self learning report case study

15
SELF LEARNING REPORT CASE STUDY-2 ANTIINFLAMASI SHAFIRA F. R. / G1G011009 A. Gambaran Umum Inflamasi adalah respons terhadap cedera jaringan dan infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu proses fisiologis, suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen berbahaya pada lokasi cedera agar tidak mengganggu proses perbaikan jaringan. Lima ciri khas inflamasi adalah kemerahan atau eritema (rubor), panas (kalor), pembengkakan atau edema (tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (functio laesa) (Kee, 1996). Menurut Kee (1996) agen- agen antiinflamasi adalah obat/zat/agen yang menghambat jalur respon inflamasi maupun prostaglandin dimana prostaglandin disini sebagai modulator inflamasi. B. Golongan/Klasifikasi Obat antiinflamasi dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid. 1.Steroid, Kortikosteroid Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini berperan penting pada tubuh termasuk mengontrol respon inflamasi (Tjay, 2007). 1

Upload: shafira-fitri

Post on 02-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Self Learning Report Case Study

TRANSCRIPT

Page 1: Self Learning Report Case Study

SELF LEARNING REPORT CASE

STUDY-2

ANTIINFLAMASI

SHAFIRA F. R. / G1G011009

A. Gambaran Umum

Inflamasi adalah respons terhadap

cedera jaringan dan infeksi. Proses

inflamasi merupakan suatu proses

fisiologis, suatu mekanisme

perlindungan dimana tubuh berusaha

untuk menetralisir dan membasmi agen

berbahaya pada lokasi cedera agar tidak

mengganggu proses perbaikan jaringan.

Lima ciri khas inflamasi adalah

kemerahan atau eritema (rubor), panas

(kalor), pembengkakan atau edema

(tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya

fungsi (functio laesa) (Kee, 1996).

Menurut Kee (1996) agen-agen

antiinflamasi adalah obat/zat/agen yang

menghambat jalur respon inflamasi

maupun prostaglandin dimana

prostaglandin disini sebagai modulator

inflamasi.

B. Golongan/Klasifikasi

Obat antiinflamasi dibagi menjadi

dua kelompok besar yaitu obat

antiinflamasi golongan steroid dan

non-steroid.

1. Steroid, Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan

derivat dari hormon kortikosteroid

yang dihasilkan oleh kelenjar

adrenal. Hormon ini berperan

penting pada tubuh termasuk

mengontrol respon inflamasi (Tjay,

2007).

Semua hormon steroid sama-

sama mempunyai rumus bangun

siklopentanoperhidrofenantren 17-

karbon dengan 4 buah cincin yang

diberi label A-D. Modifikasi dari

struktur cincin dan struktur luar akan

mengakibatkan perubahan pada

efektivitas dari steroid tersebut.

Atom karbon tambahan dapat

ditambahkan pada posisi 10 dan 13

atau sebagai rantai samping yang

terikat pada C17 (Tjay, 2007).

Menurut Tjay (2007)

kortikosteroid terbagi menjadi dua

golongan utama yaitu glukokortikoid

dan mineralokortikoid.

a. Golongan glukokortikoid adalah

kortikosteroid yang efek

utamanya terhadap

penyimpanan glikogen hepar

dan khasiat anti-inflamasinya

nyata, sedangkan pengaruhnya

1

Page 2: Self Learning Report Case Study

pada keseimbangan air dan

elektrolit kecil atau tidak berarti.

Prototip untuk golongan ini

adalah kortisol dan kortison,

yang merupakan glukokortikoid

alam. Terdapat juga

glukokortikoid sintetik,

misalnya prednisolon,

triamsinolon, fluokortolon, metil

prednisolon, betametason, dan

deksametason (Kee, 1996).

b. Golongan mineralokortikoid

adalah kortikosteroid yang efek

utamanya terhadap

keseimbangan air dan elektrolit,

sedangkan pengaruhnya

terhadap penyimpanan glikogen

hepar sangat kecil. Prototip dari

golongan ini adalah

desoksikortikosteron dan

aldosteron. Umumnya golongan

ini tidak mempunyai khasiat

anti-inflamasi yang berarti,

kecuali 9 α-fluorokortisol,

meskipun demikian sediaan ini

tidak pernah digunakan sebagai

obat anti-inflamasi karena

efeknya pada keseimbangan air

dan elektrolit terlalu besar (Tjay,

2007).

Berdasarkan cara

penggunaannya kortikosteroid dapat

dibagi dua yaitu kortikosteroid

sistemik dan kortikosteroid topikal.

Kortikosteroid topikal adalah obat

yang digunakan di kulit pada tempat

tertentu (Tjay, 2007).

Secara umum efek samping dari

kortikosteroid topikal termasuk

atrofi, striaeatrofise, telangiektasis,

purpura, dermatosis akneformis,

hipertrikosis setempat,

hipopigmentasi, dermatitis peroral,

hipertensi, hipernatremi, hipokalemi,

alkalosis metabolik (Tjay, 2007).

2. NSAID

NSAID atau Non Steroid Anti

Inflamatory Drugs sesuai

terminologinya adalah obat

antiinflamasi yang tidak

mengandung hormon steroid

maupun derivatnya. NSAID bekerja

dengan menghambat sintesa

prostaglandin. Obat-obat

antiinflamasi mempunyai efek

seperti meredakan nyeri (analgesik),

menurunkan suhu tubuh yang naik

(antipiretik), serta menghambat

agregasi platelet (antikoagulan)

(Kee, 1996).

2

Page 3: Self Learning Report Case Study

NSAIDs yang paling umum

digunakan adalah aspirin dan

ibuprofen. Obat-obat ini dijual

bebas, dapat dibeli oleh masyarakat

luas tanpa memerlukan resep dokter.

NSAIDs memiliki beberapa sediaan,

maksudnya adalah obat ini

ditemukan dalam bentuk pil, sirup,

obat suntik, supositoria (obat yang

dimasukkan lewat anus), tetes mata,

bahkan dalam bentuk salep kulit.

Berdasarkan rumus kimia, obat

NSAID digolongkan sebagai berikut:

1. Asam Karboksilat

a. Asam Asetat

1) Asam Para-

Klorobenzoat/Asam

Asetat Indol (derivat

Asam Asetat), sering

digunakan untuk gout,

obat yang terkuat daya

antiradangnya dan sering

menimbulkan keluhan

lambung-usus. Tinggi

ikatannya dengan

protein, toksisitas tinggi,

dikonsumsi sewaktu

makan agar tidak

mengiritasi lambung.

Contoh : Indometasin,

Sulindak, Tolmetin.

2) Derivat Asam

Fenilasetat, waktu

paruhnya 8-12 jam, tidak

memiliki efek antpiretik

atau sedikit efek

antipiretik. Contohnya:

Diklofenak, Fenklofenak

(Cataflam, Alflam).

b. Derivat Asam Salisilat, dulu

yang paling terkenal adalah

aspirin, termasuk dalam

aspirin-like drugs. Dosis

anti-radang 2-3 kali lebih

tinggi dari dosis analgesik.

Contohnya: Aspirin,

Benorilat, Diflunisal,

Salsalat, Asetosal.

c. Derivat Asam Propionat,

indikasi mirip dengan

aspirin namun efeknya di

lambung tidak separah

aspirin. Contohnya: As.

Tiaprofenat, Fenbufen,

Fenoprofen, Flurbiprofen,

Ibuprofen, Ketoprofen,

Naproksen dan Oxapirozin.

3

Page 4: Self Learning Report Case Study

d. Derivat Asam Fenamat

As. Mefenamat,

Meklofenamat, Asam

Flufenamic,Tolfenamic

2. Asam Enolat

a. Derivat

Pirazolon/Pirazolam, sering

digunakan untuk artritis,

waktu paruhnya panjang 50-

65 jam, sering

menyebabkan iritasi

lambung, termasuk dalam

aspirin-like drugs. Jarang

dipakai karena reaksi obat

banyak yang merugikan,

toksisitas tinggi.

Contohnya: Azapropazone,

Fenilbutazone,

Oksifenbutazon, Dipiron,

Metampiron.

b. Derivat Oksisam, salah satu

NSAID yang memiliki

waktu paruh panjang dan

tidak boleh dberikan

bersama aspirin atau

NSAID lain. Contohnya:

Piroksikam, Tenoksikam,

Ampiroksisam, Droksikam,

Meloksikam, Lomoksikam,

dan Isoxicam.

(Kee; 1996, Tjay; 2007, dan

Stringer; 2009)

Selain itu terdapat golongan lain

yaitu COX 2-inhibitor. Para ahli

mengembangkan obat NSAID yang

hanya menghambat enzim COX-2 saja

(karena enzim COX-1 memiliki

peranan positif dalam tubuh). Obat ini

dinamakan COX-2 inhibitor. Sebelum

obat ini ditemukan, obat golongan

NSAIDs mengakibatkan ulkus

lambung. Dengan ditemukannya obat

ini, diharapkan peradangan dan rasa

nyeri dapat dikurangi tanpa

mengakibatkan ulkus lambung atau

gangguan pembekuan darah. Namun

obat NSAIDs COX-2 inhibitor ini

ternyata mengkibatkan efek samping

buruk bagi jantung sehingga ada

beberapa golongan yang ditarik dari

pasaran. Penggunaan obat COX-s

inhibitor hanya terbatas pada pasien

yang memiliki risiko tinggi

terbentuknya ulkus lambung, dan tidak

digunakan pada pasien yang memiliki

penyakit jantung. Contoh obat COX-2

inhibitor adalah obat-obat dengan

akhiran “koksib” seperti selekoksib,

etoritoksib, rofekoksib, valdekoksib

(Stringer, 2009).

4

Page 5: Self Learning Report Case Study

C. Mekanisme Kerja

Mekanisme obat antiinflamasi pada

dasarnya adalah memutus jalur

inflamasi. Dimana jalur inflamasi

adalah sebagai berikut:

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid menghambat

enzim Phospolipase A2 (enzim yang

mengubah fosfolipid menjadi asam

arakidonat), sehingga tidak

mengubah fosfolpida menjadi asam

arakidonat. Tidak adanya asam

arakidonat (bahan yang akan

dikonversi menjadi prostaglandin)

menyebabkan tidak terbentuknya

prostaglandin yang merupakan

modulator inflamasi, sehingga tidak

terjadi inflamasi (Kee, 1996).

2. NSAID

Tempat bekerja NSAID

adalah enzim siklooksigenase

(COX). COX berfungsi untuk

mengkonversi asam arakidonat

menjadi prostaglandin. Prostaglandin

adalah suatu senyawa kimia yang

dapat dibentuk lokal di seluruh sel

tubuh. Prostaglandin memiliki efek

fisiologis yang luas maka dapat

mengakibatkan rasa nyeri, panas

badan, peradangan, serta berperan

dalam proses pembekuan darah dan

melindungi lambung dari asam.

Dalam proses pembentukannya,

prostaglandin membutuhkan suatu

enzim yang dinamakan enzim

siklooksigenase (COX). Enzim

siklooksigenase ini terdiri dari dari 2

tipe, yakni COX-1 dan COX-2.

Kedua tipe enzim ini berperan

menghasilkan prostaglandin yang

5

Page 6: Self Learning Report Case Study

memiliki fungsi tertentu. Enzim

COX-1 terdapat di perut; berfungsi

mengontrol produksi prostaglandin

yang bertugas melindungi lambung

dari asam. Enzim COX-2 terdapat

dalam sel darah putih; berfungsi

mengontrol produksi prostaglandin

yang berperan menghasilkan rasa

sakit dan peradangan (Tjay, 2007).

Mekanisme utama obat

golongan NSAIDs adalah

menghambat enzim COX dan

menurunkan produksi prostaglandin

di seluruh tubuh, sehingga proses

radang, nyeri, dan demam

berkurang. Namun sayangnya,

prostandin yang berperan

melindungi lambung dan pembekuan

darah pun menurun sehingga

penggunaan NSAIDs dapat

mengakibatkan luka atau ulkus di

lambung disamping gangguan

pembekuan darah. Secara singkat

NSAID mengganggu

siklooksigenase yang berfungsi

untuk konversi prostaglandin,

apabila prostaglandin tidak

terbentuk, maka inflamasi juga tidak

akan terjadi (Stringer, 2009).

D. Indikasi dan Kontraindikasi

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid yang bekerja

dalam proses antiinflamasi adalah

golongan glukokortikoid. Sediaan

glukokortikoid yang banyak tersedia

adalah sediaan topikal Preparat

glukokortikoid yang sering

diberikan adalah Betametason,

Deksametason, serta Prednisolon..

Indikasi serta kontraindikasi dari

ketiga jenis preparat tersebut hampir

sama. Indikasinya yaitu:

a. Inflamasi pada kulit,

b. Adjuvan infeksi kulit seperti

acne dan ezkema,

(Yeo, 2013)

Sedangkan kontraindikasinya

adalah:

a. Hipersenstif,

b. Ulkus,

c. Acne rosasea

(Yeo, 2013).

Menurut Tjay (2007) dan

Kee (1996) obat-obatan

kortikosteroid memiliki indikasi

yang baik untuk rematik, namun

efek sampingnya lebih berbahaya,

oleh karena tu kortikosteroid bukan

6

Page 7: Self Learning Report Case Study

merupakan pilhan yang baik untuk

artrits rematik.

2. NSAID

Indikasi dari obat-obat

NSAID yang paling utama adalah

untuk menghilangkan/mengurangi

radang, sehingga ia memberikan

efek antipiretik (pereda panas),

analgesik (pereda nyeri), serta

antiinflamasi itu sendiri. Secara

umum, NSAID diindikasikan untuk

merawat gejala penyakit

seperti rheumatoid

arthritis, osteoarthritis, encok akut,

nyeri haid, migrain dan sakit kepala,

nyeri setelah operasi, nyeri ringan

hingga sedang pada luka jaringan,

demam, ileus, dan renal colic (Tjay,

2007). Kemudian menurut Apoteker

(2012) obat ini biasa digunakan

untuk mengatasi beberapa keadaan

sakit seperti:

a. Nyeri, seperti nyeri otot, sakit

kepala, migraine, atau nyeri

menstruasi,

b. Panas badan,

c. Peradangan.

Kontraindikasi dari obat-obat

NSAID yang paling utama adalah

terhadap orang-orang yang memiliki

gangguan gastrointestinal, gangguan

fungsi ginjal, pasien dengan

hipersensitifitas, ibu hamil dan

menyusui, serta kontraindikasi

untuk gangguan hati dan gangguan

haid untuk golongan diklofenak

(Tjay, 2007).

Sedangkan menurut Kee

(1996), pembagian indikasi dan

kontraindikasi dari tiap golongan

NSAID adalah sebagai berikut:

a. Asam Karboksilat

1) Asam Asetat

a) Asam Para-

Klorobenzoat/Asam

Asetat Indol (derivat

Asam Asetat)

I: rematik, gout,

osteoartritis

KI: gangguan GIT

b) Derivat Asam Fenilasetat

I: artrirts rematoid, oa,

anklosis spondilitis

KI: gangguan GIT

2) Derivat Asam Salisilat,

yang paling terkenal adalah

aspirin

I Aspirin: nyeri ringan-

berat, sakit kepala, migrain,

sakit gigi, rematik, demam

7

Page 8: Self Learning Report Case Study

KI Aspirin: Diatese

hemoragik, tukak

lambung/duodenum

3) Derivat Asam Propionat

Indikasi seperti aspirin

namun efek di lambung

tidak begitu parah

KI tidak boleh digunakan

bersama dengan insulin

4) Derivat Asam Fenamat

I: Artitis akut kronik

KI: tukak peptik,dapat

menimbulkan iritasi

lambung, edema, pusing,

tinitus, pruritus

3. Asam Enolat

1) Derivat Pirazolon/Pirazolam

I: artritis reumatik dan

artritis gout akut

KI: diskrasia darah,

agranulosis, anemia aplastik

2) Derivat Oksisam

I; artritis lama (reumatoid,

oa)

KI: tidak boleh bersama

NSAID lain atau aspirin,

kelainan GIT.

E. Dosis Terapeutik Obat

1. Kortikosteroid

Betametason dengan nama obat

Corsaderm,

Sediaan Krim 0,1% x 5g,

Dosis 2x sehari

(Yeo, 2013).

2. NSAID

b. Asam Asetat

Diklofenak – Sodium/Natrium

Diklofenak dengan nama obat

Alflam,

Sediaan tablet 25mg dan

50mg,

Dosis dewasa 25-50mg

2-3x/24 jam

c. Derivat Asam Salisilat

Aspirin dengan nama obat

Aspirin Bayer,

Sediaan Tab. 500mg,

Dosis dewasa 1-2tab 2-3x

sehari

d. Derivat Asam Propionat

1) Ibuprofen dengan nama

obat Anafen,

Sediaan Sirup 100mg/5ml,

Dosis dewasa

20-40mg/kgBB/hr

dlm 3-4 dosis terbagi

8

Page 9: Self Learning Report Case Study

2) Naproksen dengan nama

obat Xenifar,

Sediaan Kapsul 500mg,

Dosis RA, OA, spondilitis

ankilosa 550 mg atau 825

mg/hr dim 2 dosis terbagi

(pagi & malam). Maks:

1100 mg/hr. Gout akut

Awal 825 mg, selanjutnya

275 mg dg interval 8 jam.

Nyeri pasca op &

dismenore primer Awal

550 mg, selanjutnya 275

mg tiap 6-8 jam. Dosis

total maks 1375 mg/hr.

e. Derivat Asam Fenamat

1) As. Mefenamat dengan

nama obat Ponstan,

Sediaan Tablet Salut

Selaput 500mg,

Dosis dewasa 500mg awal

dilanjutkan 250mg/6 jam

(Yeo, 2013 dan Catalog, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

Apoteker, 2012, Apakah Obat Antiinflamasi

Non Steroid Itu?,

http://www.apoteker.info/Topik

%20Khusus/nsaid.htm, diakses pada

10 Sept 2013 16.00 WIB.

Catalog, 2013, Alflam Drug Information,

http://www.catalog.md/drugs/alflam.h

tml, diakses pada 10 Sept 2013 16.00

WIB.

Kee, Joyce L, 1996, Farmakologi:

Pendekatan Proses Keperawatan,

EGC, Jakarta.

Stringer, Janet L., 2009, Konsep Dasar

Farmakologi, EGC, Jakarta.

Tjay, T.H., dan Kirana R., 2002, Obat-Obat

Penting Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-EfekSampingnya, Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Yeo, Ben., 2013, Master Index of Medical

Specalities Edisi Bahasa Indonesia

Vol 14, BIP, Jakarta.

9