susu kental manis_nita silviani arifin_13.70.0069_a4_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Susu kental manis adalah susu yang dikonsentrasikan melalui metode evaporasi dengan dilakukan penambahan gula atau sukrosa, sehingga membentuk larutan gula jenuh yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme kontaminan.TRANSCRIPT
SUSU KENTAL MANIS
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Nama: Nita Silviani Arifin
NIM: 13.70.0069
Kelompok: A4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
Acara III
1
1. TOPIK DAN TUJUAN PRAKTIKUM
1.1. Topik
Topik praktikum kali ini adalah “Susu Kental Manis”. Praktikum dilaksanakan pada
Rabu, 18 Mei 2016 mulai pukul 15.00 sampai dengan 17.30 WIB.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan susu
kental manis beserta karakteristiknya.
2
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik dan Sensori Susu Kental Manis
Hasil pengamatan karakteristik fisik (kandungan gula) dan sensori (warna, rasa, aroma,
dan kekentalan) susu kental manis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik dan Sensori Susu Kental Manis
Kelompok Warna Rasa Aroma Kekentalan Kandungan gula (brix)
1 ++++ +++ +++ ++++ 57,7
2 ++ +++ + ++ 54,5
3 +++ ++++ ++ +++ 57,0
4 +++ ++ ++ + 51,5
5 +++ ++ + ++ 53,9 Keterangan:
Warna Rasa Aroma Kekentalan
+ = agak putih + = kurang manis + = kurang kuat + = kurang kental
++ = putih ++ = agak manis ++ = agak kuat ++ = agak kental
+++ = putih kuning +++ = manis +++ = kuat +++ = kental
++++ = kuning ++++ = sangat manis ++++ = sangat kuat ++++ = sangat kental
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa susu dengan kandungan gula tertinggi
sebanyak 57,7 brix (kelompok 1) memiliki warna kuning, rasa manis, aroma kuat, dan
sangat kental, sedangkan susu dengan kandungan gula terendah sebanyak 51,5 brix
(kelompok 4) memiliki warna putih kekuningan, rasa agak manis, aroma agak kuat, dan
kurang kental.
3
3. PEMBAHASAN
Menurut Walstra et al. (2006), susu kental manis adalah susu yang dikonsentrasikan
dengan cara evaporasi, di mana di dalam proses pembuatannya ditambahkan sukrosa
untuk membentuk suatu larutan gula yang hampir jenuh. Fungsi utama dari konsentrasi
gula yang tinggi adalah untuk menjaga kualitas produk dan memperpanjang umur
simpannya. Oleh karena nilai biologis dan kemampuan penyimpanannya yang baik,
produk susu kental manis dimanfaatkan secara luas sebagai nutrisi bagi manusia
(Kalinina et al., 2014). Menurut Bylund (1995), konsentrasi gula yang tinggi akan
meningkatkan tekanan osmotik hingga ke suatu tingkatan di mana sebagian besar
mikroorganisme akan rusak. Susu kental manis yang terbuat dari susu utuh mengandung
8% lemak, 45% gula, 20% padatan bukan lemak, dan 27% air. Tidak hanya dapat dibuat
dengan bahan baku susu sapi, susu kental manis juga ternyata dapat dibuat dengan
bahan baku susu kedelai (Olaoye, 2015).
Untuk membuat susu kental manis, pertama-tama susu full cream sebanyak 215 ml dan
gula pasir sebanyak 45 gram dipanaskan pada suhu 80°C dengan dua jenis perlakuan
yang berbeda, sebagai berikut:
- Kelompok 1, 2, dan 3: penambahan gula dilakukan secara langsung pada awal
proses pemanasan;
- Kelompok 4 dan 5: penambahan gula dilakukan setelah volume susu menjadi 120
ml (dicek dengan gelas ukur).
Setelah ditambahkan gula, dilakukan pengadukan sampai gula larut (sekitar 5 menit).
Menurut Walstra et al. (2006), proses pemanasan selain mengevaporasi juga berfungsi
untuk membunuh organisme patogen dan pembusuk, serta menginaktivasi enzim lipase
pada susu. Intensitas pemanasan mempengaruhi viskositas, age thickening, dan gelasi
pada produk, sehingga perlakuan panas ini juga harus disesuaikan suhunya. Menurut
Bylund (1995), susu biasanya dipanaskan pada suhu 82°C selama 10 menit jika
diinginkan produk dengan viskositas yang relatif tinggi. Sementara itu, selain dalam
bentuk larutan, gula juga dapat ditambahkan dalam bentuk kering, pada proporsi yang
tepat yang sudah dikalkulasi. Walstra et al. (2006) menyatakan bahwa penambahan gula
4
dapat langsung dilakukan pada awal proses pasteurisasi susu. Namun demikian,
prosedur ini dapat menyebabkan reaksi Maillard yang cukup ekstensif selama
pemanasan dan evaporasi, serta age thickening yang lebih cepat. Oleh karena itu, pada
kelompok 4 dan 5, dilakukan metode alternatif di mana gula ditambahkan di akhir
tahapan evaporasi. Bylund (1995) menambahkan bahwa tahap di mana dilakukan
penambahan gula akan mempengaruhi viskositas dari produk akhir.
Apabila volume susu telah berkurang sebanyak 50% (100 ml), pemanasan dihentikan.
Susu didinginkan dengan menggunakan es batu sambil tetap diaduk, hingga terbentuk
susu kental manis dengan konsistensi kekentalan yang diinginkan. Tahap ini merupakan
tahap yang paling kritikal dan penting dari semua proses (Bylund, 1995). Pada tahap ini,
pembentukan kristal-kristal laktosa yang besar harus dihindari. Susu kental manis
mengandung sekitar 38-45 gram laktosa per 100 gram air. Pada suhu ruang, kelarutan
laktosa adalah sekitar 20 gram per 100 gram air, tetapi pada susu kental manis,
kelarutan laktosa menjadi sekitar separuhnya oleh karena adanya penambahan sukrosa.
Jadi, 75% laktosa cenderung akan mengkristal, yaitu sekitar 8 gram per 100 gram susu
kental manis. Oleh karena viskositasnya yang tinggi, nukleasi akan berjalan dengan
lambat dan hanya sedikit nukleus yang terbentuk per unit volume susu, sehingga
terbentuklah kristal-kristal yang besar. Kristal-kristal ini akan menyebabkan mouthfeel
seperti berpasir ketika mengkonsumsi susu kental manis. Untuk menghindari hal ini,
kristal harus berukuran lebih kecil dari 8 µm (Walstra et al., 2006). Oleh karena itu,
untuk mencapai ukuran kristal yang kecil-kecil, dilakukan pengadukan secara cepat dan
kuat tanpa terjadi pemerangkapan udara, khususnya jika susu kental manis diproduksi
pada skala industri (Bylund, 1995).
Kandungan gula pada susu kental manis diukur dengan menggunakan refraktometer,
sedangkan warna, rasa, aroma, dan kekentalan susu kental manis diukur secara sensori.
Berdasarkan hasil pengamatan, susu dengan kandungan gula tertinggi sebanyak 57,7
brix (kelompok 1) memiliki warna kuning, rasa manis, aroma kuat, dan sangat kental,
sedangkan susu dengan kandungan gula terendah sebanyak 51,5 brix (kelompok 4)
memiliki warna putih kekuningan, rasa agak manis, aroma agak kuat, dan kurang kental.
Menurut Bylund (1995), susu kental manis berwarna kekuningan dan terlihat seperti
5
mayonnaise. Dari pernyataan tersebut, dilihat dari warna dan kekentalannya susu kental
manis yang dibuat oleh kelompok 1 sudah memenuhi standar. Krupa et al. (2011)
menambahkan bahwa kasein yang terkandung dalam susu berkontribusi terhadap tekstur
yang kaku dan kental, namun tidak terlalu lengket dan kuat. Selain itu, pembentukan
kristal laktosa juga kemungkinan dapat dihambat oleh kemampuan kasein dalam
mengikat air.
Jika dilihat secara seksama, perbedaan karakteristik (warna, rasa, aroma, kekentalan)
antar kelompok sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan gulanya. Susu kental manis
pada kelompok 4, 5, dan 6 dengan kandungan gula terendah secara berturut-turut
menghasilkan kekentalan yang sangat rendah (kurang kental hingga agak kental). Hal
ini didukung oleh Bondi et al. (1993) yang menyatakan bahwa total padatan yang
diukur dengan menggunakan refraktometer menentukan viskositas susu kental manis,
meskipun hal ini juga dapat dipengaruhi oleh proses pengadukan, di mana Siahaan et al.
(2002) menyatakan bahwa semakin lama waktu dan semakin tinggi kecepatan proses
pengadukan, maka semakin semakin kental susu kental manis yang dihasilkan. Proporsi
antara susu dengan gula ditentukan ketika proses evaporasi, di mana waktu evaporasi ini
akan mempengaruhi konsentrasi susu kental manis yang dihasilkan. Hal ini didukung
oleh Bylund (1995) yang menyatakan bahwa proses evaporasi berlanjut hingga dicapai
konsentrasi susu kental manis yang diinginkan. Artinya, pada proses evaporasi,
kelompok 1 telah mencapai konsentrasi susu kental manis yang paling tepat.
Secara umum, gabungan antara rasa dan aroma dapat disensori secara bersamaan
sebagai flavor. Seperti yang dinyatakan oleh Reineccius (2005), flavor merupakan
komponen aroma yang dikontribusi oleh rasa dan sejumlah faktor-faktor minor lainnya.
Menurut Hassan et al. (2015), komponen-komponen yang berasal dari membran globula
lemak berkontribusi terhadap flavor susu kental manis yang kuat. Selain itu, tingginya
kandungan padatan (sukrosa) yang didapat setelah proses kondensasi juga
meningkatkan kekayaan flavor susu kental manis. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat
dilihat bahwa susu kental manis pada kelompok 2 dan 5 dengan kandungan gula yang
rendah menghasilkan aroma yang kurang kuat, sedangkan susu kental manis pada
kelompok 1 dengan kandungan gula tertinggi menghasilkan aroma yang paling kuat.
6
Oleh karena itu, dari hasil pengamatan juga sudah diperoleh data yang sesuai, di mana
semakin tinggi kandungan gula pada susu kental manis, rasa dan aroma yang dirasakan
juga semakin kuat (Hassan et al., 2015).
Pada hasil pengamatan juga dapat dilihat bahwa pada kelompok 1, 2, dan 3 yang
menambahkan gula sejak awal proses evaporasi tidak menunjukkan perbedaan warna
yang signifikan dibandingkan kelompok 4 dan 5 yang menambahkan gula di akhir
proses evaporasi. Seharusnya, kelompok 1, 2, dan 3 menghasilkan susu kental manis
dengan warna yang lebih kuning, karena penambahan gula di awal proses evaporasi
kemungkinan akan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (Walstra et al., 2006). Akan
tetapi, susu kental manis pada kelompok 2 yang penambahan gulanya dilakukan di awal
proses pemanasan justru menghasilkan warna yang paling putih. Menurut Early (1998),
reaksi Maillard dapat terjadi oleh karena adanya interaksi antara gugus amino bebas,
terutama lisin, dengan gugus aldehid dari laktosa. Gula pereduksi lain seperti maltosa
dan dekstrosa juga dapat terlibat dalam pencoklatan Maillard, tergantung pada formulasi
produk. Ketidaksesuaian ini disebabkan karena untuk dapat terjadi reaksi Maillard pada
umumnya dibutuhkan suhu pemanasan yang lebih tinggi lagi dengan aktivitas air yang
optimal (Manthey & Twombly, 2006).
Menurut Draft Indian Standard (2014), produk susu kental manis harus memiliki
kisaran warna putih hingga coklat muda. Produk harus memiliki rasa yang enak, flavor
produk juga harus enak dan bersih, dalam arti bebas dari flavor tengik, fruity, mouldy,
tallowy, masak (cooked), asam, berpasir, serta bau dan rasa lain yang bersifat
mengganggu. Sementara itu menurut East African Standard (2006), susu kental manis
harus memiliki tekstur halus yang seragam dan ketika diberi penambahan air harus
menghasilkan produk dengan konsistensi yang seragam. Dalam hal flavor, susu kental
manis juga harus bebas dari ketengikan, flavor dan bau yang mengganggu. Dari
pernyataan-pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa susu kental manis yang
dihasilkan pada praktikum ini sudah memenuhi kedua standar tersebut, karena warna
yang dihasilkan berkisar antara putih hingga kuning, serta rasa dan aroma yang
dihasilkan juga enak, bebas dari flavor dan bau tengik ataupun flavor-flavor lain yang
bersifat mengganggu.
7
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu kental manis menurut Walstra et
al. (2006) antara lain:
- Tahap penambahan gula
Penambahan gula pada awal pasteurisasi dapat menyebabkan terjadinya raksi
Maillard dan age thickening yang lebih cepat.
- Suhu
Semakin tinggi suhu yang diaplikasikan, semakin tinggi viskositas produk setelah
didinginkan, semakin cepat pula terjadi pembentukan gel.
- Kadar air
Kadar air yang lebih rendah meningkatkan viskositas dan titik didih pada saat
evaporasi. Selain itu, konsentrasi gula yang tinggi juga meningkatkan terjadinya age
thickening.
- Proses pendinginan
Biasanya untuk menghindari pembentukan kristal laktosa yang besar-besar, susu
kental manis ditambahkan dengan bibit laktosa.
- Penambahan garam penstabil
Penambahan sedikit natrium tetrapolifosfat sebanyak 0,03% biasanya dapat
mennuda terjadinya thickening, sementara penambahan garam yang lebih banyak
kemungkinan menyebabkan efek yang sebaliknya.
8
4. KESIMPULAN
Prinsip pembuatan susu kental manis adalah mengkonsentrasikan susu melalui
proses evaporasi, di mana di dalam proses pembuatannya ditambahkan sukrosa
untuk membentuk suatu larutan gula yang hampir jenuh.
Setelah proses evaporasi dan penambahan gula, selanjutya dilakukan tahap
pendinginan, di mana pembentukan kristal-kristal laktosa yang besar harus dihindari
karena dapat menyebabkan tekstur berpasir pada susu kental manis.
Karakteristik susu kental manis yang dihasilkan adalah warna putih hingga kuning,
rasa agak manis hingga sangat manis, aroma kurang kuat hingga kuat, kurang kental
hingga sangat kental, dengan kandungan gula 51,5 hingga 57,7 brix.
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa, semakin tinggi pula tingkatan warna, rasa,
aroma, dan kekentalan susu kental manis.
Susu kental manis yang dihasilkan secara sensori sudah memenuhi Draft Indian
Standard dan East African Standard.
Tujuan dilakukannya perbedaan penambahan gula pada susu kental manis adalah
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya reaksi Maillard pada saat gula
ditambahkan di awal proses pemanasan.
Pada kelompok 1, 2, dan 3 yang menambahkan gula di awal proses pemanasan, susu
kental manis tidak menunjukkan terjadinya reaksi Maillard, karena reaksi Maillard
membutuhkan suhu pemanasan yang jauh lebih tinggi, sedangkan pada praktikum
ini susu hanya dipanaskan hingga 80°C.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil dan kualitas susu kental manis adalah
tahap penambahan gula, suhu, kadar air, proses pendinginan, dan penambahan
garam penstabil.
Semarang, 24 Mei 2016 Asisten Dosen:
- Tjan, Ivana Chandra
(Nita Silviani Arifin)
13.70.0069
Kelompok A4
9
5. DAFTAR PUSTAKA
Bondi, Maria C.; Massimo F. M.; and Yukio Kakuda. 1993. Effect of Heat Treatment
on the Properties of Sweetened and Condensed Milk and its Relationship to the
Manufacturing of Caramel. The 47th PMCA Production Conference: 98-103.
Bylund, Gosta. 1995. Dairy Processing Handbook. Tetra Pak Processing Systems.
Lund, Sweden.
Draft Indian Standard. 2014. Sweetened Condensed Milk, Sweetened Condensed Partly
Skimmed Milk, and Sweetened Condensed Skimmed Milk – Specification. Third
Revision of IS 1166.
Early, Ralph. 1998. The Technology of Dairy Products, Second Edition. Blackie
Academic & Professional. London.
East African Standard. 2006. Sweetened Condensed Milk – Specification. East African
Community. Tanzania.
Hassan, S. M.; Khaskheli M.; A. H. Shah; Shah M. G.; Umer M.; Nisha A. R.; Tariq
M.; Rahman A.; and Khan M. S. 2015. Physio-chemical evaluation of skimmed
and condensed milk of Buffalo. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research Vol. 7 (2): 698-707.
Kalinina, O.; O. Kovalenko; and O. Kornilova. 2014. Investigation of viscosity of
whole hydrolyze sweetened condensed milk. Ukrainian Food Journal Vol. 3 (2):
193-201.
Krupa, H.; J. Atanu H.; and Patel H. G. 2011. Synergy of dairy with non-dairy
ingredients or product: A review. African Journal of Food Science Vol. 5 (16):
817-832.
Manthey, F. A. and Wesley Twombly. 2006. Extruding and Drying of Pasta. In:
Handbook of Food Science, Technology, and Engineering, Volume 4, Hui, Y. H.
(Ed). CRC Press. Boca Raton, United States of America.
Olaoye, O. A. 2015. A study on quality parameters and shelf stability of sweetened
condensed vegetable milks produced from four varieties of soybeans (Glycine
max). International Food Research Journal Vol. 22 (6): 2212-2218.
Reineccius, Gary. 2005. Flavor Chemistry and Technology, 2nd Edition. CRC Press.
Boca Raton, United States.
Siahaan, D.; J. Elisabeth; T. Haryati; Yuniarti, and Riska. 2002. Formulation and
Preparation of Sweetened Condensed Milk with Omega-3 Enriched PKO as
Milkfat Substitute. International Oil Palm Conference, Nusa Dua, Bali.
Walstra, Pieter; Jan T. M. Wouters; and Tom J. Geurts. 2006. Dairy Science and
Technology, Second Edition. Taylor & Francis Group. Boca Raton, United States
of America.