skenario 1 244.docx

70
1 Skenario 1 Batuk tak kunjung sembuh Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk berdahak yang tak kunjung sembuh. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan lalu sehingga pasien sering tidak masuk kerja. Dalam 2 bulan terakhir pasien mengeluh berat badan menurun, sering berkeringat pada malam hari, dan kadang terdapat hemaptoe. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronkhi pada apex paru dan dokter menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan rontgen thoraks dan sputum BTA. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan penunjang, dokter menyarankan rencana pengobatan pasien selama 6 bulan. Pasien merasa keberatan dan menceritakan bahwa ia tinggal didaerah yang padat penduduknya, serta banyak tetangganya yang menderita keluhan yang sama tapi tidak mendapatkan pengobatan selama itu. STEP 1 1. Hemaptoe adalah batuk yang mengeluarkan sputum bercampur darah 2. Sputum BTA merupakan pemeriksaan sputum untuk mengetaahui ada atau tidaknya “bakteri tahan asam”

Upload: arifajar

Post on 12-Sep-2015

275 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

19

Skenario 1Batuk tak kunjung sembuhSeorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk berdahak yang tak kunjung sembuh. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan lalu sehingga pasien sering tidak masuk kerja. Dalam 2 bulan terakhir pasien mengeluh berat badan menurun, sering berkeringat pada malam hari, dan kadang terdapat hemaptoe. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronkhi pada apex paru dan dokter menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan rontgen thoraks dan sputum BTA. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan penunjang, dokter menyarankan rencana pengobatan pasien selama 6 bulan. Pasien merasa keberatan dan menceritakan bahwa ia tinggal didaerah yang padat penduduknya, serta banyak tetangganya yang menderita keluhan yang sama tapi tidak mendapatkan pengobatan selama itu.

STEP 11. Hemaptoe adalah batuk yang mengeluarkan sputum bercampur darah2. Sputum BTA merupakan pemeriksaan sputum untuk mengetaahui ada atau tidaknya bakteri tahan asam3. Ronkhi adalah suara tambahan pada pernafasan. Ronkhi dapat ditemukan dalam ronkhi basah maupun ronkhi kering. Ronkhi basah yaitu tidak di sertai mukus atau cairan, sedangkan ronkhi kering tidak terdapat mukus.

STEP 21. Apa saja klasifikasi batuk berdarah?2. Bagaimana mekanisme terjadinya hemaptoe?3. Bagaimana penularan penyakit pada kasus ini?4. Mengapa pasien tersebut sering berkeringat pada malam hari?5. Apa ada hubungannya antara batuk dan berat badan menurun?6. Seperti apa penegakkan diagnosis pada kasus ini?7. Bagaimana cara pemeriksaan dan interpretasi pada pemeriksaan sputum BTA?8. Kenapa pengobatan kasus selama 6 bulan, bagaimana penatalaksanaanya?9. Apa saja faktor resiko penyakit yang di derita?

STEP 31. Klasifikasi batuk berdarahBatuk berdarah dapat di klasifikasikan berdasarkan:a. Etiologi1) Idiopatik2) Sekunderb. Jumlah darah1) Bercak2) Hemoptosis3) Hemoptosis massif4) Pseudokompleksc. Waktu1) Single2) Repeat3) Frank2. Mekanisme terjadinya hemoptoe, yakni sebagai berikut :Infeksi bakteri: M. tuberculosis terjadi inflamasi mengakibatkan terbentuknya ulkus pecah pembuluh darah darah di saluran napas3. Penularan pada Tuberculosis, yakni:Penularan Mycobaterium tuberculosis melalui droplet nuclei (infection)

4. Penyebab keringat pada malam hari, adalah sebagai berikut :Inflamasi metabolisme akan naik adanya keringat pada malam hariNormalnya kalau malam hari atau istirahat, metabolism tubuh akan turun karena tidak ada aktivitas5. Hubungan antara batuk dan berat badan menurun, yaitu :Respon imun dari adanya infeksi sitokin serotonin melanokortin merangsang hipotalamus nafsu makan menurun berat badan menurun6. Penegakkan diagnosis pada pemeriksaan Tuberculosis :a. Anamnesisb. Pemeriksaan fisik thoraksc. Pemeriksaan penunjanga) Foto rontgenb) Sputumc) Tes tuberculind) Laboratorium darah7. Cara pemeriksaan sputum BTA, adalah sebagai berikut :a. Sediaan langsung mikroskop biasab. Sediaan langsung mikroskop flouresensc. Biakan (kultur)d. BactecInterpretasi pemeriksaan sputum BTA, yaitu :a. BTA (-) = tidak ditemukan 100 lapang pandangb. BTA 1-9 pada 100 lapang pandang tidak ditemukan (+)c. BTA 10-99 dalam 100 lapang pandang (+) / 1+d. BTA 1-20 dalam 1 lapang pandang = (++) / 2+e. BTA >10 dalam 1 lapang pandang = (+++) / 3+

8. Penatalaksanaan pada kasus Tuberculosis :Pengobatan terdiri dari :a. Intensif selama 2-3 bulan (minum obat setiap hari)b. Lanjutan 4-6/7 bulan (minum obat 2-3x seminggu)Terapi farmakonya adalah sebagai berikut :a. Rifampisin (R)b. Isoniazid (INH)c. Pirazinamid (Z)d. Streptomisin (S)e. Etambutol (E)9. Faktor resiko kasus Tuberkulosis :a. Usiab. Pekerjaanc. Gaya hidupd. Polusi udarae. Lingkungan

STEP 41. Klasifikasi batuk berdarah, yaitu :Klasifikasi batuk berdarah, berdasarkan :a. Jumlah darah: a. Bercak 600ml/24 jamd. Pseudohemoptosis yaitu batuk darah dari saluran napas atasb. Waktu: a. Single 7 hari c. Frank yaitu gejala batuk darah terus menerusc. Etiologii. Idiopatik (primer)M. tuberculosis masuk ke saluran napas sarang focus ghon berkembang 3-10 minggu menjalar ke pleura Limpe (GI) limfadenopati regional vena menjalar ke seluruh tubuhii. SekunderTimbul akibat imun tubuh menurun karena bakteri yang dorman pada jaringan tubuh2. Mekanisme terjadinya hemaptoe, yaitu :M. tuberculosis inflamasi iritasi mukosa bronchial melukai dinding pembuluh darah batuk berdarah3. Cara penularan penyakit Besar tersangkut di saluran napas atasDroplet Kecil masuk ke alveolus4. Penyebab keringat pada malam hari, adalah sebagai berikut :Sistem imun melawan bakteri monosit (TNF) pirogen endogen demam5. Hubungan antara batuk dan batuk dan berat badan menurun, yaitu :Ada dua sistem di hipotalamus, yaitu:a. Melanokortin berfunngsi untuk menurunkan berat badanb. NPF berfungsi untuk menaikkan berat badan6. Penegakkan diagnosis pada Tuberculosis :a. Auskultasi ditemukan ronki (+)b. Palpasi terdapat nyeri dada (+), dan terdapat retraksic. Gejala respiratorik = batuk berdarah, sesak nafasd. Gejala sistemik = demam, anoreksia, berat badan menurun, keringat pada malam hariDD: Bronkhiektasis= komplikasi TB7. Cara pemeriksaan sputum BTA, adalah sebagai berikut :e. Sediaan langsung mikroskop biasaf. Sediaan langsung mikroskop flouresensg. Biakan (kultur)h. BactecInterpretasi pemeriksaan sputum BTA, yaitu :f. BTA (-) = tidak ditemukan 100 lapang pandangg. BTA 1-9 pada 100 lapang pandang tidak ditemukan (+)h. BTA 10-99 dalam 100 lapang pandang (+) / 1+i. BTA 1-20 dalam 1 lapang pandang = (++) / 2+8. BTA >10 dalam 1 lapang pandang = (+++) / 3+9. Penatalaksanaan pada Tuberculosis :Pengobatan:a. Lini I: a. Isoniazid (INH) dosisnya 5 mg/kgBB, max. 300mg b. Rifampisin (R), dosisnya 10 mg/kgBB, max. 600 mg 2-3x permgg c. Etambutol (E) d. Streptomisin (S) e. Pirazinamid (P)b. Lini II: a. Sikloseris 250-1000 mg/hari b. Amikasin 15 mg/kgBB/hari c. Kinamisin IM10. Faktor resiko pada Tuberculosis :a. Gaya hidup, contohnya perokokb. Lingkungan, contohnya lingkungan kumuhc. Pekerjaan, contohnya pabrik asbes

Mind Map :

STEP 51. Seperti apa penegakkan diagnosis pada kasus?2. Bagaimana prognosis dan komplikasi pada kasus?3. Terapi farmako: cara kerja dan efek obat4. Sebutkan tipe-tipe TB dan gambaran rontgen5. Kriteria pengobatan TB6. Berapakah jumlah bakteri TB sampai bisa menular?7. Bagaimana pengobatan penyakit TB pada MDR (Multi Drug Ressistant)?

STEP 6Belajar mandiri

STEP 71. Penegakan diagnosis pada kasus adalah sebagai brikut :Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis (history taking), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Djojodibroto, 2009).1. AnamnesisPada anamnesis TB paru yang perlu ditanyakan adalah:a. DemamBiasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk (Djojodibroto, 2009).b. BatukBatuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bhroncus (Djojodibroto, 2009)c. Sesak nafasPada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltratnya sudah setengah bagian paru-paru.d. Nyeri DadaGejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis (Djojodibroto, 2009)e. Malaise Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa ; anoreksia, tidak nafsu makan, berat badan menurun, tidak ada nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makim memberat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Djojodibroto, 2009)2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. (Sudoyo, 2009)Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran atau suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. (Sudoyo, 2009)Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa rinkhi basah. Kasar dan nyaring. Tetapi bila infilltrat ini dapat diliputi oleh penebalan pleura, suara napas juga vasikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besra, perusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amfirik. (Sudoyo, 2009)Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan di dapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipea, takikardi, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan edema. (Sudoyo, 2009).Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali (Sudoyo, 2009).Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit paru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (Sudoyo, 2009).3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan LaboratoriumDarahPemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru dimulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endapan darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. (Sudoyo, 2009)Hasil darah lain didapatkan juga : 1). Anemia ringan dengan gambaran nonmokron dan norm ositer, 2). Gama globulin meningkat, 3). Kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. (Sudoyo, 2009)SputumPemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA. Diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non.produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum. Pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk dan juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkos-kopi diambil dengan brusing dan bronkhial wasing atau bal (broncho alveolar). BTA dari sputum bisa juga didapatkan dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesega mungkin (Sudoyo, 2009).Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkiraan di indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka. (Sudoyo, 2009)Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1mL sputum. (Sudoyo, 2009).Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara tan thiam hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasaan kinyoun dan gabbet. (Sudoyo, 2009)Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah : a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoressens (pewarna khusus).c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur).d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat(Sudoyo, 2009)Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultraviolet walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai (auraminrho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik (Sudoyo, 2009).Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan , koloni kuman tuberkulosis mulai tmpak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen Kudoh atau Ogawa (Sudoyo, 2009).Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400 radio metric system), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan tehnik polymerase chain reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.tuberculosis yang tidak tumbuh pada sediaan biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman (Sudoyo, 2009)Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA positif, tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan paduan obat anti tuberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek (Sudoyo, 2009)Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja (Sudoyo, 2009)TES TUBERKULINPemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya diapakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purified Protein Derivate) intrakutan berkekuatan 5 (Sudoyo, 2009)Intermediate strength T.U. Bila ditakutkan hebat dengan 5 T.U. dapat diberiakn dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 T.U . masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U. (second strength). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes mantouks dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti (Sudoyo, 2009).Tes tuberkulin hanya menyatan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan mycrobakteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (mycrobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan terbentuknya antibodi selular pada permulaan dan kemudian di ikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan menekankan antobodi selular (Sudoyo, 2009).Bila pembentukan antibodi selular cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangatvirulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan (Sudoyo, 2009).Selama 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikit reaksipersenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan (Sudoyo, 2009).Berdasarkan hal-hal diatas, hasil tes mantoux ini dibagi dalam : 1). Indurasi 0-5 mm (diameternya) :mantoux negatif=golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih menonjol, 2). Indurasi 10-15 mm : hasil meragukan= golongan low grade sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih menonjol, 3). Indurasi 10-15 mm : mantoux positif= golongan normal sensitivity. Disini peran kedua antibodi seimbang, 4). Indurasi lebih dari 15mm : mantoux positif kuat= golongan hypersensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol (Sudoyo, 2009).Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan mycrobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui dari pada positif palsu (Sudoyo, 2009).Hal-hal yang memberiakan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni : a. Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis.b. Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE).c. Penyakit eksantematous dengan panas yang akut, morbili, cacar air, paliomielitis).d. Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin).e. Pemberian kortiko steroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi lainnya.f. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantoux 5 mm, dinilai positif (Sudoyo, 2009).PEMERIKSAAN RADIOLOGISPada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberiakan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan sputum hampir selalu negative (Sudoyo, 2009).Lokasi lesi tuberkulosis pada umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupaitumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial). (Sudoyo, 2009)Pada awal penyakit saat lesi nasih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma. (Sudoyo, 2009)Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangan tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasi terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu labus maupun pada satu satu bagian paru. (Sudoyo, 2009)Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks). (Sudoyo, 2009)Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dirumah sakit rujukan adalah computed tomography scanning (Ctscan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding radiologi biasa. (Sudoyo, 2009)Pemeriksaan Bakteriologik, Serologik, dan KimiaUntuk mendeteksi apakah terdapat basil TB di dalam tubuh pasien, banyak teknik pemeriksaan yang dapat digunakan, antara lain : (Djojodibtoro, 2009)a. Pemeriksaan peluasan sputum untuk basil TB.b. Pemeriksaan kultur basil TB.c. BACTEC.d. ELISA.e. MGIT (Mycrobacteria Growth Indicator Tube).f. TSA (Tuberculosterica Acid).g. ADA (Adenosin Deaminase).h. PRC (Polymerase Chain Reaction).i. DNA Finger printing, RFLP (Restrictive Fragment Length Polymorphism).j. AMTDT (Amplified Mycrobacterium Tuberculosis Direct Test).k. Microbacterial Phage Typing.

2. Prognosis dan Komplikasi pada kasus, adalah sebagai berikut :A. KomplikasiPenyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.a) Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncets arthropathyb) Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Harrison, 2014)B. Prognosis Tuberculosis (TB) adalah infeksi yang menyerang paru-paru. Hal ini menyebar dari orang ke orang melalui udara. Setiap tahun TB bertanggung jawab atas kematian sekitar dua juta orang di seluruh dunia.a. Lihat dokter segeraSeseorang menunjukkan tanda-tanda dan gejala TB harus melihat seorang dokter sesegera mungkin. Pengobatan awal secara signifikan meningkatkan kemungkinan prognosis jangka panjang positif.b. ManfaatUntuk memastikan prognosis jangka panjang positif, pasien TB ketat harus mematuhi rejimen obat yang diresepkan oleh dokter. Mengubah jadwal pengobatan, dosis dilewatkan atau tidak memakai obat yang akan meningkatkan risiko kematian.c. Kesalah pahaman Banyak orang yang mulai merasa lebih baik beberapa minggu setelah memulai pengobatan, namaun bakteri TB masih sangat aktif dalam tubuh mereka. Penghentian pengobatan saat ini dapat mengakibatkan resistan terhadap obat TB. Resistan terhadap obat TB adalah jauh lebih sulit untuk mengobati dan membawa risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan non-resistan terhadap obat TB.d. Time framePrognosis janga panjang untuk pasien yang diobati untuk TB umumnya baik. Dengan pengobatan yang tepat, 90 persen pasien TB akan bertahan penyakit.e. PeringatanTB tidak akan hilang dengan sendirinya. Orang dengan TB yang tidak diobati memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripadi mereka yang mencari pengobatan. Hampir 50 persen dengan TB yang tidak diobat meninggal dalam waktu 5 tahun (Mansjoer, 2012).

3. Terapi farmakologi berdasarkan cara kerja dan efek sampingnya, adalah sebgai berikut :A. Obat Anti Tuberkulosis primera. Isoniasid (Isonikotinil Hidrazid)Mekanisme kerjaKerja obat ini adalah dengan menghambat enzim esensial yang penting untuk sintesis asam mikolat dan dinding sel mikobakteri. INH dapat menghambat hampir semua basil tuberkel, dan bersifat bakterisida terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif. INH dapat bekerja baik intra maupun ekstraseluler. Aktivitas INH menghambat aksi enoyl protein pembawa asil dalam bentuk (InhA). InhA merupakan komponen enzim penting dari sintesis asam lemak kompleks II (FAS-II). FAS-II yang terlibat dalam sintesis rantai panjang asam mycolic. Asam mycolic merupakan komponen struktural penting dari dinding sel mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan (Deck & Winston, 2014).

Gambar 1. Mekanisme kerja Isoniasid (Deck & Winston, 2014)FarmakokinetikAbsorpsi: oral. Distribusi: melintasi plesenta; muncul dalam ASI; mendistribusikan ke dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk CSF (Cerebrospinal Fluid). Ikatan protein; 10% sampai 15%. Metabolisme : oleh hati terhadap isoniasid asetil dengan tingkat kerusakan genetik ditentukan oleh fenotipe asetilasi; mengalami hidrolisis lebih lanjut untuk asam asetil isonikotinik dan hidrazin. Waktu paruh: mungkin bias diperpanjang pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau gangguan ginjal parah. Asetilator cepat: 30-100 menit. Asetilator lambat: 2-5 jam. Waktu puncak konsentrasi serum: oral: dalam 1-2 jam. Eliminasi: 75% sampai 95% diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah dan metabolit; jumlah kecil diekskresi dalam tinja dan saliva. Dialisis: dialisis (50% sampai 100%) (Deck & Winston, 2014).Efek sampingInsiden dan berat ringannya efek non terapi INH berkaitan dengan dosis dan lamanya pemberian. Reaksi alergi obat ini dapat berupa demam, kulit kemerahan, dan hepatitis. Efek toksik ini meliputi neuritis perifer, insomnia, lesu, kedut otot, retensi urin, dan bahkan konvulsi, serta episode psikosis. Kebanyakan efek ini dapat diatasi dengan pemberian piridoksin yang besarnya sesuai dengan jumlah INH yang diberikan (Deck & Winston, 2014).IndikasiObat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan anti tuberkulosis lain (Deck & Winston, 2014).Kontraindikasi.Kontraindikasinya adalah riwayat hipersensitifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi, kehamilan (kecuali resiko terjamin) (Deck & Winston, 2014).b. Rifampisin (RIF)Mekanisme kerjaObat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat -subunit dari DNA dependent RNA polimerase sehingga menghambat peningkatan enzim tersebut ke DNA dan menghambat transkripsi messenger RNA (mRNA). Transkrip RNA adalah persyaratan penting untuk sintesis protein. In vitro dan in vivo, obat ini bersifat bakterisid terhadap mikobakterium tuberkulosis, M. bovis, dan M. kansasii baik intra maupun ekstraseluler. Konsentrasi bakterisid berkisar 3-12 g/ml/ obat ini dapat meningkatkan aktivitas streptomisin dan INH, tetapi tidak untuk etambutol (Deck & Winston, 2014).

Gambar 1. Mekanisme kerja Rifampicin (Deck & Winston, 2014)FarmakokinetikAbsorpsi: oral: diserap dengan baik. Distribusi: sangat lipofilik; melintasi penghalang darah-otak dan didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan seperti hati, paru-paru, kandung empedu, empedu, air mata, dan air susu ibu; mendistribusikan ke CSF ketika meninges meradang. Ikatan protein: 80%. Metabolisme: mengalami daur ulang enterohepatik; di metabolisme di hati diasetil (aktif). Waktu paruh: 3-4 jam, berkepanjangan dengan kerusakan hati. Waktu puncak konsentrasi serum: oral: dalam 2-4 jam. Eliminasi: terutama di feses (60% sampai 65%) dan urin (~30%). Dialisis: rifampisin plasma konsentrasi tidak signifikan dipengaruhi oleh hemodialisis atau dialisis peritoneal (Deck & Winston, 2014).Efek sampingKurang dari 4% penderita mengalami efek samping, seperti demam, kulit kemerahan, mual dan muntah, ikterus, trombositopenia, dan nefritis. Gangguan hati yang terberat terutama terjadi bila rifampisin diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan INH. Gangguan saluran cerna juga sering terjadi, tidak enak di ulu hati, mual dan muntah, kolik, serta diare yang kadang-kadang memerlukan penghentian obat (Deck & Winston, 2014).IndikasiDiindikasikan untuk obat anti tuberkulosis yang dikombinasikan dengan anti tuberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang (Deck & Winston, 2014).

KontraindikasiSindrom syok, anemia hemolitik akut, dan gangguan hati. Hati hati pemberian obat ini pada penderita gangguan ginjal (Deck & Winston, 2014)c. Pirazinamid (PZN)Mekanisme kerjaPirazinamid (PZN) adalah pro-drug dan diubah menjadi bentuk aktif (asam pyrazinoic) oleh enzim peroksidase nicotinamidase dikenal sebagai pyrazinamidase (PncA). Asam Pyrazinoic menghambat aksi sintetase asam lemak I (FAS I). FAS I adalah terlibat dalam sintesis asam mycolic rantai pendek merupakan komponen struktural penting dari dinding sel mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan. Obat ini bersifat bakterisidal, terutama dalam keadaan asam dan mempunyai aktivitas sterilisasi intraseluler (Deck & Winston, 2014).

Gambar 3. Mekanisme Kerja Pirazinamid (Deck & Winston, 2014).

FarmakokinetikAbsorpsi: oral: diserap dengan baik. Distribusi: didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk paru-paru, hati, CSF. Ikatan protein: 50%. Metabolisme: dalam hati. Waktu paruh: 9-10 jam, berkepanjangan dengan fungsi ginjal atau hati berkurang. Waktu puncak konsentrasi serum: dalam 2 jam. Eliminasi: dalam urin (4% sebagai obat tidak berubah) (Deck & Winston, 2014).Efek sampingObat ini bersifat hepatotoksik yang berkaitan dengan dosis pemberian dan dapat menjadi serius. Dengan dosis harian 3 g atau 40-50 mg/kg BB/hari (Deck & Winston, 2014).Obat ini sangat efektif terhadap tuberkulosis bila digabungkan dengan INH, tetapi dilaporkan lebih kurang 14% penderita akan mengalami gangguan hati yang berat, serta kematian dapat terjadi karena timbulnya nekrosis. Karena efek hepatotoksik, pemeriksaan uji hati perlu dilakukan sebelum pemberian obat ini. Penggunaan pirazinamid secara rutin menyebabkan hiperuresemia, biasanya asimtomatik. Jika gejala penyakit gout timbul, dan pengobatan dengan pirazinamid dibutuhkan, penderita sebaiknya juga mendapat alopurinol/probenesid (Deck & Winston, 2014).IndikasiDigunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain (Deck & Winston, 2014).KontraindikasiKontraindikasi terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, Hipersensitivitas (Deck & Winston, 2014).d. Streptomisin (STR)Mekanisme kerjaObat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein pada ribosom mikrobakterium dan bersifat bakterisid, terutama terhadap basil tuberkel ekstraseluler (Deck & Winston, 2014).

Gambar 4. Mekanisme Kerja Streptomycin (Deck & Winston, 2014)

FarmakokinetikDistribusi: mendistribusikan ke dalam jaringan tubuh dan cairan kecuali otak; jumlah kecil masukkan CSF hanya dengan meninges meradang, melintasi plasenta; jumlah kecil muncul di ASI. Ikatan protein: 34%. (Deck & Winston, 2014).Waktu paruh: berkepanjangan degan kerusakan ginjal. Baru lahir: 4-10 jam. Dewasa: 2- 4,7 jam. Waktu puncak konsentrasi serum: im: dalam 1-2 jam. Eliminasi: 30% sampai 90% dari dosis diekskresikan sebagai obat tidak berubah dalam urin, dengan jumlah kecil (1%) diekskresikan dalam empedu, saliva, keringat, dan air mata (Deck & Winston, 2014).Efek sampingSakit kepala atau lesu biasanya terjadi setelah penyuntikan dan umumnya bersifat sementara. Reaksi hipersensitivitas sering terjadi pada minggu pertama pengobatan dan biasanya lebih ringan dibandingkan INH. Obat ini bersifat ototoksik menimbulkan gangguan pendengaran dan keseimbangan dengan gejala vertigo, mual, dan muntah. Selain itu, obat ini juga bersifat nefrotoksik (Deck & Winston, 2014)IndikasiSebagai kombinasi pada pengobatan TBC bersama isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontraindikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut (Deck & Winston, 2014).KontraindikasiHipersensitivitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida lain (Deck & Winston, 2014).e. Etambutol (EMB)Mekanisme kerjaObat ini menghambat sintesis metabolisme sel sehingga menyebabkan kematian sel. EMB menghambat aksi arabinosyl (EmbB). EmbB adalah enzim membran terkait yang terlibat dalam sintesis arabinogalaktan. Arabinogalactan merupakan komponen struktural penting dari dinding sel mikobakteri. Hampir sama strain M. tuberculosis, M. bovis, dan kebanyakan M. kansasii rentan terhadap obat ini. Obat ini bersifat bakteriostatik dan bekerja baik intra maupun ekstraseluler (Deck & Winston, 2014).

Gambar 5. Mekanisme Kerja Etambutol (Deck & Winston, 2014).

FarmakokinetikAbsorpsi: ~80%. Distribusi: didistribusikan ke seluruh tubuh dengan konsentrasi tinggi di ginjal, paru-paru, saliva, dan sel darah merah; konsentrasi dalam CSF rendah; melintasi plasenta; diekskresikan ke dalam ASI. Ikatan protein: 20% sampai 30%. Metabolisme: 20% oleh hati untuk metabolit aktif. Waktu paruh: 2,5-3,6 jam (hingga 7 jam atau lebih dengan gangguan ginjal). Waktu puncak konsentrasi serum: dalam waktu 2-4 jam. Eliminasi: ~50%dalam urin dan 20% diekskresi dalam tinja sebagai obat yang tidak berubah. Dialisis: sedikit dialysis (5% sampai 20%) (Deck & Winston, 2014).

Efek sampingEtambutol jarang menimbulkan efek samping bila diberikan dengan dosis harian biasa dan efek toksik minimal. Efek nonterapi yang berat dan berkaitan dengan dosis, yaitu efek toksik di okular. Gangguan di mata biasanya bersifat bilateral, yaitu berupa neuritis optik dengan gejala penurunan ketajaman penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna merah dengan hijau, lapangan pandangan mata menyempit, dan dapat terjadi skotoma perifer ataupun sentral. Gangguan ini biasanya bersifat reversibel. Karena itu, sebelum etambutol diberikan, uji ketajaman penglihatan dan uji buta warna sebaiknya dilakukan (Deck & Winston, 2014).IndikasiEtambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual (Deck & Winston, 2014).KontraindikasiHipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optic (Deck & Winston, 2014).B. Obat Anti Tuberkulosis Sekundera. Asam Para-amino Salisilat (PAS)Ditemukan tahun 1940, dahulu merupakan OAT garis pertama yang disunakan bersama dengan isoniazid dan streptomycin; kemudian kedudukannya digantikan oleh ethambutol. PAS memperlihatkan efek bakteriostatik terhadap M. tuberculosis dengan menghambat secara kompetitif pembentukan asam folat dari asam para-amino benzoat1. Penggunaan PAS sering disertai efek samping yang mencakup keluhan saluran cerna, reaksi hipersensitifitas (10% penderita), hipotiroid, trombositopenia, dan malabsorpsi (Deck & Winston, 2014).b. EthionamideSetelah penemuan isoniazid beberapa turunan pyridine lainnya telah diuji dan ditemukan ethionamide dan prthionamide memperlihatkan aktifitas antimikobakteri2. Mekanisme kerjanya sama seperti isoniazid, yaitu menghambat sintesis asam mikolat. In-viro kedua turunan pyridine ini bersifat bakterisid, tetapi resistensi mudah terjadi. Dosis harian adalah 500-1000 mg, terbagi dua dosis. Efek samping utama adalah gangguan saluran cerna, hepatotoksisitas (4.3% penderita); ethionamide memperlihatkan kekerapan efek samping yang sedikit lebih rendah dari efek samping prothioamide. Efek samping yang lain adalah neuritis, kejang, pusing, dan ginekomastia. Untungnya, basil yang sudah resisten terhadap isoniazid masih rentan dengan ethioamide, walaupun keduanya berasal dari senyawaan induk yang sama yaitu asam nikotinat. Antara ethionamide dan prothionamide terjadi resistensi silang (Deck & Winston, 2014)c. Aminoglikosida dan CapreomycinKelompok obat suntik ini mempunyai mekanisme kerja mengikat ribosom di subunit 30S, yang selanjutnya berakibat pengambatan sistesiprotein6. Obat ini harus dapat melintasi dinding sel supaya tempat kerjanya di ribosom. Pada pH rendah yaitu di dalam kavitas dan abses, penetrasi obat meliwati dinding sel mikobakteri terhalang, dan ini dapat menerangkan kekurangmanjuran aminoglikosida sebagai antitiberkulosis. Lebih lanjut aminoglikosida tak dapat melintasi dinding sel, sebab itu tak berkhasiat terhadap mikobakteri intrasel (Deck & Winston, 2014).Aminoglikosida berkhasiat bakterisid hanya terhadap mikobakteri yang sedang membelah dan sedikit sekali efeknya terhadap basil yang tak sedang membelah. Oleh karena itu aminoglikodsida hanya bermanfaat pada pengobatan fase induksi, ketika mikobakteri dalam jumlah besar sedang membelah diri, sedangkan pada pengobatan fase lanjut yang diperlukan adalah OAT yang aktif terhadap mikobakteri intrasel yang sedang membelah diri secara lambat (Deck & Winston, 2014)Resistensi terhadap streptomycin biasanya sering dijumpai pada wilayah dimana obat itu luas digunakan. Tempat kerja masing-masing aminoglikosida di ribosom 30S adalah tak sama. Amikacin umumnya aktif terhadap mikobakteri yang sudah resistant terhadap streptomycin, tetapi antara amikacin dengan kanamycin selalu ada resistensi silang. Di lain fihak mikobakteri yang sudah resisten dengan amikasin selalu resisten pula dengan streptomycin. Capreomycin adalah obat mahal, tetapi aktif terhadap strain mikobakteri yang sudah resisten terhadap streptomycin. Strain yang sudah resisten dengan capreomycin masih dapat diatasi dengan amikacin, tetapi sebaliknya tidak (Deck & Winston, 2014).d. Beta-laktamCo-amoxiclav dan ampicillin/sulbactam in-vitro mempunyai aktifitas terhadap M tuberculosis. Penghambat beta-laktamase adalah esensial untuk menghambat hidrolisis oleh beta-laktamase yang dihasilkan oleh mikobakteri, sehingga memungkinkan penetrasi aminopenicillin meliwati dinding sel. Aktifitas bakterisidal dini coamoxiclav yang dilaporkan sebanding dengan oxofloxacin menyokong penggunaan obat ini di klinik (Deck & Winston, 2014).Akan tetapi aktifitas bakterisid hanya terhadap mikobakteri pada fase eksponensial dan tidak pada fase stasioner, sehingga diperkirakan obat ini hanye bermanfaat untuk mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lainnya yang diberikan bersama..Kemanjuran coamoxiclav dalam regimen pengobatan pada kasus tuberkulosis yang resisten sudah dilaporkan, tetapi belum ada uji klinik yang menilai efeknya secara definitive (Deck & Winston, 2014).e. RifabutinRifabutin dan rifampicin adalah turunan rifamycin,resitensi silang dapat terjadi antara keduanya, akan tetapi masih ada sekitar 15% strain M tuberculosis yang sudah resisten dengan rifampicin ditemui masih sensitif dengan rifabutin. Rifabutin lebih disukai dari rifampicin pada pengobatan penderita tuberkulosis dengan HIV yang sedang diobati dengan protease inhibitor, karena rifabutin merupakan metabolic inducer yang lebih lemah daripada rifampicin (Deck & Winston, 2014).4. Tipe-tipe Tuberculosis serta gambaran rontgennya adalah sebagai berikut :a. Infeksi primerIndividu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya, pada mulanya hanya memberikan hasil reaksi seperti juka terdapat benda asing di saluran pernafasan; hal ini karena tubuh tidak mempunyai pengalaman dengan basil TB. Hanya proses fagositosis oleh makrofag saja yang dihadapi oleh basil TB. Namun, makrofag yang memfagositosis belum diaktifkan. Selama periode tersebut, basil TB berkembang biak dengan bebas, baik ekstraseluler maupun intraseluler di dalam sel yang memfagositosisnya. Selama tiga minggu, tubuh hanya membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan, tetapi kemudian tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas selular. Setelah tiga minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk beluk basil TB. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan mendapat perlawanan yang berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh; timbul reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pembentukan pertahanana imunitas selular akan lengkap setelah 10 minggu (Djojodibroto, 2009)Setelah minggu ke tiga, basil TB yang difagositosis akan dicerna oleh makrofag dan umumnya basil TB akan mati. Namun basil TB yang virulen akan bertahan hidup. Basil yang tidak begitu virulen juga akan tetap hidup jika makrofag atau pertahanan tubuh lemah. Orang yang terinfeksi basil TB maupun anggota keluarganya tidak tahu bahwa ia terinfeksi basil tuberkulosis karena tidak ada gejala atau tanda- tanda yang terlihat. Jika dilakukan tes mantoux, akan terbukti bahwa ia telah terinfeksi basil tuberkulosis karena hasil tes mantoux akan memberikan hasil positif (Djojodibroto, 2009)Patogenesis penyakit TB seperti yang telah diterangkan diatas, bervariasi tergantung pada umur penderita. Pada bayi yang belum memiliki sistem imunitas yang sempurna dan belum pernah mengenal basil TB, perjalanan penyakitnya akan berbeda dengan perkembangan penyakit pada anak yang telah memmpunyai sisrtem imunitas, dan akan berbeda pula dengan perkembangan penyakit pada orang dewasa muda yang sudah mempunyai imunitas tapi belum pernah mengenal M.Tuberculosis. sebagian besar orang yang terkena infeksi basil tuberculosis dapat berhasil mengatasinya,hanya beberapa orang saja yang tidak berhasil menanggulangi keganasan basil tuberculosis (Djojodibroto, 2009)Seperti disebutkan di atas, basil tb memebelah diri dengan lambat di alveolus. Tempat basil TB membelah ini kemudian menjadi lesi inisial tempat pembentukan granuloma yang kemudian mengalami nekrosis dan perkijuan di tengahnya. Infeksi ini biasanya berhasil dibatasi agar tidak menyebar dengan cara terbentuknya fibrosis yang mengelilingi granuloma. Stadium ini disebut infeksi primer. Nodus limfa yang menampung aliran cairan limfa yang berasal darilesi inisial juga terinfeksi sehingga juga meradang. Lesi inisial ketika meradang disebut sebagai fokus inisial. Fokus inisial disebut juga sebagai fokus primer yang dikelilingi oleh sel epiteloid, histosit, dan sel datia langhans, sel limfoid dan jaringan fibrosa. Lesi ini disebut sebagai lesi granulomatosa, dan pada tuberkulosis disebut sebagai tuberkel. Fokus inisial atau fokus primer yang meradang bersama kelenjar limfa yang meradang disebut kompleks primer. Selanjutnya, fokus primer yang mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus limfa disebut kompleks ghon. Selain pada tuberkulosis, proses terjadinya granuloma juga dapat ditemukan pada penyakit sarkoidosis. Namun,pada sarkoidosis, granuloma tidak mengalami kaseasi dan tidak disebut sebagai tuberkel (Djojodibroto, 2009)Pada orang yang berhasil mengatasi fokus infeksi primer dan tidak sakit, ternyata tidak semua basil tuberkulosis tersingkir dari tubuh atau tidak dapat dibunuh. Basil tuberkulosis ini dapat berada di dalam tubuh dalam waktu lama bahkan sampai puluhan tahun dalam keadaan dorman. Hanya 10% orang yang terinfeksi basil TB yang memberikan gejala (Djojodibroto, 2009)Terdapat kemungkinan bahwa pada awal stadium infeksi primer, ada beberapa basil TB yang menyebar melalui aliran darah ke tempat lain di luar lesi inisial. Basil TB yang keluar dari lesi inisial akan terdampar pada suatu tempat dan akan berkembang biak di tempat yang baru tersebut. Secondary settlement dapat terjadi di apeks paru, ginjal, ujung tulang panjang, dan otak. Akan tetapi, secondary settlement yang paling sering adalah di apeks paru. Walaupun terdapat basil TB yang menyebar, jika daya tahan tubuh prima, individu ini tidak akan menderita tuberkulosis. Pada beberapa penderita tuberkulosis yang sangat lemah daya tahan tubuhnya , Secondary settlement dapat terjadi di seluruh tubuh dan menderita tuberkulosis miliar (Djojodibroto, 2009)Patogenesis seperti yang disebutkan diatas hanya berlaku pada individu yang belum pernah kemasukan basil TB sehingga istilah infeksi primer, lesi inisial, fokus inisial, dan komplek primer hanya digunakan jika sedang membahas tentang perjalanan proses penyakit paru pada individu yang belum pernah mengenal basil TB atau belum mempunyai imunitas terhadap basil TB (Djojodibroto, 2009)b. Tuberculosis pascaprimer atau reaktivasiIndividu yang pernah mengalami infeksi primer biasanya mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil TB, hal ini dapat terlihat pada tes tuberkulin yang menimbulkan hasil reaksi positif. Jika orang sehat yang pernah mengalami penurunan daya tahan tubuh, ada kemungkinan terjadi reaktivasi basil TB yang sebelumnya berada dalam keadaan dorman. Reaktivasi biasanya terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer. Penurunan daya tahan tubuh dapat disebabkan oleh bertambahnya umur, alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, diabetes melitus dan HIV/AIDS (Djojodibroto, 2009)Gejala tuberkulosis pasca primer berbeda dengan gejala penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh infeksi primer. Hal ini disebabkan karena pada penderita tuberkulosis pasca primer, individu tersebut telah mempunyai mekanisme kekebalan terhadap hasil TB (Djojodibroto, 2009)Tipe PasienTipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:a. Kasus baruAdalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu) (Djojodibroto, 2009).b. Kasus kambuh (Relaps)Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur) (Djojodibroto, 2009).c. Kasus setelah putus berobat (Default )Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif (Djojodibroto, 2009).d. Kasus setelah gagal (failure)Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan (Djojodibroto, 2009).e. Kasus Pindahan (Transfer In)Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya (Djojodibroto, 2009).f. Kasus lain :Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Djojodibroto, 2009).Catatan:TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara

Berikut gambar foto rontgen thorax pasien tuberculosis primer maupun reaktivasi :

Gambar 6. Gambaran Rongten Tuberculosis (Djojodibroto, 2009)5. Kriteria pengobatan TB, yakni :Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, men`1cegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Dalam pengobatan TB digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana tabel :

(Tabel 1. Sifat dan Dosis Obat Tuberculosis (Widoyono, 2011)Prinsip pengobatanPengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan (Widoyono, 2011)Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Widoyono, 2011)Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan, yaitu sebagai berikut :a. Tahap awal (intensif)Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat (Widoyono, 2011)Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu (Widoyono, 2011)Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.b. Tahap LanjutanPada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktuyang lebih lamaTahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Widoyono, 2011)

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia:

Tabel 2. Panduan Kriteria Pengobatan1) Paduan OAT kategori-1, kategori-2, dan kategori-3 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien (Widoyono, 2011)2) Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan (Widoyono, 2011)

Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT dan peruntukannya.1. Kategori-1Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:a. Pasien baru TB paru BTA positif.b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positifc. Pasien TB ekstra paru

2. Kategori -2Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:a. Pasien kambuhb. Pasien gagalc. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

3. Kategori-3Paduan OAT ini diberikan untuk pasien :a. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positifb. Pasien TB ekstra paru ringan

OAT Sisipan (HRZE)Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif.

6. Kriteria atau alasan mengapa bakteri TB sampai bisa menular, adalah sebagai berikut :Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang sangat mudah sekali dalam penularannya. Seperti halnya penyakit flu biasa, dalam penyebaranya TBC juga melalui udara. Penyakit tuberkolosis sangat mematikan apabila tidak segera dilakukan penanganan. Di Indonesia, penanganan sejak dini sudah dilakukan dengan memberikan paket imunisasi BCG pada balita. Namun demikian, belum sepenuhnya Indonesia 100% terbebas dari penyakit ini ( Sudoyo, 2009 )Kebanyakan masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mengerti dan mengenal penyakit ini. Dengan gejala awal batuk yang kemudian disertai dengan demam, kadang-kadang masyarakat masih mengangap itu hanya penyakit biasa dan tidak mau melakukan pemeriksaan secara lebih intensif untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang gejala yang dirasakannya. Dan ketika batuk tidak berhenti selama 3 minggu dan keadaan semakin parah yang kadang-kadang batuk yang disertai dengan darah, yang menandakan penyakit sudah parah barulah melakukan pemeriksaan dan pengobatan ( Sudoyo, 2009 )Mycobacterium Tuberculosis adalah bakteri penyebab dari penyakit TBC, kuman ini berbentuk batang yang mengelompok atau disebut berkoloni. Kuman ini paling sering menyerang organ pernafasan atau paru-paru, walaupun masih bisa menyerang organ tubuh yang lain. Infeksi primer dapat terjadi pada indifidu yang belum memiliki kekebalan terhadap basil ini. Nama lain dari TBC adalah TB yaitu adalah singkatan dari tubercles bacillus. Jadi antara TBC dan TB adalah penyakit yang sama. Jumlah bakteri yang di keluarkan dalam 1 mL dahak adalah sekitar 5000 batang kuman ( Sudoyo, 2009 )Dengan penyebaran melalui udara, TBC dapat menyerang siapa saja. Dari organ pernafasan, penderita dapat menularkan melalui bersin, batuk, atau hembusan udara yang melalui hidung ataupun mulut. Kuman yang bertebaran di udara dalam bentuk droplet nuclei sekitar 3000 percikan akan terhisap oleh orang yang ada disekitar melalui pernafasan dan masuk kedalam paru-paru, kemudian masuk ke saluran limfe paru. Dari limfe inilah menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah ( Sudoyo, 2009 )Selain menyerang organ paru, bakteria ini dapat menyerang organ-organ tubuh yang lainnya seperti sendi, otot, tulang, saluran kencing, sistem syaraf pusat, sumsum tulang, dan sistem limfa. Tidak semua organ yang terserang menimbulkan gejala yang secara langsung dapat kita rasakan, tergantung dari bagian mana yang diserang. Sebagai contoh apabila yang terserang bagian tulang belakang maka gejala yang dirasakan adalah rasa sakit pada bagian tulang belakang. Dan apabila bakteria menyerang bagian organ ginjal maka, penderita mungkin akan mengalami masalah kencing darah ( Sudoyo, 2009 )Manusia mempunyai sistem imun yang akan menjaga dari serangan bakteria ini, sistem imunitas akan menyerang bakteria TBC selepas 3-10 minggu dari mulai terjangkit Tuberculosis. Sel darah putih disebut makrofak, akan dihasilkan untuk melawan bakteria dan yang membungkusnya. Jika bakteri ini mati, berarti kita akan terbebas sepenuhnya dari masalah TBC. Tetapi jika tidak, maka ia akan menjadi tidak aktif dan akan berada dalam tubuh selama beberapa tahun. Dalam hal ini anda dikategorikan terjangkit TBC tetapi tidak mengalami masalah dan tidak menulari orang lain. ( Sudoyo, 2009 )

7. Pengobatan penyakit TB pada MDR (Multi Drug Ressistant), yakni sebagai berikut :RESISTEN GANDA (Multi Drug Resistance/ MDR) a. Definisi Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya (PHPI, 2006)Secara umum resistensi terhadap obat tuberculosis dibagi menjadi : 1) Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB 2) Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah penderitanya sudah pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak 3) Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya riwayat pengobatan sebelumnya. (PHPI, 2006)Laporan pertama tentang reistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada penderita TB dan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70% 90% dalam waktu hanya 4 sampai 16 minggu. WHO Report on Tuberculosis Epidemic 1995 menyatakan bahwa resitensi ganda kini menyebar di berbagai belahan dunia. Lebih dari 50 juta orang mungkin telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis khususnya rifampisin dan INH, serta kemungkinan pula ditambah obat antituberkulosis yang lainnya. TB paru kronik sering disebabkan oleh MDR (PHPI, 2006)Ada beberapa penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu: 1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis 2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, baik karena jenis obatnya yang tidak tepat misalnya hanya memberikan INH dan etambutol pada awal pengobatan, maupun karena di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya 4. Fenomena addition syndrome (Crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka penambahan (addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resisten 5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik, sehingga mengganggu bioavailabiliti obat 6. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan 7. Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan 8. Pengetahuan penderita kurang tentang penyakit TB 9. Belum menggunakan strategi DOTS 10. Kasus MDR-TB rujuk ke ahli paru Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR) 11. Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk penderita MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as.klavulanat. Saat ini paduan yang dianjurkan OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT dari obat lini 1 ditambah dengan obat lain (lini 2) golongan kuinolon, yaitu Ciprofloksasin dosis 2 x 500 mg atau ofloksasin 1 x 400 mg 12. Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan 13. Hasil pengobatan terhadap resisten ganda tuberkulosis ini kurang menggembirakan. Pada penderita non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus. 14. Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan terawasi secara baik merupakan salah satu kunci penting mencegah dan mengatasi masalah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan menanggulangi masalah tuberkulosis khususnya resisten ganda 15. Prioritas yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-TB 16. Pencegahan resistensi dengan cara pemberian OAT yang tepat dan pengawasan yang baik (PHPI, 2006).Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR), adalah sebagai berikut :a. Pengobatan MDR-TB hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk penderita MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya tailor made, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin), etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+ as.klavulanat. Saat ini paduan yang dianjurkan OAT yang masih sensitif minimal 2 3 OAT dari obat lini 1 ditambah dengan obat lain (lini 2) golongan kuinolon, yaitu Ciprofloksasin dosis 2 x 500 mg atau ofloksasin 1 x 400 mg.b. Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12 bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan.c. Hasil pengobatan terhadap resisten ganda tuberkulosis ini kurang menggembirakan. Pada penderita non-HIV, konversi hanya didapat pada sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus dan kesembuhan pada 56% kasus..d. Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan terawasi secara baik merupakan salah satu kunci penting mencegah dan mengatasi masalah resisten ganda. Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan menanggulangi masalah tuberkulosis khususnya resisten ganda.e. Prioritas yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan MDR-TBf. Pencegahan resistensi dengan cara pemberian OAT yang tepat dan pengawasan yang baik (PHPI, 2006)Daftar PustakaBraundwald, dkk. 2014. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Horisson). Jakarta. EGC.Deck, D H, Winston, L G. 2014. Obat Antimikobakteri. Dalam : Farmakologi dasar & Klinis. Soeharsono, R, Heriyanto, P, Iskandar, M, Octavius, H (Editor). Edisi 12. Volume 2. EGC. Jakarta. Djojodibroto. Darmanto. 2009. RESPIROLOGI (Respiratory medicine). JAKARTA : EGCMasdjor, dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. FKUI. JakartaSudoyo, dkk. 2009. ILMU PENYAKIT DALAM JILID III EDISI V. JAKARTA : FKUIWidoyono. 2011. Penyakit Tropis. Edisi ke 2. Jakarta. Erlangga.