skripsi evaluasi mutu gizi dan indeks glikemik produk

103
SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN GORENG BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea Batatas L.) KLON BB00105.10 Oleh : Julia Margareth F24102017 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: hoangduong

Post on 02-Jan-2017

286 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

SKRIPSI

EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN

GORENG BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI JALAR

(Ipomoea Batatas L.) KLON BB00105.10

Oleh :

Julia Margareth

F24102017

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

Julia Margareth. F24102017. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Produk Olahan Goreng Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon BB00105.10. Di bawah Bimbingan Made Astawan dan Sri Widowati. 2006.

RINGKASAN

Permintaan dan pemanfaatan ubi jalar di Indonesia masih cukup rendah.

Pengolahan ubi jalar di Indonesia masih cukup sederhana dan pengolahannya dalam bentuk ubi segar seperti dipanggang, direbus, dan digoreng segar. Ubi jalar dalam bentuk tepung akan lebih mudah diolah menjadi berbagai bentuk olahan, yang lebih bergengsi, dan dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Tepung ubi jalar juga dapat diolah menjadi produk pangan yang memberikan manfaat terhadap kesehatan. Produk pangan ini dapat digolongkan ke dalam pangan fungsional.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian oleh Astawan dan Widowati (2006) mengenai evaluasi mutu gizi dan indeks glikemik ubi jalar sebagai dasar pengembangan pangan fungsional. Berdasarkan penelitian tersebut, klon unggul ubi jalar BB00105.10 memiliki respon glikemik terbaik dibandingkan klon dan varietas unggul ubi jalar lainnya. Aktivitas hipoglikemik tertinggi tersebut didukung oleh pati resisten (3,8%) dan protein (5,47%) yang paling tinggi serta daya cerna pati yang rendah (51,4%). Ubi jalar klon BB00105.10 mempunyai kadar amilosa sedang (24,94%). Indeks glikemik (IG) ubi jalar segar yang diolah dengan cara digoreng paling rendah (47) dibandingkan IG ubi jalar yang dikukus (62), dan yang dipanggang (80). Berdasarkan data tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan produk olahan goreng yang diharapkan memiliki mutu gizi yang baik dan indeks glikemik yang rendah sehingga dapat dijadikan pangan alternatif untuk tujuan diit.

Penelitian ini terbagi menjadi enam tahap. Tahap pertama adalah persiapan bahan baku. Tahap kedua adalah analisis karakteristik fisiko-kimia tepung ubi jalar. Tahap ketiga adalah pembuatan produk. Tahap keempat adalah uji organoleptik. Formulasi terbaik dari masing-masing produk olahan goreng akan dianalisis lanjut mengenai sifat fisik dan kimia pada tahap kelima. Tahap keenam adalah uji indeks glikemik dua produk terpilih berdasarkan hasil analisis kimia yang kemungkinan memiliki nilai indeks glikemik rendah.

Formulasi kue biji ketapang terpilih hasil uji organoleptik adalah formula dengan 70% tepung ubi jalar dan 30% gula. Formulasi donat terpilih hasil uji organoleptik adalah formula dengan 30% tepung ubi jalar dan 16% gula. Formulasi kue bawang terpilih hasil uji organoleptik adalah formula dengan 50% tepung ubi jalar dan 10% margarin.

Uji indeks glikemik dilakukan terhadap kue biji ketapang dan kue bawang. Indeks glikemik kue biji ketapang lebih tinggi dibandingkan kue bawang. Kue biji ketapang dan kue bawang memiliki IG rendah. Indeks glikemik kue biji ketapang adalah 49 + 12, sedangkan kue bawang sebesar 32 + 7. Aktivitas hipoglikemik yang tinggi pada kue bawang didukung oleh kadar amilosa yang sedang (20.94%), total serat pangan yang tinggi (7.87%), dan serat pangan larut yang tinggi (4.68%).

Page 3: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN

GORENG BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI JALAR

(Ipomoea Batatas L.) KLON BB00105.10

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Julia Margareth

F24102017

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 4: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK OLAHAN

GORENG BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI JALAR

(Ipomoea Batatas L.) KLON BB00105.10

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Julia Margareth

F24102017

Dilahirkan Pada Tanggal 25 Juli 1984

Di Jakarta

Tanggal Lulus : 13 November 2006

Menyetujui,

Bogor, November 2006

Prof.Dr.Ir. Made Astawan, MS Ir. Sri Widowati, M.AppSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

DR. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP

Page 5: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 25 Juli 1984. Penulis adalah anak

kedua dari dua bersaudara dari Bapak Sotaronggal Siahaan dan Ibu Lungguk Hutagaol.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di TK Yasporbi III Pasar Minggu pada

tahun 1989-1990, SD Yasporbi II Pasar Minggu pada tahun 1990-1996, pendidikan

lanjutan tingkat pertama di SMPN 41 Ragunan pada tahun 1996-1999, dan pendidikan

lanjutan tingkat atas di SMUN 28 Jakarta.

Penulis di terima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur Ujian

seleksi masuk IPB (USMI). Selama di perkuliahan penulis aktif di beberapa kegiatan

organisasi, seperti Agria Swara, dan Komisi Kesenian PMK IPB. Selain itu, penulis juga

aktif dalam mengikuti kegiatan non akademis seperti seminar National Students’ Paper

Competition on Food Issue (2003), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP),

dan IDF International Conference of FGW Student Forum for Milk and Milk Product

(2005). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktek Lapang (PL) di PT. Arnott’s

Bekasi pada tahun 2005.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan tema Evaluasi

Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Produk Olahan Goreng Berbahan Dasar Tepung

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon BB00105.10 dengan bantuan dana dari program B

pada tahun 2006.

Page 6: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena atas kasih

karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang begitu besar

kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama kuliah hingga

selesainya skripsi ini, yaitu kepada :

1. Orang tua penulis (Mami dan Papa) serta kakak Nadia, atas semua doa,

dorongan, nasihat, semangat, dan kasih sayang yang tulus yang selalu

diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat selalu termotivasi untuk

berusaha memberikan dan menghasilkan karya-karya yang terbaik.

2. Prof. Dr. Ir. Made Astawan dan Ir. Sri Widowati, M. App.Sc sebagai dosen

pembimbing akademik, yang telah memberikan bimbingan dan saran selama

penulisan skripsi ini, serta nasihat-nasihat yang dapat membuka wawasan

penulis serta menjadi motivasi penulis untuk dapat menghadapi masa depan.

3. Ir. Didah Nur Faridah, MSi selaku dosen penguji yang telah meluangkan

waktu dan pikirannya untuk perbaikan skripsi ini.

4. Program B departemen ITP yang telah membiayai penelitian ini.

5. Seluruh staf pengajar ITP yang telah memberikan bekal pendidikan dan

pengetahuan kepada penulis.

6. Seluruh staf dan pegawai Balai Besar Penelitian Pasca Panen yang telah

membantu penulis dalam melakukan penelitian di Balai Pasca Panen.

7. Laboran-laboran TPG, dan GMSK khususnya Pak Sobirin, Pak Wahid, Bu

Rubiyah, Teh Ida, Pa Rozak, Pa Marsudi, Teknisi Pilot Plan dan SEAFAST

PAU yang telah banyak membantu selama penelitian.

8. Bapak-bapak pustakawan di PAU, Fateta dan LSI yang telah membantu dalam

pencarian literatur untuk penyusunan skripsi ini.

9. Teman satu penelitian (Evrin, dan Nisvi) atas kebersamaan selama menjalani

penelitian dan skripsi.

10. Teman satu bimbingan (Evrin, Nisvi, Fafa, Manto) atas kebersamaan,

dukungan, dan kerjasamanya.

Page 7: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

ii

11. Keluarga Bang Bona atas dukungan doa, dan bantuan tenaga yang diberikan

selama penulis melaksanakan penelitian.

12. Teman-teman ITP 39. Semoga kebersamaan yang telah kita jalin akan

berlanjut untuk selamanya.

13. Teman-teman ITP 40 atas dukungan doa dan kerjasamanya sebagai relawan

uji indeks glikemik.

14. Teman-teman di Komisi Kesenian PMK IPB, khususnya komkes 35, 36, 37,

38, 39, 40, dan 41 atas kebersamaan, dukungan dalam doa, tenaga, dan waktu

yang telah dilewati bersama selama 4 tahun.

15. Teman- teman Kopral PMK IPB angkatan 39 atas segala kerjasama yang telah

terjalin, dukungan dalam doa, dan tenaga, serta semangat yang selalu

diberikan kepada penulis.

16. Keluarga besar di Pondok Putri YN atas semangat, kebersamaan, dan

indahnya hubungan yang terjalin, yang menjadikan suatu motivasi kepada

penulis.

17. Kepada semua pihak yang belum disebut namanya namun telah banyak

memberikan bantuan, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tuhan

membalas semua kebaikan Ibu/Bapak dan teman-teman semua.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas

dari kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, November 2006

Penulis

Page 8: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Tujuan ...................................................................................................... 3

C. Manfaat .................................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4

A. UBI JALAR .............................................................................................. 4

B. PRODUK OLAHAN GORENG .............................................................. 6

1. Kue Biji Ketapang .............................................................................. 6

2. Donat .................................................................................................. 7

3. Kue Bawang ....................................................................................... 9

C. TEPUNG TERIGU .................................................................................. 10 D. MINYAK GORENG SAWIT .................................................................. 11 E. PATI ......................................................................................................... 12

1. Komposisi Pati ................................................................................... 12

2. Pencernaan dan Penyerapan Pati ....................................................... 14

F. PANGAN FUNGSIONAL ...................................................................... 16

G. INDEKS GLIKEMIK .............................................................................. 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 20

A. BAHAN DAN ALAT .............................................................................. 20

B. METODE PENELITIAN ......................................................................... 20

1. Persiapan Bahan ................................................................................. 20

2. Analisis Karakterisasi Bahan Baku .................................................... 21

3. Pembuatan Produk Olahan Goreng Tepung Ubi Jalar ....................... 21

Page 9: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

iv

4. Uji Organoleptik ................................................................................ 26

5. Analisis Karakterisasi Produk Olahan Goreng Terpilih ..................... 26

C. PROSEDUR ANALISIS .......................................................................... 27

1. Analisis Sifat Fisik ............................................................................ 27

2. Analisis Sifat Kimia .......................................................................... 31

3. Uji Organoleptik ................................................................................. 36

4. Analisis Indeks Glikemik ................................................................... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 38

A. TEPUNG UBI JALAR .............................................................................. 38

B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA BAHAN BAKU ........................... 40

1. Karakteristik Fisik Bahan Baku ......................................................... 40

2. Karakteristik Kimia Bahan Baku ....................................................... 46

C. PRODUK OLAHAN GORENG UBI JALAR ......................................... 49

D. UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN GORENG ........................ 51

E. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA PRODUK OLAHAN GORENG ... 55

1. Karakteristik Fisik Produk Olahan Goreng ....................................... 55

2. Karakteristik Kimia Produk Olahan Goreng ...................................... 57

F. INDEKS GLIKEMIK ............................................................................... 67

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 72

A. Kesimpulan .............................................................................................. 72

B. Saran ......................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73

LAMPIRAN ...................................................................................................... 78

Page 10: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Sifat Kimia Beberapa Varietas dan Klon Ubi Jalar ..... 5

Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar Klon BB00105.10 .................................. 5

Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng ........................................................... 11

Tabel 4. Formulasi Kue Biji Ketapang Ubi Jalar ............................................. 23

Tabel 5. Formulasi Donat Ubi Jalar .................................................................. 23

Tabel 6. Formulasi Kue Bawang Ubi Jalar ....................................................... 24

Tabel 7. Parameter warna berdasarkan nilai hº (hue) ....................................... 29

Tabel 8. Analisis Fisik Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 .......................... 41

Tabel 9. Suhu, Waktu, dan Viskositas Gelatinisasi Tepung Ubi Jalar ............ 46

Tabel 10. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 .................... 47

Tabel 11. Formula Produk pada Uji Organoleptik ............................................. 52

Tabel 12. Hasil Uji Organoleptik Produk Olahan Goreng ................................. 53

Tabel 13. Formula Terpilih Produk Hasil Uji Organoleptik .............................. 53

Tabel 14. Seting Tekstur Analyzer dalam Pengukuran Kekerasan

Produk Olahan Goreng ....................................................................... 57

Tabel 15. Tingkat Kekerasan Produk Olahan Goreng ....................................... 57

Tabel 16. Hasil Analisis Proksimat Produk Olahan Goreng ............................ 58

Tabel 17. Informasi Nilai Gizi per Takaran Saji ................................................ 58

Tabel 18. Beban Glikemik Produk Olahan Goreng ........................................... 71

Page 11: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Amilosa ......................................................................... 13

Gambar 2. Struktur Amilopektin .................................................................... 13

Gambar 3. Diagram Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar ............................. 21

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Kue Biji Ketapang Ubi Jalar ............... 24

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Donat Ubi Jalar ................................... 25

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Kue Bawang Ubi Jalar ........................ 26

Gambar 7. (a) Tanaman Ubi Jalar; (b) Umbi Ubi Jalar Klon BB00105.10 ... 38

Gambar 8. (a) Sawut Kering; (b) Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ........ 39

Gambar 9. Peralatan dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar: (a) Mesin

Penyawut; (b) Mesin Peniris; (c) Oven Pengering; (d) Mesin

Penepung ...................................................................................... 40

Gambar 10. Formula Terpilih Hasil Uji Organoleptik :

(a) Kue Biji Ketapang; (b) Donat; (c) Kue Bawang ..................... 54

Gambar 11. Histogram Rendemen Produk Olahan Goreng ............................. 56

Gambar 12. Kadar Serat Pangan pada Produk Olahan Goreng ...................... 64

Gambar 13. Daya Cerna Pati Produk Olahan Goreng ...................................... 65

Gambar 14. Kadar Amilosa Produk Olahan Goreng ....................................... 67

Gambar 15. Kurva Indeks Glikemik Kue Biji Ketapang ................................. 69

Gambar 16. Kurva Indeks Glikemik Kue Bawang .......................................... 69

Page 12: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar

Klon BB00105.10 ................................................................... 79

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Sifat Amilograf .......................................... 80

Lampiran 3. Lembar Penilaian Uji Organoleptik ....................................... 81

Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Uji Organoleptik

Kue Biji Ketapang secara Overall ........................................... 82

Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Uji Organoleptik Donat secara Overall .... 83

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Organoleptik

Kue Bawang secara Overall .................................................... 84

Lampiran 7. Hasil Uji Hedonik Formula Kue Biji Ketapang

dengan ANOVA dan Uji Duncan ........................................... 85

Lampiran 8. Hasil Uji Rangking Formula Kue Biji Ketapang

dengan Friedman Test ............................................................. 85

Lampiran 9. Hasil Uji Hedonik Formula Donat

dengan ANOVA dan Uji Lanjut Duncan ................................ 86

Lampiran 10. Hasil Uji Rangking Formula Donat dengan Friedman Test ... 86

Lampiran 11. Hasil Uji Hedonik Formula Kue Bawang

dengan ANOVA dan Uji Lanjut Duncan ................................ 87

Lampiran 12. Hasil Uji Rangking Formula Kue Bawang

dengan Friedman Test ............................................................. 87

Lampiran 13. Analisis Fisik Produk Olahan Goreng

Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ...................................... 88

Lampiran 14. Analisis Kimia Produk Olahan Goreng

Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 ....................................... 88

Lampiran 15. Rekapitulasi Indeks Glikemik Kue Biji Ketapang .................. 89

Lampiran 16. Rekapitulasi Indeks Glikemik Kue Bawang ........................... 89

Lampiran 17. Resep Kue Biji Ketapang Ubi Jalar ......................................... 90

Lampiran 18. Resep Donat Ubi Jalar ............................................................. 90

Lampiran 19. Resep Kue Bawang Ubi Jalar .................................................. 91

Page 13: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit degeneratif di Indonesia saat ini semakin meningkat. Hal

ini disebabkan pola konsumsi pangan dan gaya hidup masyarakat yang

kurang baik. Penyakit degeneratif tersebut antara lain penyakit jantung

koroner, hipertensi, kanker, dan diabetes melitus. Penelitian epidemiologi di

Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus mencapai 1,5-

2,3% dari jumlah penduduk (Astawan dan Widowati, 2006). Diabetes

melitus merupakan penyakit kronik yang timbul karena kadar glukosa darah

yang terlalu tinggi.

Salah satu cara pencegahan penyakit diabetes melitus dan obesitas

adalah dengan pemilihan konsumsi pangan yang tepat. Beberapa produk

pangan memiliki komponen aktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan

tersebut tergolong pangan fungsional. Pangan fungsional yang sesuai untuk

diaplikasikan pada penderita diabetes melitus dan obesitas adalah yang

memiliki indeks glikemik (IG) yang rendah.

Indeks glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya

terhadap kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian, 2004). Salah satu bahan

pangan yang berpotensi memiliki IG rendah adalah ubi jalar. Namun, tidak

semua jenis ubi jalar memiliki IG rendah. Saat ini telah ditemukan klon

unggul ubi jalar yaitu ubi jalar klon BB00105.10 yang memiliki respon

glikemik lebih baik dibandingkan klon maupun varietas ubi jalar lainnya

(Astawan dan Widowati, 2006).

Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat alternatif

pengganti beras. Tanaman ubi jalar relatif mudah dibudidayakan karena

memiliki daya penyesuaian yang tinggi terhadap kekeringan. Selain itu, zat

gizi yang terkandung dalam ubi jalar dapat mengimbangi zat gizi yang

terdapat pada gandum dan beras. Namun, permintaan dan pemanfaatan ubi

jalar di Indonesia masih cukup rendah. Ubi jalar digunakan sebagai makanan

pokok masyarakat Papua dan beberapa daerah di Indonesia bagian Timur.

Page 14: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

2

Pendayagunaan ubi jalar yang belum optimal disebabkan masih sedikitnya

teknologi pengolahan pascapanen yang diterapkan dan nilai ekonomis ubi

jalar yang rendah. Pengolahan ubi jalar di Indonesia masih cukup sederhana

dan pengolahannya masih dalam bentuk ubi segar seperti dipanggang,

direbus, dan digoreng segar.

Ubi jalar dalam bentuk tepung akan lebih mudah diolah menjadi

berbagai produk olahan, yang lebih bergengsi, dan dapat diterima oleh

berbagai lapisan masyarakat. Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai

bahan baku, baik dalam bentuk tepung dan pati murni maupun tepung

campuran. Tepung ubi jalar mempunyai peluang sebagai komoditas

komersial, yaitu sebagai bahan baku berbagai produk pangan olahan,

termasuk pangan fungsional. Tepung ubi jalar yang digunakan sebagai

bahan baku pangan fungsional diharapkan memiliki indeks glikemik yang

rendah sehingga tidak meningkatkan kenaikan glukosa darah secara cepat.

Informasi mengenai indeks glikemik berbagai produk pangan di Indonesia

masih kurang. Oleh karena itu, penelitian mengenai produk olahan berbahan

dasar tepung ubi jalar perlu dilakukan.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian oleh

Astawan dan Widowati (2006) mengenai evaluasi mutu gizi dan indeks

glikemik ubi jalar sebagai dasar pengembangan pangan fungsional.

Berdasarkan penelitian tersebut, ubi jalar klon BB00105.10 memiliki respon

glikemik terbaik dibandingkan klon dan varietas unggul ubi jalar lainnya.

Aktivitas hipoglikemik tertinggi tersebut didukung oleh pati resisten (3,8 %)

dan protein (5,47 %) yang paling tinggi serta daya cerna pati yang rendah

(51,4%). Ubi jalar klon BB00105.10 mempunyai kadar amilosa sedang

(24,94%). IG ubi jalar segar yang digoreng paling rendah (47) dibandingkan

yang dikukus (62), dan yang dipanggang (80). Berdasarkan data tersebut,

maka penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan produk olahan goreng

berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 yang diharapkan memiliki

mutu gizi yang baik dan indeks glikemik yang rendah. Produk ini meliputi

kue biji ketapang, donat, dan kue bawang.

Page 15: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

3

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi terbaik pada

tiga jenis produk olahan goreng berbahan dasar tepung ubi jalar klon

BB00105.10. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menghasilkan

produk olahan goreng yang memiliki mutu gizi yang baik dan indeks

glikemik yang rendah. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini

diharapkan dapat digunakan untuk merancang jenis produk pangan alternatif

untuk tujuan diit.

C. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang

sifat fisiko-kimia dari produk olahan panggang berbahan dasar tepung ubi

jalar klon unggul BB00105.10.

Page 16: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. UBI JALAR

Tanaman ubi jalar merupakan tanaman semusim yang memiliki

susunan tubuh utama yaitu batang ubi, daun, bunga, buah, dan biji. Batang

tanaman ubi jalar berakar banyak, berwarna hijau, kuning, atau ungu,

berbentuk bulat tidak berkayu, berbuku-buku, dan tipe pertumbuhannya tegak

atau merambat (menjalar), dengan panjang tanaman 1 – 3 m (Rukmana, 1997).

Daun ubi jalar berbentuk bulat hati, bulat lonjong, dan bulat runcing

tergantung varietas. Bunga ubi jalar berbentuk terompet. Menurut Juanda dan

Cahyono (2000), taksonomi ubi jalar yaitu:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Convolvulales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas. L. sin. Batatas edulis Choisy

Tanaman ubi jalar merupakan tanaman istimewa dibandingkan dengan

tanaman pangan lain karena memiliki daya penyesuaian paling tinggi terhadap

kondisi lingkungan yang buruk. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1995),

ubi jalar memiliki kemampuan berproduksi tinggi pada tanah tidak subur

sekalipun. Hasil umbi yang paling bagus adalah di tanah yang memiliki

tingkat kesuburan yang sedang dan cukup mengandung air (Lingga et al.,

1989).

Varietas ubi jalar sangat banyak dan bervariasi dalam hal bentuk umbi,

warna kulit, komposisi kimia, daya tahan terhadap hama dan penyakit, umur

panen, rasa, dan dari segi lainnya. Secara umum ubi jalar dibagi menjadi dua

jenis yaitu berumbi keras (banyak mengandung tepung) dan berumbi lunak

(banyak mengandung air dan rasanya manis). Ubi jalar dapat dibagi menjadi

Page 17: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

5

dua jenis berdasarkan umur tanam, yaitu berumur pendek, yang dipanen

setelah 4 sampai 6 bulan, dan berumur panjang, yang dipanen setelah 8 sampai

9 bulan. Berdasarkan warna umbi, ubi jalar dapat dibedakan menjadi ubi jalar

kuning, ubi jalar merah, dan ubi jalar putih. Beberapa varietas unggul ubi jalar

antara lain Sukuh, Binoras Op 95-2, Kidal, Jago, Boko, Sari, MIS 110-1, dan

MIS 159-3 (Yusuf, 2003). Saat ini juga telah ditemukan klon unggul ubi jalar

BB00105.10 yang memiliki indeks glikemik yang paling rendah dibandingkan

varietas unggul lainnya (Astawan dan Widowati, 2006).

Klon BB00105.10 memiliki sifat fisik yaitu kulit berwarna merah

berbintik, daging berwarna jingga tua, dan berbentuk lonjong. Perbandingan

beberapa varietas dan klon ubi jalar yang sedang dikembangkan dapat dilihat

pada Tabel 1. Komposisi kimia ubi jalar klon BB00105.10 dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 1. Perbandingan sifat kimia beberapa varietas dan klon ubi jalar.

Komponen (% bk) Kidal Sukuh BB

00105.10 Sari Ungu BO 464

BB 00106.18 Jago

Amilosa 23.86 22.57 24.94 21.62 23.02 30.60 26.08 27.91Amilopektin 76.14 77.43 75.06 78.38 77.03 69.40 73.92 72.09Pati 79.20 88.40 93.00 72.00 85.40 86.60 89.00 81.80Pati resisten 3.00 3.00 3.80 3.40 2.00 2.80 2.90 3.40Gula 0.36 0.34 1.10 2.08 0.12 0.15 0.61 0.45Daya cerna pati 71.05 98.30 51.40 45.13 99.99 99.00 44.57 62.00

Serat pangan larut 14.27 13.89 12.81 21.24 13.28 11.79 17.34 13.30

Sumber : Astawan dan Widowati (2006)

Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar Klon BB00105.10 Komponen Kandungan

Air (% bb) 63.71 Abu (% bk) 1.53 Protein (% bk) 5.47 Lemak (% bk) 0.76 Karbohidrat (% bk) 92.24 Total serat pangan (% bk) 51.37 Serat pangan larut (% bk) 12.81 Serat pangan tidak larut (% bk) 38.56

Sumber : Astawan dan Widowati (2006)

Page 18: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

6

B. PRODUK OLAHAN GORENG

Pengolahan produk pangan dewasa ini semakin berkembang. Produk

pangan tidak hanya dapat diolah dari bentuk segar seperti dipanggang,

direbus, dan digoreng segar, namun juga dapat diolah dari bentuk tepung.

Masing-masing teknik pengolahan memiliki karakteristiknya tersendiri.

Produk goreng memiliki ciri khas yaitu menggunakan minyak goreng. Oleh

karena itu, kandungan lemak pada pangan yang diolah dengan cara digoreng

akan lebih tinggi. Minyak berlebih yang menempel pada produk dapat menjadi

masalah karena menyebabkan ketengikan. Semakin besar kandungan air

adonan yang belum digoreng maka semakin banyak minyak yang menempel

pada produk setelah digoreng.

Beberapa makanan ringan diolah dengan cara digoreng seperti kue

bawang, kue biji ketapang, dan donat. Hal yang perlu diperhatikan dalam

pembuatan produk goreng adalah penambahan air. Agar diperoleh adonan

yang dapat dibentuk, maka pada adonan harus ditambahkan air sehingga

dicapai kadar air adonan tertentu. Penambahan air yang terlalu banyak

menyebabkan adonan menjadi lengket dan lembek. Tingginya kadar air pada

adonan kue bawang dapat menyebabkan adonan menjadi lunak dan

menyebabkan strukturnya relatif kurang kokoh.

1. Kue Biji Ketapang

Bahan baku selain tepung yang digunakan dalam pembuatan suatu

produk pangan memiliki fungsinya masing-masing. Bahan baku kue biji

ketapang terdiri dari tepung, telur, kelapa parut, dan gula. Telur berfungsi

memberikan sifat kaku pada produk sehingga kue biji ketapang tidak

rapuh saat digoreng. Pembuatan kue biji ketapang menggunakan kuning

telur dan putih telur. Putih telur mempunyai daya ikat sehingga akan

terbentuk adonan yang kompak (Matz, 1982). Kelapa parut memberi

aroma khas pada kue biji ketapang. Fungsi gula dalam pembuatan kue biji

ketapang, antara lain memberikan rasa manis, memperbaiki tekstur, dan

membentuk warna kecoklatan akibat reaksi pencoklatan (browning).

Page 19: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

7

Penggunaan gula yang tinggi pada adonan kue biji ketapang menghasilkan

produk yang memiliki tekstur keras.

2. Donat

Bahan baku donat terdiri dari tepung, gula, ragi, margarin, telur,

baking powder, dan bahan pelembut. Gula berfungsi untuk memberikan

rasa manis, membentuk warna kecoklatan akibat reaksi pencoklatan

(browning), membentuk flavor karamel, dan sebagai nutrisi bagi khamir

agar dapat bekerja menghasilkan gas selama proses fermentasi. Margarin

berfungsi sebagai pelumas bagi partikel-partikel adonan sehingga

terdispersi merata, sebagai stabilizer, mencegah pati dan protein tepung

lainnya menggumpal, membuat tekstur lebih halus dan lunak,

meningkatkan cita rasa, meningkatkan volume donat, dan mencegah donat

agar tidak cepat kering (Hartono, 1993).

Faktor utama yang mempengaruhi pengembangan adonan donat

adalah ragi. Ragi yang digunakan yaitu khamir Saccharomyces cerevisiae.

Ragi akan bekerja jika kontak dengan tepung, dan air. Menurut

Khutschevar (1975), suhu fermentasi yang baik adalah 32 – 38oC, dengan

kelembapan relatif 80-85%. Waktu fermentasi yang baik adalah 15 – 45

menit. Waktu fermentasi yang berlebihan menyebabkan adonan menjadi

asam. Jika ragi, air, dan tepung dikombinasikan, enzim diastase di dalam

tepung saat proses fermentasi akan memecah pati menjadi maltosa yang

diperlukan sebagai sumber makanan bagi ragi (Beranbaum, 2003). Oleh

karena itu, semakin rendah kadar pati, maka volume donat juga akan

menurun, terutama jika tidak dikombinasikan dengan tepung yang

mengandung gluten. Ragi bekerja mengkonsumsi gula dari pati sehingga

dihasilkan gas CO2, dan etil alkohol. Gas CO2 akan ditahan dalam adonan

oleh jaringan yang dibentuk oleh gluten sehingga adonan mengembang.

Alkohol yang dihasilkan memberi flavor pada donat. Gas CO2 dan alkohol

yang dihasilkan akan menguap selama penggorengan.

Telur dalam adonan donat berfungsi sebagai koagulator, emulsifier,

dan pengembang, pemberi warna, dan cita rasa produk. Telur

meningkatkan nilai gizi dan penerimaan konsumen (U.S. Wheat

Page 20: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

8

Associates, 1983). Telur mempunyai suatu reaksi mengikat bila digunakan

dalam jumlah besar sehingga produk yang dihasilkan akan lebih

mengembang. Telur akan menangkap udara saat adonan dikocok sehingga

udara menyebar merata pada adonan (Winarno, 1997). Bagian dari telur

yang digunakan dalam pembuatan donat adalah kuning telurnya. Adonan

yang menggunakan kuning telur akan menghasilkan donat dengan tekstur

yang lebih empuk daripada menggunakan seluruh telur. Hal ini disebabkan

adanya daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur.

Baking powder merupakan bahan peragi hasil reaksi asam dengan

sodium bikarbonat (NaHCO3) dengan memakai atau tidak memakai pati

atau tepung sebagai bahan pengisi. Asam yang biasa digunakan adalah

bubuk tartrat, bubuk fosfat, dan bubuk sulfat. Sodium bikarbonat dalam air

pada adonan akan terurai dan menghasilkan gas CO2 dalam adonan donat.

Saat penggorengan, gas CO2 akan dilepaskan sehingga adonan

mengembang sempurna, dan donat yang dihasilkan tidak rusak. Fungsi

baking powder yaitu membentuk volume, mengatur rasa, mengontrol

penyebaran, dan membuat hasil produksi menjadi ringan. Penggunaan

sodium bikarbonat sebaiknya digunakan sesuai ukuran. Bikarbonat yang

terdapat dalam sodium bikarbonat bersifat melemahkan gluten dalam

adonan.

Permasalahan utama yang timbul dalam pembuatan donat dari

bahan selain terigu adalah lemahnya adonan, dan kurangnya daya penahan

gas. Hal ini mempengaruhi mutu fisik produk yang dihasilkan. Selain itu,

donat yang terbuat dari bahan selain terigu akan cepat mengalami stalling

(pengerasan) dan penurunan kualitas simpan. Pengerasan dapat terjadi

karena tepung non-terigu tidak memiliki ikatan disulfida pada proteinnya.

Ikatan disulfida terdapat pada gluten dan memiliki pengaruh dalam

menstabilkan protein (Nosoh dan Sekiguchi, 1991). Bahan tambahan yang

dapat mengurangi pengerasan pada donat adalah potasium bromat.

Garam bromat digunakan dalam pembuatan donat sebagai bahan

pelembut (dough improver). Bentuk yang paling banyak digunakan adalah

potasium bromat (KBrO3). Penambahan garam bromat pada tepung dapat

Page 21: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

9

mencegah pelunakan gluten yang berlebihan selama pembuatan adonan.

Bromat dapat meningkatkan konsumsi oksigen tepung pada saat

pembuatan adonan. Selain itu, bromat juga membantu mempercepat

pematangan adonan dan meningkatkan volume roti dengan tidak

menyebabkan penurunan mutu remah, serta dapat memperbaiki teksturnya.

3. Kue Bawang

Bahan baku kue bawang terdiri dari tepung, garam, margarin,

bawang merah, dan daun seledri. Bawang merah, dan daun seledri

berfungsi sebagai penghasil aroma bawang. Garam untuk meningkatkan

cita rasa, memperkuat tekstur, dan mengikat air. Dalam pembuatan

adonan, penambahan garam sebesar 1-3% dapat memperkuat lembaran

adonan dan mengurangi kelengketan. Margarin berfungsi untuk

meningkatkan rasa gurih pada kue bawang. Pada saat menggoreng,

margarin akan mencair dan keluar dari bahan. Proses pengeluaran

margarin dari dalam bahan diharapkan mempercepat proses pindah panas

pada bahan dan juga meninggalkan ruang kosong dalam keping kue

bawang sehingga meningkatkan kerenyahan.

Masalah yang umumnya terjadi dalam pembuatan kue bawang ubi

jalar adalah diskolorasi, kekerasan, kerenyahan, dan variasi dalam kualitas.

Diskolorasi pada produk disebabkan oleh reaksi non-enzimatis.

Diskolorasi non-enzimatis terjadi karena kandungan gula pereduksi pada

ubi jalar yang tinggi. Diskolorasi dipengaruhi oleh suhu minyak yang

digunakan dan lama pemasakan. Suhu optimum penggorengan kue

bawang adalah sekitar 143oC dan 177oC. Suhu penggorengan yang terlalu

rendah menyebabkan warna kue bawang yang kurang terang dan

membutuhkan waktu penggorengan yang lebih lama, sedangkan suhu yang

terlalu tinggi menyebabkan reaksi pencoklatan (Woolfe, 1999). Selama

pemasakan terjadi peningkatan kadar maltosa mulai dari jumlah yang kecil

pada bahan baku menjadi lebih dari 2% sehingga dapat menyebabkan

diskolorasi.

Variasi dalam kualitas kue bawang umumnya terjadi karena

ketebalan kue bawang yang berbeda-beda. Bentuk dan ketebalan lembaran

Page 22: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

10

adonan yang seragam akan memudahkan penetrasi panas pada saat

pengolahan. Adonan yang baik untuk kue bawang yaitu yang dapat dibuat

lembaran tipis dan mudah dicetak (Meilianti, 2003).

Kualitas kue bawang setelah proses pengolahan dapat menurun

apabila produk terlalu lama kontak dengan oksigen dan uap air di udara,

dimana produk menjadi melempem dan tengik. Oleh karena itu, kue

bawang yang telah diproses harus segera dikemas dengan kemasan yang

dapat mencegah udara dan uap air masuk.

C. TEPUNG TERIGU

Tepung merupakan komposisi dasar pada produk makanan ringan.

Pada umumnya, tepung yang digunakan untuk membuat kue biji ketapang,

donat, dan kue bawang adalah tepung terigu. Dalam adonan, tepung berfungsi

sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan lain, dan

mendistribusikannya secara merata, serta berperan dalam membentuk citarasa

(Matz dan Matz, 1978). Manley (1983) membagi tepung menjadi tiga jenis

berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu terigu keras (kadar protein minimal

12%), terigu sedang (kadar protein sebesar 10-11%), dan terigu lunak (kadar

protein sebesar 7-9%).

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan kue biji ketapang dan

kue bawang adalah terigu sedang. Tepung terigu sedang biasa digunakan

dalam skala industri rumah tangga. Tepung terigu sedang (Segitiga Biru) dapat

digunakan untuk membuat berbagai jenis makanan. Menurut Matz (1982),

penggunaan tepung terigu jenis sedang agar dihasilkan produk dengan tekstur

yang keras dan penampakannya kasar. Jika digunakan tepung terigu jenis

lunak yang memiliki kadar protein rendah (8-10%), tekstur produk menjadi

kurang keras.

Tepung yang biasa digunakan untuk membuat produk yang

membutuhkan pengembangan seperti roti, dan donat adalah terigu keras

(Cakra Kembar). Menurut Subarna (1992), tepung terigu kuat mampu

menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang

tepat, dan mempunyai elastisitas yang baik untuk memproduksi roti dengan

Page 23: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

11

remah yang halus, tekstur lembut, volume besar. Pembuatan adonan donat

dengan terigu kuat umumnya membutuhkan air yang lebih banyak, waktu

pengadukan, dan fermentasi lebih lama daripada tepung lemah, serta

mempunyai kemampuan menahan gas lebih besar (Pomeranz dan

Shellenberger, 1971). Tepung terigu keras memiliki kandungan gluten yang

tinggi, yang dibutuhkan dalam pengembangan adonan. Gluten adalah protein

yang mempunyai sifat membentuk struktur bahan (jaringan sel) berongga.

Dengan adanya gluten, produk akan lebih mengembang setelah digoreng

dibandingkan tanpa gluten.

D. MINYAK GORENG SAWIT

Lemak dan minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi dua yaitu

lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak seperti mentega, dan lemak yang

dimasak bersama-sama bahan pangan lainnya atau dijadikan medium

penghantar panas dalam memasak bahan pangan seperti minyak goreng

(Ketaren, 1986). Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses

pemurnian seperti degumming, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Selain

sebagai medium penghantar panas, minyak goreng juga meningkatkan rasa

gurih, dan meningkatkan nilai gizi serta energi bahan pangan dalam proses

penggorengan. Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI 01-3741-1995

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng Komponen Persyaratan maksimum

Air 0.3 %Bilangan peroksida 1.0 mg oksigen/100 g Asam lemak bebas (dianggap sebagai asam laurat)

0.3 %

Minyak pelikan - Bau, warna, rasa Normal Besi 1.5 (mg/kg) Timbal 0.1 (mg/kg) Tembaga 0.1 (mg/kg) Seng 40.0 (mg/kg) Raksa 0.05 (mg/kg) Timah 40.0 (mg/kg) Arsen 0.1 (mg/kg)

Page 24: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

12

Sumber : BSN (1995)

Menurut Ketaren (1986), untuk menggoreng bahan pangan yang

dibungkus dan tidak segera dikonsumsi, dibutuhkan lemak yang bersifat stabil

terhadap panas, misalnya minyak kelapa, atau minyak nabati dihidrogenasi.

Asam lemak palmitat dan oleat merupakan asam lemak utama yang terdapat

dalam minyak sawit. Kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh minyak

sawit memiliki proporsi yang seimbang. Minyak sawit terdiri dari lemak-

lemak netral (96.2%), fosfolipid, dan glikolipid (3.8%). Beberapa keunggulan

minyak sawit dibandingkan minyak nabati lainnya, yaitu tahan lama, tahan

terhadap tekanan dan suhu tinggi, tidak cepat tengik, dan hampir tidak

mengandung kolesterol. Ketahanan terhadap tengik antara lain disebabkan

oleh kandungan karoten dan tokoferol yang cukup tinggi.

E. PATI

1. Komposisi Pati

Pati terbentuk pada jaringan tanaman dalam bentuk granula.

Ukuran diameter granula pati bermacam-macam berkisar antara 1-100 μm.

Bentuk dan ukuran granula pati merupakan karakteristik setiap jenis pati.

Butir pati bersifat semi kristalin yang mempunyai unit kristal dan unit

amorphous. Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan

enzim, sedangkan unit amorphous bersifat dapat menyerap air dingin

sampai 30% tanpa merusak struktur secara keseluruhan.

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.

Granula pati tersusun dari dua fraksi utama, yaitu amilosa dan amilopektin

dalam rasio yang berbeda-beda pada setiap jenis pati (Lineback dan

Inglett, 1982). Amilosa dan amilopektin terdapat dalam bentuk kristalin

pada pati. Hal ini menyebabkan amilosa-amilopektin bersifat tidak larut air

dan sukar untuk dicerna dalam keadaan mentah. Struktur kristalin tersebut

akan hancur bersamaan dengan proses gelatinisasi yang melibatkan air dan

suhu tinggi. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi

sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan

amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit

menyerap air. Pati yang lebih banyak mengandung amilosa bersifat lebih

Page 25: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

13

resisten terhadap pencernaan pati dibandingkan dengan pati yang lebih

banyak mengandung amilopektin karena struktur linier amilosa yang

bersifat kompak (Rashmi dan Urooj, 2003).

Amilosa adalah homopolimer lurus D-glukosa yang dihubungkan

dengan ikatan α-(1,4) dari cincin piranosa. Amilosa mengandung 250 -

2000 unit glukosa dengan bobot molekul lebih kurang 40000 - 340000.

Molekul amilosa bersifat hidrofilik dan gugusnya bersifat polar. Amilosa

dapat menyerap air sekitar empat kali beratnya. Penyerapan air tersebut

menyebabkan viskositas meningkat. Amilosa mampu membentuk ikatan

kristal karena adanya interaksi molekuler yang kuat. Rantai lurusnya

cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain dan saling berikatan

dengan ikatan hidrogen. Struktur amilosa dapat dilihat pada Gambar 1.

Amilopektin adalah glukan bercabang yang terdiri dari ± 4000 unit

glukosa. Pada rantai lurus amilopektin terdapat ikatan α-(1,4) dan pada

titik percabangan terdapat ikatan α-(1,6). Ikatan percabangan ini terjadi

setiap interval 20-30 unit glukosa (Lineback dan Inglett, 1982).

Percabangan ini menyusun sekitar 4-5% dari seluruh ikatan pada

amilopektin. Berat molekul amilopektin lebih dari satu juta. Molekul ini

membentuk sifat kohesif dan pengental pada pati. Struktur amilopektin

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Struktur Amilosa (Winarno, 1984)

Gambar 2. Struktur Amilopektin (Winarno, 1984)

Page 26: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

14

Perbedaan tingkat kekerasan dan kerenyahan berkaitan erat dengan

perbedaan komposisi bahan dasarnya, terutama komposisi amilosa dan

amilopektin. Kadar amilosa yang tinggi dalam bahan akan mampu

meningkatkan kerenyahan dari keripik yang dihasilkan karena amilosa

dalam bahan akan mampu membentuk ikatan hidrogen dengan air dalam

jumlah yang lebih banyak. Dengan demikian, saat penggorengan, air akan

menguap dan meninggalkan ruang kosong dalam bahan dan membuat

keripik lebih renyah (Rahmanto, 1994).

2. Pencernaan dan Penyerapan Pati

Karbohidrat dari pati yang akan diserap tubuh harus diubah

menjadi penyusun-penyusunnya, yaitu glukosa. Enzim yang dapat

memecah karbohidrat yaitu enzim α-amilase yang terdapat dalam air liur

yang dihasilkan oleh kelenjar saliva, dan enzim yang dihasilkan oleh

pankreas. Pencernaan karbohidrat dimulai sejak makanan masuk ke dalam

mulut oleh enzim α-amilase dalam air liur. Enzim α-amilase ini stabil pada

kisaran pH 5.5-8. Enzim α-amilase yang berasal dari kelenjar saliva

menjadi inaktif oleh pH rendah dalam lambung. Enzim α-amilase yang

berasal dari pankreas berperan dalam memecah pati di usus halus menjadi

unit-unit dimerik terutama maltosa. Proses tersebut akan diselesaikan pada

bagian brush border usus halus dengan bantuan enzim dari glucoamylase

dan α-dextrinase. Pada brush border usus halus juga terjadi pemecahan

disakarida menjadi monosakarida (unit-unit heksosa) oleh enzim-enzim

disakaridase (Sardesai, 2003). Kemudian unit heksosa tersebut diserap ke

dalam mukosa usus dan diedarkan ke hati melalui peredaran darah. Proses

penyerapan dibantu oleh carrier atau pembawa khusus yang bersifat ATP-

dependent. Glukosa merupakan monosakarida yang paling cepat diserap

oleh usus halus. Proses penyerapan fruktosa terjadi melalui proses difusi

dan berlangsung lambat.

Karbohidrat yang dikonsumsi makhluk hidup akan dicerna dan

diserap pada laju yang berbeda-beda dan juga akan diubah menjadi fraksi

pati yang berbeda-beda pada usus kecil. Daya cerna pati adalah

kemampuan pati untuk dihidrolisis oleh enzim pemecah pati sehingga

Page 27: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

15

menjadi unit-unit yang lebih kecil (gula-gula sederhana seperti maltosa

atau glukosa dan alfa limit dekstrin) yang dapat diserap oleh tubuh. Proses

pencernaan pati oleh enzim amilase dipengaruhi oleh ukuran partikel

bahan pangan, dan serat pangan. Semakin kecil ukuran partikel maka luas

permukaannya semakin besar sehingga pati lebih cepat dicerna. Serat

pangan dapat menyebabkan penurunan waktu transit pada usus halus

sehingga waktu pencernaan lebih cepat. Menurut Tharanthan dan

Mahadevam (2003), pencernaan terhadap pati dapat dipengaruhi oleh dua

faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang

memperlambat pencernaan pati adalah bentuk makanan yang mengganggu

pengeluaran amilase pankreatik, dinding sel granula pati yang tidak lentur

yang dapat menghalangi pembengkakan dan dispersi pati, dan kemampuan

untuk membentuk kristal. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi hidrolisis

pati adalah waktu transit, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus,

jumlah pati, dan keberadaan komponen pangan lainnya. Proses pengolahan

juga dapat mempengaruhi daya cerna pati. Semakin tinggi daya cerna

suatu pati berarti semakin banyak pati yang dihidrolisis dalam waktu

tertentu yang ditunjukkan oleh semakin banyaknya glukosa dan maltosa

yang dihasilkan. Faktor yang paling mendukung hidrolisis ini adalah

enzim amilase yang bertindak sebagai biokatalisator.

Pati dapat dibedakan menjadi beberapa fraksi pati berdasarkan

kecepatan pencernaannya, yaitu RDS (Rapidly Digestible Starch), SDS

(Slowly Digestible Starch), RS (Resistant Starch). RDS adalah pati yang

dapat dicerna dengan cepat. Pati yang dapat dicerna dengan cepat akan

meningkatkan persediaan glukosa dalam tubuh dengan cepat. SDS adalah

pati yang lambat dicerna sehingga menyebabkan kenaikan glukosa dalam

darah menjadi lambat. Resistant starch adalah fraksi pati yang tidak dapat

dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora

usus (Haralampu, 2000). Resistant starch tidak dapat dihidrolisis oleh

enzim-enzim amilolitik pada manusia yang sehat. Dengan demikian,

pembentukan resistant starch dapat menurunkan daya cerna pati.

Page 28: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

16

Pati yang lambat dicerna dan resistant starch bagus untuk

dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus dan obesitas karena kenaikan

glukosa darah menjadi lambat. Pangan yang dikonsumsi sebaiknya

memiliki SDI (Starch Digestion Index) yang rendah.

F. PANGAN FUNGSIONAL

Definisi pangan fungsional yang disepakati secara universal sampai

saat ini belum ditetapkan. Menurut Badan POM (2005), definisi pangan

fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun melalui proses,

mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah

dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi

kesehatan, dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman,

mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur, dan

citarasa yang dapat diterima oleh konsumen, tidak menimbulkan kontradiksi,

dan tidak memberikan efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan

terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis

tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat

gizi dasar yang terkandung dalam pangan bersangkutan, yaitu : 1) serat

pangan (dietary fiber); 2) oligosakarida; 3) gula alkohol; 4) asam lemak tidak

jenuh jamak (poly unsaturated fatty acid); 5) peptida dan protein tertentu; 6)

glikosida dan isoprenoid; 7) polifenol dan isoflavon; 8) kolin dan lesitin; 9)

bakteri asam laktat; 10) fitosterol; dan 11) vitamin dan mineral tertentu.

Committee on Opportunities in the Nutrition and Food Sciences, Food and

Nutrition Board, Institute of Medicine (1994) menyatakan bahwa yang

tergolong pangan fungsional adalah pangan yang konsentrasi satu atau lebih

bahan bakunya telah dimodifikasi atau dimanipulasi untuk meningkatkan

kontribusinya sebagai pangan yang menyehatkan.

Menurut konsensus pada The First International Conference on East-

West Perspective on Functional Foods yang diorganisir dan disponsori oleh

International Life Sciences Institute (ILSI) tahun 1996, pangan fungsional

adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan

Page 29: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

17

manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang

terkandung di dalamnya (Clydesdale, 1999). Pangan fungsional dibedakan

dari suplemen makanan atau obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya

terhadap kesehatan. Fungsi obat terhadap penyakit bersifat kuratif, maka

pangan fungsional bersifat membantu pencegahan suatu penyakit (Badan

POM, 2005).

G. INDEKS GLIKEMIK

Definisi indeks glikemik pangan (IG), menurut Rimbawan dan Siagian

(2004), adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah.

IG merupakan suatu ukuran yang menggambarkan luas kurva kenaikan dan

penurunan kadar gula darah setelah mengkonsumsi suatu makanan tertentu

dibandingkan dengan suatu standar. IG dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu proses pengolahan, kadar amilosa amilopektin, kadar gula dan daya

osmotik pangan, kadar serat pangan, kadar lemak dan protein pangan, kadar

antigizi pangan, dan daya cerna pati.

Proses pengolahan dapat mengubah karakteristik kimia ubi jalar.

Menurut Astawan dan Widowati (2006), ubi jalar mentah yang digoreng

memiliki IG yang paling rendah (47) dibandingkan ubi jalar mentah yang

dikukus (62) dan dipanggang (80). Rendahnya IG ubi jalar yang digoreng

kemungkinan disebabkan oleh pengaruh minyak pada proses penggorengan.

Pangan berlemak tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung,

sehingga penyerapan di dalam usus halus juga lambat.

Respon glikemik dan daya cerna pati tidak berhubungan dengan

panjangnya rantai sakarida, melainkan oleh ukuran partikel (Ludwig, 2000).

Karbohidrat sederhana tidak semuanya memiliki IG lebih tinggi daripada

karbohidrat kompleks. Jenis gula yang terdapat dalam pangan mempengaruhi

indeks glikemik pangan tersebut. Fruktosa memiliki IG sangat kecil (IG = 23),

sedangkan sukrosa memiliki IG sedang (IG = 65). Selain itu, kehadiran gula di

dalam pangan juga menghambat gelatinisasi pati dengan cara mengikat air.

Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim

Page 30: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

18

sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati yang dapat menyebabkan

IG pangan tersebut semakin tinggi (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Struktur amilosa-amilopektin yang berbeda menyebabkan daya cerna

yang berbeda. Amilosa mempunyai struktur tidak bercabang sehingga amilosa

terikat lebih kuat. Granula pati yang lebih banyak kandungan amilosanya,

mempunyai struktur yang lebih kristalin. Dengan demikian amilosa sulit

tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan

mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk

dicerna (Meyer, 1973). Amilopektin mempunyai struktur bercabang, ukuran

molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi

dan lebih mudah dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Jenis serat berpengaruh terhadap indeks glikemik pangan. Dalam

bentuk utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan.

Akibatnya, IG cenderung lebih rendah. Serat terlarut dapat menurunkan

respon glikemik pangan secara nyata, sedangkan serat kasar mempertebal

kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Serat

memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat

pergerakan enzim, proses pencernaan menjadi lambat, sehingga respon

glukosa darah juga rendah. Selain menurunkan IG pangan, serat juga dapat

mengurangi resiko terkena kanker kolon, diabetes, penyakit jantung, dan

penyakit saluran pencernaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Astawan dan Widowati (2006), total serat pangan ubi jalar klon unggul

BB00105.10 yaitu sebesar 51.37% (bk), dan kandungan serat larut sebesar

12.81% (bk).

Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung

memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga pencernaan makanan di

usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan berkadar lemak tinggi

mampunyai IG lebih rendah daripada pangan sejenis, berlemak rendah.

Menurut Ludwig (2000), laju penyerapan karbohidrat dan indeks glikemik

akan meningkat setelah mengkonsumsi makanan rendah lemak.

Setiap jenis makanan memiliki IG yang berbeda-beda. Makanan yang

memiliki IG rendah akan menghasilkan kenaikan dan penurunan kadar gula

Page 31: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

19

darah yang tidak terlalu curam sesaat setelah makanan tersebut dicerna dan

dimetabolisme oleh tubuh. Klasifikasi bahan pangan berdasarkan nilai IG

adalah sebagai berikut : (1) bahan pangan dengan IG rendah (<55), (2) bahan

pangan dengan IG sedang (55-69), dan (3) bahan pangan dengan IG tinggi

(>70) (Foster-Powell et al., 2002).

Pati yang dicerna dan diserap oleh tubuh akan menyebabkan kenaikan

kadar gula darah (plasma glucose). Puncak kenaikan akan terjadi sekitar 15 –

45 menit setelah konsumsi, tergantung dari kecepatan pencernaan dan

penyerapan karbohidrat dalam tubuh manusia. Kadar glukosa darah akan

kembali normal setelah dua sampai tiga jam. Hormon yang diproduksi oleh

tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah adalah hormon insulin. Hormon

insulin akan diproduksi sebanding dengan jumlah glukosa yang terkandung

dalam darah. Hormon insulin dihasilkan di kelenjar Langherns pada pankreas.

Hormon insulin bertugas meningkatkan laju transpor glukosa ke dalam sel dan

laju pengubahan glukosa menjadi glikogen (Wardlaw, 1999). Kadar glukosa

darah normal menurut Sardesai (2003) berkisar antara 55 – 140 mg/dl. Kadar

glukosa darah minimum sebesar 40 – 60 mg/dl diperlukan untuk menyediakan

energi bagi susunan saraf pusat, yang memerlukan glukosa sebagai sumber

energi utama. Otot dan jaringan adiposa juga menggunakan glukosa sebagai

sumber energi utama. Hormon yang berperan dalam meningkatkan kadar

glukosa darah adalah hormon adrenalin dan glukagon. Kedua hormon ini

dihasilkan di kelenjar adrenal (Wardlaw, 1999).

Indeks glikemik dikaitkan dengan berbagai isu kesehatan seperti

obesitas, diabetes, dan penyakit jantung koroner. Menurut Jones (2002),

pangan yang memiliki IG tinggi menyebabkan pengeluaran insulin dalam

jumlah besar sebagai akibat dari kenaikan gula darah yang tinggi dan cepat.

Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan rasa lapar setelah makan dan

penumpukan lemak pada jaringan adiposa dalam tubuh. Penderita diabetes

(baik tipe I maupun tipe II) dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang

mengandung IG rendah sehingga membantu kontrol kadar gula darah dalam

tubuh. Konsumsi makanan yang memiliki IG rendah akan meningkatkan

sensitivitas produksi insulin dalam pankreas (Ragnhild et al., 2004) .

Page 32: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

20

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar,

minyak goreng, tepung terigu, garam, gula, baking powder, pelembut adonan

(bakerine plus), bawang merah, daun seledri, kelapa parut, margarin, ragi,

telur, air destilata, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator

merah metil dan biru metil, HCl, pelarut dietil/petroleum eter, NaOH, alkohol

95%, buffer Na-Fosfat 0.05 M, asam asetat 1 N, larutan iod, enzim α-amilase,

pereaksi dinitrosalisilat, larutan maltosa standar, buffer Na-Fosfat 0.1 M,

suspensi enzim termamil, suspensi enzim pankreatin, aseton, dan etanol 78%.

Alat-alat yang dibutuhkan antara lain alat penggorengan, termometer

suhu tinggi, mortar, penggiling mie, slicer, oven, disc mill, gelas ukur, gelas

piala, pipet ukur, mikro pipet, sentrifus, corong, buchner, kertas saring, pisau,

desikator, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, labu Kjeldahl, alat

destilasi, buret, ekstraktor Soxhlet, labu lemak, labu takar, kapas bebas lemak,

erlenmeyer, neraca analitik, hot plate, inkubator, spektrofotometer, tabung

reaksi, kromameter, mesin amilograf, dan texture analyzer.

B. METODE PENELITIAN

1. Persiapan Bahan

Bahan baku utama dalam pembuatan produk olahan ubi jalar

adalah tepung ubi jalar. Ubi jalar mentah terlebih dahulu diolah menjadi

tepung ubi jalar. Diagram pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada

Gambar 3.

Page 33: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

21

Ubi jalar mentah ↓

Dicuci dengan air ↓

Dikupas ↓

Disawut ↓

Direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0.3%

selama satu jam ↓

Dikeringkan dengan oven

pada suhu 60-70oC hingga kadar air 12 - 14 % ↓

Digiling dengan disc mil ↓

Diayak (80 mesh) ↓

Tepung ubi jalar

Gambar 3. Diagram Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar

2. Analisis Karakterisasi Bahan Baku

Analisis yang dilakukan pada bahan baku meliputi analisis sifat

fisik dan komposisi kimia tepung ubi jalar. Analisis sifat fisik tepung ubi

jalar meliputi : berat yang dapat dimakan (BDD), rendemen, densitas

kamba, densitas padat, kelarutan dalam air, warna, aw, dan amilograf.

Analisis komposisi kimia tepung ubi jalar meliputi : kadar air, abu,

protein, lemak, dan karbohidrat.

3. Pembuatan Produk Olahan Goreng Tepung Ubi Jalar

a. Rancangan Percobaan

Penentuan formula produk terbaik dalam penelitian ini

menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) faktorial,

dengan dua faktor pada masing-masing jenis produk..

Page 34: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

22

Kue biji ketapang

Faktor I : persentase tepung ubi jalar (T) terhadap total tepung,

yaitu sebesar 50%, 60%, dan 70%

Faktor II : persentase gula (G) terhadap total tepung, yaitu sebesar

30%, dan 40%.

Donat

Faktor I : persentase tepung ubi jalar (T) terhadap total tepung,

yaitu sebesar 20%, 30%, dan 40%

Faktor II : persentase gula (G) terhadap total tepung, yaitu sebesar

8%, dan 16%

Kue bawang

Faktor I : persentase tepung ubi jalar (T) terhadap total tepung,

yaitu sebesar 30%, 40%, dan 50%

Faktor II : persentase margarin (G) terhadap total tepung, yaitu

sebesar 0%, dan 10%

Model matematis untuk rancangan percobaan acak lengkap

dengan 2 faktor sebagai berikut:

Dimana:

Yijk : variabel respon karena kombinasi perlakuan T ke i, G ke j dan

ulangan ke-k (k = 1, 2)

μ : pengaruh rata-rata umum

Ti : pengaruh faktor T pada taraf ke-i (i = 1, 2)

Gj : pengaruh faktor G pada taraf ke-j (j = 1, 2)

(TG)ij : pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor T dengan taraf ke-j

faktor G

Σijk : pengaruh kesalahan (galat) percobaan pada ulangan ke-k (k =

1, 2)

Yijk = μ + Ti + Gj + (TG)ij + Σijk

Page 35: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

23

b. Produk Olahan Goreng Tepung Ubi Jalar

Formulasi kue biji ketapang, donat, dan kue bawang ubi jalar

dilakukan secara trial and error untuk menentukan formulasi yang

secara organoleptik cukup disukai. Masing-masing jenis produk olahan

goreng berbahan dasar tepung ubi jalar tersebut dibuat dalam enam

formula. Formulasi produk dapat dilihat pada Tabel 4 sampai dengan

Tabel 6. Diagram alir pembuatan produk dapat dilihat pada Gambar 4

sampai dengan Gambar 6.

Tabel 4. Formulasi Kue Biji Ketapang Ubi Jalar

Bahan (%) Formulasi Kue Biji Ketapang

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Terigu 50 50 40 40 30 30

Tepung ubi jalar 50 50 60 60 70 70

Gula 30 40 30 40 30 40

Kelapa parut 16 16 16 16 16 16

Telur 42.4 42.4 42.4 42.4 42.4 42.4

Tabel 5. Formulasi Donat Ubi Jalar

Bahan (%) Formulasi Donat

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Terigu 80 80 70 70 60 60

Tepung ubi jalar 20 20 30 30 40 40

Gula 8 16 8 16 8 16

Margarin 20 20 20 20 20 20

Kuning telur 5.2 5.2 5.2 5.2 5.2 5.2

Ragi 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4

Baking powder 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64

Bahan pelembut 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28

Page 36: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

24

Dibentuk bulat panjang

Tabel 6. Formulasi Kue Bawang Ubi Jalar

Bahan (%) Formulasi Kue Bawang

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Terigu 70 70 60 60 50 50

Tepung ubi jalar 30 30 40 40 50 50

Margarin 0 10 0 10 0 10

Garam 2 2 2 2 2 2

Bawang merah 27 27 27 27 27 27

Daun seledri 3 3 3 3 3 3

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Kue Biji Ketapang Ubi jalar

Tepung terigu

Tepung ubi jalar

Kelapa parut

Disangrai

Ditumbuk

Gula, dan telur

Dicampur hingga homogen

Dicampur hingga kalis

Dipotong dengan tebal 0.5 cm dan panjang 3 cm

Digoreng

Dicampur

Air

Page 37: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

25

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Donat Ubi Jalar

Tepung terigu, tepung ubi jalar, gula, ragi, margarin,

bahan pelembut, baking powder, dan telur

Dicampur hingga kalis

Didiamkan selama 20 menit

Dibentuk bulat-bulat dengan berat 55 gram

Didiamkan selama 10 menit

Digoreng

Dicampur hingga homogen

Air

Dicampur hingga kalis

Page 38: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

26

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Kue Bawang Ubi Jalar

4. Uji Organoleptik

Pemilihan produk dilakukan dengan uji organoleptik hedonik

rating dan ranking terhadap sifat keseluruhan (overall). Formulasi terbaik

ditunjukkan oleh penerimaan panelis uji organoleptik.

5. Analisis Karakterisasi Produk Olahan Goreng Terpilih

Kue biji ketapang, donat, dan kue bawang dengan formulasi

terpilih yang didapatkan dari hasil uji organoleptik selanjutnya dianalisis.

Analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik, kimia, dan indeks

glikemik. Analisis fisik produk meliputi rendemen dan tekstur. Analisis

sifat kimia produk meliputi komposisi proksimat, kadar serat pangan, daya

cerna pati, dan kadar amilosa. Analisis indeks glikemik dilakukan terhadap

dua jenis produk olahan goreng yang kemungkinan memiliki indeks

glikemik terendah dilihat dari hasil analisis kimia produk.

Bawang merah dan garam

Dihaluskan

Tepung terigu, tepung ubi jalar, margarin, dan daun seledri

Dicampur

Dicampur

Dipipihkan dengan mesin pembuat mie

Dicetak

Dipotong dengan panjang 5 cm

Digoreng

Air

Dicampur hingga kalis

Page 39: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

27

C. PROSEDUR ANALISIS

1. Analisis Sifat Fisik

a. Berat yang dapat dimakan (BDD)

Berat yang dapat dimakan dari ubi jalar dihitung berdasarkan

perbandingan berat umbi segar tanpa kulit terhadap berat umbi segar

dengan kulit yang dinyatakan dalam persen. Perhitungan berat yang

dapat dimakan dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

a = berat umbi ubi jalar segar tanpa kulit (g)

b = berat umbi ubi jalar segar dengan kulit (g)

b. Rendemen

Rendemen tepung ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan

berat tepung yang diperoleh terhadap berat umbi segar tanpa kulit yang

dinyatakan dalam persen. Perhitungan rendemen dihitung dengan

menggunakan rumus :

Keterangan :

a = berat tepung yang diperoleh (g)

b = berat umbi ubi jalar segar tanpa kulit (g)

Pengukuran rendemen produk dihitung berdasarkan berat

adonan. Rendemen produk olahan goreng dapat dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut :

Keterangan:

a = berat produk olahan goreng (g)

b = berat adonan basah (g)

Berat dapat dimakan (%) = %100ba×

Rendemen tepung (%) = %100ba×

Rendemen produk olahan goreng (%) %100ba×=

Page 40: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

28

c. Densitas kamba (Khalil, 1999)

Densitas kamba diukur dengan cara memasukkan tepung ke

dalam gelas ukur sampai volume tertentu tanpa dipadatkan, kemudian

berat tepung ditimbang. Densitas kamba dihitung dengan cara

membagi berat tepung dengan volume ruang yang ditempati. Densitas

kamba dinyatakan dalam satuan kg/m3 atau g/ml.

d. Densitas padat (Khalil, 1999)

Densitas padat diukur dengan cara memasukkan tepung ke

dalam gelas ukur dan dipadatkan sampai volumenya konstan,

kemudian berat tepung ditimbang. Densitas padat dihitung dengan

cara membagi berat tepung dengan volume ruang yang ditempati.

Densitas kamba dinyatakan dalam satuan kg/m3 atau g/ml.

e. Kelarutan dalam air (Sathe dan Salunkhe, 1981 dalam Muchtadi

dan Sumartha, 1992)

Sejumlah 0.75 gram sampel dilarutkan dalam 150 ml air,

kemudian disaring menggunakan corong buchner. Sebelumnya kertas

saring dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 100ºC selama 30 menit

dan ditimbang (berat sudah diketahui). Kertas saring dan endapan

yang tertinggal pada kertas saring dikeringkan dalam oven 100ºC

selama 3 jam (sampai mencapai berat yang konstan), didinginkan

dalam desikator, dan ditimbang.

Keterangan:

a = berat kering sampel (gram)

b = berat endapan dan kertas saring (gram)

c = berat kertas saring (gram)

f. Warna, metode Hunter (Hutching, 1999 dalam Djuanda, 2003)

Pengukuran untuk warna tepung dilakukan dengan

menggunakan alat chromameter “Minolta CR-200”. Warna tepung

Kelarutan (%) = %100a

c) - (b - a×

Page 41: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

29

dibaca dengan detektor digital lalu angka hasil pengukuran akan

terbaca pada layar. Pada alat ini yang terukur adalah nilai-nilai L, a, b,

dan hº (hue).

Keterangan:

L = nilai yang menunjukkan kecerahan, berkisar antara 0-100

a = merupakan warna campuran merah-hijau

a positif (+) antara 0-100 untuk warna merah

a negatif (-) antara 0-(-80) untuk warna hijau

b = merupakan warna campuran biru-kuning

b positif (+) antara 0-70 untuk warna kuning

b negatif (-) antara 0-(-80) untuk warna biru

hº (hue) = parameter untuk kisaran warna (Tabel 7)

Tabel 7. Parameter warna berdasarkan nilai hº (hue) Warna Nilai hº (hue)

Red purple 342 – 18 Red 18 – 54 Yellow red 54 – 90 Yellow 90 – 126 Yellow green 126 – 162 Green 162 – 198 Blue green 198 – 234 Blue 234 – 270 Blue purple 270 – 306 Purple 306 – 342

g. Aktivitas air

Pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan

alat aw meter ”Shibaura aw meter WA-360”. Alat dikalibrasi dengan

NaCl jenuh yang memiliki nilai aw 0.7547; 0.7529; dan 0.7509 yang

berturut-turut pada suhu 20, 25 dan 290C dengan cara memasukkan

NaCl jenuh tersebut dalam wadah aw meter. Nilai aw dapat dibaca

setelah ada tulisan “completed” di layar.Bila aw yang terbaca tidak

tepat 0.750 maka bagian switch diputar sampai mencapai tepat 0.750.

Pengukuran aw sampel dilakukan dengan cara yang sama dengan

Page 42: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

30

kalibrasi alat yaitu sampel dimasukkan dalam wadah aw meter. Nilai aw

dan suhu pengukuran akan terbaca setelah ada tulisan “completed” di

layar.

h. Amilograf

Uji amilograf bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi

tepung ubi jalar. Sebanyak 45 gram sampel ditimbang dan dilarutkan

dengan 450 ml air destilata, kemudian dimasukkan ke dalam bowl.

Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara

menurunkan head amilograf. Suhu awal termoregulator diatur pada

suhu 20°C atau 25°C. Switch pengatur diletakkan pada posisi bawah

sehingga jika mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.5°C setiap

menit.

Mesin amilograf dihidupkan. Begitu suspensi mencapai suhu

30°C, pena pencatat diatur pada skala kertas amilogram. Setelah pasta

mencapai suhu 95°C, mesin dimatikan. Parameter analisis amilograf

terdiri dari:

1. Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai naik

2. Suhu pada puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada saat nilai

maksimum viskositas dapat dicapai

3. Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan

dalam Brabender Unit

i. Tekstur (kekerasan dan kerenyahan)

Pengukuran tekstur kue bawang, kue biji ketapang, dan donat

dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer TAXT-2. Alat

dihidupkan lalu sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan

dan diukur teksturnya. Produk akan mendapat tekanan dari alat yang

bergerak. Besar kecilnya tekanan akan masuk ke dalam amplifier yang

ada di dalam recorder dan keluarannya berupa grafik. Kekerasan

dinyatakan sebagai kg gaya dari puncak tertinggi pada saat kurva

mulai menaik yang dinyatakan sebagai titik nol. Kekerasan dinyatakan

dalam satuan gram force (gf)

Page 43: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

31

2. Analisa Sifat Kimia

a. Analisa Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)

Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dimasukkan ke dalam

cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke

dalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh berat yang konstan.

Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :

b. Analisa Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC,

kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5

gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin.

Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai

tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur

listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu

berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan

selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu menggunakan rumus :

c. Analisa Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven

bersuhu 100-110oC, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang.

Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus

dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet),

yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana).

Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang

ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi

lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga

Kadar air (% bb) = (berat awal – berat akhir) x 100 % berat awal

Kadar abu (% bb) = berat abu (gram) x 100 % berat sampel (gram)

Page 44: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

32

beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :

d. Analisa Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl

0.01 N atau 0.02 N) yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke

dalam labu Kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 1.9 gram K2SO4,

40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4.

Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara

perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan

ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dedngan 1-2 ml air. Air

cucian dipindahkan ke labu distilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan

H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil

0.2%dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol)

diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus

terendam di bawah larutan H3BO3. Ditambah larutan NaOH-Na2S2O3

sebanyak 8-10 ml, kemudian didestilasi dalam erlenmeyer. Tabung

kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam

erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50

ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan

warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama.

Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar lemak (% bb) = berat lemak (gram) x 100 % berat sampel (gram)

Kadar N (%) = (ml HCl – ml blanko) x N x 14.007 x 100 mg sampel

Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi (6.25)

Page 45: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

33

e. Kadar Karbohidrat by diffeerence (AOAC, 1995)

Keterangan :

f. Analisis nilai energi (Almatsier, 2001)

Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat

dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai

energi makanan tersebut.

g. Kadar total serat pangan (Asp et al., 1983)

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak lemaknya lalu dimasukkan

ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-fosfat 0.1

M pH 6 dan dibuat menjadi suspensi kemudian aduk. Selanjutnya

ditambahkan 0.1 ml enzim termamil, tutup erlenmeyer dengan

aluminium foil, dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100°C

selama 15 menit sambil sesekali diaduk.

Sampel diangkat dan didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air

destilata dan pH diatur menjadi 1.5 dengan menggunakan HCl 4 M.

Selanjutnya ditambahkan 100 g enzim pepsin, tutup erlenmeyer dan

diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60

menit. Selanjutnya ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur

menjadi 6.8 dengan menggunakan NaOH kemudian ditambahkan 100

mg enzim pankreatin ditambahkan, tutup erlenmeyer dan diinkubasi

dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. Atur

pH menjadi 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan sampel disaring

P = kadar protein (%)

KA = kadar air (%)

A = kadar abu (%)

L = kadar lemak (%)

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (P + KA + A + L)

Energi = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein )

+ (9 kkal/g x kadar lemak)

Page 46: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

34

melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2)

dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada

penyaringan dilakukan pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata.

1. Residu (serat tidak larut)

Cuci dengan 2x 10 ml etanol 95% dan 2x 10 ml aseton.

Keringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan

(semalam). Timbang setelah didinginkan dalam desikator (D1).

Abukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Timbang setelah

didinginkan dalam desikator (I1).

2. Filtrat (serat larut)

Atur volume filtrat menjadi 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol

95% hangat (600C). Biarkan mengendap selama 1 jam. Saring

dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2)

dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui).

Cuci dengan 2x 10 ml etanol 78%, 2x 10 ml etanol 95% dan 2x 10

ml aseton. Keringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat

konstan (semalam). Timbang setelah didinginkan dalam desikator

(D2). Abukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Timbang setelah

didinginkan dalam desikator (I2).

3. Blanko

Blanko untuk serat tidak larut dan serat larut diperoleh

dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1

dan B2).

Perhitungan:

% serat tidak larut (IDF) = (D1-I1- B1) x 100% Berat sampel

% serat larut (SDF) = (D2-I2- B2) x 100% Berat sampel

% total serat (TDF) = (SDF+IDF) (%) Keterangan:

D = Berat setelah pengeringan (g)

I = Berat setelah pengabuan (g)

B = Berat blanko bebas abu (g) = (D-I)blanko

Page 47: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

35

h. Daya cerna pati in vitro (Muchtadi et al., 1992 yang dimodifikasi)

Enzim α-amilase dilarutkan di dalam buffer Na-Fosfat 0.05 M.

Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram 3,5-

dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat dan 1,6 gram NaOH dalam 100

ml aquades. Larutan maltosa standar yang digunakan adalah 0-10 mg

masing-masing dalam 10 ml aquades.

Sampel tanpa lemak dibuat suspensi dalam aquades (1%),

kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu

90°C kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml sampel dalam tabung

ditambahkan 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0.1 M. Lalu

diinkubasikan pada suhu 37°C selama 15 menit. Selanjutnya

ditambahkan larutan enzim amilase dan diinkubasi lagi pada suhu

37°C selama 30 menit.

Sebanyak 1 ml sampel dipipet ke dalam tabung reaksi lain,

ditambah 2 ml pereaksi dinitrosalisilat. Lalu dipanaskan pada suhu

100°C selama 10 menit. Warna merah oranye yang tebentuk diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kadar maltosa

campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva standar maltosa

murni yang diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar

dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas.

Blanko dibuat untuk menghitung kadar maltosa awal (bukan

hasil hidrolisis enzim). Prosedur pembuatan blanko sama seperti

prosedur untuk sampel hanya saja tanpa sampel dan tidak ditambahkan

larutan enzim α-amilase. Sebagai gantinya untuk blanko diganti buffer

Na-fosfat 0.1M pH 7. Daya cerna pati dihitung sebagai berikut:

Keterangan:

a = kadar maltosa sampel

b = kadar maltosa blanko sampel

c = kadar maltosa pati murni

d = kadar maltosa blanko pati murni

Daya cerna pati (%) = a - b 100%c - d

×

Page 48: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

36

i. Kadar amilosa (Metode IRRI, 1964 yang dimodifikasi)

Pembuatan kurva standar

Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg, dimasukkan ke

dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan dengan 1ml etanol dan 9 ml

NaOH 1 N. Larutan standar didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan

sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet

masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam

labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut

ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0.2; 0.4; 0.6;

0.8 dan 1 ml, lalu ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Setelah itu,

larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dikocok, lalu

didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang

terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

Penetapan sampel

Sejumlah 100 mg sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100

ml, dan ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1 N. Setelah itu,

larutan sampel didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda

tera dengan akuades. Pipet 5 ml larutan tersebut, lalu dimasukkan ke

dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2

ml larutan iod. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan

akuades, dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit, dan diukur

intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 620 nm. Kadar amilosa dapat dihitung dengan rumus:

3. Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah berupa pengujian

kesukaan inderawi terhadap produk olahan panggang. Pengujian meliputi

uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan produk dan uji ranking

untuk mengetahui formulasi yang paling disukai. Skor penilaian yang

digunakan dalam uji hedonik ada 7 tingkat, yaitu 7 = sangat suka, 6 =

Kadar amilosa (%) (g) sampelberat

0,2slope

absorban×=

Page 49: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

37

suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, 1 =

sangat tidak suka. Pada uji ranking, ranking 1 menunjukkan produk yang

paling disukai. Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih.

Produk yang diujikan adalah produk olahan goreng (kue biji

ketapang, donat, dan kue bawang). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan

terhadap tingkat kesukaan panelis maka dilakukan analisis sidik ragam

terhadap data hasil uji organoleptik. Hasil uji hedonik akan dianalisis

dengan analisis sidik ragam (ANOVA), dan dilanjutkan dengan uji

Duncan, sedangkan hasil uji rangking akan dianalisis dengan uji

Friedman.

4. Analisis Indeks Glikemik (Miller et al., 1996 yang dikutip Rimbawan

dan Siagian, 2004)

Setiap porsi sampel yang akan ditentukan IG-nya (mengandung 50

g karbohidrat) diberikan kepada panelis yang telah menjalani puasa penuh

(kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagi

besoknya). Panelis yang digunakan ialah individu sehat, tidak menderita

diabetes, dan memiliki IMT dengan kisaran normal (18-25).

Panelis yang digunakan berjumlah 16 orang (8 pria dan 8 wanita).

Selanjutnya panelis dibagi menjadi dua grup masing-masing 8 orang (4

pria dan 4 wanita) untuk menguji kedua sampel yang berbeda sehingga

masing-masing grup mempunyai standar glukosa sendiri. Selama dua jam

pasca-pemberian, sampel darah sebanyak 50 μL (finger-prick cappillary

blood samples method) diambil setiap 30 menit selama 2 jam untuk diukur

kadar glukosanya (pengukuran menit ke-0, ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-

120). Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan

50 g glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada panelis.

Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar

pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu (X) dan sumbu kadar gula darah (Y).

Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah

kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan (glukosa

murni).

Page 50: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. TEPUNG UBI JALAR

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar klon

unggul BB00105.10 yang diperoleh dari Kebun Percobaan Muara, Bogor.

Tanaman ubi jalar dan umbi ubi jalar klon unggul BB00105.10 dapat dilihat

pada Gambar 7. Ubi jalar memiliki karakteristik yaitu kulit berwarna merah

berbintik, daging berwarna jingga tua, berbentuk lonjong, dan memiliki berat

± 350 gram. Pemanenan ubi jalar dilakukan setelah ubi berumur lebih dari tiga

bulan dan siap panen.

(a) (b)

Gambar 7. (a) Tanaman Ubi Jalar; (b) Umbi Ubi Jalar Klon BB00105.10

Tanaman ubi jalar yang telah panen dibuat tepung. Proses pembuatan

tepung diawali dengan pembersihan. Proses pembersihan merupakan unit

operasi di mana bagian yang dapat mengkontaminasi dibuang atau dipisahkan

sehingga bahan pangan dapat diolah lebih lanjut. Proses pembersihan

sebaiknya dilakukan di awal proses (Fellows, 2000). Proses pembersihan

meliputi pengupasan dan pencucian ubi jalar. Ubi yang telah dikupas,

langsung direndam dalam air agar tidak terjadi pencoklatan (browning).

Pencoklatan yang terjadi merupakan pencoklatan enzimatis karena adanya

enzim fenolase dari getah umbi yang banyak terdapat pada kulit yang

menyebabkan pencoklatan pada umbi jika ada luka (William et al., 1982).

Ubi yang telah dibersihkan, selanjutnya disawut (diiris tipis-tipis)

dengan slicer dan direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0.3% selama

Page 51: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

39

satu jam. Tujuan perendaman adalah menghambat reaksi browning enzimatis,

sehingga warna sawut dan tepung tetap cerah dan sesuai dengan warna bahan

baku. Sebelum dikeringkan dengan oven, sawut yang sudah direndam harus

ditiriskan dengan mesin peniris. Penirisan bertujuan untuk mengurangi kadar

air sehingga pengeringan dengan oven berlangsung lebih cepat. Selain itu,

penirisan juga dapat mengurangi kadar senyawa fenol (Suismono, 2001).

Pengeringan sawut menggunakan oven, suhu 60-70˚C selama + 8 jam

hingga kadar air mencapai 12 - 14%. Sawut yang telah dikeringkan dengan

oven dapat dilihat pada Gambar 8 (a). Sebelum digiling menjadi tepung, sawut

kering dikemas dalam kantong plastik dan dikelim (seal) agar sawut kering

tidak menyerap air dari udara sekitar. Penepungan dilakukan dengan

menggunakan disc mill. Tepung ubi jalar klon BB00105.10 dapat dilihat pada

Gambar 8 (b).

Mutu sawut kering, dan tepung dipengaruhi oleh beberapa hal, antara

lain kadar air, dan keberadaaan senyawa phenol pada sawut kering dan tepung.

Untuk menyeragamkan dan mempertahankan mutu tepung, tepung yang sudah

dihasilkan, selanjutnya diayak dengan ayakan berukuran 80 mesh, dan

disimpan dalam kantong plastik, dan dikelim (seal). Peralatan yang digunakan

dalam pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b)

Gambar 8. (a) Sawut Kering; (b) Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10

Page 52: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

40

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 9. Peralatan dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar: (a) Mesin Penyawut; (b) Mesin Peniris; (c) Oven Pengering; (d) Mesin Penepung

B. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA BAHAN BAKU Karakteristik Fisik Bahan Baku

Analisis sifat fisik yang dilakukan pada tepung ubi jalar adalah berat

dapat dimakan, rendemen, densitas kamba, densitas padat, kelarutan dalam air,

warna, aw, dan amilograf tepung yang dihasilkan. Hasil analisis sifat fisik

tepung ubi jalar klon BB00105.10 dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 1.

Page 53: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

41

Tabel 8. Analisis Fisik Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 No Jenis analisis Rataan 1 Rendemen tepung (%) 28.46 2 Berat yang dapat dimakan (BDD) (%) 83.74 3 Densitas kamba (g/ml) 0.482 4 Densitas padat (g/ml) 0.647 5 Kelarutan dalam air (%) 19.71

6

Warna : L 63.50 a + 5.50 b + 7.40 ho 53.5

7 Aw 0.350 Suhu (oC) 29.6

8

Suhu awal gelatinisasi (oC) 75.3 Waktu awal gelatinisasi (menit) 30.2 Suhu puncak gelatinisasi (oC) 93.6 Waktu puncak gelatinisasi (menit) 42.4 Viskositas (BU) 535

a. Berat yang dapat dimakan (BDD)

Data berat yang dapat dimakan diperoleh dengan membandingkan

berat umbi ubi jalar segar tanpa kulit terhadap berat umbi segar dengan

kulit yang dinyatakan dalam persen. Berdasarkan hasil analisis, BDD ubi

jalar adalah 83.74%. BDD ubi jalar klon BB00105.10 lebih kecil daripada

BDD ubi jalar menurut Suismono (2001) yaitu 89.96%. Hal ini

kemungkinan terjadi karena BDD ubi jalar yang dilakukan dalam

penelitian ini tidak hanya memperhitungkan jumlah kulit yang terbuang

saat pengupasan, tapi juga memperhitungkan jumlah daging umbi yang

terbuang karena adanya hama (ulat). Ketebalan pengupasan kulit umbi

dapat mempengaruhi nilai BDD.

b. Rendemen

Rendemen tepung ubi jalar dihitung berdasarkan perbandingan

antara bobot tepung dengan bobot ubi jalar tanpa kulit kemudian dikalikan

dengan 100%. Rendemen dapat digunakan sebagai indikasi keefektifan

suatu proses maupun bahan baku yang digunakan. Jika rendemen yang

dihasilkan besar, maka proses pembuatan produk tersebut semakin efisien.

Rendemen tepung ubi jalar klon BB00105.10 adalah 28.46%. Rendemen

Page 54: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

42

tepung ubi jalar dalam penelitian ini lebih besar daripada rendemen tepung

ubi jalar menurut Suismono (2001) yaitu 22.55%. Perbedaan nilai

rendemen dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya alat yang

digunakan, sifat bahan penyusun produk tersebut, adanya sawut basah

yang tertinggal di mesin penyawut pada tahap penyawutan, adanya sawut

basah yang tertinggal di mesin peniris pada penirisan, adanya sawut kering

yang tercecer pada saat pengangkatan dari oven pengering, dan banyaknya

tepung yang tertinggal di disc mill pada tahap penepungan.

c. Densitas kamba dan densitas padat

Densitas kamba dan densitas padat merupakan sifat bahan pangan

khusus biji-bijian dan tepung-tepungan, yang penting terutama dalam hal

pengemasan dan penyimpanan. Densitas kamba adalah massa partikel

yang menempati suatu unit volume tertentu tanpa dipadatkan, sedangkan

densitas padat adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume

tertentu dengan dipadatkan. Menurut Ainah (2004), densitas kamba dan

densitas padat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Ukuran bahan

dari partikel menunjukkan porositas bahan yaitu jumlah rongga diantara

partikel-partikel bahan.

Pengetahuan tentang densitas kamba dan densitas padat diperlukan

dalam hal kebutuhan ruang, baik pada saat penyimpanan maupun

pengangkutan. Bahan dengan densitas kamba dan densitas padat yang

kecil akan membutuhkan tempat yang lebih luas dibandingkan dengan

bahan dengan densitas kamba dan densitas padat yang besar untuk berat

yang sama. Suatu bahan dinyatakan kamba apabila mempunyai densitas

kamba bernilai kecil yang berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan

volume (ruang) yang besar. Tepung ubi jalar klon BB00105.10 memiliki

densitas kamba sebesar 0.482 g/ml, dan densitas padat sebesar 0.647 g/ml.

Densitas kamba tepung ubi jalar klon BB00105.10 dengan tepung terigu

tidak jauh berbeda. Menurut Anwar et al. (1993), densitas kamba tepung

terigu adalah 0.48 g/ml, sedangkan menurut Ainah (2004), densitas kamba

terigu Cakra Kembar adalah 0,504 g/ml. Densitas kamba tepung ubi jalar

lebih rendah dibandingkan tepung terigu sehingga tepung ubi jalar

Page 55: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

43

membutuhkan ruang lebih besar dibandingkan tepung terigu. Nilai

densitas kamba tepung ubi jalar klon BB00105.10 lebih besar bila

dibandingkan dengan tepung ubi jalar merah varietas Toquicita (0.38 g/ml)

(Anwar et al., 1993).

d. Kelarutan dalam air

Kelarutan dalam air menunjukkan jumlah partikel tepung yang

dapat larut dalam air. Kelarutan dalam air tepung ubi jalar klon

BB00105.10 sebesar 19,71%, lebih rendah dibandingkan tepung ubi jalar

merah varietas Toquicita (30.02%), dan tepung terigu (30.84%) (Anwar et

al., 1993). Rendahnya nilai kelarutan dalam air tepung ubi jalar klon

BB00105.10 dapat disebabkan oleh rendahnya kandungan komponen-

komponen yang bersifat larut air seperti gula, protein dan komponen

lainnya, serta tingginya kandungan komponen yang tidak larut air seperti

serat pangan tidak larut. Kadar serat pangan tidak larut tepung ubi jalar

klon BB00105.10 yaitu 38.56% (bk), sedangkan kadar gulanya sebesar

1.1% (bk) (Astawan dan Widowati, 2006).

e. Warna

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui warna produk secara

obyektif, karena pengujian warna secara subyektif akan menghasilkan data

yang sangat beragam. Warna merupakan unsur yang mempengaruhi

penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengujian kualitas warna

dengan menggunakan alat Minolta Chromameter CR-200 dengan metode

hunter. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai L, a, b, dan ho.

Berdasarkan hasil analisis, nilai L tepung ubi jalar klon

BB00105.10 yaitu 63.50. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan, dimana

0 menunjukkan warna hitam, dan 100 menunjukkan bahwa warna putih.

Berdasarkan nilai L, tepung ubi jalar klon BB00105.10 cenderung cerah.

Nilai a tepung ubi jalar klon BB00105.10 adalah + 5.50 (warna merah).

Nilai b tepung ubi jalar dalam penelitian ini adalah + 7.40 (warna kuning).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tepung ubi jalar klon

BB00105.10 memiliki sifat berwarna merah dan kuning. Tepung ubi jalar

Page 56: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

44

memiliki kisaran ho sebesar 51.3o sampai 55.6o (Lampiran 1), tergolong

yellow red (merah kuning) dan red (merah). Kisaran ho untuk warna

yellow red adalah 54 - 90, dan red adalah 51.3 – 55.6. Warna merah

kuning ini disebabkan oleh kandungan pigmen karotenoid pada tepung ubi

jalar. Beta-karoten merupakan pigmen utama ubi jalar berwarna jingga.

Kandungan beta-karoten tepung ubi jalar kuning dengan pengeringan oven

sebesar 11.32 ppm (Ningrum, 1999).

f. Aktivitas air

Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan

oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Aktivitas air (aw) sangat penting

dalam menentukan umur simpan bahan pangan terutama tepung-tepungan.

Aktivitas air dapat digunakan untuk menjelaskan air yang tidak terikat atau

bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan

kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan apabila terikat kuat

dengan komponen bukan air akan lebih sukar digunakan, baik untuk

aktivitas mikrobiologis, maupun aktivitas kimia hidrolitik (Syarief dan

Halid, 1993). Menurut Troller dan Christian (1978), reaksi-reaksi dalam

bahan pangan yang dipengaruhi oleh aw antara lain reaksi pencoklatan,

baik enzimatis maupun non enzimatis, oksidasi lipid, perubahan warna,

dan kualitas nutrisi, serta pertumbuhan mikoba.

Berdasarkan hasil analisis, aktivitas air (aw) tepung ubi jalar klon

BB00105.10 sebesar 0.350 pada suhu 29.6oC (Tabel 8). Nilai aw yang

rendah menunjukkan bahwa air pada tepung ubi jalar termasuk dalam

daerah monolayer. Air pada lapisan monolayer sangat stabil, dan

merupakan bagian dari padatan (Troller dan Christian, 1978). Hal ini

menunjukkan bahwa pada tepung ubi jalar, aktivitas mikroba, reaksi

pencoklatan enzimatis, dan non-enzimatis dapat dikurangi. Namun, tepung

ubi jalar rentan akan terjadinya penyerapan air dari lingkungan (adsorpsi).

g. Amilograf

Pengukuran sifat amilograf tepung ubi jalar menggunakan alat

brabender amylograf, dan didapatkan data suhu dan waktu awal

Page 57: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

45

gelatinisasi, suhu dan waktu puncak gelatinisasi, serta viskositas. Suhu

awal gelatinisasi adalah suhu pada saat kurva mulai naik. Suhu awal

gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang

dibutuhkan pada saat kurva mulai naik dikalikan dengan kenaikan suhu

(1.50C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan

pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran

adalah 300C.

Jika suspensi tepung dengan air tersebut terus dipanaskan setelah

suhu awal gelatinisasinya telah tercapai, viskositas suspensi akan

meningkat. Peningkatan viskositas terjadi karena granula pati

mengembang akibat menyerap air. Fenomena ini disebut pasting.

Pemanasan terus dilanjutkan sampai suhu 95oC, dimana pada suatu titik

akan terjadi penurunan viskositas secara drastis yang disebabkan oleh

lepasnya molekul amilosa dari granula pati. Fenomena ini disebut shear

thinning (Hoseney, 1998). Suhu puncak gelatinisasi adalah suhu dimana

viskositas maksimum dicapai. Suhu puncak gelatinisasi ditentukan

berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan pada saat

kenaikan kurva mencapai maksimum dikalikan dengan kenaikan suhu

(1.50C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan

pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran

adalah 300C. Viskositas tepung ubi jalar ditentukan dengan satuan

brabender unit (B.U) pada saat suhu puncak gelatinisasi tercapai.

Viskositas berhubungan langsung dengan suhu gelatinisasi. Semakin

tinggi suhu gelatinisasi maka semakin lambat granula pati mengembang

dan semakin lambat pula waktu viskositas tercapai.

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 8 dan Lampiran 1), waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai suhu awal gelatinisasi adalah 30.2 menit.

Suhu awal gelatinisasi tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu 75.3oC.

Suhu puncak gelatinisasi tepung ubi jalar klon BB00105.10 adalah 93.6ºC.

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak gelatinisasi adalah 42.4

menit. Viskositas tepung ubi jalar klon BB00105.10 adalah 535 BU. Hasil

analisis amilograf dapat dilihat pada Lampiran 2.

Page 58: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

46

Hasil analisis amilograf tepung ubi jalar klon BB00105.10 tidak

jauh berbeda dengan analisis amilograf menurut Suismono (2001),

Perbandingan hasil analisis amilograf tepung ubi jalar klon BB0105.10

dan tepung ubi jalar menurut Suismono (2001) dapat dilihat pada Tabel 9.

Viskositas tepung ubi jalar dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan

viskositas tepung ubi jalar menurut Suismono (2001). Hal ini mungkin

terjadi karena kadar amilosa tepung ubi jalar klon BB00105.10 lebih

tinggi. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka viskositas pada saat

terjadi gelatinisasi akan lebih tinggi. Kadar amilosa tepung ubi jalar klon

BB00105.10 adalah 24.94% (Astawan dan Widowati, 2006).

Suhu awal gelatinisasi tepung ubi jalar klon BB00105.10 sedikit

lebih tinggi dibandingkan suhu awal gelatinisasi tepung ubi jalar menurut

Suismono (2001). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lebih tingginya

kadar gula pada tepung ubi jalar klon BB00105.10. Tingginya kadar gula

diduga dapat menyebabkan meningkatnya suhu gelatinisasi pati (Anwar et

al., 1993). Keberadaan gula dapat menghalangi pengembangan pati di

dalam air dan memperlambat proses gelatinisasi pati karena gula

berkompetisi dengan pati dalam menyerap air sehingga pati kekurangan air

untuk tergelatinisasi.

Tabel 9. Suhu, Waktu, dan Viskositas Gelatinisasi Tepung Ubi Jalar

Analisis Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 Suismono (2001)

Suhu awal gelatinisasi (oC) 75.3 75.0 Waktu awal gelatinisasi (menit) 30.2 30 Suhu puncak gelatinisasi (oC) 93.6 64.5 Waktu puncak gelatinisasi (menit) 42.4 43.0 Viskositas (BU) 535 490

Karakteristik Kimia Bahan Baku

Analisis sifat kimia yang dilakukan pada tepung ubi jalar klon

BB00105.10 yaitu analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat (by

difference) (Tabel 10 dan Lampiran 1).

Page 59: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

47

Tabel 10. Komposisi Kimia Tepung Ubi jalar Klon BB00105.10 Komposisi kimia Kandungan (% bb) Kandungan (% bk)

Air 5.63 - Abu 1.86 1,97 Protein 1.86 1,97 Lemak 0.96 1,02 Karbohidrat 89.80 95,16

a. Kadar Air

Kadar air berkaitan dengan daya tahan produk (Winarno, 1997).

Bahan pangan yang kandungan airnya rendah memiliki umur simpan yang

lebih lama dibandingkan bahan pangan dengan kadar air yang tinggi. Agar

kadar air tepung ubi jalar tidak meningkat, sawut kering dan tepung ubi

jalar disimpan dan dikelim (seal) dalam kantong plastik yang

permeabilitas terhadap udara rendah. Kadar air mempengaruhi mutu

tepung, baik secara kimia maupun mikrobiologi (deMan, 1997).

Berdasarkan hasil analisis, kadar air tepung ubi jalar klon unggul

BB00105.10 yaitu sebesar 5.63% (bb). Kadar air tepung ubi jalar ini lebih

rendah dibandingkan kriteria kadar air yang ditetapkan dalam SNI 01-

3751-1995 untuk tepung terigu, yaitu maksimum 14% (bb) (Indrasti,

2004).

b. Kadar Abu

Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal

setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Mineral terdiri dari kalsium,

natrium, klor, fosfor, belerang, magnesium, dan komponen lain dalam

jumlah kecil (Ainah, 2004). Kadar abu juga dapat diartikan sebagai

komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran

dan pemijaran senyawa organik (Soebito, 1988). Berdasarkan hasil analisis

(Tabel 10), kadar abu tepung ubi jalar klon unggul BB00105.10 adalah

1.86% (bb). Nilai kadar abu tepung ubi jalar klon BB00105.10 melebihi

kriteria kadar abu SNI untuk tepung-tepungan yaitu 0,6-1,5%. Hal ini

menunjukkan bahwa mineral yang terdapat dalam tepung ubi jalar klon

BB00105.10 cukup tinggi. Mineral-mineral yang terdapat dalam tepung

Page 60: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

48

ubi jalar per 100 g bahan adalah kalsium (152 mg), fosfor (150 mg) dan

zat besi (2,4 mg) (Woolfe, 1999).

c. Protein

Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh

manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pembangun, dan

pengatur dalam tubuh (Winarno, 1997). Berdasarkan hasil analisis, kadar

protein tepung ubi jalar klon BB00105.10 adalah 1.86% (bb), atau 1.97%

(bk). Kadar protein tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan kadar

protein tepung terigu. Tepung terigu sedang memiliki kadar protein

sebesar 11% (bb), sedangkan tepung terigu keras memiliki kadar protein

sebesar 13.5% (bb). Kandungan jenis protein yang terdapat pada tepung

ubi jalar berbeda dengan jenis protein yang terdapat pada tepung terigu.

Jenis protein pada terigu didominasi oleh gliadin dan glutenin yang

memungkinkan terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten.

Tepung ubi jalar tidak memiliki jenis protein ini. Gluten sangat dibutuhkan

terutama untuk membuat produk pangan yang membutuhkan

pengembangan seperti donat. Oleh karena itu, penggantian terigu dengan

tepung ubi jalar sebagai bahan baku suatu produk pangan memiliki

keterbatasan.

d. Lemak

Lemak merupakan salah satu komponen utama dalam bahan

pangan yang dapat menghasilkan energi selain karbohidrat dan protein,

yaitu sebesar 9 kkal per gram. Kadar lemak tepung ubi jalar berhubungan

erat dengan ketahanan produk yang dihasilkan terhadap ketengikan karena

oksidasi lemak. Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak tepung ubi jalar

klon BB00105.10 adalah 0.96% (bb) atau 1.02% (bk). Kadar lemak tepung

ubi jalar klon BB00105.10 lebih rendah dari kadar lemak tepung gandum

yaitu sekitar 1-2% (bb) (Ainah, 2004), tetapi lebih tinggi dibandingkan

kadar lemak tepung ubi jalar merah menurut Anwar et al., (1993) yaitu

0.76 % (bk).

Page 61: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

49

e. Karbohidrat

Kadar karbohidrat tepung ubi jalar dihitung berdasarkan metode by

difference. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, kadar karbohidrat

tepung ubi jalar klon BB00105.10 adalah 89.8% (bb) atau 95.16% (bk).

Kadar karbohidrat tepung ubi jalar klon BB00105.10 lebih tinggi

dibandingkan kadar karbohidrat tepung ubi jalar merah menurut Anwar et

al., (1993) yaitu 65.03% (bk), dan kadar karbohidrat terigu yaitu 77.3%

(bb). Kadar karbohidrat yang cukup tinggi pada tepung ubi jalar

menjadikan tepung ubi jalar berpotensi sebagai sumber karbohidrat.

Karbohidrat dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula

sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa, dan pati. Rasa manis pada tepung

ubi jalar terutama disebabkan oleh tingginya kandungan karbohidrat yang

terdapat dalam bentuk gula-gula sederhana.

C. PRODUK OLAHAN GORENG UBI JALAR

Produk yang dibuat dalam penelitian ini adalah kue bawang, donat,

dan kue biji ketapang. Ketiga produk tersebut merupakan produk yang diolah

dengan cara digoreng. Formulasi produk dilakukan secara trial and error.

Pada ketiga jenis produk, semakin tinggi tepung ubi jalar yang digunakan,

penambahan air dalam adonan semakin banyak. Hal ini terjadi karena kadar

air tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan kadar air tepung terigu

sehingga air yang dibutuhkan untuk membentuk adonan yang kompak pada

pembuatan produk olahan ubi jalar akan lebih banyak. Kadar air tepung ubi

jalar klon BB00105.10 adalah 5.63% (Tabel 10), sedangkan kadar air tepung

terigu yang ditetapkan dalam SNI 01-3751-1995, yaitu maksimum 14%

(Indrasti, 2004).

Bahan yang diberi perlakuan dalam formulasi kue biji ketapang adalah

tepung dan gula. Tepung ubi jalar yang digunakan dalam formulasi kue biji

ketapang sebesar 50%, 60%, dan 70% dari total tepung. Penggunaan tepung

ubi jalar yang melebihi 70% menyebabkan adonan kurang dapat menyatu

sehingga produk akan hancur saat digoreng. Tepung terigu yang digunakan

dalam pembuatan kue biji ketapang adalah tepung terigu sedang, yaitu terigu

Page 62: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

50

‘Segitiga Biru’. Penggunaan tepung terigu jenis sedang akan menghasilkan

produk dengan tekstur yang keras dan penampakan kasar (Matz, 1982). Jika

digunakan tepung terigu jenis lunak yang memiliki kadar protein rendah (8-

10%), tekstur produk menjadi kurang keras. Gula yang ditambahkan dalam

formulasi kue biji ketapang sebesar 30% dan 40% dari total tepung.

Penggunaan gula di bawah 30% menyebabkan kue biji ketapang menjadi

kurang manis.

Bahan yang diberi perlakuan dalam formulasi donat adalah tepung dan

gula. Tepung ubi jalar yang digunakan dalam formulasi donat adalah 20%,

30%, dan 40% dari total tepung. Tepung terigu yang digunakan dalam

pembuatan donat adalah tepung terigu ‘Cakra Kembar’ karena terigu ‘Cakra

Kembar’ merupakan jenis terigu keras yang memiliki kadar protein yang

tinggi yaitu sebesar 13.5%. Kadar protein pada terigu keras didominasi oleh

gluten yang dibutuhkan dalam pengembangan adonan. Tepung terigu keras

biasa digunakan untuk produk yang membutuhkan pengembangan tinggi. Gula

yang ditambahkan dalam formulasi donat adalah sebesar 8%, dan 16% dari

total tepung. Konsentrasi gula minimal sebesar 8% karena jika konsentrasi

gula terlalu rendah, ragi tidak akan bekerja secara maksimal yang dapat

menyebabkan adonan menjadi kurang mengembang.

Tepung ubi jalar yang digunakan dalam formulasi kue bawang adalah

30%, 40%, dan 50% dari total tepung. Penggunaan tepung ubi jalar yang lebih

tinggi dari 50% menyebabkan adonan menjadi sangat rapuh sehingga sulit

dibentuk lembaran tipis, dan sulit dicetak, serta tidak memungkinkan untuk

digoreng. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan kue bawang adalah

tepung terigu ‘Segitiga Biru’. Margarin yang ditambahkan dalam formulasi

kue bawang adalah sebesar 0%, dan 10% dari total tepung. Margarin

digunakan sebagai bahan baku kue bawang untuk meningkatkan kerenyahan.

Selain itu, margarin juga digunakan untuk menurunkan nilai indeks glikemik.

Namun, penggunaan margarin yang tinggi dapat menyebabkan adonan

menjadi rapuh sehingga sulit dibentuk lembaran.

Optimasi suhu dan waktu penggorengan dilakukan pada tahap trial and

error. Suhu optimum penggorengan kue biji ketapang adalah sekitar 140oC

Page 63: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

51

selama 4 menit. Jika suhu penggorengan lebih besar daripada suhu optimum,

kue biji ketapang yang dihasilkan memiliki tekstur yang keras di luar, namun

tidak matang di dalam. Jika suhu penggorengan lebih kecil daripada suhu

optimum, waktu penggorengan yang dibutuhkan akan lebih lama dan kue biji

ketapang yang dihasilkan memiliki tekstur yang sangat keras.

Suhu optimum minyak penggorengan dalam pembuatan donat adalah

sekitar 136oC selama 4 menit. Suhu dalam produk donat tersebut saat digoreng

adalah sekitar 68oC. Suhu optimum penggorengan kue bawang adalah sekitar

160oC selama 1 menit. Jika suhu penggorengan terlalu rendah, warna kue

bawang yang dihasilkan akan lebih gelap, dan tidak secerah jika dengan

penggorengan 160oC. Jika suhu penggorengan terlalu tinggi, bagian luar

produk akan matang lebih cepat, namun bagian dalam produk menjadi kurang

matang, dan produk yang digoreng menjadi cepat gosong.

D. UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN GORENG

Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indra manusia

sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini

bertujuan untuk mendapatkan satu formula terbaik yaitu formula yang paling

disukai panelis dari enam formula yang diuji. Formula produk dapat dilihat

pada Tabel 11. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji

hedonik dan uji ranking dimana kedua uji tersebut termasuk ke dalam kategori

uji afektif atau uji kesukaan. Tingkat kesukaan panelis terhadap produk

dilakukan secara overall.

Jumlah panelis uji afektif pada penelitian ini berjumlah 30 orang

panelis semi terlatih. Menurut Resurreccion (1998), minimal diperlukan 25

orang panelis untuk uji afektif di laboratorium yang berfungsi untuk

meminimalisasi standar deviasi.

Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini

panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang tingkat

kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala

hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak

Page 64: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

52

suka, dan sangat tidak suka (Rahayu, 1998). Pada penelitian ini, digunakan uji

hedonik dengan 7 tingkat, dimana 7 = sangat suka dan 1 = sangat tidak suka.

Uji ranking merupakan cara yang paling sederhana untuk

membandingkan beberapa formula. Metode ini mengurutkan formula dengan

skala intensitas dari atribut yang dipilih dan memberikan penanda berupa

angka terhadap perbedaan diantara formula dan tingkat perbedaannya. Uji

ranking membutuhkan waktu yang lebih sedikit dibandingkan metode lain dan

sangat berguna jika formula yang diranking akan dianalisis lebih lanjut

(Meilgard et al., 1999). Pada uji ranking, panelis harus mengurutkan formula

berdasarkan tingkat kesukaannnya secara keseluruhan. Pada penelitian ini,

nilai ranking berkisar antara 1-6, karena formula yang disajikan berjumlah 6.

Ranking 1 adalah formula yang paling disukai dan ranking 6 adalah formula

yang tidak disukai.

Tabel 11. Formula Produk pada Uji Organoleptik

Produk VariabelJumlah Bahan (Per 100 g Total Tepung) F1 F2 F3 F4 F5 F6

Kue Biji Ketapang

T 50 50 60 60 70 70 G 30 40 30 40 30 40

Donat T 20 20 30 30 40 40 G 8 16 8 16 8 16

Kue Bawang T 30 30 40 40 50 50 M 0 10 0 10 0 10

Keterangan: F1 = formula 1; F2 = formula 6; F3 = formula 3; F4 = Formula 4; F5 = Formula 5; F6 = Formula 6; T = tepung ubi jalar; G = gula; M = margarin

Hasil uji organoleptik dianalisis secara statistik. Pengujian statistik uji

hedonik menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan.

Pengujian statistik uji ranking menggunakan uji Friedman. Hasil uji

organoleptik dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 4 sampai Lampiran 12.

Komposisi bahan dari formula terpilih produk hasil uji organoleptik dapat

dilihat pada Tabel 13.

Page 65: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

53

Tabel 12. Hasil Uji Organoleptik Produk Olahan Goreng

Formula Kue Biji Ketapang Donat Kue Bawang

Rating Ranking Rating Ranking Rating Ranking

1 4.17a 4.076 3.83ab 4.475 4.97b 3.203

2 4.53a 3.332 5.43d 1.831 5.17b 3.172

3 4.27a 3.534 4.07bc 3.674 4.90b 3.234

4 4.13a 3.635 5.00d 2.732 5.23b 2.931

5 4.27a 3.333 3.47a 5.006 4.03a 4.606

6 4.27a 3.101 4.43c 3.303 4.87b 3.875

Keterangan: Hedonik : nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan nilai tidak

berbeda nyata (uji Duncan α = 5%) Ranking : nilai berdasarkan urutan kesukaan 1 = yang paling disukai; 6 = yang paling tidak disukai

Tabel 13. Formula Terpilih Produk Hasil Uji Organoleptik

Bahan (%) Formula Terpilih

Kue Biji Ketapang Donat Kue Bawang

Terigu 30 70 50

Tepung ubi jalar 70 30 50

Gula 30 16 -

Kelapa parut 16 - -

Telur 42.4 - -

Margarin - 20 10

Kuning telur - 5.2 -

Ragi - 2.4 -

Baking powder - 0.64 -

Bahan pelembut - 1.28 -

Garam - - 2

Bawang merah - - 27

Daun seledri - - 3

Berdasarkan uji hedonik, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap kue

biji ketapang ubi jalar berkisar antara 4.13-4.53 (Tabel 12) atau netral. Hasil

analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa formula tidak

Page 66: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

54

berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis pada selang kepercayaan 95%.

Perubahan komposisi tepung ubi jalar dari 50% sampai 70% dan gula dari 30

hingga 40% pada kue biji ketapang tidak berpengaruh nyata terhadap

kesukaan panelis. Hasil uji ranking kue biji ketapang (Lampiran 8)

menunjukkan formula yang paling disukai adalah formula 6, sedangkan yang

paling tidak disukai oleh panelis adalah formula 1. Urutan kesukaan masing-

masing formula dapat dilihat pada Tabel 12.

Berdasarkan uji rating dan ranking, formula kue biji ketapang yang

dipilih untuk analisis selanjutnya adalah formula 5 (tepung ubi jalar 70%, dan

gula 30%). Formula ini dipilih karena memiliki persentase tepung ubi jalar

paling tinggi, dan persentase gula paling rendah. Persentase gula dipilih yang

memiliki persentase rendah karena mempertimbangkan pengaruh gula

terhadap kenaikan indeks glikemik produk. Formula terpilih kue biji ketapang

dapat dilihat pada Gambar 10 (a).

(a) (b) (c)

Gambar 10. Formula Terpilih Hasil Uji Organoleptik :

(a) Kue Biji Ketapang; (b) Donat; (c) Kue Bawang

Berdasarkan hasil uji hedonik, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap

donat ubi jalar berkisar antara 3.47 (agak tidak suka) sampai 5.43 (agak suka).

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 9), formula donat ubi jalar

berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan uji lanjut

Duncan (Lampiran 9) dapat disimpulkan bahwa persentase penggunaan

tepung ubi jalar dan gula terhadap donat berpengaruh terhadap kesukaan

panelis.

Page 67: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

55

Hasil uji ranking donat (Lampiran 10) menunjukkan formula yang

paling disukai adalah formula 2, sedangkan yang paling tidak disukai oleh

panelis adalah formula 5. Walaupun formula 2 paling disukai, namun

berdasarkan uji rating, formula 2 tidak berbeda nyata dengan formula 4.

Berdasarkan pertimbangan substitusi tepung ubi jalar yang semaksimal

mungkin, penggunaan gula yang rendah, dan kesukaan panelis, maka formula

terpilih donat ubi jalar adalah formula 4 (tepung ubi jalar 30%, dan gula 16%).

Formula terpilih donat dapat dilihat pada Gambar 10 (b).

Berdasarkan hasil uji hedonik, skor rata-rata kesukaan panelis terhadap

kue bawang ubi jalar berkisar antara 4.03 (netral) sampai 5.23 (agak suka).

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11), formula berpengaruh nyata

pada taraf kepercayaan 95%. Pada uji Duncan (Lampiran 11), dapat dilihat

bahwa formula 5 berbeda nyata dengan formula 1, 2, 3, 4, dan 6. Formula 1, 2,

3, 4, dan 6 tidak berbeda nyata satu sama lain dan berada pada subset 2.

Hasil uji ranking kue bawang (Lampiran 12) menunjukkan formula

yang paling disukai adalah formula 4, sedangkan yang paling tidak disukai

oleh panelis adalah formula 5. Berdasarkan pertimbangan tingkat kesukaan

panelis, substitusi tepung ubi jalar yang semaksimal mungkin, dan

penggunaan margarin untuk menurunkan indeks glikemik, maka formula

terpilih kue bawang ubi jalar adalah formula 6 (tepung ubi jalar 50% dan

margarin 10%). Formula terpilih kue bawang dapat dilihat pada Gambar 10

(c). Pemilihan formula 6 yang menggunakan margarin, karena

mempertimbangkan pengaruh lemak pada margarin dalam menurunkan nilai

indeks glikemik kue bawang.

E. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA PRODUK OLAHAN GORENG

Karakteristik Fisik Produk Olahan Goreng

Analisis sifat fisik yang dilakukan pada produk olahan goreng tepung

ubi jalar klon BB00105.10 yaitu rendemen, dan tekstur. Analisis dilakukan

terhadap produk dengan formula terpilih hasil uji organoleptik.

Page 68: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

56

a. Rendemen

Rendemen produk dihitung berdasarkan perbandingan adonan

sebelum digoreng dengan produk akhir, yang dinyatakan dalam persen.

Berdasarkan analisis, rendemen kue biji ketapang sebesar 98.15%, donat

sebesar 99.65%, dan kue bawang sebesar 96.56%. Rendemen donat paling

besar. Hal ini kemungkinan disebabkan penyerapan minyak yang tinggi

pada saat donat digoreng. Perbandingan rendemen ketiga jenis produk

olahan goreng dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Histogram Rendemen Produk Olahan Goreng

b. Tekstur

Pengukuran tekstur menggunakan Texture Analyzer TAXT-2.

Probe yang digunakan untuk mengukur tekstur masing-masing jenis

produk berbeda-beda. Probe yang digunakan pada pengukuran kekerasan

kue biji ketapang dan kue bawang adalah P/0.25s (1/4’’ ball probe). Probe

yang digunakan pada pengukuran kekerasan donat adalah P/75. Tabel 14

menunjukkan setting texture analyzer yang digunakan dalam pengukuran

tekstur masing-masing produk. Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 13),

tekstur (kekerasan) kue biji ketapang berkisar antara 1648 dan 1598 gf.

Kekerasan donat berkisar antara 2945 dan 2843 gf. Tingkat kerenyahan

kue bawang berkisar antara 636 dan 586 gf. Hasil pengukuran kekerasan

produk olahan goreng dapat dilihat pada Tabel 15.

98.15 99.65 96.56

020406080

100

Ren

dem

en (%

)

Kue BijiKetapang

Donat KueBawang

Jenis Produk

Rendemen Produk

Page 69: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

57

Tabel 14. Seting Tekstur Analyzer dalam Pengukuran Kekerasan Produk Olahan Goreng

Parameter Setting

Kue Biji Ketapang Donat Kue

Bawang Pre test speed (mm/s) 1.5 mm/s 1.0 mm/s 1.0 mm/s

Test speed (mm/s) 2.0 mm/s 1.7 mm/s 1.0 mm/s

Post test speed (mm/s) 10.0 mm/s 10.0 mm/s 10.0 mm/s

Rupture test distance (mm) 1.0 mm 1.0 mm 1.0 mm

Distance (mm) 25.0 mm 40.0 mm 3.0 mm

Force (g) 100 g 100 g 100 g

Time (sec) 5 sec 5 sec 5 sec

Count 2 2 2

Jenis probe P/0.25s P/75 P/0.25s

Tabel 15. Tingkat Kekerasan Produk Olahan Goreng Produk Tingkat Kekerasan (gf)

Kue biji ketapang 1623

Donat 2894

Kue bawang 611

Karakteristik Kimia Produk Olahan Goreng

Analisis sifat kimia yang dilakukan pada produk olahan goreng tepung

ubi jalar klon BB00105.10 yaitu analisis kadar air, abu, protein, lemak,

karbohidrat, serat, daya cerna pati, dan kadar amilosa-amilopektin. Analisis

dilakukan terhadap produk dengan formula terpilih hasil uji organoleptik.

Hasil analisis proksimat formulasi terpilih kue biji ketapang, donat, dan kue

bawang dapat dilihat pada Tabel 16 dan Lampiran 14. Berdasarkan hasil

analisis proksimat, dapat dihitung nilai gizi produk berdasarkan takaran saji

(Tabel 17).

Page 70: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

58

Tabel 16. Hasil Analisis Proksimat Produk Olahan Goreng

Komposisi Komposisi (per 100 g bahan)

Kue Biji Ketapang Donat Kue Bawang

Air (g) 3.38 21.33 1.97

Abu (g) 1.12 1.02 2.14

Protein (g) 5.27 6.43 4.41

Lemak (g) 31.09 16.27 29.76

Karbohidrat (g) 59.14 54.95 61.72

Energi (kkal) 537 392 553

Tabel 17. Informasi Nilai Gizi per Takaran Saji

Produk Berat per takaran saji (g)

Komposisi Gizi per Takaran Saji

Energi (kkal)

Karbohidrat (g)

Lemak (g)

Protein (g)

Kue biji ketapang 24 129 14.19 (4) 7.46 (14) 1.26 (3)

Donat 50 196 27.48 (8) 8.14 (15) 3.22 (6)

Kue bawang 30 166 18.52 (6) 8.93 (16) 1.32 (3) Keterangan : angka-angka di dalam ( ) adalah % terhadap Angka Kecukupan

Gizi (AKG) berdasarkan diet 2000 kkal (karbohidrat : 325 g;

lemak : 55 g; protein : 50 g)

a. Kadar Air

Kadar air merupakan faktor yang mempengaruhi penampakan

tekstur, cita rasa pangan, daya tahan produk, kesegaran, dan penerimaan

konsumen (Winarno, 1997). Kadar air merupakan parameter utama yang

terlibat dalam kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Berdasarkan

hasil analisis, kadar air kue biji ketapang sebesar 3.38%, donat sebesar

21.33%, dan kue bawang sebesar 1.97%. Kadar air kue bawang dan kue

biji ketapang tergolong rendah. Kadar air yang rendah dapat

memperpanjang umur simpan produk. Oleh karena itu, kue biji ketapang

dan kue bawang memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan

donat.

Page 71: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

59

Kadar air pada produk kue bawang dan kue biji ketapang

mempengaruhi tekstur (kerenyahan dan kekerasan) produk. Produk dengan

kadar air rendah bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga harus

dilindungi terhadap masuknya uap air. Untuk menghambat atau mencegah

masuknya uap air diperlukan bahan pengemas dengan permeabilitas uap

air yang rendah. Kadar air yang tinggi pada kue biji ketapang

menyebabkan produk menurun kekerasannya, sedangkan pada kue bawang

menyebabkan produk menjadi tidak renyah.

Kadar air rendah pada kue biji ketapang dan kue bawang dapat

menghambat terjadinya berbagai kerusakan, sehingga mutu produk tetap

terjaga. Menurut Winarno (1984), kadar air pada bahan berkisar 3 – 7%

akan mencapai kestabilan optimum, sehingga pertumbuhan mikroba dan

reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan seperti browning, hidrolisis atau

oksidasi lemak dapat dikurangi. Donat memiliki kadar air yang tinggi

sehingga mudah rusak.

b. Kadar Abu

Abu merupakan mineral-mineral anorganik yang memiliki

ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga keberadaannya

dalam bahan pangan bisa mengalami perubahan, namun cenderung tetap.

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 14), kadar abu kue biji ketapang sebesar

1.12% (bb), donat sebesar 1.02% (bb), dan kue bawang sebesar 2.14%

(bb). Kadar abu kue bawang paling tinggi kemungkinan disebabkan

penggunaan garam (2% dari total tepung) sebagai bahan baku yang

memiliki kandungan sodium tinggi. Kue biji ketapang dan donat tidak

menggunakan garam sebagai bahan bakunya.

c. Kadar Protein

Protein merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur C, H,

O, dan N. Penetapan kadar protein dilakukan dengan metode mikro-

Kjeldahl. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena

dihitung berdasarkan nitrogen yang terkandung dalam bahan.

Page 72: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

60

Berdasarkan hasil analisis, kadar protein donat paling tinggi, yaitu

6.43% (bb), dan kadar protein kue bawang paling rendah, yaitu 4.41%

(bb). Kadar protein kue biji ketapang adalah 5.27% (bb). Sumber protein

pada donat sebagian besar berasal dari terigu dan telur (kuning telur dan

putih telur). Kadar protein yang tinggi pada donat disebabkan persentase

tepung terigu pada donat paling tinggi (70%) dibandingkan kue biji

ketapang (30%) dan kue bawang (50%). Selain itu, terigu yang digunakan

dalam pembuatan donat memiliki kadar protein yang lebih tinggi

dibandingkan terigu yang digunakan pada pembuatan kue biji ketapang

dan kue bawang. Terigu yang digunakan pada pembuatan kue biji

ketapang dan kue bawang adalah terigu sedang yang memiliki kandungan

protein 11%. Terigu yang digunakan pada pembuatan donat adalah terigu

keras dengan kandungan protein 13.5%.

Sumber protein kue biji ketapang sebagian besar berasal dari terigu

dan kuning telur, dan sumber protein pada kue bawang sebagian besar

berasal dari terigu. Menurut Depkes (1979) seperti yang dikuti oleh

Almatsier (2002), kadar protein telur ayam adalah 12%. Tepung ubi jalar

hanya mengandung protein dalam jumlah yang kecil, yaitu 1.86% (Tabel

10).

Berdasarkan satu takaran saji (Tabel 17), kebutuhan protein yang

dapat dipenuhi dalam satu kali konsumsi donat sebesar 6%, sedangkan

pada kue bawang dan kue biji ketapang sebesar 3%. Persentase AKG kue

biji ketapang dan kue bawang relatif sama walaupun kandungan protein

kue biji ketapang lebih tinggi daripada kue bawang. Hal ini disebabkan

berat produk yang dikonsumsi dalam satu takaran saji berbeda.

d. Kadar Lemak

Lemak berfungsi sebagai sumber citarasa, sumber energi,

pembentuk tekstur yang lembut pada produk, dan pembawa vitamin larut

lemak (Winarno, 2002). Lemak memberikan nilai energi lebih besar

daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram. Lemak pada

produk diukur dengan menggunakan metode ekstraksi Soxhlet.

Page 73: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

61

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 14), kadar lemak kue biji

ketapang paling tinggi, yaitu 31.09 % (bb), dan donat paling kecil, yaitu

16.27% (bb). Kadar lemak kue bawang yaitu 29.76% (bb). Lemak pada

kue biji ketapang sebagian besar berasal dari telur, terutama kuning telur

yang tinggi kolesterol, kelapa parut yang disangrai, dan minyak goreng.

Lemak pada donat sebagian besar berasal dari kuning telur, margarin, dan

minyak goreng. Lemak pada kue bawang sebagian besar berasal dari

margarin, dan minyak goreng. Menurut Depkes (1979) seperti yang

dikutip oleh Almatsier (2002), kadar lemak margarin adalah 81%, telur

ayam 11.5%, dan minyak kelapa sawit 100%. Kuning telur merupakan

sumber utama kolesterol yaitu sebesar 2630 mg/100g.

Berdasarkan satu takaran saji (Tabel 17), kebutuhan lemak yang

dapat dipenuhi dalam satu kali konsumsi kue bawang (16%) paling tinggi

dibandingkan dengan donat (15%), dan kue biji ketapang (14%). Dengan

demikian, kebutuhan lemak yang dapat dipenuhi dari kue bawang dan

donat lebih tinggi dibandingkan kue biji ketapang walaupun kandungan

lemak pada kue biji ketapang paling tinggi.

Lemak memiliki peranan penting dalam menurunkan indeks

glikemik (IG). Kadar lemak donat paling rendah sehingga kemungkinan

IG yang dihasilkan akan paling tinggi dibandingkan kue biji ketapang dan

kue bawang. Namun pangan berlemak harus dikonsumsi secara bijaksana.

Total konsumsi lemak tidak boleh melebihi 30% dari total energi dan total

konsumsi lemak jenuh tidak melebihi 10% dari total energi. Konsumsi

lemak jenuh dengan jumlah yang sangat tinggi dapat meningkatkan

konsentrasi kolesterol darah dan dapat berkorelasi dengan penyakit pada

sistem kardiovaskuler (Goldberg, 1994). Menurut WHO seperti yang

dikutip oleh Almatsier (2002), konsumsi lemak sebanyak 15 – 30%

kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan.

e. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh.

Komponen karbohidrat yang banyak terdapat pada produk pangan adalah

pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat berperan dalam pembentukan

Page 74: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

62

karakteristik produk pangan. Di dalam tubuh, karbohidrat membantu

metabolisme protein dan lemak (Winarno, 2002). Kadar karbohidrat

produk dihitung dengan metode by difference. Analisis kimia

menunjukkan bahwa kadar karbohidrat kue biji ketapang sebesar 59.14%

(bb), donat sebesar 54.95% (bb), kue bawang sebesar 61.72% (bb).

Menurut Astawan dan Widowati (2006), energi yang dapat dimanfaatkan

di dalam tubuh dan kemampuan meningkatkan kadar glukosa darah tidak

selalu sejalan dengan kadar pati atau karbohidrat bahan pangan, karena

sangat dipengaruhi oleh daya cerna dan pati resisten.

Berdasarkan satu takaran saji (Tabel 17), kebutuhan karbohidrat

yang dapat dipenuhi dalam satu kali konsumsi donat (8%) paling tinggi

dibandingkan dengan kue bawang (6%), dan kue biji ketapang (4%).

Karbohidrat tetap dibutuhkan sebagai sumber energi walaupun terdapat

lemak yang juga dapat digunakan sebagai sumber energi. Hal ini

disebabkan zat yang dapat digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi

bagi otak dan syaraf adalah glukosa (Almatsier, 2001).

f. Nilai Energi

Nilai energi merupakan nilai yang diperoleh dari konversi protein,

lemak, dan karbohidrat menjadi energi. Sumber energi terbesar adalah

lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gram, sedangkan karbohirat

dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gram. Pada kue biji

ketapang, donat, dan kue bawang, komponen gizi yang memberikan nilai

energi terbesar adalah karbohidrat dan lemak yang kandungannya cukup

tinggi. Berdasarkan hasil analisis kimia, urutan nilai energi ketiga produk

terpilih dari yang terbesar hingga terkecil yaitu kue biji ketapang, kue

bawang, dan donat (Tabel 16). Berdasarkan satu takaran saji (Tabel 17),

energi paling tinggi pada donat (196 kkal) dibandingkan kue biji ketapang

(129 kkal) dan kue bawang (166 kkal). Hal ini disebabkan konsumsi donat

dalam satu takaran saji paling tinggi (50 gram) dibandingkan kue biji

ketapang (24 gram) dan kue bawang (30 gram).

Page 75: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

63

g. Kadar Serat Pangan

Serat pangan sangat penting bagi tubuh, karena dapat memberikan

pertahanan tubuh terhadap timbulnya berbagai macam penyakit seperti

kanker usus besar, penyakit divertikular, penyakit kardiovaskuler, penyakit

diabetes melitus, dan obesitas (Muchtadi, 2001). Serat dapat digolongkan

menjadi dua macam, yaitu serat larut (Soluble Dietary Fiber) dan serat

tidak larut (Insoluble Dietary Fiber). SDF merupakan komponen non-

struktural, sedangkan IDF merupakan bagian dari struktural tanaman.

Kadar serat pangan produk olahan goreng dapat dilihat pada Gambar 12.

Serat pangan tidak larut (IDF) adalah serat pangan yang tidak dapat

larut dalam air panas atau air dingin (Winarno, 2002). Serat pangan tidak

larut berperan penting dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti

konstipasi, hemoroid, kanker usus besar, dan infeksi usus buntu (Prosky

dan Vries, 1992). Komponen yang tergolong ke dalam IDF adalah

selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, lilin tanaman, dan senyawa

pektat. Berdasarkan hasil analisis, kue biji ketapang memiliki kadar IDF

tertinggi, yaitu sebesar 4.29%, sedangkan donat memiliki kadar IDF

terendah, yaitu sebesar 2.94%. Kadar IDF kue bawang sebesar 3.20%.

Serat pangan larut (SDF) adalah serat pangan yang dapat larut

dalam air hangat atau air panas dan dapat terendapkan oleh air yang telah

dicampur dengan empat bagian etanol. Komponen yang tergolong ke

dalam SDF adalah gum, pektin, dan hemiselulosa larut air. Kadar serat

terutama serat pangan larut sangat mempengaruhi indeks glikemik.

Menurut Chandalia et al. (2000), peningkatan konsumsi serat pangan,

terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan

meningkatkan kontrol glikemik. Serat pangan dapat meningkatkan kontrol

glikemik dengan menurunkan atau menunda penyerapan karbohidrat.

Berdasarkan hasil analisis, produk pangan yang memiliki total

serat tertinggi adalah kue bawang, yaitu sebesar 7.87%. SDF yang

terkandung dalam kue bawang juga tertinggi, yaitu sebesar 4.68%. Total

serat kue biji ketapang sebesar 7.04%, dan donat sebesar 6.39%. Kadar

SDF kue biji ketapang sebesar 2.76%, dan donat sebesar 3.44%. Total

Page 76: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

64

serat kue bawang paling tinggi kemungkinan dipengaruhi oleh penggunaan

daun seledri yang mengandung serat cukup tinggi. Dalam penentuan

produk terpilih untuk uji lanjut indeks glikemik, faktor serat yang

dipertimbangkan adalah serat pangan larut, dan total serat. Hal ini

disebabkan pengaruh serat pangan larut terhadap indeks glikemik.

Gambar 12. Kadar Serat Pangan pada Produk Olahan Goreng

h. Daya Cerna Pati

Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai indeks glikemik adalah

daya cerna pati. Produk yang memiliki daya cerna pati rendah cenderung

memiliki nilai indeks glikemik yang rendah. Daya cerna pati rendah berarti

kemampuan pati untuk dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana bersifat

rendah sehingga peningkatan kadar glukosa darah akan lebih lambat.

Peningkatan kadar glukosa yang rendah dapat meningkatkan sensitivitas

produksi insulin dalam pankreas (Ragnhild et al., 2004).

Metode pengukuran daya cerna pati dilakukan secara in vitro

(Muchtadi, 1989). Dalam metode ini pati dihidrolisis oleh enzim α-

amilase menjadi unit-unit maltosa. Jumlah maltosa yang dihasilkan diukur

dengan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat

(DNS), dan dihitung melalui kurva standar maltosa. Daya cerna pati

produk dihitung sebagai persentase terhadap pati murni (soluble starch).

Daya cerna pati produk olahan goreng dapat dilihat pada Gambar 13.

Kadar Serat Produk

7,87

4,29

2,94 3,203,44

2,76

4,68

7,04 6,39

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Kue biji ketapang Donat Kue bawangJenis produk

Kad

ar s

erat

(% b

b)

serat tidak larut

serat larut

total serat

Page 77: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

65

Gambar 13. Daya Cerna Pati Produk Olahan Goreng

Berdasarkan hasil analisis, daya cerna pati donat paling tinggi,

yaitu 69.05 %, sedangkan daya cerna pati kue biji ketapang paling rendah,

yaitu 57.05%. Daya cerna pati kue bawang yaitu 67.26%. Tingginya daya

cerna pati donat dibandingkan kue biji ketapang dan kue bawang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah pati, interaksi antara

pati dengan komponen non pati, dan jumlah resistant starch yang terdapat

dalam pati. Resistant starch adalah fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis

pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus

(Haralampu, 2000). Pati yang mengalami retrogradasi merupakan salah

satu contoh dari resistant starch. Pati yang mengalami retrogradasi

menjadi sulit dicerna karena ikatan antar amilosa menjadi lebih kuat

dibandingkan dengan sebelum terjadi gelatinisasi.

Keberadaan komponen lain seperti serat pangan dan zat anti-gizi

dapat mempengaruhi daya cerna pati. Tepung ubi jalar memiliki zat anti-

gizi seperti rafinosa sebesar 0.5% berat basah (Palmer, 1982). Rafinosa

merupakan oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh bakteri karena

tidak adanya enzim galaktosidase, tetapi dapat dicerna oleh bakteri pada

usus bagian bawah sehingga menyebabkan terbentuknya gas dalam usus

besar atau yang disebut flatulensi. Berdasarkan hasil analisis (Gambar 13),

kue biji ketapang yang mengandung persentase tepung ubi jalar paling

tinggi, memiliki daya cerna pati yang rendah. Semakin tinggi tepung ubi

57,0569,05 67,26

010203040506070

Daya cerna pati (% )

Kue biji ketapang Donat Kue bawang

Jenis produk

Daya Cerna Pati Produk

Page 78: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

66

jalar dalam produk tersebut, semakin tinggi zat anti-gizi pada produk

sehingga daya cerna patinya akan semakin rendah. Serat dapat

menghambat pemecahan pati oleh enzim amilolitik karena terhalangnya

granula pati yang menjadi substrat enzim oleh serat. Kue biji ketapang dan

kue bawang memiliki daya cerna pati yang lebih rendah dibandingkan

dengan donat sehingga kemungkinan indeks glikemik yang dihasilkan kue

biji ketapang dan kue bawang juga akan lebih rendah dibandingkan

dengan donat.

i. Kadar Amilosa

Molekul granula pati tersusun dari dua fraksi utama, yaitu amilosa

dan amilopektin dalam rasio yang berbeda-beda pada setiap jenis pati

(Lineback dan Inglett, 1982). Pengukuran amilosa dilakukan berdasarkan

prinsip iodine-binding. Amilosa akan berikatan dengan iodin pada pH

rendah (4.5 – 4.8) sehingga terbentuk kompleks berbentuk heliks yang

berwarna biru. Kadar amilosa produk olahan goreng dapat dilihat pada

Gambar 14.

Berdasarkan hasil analisis (Gambar 14), kadar amilosa kue biji

ketapang paling rendah yaitu 15.38%, sedangkan kadar amilosa kue

bawang paling tinggi yaitu 20.94%. Amilosa mempengaruhi nilai indeks

glikemik produk. Pati yang lebih banyak mengandung amilosa bersifat

lebih resisten terhadap pencernaan pati karena struktur linier amilosa yang

bersifat kompak (Rashmi dan Urooj, 2003) sehingga lebih sulit untuk

mengalami gelatinisasi. Selain itu, pati yang telah mengalami retrogradasi

memiliki ikatan antar amilosa yang lebih kuat dibandingkan dengan ikatan

antar amilosa sebelum terjadinya gelatinisasi yang menyebabkan pati

menjadi lebih resisten terhadap pencernaan (Haralampu, 2000). Dengan

demikian, kadar amilosa yang tinggi cenderung menurunkan nilai indeks

glikemik produk. Kadar amilosa donat dan kue bawang lebih tinggi

dibandingkan kue biji ketapang. Hal ini dapat memberi pengaruh terhadap

perbedaan nilai indeks glikemik.

Berdasarkan klasifikasi dari IRRI (International Rice Research

Institute), kadar amilosa bahan berpati digolongkan menjadi tiga, yaitu

Page 79: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

67

amilosa rendah (< 20%), amilosa sedang (20-25%) dan amilosa tinggi (>

25%). Berdasarkan penggolongan tersebut, maka kue biji ketapang dan

donat tergolong pangan beramilosa rendah, sedangkan kue bawang

tergolong pangan beramilosa sedang.

Gambar 14. Kadar Amilosa Produk Olahan Goreng

F. INDEKS GLIKEMIK

Pengujian indeks glikemik (IG) dilakukan terhadap dua jenis produk

dari tiga jenis produk goreng terpilih dari hasil uji organoleptik. Pemilihan

produk untuk analisis IG dilakukan berdasarkan hasil analisis kimia produk.

Produk yang terpilih untuk uji IG diharapkan akan memiliki IG yang rendah.

Faktor yang dipertimbangkan antara lain kadar lemak, protein, daya cerna pati,

amilosa, dan serat pangan produk. Dibandingkan kue biji ketapang dan kue

bawang, kadar lemak donat paling rendah, daya cerna patinya paling tinggi,

dan total serat pangan paling rendah. Ketiga faktor ini dapat memberikan

pengaruh terhadap kenaikan IG donat. Kadar amilosa donat tergolong rendah

sehingga kemungkinan pengaruhnya dalam penurunan IG kecil. Kadar protein

donat paling tinggi dibandingkan kue biji ketapang dan kue bawang. Namun,

protein tidak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap IG (Khan et al.,

1992, dan Fernandes et al., 2005). Berdasarkan pertimbangan hasil analisis

Kadar Amilosa Produk

19,79 20,94

15,38

0

5

10

15

20

25

Kue biji ketapang Donat Kue bawang

Jenis produk

Kad

ar a

milo

sa(%

bb)

Amilosa

Page 80: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

68

kimia tersebut, kue biji ketapang dan kue bawang dipilih untuk analisis IG,

sedangkan donat hanya dianalisis sampai analisis kimia, dan tidak dilanjutkan

kepada analisis IG.

Manusia merupakan subyek yang umum digunakan dalam penelitian

IG, karena metabolisme tubuh manusia sangan rumit sehingga sulit untuk

ditiru secara in vitro (Ragnhild et al., 2004). Produk yang diberikan kepada

panelis dalam pengujian IG setara dengan 50 gram karbohidrat total (El,

1999). Kadar karbohidrat kue biji ketapang sebesar 59.14% (bb) sehingga

untuk mendapatkan 50 gram karbohidrat, panelis harus mengkonsumsi produk

sebanyak 84 gram. Kadar karbohidrat kue bawang sebesar 61.72% (bb),

berarti 50 gram karbohidrat setara dengan 81 gram produk. Menurut Marsono

(2002), perhitungan IG dilakukan berdasarkan perbandingan luas kurva

kenaikan gula darah setelah makan formula dan standar (glukosa).

Pengujian IG standar dan formula dilakukan pada hari yang berbeda.

Pangan diuji pada delapan relawan yang memiliki indeks massa tubuh yang

normal. Indeks massa tubuh (IMT) adalah suatu besaran yang

menggambarkan suatu kondisi umum tubuh berdasarkan perbandingan berat

dan tinggi badan (Ogden, 2003). Kisaran IMT normal adalah 18.5 – 24.9.

Seleksi panelis dilakukan pada saat uji IG awal, yaitu pada saat pengujian

standar glukosa. Seleksi bertujuan untuk meminimalisasi variasi yang

mungkin timbul antar panelis. Relawan terdiri dari dua kelompok. Relawan

kelompok 1 untuk menguji indeks glikemik kue biji ketapang, dan relawan

kelompok 2 untuk menguji indeks glikemik kue bawang.

Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang

terdapat di jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena darah yang

diambil dari pembuluh kapiler mempunyai variasi kadar glukosa darah antar

panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena

(Ragnhild et al., 2004). Glukosa yang terdapat dalam darah akan bereaksi

dengan enzim glucose oxydase (GOD) dan potassium ferricyanide yang

terdapat dalam test strip menghasilkan potassium ferrocyanide. Jumlah

potassium ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang

terkandung dalam sample (Arkray, 2001).

Page 81: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

69

Gambar 15. Kurva Perubahan Kadar Glukosa Darah

Setelah Konsumsi Kue Biji Ketapang

Gambar 16. Kurva Perubahan Kadar Glukosa Darah

Setelah Konsumsi Kue Bawang

Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 15 dan 16), IG kue biji ketapang

sebesar 49 + 12, dan IG kue bawang sebesar 32 + 7. Kurva perubahan kadar

glukosa darah setelah mengkonsumsi produk dapat dilihat pada Gambar 15

dan 16. Klasifikasi bahan pangan berdasarkan nilai IG adalah sebagai berikut :

(1) bahan pangan dengan IG rendah (<55), (2) bahan pangan dengan IG

sedang (55-69), dan (3) bahan pangan dengan IG tinggi (>70) (Foster-Powell

et al., 2002). Berdasarkan klasifikasi tersebut, kue biji ketapang dan kue

bawang tergolong pangan yang memiliki IG rendah Konsumsi pangan yang

Kue Bawang

0102030405060

0 30 60 90 120

Waktu (menit)

Peru

baha

n ka

dar g

ula

dara

h (m

g/dl

)

Glukosa

Kue bawang

Kue Biji Ketapang

0102030405060

0 30 60 90 120Waktu (menit)

Peru

baha

n ka

dar g

luko

sa

dara

h (m

g/dl

)

GlukosaKue biji ketapang

Page 82: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

70

memiliki IG rendah dapat meningkatkan sensitivitas produksi insulin dalam

pankreas (Ragnhild et al., 2004). Dengan demikian, kue biji ketapang dan kue

bawang dapat diaplikasikan sebagai pangan alternatif untuk tujuan diit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi IG suatu bahan pangan adalah daya

cerna pati, interaksi antara pati dengan protein, jumlah dan jenis asam lemak,

kadar serat pangan, cara pengolahan, anti-gizi pangan, dan bentuk fisik dari

bahan pangan (Ragnhild et al., 2004). IG kue biji ketapang lebih tinggi

daripada kue bawang. Hal ini disebabkan oleh kadar amilosa, serat pangan

larut, dan total serat pangan kue biji ketapang yang lebih rendah daripada kue

bawang.

Kadar amilosa kue biji ketapang (15.38%) lebih rendah dibandingkan

kadar amilosa kue bawang (20.94%). Kadar amilosa yang tinggi berperan

dalam menurunkan kadar glukosa darah karena struktur linier amilosa yang

bersifat kompak sehingga pati sulit dicerna (Rashmi dan Urooj, 2003).

Struktur linier amilosa yang kompak juga menyebabkan pati menjadi lebih

sulit untuk tergelatinisasi. Jika pati mengalami retrogradasi, pembentukan

ikatan hidrogen lebih mudah terjadi pada amilosa dibandingkan amilopektin.

Percabangan amilopektin menghambat gerakan molekul-molekul amilopektin

untuk saling berikatan. Retrogradasi amilosa membentuk struktur yang sangat

kompak. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pangan yang mengandung

amilosa yang tinggi, akan terjadi peningkatan pati resisten jika terjadi

retrogradasi pati yang berpengaruh terhadap nilai indeks glikemik pangan

tersebut.

Kadar serat pangan larut dan total serat pangan kue biji ketapang lebih

rendah dibandingkan kue bawang. Hal ini menyebabkan kecepatan

penyerapan karbohidrat pada kue bawang lebih rendah dibandingkan pada kue

biji ketapang sehingga kecepatan peningkatan kadar glukosa darah pada kue

bawang lebih rendah dibandingkan pada kue biji ketapang. Dengan demikian,

IG kue bawang menjadi lebih rendah dibandingkan kue biji ketapang. Kadar

serat pangan larut kue biji ketapang, dan kue bawang berturut-turut adalah

2.76%, dan 4.68% (Gambar 12). Total serat pangan kue biji ketapang, dan kue

bawang berturut-turut adalah 7.04%, dan 7.87% (Gambar 12). Kadar serat

Page 83: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

71

terutama serat pangan larut mempengaruhi nilai IG. Menurut Chandalia et al.

(2000), peningkatan konsumsi serat pangan, terutama serat pangan larut dapat

menurunkan kolesterol plasma, dan meningkatkan kontrol glikemik.

Kadar lemak dan protein kue biji ketapang lebih tinggi dibandingkan

kue bawang. Kadar lemak kue biji ketapang dan kue bawang berturut-turut

adalah 31.09% (bb) dan 29.76% (bb) (Tabel 16). Kadar protein kue biji

ketapang dan kue bawang berturut-turut adalah 5.27% (bb), dan 4.41% (bb)

(Tabel 16). Lemak dan protein dapat menurunkan indeks glikemik. Namun,

pada penelitian ini, perbedaan kadar lemak dan protein kue biji ketapang dan

kue bawang tidak berbeda jauh sehingga tidak memperlihatkan pengaruh yang

nyata terhadap penurunan indeks glikemik. Menurut Khan et al., (1992), dan

Fernandes et al., (2005), protein tidak memiliki pengaruh yang cukup besar

terhadap indeks glikemik, walaupun mempunyai potensi untuk menurunkan

nilai indeks glikemik pangan.

Aplikasi produk pangan untuk tujuan diit harus mempertimbangkan

beban glikemik produk. Beban glikemik bertujuan untuk menilai dampak

konsumsi karbohidrat dengan memperhitungkan IG pangan (Rimbawan dan

Siagian, 2004). Beban glikemik memberikan informasi yang lebih lengkap

mengenai pengaruh konsumsi pangan aktual terhadap peningkatan kadar gula

darah. Berdasarkan Tabel 18, beban glikemik kue biji ketapang (7) lebih tinggi

dibandingkan kue bawang (6). Hal ini menunjukkan bahwa kue biji ketapang

memiliki pengaruh yang lebih tinggi dalam meningkatkan kadar glukosa darah

berdasarkan konsumsi pangan aktual. Kue biji ketapang dan kue bawang dapat

digolongkan sebagai pangan yang memiliki beban glikemik rendah (Tabel 18).

Tabel 18. Beban Glikemik Produk Olahan Goreng

Produk IG Karbohidrat per takaran saji (g) Beban Glikemik

Kue biji ketapang 49 14.19 7

Kue bawang 32 18.52 6

Keterangan : BG = IG x karbohidrat per takaran saji 100 Klasifikasi BG : rendah (<10); sedang (11-19); tinggi (>20)

Page 84: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

72

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Formula terpilih kue biji ketapang berdasarkan uji organoleptik

memiliki komposisi : tepung terigu 30%, tepung ubi jalar 70%, gula 30%,

kelapa parut 16%, dan telur 42.4%. Formula terpilih donat berdasarkan uji

organoleptik memiliki komposisi : tepung terigu 70%, tepung ubi jalar 30%,

gula 16%, margarin 20%, kuning telur 5.2%, ragi 2.4%, baking powder

0.64%, dan bahan pelembut 1.28%. Formula terpilih kue bawang berdasarkan

uji organoleptik memiliki komposisi : tepung terigu 50%, tepung ubi jalar

50%, margarin 10%, garam 2%, bawang merah 2%, dan daun seledri 3%.

Kue bawang memiliki respon glikemik yang lebih baik dibandingkan

kue biji ketapang. Kue biji ketapang dan kue bawang digolongkan sebagai

pangan dengan IG rendah. IG kue biji ketapang sebesar 49, sedangkan IG kue

bawang sebesar 32. Aktivitas hipoglikemik kue bawang yang tinggi didukung

oleh kadar amilosa yang sedang (20.94%), total serat pangan yang tinggi

(7.87%), dan serat pangan larut yang tinggi (4.68%). Kue biji ketapang dan

kue bawang dapat diaplikasikan sebagai pangan alternatif untuk tujuan diit.

B. SARAN

Kurangnya informasi tentang indeks glikemik berbagai macam pangan

yang ada di masyarakat menyebabkan keterbatasan pengetahuan masyarakat

akan pangan yang baik untuk penderita obesitas dan diabetes melitus. Oleh

karena itu, perlu dilakukan analisis lanjutan terhadap indeks glikemik berbagai

pangan olahan di Indonesia. Mengingat tingginya kadar beta karoten pada

ubijalar, perlu dilakukan analisis beta karoten pada tepung ubijalar klon

BB00105.10. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk

meningkatkan umur simpan produk, terutama terhadap produk yang tidak

tahan lama.

Page 85: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

73

DAFTAR PUSTAKA

Ainah, N. 2004. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji Bunga Teratai Putih (Nymphae pubescens Willd) dan Aplikasinya pada Pembuatan Roti. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anwar, F., B. Setiawan dan A. Sulaeman. 1993. Studi Karakteristik Fisiko Kimia Dan Fungsional Pati dan Tepung Ubi Jalar serta Pemanfaatannya dalam Rangka Diversifikasi Pangan. PAU, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC.

Arkray, Inc. 2001. Instruction Manual for Glucometer. Arkray Corp, Kyoto.

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer, M. Siljestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J. Agric. Food. Chem. (31): 476 – 482.

Astawan, M. dan S. Widowati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Ubi Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan Penelitian RUSNAS, Bogor.

Badan POM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia No. HK 00.05.52.0685. Di dalam : http://www.pom.go.id [28 April 2006]

Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standardisasi Nasional Indonesia. SNI No. 01-3741-1995. Standar Mutu Minyak Goreng. BSN, Jakarta.

Beranbaum, R.L. 2003. The Bread Bible. W.W. Norton and Company, New York.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh: H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.

Chandalia, M., A. Garg, D. Lutjohann, K. Bergmann, S.M. Grundy, dan L.J. Brinkley. 2000. Beneficial Effects of High Dietary Fiber Intake in patients with Type 2 Diabetes Mellitus. http://content.nejm.org/cgi/content/full/342/19/1392. [26 September 2006]

Clydesdale, F.M. 1999. ILSI North America Food Component Reports. Crit. Rev. Food Sci. nutr. 39 (3): 203-316.

Committee on Opportunities in the Nutrition and Food Sciences, Food and Nutrition Board, Institute of Medicine. 1994. Opportunities in the Nutrition and Food Sciences : Research Challenges and the Next Generation of Investigators. National Academy Press, Washington, DC.

Page 86: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

74

deMan, J. M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung.

Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomea batatas) Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

El, S.N. 1999. Determination of Glycemic Index for Some Breads. Journal of Food Chemistry. 67 : 67 – 69.

Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology, Principle and Practice. 2nd Ed.. CRC Press, England.

Fernandes, G. A. Velangi, T.M.S. Wolever. 2005. Glycemic Index of Potatoes Commonly Consumed in North America. J. Am. Diet. Assoc. 105:557-562.

Foster-Powell, K., S.H.A. Holt, dan J.C. Brand-Miller. 2002. International Table of Glycemic Index and Glycemic Load Values. Am. J. Clin. Nutr. 75 : 5 – 56.

Frei, M., P. Siddhuraju, dan K. Becker. 2003. Studies on the In Vitro Starch Digestibility and The Glycemic Index of Six Different Indigenous Rice Cultivars from The Philippines. Journal of Food Chemistry. 83 : 395 – 402.

Goldberg, I. 1994. Functional Food. Designer Foods, Pharmafoods Nutraceuticals Disease. Chapman Hall, New York.

Haralampu, S.G. 2000. Resistant starch : a review of the physical properties and biological impact of RS3. Journal of Carbohydrate Polymers. 41 : 285 – 292.

Hartono. 1993. Bagaimana Kita Membuat Roti, Bolu, Cake, Taart, dan Kue. Depot Informasi Obat, Jakarta.

Hoseney, R.C. 1998. Principal of Cereal Science and Technology, 2nd Ed. American Association of Cereal Chemists, Inc., St. Paul, Minnesota.

Indrasti, D. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium) dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Jones, J.M. 2002. Contradiction and Challenges : A Look at Glycemic Index. Wheat Foods Council, Colorado.

Juanda, D.J., dan B. Cahyono. 2000. Ubi Jalar : Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Page 87: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

75

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Perubahan Perilaku Fisik Bahan Pangan Lokal : Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan, dan Bobot Jenis. Media Peternakan. 22 (1) :1-11.

Khan, M.A., M.C. Gnnon, dan F.Q. Nuttal. 1992. Glucose Appearance Rate Following Protein Ingestion in Normal Subjects. J. Am. College Nutr. 11 (6) : 701 - 706.

Khutschevar, L.H. 1975. Standard Principles and Techniques in Quantity Food Production. A Devition of Corner Publ. Co. Inc., Boston, Massachusets.

Lineback, D.R.dan G.E. Inglett. 1982. Food Carbohydrate. AVI Publishing. Co., Westport, Connecticut.

Lingga, P., B. Sarwono, I. Rahardi, P.C. Rahardjo, J.J. Afriastini, R. Widianto, W.H. Apriadji. 1989. Bertanam Umbi-umbian. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Ludwig, D.S. 2000. Dietary Glycemic Index and Obesity. J. of Nutrition. 130 (2) :280s-282s.

Manley, D. J. R. 1983. Technology of Biscuits, Cracers, adn Cookies. Ellis Horwood Limited, Chicester.

Marsono, Y., P. Wiyono, dan Z. Noor. 2002. Indeks Glisemik Kacang-kacangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 13 (3) :2002.

Matz, S. A. 1982. Bakery Technology and Engineering 3rd Ed. Pan-tech International Inc., Texas.

------- dan T. D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing Company Incorporation. Westport, Connecticut.

Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Ed. CRC Press, Boca Raton.

Meyer, L.H. 1973. Food Chemistry. Affiliated East-West PVT. Ltd., New Delhi.

Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Muchtadi, D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah timbulnya penyakit degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 12: 61-71.

Page 88: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

76

-------, N. S. Palupi dan M. Astawan. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

------- dan I. G. Sumartha. 1992. Formulasi dan Evaluasi Mutu Makanan Anak Balita dari Bahan Dasar Tepung Singkong dan Pisang. Laporan Penelitian. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Ningrum, E. N. 1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Kaya Vitamin A. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Nosoh, Y. dan T. Sekiguchi.1991. Protein Stability and Stabilization Through Protein Engineering. Ellis Horwood Limited, England.

Ogden, J. 2003. The Psychology of Eating, Healthy to Disordered Behaviour. Blackwell Publication, Cornwall.

Palmer. 1982. Carbohydrate in sweet potato. Di dalam : Villareal, R.L., dan T.D. Griggs (Eds.), Sweet Potato : Proceeding of The First International Symposium Asian Vegetable Research and Development Center, Cina.

Pomeranz, Y., dan Shellenberger. 1971. Bread Science and Technology. The AVI Publ. Co. Inc. Westport. Connecticut.

Prosky, L., J.W. de Vries. 1992. Controlling Dietary Fiber in Food Products. Van Nostrand Reinhold, New York.

Ragnhild, A.L., N.L. Asp, M. Axelsen, dan A. Raben. 2004. Glycemic Index Relevance for Health, Dietary Recommendations, and Nutritional Labeling. Scandinavian Journal of Nutrition. 48 (2) : 84-94.

Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahmanto, F. 1994. Teknologi Pembuatan Keripik Simulasi dari Talas Bogor (Colocasia esculenta (L) SHOTT). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Rashmi, S. dan A. Urooj. 2003. Effects of processing on Nutritionally important starch fractions in rice varieties. International Journal of Food Sciences and Nutrition. 54, 27-36.

Ressurreccion, A. V. 1998. Consumer Sensory Testing for Product Development. An Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg, Maryland.

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 89: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

77

Rubatzky, V.E., dan M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia I : Prinsip, Produksi, dan Gizi. Second edition. ITB, Bandung.

Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar : Budi Daya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sardesai, V.M. 2003. Introduction to Clinical Nutrition, 2nd Ed. Marcel Dekker, Inc., New York.

Soebito, S. 1988. Analisis Farmasi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Soekarto, S. T. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Subarna. 1992. Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-prinsip Teknologi Pangan Bagi Food Inspector. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Suismono. 2001. Teknologi Pembuatan Tepung dan Pati Ubi-ubian Untuk Menunjang Ketahanan Pangan. Puslitbang Bulog, Jakarta.

Syarief dan Halid, 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor

Tharanthan, R.N dan S. Mahadevam. 2003. Grain Legumes A Boon to Human Nutrition. Trends in Food Science and Technology. Vol 14 (12):507-518.

Troller, J.A., dan J.H.B. Christian. 1978. Water Activity and Food. Academic Press, New York.

U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Wardlaw, G.M. 1999. Perspective in Nutrition. Mc-Graw Hill, Boston.

William, M., J.R. Walter, dan E.S. William. 1982. Effect of Lye Peeling Conditions on Sweet Potato Tissue. J. of Science

Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Woolfe, J. A. 1999. Sweet Potato an Untapped Food Resource. Chapman and Hall, New York.

Yusuf, M. 2003. Varietas Unggul Ubi Jalar Untuk Bahan Baku Industri. Makalah disajikan pada Seminar Puslitbang Tanaman Pangan. Jakarta, 28 Agustus 2003. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Page 90: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK
Page 91: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

79

Lampiran 1. Hasil Analisis Fisik dan Kimia Tepung Ubijalar Klon BB00105.10 No. Jenis Analisis Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan

1. Densitas kamba (g/ml) 0,474 0,491 0,482

2. Densitas padat (g/ml) 0,644 0,649 0,647

3. Kelarutan dalam air (%) 20,51 18,90 19,71

4.

Suhu awal gelatinisasi (°C) 75,0 75,6 75,3

Waktu gelatinisasi (menit) 30,0 30,4 30,2

Suhu gelatinisasi puncak (°C) 93,0 94,2 93,6

Waktu gelatinisasi puncak (menit) 42,0 42,8 42,4

Viskositas (BU) 540 530 535

5.

Warna : L 63,70 63,29 63,50

a (+) 5,72 (+) 5,29 (+) 5,50

b (+) 7,26 (+) 7,55 (+) 7,40

h° (hue) 51,9 55,1 53,5

6. aw 0,372 0,329 0,350

Suhu (°C) 29,4 29,9 29,6

7. Kadar air (% bb) 6,04 5,22 5,63

8. Kadar abu (% bb) 1,94 1,78 1,86

9. Kadar protein (% bb) 1,77 1,95 1,86

10. Kadar lemak (% bb) 0,95 0,98 0,96

11. Kadar karbohidrat (% bb) 89,3 90,07 89,69

Page 92: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

80

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Sifat Amilograf

Ulangan 1

Ulangan 2

Suhu dan waktu gelatinisasi

Viskositas puncak

Suhu dan waktu gelatinisasi puncak

Viskositas puncak

Suhu dan waktu gelatinisasi

Suhu dan waktu gelatinisasi puncak

Page 93: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

81

Lampiran 3. Lembar Penilaian Uji Organoleptik

FORM UJI HEDONIK

Produk : Nama panelis : Telp/HP :

KUESIONER*

1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi produk ini? Pernah (lanjutkan ke nomor 2) / tidak pernah (jangan lanjutkan)

2. Kapan Anda terakhir mengkonsumsi produk ini? 1/ 2-3/ >3 bulan yang lalu 3. Apakah Anda menyukai produk ini? Ya/tidak

*) Coret yang tidak perlu

UJI RATING Instruksi : 1. Cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan. 2. Pada kolom respon, berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan dengan memberikan check list (√). 3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel. 4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel. 5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan.

Respon Kode sampel

372 374 799 461 276 486 Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka

Komentar : __________________________________________________________ __________________________________________________________ __________________________________________________________

UJI RANKING Instruksi : 1. Jangan lupa netralkan lidah anda sebelum mencicipi sampel. 2. Cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan. 3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel. 4. Bandingkanlah tingkat kesukaan Anda terhadap setiap sampel. 5. Urutkan ranking sampel berdasarkan tingkat kesukaan Anda, jangan ada angka ranking yang sama. Kode Sampel 372 374 799 461 276 486 Urutan ranking

Note : Urutan Ranking (1-6) Ranking 1 (untuk sampel yang paling Anda sukai), Ranking 6 (untuk sampel yang paling tidak Anda sukai)

Komentar : Apa Alasan Anda Memilih? ____________________________________________________________________________________________________________________________________________

☺ Terima kasih ☺

Page 94: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

82

Lampiran 4. Rekapitulasi hasil uji organoleptik kue biji ketapang secara overall

Panelis Hedonik Ranking

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 1 6 5 4 2 2 5 6 2 4 3 1 5 2 5 5 6 4 4 5 2 3 1 6 5 4 3 4 5 4 5 5 4 4 3 6 1 2 5 4 6 5 6 6 5 6 3 6 1 4 5 2 5 3 4 6 6 5 6 6 5 4 3 2 1 6 3 5 6 3 6 5 5 4 3 6 2 1 7 3 3 2 3 3 5 4 2 5 6 3 1 8 5 6 5 6 5 5 5 1 6 2 4 3 9 4 6 3 3 4 4 4 1 5 6 2 3 10 3 5 4 3 5 5 2 4 3 1 6 5 11 1 1 2 1 2 1 4 5 3 2 1 6 12 3 4 4 3 2 3 5 6 1 4 3 2 13 2 3 3 3 4 4 6 2 1 4 5 3 14 2 2 2 3 3 3 5 1 3 6 4 2 15 4 5 6 4 4 3 2 5 6 3 1 4 16 4 6 4 3 5 5 4 1 6 5 2 3 17 4 4 3 3 4 4 5 6 1 2 3 4 18 6 6 3 6 4 5 4 6 5 1 3 2 19 6 6 5 5 5 5 4 6 2 1 3 5 20 6 5 7 4 6 3 6 5 1 4 3 2 21 4 3 5 5 4 3 2 1 6 4 5 3 22 6 5 6 6 6 6 2 3 6 1 5 4 23 6 6 7 7 6 6 2 3 6 4 5 1 24 4 6 2 3 5 4 5 1 4 3 6 2 25 7 5 3 6 7 6 3 2 1 4 6 5 26 1 2 1 1 1 1 4 6 5 1 3 2 27 3 5 6 4 3 5 6 3 5 4 1 2 28 6 5 6 6 6 6 4 2 1 6 5 3 29 5 4 5 5 6 4 3 4 1 6 2 5 30 3 4 2 5 1 1 5 1 4 6 2 3

Jumlah 125 136 128 124 128 128 122 100 106 109 100 93Rata-rata 4.17 4.53 4.27 4.13 4.27 4.27 4,07 3,33 3,53 3,63 3,33 3,10

Keterangan: Hedonik : 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (agak tidak suka); 4(netral); 5 (agak suka); 6 (suka); 7 (sangat suka) Ranking : 1 = produk yang paling disukai; 6 = produk yang paling tidak disukai F1 : tepung ubi jalar 50 %, gula 30 % F2 : tepung ubi jalar 50 %, gula 40 % F3 : tepung ubi jalar 60 %, gula 30 %

F4 : tepung ubi jalar 60 %, gula 40 % F5 : tepung ubi jalar 70 %, gula 30 % F6 : tepung ubi jalar 70 %, gula 40 %

% dihitung terhadap total tepung

Page 95: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

83

Lampiran 5. Rekapitulasi hasil uji organoleptik donat secara overall

Panelis Hedonik Ranking

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 1 2 7 3 6 2 5 3 6 2 1 5 4 2 3 6 6 5 5 6 5 1 2 4 6 3 3 6 6 6 5 3 6 6 2 1 5 3 4 4 5 4 5 4 4 4 5 2 3 4 6 1 5 5 6 2 4 3 6 6 1 3 5 4 2 6 4 7 6 4 4 6 3 6 2 1 5 4 7 2 6 3 5 3 2 5 3 4 1 6 2 8 3 5 3 4 2 4 5 1 4 2 3 6 9 4 5 3 5 4 4 6 2 3 1 4 5 10 5 6 5 6 3 6 4 1 6 2 5 3 11 5 6 5 6 5 5 4 1 3 6 5 2 12 3 5 4 3 2 1 3 1 2 5 6 4 13 5 7 5 6 4 6 5 2 4 3 6 1 14 4 6 2 5 3 6 2 6 4 1 3 5 15 5 6 5 6 5 5 3 1 5 4 6 2 16 3 6 2 5 6 3 6 2 5 1 4 3 17 4 6 5 6 5 5 5 1 6 2 3 4 18 4 5 2 4 2 5 4 1 3 2 6 5 19 5 3 4 6 4 3 5 2 4 1 6 3 20 2 3 2 3 2 3 5 1 4 2 6 3 21 5 6 6 4 2 5 2 1 3 4 5 6 22 4 5 5 5 3 5 3 2 6 1 5 4 23 1 6 2 5 1 2 5 1 4 3 6 2 24 3 6 6 7 6 3 5 2 6 1 4 3 25 4 7 3 6 5 3 5 1 4 3 6 2 26 3 5 3 5 3 5 5 1 3 2 4 6 27 5 3 6 6 3 4 4 1 2 5 6 3 28 4 5 4 4 4 5 3 1 5 4 6 2 29 4 7 6 5 3 6 6 1 3 4 5 2 30 3 2 3 5 3 4 6 1 4 2 5 3

Jumlah 115 163 122 150 104 133 134 55 110 82 150 99Rata-rata 3,83 5,43 4,07 5,00 3,47 4,43 4,47 1,83 3,67 2,73 5,00 3,30

Keterangan: Hedonik : 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (agak tidak suka); 4(netral); 5 (agak suka); 6 (suka); 7 (sangat suka) Ranking : 1 = produk yang paling disukai; 6 = produk yang paling tidak disukai F1 : tepung ubi jalar 20 %, gula 8 % F2 : tepung ubi jalar 20 %, gula 16 % F3 : tepung ubi jalar 30 %, gula 8 %

F4 : tepung ubi jalar 30 %, gula 16 % F5 : tepung ubi jalar 40 %, gula 8 % F6 : tepung ubi jalar 40 %, gula 16 %

% dihitung terhadap total tepung

Page 96: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

84

Lampiran 6. Rekapitulasi hasil uji organoleptik kue bawang secara overall

Panelis Hedonik Ranking

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 1 4 5 4 4 4 4 4 6 5 3 2 1 2 3 4 2 2 2 4 3 5 1 2 6 4 3 5 6 3 3 5 2 6 1 4 2 3 5 4 6 5 4 6 4 4 5 2 4 1 6 3 5 5 5 6 6 4 4 4 5 1 2 6 3 6 5 5 6 7 6 6 3 6 5 2 4 1 7 4 3 5 5 4 4 2 1 4 3 6 5 8 5 6 6 5 4 6 5 3 1 4 2 6 9 6 6 6 6 3 6 2 3 1 5 4 6 10 2 5 3 6 4 4 6 1 3 2 5 4 11 6 7 7 5 4 5 2 1 6 3 5 4 12 4 2 5 5 3 6 5 1 3 4 6 2 13 5 7 3 6 2 6 1 2 3 4 5 6 14 7 5 7 6 6 6 5 2 4 6 3 1 15 5 7 6 6 2 7 1 2 6 3 5 4 16 4 4 6 5 5 3 1 2 5 3 4 6 17 6 5 4 5 4 3 4 5 1 3 2 6 18 6 6 3 5 4 5 5 2 4 3 6 1 19 5 6 6 4 6 7 1 6 2 4 5 3 20 7 6 5 5 4 3 4 1 5 3 6 2 21 4 6 5 5 2 6 4 6 2 3 5 1 22 6 7 3 5 5 5 1 3 2 4 6 5 23 3 7 4 6 3 4 1 5 4 3 6 2 24 5 6 4 4 3 4 3 5 2 1 4 6 25 4 3 4 5 4 5 6 5 2 1 3 4 26 5 3 7 6 2 5 4 3 2 1 5 6 27 6 6 7 7 7 7 2 3 4 1 5 6 28 5 6 6 6 6 5 2 1 4 5 3 6 29 6 3 7 6 3 4 3 1 5 4 6 2 30 5 3 3 5 6 6 1 6 2 3 4 5

Jumlah 149 155 147 157 121 146 96 95 97 88 138 116Rata-rata 4.97 5.17 4.90 5.23 4.03 4.87 3,20 3,17 3,23 2,93 4,60 3,87

Keterangan: Hedonik : 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (agak tidak suka); 4(netral); 5 (agak suka); 6 (suka); 7 (sangat suka) Ranking : 1 = produk yang paling disukai; 6 = produk yang paling tidak disukai F1 : tepung ubi jalar 30 %, margarin 0% F2 : tepung ubi jalar 30 %, margarin 10% F3 : tepung ubi jalar 40 %, margarin 0 %

F4 : tepung ubi jalar 40 %, margarin 10 % F5 : tepung ubi jalar 50 %, margarin 0 % F6 : tepung ubi jalar 50 %, margarin 10 %

% dihitung terhadap total tepung

Page 97: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

85

Lampiran 7. Hasil uji hedonik formula kue biji ketapang dengan ANOVA dan uji Duncan

Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR

3566.461a 35 101.899 102.224 .000278.161 29 9.592 9.622 .000

2.961 5 .592 .594 .704144.539 145 .997

3711.000 180

SourceModelPANELISSAMPELErrorTotal

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .961 (Adjusted R Squared = .952)a.

Homogeneous Subsets

SKOR

Duncana,b

30 4.1330 4.1730 4.2730 4.2730 4.2730 4.53

.181

SAMPEL413562Sig.

N 1Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = .997.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.a.

Alpha = .05.b.

Lampiran 8. Hasil uji ranking formula kue biji ketapang dengan Friedman Test

Friedman Test

Test Statisticsa

304.762

5.446

NChi-SquaredfAsymp. Sig.

Friedman Testa.

Ranks

4.073.333.533.633.333.10

SKOR_1SKOR_2SKOR_3SKOR_4SKOR_5SKOR_6

Mean Rank

Page 98: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

86

Lampiran 9. Hasil uji hedonik formula donat dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan

Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR

3637.994a 35 103.943 87.117 .000115.228 29 3.973 3.330 .000

81.828 5 16.366 13.716 .000173.006 145 1.193

3811.000 180

SourceModelPANELISSAMPELErrorTotal

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .944)a.

Homogeneous Subsets

SKOR

Duncana,b

30 3.4730 3.83 3.8330 4.07 4.0730 4.4330 5.0030 5.43

.196 .409 .196 .127

SAMPEL513642Sig.

N 1 2 3 4Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1.193.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.a.

Alpha = .05.b.

Lampiran 10. Hasil uji ranking formula donat dengan Friedman Test

Friedman Test Ranks

4.471.833.672.735.003.30

SKOR_1SKOR_2SKOR_3SKOR_4SKOR_5SKOR_6

Mean Rank

Test Statisticsa

3056.724

5.000

NChi-SquaredfAsymp. Sig.

Friedman Testa.

Page 99: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

87

Lampiran 11. Hasil uji hedonik formula kue bawang dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan

Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR

4385.394a 35 125.297 90.117 .000104.028 29 3.587 2.580 .000

27.894 5 5.579 4.012 .002201.606 145 1.390

4587.000 180

SourceModelPANELISSAMPELErrorTotal

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .956 (Adjusted R Squared = .945)a.

Homogeneous Subsets

SKOR

Duncana,b

30 4.0330 4.8730 4.9030 4.9730 5.1730 5.23

1.000 .292

SAMPEL563124Sig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1.390.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.a.

Alpha = .05.b.

Lampiran 12. Hasil uji ranking formula kue bawang dengan Friedman Test

Friedman Test Ranks

3.203.173.232.934.603.87

SKOR_1SKOR_2SKOR_3SKOR_4SKOR_5SKOR_6

Mean Rank

Test Statisticsa

3016.610

5.005

NChi-SquaredfAsymp. Sig.

Friedman Testa.

Page 100: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

88

Lampiran 13. Analisis Fisik Produk Olahan Goreng Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10 Sampel Rendemen (%) Kekerasan (gf)

1 2 rataan 1 2 rataan Biji ketapang 98.29 98.02 98.15 1648 1598 1623 Donat 99.80 99.50 99.65 2945 2843 2894 Kue bawang 97.34 95.79 96.56 636 586 611

Lampiran 14. Analisis Kimia Produk Olahan Goreng Tepung Ubi Jalar Klon BB00105.10

Sampel Kadar air (% bb) Kadar abu (% bb) Protein (% bb) Lemak (% bb) Karbohidrat (% bb) 1 2 rataan 1 2 rataan 1 2 rataan 1 2 rataan 1 2 Rataan

Biji ketapang 3.67 3.09 3.38 1.16 1.09 1.12 5.40 5.15 5.27 29.63 32.55 31.09 60.14 58.13 59.14 Donat 21.96 20.70 21.33 1.00 1.04 1.02 6.05 6.80 6.43 19.51 13.04 16.27 51.48 58.43 54.95 Kue bawang 2.03 1.92 1.97 2.11 2.16 2.14 4.41 4.40 4.41 29.60 29.92 29.76 61.85 61.60 61.72

Sampel Daya cerna pati (%) Kadar amilosa Serat makanan tidak larut (%)

Serat makanan larut (%)

Total serat makanan (%)

1 2 rataan 1 2 rataan 1 2 rataan 1 2 rataan 1 2 RataanBiji ketapang 57.50 56.61 57.05 15.40 15.36 15.38 4.19 4.38 4.29 2.91 2.60 2.76 7.10 6.99 7.04 Donat 68.54 69.56 69.05 18.94 20.64 19.79 2.81 3.08 2.94 3.24 3.64 3.44 6.05 6.72 6.39 Kue bawang 63.00 71.51 67.26 20.70 21.19 20.94 3.04 3.35 3.20 4.64 4.71 4.68 7.68 8.06 7.87

Page 101: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

89

Lampiran 15. Rekapitulasi Indeks Glikemik Kue Biji Ketapang

Panelis

Glukosa Kue Biji Ketapang Indeks

GlikemikWaktu

Luas Waktu

Luas 0 30 60 90 120 0 30 60 90 120

1 89 119 134 121 101 3390 91 140 95 91 113 1920 57

2 88 147 142 83 63 3309 88 120 124 97 85 2274 69

3 85 133 123 93 90 2895 85 110 85 97 95 1260 44

4 86 138 165 160 96 6300 81 126 117 99 82 2985 47

5 84 138 109 65 76 2207,5 86 108 99 88 96 1260 57

6 86 148 150 117 102 4950 88 137 107 101 98 2580 52

7 88 148 143 124 108 4830 89 113 98 93 101 1290 27

8 88 138 127 116 115 3915 81 108 85 96 100 1665 43

Indeks Glikemik Total 49 + 12

Lampiran 16. Rekapitulasi Indeks Glikemik Kue Bawang

Panelis

Glukosa Kue Bawang Indeks

GlikemikWaktu

Luas Waktu

Luas 0 30 60 90 120 0 30 60 90 120

1 82 122 115 101 94 2940 84 92 96 91 95 975 33

2 94 144 133 105 74 2890 98 120 103 98 108 960 33

3 94 130 128 100 95 2295 91 117 94 91 87 867 38

4 90 133 131 123 100 3660 81 104 95 93 95 1680 46

5 87 146 161 159 123 6690 81 103 96 99 99 1920 29

6 87 134 127 114 102 3645 89 106 101 98 104 1365 37

7 82 166 164 136 97 6825 79 106 92 86 96 1665 24

8 79 128 109 107 94 3435 88 96 97 97 90 810 24

Indeks Glikemik Total 32 + 7

Page 102: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

90

Lampiran 17. Resep Kue Biji Ketapang Ubi Jalar

Bahan : 37.5 gram tepung terigu

87.5 gram tepung ubi jalar

37.5 gram gula pasir

Kelapa parut digongseng, lalu ditumbuk

1 butir telur

Cara membuat :

1. Campur tepung terigu, dan tepung ubi jalar, aduk rata

2. Kocok telur dan gula hingga gula larut, masukkan kelapa parut, kocok hingga rata

3. Masukkan campuran telur ke dalam campuran tepung, aduk rata

4. Tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diuleni hingga kalis

5. Pulung adonan lalu potong miring 1 cm

6. Goreng hingga kuning kecoklatan

Lampiran 18. Resep Donat Ubi Jalar

Bahan : 175 gram tepung terigu

75 gram tepung ubi jalar

40 gram gula

50 gram margarin

½ sdm ragi

1 butir kuning telur

½ sdt baking powder

1 sdt pelembut

Cara membuat :

1. Campur tepung terigu, tepung ubi jalar, gula, ragi, baking powder, dan pelembut, aduk

rata

2. Masukkan margarin, aduk rata

3. Masukkan telur, aduk rata

4. Tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diuleni hingga kalis

5. Tutup adonan dengan lap basah dan diamkan selama 20 menit

6. Bagi adonan menjadi beberapa bagian dan dibentuk donat

7. Goreng dengan api kecil

Page 103: SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK PRODUK

91

Lampiran 19. Resep Kue Bawang Ubi Jalar

Bahan : 50 gram tepung terigu

50 gram tepung ubi jalar

10 gram margarin

2 gram garam

bawang merah dihaluskan

daun seledri secukupnya

Air

Cara membuat :

1. Campur tepung terigu, tepung ubi jalar, margarin, garam. Masukkan bawang merah

yang sudah dihaluskan, aduk sampai rata

2. Tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diuleni hingga adonan kalis

3. Gilas adonan dengan mesin pembuat mie hingga membentuk lembaran tipis

4. Potong adonan dengan panjang 5 – 6 cm

5. Goreng hingga matang dan kering