ske 2 b12

71
Skenario 2 Rexy, The Next Valentino Rossi Rexy, 18 tahun, seorang mahasiswa yang menyukai olahraga balap motor. Tetapi naas baginya pada saat melakukan latihan terakhir untuk perlombaan balap motor keesokan harinya, Rexy mengalami kecelakaan. Sesaat setelah kecelakaan, Rexy terbaring dan mengerang kesakitan sambil memegangi betis kanannya dengan menggunakan tangan kirinya. Rexy mengalami luka-luka dan dari bagian tengah lengan atas kanannya terlihat patahan tulang yang menonjol keluar dibarengi dengan keluarnya darah dalam jumlah banyak. Teman- teman sesama pembalap dan kru langsung menolong Rexy dengan memasang bidai pada tungkai kanan dan lengan kanannya, kemudian membawanya ke rumah sakit. Rexy masih mengerang kesakitan serta terlihat adanya betis kanan yang bengkok, bengkak, serta nyeri tekan pada cruris dextra 1/3 tengah. Lengan kanan sama sekali tidak bisa digerakkan. Pemeriksaan bagian akral pada kedua ekstremitas tersebut baik. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologis dengan X-Ray, dokter bedah orthopaedi memutuskan untuk melakukan operasi ORIF pada cruris dan humeri dextra. Sebelum melakukan tindakan, dokter meminta persetujuan Rexy dan keluarganya. Selain itu Rexy diberi ATS dan antibiotika. I. KLARIFIKASI ISTILAH 1. ORIF 1

Upload: afiwahyu

Post on 11-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

coba - coba

TRANSCRIPT

Skenario 2Rexy, The Next Valentino Rossi

Rexy, 18 tahun, seorang mahasiswa yang menyukai olahraga balap motor. Tetapi naas baginya pada saat melakukan latihan terakhir untuk perlombaan balap motor keesokan harinya, Rexy mengalami kecelakaan. Sesaat setelah kecelakaan, Rexy terbaring dan mengerang kesakitan sambil memegangi betis kanannya dengan menggunakan tangan kirinya. Rexy mengalami luka-luka dan dari bagian tengah lengan atas kanannya terlihat patahan tulang yang menonjol keluar dibarengi dengan keluarnya darah dalam jumlah banyak. Teman-teman sesama pembalap dan kru langsung menolong Rexy dengan memasang bidai pada tungkai kanan dan lengan kanannya, kemudian membawanya ke rumah sakit. Rexy masih mengerang kesakitan serta terlihat adanya betis kanan yang bengkok, bengkak, serta nyeri tekan pada cruris dextra 1/3 tengah. Lengan kanan sama sekali tidak bisa digerakkan. Pemeriksaan bagian akral pada kedua ekstremitas tersebut baik. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologis dengan X-Ray, dokter bedah orthopaedi memutuskan untuk melakukan operasi ORIF pada cruris dan humeri dextra. Sebelum melakukan tindakan, dokter meminta persetujuan Rexy dan keluarganya. Selain itu Rexy diberi ATS dan antibiotika.I. KLARIFIKASI ISTILAH1. ORIF

a. ORIF adalah suatu pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. (Price, Wilson. 2005)b. Open Reduction With Internal FixationSuatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan teknik pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, skrup, logam, atau protesa untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan. (Depkes, 1995)

c. Koreksi patah tulang dengan jalan membuka dan memasang sesuatu yang tidak dapat berubah atau fiksasi di dalam tulang tersebut. (Rasjaad, C. dkk. 2014)

2. Bidai

a. Tindakan memfiksasi atau mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cidera dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator. (Rasjaad, C. dkk. 2014)

II. IDENTIFIKASI MASALAH1. Mengapa setelah kecelakaan Rexy mengeluh betis kanan sakit, luka-luka dan bagian lengan kanan atas terlihat patahan tulang yang menonjol dan dibarengi keluarnya darah dalam jumlah banyak ?

2. Mengapa tangan dan kaki Rexy dipasang bidai ?

3. Mengapa betis kanan bengkak, bengkok, serta nyeri tekan pada cruris dan lengan kanan tidak bisa digerakkan ?

4. Apa tujuan pembedahan ORIF ?

5. Apa tujuan pemberian Antibiotik ?

6. Bagaimana proses penyembuhan fraktur ?

7. Bagaimana pertolongan pertama pada fraktur ?

III. ANALISIS MASALAH1. Mengapa setelah kecelakaan Rexy mengeluh betis kanan sakit, luka-luka dan bagian lengan kanan atas terlihat patahan tulang yang menonjol dan dibarengi keluarnya darah dalam jumlah banyak ?

Tulang memiliki kekuatan untuk melindungi organ penting di dalam tubuh, meski demikian apabila terjadi tekanan dari luar yang lebih dari daya tulang untuk menyerapnya , maka akan terjadi peristiwa trauma. Trauma ini mengakibatkan terjadinya diskontinuitas dari tulang dan terjadilah fraktur tulang. Fraktur tulang sebabkan rusaknya periosteum dan pembuluh darah sekitar, serta penekanan pada saraf korteks sehingga timbul rasa sakit dan terjadi hematom rongga tulang, selain itu terjadi peristiwa peningkatan plasma dan masuknya sel darah putih untuk mencegah terjadinya infeksi. (Sjamsudihajat, R. De Jong.1997)

Perdarahan yang banyak ( biasanya muncul setelah fraktur ( menyebabkan gangguan.

Contoh (kehilangan vol.darah ( pingsan

Kehilangan vol darah ( syok

Arteri besar terpotong ( terjadi perdarahan yang sulit di control tubuh sendiri. (Price, Wilson. 2005)Terjadinya oedem

Fraktur pada tulang mengakibatkan kerusakan jaringan lunak dan saraf sensoris. Bila pembuluh darah terpotong dan rusak, sehingga cairan masuk ke dalam sel dan menuju ke jaringan yang lalu mengakibatkan oedem. Dimana oedem menekan saraf sensoris, mengakibatkan nyeri disekitar luka. (Price Sylvia, A. 2004)Patofisiologi fraktur (Pearce, Evelyn C. 2007)

Jenis fraktur berdasarkan mekanisme terjadinya :a. Tipe ekstensi, yaitu trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.

b. Tipe fleksi, yaitu trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.Jenis fraktur yang lain, yaitu :

a. Fraktur tak lengkap

Pada fraktur ini tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum tetap menyatu.b. Fraktur lengkap

Tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Apabila fraktur bersifat melintang, fragmen itu biasanya tetap ditempatnya setelah reduksi; apabila bersifat oblique atau spiral, fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi sekalipun tulang itu dibebat. (Apley, A Graham.1995)Derajat Fraktur Terbuka

Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :

Derajat I :a. luka < 1 cm

b. kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda lunak remuk

c. fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan

d. kontaminasi minimal

Derajat II :a. laserasi > 1 cm

b. kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

c. fraktur kominutif sedang

d. kontaminasi sedang

Derajat III :Terjadi keusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat ini terbagi atas :

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besanya ukuran luka

b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulangyang terpapar atau kontamnasi masif

c. Luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak. (Sjamsudihajat, R. De Jong.1997)Pada scenario, Rexy mengeluhkan bagian lengan kanan atas terlihat patah tulang yang menandakan bahwa Rexy menderita fraktur terbuka pada os. Humerus 1/3 proksimal. Adapun klasifikasi fraktur humerus yaitu: Fraktur Proximal Humerus

Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.

Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.

Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.

Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:

a) Caput/kepala humerus

b) Tuberkulum mayor

c) Tuberkulum minor

d) Diafisis atau shaft Klasifikasi menurut Neer, antara lain:

a) One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu

b) Two-part fracture:

anatomic neck

surgical neck

Tuberculum mayor Tuberculum minorc) Three-part fracture :

Surgical neck dengan tuberkulum mayor Surgical neck dengan tuberkulum minusd) Four-part fracture

e) Fracture-dislocation

f) Articular surface fracture

(Egol, K.A et al. 2010)

Gambar 1. Klasifikasi fraktur menurut Neer Fraktur Shaft Humerus

Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak langsung.

Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut. Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :

a. Fraktur terbuka atau tertutup

b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal

c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran

d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif

e. Kondisi intrinsik dari tulang

f. Ekstensi articular

Fraktur Distal Humerus

Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur humerus.Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia tua.Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan neurovaskuler dalam batas normal. (Egol, K.A et al. 2010)2. Mengapa tangan dan kaki Rexy dipasang bidai ?

Tujuan pemasangan bidai

(Untuk mencegah pergerakan

(a. Menghilangkan rasa nyeri karena jika bergerak-gerak akan menimbulkan nyeri.

b. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar tulang yang patah.

c. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah.

d. Mempercepat penyembuhan.

Macam-macam bidai :a. Bidai keras

b. Bidai traksi

c. Bidai improvisasi

d. Bidai gendongan (sling)(Mansjoer, Arif. 2000)

Macam-macam pemakaian bidai :JenisDeskripsiTujuan atau Manfaat

MelingkarPerban dilitkan ai atas lilitan sebelumnya sampai ujung terakhir perban.Menahan perban pada lilitan pertama dan terakhir, menutupi bagian tubuh yang kecil (jari tangan, jari kaki).

SpiralLilitkan perban ke arah atas bagian tubuh melintasi setengah atau dua pertiga lebar lilitan sebelumnya.Menutupi bagian tubuh yang berbentuk silinder seperti pergelangan tangan atau lengan bagian atas.

Spiral terbalikBalikkan lilitan perban pada pertengahan setiap lilitan perban yang dibuat.Menutupi bagian tubuh yang berbentuk kerucut seperti lengan bawah, paha atau betis. Berguna bila menggunakan perban yang tidak elastis seperti perban kassa atau flannel.

Bentuk delapanLilitkan perban secara miring pada lilitan sebelumnya kea rah aats dan bawah dari bagian yang akan di perban. Setiap lilitan melintasi lilitan sebelumnya untuk membuat bentuk delapan.Menutupi sendi, bentuk yang pas memberikan dampak imobilisasi yang sangat baik.

RekurenPertama-tama ikatkan perban dengan lilitan sirkular pada ujung proksimal bagian tubuh sebanyak dua kali. Buat setengah lilitan tegak lurus dengan tepi perban. Perban dililitkan ke ujung distal bagian tubuh yang akan ditutupi oleh setiap lilitan dengan setiap lilitan dilipat kea rah belakang.Menutupi bagian tubuh yang tidak rata misalnya kepala atau tempat dilakukan amputasi.

(Dudley. 1992)3. Mengapa betis kanan bengkak, bengkok, serta nyeri tekan pada cruris dan lengan kanan tidak bisa digerakkan ?

Fragmen bergeser dikarenakan kekuatan cedera, gaya berat, dan tarikan otot yang melekat.

1. Aposisi (pergeseran) ( fragmen dapat bergeser ke samping, ke belakang atau ke depan sehingga menyebabkan permukaan fraktur kehilangan kontak.

2. Penjajaran (kemiringan) ( fragmen dapat miring atau menyudut dalam hubungannya satu sama lain. Malposisi kalau belum dikoreksi dapat mengakibatkan deformitas tungkai.

3. Rotasi (puntiran) ( salah satu fragmen dapat berotasi pada poros longitudinalnya. Tulang itu tampak lurus tapi tungkai akhirnya mengalami deformitas rotasional.

4. Panjang ( fragmen dapat tertarik dan terpisah, atau dapat tumpang tindih, akibat spasme otot menyebabkan pemendekan tulang. (Apley, A Graham. 1995)4. Apa tujuan pembedahan ORIF ?

Dilakukan untuk mengurangi nyeri, mencegah terjadinya syok, mengurangi pendarahan dan bengkak serta mencegah kerusakan jaringan lunak sekitar tulang yang patah. (Sabiston D.C. 2013)Prosedur pembedahan ORIF

a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.

b. Fraktur diperiksa dan diteliti.

c. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka.

d. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali.

e. Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa pin, sekrup, plate, dan paku. (Mansjoer, Arif. 2000)

5. Apa tujuan pemberian Antibiotik ?

Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas, yaitu sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2 mg/kgBB tiap 8 jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian ulang pemberian antibiotik yang digunakan. (Mansjoer, Arif. 2000)6. Bagaimana proses penyembuhan fraktur ?

Jika 1 tulang patah

(Jar. Lunak sekitarnya rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat

(Bekuan darah akan membentuk jar. Granulasi di dalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif , berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas

(Kondroblas akan mensekresi fosfat, merangsang deposisi kalsium

(Terbentuk lapisan tebal (kalus) di sekitar lokasi fraktur

(Lapisan ini terus menebal dan meluas

(Bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu

(Penyatuan dari kedua terus berlanjut

(Terbentuknya trabekula, melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur

(Penyatuan tulang provosional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisir

(Kalus tulang akan mengalami remodelling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblas tulang baru, dan osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang sementara.

(Price, Sylvia A. 2005)Sel darah putih dan sel anast berakumulasi

(Peningkatan aliran darah ke fraktur

(Fagositosit dan pembersihan sel mati

(Fibrin hematoma

(Osteoblast aktif

(Pembentukan tulang baru (callus)

(Remodelling (Dunphy & Botsford. 2000) Perkiraan waktu penyembuhan tulang dewasa FrakturLama ( Minggu )

Falang ( jari )

Metakarpal

Radius dan Ulna

Humerus :

Suprakondiler

Batang

Proximal

Clavicula

Vertebra

Pelvis

Femur :

Intra Skapuler

Intra Trochanter

Batang

Suprakondiler

Tibia :

Proximal

Batang

Maleous

Kalkaneus3 5

6

10 - 12

3

8 12

3

6 10

16

6

24

10 12

18

12 15

8 10

14 20

6

12 16

( Smeltzer,S.C. 2002)7. Bagaimana pertolongan pertama pada fraktur ?

Penilaian umum secara cepat, dan setiap keadaan yang membahayakan jiwa diatasi ( luka kemudian diperiksa ( idealnya dipotret dengan kamera polaroid ( luka ditutup kembali sampai di ruang operasi.

a. Pemberian AB secepat mungkin (dilanjutkan hingga bahaya infeksi terlewati)

b. Pada umumnya pemberian kombinasi benzilpenisilin dan fluklokasilin tiap 6 jam selama 48 jam akan mencukupi.

Jika luka amat terkontaminasi ( mencegah organisme gram negatif ( dengan menambahkan bentamisin atau metronidazole ( dilanjutkan terapi selama 4 atau 5 hari.

a. Debridemen : irigasi dengan garam fisiologis, irigasi akhir dapatdiberi obat AB misalnya basitrasin. (Apley, A Graham.1995)IV. SISTEMATIKA MASALAHV. LEARNING OBJECTIVE1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi kehilangan darah.2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan alasan pemberian ATS pada kasus.3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi garis fraktur beserta gambaran radiologinya.4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan syndrome compartment.5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fraktur pada anak.6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fraktur pada dewasa.7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakkan diagnosis pada kasus.8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis utama dan penatalaksanaannya.VI. BELAJAR MANDIRIVII. INFORMASI TAMBAHAN1. Klasifikasi kehilangan darahKlasifikasi Penemuan KlinisPengelolaan

Kelas I : kehilangan volume darah < 15 % EBVHanya takikardi minimal, nadi < 100 kali/menitTidak perlu penggantian volume cairan secara IVFD

Kelas II : kehilangan volume darah 15 30 % EBVTakikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), penurunan pulse pressure, penurunan produksi urin (20-30 cc/jam)Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) sejumlah 3 kali volume darah yang hilang

Kelas III : kehilangan volume darah 30 - 40 % EBVTakikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), perubahan status mental (confused), penurunan produksi urin (5-15 cc/jam)Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

Kelas IV : kehilangan volume darah > 40 % EBVTakikardi (>140 kali/menit), takipnea (35 kali/menit), perubahan status mental (confused dan lethargic),

Bila kehilangan volume darah > 50 % : pasien tidak sadar, tekanan sistolik sama dengan diastolik, produksi urin minimal atau tidak keluarPergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

Kehilangan darah pada tempat cedera terutama pada patah tulang panjang.

a) Fraktur tibia dan humerus menyebab kehilangan darah sebanyak 750 ml,

b) fraktur femur menyebabkan kehilangan darah sebanyak 1500 ml dan beberapa liter darah dapat berkumpul di hematom retroperitoneal pada patah tulang panggul.

c) Fraktur tulang panggul (pelvis) kehilangan darah dapat melebihi 2 liter 8.

Penatalaksanaan kehilangan darah

A. Airway (+ lindungi tulang servikal)

B. Breathing (+ oksigen jika ada)

C. Circulation + kendalikan perdarahan

a) Posisi syok

b) Cari dan hentikan perdarahan

c) Ganti volume kehilangan darah

d) Posisi syok

Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi 45o. 300 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.

Menghentikan perdarahan (prioritas utama)

a) Tekan sumber perdarahan

b) Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka

c) Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka

d) Pasang tampon sub fasia (gauza pack)

e) Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

f) Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung tangan.

g) Perdarahan 20 cc/menit = 1200 cc / jam

h) Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.

i) Cari sumber perdarahan yang tersembunyi. Misalnya: rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak). (Sjamsudihajat, R. De Jong.1997)2. Alasan pemberian ATS pada kasus

Diindikasikan pada fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusa kan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis.ATS atau human immunoglobin diberikan untuk mencegah tetanus pada fraktur terbuka. Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara intramuskular. (Sumiardi Karakata, Bob Bachsinar. 1995)Jadi alasan pemberian ATS adalah agar pasien atau penderita fraktur terbuka tidak memiliki komplikasi tetanus. Adapun patofisiologi tetanus yaitu:

Gambar 2. Patofisiologi Tetanus

Clostridium tetanimasuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka dapat terinfeksi oleh kuman tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka gigit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dan sebagainya. Pada 60 % dari pasien tetanus,port dentreterdapat didaerah kaki terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat juga terjadi melalui uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi baru lahirClostridium tetanidapat melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis antisepsis. Otitis media atau gigi berlubang dapat dianggap sebagaiport dentre, bila pada pasien tetanus tersebut tidak dijumpai luka yang diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus. Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian mengeluarkan ekotoksin. Kuman tetanusnya sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah tetapi tidak menimbulkan tetanus secara langsung melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri dari protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin ini diabsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau berdegenerasi, lambat menyerap toksin, sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap. (Sjamsudihajat, R. De Jong.1997)3. Klasifikasi garis fraktur beserta gambaran radiologinyaFRAKTURKETERANGANRONTGEN

Transverse

Fraktur transversal (melintang), trauma langsung.

Garis fraktur tegak lurus.

Avulsed

Fraktur avulsi; taruma akibat tarikan (fraktur patela).

Fraktur memisahkan suatu fragmen tulang tempat insersi tendon atau ligamen.

Dari letak fraktur yang berada di medial malleolus meng-indikasikan bahwa saat terjadi cidera, kaki berada pada posisi pronasi.

Sprila

Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.

Fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstrimitas, menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.

Impacted

Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

Comminute

Comminuted, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen

Torus

Fraktur torus atau fraktur lengkung (buckle) adalah ketika satu sisi tulang melengkung sehingga sedikit terjungkat, tanpa mematahkan sisi yang lain.

Greenstrick Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.

(Appley A. Graham, Solomon Louis. 1995)4. Syndrome compartment

A. Definisi

Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.B. Anatomi

Sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fasia serta otot-otot yang masing-masing dibungkus oleh epimisium. Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa jenis, antara lain :1. Anggota gerak atas a. Lengan atas:

i. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus median.

ii. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous posterior.

b. Lengan bawah:

i. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus median.

ii. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous posterior.

iii. Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis brevis, otot brachioradialis.

c. Wrist joint:

i. Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis.

ii. Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi radialis longus.

iii. Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.

iv. Kompartemen IV, berisi otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.

v. Kompartemen V, berisi otot ekstensor digiti minimi.

vi. Kompartemen VI, berisi otot ekstensor carpi ulnaris.2. Anggota gerak bawah

a. Tungkai atas: terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial dan posterior

b. Tungkai bawah (regio cruris) :

i. Kompartemen anterior, berisi otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki, nervus peroneal profunda.

ii. Kompartemen lateral, berisi otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal superfisial.

iii. Kompartemen posterior superfisial, berisi otot gastrocnemius dan soleus, nervus sural.

iv. Kompartemen posterior profunda, berisi otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki, nervus tibia.

Gambar 3. Compartment

Gambar 4. Anatomi bagian-bagian compartmentSindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).C. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:

i. Penutupan defek fascia

ii. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas2. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman

Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

i. Pendarahan atau Trauma vaskuler

ii. Peningkatan permeabilitas kapiler

iii. Penggunaan otot yang berlebihan

iv. Luka bakar

v. Operasi

vi. Gigitan ular

vii. Obstruksi vena

3. Peningkatan tekanan eksternal

i. Balutan yang terlalu ketat

ii. Berbaring di atas lengan

iii. Gips

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 %kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.Dalam keadaan kronik, gejala juga timbul akibat aktifitas fisik berulang seperti berenang, lari ataupun bersepeda sehingga menyebabkan exertional compartment syndrome. Namun hal ini bukan merupakan keadaan emergensi.D. Patofisiologi

Fasia merupakan sebuah jaringan yang tidak elastis dan tidak dapat meregang, sehingga pembengkakan pada fasia dapat meningkatkan tekanan intrakompartemen dan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah, otot dan saraf. Pembengkakan tersebut dapat diakibatkan oleh fraktur yang kompleks ataupun cedera jaringan akibat trauma dan operasi. Aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin juga dapat menyebabkan pembengkakan pada fasia, namun umumnya hanya berlangsung selama aktifitas.Patofisiologi sindrom kompartemen mengarah pada suatu ischemic injury. Dimana struktur intra-kompartemen memiliki batasan tekanan yang dapat ditoleransi. Apabila cairan bertambah dalam suatu ruang yang tetap, maupun penurunan volume kompartemen dengan komponen yang tetap, akan mengakibatkan pada peningkatan tekanan dalam kompartemen tersebut.Perfusi pada jaringan ditentukan oleh Tekanan Perfusi Kapiler atau Capillary Perfusion Pressure (CPP) dikurangi tekanan interstitial. Metabolisme sel yang normal memerlukan tekanan oksigen 5-7 mmHg. Hal ini dapat berlangsung baik dengan CPP rata-rata 25 mmHg dan tekanan interstitial 4-6 mmHg. Apabila tekanan intra-kompartemen meningkat, akan mengakibatkan peningkatan tekanan perfusi sebagai respon fisiologis serta memicu mekanisme autoregulasi yang mengkibatkan cascade of injury.Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu, antara lain:

a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

b. Theori of critical closing pressure.

Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol yang tinggi.Tekanan trans mural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagiperbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutup.

c. Tipisnya dinding vena.

Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari kapiler,maka tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan, sehingga drainase vena terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.Sindrom kompartemen menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal. Peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intra-muskuler bagian bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk kekapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.Perfusi darah melewati kapiler yang terhenti akan menyebabkan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan akan membebaskan substansi vasoaktif (histamin, serotonin) yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan eksudasi cairan dan mengakibatkan peningkatkan tekanan dan cedera yang lebih hebat. Akibatnya konduksi saraf akan melemah, pH jaringan akan menurun akibat dari metabolisme anaerobik, dan kerusakan jaringan sekitar yang hebat. Bila berlanjut, otot-ototakan mengalami nekrosis dan membebaskan mioglobin. Akhirnya, fungsi ekstremitas akan hilang dan dalam keadaan terburuk dapat mengancam jiwa.Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intra-kompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.Pada keadaan aktivitas berat yang dilakukan secara rutin, kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan pada komponen intra-muskular. Hal ini disebabkan otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan, dan akan menambah peningkatan dalam tekanan intra-kompartemen untuk sementara. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan kontraksi yang terus-menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebaliknya, aliran arteri selama relaksasi otot akan semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Bagian yang sering mengalami gejala adalah kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah.

E. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:

1. Pain (nyeri)

Nyeri yang hebat terjadi saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung.Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.

3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

4. Parestesia (rasa kesemutan)

5. Paralysis

Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen. Sedangkan pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.

b. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.F. Diagnosis

Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra-kompartemen dini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik.Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan Pulse oximetry sangat membantu dalam mengidentifikasi hipoperfusi ekstremitas. Namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosa sindrom kompartemen.G. Penanganan

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti penentuan waktu masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi.1. Terapi non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosis kompartemen masih dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas.

c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindrom kompartemen.

d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas

f. HBO ( Hyperbaric oxygen).

Merupakan pilihan yang logis untuk kompartemen sindrom berkaitan dengan ischemic injury. HBO memiliki banyak manfaat, antara lain dapat mengurangi pembengkakan melalui vasokonstriksi oleh oksigen dan mendukung penyembuhan jaringan. Mekanismenya ialah ketika tekanan perfusi rendah, oksigen dapat diterima sehingga dapat terjadi penyembuhan jaringan.2. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya