bab ii tinjauan kepustakaan tentang hak atas ......15 bab ii tinjauan kepustakaan tentang hak atas...

46
15 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN TENTANG HAK ATAS PENDIDIKAN ANAK 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Pengertian Anak Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan arti bagi orang tuanya. Arti disini mengandung maksud memberikan isi, nilai, kepuasan, kebanggaan dan rasa penyempurnaan diri yang disebabkan oleh keberhasilan orang tuanya yang telah memiliki keturunan, yang akan melanjutkan semua cita-cita harapan dan eksistensi hidupnya. Berikut ini adalah definisi atau pengertian tentang anak menurut beberapa ilmu hukum yang ada: a. Pengertian Anak Manurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Hukum pidana di Indonesia berdasarkan atas Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, atau dengan kata lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah acuan dasar dalam hukum yang diterapkan di Indonesia. Pengertian tentang anak apabila masuk ke dalam lingkup hukum pidana yang harus dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut tidak ditemukan secara jelas definisi tentang anak, melainkan hanyalah definisi tentang “belum cukup umur (miderjarig)”, serta berapa definis yang merupakan bagian atau unsur dari pengertian anak yang terdapat pada beberapa pasalnya. Namun,

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 15

    BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN TENTANG HAK ATAS

    PENDIDIKAN ANAK

    2.1 Kerangka Teori

    2.1.1 Pengertian Anak

    Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan

    arti bagi orang tuanya. Arti disini mengandung maksud memberikan isi, nilai,

    kepuasan, kebanggaan dan rasa penyempurnaan diri yang disebabkan oleh

    keberhasilan orang tuanya yang telah memiliki keturunan, yang akan melanjutkan

    semua cita-cita harapan dan eksistensi hidupnya. Berikut ini adalah definisi atau

    pengertian tentang anak menurut beberapa ilmu hukum yang ada:

    a. Pengertian Anak Manurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    (KUHP)

    Hukum pidana di Indonesia berdasarkan atas Kitab Undang-

    Undang Hukum Pidana, atau dengan kata lain Kitab Undang-Undang

    Hukum Pidana adalah acuan dasar dalam hukum yang diterapkan di

    Indonesia. Pengertian tentang anak apabila masuk ke dalam lingkup

    hukum pidana yang harus dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang

    Hukum Pidana tersebut tidak ditemukan secara jelas definisi tentang

    anak, melainkan hanyalah definisi tentang “belum cukup umur

    (miderjarig)”, serta berapa definis yang merupakan bagian atau unsur

    dari pengertian anak yang terdapat pada beberapa pasalnya. Namun,

  • 16

    pengertian belum cukup umur belum memberikan arti yang jelas

    tentang pengertian anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum

    Pidana, jadi perli dicari lagi pengertian tentang anak tersebut dalam

    pasal-pasal lain yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum

    Pidana.

    Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga terdapat pasal

    yang memberikan salah satu unsur pengertian tentang anak, seperti

    yang terdapat pada Bab IX tentang arti beberapa istilah yang dipakai

    dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pada pasal 45

    berbunyi:1

    “Dalam menuntut orang yang belum cukup umur

    (minderjarig)” karena melakukan perbuatan sebelum umur

    enam belas tahum, hakim dapat menentukan,

    memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepda

    orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana

    apapun atau memrintahkan supaya yang bersalah

    diserahkan kepada Pemerintah, tanpa pidana apapun

    tyaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu

    pelanggaran tersebut”.

    Pasal 45 KUHP sudah dicabut ketentuannya tentang

    penuntutan anak dikarenakan telah ada Undang-undang yang lebih

    khusus mengatur tentang maslah anak, yaitu Undang-Undang No.

    3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

    1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Wetboek van Strafrecht), Diterjemahkan oleh Moeljatno,

    (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), Pasal 45

  • 17

    Dalam pasal 283 ayat (1) dimaksudkan bahwa anak

    dibawah umur adalah seorang yang belum berumur tujuh belas

    tahun. Hal ini dapat dilihat dalam isi pasal tersebut, yaitu:

    “Diancam dengan pidana penjara paling lama

    sembilan bulan atau denda paling banyak enam

    ratus rupiah, barang siapa menertawakan,

    memberikan untuk terus maupun untuk sesmentara

    waktu, menyerehkan atau memperlihatkan tulisan,

    gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan,

    maupun alat untuk mencegah atau menggurkan

    hamil, kepda sorang yang belum cukup umur, dan

    yang diketahui atau sepatutnya harus diduga,

    bahwa umunya belum tujuh belas tahun...”.

    Sedangkan dalam pasal 287 ayat (1) dimaksudkan, bahwa

    anak dibawah umur adalah seseorang yang belum berumur lima

    belas tahun, seperti tercantum dalam bunyi pasal ini:

    “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita

    diluar perkawninan, padahal diketahui atau

    sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum

    lima belas tahun...”.

    Dengan demikian, pengertian anak dibawah umur menurut

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat tiga kategori anak

    dibawh umur, yaitu anak dibawah umur enam belas tahun dalam

    pasl 283 ayat (1) yang berhubungan dengan tulisan-tulisan,

    gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat

    untuk mencegah atau menggugurkan hamil, serta anak dibawh

    umur lima belas tahun dalam pasal 287 ayat (1), yang berkaitan

    dengan pesetubuhan. Maka, jelaslah pasal 45 KUHP merupakan

  • 18

    aturan umum, sedangkan pasal-pasl lain diatas merupakan

    pengecualian daripada aturan umum tersebut.

    b. Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata

    Hukum perdata menjamin hak-hak dasar bagi seorang anak

    sejak lahir bahkan sejak masih dalm kandungan. Dalam hukum

    perdata, pengertian anak dimaksudkan pada pengertian “kebetulan

    dewasaan”, karena menurut hukum perdata seorang anak yang

    belum dewasa sudah bisa mengurus kepentingan-kepentingan

    keperdataanya. Untuk memnuhi keperluan ini, maka diadakan

    keperluan ini, maka diadakan peraturan tentang “hendlichting”,

    yaitu suatu penyataan tentang seorang yang belum mencapai usia

    dewasa sepenuhnya atau untuk beberapa hal saja dipersamkan

    dengan seorang yang sudah dewasa.2

    Menurut pasal 330 KUHPer belum dewasa adalah:

    “Mereka yang belum mencapai umur genap dua

    puluh satu tahun dan tidak lebuh dahulu telah

    kawin”.

    Menurut pasal tersebut, bahwa semua orang yang belum

    genap 21 (dua puluh satu) tahun dan belum menikah dianggap

    belum dewasa dan tidak cakap dimata hukum, yang artinya belum

    2 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdatam, Cet. 31, (Jkarta : PT. Intermasa, 2003) hal. 55

  • 19

    bisa besikap tindak atau berperilakuan yang sesuai dimata hukum.

    Namun bagaimana apabila seorang yang belum genap berusia 21

    (dua puluh satu) tahun tetapi sudah menikah, apakah dalam hal ini

    masih dianggap belum dewasa?

    Namun batas usia dewasa menurut Undang-Undang No 1

    Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat didalam pasal 47 ayat (1)

    yang berbunyi:3

    “Anak yang belum mencapai 18 (delapan belas)

    tahun atau belum pernah melangsungkan

    perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya

    selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya”.

    Batas usia pada pasal yang tedapat dalam Kitab Undang-

    undang Hukum Perdata yaitu 21 (dua puluh satu) tahun, dan

    Undang-Undang Perkawinan yaitu 18 (delapan belas) tahun. Hal

    inilah yang pada akhirnya digunkan sampai saat ini sebagai

    pengertian anak atau pengertian dewasa didalam Hukum perdata.

    c. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

    tentang Perlindungan Anak

    Hukum perlindungan anak menggunakan dasar hukum yang

    terdapat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang

    Perlindungan Anak, pengertian anak adalah4

    3 Indonesia (a), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974,

    Pasal 47 ayat (1)

  • 20

    “Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

    tahun, termasuk anak yang masih dalam

    kandungan”.

    Menurut pasal tersebut, anak adalah siapa saja yang belum

    berusia 18 (delapan belas) tahun dan termasuk anak yang masih

    didalam kandundungan, yang berarti segala kepentingan akan

    pengupanyaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak

    anak tersebut berada di dalam kandungan sehingga berusia 18

    (delapan belas) tahun.

    d. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang

    Kesejahteraan Anak.

    Salah satu hak anak yang harus diupayakan adalah

    kesejahteraan, karena anak merupakan tunas bangsa dan potensi

    serta penerus cita-cita perjuangan bangsa yang rentang terhadap

    perkembangan zaman dan perubahan lingkungan dimasa hal

    tersebut bisa mempengaruhi kondisi jiwa dan spikologisnya.

    Pelaksanaan pengadaan kesejahteraan bergantung pada partisipasi

    yang baik antar objek dan subjek dalam usaha pengadaan

    kesejahteraan anak tersebut, yang maksudnya adalah bahwa setiap

    peserta bertanggung jawab atas pengadaan kesejahteraan anak.5

    4 Indonesia (b), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak, (UU No. 23

    Tahun 2003), Pasal 1 ayat (1). 5 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademik Pressindo, 2001), hal. 213

  • 21

    Dalam pengupayaan kesejahteraan ini tidak hanya

    dibebankan kepda orang tua semata, tetapi juga oleh lingkungan

    tempat si anak tumbuh dan berkembang serta pemerintah sebagai

    penanggungjawab kesejahteraan generasi penerus bangsa.

    Pengupayaan kesejahteraan anak oleh Pemerintah yang sesuai

    dengan hukum kesejahteraan anak telah ditungkan dalam Undang-

    undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang isinya

    tentang pengupayaan kesejahteraan anak yang diselenggarakan

    oleh Negara.

    e. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang

    Pengadilan Anak.

    Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang

    Pengadilan Anak, diatur tentang hukum acara dan ancaman pidana

    terhadap anak atau proses peradilan anak yang mana harus

    dibedakan dengan orang dewasa. Pembedaan perlakuan tersebut

    didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan

    sosial anak tersebut. Sanksi terhadap anak dibedakan berdasarkan

    perbedaan umur anak, yang berarti dalam hal ini adalah pengertian

    tentang anak dimana menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.

    3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak adalah

    “Orang yang dalam perkara abaj bajak telah

    mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum

    mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum

    pernah kawin”.

  • 22

    2.1.2 Pengertian Hak Anak

    Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi

    kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak

    atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa

    dan Negara. Perlindungan anak tersebut berkaitan erat untuk mendapatkan hak

    asasi mutlak, mendasar dan tidak boleh dikurangi satupun atau mengorbankan hak

    yang lainnya untuk mendapatkan hak lain, sehingga anak tersebut akan

    mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila menginjak dewasa.

    Dengan demikian jika anak telah menjadi dewasa, maka anak tersebut akan

    mengetahui dan memahami mengenai hak dan kewajiban terhadap keluarga,

    masyarakat, bangsa, dan Negara.

    Pertumbuhan dan perkembangan secara wajar bagi anak memiliki makna yang

    besar karena dalam pengertian itu terpaut masalah pokok anak. Kesejahteraan

    anak lazimnya berhubungan dengan:6

    a. Pemenuhan Kebutuhan yang bersifat rohaniah bagi anak

    sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangannya secara

    wajar melalui asuhan keluarga atau asuhan orang tuanya

    sendiri. Misalnya: kesempatan mempereoleh pendidikan,

    rekreasi dan bermain, serta sosialisasi pada umumnya.

    b. Pemenuhan kebutuhan yang bersifat jasmaniah (fisik) seperti:

    cukup gizi, pemeliharaan kesehatan, dan kebutuhan fisik

    lainnya

    6 Sumarnonugroho. 1984. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta:Hanindita

  • 23

    c. Santunan atau peningkatan kemampuan berfungsi sosial bagi

    anak-anak miskin, terlantar, cacat dan yang mengalami

    masalah perebedaan perilaku.

    Pemenuhan kebutuhan anak membuat komitmen atas hak asasi seorang

    anak. Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus

    mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan agar anak yang

    baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh. Hak

    asasi manusia meliputi semua yang dibutuhkan untuk pembangunan manusia

    seutuhnya dan hukum positif mendukung pranata sosial yang dibutuhkan untuk

    pembangunan seutuhnya tersebut. Pembangunan manusia seutuhnya suatu melalui

    proses evolusi berkesinambungan yang disebabkan oleh kesadaran diri manusia,

    yang lebih penting dari proses itu sendiri adalah suatu aktualisasi dari

    potensimanusia seperti yang terdapat pada individu dan komunitasnya.

    Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui

    memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak menjadi korban dari ketidak

    pedulian orang dewasa. Pengakuannya pun tidak terjadi serta merta pada saat

    korban berjatuhan, tetapi melalui sebuah proses perjuangan panjang dan tanpa

    henti.

    Perhatian serius secara internasional terhadap kehidupan anak-anak baru

    diberikan pada Tahun 1919, setelah Perang Dunia I berakhir. Dikarenakan perang

    telah membuat anak-anak menderita kelaparan dan terserang penyakit, seorang

    aktivis perempuan bernama Eglantyne Jebb menyebutkan pengertian dari hak-hak

  • 24

    anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki setiap anak yang ada di dunia.7

    Mengarahkan mata dunia untuk melihat situasi anak-anak tersebut. Dia

    menggalang dana dari seluruh dunia untuk membantu anak-anak. Tindakannya

    inilah yang mengawali gerakan kemanusiaan internasional yang secara khusus

    memberi perhatian kepada kehidupan anak-anak.

    Pada tahun 1923, Mrs.Eglantyne Jebb membuat 10 pernyataan Hak-hak anak

    dan mengubah gerakannya menjadi perjuangan Hak-hak anak:8

    1. Bermain;

    2. Mendapatkan nama sebagai identitas;

    3. Mendapatkan makanan;

    4. Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan;

    5. Mendapatkan persamaan;

    6. Mendapatkan pendidikan;

    7. Mendapatkan perlindungan;

    8. Mendapatkan sarana rekreasi;

    9. Mendapatkan akses kesehatan;

    10. Mendapatkan kesempatan berperan serta dalam pembangunan;

    Pada tahun 1924, pernyataan ini diadopsi dan disahkan sebagai pernyataan

    Hak-hak anak oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sementara itu, pada tahun 1939-1945,

    7 Eglantyne Jebb, Penggagas Hak-hak anak Hak-hak anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki

    setiap anak yang ada di dunia. Diakses pada tanggal 13 April 2016, pukul 17.06

    http://yunior.ampl.or.id/?tp=tahukah&menu=on&view=detail&path=123&kode=125&ktg=4&se

    lect=1 8 M. Jodi Santoso, Rausya dan Agenda Perlindumgam Anak diakses pada tanggal 1 Maret 2016

    pukul 09.00 dari laman web: http://jodisantoso.blogspot.com/2007/09/raisya-dan-agenda-

    perlindunganhak-anak.htm

  • 25

    Perang Dunia II berlangsung dan anak-anak kembali menjadi salah satu

    korbannya.

    Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi

    Universal Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mencantumkan hak-hak anak.

    Pada tahun 1959, tepatnya tanggal 1 Juni PBB mengumumkan pernyataan Hak-

    Hak-hak anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.

    Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan

    ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.

    Setelah sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak

    anak disahkan oleh PBB. Inilah pengakuan khusus secara internasional atas hak

    asasi yang dimiliki anak-anak.

    Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk

    memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak

    yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak anak. Hal ini menunjukkan telah

    tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya

    perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan

    terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan

    kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.

    2.1.3 Hak Atas Pendidikan

    Hak adalah sesuatu yang harus di dapatkan oleh manusia dan semua manusia

    mempunyai hak-hak pokok yang melekat pada dirinya, hak-hak pokok tersebut di

  • 26

    namai hak asasi manusia (HAM). Begitu juga dengan hak anak. Hak anak adalah

    bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh

    orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Adapun hak untuk

    mendapatkan pendidikan merupakan bagian dari HAM Pendidikan adalah suatu

    hal yang luar biasa pentingnya bagi sumber daya manusia (SDM), demikian pula

    dengan perkembangan sosial ekonomi dari suatu negara. Hak untuk mendapatkan

    pendidikan telah dikenal sebagai salah satu Hak Asasi Manusia (HAM), sebab

    HAM tidak lain adalah suatu hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang.9

    Hak memperoleh pendidikan sangat berkaitan erat dengan HAM. Tanpa adanya

    pendidikan, kehidupan tidak akan mempunyai arti dan nilai martabat dan inilah

    sebenarnya maksud dari HAM itu sendiri, dimana setiap orang mempunyai hak

    untuk menjadi seorang manusia seutuhnya.

    Oleh karena itu, memberikan pendidikan yang layak sudah seharusnya

    menjadi suatu kewajiban yang berlipat ganda bagi sang orang tua, baik itu

    terhadap anak-anaknya maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan.

    Pasal yang berkaitan dengan Hak Anak untuk memperoleh pendidikan adalah

    Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 berbunyi :“Setiap

    anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas

    perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 28 ini dengan jelas

    menyatakan bahwa setiap anak mendapatkan hak asasinya sebagai generasi muda

    yang memiliki kesempatan untuk hidup, tumbuh menjadi dewasa, dan

    berkembang kemampuan fisik dan pemikirannya. Untuk menunjang diperolehnya

    9 Paulo freaire, Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan dan Penindasan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar:2002) Hal. 28

  • 27

    semua hak anak tersebut, pendidikamerupakan hak yang paling penting bagi

    seorang anak untuk mengembangkan semua potensi kemampuan yang

    dimilikinya. Mengingat bahwa anak-anak secara umur dan fisik lebih muda dan

    lebih lemah daripada orang dewasa, mereka berhak atas perlindungan dari adanya

    ancaman, kekerasan dan diskriminasi.

    Manusia pada hakekatnya adalah makluk yang dapat dididik. Disamping itu

    menurut lengeveld manusia itu adalah animal educandum artinya manusia itu

    pada hakekatnya adalah makluk yang harus dididik, dan educandus artinya

    manusia adalah makluk yang bukan hanya harus dididik dan dapat di didik tetapi

    juga dapat mendidik.10

    Dari kedua istilah tersebut di jelaskan bahwa pendidikan

    itu merupakan keharusan mutlak pada manusia atau pendidikan itu merupakan

    gejala yang layak dan sepatutnya ada pada manusia.

    Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir. Memiliki makna bahwa

    pendidikan di lakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang

    jelas. ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu.

    Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya,

    dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung

    yang di siapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus

    sepanjang hayat. Selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap

    dibutuhkan. Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno

    yaitu:

    “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk

    mewujudkan perkembangan budi pekerti (kekuatan

    batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak,

    10

    UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS

  • 28

    menujukearah menuju kedewasaan dalam arti

    kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan

    penghidupan anak-anak yang selaras dengan

    alamnya dan masyarakat”.11

    Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak, hak wajib

    dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan

    dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu

    orangtua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang

    jalannya pendidikan.

    Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung

    jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral

    untuk menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang

    tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya

    atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh

    bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai

    puluhan juta anak di seluruh Indonesia. Dengan adanya pendidikan maka Sumber

    daya manusia di negara ini semakin meningkat.

    Berdasarkan kesimpulan yang dapat di tarik dari penjelasan di atas adalah

    kebahagiaan itu apabila seseorang telah mencapai tujuan hidupnya dan dapat

    melakukan aktivitas sehari-hari berdasarkan ilmu sehingga ia menjadi orang yang

    bijaksana, beramal mulia dan bermartabat.12

    11

    Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno. Pengantar Ilmu Pendidikan. Aksara Baru, Jakarta: 1982 12

    Abdurrahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 152

  • 29

    2.1.4 Pengertian Perlindungan Hukum

    Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

    manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

    masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

    hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

    yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

    baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

    manapun.13

    Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta

    pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

    berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan

    peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.

    Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap

    hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak

    tersebut.14

    Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek

    hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan

    pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan

    menjadi dua, yaitu:

    a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh

    pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya

    pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan

    dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

    13

    Satjipto Rahardjo. Loc Cit. hlm. 74. 14

    Philipus M. Hadjon. Loc Cit. hlm. 25

  • 30

    memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan

    sutu kewajiban.

    b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif

    merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda,

    penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

    terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.15

    Dalam konsideran Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang

    Perlindungan Anak, dijelaskan bahwa Anak adalah amanah dan karunia Tuhan

    Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

    seutuhnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi

    muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan

    mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa

    dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu

    memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang

    seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental

    maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta

    untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap

    pemenuhan hak haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

    Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (2) Tentang

    Perlindungan Anak. menyebutkan “Perlindungan anak adalah segala kegiatan

    untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

    15

    Ibid. hlm. 20

  • 31

    berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

    kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

    Berdasarkan Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

    Pidana Anak. Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah anak yang

    berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak

    yang menjadi saksi tindak pidana.

    2.2 Peraturan Hukum Tentang Hak Anak Atas Pendidikan

    2.2.1 Deklarasi Umum HAM (HAK ASASI MANUSIA)

    Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia

    yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab

    hak-haknya dapat efektif, apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Pengertian

    Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia

    yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan

    berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan

    manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu

    gugat siapapun.16

    Melindungi hak-hak dapat terjamin, apabila hak-hak itu

    merupakan bagian dari hukum, yang memuat prosedur hukum untuk melindungi

    hak-hak tersebut. Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan Hak Asasi

    Manusia (HAM), sehingga hukum itu megandung keadilan atau tidak, ditentukan

    oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu. Hukum tidak

    16

    Soegito A. T,dkk. 2003. Pendidikan Pancasila. Semarang : UNNES Press. Hal.160

  • 32

    lagi dilihat sebagai refleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga harus

    memancarkan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.17

    Deklarasi Universal HAM (DUHAM) adalah dokumen dasar dari Hak Asasi

    Manusia (HAM). Diadopsi pada tanggal 10 Desember 1948 oleh Perserikatan

    Bangsa-Bangsa, DUHAM merupakan referensi umum di seluruh dunia dan

    menentukan standar bersama untuk pencapaian Hak Asasi Manusia (HAM).

    Meskipun DUHAM tidak memiliki kekuatan resmi secara hukum, prinsip-prinsip

    dasarnya telah menjadi standar internasional di seluruh dunia dan banyak negara

    memandangnya sebagai hukum internasional. Hak Asasi Manusia (HAM) telah

    dikodifikasi dalam berbagai dokumen hukum di tingkat Internasional, Nasional,

    Provinsi, dan Kota/Kabupaten. Di Kanada, HAM didefinisikan dalam Piagam

    HAM dan Kebebasan Kanada serta dalam perundangan dan peraturan yang

    diadopsi di tingkat provinsi. Sementara di Indonesia, HAM didefinisikan dalam

    piagam HAM yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang

    Hak Asasi Manusia (UU 39/1999). Adapun pelaksanannya harus sesuai dengan

    Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-

    Bangsa (PBB), serta Deklarasi Universal HAM (DUHAM).

    Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah semua pembelajaran yang

    membangun pengetahuan, ketrampilan maupun sikap dan perilaku Hak Asasi

    Manusia (HAM). Pendidikan HAM membuat orang mampu untuk membuat orang

    lebih baik dalam mengintergrasikan ke dalam hidup sehari-hari nilai-nilai HAM

    seperti menghargai, menerima dan memasukkan orang lain. Pendidikan HAM

    17

    Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro, 1995, hlm.45

  • 33

    mendorong digunakannya HAM kerangka referensi dalam hubungan kita dengan

    orang lain. Pendidikan HAM juga mendorong kita untuk secara kritis mengkaji

    sikap dan perilaku kita sendiri dan, kemudian, mentrasfomasikannya guna

    meningkatkan perdamaian, harmoni sosial dan penghargaan terhadap hak-hak

    orang lain.

    Pada tanggal 10 Desember 1945, pasal 26 ayat (1) dan (2) Deklarasi Umum

    HAM (DUHAM) mengatur bahwa:

    1. Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan

    cuma-cuma, setidaktidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan

    pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan

    teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan

    pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh

    semua orang, berdasarkan kepantasan;

    2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-

    luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi

    manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus

    menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara

    semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan

    kegiatan Perserikatan BangsaBangsa dalam memelihara perdamaian.

    Berdasarkan pengaturan tersebut, maka anak putus sekolah berhak atas

    pendidikan, karena menjadi bagian dari yang dimaksudkan sebagai “setiap

    orang”. Bahkan ditentukan juga bahwa pendidikan dasar harus diselenggarakan

  • 34

    “dengan cuma-cuma”. Karena itu anak-anak SD yang putus sekolah, terutama

    karena alasan ekonomi, seharusnya tidak terjadi.

    2.2.2 Konvensi Hak Anak

    Konvensi Hak Anak (Convention of Rights of The Child) telah disahkan oleh

    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November

    1989, dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in force) pada tanggal 2

    September 1990. Konvensi hak anak ini merupakan instrumen yang merumuskan

    prinsip-prinsip yang universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak. Oleh

    karena itu, konvensi hak anak ini merupakan perjanjian internasional mengenai

    hak asasi manusia yang memasukkan hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak

    budaya.18

    Secara garis besar Konvensi Hak Anak (KHA) dapat dikategorikan

    sebagai berikut:

    a. Penegasan hak-hak anak;

    b. Perlindungan anak oleh negara;

    c. Peran serta berbagai pihak.

    Pengertian lain dari konvensi hak anak merupakan suatu ”pekerajaan yang

    berjalan” yang memakan waktu lama. Bagi anak -anak, pengakuan hak asasi

    manusia mereka merupakan suatu proses yang terjadi dalam dua bagian, yakni:19

    18

    Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 103- 119. 19

    Muladi, 2007, HAK ASASI MANUSIA (Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif

    Hukum dan Masyarakat), Bandung, PT Reflika Aditama, hal. 4

  • 35

    a. Pengkuan bahwa anak berhak atas Hak Asasi Manusia sebagai

    haknya sendiri yang bukan sebagai hak orang tua atau wali

    mereka;

    b. Pengakuan bahwa anak memerlukan perlindungan tambahan,

    perlindungan yang sekarang telah dikembangkan oleh komunitas

    Internasional.

    Konvensi Hak Anak (KHA) adalah hukum Internasional atau instrumen

    Internasional yang bersifat mengikat secara yuridis dan politis yang menguraikan

    secara rinci Hak Dasar Manusia bagi setiap anak, di dalamnya mencakup:20

    a. Hak atas kelangsungan hidup : Hak atas tingkat kehidupan yang layak

    dan pelayan kesehatan. Artinya anak-anak berhak memperoleh gizi

    yang baik, tempat tinggal yang layak dan perawatan yang baik bila

    jatuh sakit. Dalam hal ini, hak anak akan kelangsungan hidup meliputi

    pula;

    1. Pasal 7

    Hak anak untuk mendapatkan nama dan

    kewarganegaraan semenjak dilahirkan;

    2. Pasal 8

    Hak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan

    kembali aspek dasar jati diri anak (nama,

    kewarganegaraan, dan ikatan keluarga);

    3. Pasal 9

    Hak anak untuk hidup bersama;

    20

    Abdussalam R, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007, hal. 47

  • 36

    4. Pasal 19

    Hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala

    bentuk perlakuan salah (abuse) yang dilakukan orang

    tua atau orang lain yang bertanggungjawab atas

    pengasuhan;

    5. Pasal 20

    Hak untuk memperoleh perlindungan khusus bagi anak

    yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin

    pengusahaan keluarga atau penempatan institusional

    yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya

    anak;

    6. Pasal 21

    Adopsi anak hanya diperbolehkan dan dilakukan demi

    kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan

    yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;

    7. Pasal 23

    Hak-hak anak penyandang cacat (disabled) untuk

    memperoleh pengasuhan, pendidikan, dan pelatihan

    khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi

    mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi;

    8. Hak untuk tumbuh kembang : Hak tumbuh berkembang

    meliputisegala bentuk pendidikan baik formal maupun non

  • 37

    formal, serta hak untuk mencapai standar hidup yang layak

    bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial

    anak. Hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28 Undang-

    Undang Konvensi Hak Anak yang menyebut bahwa :

    9. Negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan

    menyediakan secara cuma-Cuma;

    10. Mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan

    dan mudah dijangkau oleh setiap anak tanpa terkecuali;

    11. Membuat informasi dan bimbingan pendidikan dan

    keterampilan bagi anak;

    12. Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya

    secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

    13. Hak untuk memperoleh perlindungan : Termasuk didalamnya

    perlindungan dalam bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan

    sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun

    dalam hal lain.

    14. Hak berpartisipasi : Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk

    menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi

    anak. Hal ini mengacu kepada Pasal 12 ayat (1) Konvensi Hak

    Anak (KHA), diakui bahwa anak dapat dan mampu

    membentuk atau mengemukakan pendapatnya dalam

    pandangannya sendiri yang merupakan hak berekspresi secara

    bebas (capable of forming his or her own views the rights to

    express those views freely). Sejalan dengan itu, negara peserta

  • 38

    wajib menjamin bahwa anak diberikan kesempatan untuk

    menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan ataupun

    administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara

    langsung ataupun tidak langsung. Hak yang mencakup dengan

    itu meliputi;

    a. Hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan

    atas pendapatnya;

    b. Hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta

    untuk mengekspresikan;

    c. Hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk

    bergabung;

    d. Hak untuk memperoleh informasi yang layak dan

    terlindung dari informasi yang tidak sehat.

    Konvensi Hak Anak dalam Pasal 28 juga ikut mengatur tentang hak anak

    atas pendidikan dasar. Dalam Pasal 28 ayat (1) Konvensi Hak Anak, justru

    dirumuskan hak anak atas pendidikan lebih spesifik, yakni hak atas pendidikan

    yang pencapaiannya dilakukan secara progresif (to archieving this right

    progressively) dan berbasis kesetaraan kesempatan (on the basis of equal

    opportunity).

    Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak pasal 28,

    pendidikan dasar merupakan suatu kewajiban dan tersedia secara cuma-cuma.

    Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa Negara Indonesia sebagai

    negara yang juga telah meratifikasi konvensi tersebut, harus mampu mewujudkan

  • 39

    dan mengimplementasi dengan berbagi program yang berhubungan dengan

    pemenuhan hak atas pendidikan dasar.

    Sebelum disahkan Konvensi Hak Anak, sejarah mencatat bahwa hak-hak anak

    jelas melewati perjalanan yang cukup panjang dimulai dari usaha perumusan draf

    hak-hak anak yang dilakukan Mrs. Eglantynee Jebb, pendiri Save the Children

    Fund.21

    Setelah melaksanakan programnya merawat para pengungsi anak-anak,

    pada Perang Dunia Pertama, Mrs. Eglantynee Jebb membuat draft “Piagam Anak”

    pada tahun 1923. Beliau menulis: “Saya percaya bahwa kita harus menuntut hak-

    hak bagi anak-anak dan memperjuangkannya untuk mendapat hak universal”.22

    Dalam draf yang dikemukakannya, Mrs. Eglantynee Jebb

    mengembangkannya menjadi 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak yaitu :

    a. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan

    mengenai ras kebangsaan dan kepercayaan.

    b. Anak harus dipelihara dan harus tetap menghargai keutuhan

    keluarga.

    c. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk

    perkembangan secara normal, baik material, moral dan

    spiritual.

    d. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus

    dirawat, anak yang cacat mental atau cacat tubuh harus dididik,

    anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus atau diberi

    perumahan.

    21

    Ibid 22

    Ibid

  • 40

    e. Anaklah yang pertama-tama harus mendapat bantuan atau

    pertolongan pada saat ada kesengsaraan.

    f. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari

    program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapatkan

    pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan

    untuk mencari nafkah serta harus dilindungi dari segala bentuk

    eksploitasi.

    g. Anak harus diasuh dan dididik dengan pemahaman bahwa

    bakatnya dibutuhkan untuk mengabdi pada sesama.

    Di Indonesia, Konvensi Hak Anak baru diratifikasi pada tahun 1990 melalui

    Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Konvensi Hak Anak ini telah diratifikasi

    oleh banyak negara anggota PBB. Sampai dengan bulan Februari 1996 konvensi

    ini telah diratifikasi oleh 187 (seratus delapan puluh tujuh) negara.

    2.2.3 Konvensi Hak Anak Atas Pendidikan

    Konvensi Hak Anak bersumber pada perjanjian Internasional yang

    memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan dan

    pemenuhan hak-hak anak, yang telah disetujui dengan suara bulat oleh Majelis

    Umum PBB pada tanggal 20 November 1989.

    Ada beberapa peraturan perundang-undangan di dalam Konvensi Hak Anak

    mengatur tentang hak anak atas pendidikan, yang disetujui oleh Majelis Umum

    PBB pada tanggal 20 November 1989, pasal 3 ayat (1) menyebutkan: “Dalam

    semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-

  • 41

    lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-

    penguasa pemerintahan atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari

    anak-anak harus menjadi pertimbangan utama”. Berdasarkan pengaturan tersebut,

    maka istilah “kepentingan terbaik dari anak-anak” dapat ditafsirkan secara hukum

    sebagai kepentingan untuk mendapatkan pendidikan semaksimal mungkin.

    Dengan demikian maka situasi putus sekolah yang dialami oleh anak-anak,

    bukanlah suatu situasi yang ideal dalam konteks kepentingan terbaik dari anak-

    anak.

    Bahkan Pasal 28 ayat (1) huruf (e) dari Konvensi Internasional Hak-hak Anak

    mengatur dengan sangat jelas bahwa:

    “Negara-negara peserta mengakui hak anak atas pendidikan dan untuk

    mewujudkan hak ini secara bertahap dan berdasarkan kesempatan yang sama

    mereka akan khusunya: ..........

    (e) Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadiran teratur di

    sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.”

    Mencermati ketentuan hukum tersebut, maka telah dengan sangat jelas

    menampakkan bahwa keadaan dimana anak-anak mengalami putus sekolah,

    bukanlah suatu keadaan yang dikehendaki.

    2.2.4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

    Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

    1945 Alinea ke-4 jelas dikatakan bahwa salah satu cita-cita kemerdekaan bangsa

    Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan

  • 42

    kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kemudian dalam 31 UUD

    NRI tahun 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pendidikan merupakan hak setiap

    warga Negara”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hak atas pendidikan

    merupakan hak dasar dan hak konstitusional setiap warga Negara dimana Negara

    bertanggung jawab menyediakan hak dasar tersebut

    Secara konstitusional, UUD 1945 telah menetapkan tujuan negara Republik

    Indonesia. Di dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan tentang

    Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

    seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

    mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

    berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

    Khusus tentang tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka

    dapat dirasionalisasi bahwa tujuan tersebut berhubungan langsung atau sangat erat

    dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, tak

    terkecuali hak anak putus sekolah. Selain itu, tujuan dari diselenggarakannya

    pendidikan juga menjadi jelas, yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan

    bangsa;

    1. Pasal 28 huruf (C)

    (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

    kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

    manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

    meningkatkan kualitas hidupnya dan demi umat manusia;

  • 43

    (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam

    memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun

    masyarakat, bangsa, dan negaranya;

    2. Pasal 31

    (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;

    (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

    pemerintah wajib membiayainya;

    (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

    pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan

    serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

    yang diatur dengan undang-undang;

    (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya

    20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari

    anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi

    kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Nasional;

    (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

    menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk

    kemajuan peradaban serta umat manusia.

    Di dalam batang tubuh UUD 1945 sendiri ada beberapa hal yang perlu kita

    garis bawahi. Yang pertama adalah hak atas pendidikan itu sendiri. Hak atas

    pendidikan dimiliki oleh:

    a. Setiap Orang : Hak atas pendidikan bagi setiap orang dapat

    kita lihat di dalam pasal 28. Hak yang tercantum di sana

    antara lain adalah hak untuk mengembangkan diri dan

  • 44

    memajukan dirinya. Artinya, proses semua orang untuk

    mengembangkan dan memajukan dirinya itu harus dijamin

    dan dilindungi, serta dihormati oleh negara. Dengan kata

    lain, hak-hak tersebut sifatnya dipenuhi oleh yang memiliki

    hak, karena kata-kata mengembangkan dan memajukan di

    sini ditujukan pada warga Negara yang melakukannya.

    Namun Negara tetap harus melindunginya (to protect) dan

    menghormati (to respect) terhadap hak tersebut.

    b. Setiap Warga Negara : Sementara hak atas pendidikan bagi

    seluruh warga negara tercantum di dalam pasal 31. Dalam

    pasal ini, secara tegas dinyatakan bahwa setiap warga

    Negara berhak mendapatkan pendidikan (pasal 31 ayat 1).

    Berbeda dengan sifat yang dimiliki pada hak atas

    pendidikan bagi setiap orang. Karena hak atas pendidikan

    bagi seluruh warga Negara adalah untuk mendapatkan.

    Artinya, ada kewajiban pemerintah untuk membuat warga

    negaranya mendapatkan pendidikan. Di sini kita melihat

    bahwa hak atas pendidikan itu akhirnya dalam

    penyelenggaraannya menjadi kewajiban pemerintah. Masih

    didalam pasal yang sama, namun diayat yang berbeda

    (Pasal 31 Ayat (2)), kita dapat melihat bahwa pendidikan

    bukan saja hak bagi seluruh warga negara, tetapi juga

    merupakan kewajiban bagi warga Negara, khususnya

    pendidikan dasar Sembilan tahun. Dan dengan tegas

  • 45

    dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar

    menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal

    pembiayaannya;

    Hal ini dipertegas dengan pengaturan pada ayat-ayat selanjutnya secara

    terangterangan menyebutkan kewajiban Negara, bahkan mencantumkan nominal

    persen yang harus dialokasikan untuk pendidikan dari APBN nya yaitu dua puluh

    persen. Hal ini memperlihatkan bahwa Negara memiliki kewajiban untuk

    memenuhi (to fulfill) hak atas pendidikan bagi warga negaranya. Selain itu, di

    dalam batang tubuh UndangUndang Dasar ini, juga ditegaskan mengenai fungsi

    pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang menjadi tujuan

    dari Negara. Hal lain yang menarik adalah bahwa pendidikan tidak semata-mata

    ditujukan untuk transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan juga harus

    mengandung muatan peningkatan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia.

    2.2.5 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional (SISDIKNAS)

    Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional ini merupakan payung hukum yang mengatur mengenai keseluruhan

    pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Visi misi pendidikan, kurikulum, hingga

    tata kelola pendidikan kita bersumber dari Undang-Undang ini. Karena itulah,

    untuk melihat perspektif pendidikan di Inodnesia, maka Undang-Undang ini

    menjadi penting untuk dibahas. Namun demikian, peneliti tidak akan membahas

    keseluruhan pasal yang ada di dalam Undang-Undang ini. Pembahasan akan

  • 46

    mengarah pada bentuk hak atas pendidikan bagi warga Negara, serta tanggung

    jawab penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.

    1. Pasal 5

    (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

    pendidikan yang bermutu;

    (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

    intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus;

    (3) Warga negara di daerah terpencil atau terkebelakang serta

    masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan

    layanan khusus;

    (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat

    istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus

    (5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan

    pendidikan sepanjang hayat.

    Pasal ini menguraikan mengenai hak warga negara untuk memperoleh

    pendidikan. Pendidikan yang diberikan bukan hanya sekedar memberikan

    ketersediaan sekolah, melainkan juga penjaminan mutu dari institusi pendidikan

    itu sendiri. Prinsip awalnya adalah kesamaan hak bagi seluruh warga Negara

    untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Namun selanjutnya terdapat

    berbagai kekhususan yang menjadi hak khusus bagi kelompok-kelompok

    masyarakat yang memang membutuhkan perlakuan khusus, seperti kelainan fisik,

    emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, tinggal di daerah terpencil atau

    terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil, serta warga negara yang

  • 47

    memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Termasuk juga menjamin hak

    atas pendidikan bagi warga Negara sepanjang hayat.

    2. Pasal 6

    (1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas

    tahun wajib mengikuti pendidikan dasar;

    (2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan

    penyelenggaraan pendidikan.

    Pasal ini menjabarkan mengenai kewajiban warga negara dalam

    pendidikan itu sendiri.

    3. Pasal 7

    (1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan

    dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan

    anaknya;

    (2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan

    pendidikan dasar kepada anaknya.

    Pasal ini memberikan kewajiban yang lebih spesifik yaitu kepada orang tua.

    4. Pasal 8

    Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,

    pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

    5. Pasal 9

    Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya

    dalam penyelenggaraan pendidikan.

  • 48

    Pasal 8 dan 9 memberikan peran kepada masyarakat dalam

    penyelenggaraan hak atas pendidikan.

    Di sini dapat dilihat bahwa peran masyarakat tidak saja dalam proses

    kebijakan dan pelaksanaan dari hak atas pendidikan, namun juga sumber daya

    yang bahkan diwajibkan untuk turut serta dalam penyelenggaraan pendidikan.

    Artinya ada pembagian tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam

    penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dipertegas oleh pasal-pasal berikutnya

    mengeni pembagian tanggungjawab penyelenggara pemerintah antara Pemerintah,

    Pemerintah daerah, dan masyarakat, termasuk dalam hal pendanaan. Jadi, ketika

    kita berbicara mengenai sebenarnya siapa yang memegang kewajiban untuk

    menyelenggarakan pendidikan, berdasarkan Undang-Undang ini kewajiban

    menyelenggarakan pendidikan ada pada Pemerintah (termasuk Pemerintah

    daerah) dan masyarakat.

    6. Pasal 10

    Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan,

    membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan

    pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku.

    7. Pasal 11

    (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan

    dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan

    yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi;

    (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin

    tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap

  • 49

    warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas

    tahun.

    Pasal 10 dan pasal 11 menunjukkan tanggung jawab pemerintah dalam

    penyelenggaraan pendidikan.

    Peran yang diberikan merupakan peran yang wajib, dan dilakukan melalui

    pengarahan, dan jaminan penyelenggaraan, termasuk dalam bentuk pendanaan.

    8. Pasal 12

    Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

    1. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama

    yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang

    seagama;

    2. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan

    bakat, minat, dan kemampuannya;

    3. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang

    orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

    4. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang

    tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

    5. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan

    pendidikan lain yang setara;

    6. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan

    kecepatan belajar masing-masing dan tidak

    menyimpang dari ketentuan batas waktu yang

    ditetapkan.

  • 50

    Setiap peserta didik berkewajiban:

    1. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin

    keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

    2. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,

    kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari

    kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan

    perundangundangan yang berlaku. Pasal 12 memuat

    tentang hak dan kewajiban peserta didik. Dalam hal

    pendanaan, peserta didik mendapatkan hak untuk

    memperoleh beasiswa dan biaya pendidikan lainnya.

    Namun pada kewajiban, peserta didik juga diwajibkan

    untuk menanggung biaya pendidikan tersebut. Di sini

    kita bisa melihat bahwa porsi dari masyarakat, dalam

    hal ini peserta didik sudah menjadi kewajiban,

    bukannya sekedar bantuan atau sumbangan. Dengan

    demikian dapat kita simpukan bahwa tanggung jawab

    penyelenggaraan pendidikan sudah dibagi kepada

    masyarakat oleh Negara.

    9. Pasal 46

    (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara

    Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;

    (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab

    menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam

  • 51

    Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945.

    (3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih

    lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal ini mempertegas aturan sebelumnya. Artinya, secara normatif

    memang sudah ditetapkan bahwa tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan ada

    di Negara (Pemerintah pusat dan pemerintah daerah) dan masyarakat.

    Dalam hal melindungi hak pendidikan bagi anak, maka Dalam Undang-

    undang No. 23 Tahun 2002 diatur mengenai hak anak untuk mendapakan

    pendidikan dalam Undang-Undang ini di pertegas bahwa anak harus mendapatkan

    hak pendidikannya.

    10. Pasal 9

    (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

    dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

    kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;

    (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus

    bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh

    pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki

    keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

    Hak yang tercantum di sana antara lain adalah hak untuk mengembangkan

    diri dan memajukan dirinya, Artinya, proses semua anak untuk mengembangkan

    dan memajukan dirinya itu harus dijamin dan dilindungi, serta dihormati oleh

    negara.

  • 52

    11. Pasal 48

    Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9

    (sembilan) tahun untuk semua anak.

    12. Pasal 49

    Negara, Pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan

    kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh

    pendidikan.

    13. Pasal 50

    Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan pada:

    (1) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian

    anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai

    mencapai potensi mereka yang optimal;

    (2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia

    dan kebebasan asasi;

    (3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua,

    identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri,

    nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari

    mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang

    berbedabeda dari peradaban sendiri;

    (4) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung

    jawab; dan pengembangan rasa hormat dan cinta

    terhadap lingkungan hidup.

    14. Pasal 51

  • 53

    Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan

    kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh

    pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

    15. Pasal 52

    Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan

    aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.

    16. Pasal 53

    (1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya

    pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan

    khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar,

    dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.

    Pertanggungjawaban Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.

    2.2.6 Landasan Hukum Penyelenggaraan Pendidikan

    Proses penyelenggaraan pendidikan nasional masih sangat jauh dari yang

    diharapkan, sering terbentur dengan berbagai kendala, baik dari segi kebijakan

    (politik), sistem sosial dan kesadaran kita sendiri. Oleh karena itu, sebagai bangsa

    Indonesia yang konsisten dengan Pendidikan Nasional seyogyanya pemerintah

    lebih peka dalam menanggapi permasalahan pendidikan, apalagi jaminan

    pendidikan bagi fakir miskin dan anak terlantar.

    Landasan utama penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah pada Pasal

    31 UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

  • 54

    Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2007

    Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.

    UUD 45 menjamin hak pendidikan rakyat Indonesia sebagaimana disebutkan

    pada Pasal 31 ayat (1): “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan

    ayat 2: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah

    wajib membiayainya.” Kedua ayat ini memberikan tugas kepada pemerintah

    untuk menyediakan pendidikan beserta sarananya bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Pemerintah berkewajiban membiayai segala pengeluaran yang diperlukan untuk

    memfasilitasi tertunaikannya pendidikan dasar bagi setiap warga negara.

    Anggaran yang disediakan cukup besar, yaitu minimal 20% dari APBN dan

    APBD sebagaimana ditegaskan dalam ayat (4): “Negara memprioritaskan

    anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan

    belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk

    memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Pemerintah

    mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang

    meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta berakhlaq mulia dalam rangka

    mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

    Ada 3 (tiga) petunjuk yang diperoleh oleh keempat ayat di atas, yaitu:

    a. Pendidikan dasar merupakan hak setiap warga negara;

    b. Pemerintah wajib menyediakan anggaran yang cukup untuk

    membiayai pendidikan dasar;

    c. Tujuan pendidikan dasar adalah untuk meningkatkan

    keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia.

  • 55

    Berdasarkan ketiga petunjuk ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap

    individu yang menjadi warga negara Indonesia harus mendapatkan pendidikan

    untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, serta akhlaq mulia dengan biaya

    sepenuhnya ditanggung negara. Untuk melaksanakan amanah UUD 45 tersebut,

    pemerintah menyusun RUU Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian disahkan

    menjadi UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1

    Ayat 1 menjelaskan tentang makna pendidikan, yaitu:23

    “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

    agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

    dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

    pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

    serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

    bangsa dan negara”.

    Definisi pendidikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional ini

    mengandung unsur operasional pendidikan, yaitu “sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran” dan unsur filosofis

    pendidikan terkait tujuan pendidikan, yaitu untuk “memiliki kekuatan spiritual

    keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

    keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

    Tujuan pendidikan ini kemudian disebutkan kembali secara khusus pada

    Pasal 3, menjadi:24

    “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan

    membentuk watak serta peradaban bangsa yang

    bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

    bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

    didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

    kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

    23

    Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 24

    Ibid, Pasal 3

  • 56

    berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

    negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

    Apabila dicermati secara mendalam, tujuan pendidikan yang termaktub

    dalam UUD 45 sudah mencukupi. Keimanan adalah kewajiban mendasar bagi

    manusia yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan mengandung

    tuntutan untuk menjalankan perintah agama, sebagai manifestasi iman. Akhlak

    mulia merupakan tuntunan atau perangkat dalam berperilaku sehari-hari, sebagai

    manifestasi dari iman dan takwa.

    Tujuan pendidikan yang tersurat pada UU Sisdiknas Pasal 1 lebih

    bermasalah. Keimanan dan ketakwaan yang dikendaki UUD 1945 bergeser

    menjadi “kekuatan spiritual.” Kekuatan spiritual tidak menuntut seseorang untuk

    mengimani Tuhan Yang Maha Esa. Penganut Komunisme di China merasa cukup

    dengan kekuatan spiritual dari roh-roh nenek moyang. Kekuatan spiritual juga

    tidak menuntut seseorang untuk menjalankan perintah agama.

    Paradigma yang digunakan UUD 45 seharusnya diadopsi oleh seluruh

    produk hukum turunannya. Rumusan tujuan pendidikan nasional harus

    menyesuaikan dengan UUD. Apabila diperlukan perangkat tambahan, maka

    perangkat tersebut digunakan untuk menuju tujuan, yakni “meningkatkan

    keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia.” Contohnya adalah perangkat kurikulum

    yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

    Sistem Pendidikan Nasional.

    “Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang

    pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

    Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan

    takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi,

    kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi

    daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan

  • 57

    nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu

    pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika

    perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-

    nilai kebangsaan”.

    Pasal 36 UU Sisdiknas ini tidak menggunakan paradigma UUD NRI 1945

    sehingga menempatkan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan akhlak

    mulia sejajar dengan peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik,

    keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan

    nasional, tuntutan dunia kerja, dst. Dalam paradigma UUD 45, peningkatan

    keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia merupakan tujuan pendidikan.

    Peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik dapat dijadikan sarana untuk

    meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Sarana dapat berkembang

    luas tanpa batas, mengikuti kemajuan jaman serta kebutuhan masyarakat di

    lapangan, namun tujuan harus konsisten dan pasti. Menjadikan sarana sebagai

    tujuan berpotensi menggoyang tatanan masyarakat. Masyarakat menjadi bingung

    dan mempertanyakan ke mana sebenarnya orientasi hidup bangsa ini dan apakah

    tujuan itu akan tercapai apabila selalu berubah dari masa ke masa.

    Kesimpangsiuran tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas

    terpancar pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

    2005-2025 yang disahkan menjadi UU No. 17 Tahun 2007. UU ini merupakan

    dasar hukum yang mengatur operasional pembangunan selama 20 tahun, termasuk

    pembangunan dalam bidang pendidikan. Bab III UU ini menyebutkan:25

    Pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada

    Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal

    25

    Knut D. Asplind, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta PUSHAM UII, 2008,hal 34

  • 58

    dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan

    modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki

    kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan

    spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.26

    Apabila tujuan dari arah

    pembangunan (Bab IV) disertakan, maka akan diperoleh rumusan tambahan untuk

    tujuan pendidikan sebagai berikut:

    Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,

    dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan

    perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa

    kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong,

    berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.

    Rumusan tujuan pendidikan seakan tidak pernah berhenti bermetaforsis,

    mengikuti apa yang terbersit di benak tim penyusun undang-undang. Tujuan yang

    fluktuatif seperti ini mengakibatkan bangsa Indonesia tidak pernah sampai pada

    tujuannya, karena tujuannya sendiri berubah-ubah. Oleh karena itu, tujuan

    pendidikan harus dikembalikan pada tujuan asasi yaitu meningkatkan keimanan,

    ketakwaan, dan akhlak mulia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 31 Ayat (3)

    UUD NRI 1945.

    3.3 Teori - Teori Hak Pendidikan Atas Anak

    Anggapan dan keyakinan terhadap pendidikan sebagai suatu proses untuk

    menjadi terkemuka, semakin memantapkan dan memperkokoh arti pendidikan

    dalam menciptakan peningkatan kualitas peserta didik atau yang lebih dikenal

    26

    Umberto Sihombing. Menuju Pendidikan Bermakna melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat,

    Jakarta: CV Multiguna,2002. Hal, 119

  • 59

    dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM), terutama dalam memasuki

    era globalisasi. Tidaklah berlebihan apabila negara sebagai pihak yang

    betanggungjawab dalam menyediakan pendidikan, menggantungkan harapan pada

    sektor pendidikan dalam rangka mengembangkan dan mengoptimalkan potensi

    setiap individu sehingga dapat berkembang secara maksimal.

    Pendidikan dalam arti umum merupakan suatu bentuk pembelajaran dimana

    pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dari sekelompok orang yang

    dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,

    pelatihan, penelitian atau hanya melalui otodidak. Umumnya itu terjadi melalui

    pengalaman yang memiliki efek normatif pada cara orang berpikir, merasa atau

    bertindak. Hal ini berarti, pendidikan menjadi sarana bagi setiap orang dalam

    meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kebiasaan. Proses tersebut

    tidaklah berlangsung dengan sendirinya, tapi melalui suatu bentuk pengajaran

    ataupun pelatihan. Proses tersebut yang dinamakan dengan sekolah, baik itu jalur

    formal maupun nonformal.

    Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi

    mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara

    efektif dan efisien. Menurut Azyumardi Azra, pendidikan lebih dari sekedar

    pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara

    membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.27

    Dengan demikian, pendidikan benar-benar menjadi kebutuhan yang tidak hanya

    dibutuhkan oleh satu individu ataupun kelompok saja, tetapi menjadi kebutuhan

    27

    Azyumardi Azra, Paradigma Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan, Jakarta, Kompas, 2010, hal.12

  • 60

    setiap orang dalam hal membangun dan mengembangkan moral dan kehidupan

    setiap individu dalam suatu bangsa atau negara.

    Pendidikan dapat dikatakan sebagai latihan fisik, mental dan moral bagi

    individu-individu dalam menciptakan suatu bangsa yang berbudaya. Pendidikan

    adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada

    anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar

    cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari

    dari orang dewasa atau yang diciptakan oleh orang dewasa, seperti sekolah, buku,

    putaran hidup sehari-hari, dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.28

    Pendapat Langeveld ini, memberikan pemahaman bahwa pendidikan benar-

    benar menjadi hak dasar yang tidak dapat dikesampingkan terutama bagi anak,

    tanpa terkecuali. Pendidikan menjadi media bagi setiap anak dalam

    mengembangkan kedewasaannya. Kedewasaan disini tidak hanya dilihat dari segi

    umur anak tersebut, tapi dari kemampuan anak mengemban dan memangku hak

    dan kewajiban mereka dalam kehidupan sehari-hari. Adapun dalam hal ini,

    tentang implementasi dari terpenuhinya hak yang berkaitan dengan pendidikan

    bagi anak, tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang tujuannya untuk

    melengkapi kegiatan belajar mengajar yang menjadi salah satu dari aktivitas

    pendidikan itu sendiri.

    Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, Beliau menyatakan

    bahwa pendidikan merupakan tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak.

    Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun

    28

    Op.Cit