita mungkin bisa tnenyangka adanya proses TBP yang secara radiologis aktif. Yang penting adalah pemeriksaan lanjutan dengan foto seri untuk mengevaluasi adanya kemajuan terapi atau perburukan gambaran radiologik yang dianggap sebagai gambaran TB Paru. Di samping itu perlu diperhatikan penyebab lain dari gam-Cermin Dunia Kedokteran No. 115, 1997 9

Page 8: TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Page 9: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

baran radiologi yang terlihat, misalnya adanya infeksi sekunder kuman lain berupa pneumonia, adanya tumor paru, aspergillosis, efusi perikardial dan sebagainya. Gambaran radiologik tidak ada yang benar spesifik untuk tuberkulosis paru. Sifat gambaran non toraks yang dianggap menyokong untuk TB Paru adalah: 1) Bayangan yang terutama menempati bagian atas/puncak paru. 2) Bayangan bercak atau noduler. 3) Bayangan rongga; ini dapat juga misalnya oleh Ca atau abses paru. 4) Kalsifikasi. 5) Bayangan bilateral, terutama bagian paru atas. 6) Bayangan abnormal yang menetap tanpa perubahan pada foto ulangan setelah beberapa minggu. ini membantu menying kirkan kemungkinan pneumonia atau infeksi lain. Corakan sistem pernafasan yang bisa terlihat pada foto toraks dapat berupa(13)

: infiltratleksudatif, penyebaran bron- kogen, kalsifikasi, fibroeksudatif/fibrainduratif, gambaran milier, konsolidasi. Di samping itu juga : efusi pleura,atelektasis, fibrosis pleura, bronkiektasis. National Tuberculosis Association USA (1961) menetap- kan klasifikasi luas lesi gambaran radiologi dan TB Paru yang berguna dalam klinik, yaitu(11)

: 1) Lesi minimal: lesi dengan densitas ringan sampai sedang tanpa kavitas, pada satu atau dua paru dengan luas total tidak melebihi volume satu paru di atas sendi kondrosternal kedua. 2) Lesi moderat: lesi terdapat pada 1 atau 2 paru dengan luas total tidak melebihi batas sebagai berikut : ·lesi dengan densitas ringan sampai dengan yang terbesar, luasnya sampai volume 1 paru atau yang setara pada kedua paru. ·lesi pada dan berkumpul yang berkumpul yang luas terba-tas sampai sepertiga volume 1 paru. Bila ada kavitas luas diameter total kurang dari 4 cm. 3) Lesi lanjut: lesi yang lebih luas dan moderat. b) Foto lain ·Intravenous Pyelography (IVP) dan TB ginjal dapat me-nunjukkan adanya struktur karakteristik berupa distorsi struktur calyx pada kutub I dan ginjal, yang sering disertai dengan pemeri ksaan cystoscopy dan retrograde pyelography. ·Foto tulang dan sendi dapat menunjukkan adanya lesi osteolitik dengan pembengkakan tulang baru, mungkin terjadi fraktur tulang yang patologik. ·Foto abdomen bisa bermanfaat padaTB rongga perut dengan gejala obstruktif. 3. Bakteriologiklidentifikasi kuman

Page 10: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

a) Bakteriologik Dapat dilakukan berbagai cara pemeriksaan bakteriolo-gik kuman TB yaitu secara mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan. Biakan adalah cara yang terbaik karena 20-30% lebih mampu menemukan kuman TB, di samping itu dapat untuk memastikan kuman tersebut kuman hidup, dan dapatdilakukan uji kepekaan dan identifikasi kuman bila perlu. Pemeriksaan mikroskopik dapat dengan pewarnaan Ziehl Neelsen atau Tan Thiam Hok (gabungan Kinyoun Gabbett), dan biakan dengan cara sederhana(12)

. Bahan pemeriksaan dapat berupa: sputum, lesi kulit, sum sum tulang, urine, cairan serebrospinal, cairan pleuralrongga perutlperikardial, cairan sendi. cairan dan pus/fistel. Pemeriksaan bakteriologik dapat juga digunakan untuk evaluasi hasil terapi. b) Histopatologik Mencari gambaran patoligik yang spesifik untuk tuber- kulosis dan jaringan hasil biopsi/aspirasi biopsi dan organ yang sakit seperti kulit, kelenjar, pleura, peritoneum, perikardium, hati, sumsum tulang. 4. Pemeriksaan penunjang lain Dapat dilakukan berbagai pemeriksaan khusus bila diperlu- kan., yaitu : ·Funduskopi, pada TB choroid ·Laryngoskopi, pada TB larynx ·Ultrasonografi atau ekhokardiorafi, pada TB mesenterium atau TB perikardium ·Sidik tulang pada TB tulang/sendi(4)

·Bronkoskopi pada TB bronkus ·Laparoskopi, pada TB perut. 5. Cara identifikasi lain Berbagai pemeriksaan ini umumnya belum lazim dikerjakan di Indonesia, yaitu(6)

: ·Pengukuran tingkat pertumbuhan kuman ·Morfologi dan pigmentasi kuman Produksi niacin dan nitrat ·Khromatografi gas dan cairan ·Deteksi antibodi/antigen kuman TB: PAP, immunodifusi, Elisa, floresen antibodi, dan lain-lain. ·Mendeteksi DNA dan kuman TB: Polymerase Chain Re- action (PCR).

Page 11: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PENEGAKAN DIAGNOSIS Diagnosis pasti tuberkulosis ditegakkan dengan penemuan M. tuberkulosisterutama dan biakan bahan sputum/jaringan, sedangkan gambaran klinik dan radiologi tidak dapat dijadikan pegangan; tetapi mengingat kesulitan sarana laboratorium di Indonesia untuk pemeriksaan sediaan apus/mikroskopik dan biakan BTA, serta kenyataan bahwa hanya 30-70% saja dari seluruh kasus TBP yang dapat didiagnosis secara bakteriologik(14)

maka keharusan adanya BTA positif untuk membuat diagnosis akan menyebabkan banyak penyakit TBP yang tidak ter- diagnosis. Sebaliknya bila diagnosis boleh ditegakkan tanpa keharusan penemuan BTA, maka akan banyak kasus TBP yang tidak aktif yang mendapat terapi. Untuk menghindari kesalahan diagnosis dan kesalahan terapi tersebut, diagnosis TB harus ditegakkan secara seragam berdasarkan pedoman yang sistematis dan terarah. Penegakan diagnosis didasarkan kepada gambaran klinik,Cermin Dunia Kedokteran No. 115, 1997 10

Page 12: TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Page 13: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

hasil radiologik/pemeriksaan lain, dan bakteriologik. Nilai diagnostik dan yang disebut lebih belakang adalah lebih pen- ting dan yang mendahuluinya. Selain untuk diagnostik penemuan kasus, ketiga hal tersebut juga bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi; terkadang diperlu- kan pemeriksaan penunjang lain. 1) Diagnosis TB Paru Ditegakkan berdasarkan klasifikasi TB Paru dengan krite- na sebagai tercantum pada Tabel 1, yaitu terdiri dari TB Paru Bekas, TB Paru Tersangka Aktif atau Tersangka Tak Aktif, dan TB Paru Aktif. Yang perlu mendapat pengobatan adalah TB Paru Tersang- ka Aktif dan TB Paru Aktif. Tabel 1. Klasifikasi Diagnosis tuberkulosis Paru Klasifikasi Aktititas 2. TBP Tersangka Kriteria 1. TBP Aktif Aktif Tak Aktif 3. TBP Tidak Aktif 1. Gambaran klinik + + ± 2. Radiologik + + ± 3. Bakteriologik + * Rencana Terapi + + +

2) Diagnosis TB Ekstraparu Diagnosis RB Ekstraparu didasarkan kepada gambaran klinik hasil pemeriksaan penunjang dan hasil hakteriologik. Di- agnosis TBE terbagi 2 yaitu TBE Pasti dan TBE Tersangka, tetapi TB Tersangka tergantung kepada keyakinan akan ada tidaknya TBE aktif berdasarkan gambaran klinik. Tabel 2. Klasifikasi Diagnosis Thberkulosis Ekstraparu Kriteria TBE Pasti TBE Tersangka 1. Gambaran Klinik 2. Pemeriksaan Penunjang 3. BTA/histopatologik khas untuk TB + + + + + Rencana Terapi + +/

TB Ekstraparu dapat dibagi 2: a) TB Ekstraparu Pasti

Page 14: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Berdasarkan: a) gejala klinik yang sesuai b) hasil pemeriksaan penunjang yang menyokong c) hasil BTA positif/histopatologi yang spesifik untuk TB. b) TB Ekstra Tersangka Berdasarkan: a) gejala klinik yang sesuai b) hasil pemeriksaan penunjang yang menyokong c) hasil BTA dan histopatologi negatif. 3) Penulisan diagnosis tuberkulosis Penulisan/penegakan diagnosis TB yang lengkap akan me- mudahkan evaluasi berat dan luasnya TBP dan TBE pada saat sebelum terapi dan sesudahnya; karena itu penulisan diagnosissebaiknya ditulis: 1. TB Paru (luas lesi), (corakan paru), aktifitas), dengan gambaran lesi paru lain. 2. (TB Ekstraparu) Pasti/Tersangka. 3. Penyakit penyerta yang ada kaitannya dengan penata- laksanaan TB. Contoh : TB Paru lesi lanjut, fibrokavernosa, aktif, dengan pneumotorak kiri, TB kelenjar cervicalis kanan. Diabetes Mellitus onset dewasa, tak terkontrol. TERAPI Yang diuraikan di sini adalah terapi utama TB yaitu kemo- terapi anti TB, sedangkan tindakan lain tidak diuraikan di sini. Tujuan obat kemoterapi anti TB (OAT) adalah: 1) Menyembuhkan pasien dalam jangka pendek dengan gangguan yang minimal. 2) Mencegah kematian karena penyakit yang aktif atau efek lanjutannya. 3) Mencegah relaps. 4) Mencegah timbulnya kuman yang resisten. 5) Melindungi masyarakat dan penularan(15)

. Pemberian OAT berdasarkan kepada 5 prinsip : terapi sedini mungkin, paduan beberapa obat, diberikan secara teratur, dosis yang cukup, lengkap diberikan sesuai jangka waktunya. Namun hal ini tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan karena hambatan faktor sosial, ekonomi dan keah1ian(16)

. Di negara berkembang penyembuhan yang dicapai di bawah 85% karena hal di atas sukar terlaksana, terutama akibat kepatuhan berobat yang ku- rang hingga timbul resistensi obat yang ganda dari penyebaran penyakit. Namun bila program terapi terkontrol dan fasilitas pemeriksaan BTA tersedia, pengobatan TB dapat berjalan dengan sukses(6)

. 1) Jenis obat anti TB OAT utama berupa rifampicin (R), isiniazid (H), pyrazina- mide (Z), ethambutol (E) dan streptomycin (S). Di samping itu terdapat OAT tambahan dengan kemampuan yang lemah yaitu antara lain kanamycin, PAS, tjiiacetazone, ethionamide, golongan quinolone seperti ciprofloxacin. 2) Paduan obat anti TB

Page 15: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

OAT digunakan dalam bentuk kombinasi atau paduan obat yang dipilih berdasarkan pengertian akan sifat obat dan ke- ampuhannya terhadap tipe aktifitas dari kuman TB. WHO membuat 3 kategori paduan OAT berdasarkan kepada prioritas terapi (yang tertinggi dan yang terendah). Secara umum yang termasuk prioritas tertinggi adalah kasus baru, TB dengan BTA (+) dan bentuk klikik TB lain yang berat termasuk TBE(6)

. Kategori I : termasuk TB yang berat: - TBP yang luas - TBP milier - TBP diseminata - TBP dengan DM - Manifestasi TB ekstraparu - TBPdengan DM Kategori II: Cermin Dunia Kedokteran No. 115, 1997 11

Page 16: TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Page 17: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

- TBP yang kambuh - TBP yang gagal Kategori III : - TBP tersangka aktif WHO menetapkan paduan OAT yang terdiri dari fase inisial/intensif biasanya dengan 4 jenis obat tiap hari untuk mencapai efek bakterisidal dan menghilangkan gejala klinik, diikuti fase lanjutanlkontinyu dengan 2 - 3 jenis obat tiap hari selang hari untuk mencapai efek sterilisasi/pemusnahan kuman dan mencegah re1aps(6)

. Paduan dan Depkes umumnya meng- ikuti hal ini walaupun ada perbedaan dalam paduan obatnya. 3) Terapi TB di Subunit Pulmonologi FKUP/RSHS Ban- dung Berdasarkan pedoman WHO dan Depkes RI, penatalak sanaan TB di FKUP/RSHS pada waktu ini adalah seperti ter- lihat pada Bagan 1. Bila pada terapi intensif Kategori II selama 3 bulan BTA masih positif maka terapi diteruskan 1 bulan lagi. Bila pada 4 bulan BTA masih positif, pefajari hasil kultur dan tes resistensi untuk penentuan fase terapi lanjutan. Bila hasil nya: ·sensitif terhadap semua obat berikan paduan obat OAT Kategori I. ·resistensi terhadap R atau H berikan paduan OAT Kate- gori II, dengan observasi yang ketat. ·resistensi terhadap R dan H : keberhasilan OAT Kategori II terbatas. Pilihan OAT individual. Dalam mengobati TBE perlu diamati bukti-bukti tuntasnya pengobatan TBP dan TBE, sebab terdapat kemungkinan perlu nya memperpanjang jangka waktu pengobatan khususnya TBE. Bagan 1. Penatalaksanaan Tuberkulosis di FKUP?RSHS

KESIMPULAN 1) Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yang dapat me- ngenai seluruh organ tubuh, hingga penegakan diagnosa dan terapi tuberkulosis harus ditujukan sekaligus terhadap ke- mungkinan adanya manifestasi TBE dan TBE. 2) Masalah utama kegagalan pengobatan disebabkan putus nya pengobatan akibat kurangnya pengawasan dan kerjasama penderita, yang menimbulkan gagalnya pengobatan dan ter- jadinya resisten ganda terhadap OAT. Keadaan di atas harus diatasi sebaik-baiknya. 3) Berdasarkan pedoman dan WHO dan Depkes telah diaju-Tabel 3. Paduan Obat Anti TB di Subunit Pulmonologi FKUPIRSHS Fase Terapi Kategori I Kategori II Kategori III 1.Intensif/Inisial 2R7HZ7E7 2R7H7Z7E7S7/ 2R7H7Z7, IR7H7Z7E7(3 bl) 2R3H3Z3 2. Lanjutan/kontinyu 4R7H7, 6R7H7E7, 4R7H7, 4R3H3,

Page 18: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

6R3H3Z3 4R3H3, 7H7E7, 7H7T7 7H7E7 (T7) Dosis obat anti TB :Jenis obat Tiap hari/mg BB < 50 kg Tiap hari/mg BB > 50 kg 3 kali/minggu mg 1. Rifampisin 450 600 600 2. INH 300 400 600 3. Pyrazinamide 1500 2000 2000 4. Ethambutol 1000 1500 1500 5. Streptomisin 750 1000 6. Thiacetazon 100

kan Kategori pemakaian OAT dalam upaya masa kini untuk memberantas penyakit tuberkulosis. 4) Mengingat TB dapat mengenai multiorgan yang menyang kut berbagai disiplin ilmu kedokteran, dipenlukan usaha yang gigih dan kerjasama yang baik dari berbagai disiplin ilmu kedokteran dalam upaya pemberantasan TB Paru khususnya penatalaksanaan TB Ekstraparu. KEPUSTAKAAN 1. Styblo K, Rouillon A. Tuberculosis in the world. Estimated global inci- dence of smear positive pulmonary tuberculosis. Bull lnt Union Tuberc 198l;56: 118-26. 2. Dahlan Z. Kejadian tuberkulosa ekstraparu di RS Hasan Sadikin dan beberapa pusat kesehatan di Jawa Barat. Simposium masalah tuberkulosa ekstraparu dan pengelolaannya. Lab/UPF lP Dalam FKUP/RSHS, Bandung 1989 : 16-25. 3. Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrison's Principles of Internal Medicine, Mc Graw-Hill Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10. 4. Weg JG. Chronic Respiratory Infections, In Pulmonary Medicine by Guenter CA, J.B. Lipponcott Co. Philadelphia, 1982, p. 414-424. 5. WHO. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for national programmes. Tuberculosis Unit. Division of Communicable, Diseases. 6. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 1993. 7. Kadjito T. Imunologi pada tuberkulosis paru BTA (+) : aspek humoral dan selular. First Asian Pacific Symposium, Second National Congress on Alergy and Immunology. October 26-29, Indonesia, 1989 48-49. Abstract. 8. Dahlan Z. Pendekatan dan Penegakan Diagnosa Penyakit Tuberkulosa. Maj. Kedokteran Bandung, 1989; XXI (4): 1179-185. 9. Humpries Ini, Lam WK, Tcoh R. Non Respiratory Tuberculosis. In Clinical Tuberculosis, by Davis PDO, Champman & Hall Medical London, 1994: 93-125. 10. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuber- kulosis Paru. FKUI Jakarta, 1985. 11. Crofton Si, Douglas A. Tuberculosis in Respiratory Diseases. 3rd ed. PG Publishing Pte, Ltd, Singapore, 1984 : 218-280. 12. Home N. Tuberculosis. Medicine 1986; 2(12): 1490-1497. 13. Rahajoe N. Pengobatan tuberkulosa anak secara rasional. Kumpulan makalah Meet the Expert. Makalah Pengelolaan Rasional Penyakit Tuberkulosa Paru, Bandung, 28 April 1984. 14. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Ppru. Pedoman

Page 19: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Diagnostikdan Terapi. FKUI Jakarta, 1989. 15. Chan SL. Chemotherapy of tuberculosis. In Clinical Tuberculosis, by Davis PDO, Chapman and Hall Medical, London, 1994 : 141-156. 16. BY Yan. Anti TB chemotherapy and its relation to TB control in China. Proc 12th Asia Pacific Congress on Diseases of the Chest, 1992, October 4-7: 29. Cermin Dunia Kedokteran No. 115, 1997 12

Perihal

Page 20: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Visi Dan Misi Redaksi Kontak

Exomed Indonesia

Referensi Kedokteran o Jurnal Kedokteran o Artikel

Rheumatologi Pediatri Obstetri & Ginekologi Dermatology Ophtalmologi Telinga Hidung Tenggorokan Ilmu Biomedik Pulmonologi Cardiovaskular Neurologi Kedokteran komunitas Alergi-Imunologi Nefrologi Gastroenterologi Endokrinologi Tropik-Infeksi Bedah saraf Plastik Orthopaedi Onkologi Bedah umum Hematologi Hepatologi

o Review Galeri Kesehatan

o Informasi Kesehatan o Istilah Medis

News & Events o Events

Konsultasi & Diskusi o Tanya Dokter o Cari Dokter

About Us

RSS Feed Twitter Facebook

Page 21: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tuberkulosis-Diagnosis dan TerapiBy Exomed Indonesia– 12/10/2010Posted in: Pulmonologi

DIAGNOSIS DAN TERAPI

Theresia Yinski, MD; Tulus Widiyanto, MD

Klasifikasi Tuberkulosis

Secara umum, tuberculosis diklasifikasikan berdasarkan letak infeksinya, yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.1,2,5

Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru saja, tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum dengan BTA, tuberkulosis paru dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1.Tuberkulosis paru BTA positif, dengan syarat:

Sekurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan sputum BTA positif.1,2 Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan

radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.1 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan

positif.1

2.Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila:

Tiga kali pemeriksaan sputum BTA negative, tetapi foto polos toraks serta gambaran klinis menunjukkan tuberkulosis aktif.1,2

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative tetapi kultur M. tuberculosis positif.1

Berdasarkan tipe pasien, tuberkulosis paru juga dapat diklasifikasikan menurut riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:

1.Kasus baru1,2

Kasus baru adalah pasien-pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.

2.Kasus kambuh (relaps)1,2

Page 22: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kasus kambuh mencakup pasien-pasien tuberkulosis yang sebelumnya mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatannya telah lengkap, lalu kembali lagi berobat dengan hasil sputum BTA positif atau kultur positif.

Bila BTA atau kultur negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/perburukan dan terdapat gejala klinis yang mengarah ke tuberkulosis, maka harus dipikirkan kemungkinan-kemungkinan lain. Yang mungkin adalah lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan) atau memang TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang kompeten dalam kasus tuberkulosis.

3.Kasus defaulted atau drop out1,2

Kasus yang termasuk kelompok ini adalah pasien yang telah menjalani pengobatan lebih dari 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

4.Kasus gagal1,2

Kasus gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (1 bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

5.Kasus kronik1,2

Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA yang masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

6.Kasus bekas TB1

Kasus dengan hasil pemeriksaan BTA negatif (hasil biakan juga negatif) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung masuknya pasien ke dalam golongan ini.

Kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

Tatalaksana tuberkulosis paru juga dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu: 2

1.Kategori I untuk penderita TB paru baru sputum BTA positif, penderita TB paru baru dengan sputum BTA negatif dengan rontgen toraks yang menunjukkan kelainan paru luas, dan penderita TB esktra paru berat.

2.Kategori II untuk penderita kambuh, gagal, dan kasus defaulted.

3.Kategori III untuk penderita baru TB paru sputum BTA negatif rontgen toraks positif dengan kelainan paru tidak luas, dan penderita TB ekstra paru ringan.

Page 23: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

4.Kategori IV untuk penderita TB kronik.

Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, contohnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, dan saluran kencing.1

Diagnosis tuberkulosis ini sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.1

Diagnosis Tuberkulosis

Tuberkulosis didiagnosis berdasarkan gambaran klinis pasien, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan radiologi, serta dibantu oleh pemeriksaan penunjang lain.1,5

Gambaran Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala lokal yang terlihat adalah keluhan pernafasan. Selain itu, ada pula gejala sistemik dan juga gejala tuberkulosis ekstraparu untuk TB yang menyerang organ selain paru

Gejala respiratorik1

Gejala ini berupa batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak nafas, ataupun nyeri dada. Gejala ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala hingga gejala yang sangat berat. Sehingga, pasien bisa saja terdiagnosis secara tidak sengaja saat sedang medical check up. Bila bronkus belum terlibat, pasien mungkin tidak mengeluh batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar.

Gejala sistemik1

Keluhan yang dapat timbul mencakup demam, malaise, keringat malam, anoreksi, dan penurunan berat badan.

Gejala tuberkulosis ekstraparu1

Keluhan yang terjadi tentunya bergantung dengan organ apa yang terlibat. Pada limfadenitis tuberkulosis, akan terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang lambat dan tidak nyeri. Pada meningitis tuberkulosis, terlihat gejala meningitis. Pada pleuritis tuberkulosis, pasien biasanya mengeluh sesak nafas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Page 24: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pemeriksaan Fisik1

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didadapt tergantung dari luasnya kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit, sulit sekali menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnyat terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior dan daerah apeks lobus inferior. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah suara nafas bronchial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum

Pada tuberkulosis pleura, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi akan ditemukan suara yang pekak, dan auskultasi suara nafas melemah hingga tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, yang tersering ditemukan di daerah leher atau ketiak.

Pemeriksaan Bakteriologi1

Pemeriksaan ini mempunyai arti penting untuk menegakkan diagnosis. Bahannya bisa berupa dahak/sputum, cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, fese, dan jaringan biopsy (termasuk biopsi jarum halus).

Cara pengambilan dahak 3 kali disebut dengan sistem SPS, yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu, atau dapat pula setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan sputum ditampung dalam pot bermulut lebar, berpenampang 6 cm yang tidak mudah pecah dan tidak bocor. Baham pemeriksaan hasil biopsi jarum halus dibuat menjadi sediaan apus kering di gelas objek sebelum dikirimkan ke laboratorium.

Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan auramin-rhodamin.  Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media agar.

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:

1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif 2. 1 positif + 2 negatif à ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif à BTA

positif.  Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

Pemeriksaan Radiologi1

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:

Page 25: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

3. Bayangan bercak milier 4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:

1. Fibrotik 2. Kalsifikasi 3. Schwarte atau penebalan pleura

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis antara lain:

1. Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric 2. Polymerase Chain Reaction (PCR) 3. Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB 4. Analisis cairan pleura 5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus 6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu 7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa

Diagnosis banding tuberkulosis meliputi pneumonia, tumor atau keganasan paru, jamur paru, dan penyakit paru akibat kerja.2 Diagnosis banding ini dapat disingkirkan dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dijelaskan di atas.

Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan anti tuberkulosis terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif selama 2-3 bulan dan fase lanjutan selama 4-7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

Obat anti tuberkulosis (OAT) yang utama atau lini pertama yang digunakan adalah:1

1. INH 2. Rifampisin 3. Pirazinamid 4. Streptomisin 5. Etambutol

Jenis obat tambahan lainnya (lini kedua) adalah:1

Page 26: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Golongan aminoglikosida (Kanamisin dan Amikasin) 2. Golongan kuinolon (Ciprofloxacin dan Levofloxacin) 3. Golongan makrolid dan amoksilin + asam klavulanat 4. Beberapa obat yang belum tersedia di Indonesia yaitu Kapreomisin, Sikloserin,

PAS, derivat Rifampisin dan INH, Thioamides (Ethionamide dan Prothionamide)

ObatDosis (mg/kgBB/hari)Dosis yang dianjurkan

Dosis max (mg)

Dosis (mg) sesuai berat badan

Harian

(mg/kgBB/hari)

Intermiten

(mg/kgBB/kali) <4040-60 >60

R 8-12 10 10 600 300 450 600H 4-6 5 10 300 300 300 300Z 20-30 25 35 3000 750 10001500E 15-20 15 30 1500 750 10001500

S 15-18 15 15 1000sesuai BB 750 1000

Pengembangan pengobatan TB paru sangat penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari multidrug resistant tuberculosis (MDR TB). WHO menyarankan untuk mengganti obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer. Keuntungan kombinasi dosis tetap adalah:1

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal 2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan

pengobatan yang tidak disengaja 3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar

dan standar 4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit 5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

penggunaan monoterapi

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 6 macam:1

1. TB paru kasus baru dengan BTA positif atau pada foto toraks didapatkan lesi luas; 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3

2. TB paru kasus baru, BTA negatif, dan pada foto toraks didapatkan lesi minimal: 2RHZE/4RH atau 6RHE atau 2RHZE/4R3H3

3. TB paru kasus kambuh: Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

4. TB paru kasus gagal pengobatan: Sebelum ada hasil uji resistensi diberikan obat lini kedua. Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

Page 27: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

5. TB paru kasus putus berobat: Pasien kasus lalai berobat akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria berikut:

Berobat ≥ 4 bulan dan BTA saat ini negatif à bila klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan, maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama.

Berobat ≥ 4 bulan dan BTA saat ini positif à pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama.

Berobat < 4 bulan à bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan diteruskan.

Kasus Khusus:

TB paru kasus kronik

Bila belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika sudah ada, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid, dan lain-lain. Pengobatan minimal 18 bulan.

MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT lini kedua atau INH seumur hidup

Efek samping Obat Anti-Tuberkulosis

Efek samping obat yang terjadi dapat ringan sampai berat. Bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis, maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Adapun efek samping yang dapat ditimbulkan tiap obat diuraikan sebagai berikut.

INH

Efek samping ringan dapat berupa tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin 100 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain adalah menyerupai defisiensi piridoksin (sindrom Pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis. Bila terjadi hepatitis atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

Rifampisin

Page 28: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis adalah sindrom flu, sindrom perut, dan sindrom kulit. Efek samping berat dapat berupa hepatitis, purpura, anemia hemolitik, syok, gagal ginjal.

Pirazinamid

Efek samping utama adalah hepatitis dan nyeri sendi.

Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna merah dan hijau. Penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi.

Streptomisin

Efek samping utama adalah rusaknya saraf kranial kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko ini akan meningkat dengan peningkatan dosis, umur pasien, dan gangguan fungsi ginjal. Gejala yang terlihat adalah tinitus, pusing, dan kehilangan keseimbangan. Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam disertai sakit kepala, muntah, dan eritema pada kulit. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak saraf janin.

Gatal dan kemerahan pada kulit dapat timbul pada pemberian semua jenis OAT. Bila ini terjadi, dapat diberikan obat antihistamin dan dievaluasi secara ketat.

Perhatian Khusus

Pasien perlu dirawat inap dalam keadaan TB paru disertai komplikasi seperti batuk darah masif, keadaan umum buruk, pneumotoraks, empiema, efusi pleura masif atau bilateral, serta sesak napas berat yang bukan disebabkan oleh efusi pleura.

Indikasi mutlak operasi:1

1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif 2. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif 3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara

konservatif

Indikasi relatif operasi:1

1. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang 2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan 3. Sisa kaviti yang menetap

Page 29: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Evaluasi pengobatan pasien meliputi evaluasi kliniis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

Pasien dievaluasi klinis setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama dan pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisis. Dalam evaluasi perlu diperhatikan respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.

Evaluasi bakteriologi bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis dilakukan sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif), dan pada akhir pengobatan. Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.1

Evaluasi radiologi foto toraks dilakukan sebelum pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan, dan pada akhir pengobatan. Bila dicurigai adanya keganasan, dapat dilakukan setelah 1 bulan pengobatan.

Untuk mengevaluasi efek samping secara klinis, sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, ginjal, dan darah lengkap. Dalam pemberian pirazinamid, perlu diperiksa kadar asam urat. Etambutol memerlukan pemeriksaan visus dan uji buta warna, sedangkan streptomisin memerlukan uji keseimbangan dan audiometri. 1

Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum atau tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini, sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga, dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya resistensi.

Pasien dinyatakan sembuh bila:+1

1. BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat

2. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama atau ada perbaikan 3. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah dengan biakan negatif

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak dilakukan pada bulan ke-3, 6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks dilakukan pada  bulan ke-6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh.1

Resistensi Ganda Mycobacterium tuberculosis

Page 30: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. TB paru kronik sering kali disebabkan oleh resistensi ganda (MDR).1,5

Secara umum, resistensi terhadap OAT dibagi menjadi:1

1. Resistensi primer: bila sebelumnya pasien tidak pernah mendapat pengobatan TB 2. Resistensi sekunder: bila pasien sudah memiliki riwayat pengobatan 3. Resistensi inisial: bila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah pernah berobat

atau tidak

Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu:1

1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis 2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obat kurang atau di

lingkungan tersebut telah terdapat resistensi obat yang tinggi 3. Pemberian obat yang tidak teratur 4. Fenomena addition syndrome, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan

pengobatan yang tidak berhasil 5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik

sehingga mengganggu bioavailabilitas obat 6. Penyediaan obat yang tidak reguler 7. Pemakaian OAT cukup lama yang menimbulkan kejemuan 8. Pengetahuan pasien yang kurang tentang penyakit TB

Kriteria utama berdasarkan data biologi dibagi menjadi 3 kelompok OAT:1

1. Bakterisid: aminoglikosida, tionamid, pirazinamid yang bekerja pada pH asam 2. Bakterisid rendah: fluorokuinolon 3. Bakteriostatik: etambutol, sikloserin, dan PAS

Aminoglikosida digunakan pada galur yang resisten terhadap streptomisin. Bila ternyata galur tersebut telah resisten terhadap kanamisin atau amikasin, dapat diberikan kapreomisin.

Fluorokuinolon dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini pertama. Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang untuk semua fluorokuinolon. Oleh karena itu, harus hati-hati sebab beberapa kuinolon yang lebih aktif (seperti levofloksasin dan moksifloksasin) dapat menggantikan ofloksasin di masa mendatang.1

Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandardisasi untuk pasien MDR TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya ’tailor made’ yaitu bergantung pada hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 4 OAT yang masih sensitif. Obat lini kedua yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon, aminoglikosida, etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+asam klavulanat.1

Page 31: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Saat ini paduan yang dianjurkan adalah OAT yang masih sensitif minimal 2-3 OAT lini pertama ditambah dengan obat lini kedua yaitu siprofloksasin dengan dosis 1000-1500 mg atau ofloksasin 600-800 mg (yang dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap MDR TB sangat sulit dan memerlukan waktu pengobatan lama minimal 18 bulan. Pemberian OAT yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah satu kunci penting mencegah MDR. Konsep Directly Observed Treatment Short course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat. Prioritas yang dianjurkan bukanlah pengobatan TB, melainkan pencegahan MDR TB.1

Referensi

1. Yunus F, editor. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006. P.1-64.

2. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU, editors. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam IPD FKUI/RSCM. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2004. P.116-8.

3. Priyanti et al. Pelatihan DOTS (Directly Observed Treatment Short Course). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2008. P.1-117.

4. McAdam AJ, Sharpe AH. Infectious Disease. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, editors. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. P. 381-3.

5. Raviglione MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In: Fauci AS et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine: Vol 1. 17th ed. New York: McGraw Hill; 2008. P. 1006-20.

More on this topics :

The 1st Global Congress for Consensus in Pedi...

Page 32: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Preeklampsia; Tatalaksana

6th World Congress on Pediatric Critical Care

Penyakit Ginjal Kronik; Definisi-Patofisiolog...

Immune Trombocytopenic Purpura

Tags: ethambutol, INH, MDR TB, Pyrazinamide, Rifampicin, streptomicin

No Comments

Start the ball rolling by posting a comment on this article!

Leave a Reply

Page 33: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

You must be logged in to post a comment.

Ads Info

Need our space for your products or services? Feel free to contact our advertising

team

Artikel Terkaito Pulmonologi

Bronkopneumonia; Definisi-Manifestasi Klinis Efusi Pleura Penyakit Paru Obstruktif Kronik; Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis; Definisi-Patogenesis

Terbaru

o Anak yang Disusui Ibunya Lebih Pintar di Sekolah o HIPERKES ( Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja ) o Advance Cardiac Life Support Schedule o Lupus Erithematosa Sistemik; Definisi-Patofisiologi o Suplementasi Asam Folat dan Besi untuk Ibu Hamil o Kebiasaan Makan yang Mengancam Nyawa Manusia o Epilepsi; Definisi-Klasifikasi o Glaukoma; Definisi-Patogenesis o Membatasi Kelebihan Berat Badan Ketika Hamil o Leptospirosis

Referensi Exomed

o About Us o

o ▶Galeri Kesehatan

Page 34: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

▶Konsultasi & Diskusi ▶News & Events ▼Referensi Kedokteran ▼Artikel

Alergi-Imunologi Bedah saraf Bedah umum Cardiovaskular Dermatology Endokrinologi Gastroenterologi Hematologi Hepatologi Ilmu Biomedik Kedokteran komunitas Nefrologi Neurologi Obstetri & Ginekologi Onkologi Ophtalmologi Orthopaedi Pediatri Plastik Pulmonologi Rheumatologi Telinga Hidung Tenggorokan Tropik-Infeksi

Jurnal Kedokteran Review

o About us

Exomed Indonesia is built in 2010 by Doctors in Faculty of Medicine the University of Indonesia, Jakarta, Indonesia. The sites is published in response to increased Indonesian community need to gain medical knowledge trough the most practical way of access. This sites is made for everyone; Doctors/health provider and public, to give the shot of 'people could read what doctor read and one sites for every medical need'. Finally all members of the team expect to see the sites useful for all it's reader and be the largest medical and health sites in Indonesia, southeast asia, and Asia.

Lebih Jauh Mengenai Exomedo Kontak o Perihal o Redaksi o Visi Dan Misi

Sekretariat

Page 35: TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Jalan Jendral Slamet Riadi IV, Manggarai, Jakarta Phone: +62 21 859 13272 [email protected]

Statistik Harian

Total Visit 5522 Visits today 221 User Online 0 Visitor online 5

About Exomed Indonesia

Copyright Exomed Indonesia. All Rights Reserved.

Statistical data collected by Statpress SEOlution (blogcraft).