self learning report case study
DESCRIPTION
Self Learning Report Case StudyTRANSCRIPT
SELF LEARNING REPORT CASE
STUDY-2
ANTIINFLAMASI
SHAFIRA F. R. / G1G011009
A. Gambaran Umum
Inflamasi adalah respons terhadap
cedera jaringan dan infeksi. Proses
inflamasi merupakan suatu proses
fisiologis, suatu mekanisme
perlindungan dimana tubuh berusaha
untuk menetralisir dan membasmi agen
berbahaya pada lokasi cedera agar tidak
mengganggu proses perbaikan jaringan.
Lima ciri khas inflamasi adalah
kemerahan atau eritema (rubor), panas
(kalor), pembengkakan atau edema
(tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya
fungsi (functio laesa) (Kee, 1996).
Menurut Kee (1996) agen-agen
antiinflamasi adalah obat/zat/agen yang
menghambat jalur respon inflamasi
maupun prostaglandin dimana
prostaglandin disini sebagai modulator
inflamasi.
B. Golongan/Klasifikasi
Obat antiinflamasi dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu obat
antiinflamasi golongan steroid dan
non-steroid.
1. Steroid, Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan
derivat dari hormon kortikosteroid
yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal. Hormon ini berperan
penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi (Tjay,
2007).
Semua hormon steroid sama-
sama mempunyai rumus bangun
siklopentanoperhidrofenantren 17-
karbon dengan 4 buah cincin yang
diberi label A-D. Modifikasi dari
struktur cincin dan struktur luar akan
mengakibatkan perubahan pada
efektivitas dari steroid tersebut.
Atom karbon tambahan dapat
ditambahkan pada posisi 10 dan 13
atau sebagai rantai samping yang
terikat pada C17 (Tjay, 2007).
Menurut Tjay (2007)
kortikosteroid terbagi menjadi dua
golongan utama yaitu glukokortikoid
dan mineralokortikoid.
a. Golongan glukokortikoid adalah
kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar
dan khasiat anti-inflamasinya
nyata, sedangkan pengaruhnya
1
pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil atau tidak berarti.
Prototip untuk golongan ini
adalah kortisol dan kortison,
yang merupakan glukokortikoid
alam. Terdapat juga
glukokortikoid sintetik,
misalnya prednisolon,
triamsinolon, fluokortolon, metil
prednisolon, betametason, dan
deksametason (Kee, 1996).
b. Golongan mineralokortikoid
adalah kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya
terhadap penyimpanan glikogen
hepar sangat kecil. Prototip dari
golongan ini adalah
desoksikortikosteron dan
aldosteron. Umumnya golongan
ini tidak mempunyai khasiat
anti-inflamasi yang berarti,
kecuali 9 α-fluorokortisol,
meskipun demikian sediaan ini
tidak pernah digunakan sebagai
obat anti-inflamasi karena
efeknya pada keseimbangan air
dan elektrolit terlalu besar (Tjay,
2007).
Berdasarkan cara
penggunaannya kortikosteroid dapat
dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal.
Kortikosteroid topikal adalah obat
yang digunakan di kulit pada tempat
tertentu (Tjay, 2007).
Secara umum efek samping dari
kortikosteroid topikal termasuk
atrofi, striaeatrofise, telangiektasis,
purpura, dermatosis akneformis,
hipertrikosis setempat,
hipopigmentasi, dermatitis peroral,
hipertensi, hipernatremi, hipokalemi,
alkalosis metabolik (Tjay, 2007).
2. NSAID
NSAID atau Non Steroid Anti
Inflamatory Drugs sesuai
terminologinya adalah obat
antiinflamasi yang tidak
mengandung hormon steroid
maupun derivatnya. NSAID bekerja
dengan menghambat sintesa
prostaglandin. Obat-obat
antiinflamasi mempunyai efek
seperti meredakan nyeri (analgesik),
menurunkan suhu tubuh yang naik
(antipiretik), serta menghambat
agregasi platelet (antikoagulan)
(Kee, 1996).
2
NSAIDs yang paling umum
digunakan adalah aspirin dan
ibuprofen. Obat-obat ini dijual
bebas, dapat dibeli oleh masyarakat
luas tanpa memerlukan resep dokter.
NSAIDs memiliki beberapa sediaan,
maksudnya adalah obat ini
ditemukan dalam bentuk pil, sirup,
obat suntik, supositoria (obat yang
dimasukkan lewat anus), tetes mata,
bahkan dalam bentuk salep kulit.
Berdasarkan rumus kimia, obat
NSAID digolongkan sebagai berikut:
1. Asam Karboksilat
a. Asam Asetat
1) Asam Para-
Klorobenzoat/Asam
Asetat Indol (derivat
Asam Asetat), sering
digunakan untuk gout,
obat yang terkuat daya
antiradangnya dan sering
menimbulkan keluhan
lambung-usus. Tinggi
ikatannya dengan
protein, toksisitas tinggi,
dikonsumsi sewaktu
makan agar tidak
mengiritasi lambung.
Contoh : Indometasin,
Sulindak, Tolmetin.
2) Derivat Asam
Fenilasetat, waktu
paruhnya 8-12 jam, tidak
memiliki efek antpiretik
atau sedikit efek
antipiretik. Contohnya:
Diklofenak, Fenklofenak
(Cataflam, Alflam).
b. Derivat Asam Salisilat, dulu
yang paling terkenal adalah
aspirin, termasuk dalam
aspirin-like drugs. Dosis
anti-radang 2-3 kali lebih
tinggi dari dosis analgesik.
Contohnya: Aspirin,
Benorilat, Diflunisal,
Salsalat, Asetosal.
c. Derivat Asam Propionat,
indikasi mirip dengan
aspirin namun efeknya di
lambung tidak separah
aspirin. Contohnya: As.
Tiaprofenat, Fenbufen,
Fenoprofen, Flurbiprofen,
Ibuprofen, Ketoprofen,
Naproksen dan Oxapirozin.
3
d. Derivat Asam Fenamat
As. Mefenamat,
Meklofenamat, Asam
Flufenamic,Tolfenamic
2. Asam Enolat
a. Derivat
Pirazolon/Pirazolam, sering
digunakan untuk artritis,
waktu paruhnya panjang 50-
65 jam, sering
menyebabkan iritasi
lambung, termasuk dalam
aspirin-like drugs. Jarang
dipakai karena reaksi obat
banyak yang merugikan,
toksisitas tinggi.
Contohnya: Azapropazone,
Fenilbutazone,
Oksifenbutazon, Dipiron,
Metampiron.
b. Derivat Oksisam, salah satu
NSAID yang memiliki
waktu paruh panjang dan
tidak boleh dberikan
bersama aspirin atau
NSAID lain. Contohnya:
Piroksikam, Tenoksikam,
Ampiroksisam, Droksikam,
Meloksikam, Lomoksikam,
dan Isoxicam.
(Kee; 1996, Tjay; 2007, dan
Stringer; 2009)
Selain itu terdapat golongan lain
yaitu COX 2-inhibitor. Para ahli
mengembangkan obat NSAID yang
hanya menghambat enzim COX-2 saja
(karena enzim COX-1 memiliki
peranan positif dalam tubuh). Obat ini
dinamakan COX-2 inhibitor. Sebelum
obat ini ditemukan, obat golongan
NSAIDs mengakibatkan ulkus
lambung. Dengan ditemukannya obat
ini, diharapkan peradangan dan rasa
nyeri dapat dikurangi tanpa
mengakibatkan ulkus lambung atau
gangguan pembekuan darah. Namun
obat NSAIDs COX-2 inhibitor ini
ternyata mengkibatkan efek samping
buruk bagi jantung sehingga ada
beberapa golongan yang ditarik dari
pasaran. Penggunaan obat COX-s
inhibitor hanya terbatas pada pasien
yang memiliki risiko tinggi
terbentuknya ulkus lambung, dan tidak
digunakan pada pasien yang memiliki
penyakit jantung. Contoh obat COX-2
inhibitor adalah obat-obat dengan
akhiran “koksib” seperti selekoksib,
etoritoksib, rofekoksib, valdekoksib
(Stringer, 2009).
4
C. Mekanisme Kerja
Mekanisme obat antiinflamasi pada
dasarnya adalah memutus jalur
inflamasi. Dimana jalur inflamasi
adalah sebagai berikut:
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid menghambat
enzim Phospolipase A2 (enzim yang
mengubah fosfolipid menjadi asam
arakidonat), sehingga tidak
mengubah fosfolpida menjadi asam
arakidonat. Tidak adanya asam
arakidonat (bahan yang akan
dikonversi menjadi prostaglandin)
menyebabkan tidak terbentuknya
prostaglandin yang merupakan
modulator inflamasi, sehingga tidak
terjadi inflamasi (Kee, 1996).
2. NSAID
Tempat bekerja NSAID
adalah enzim siklooksigenase
(COX). COX berfungsi untuk
mengkonversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin. Prostaglandin
adalah suatu senyawa kimia yang
dapat dibentuk lokal di seluruh sel
tubuh. Prostaglandin memiliki efek
fisiologis yang luas maka dapat
mengakibatkan rasa nyeri, panas
badan, peradangan, serta berperan
dalam proses pembekuan darah dan
melindungi lambung dari asam.
Dalam proses pembentukannya,
prostaglandin membutuhkan suatu
enzim yang dinamakan enzim
siklooksigenase (COX). Enzim
siklooksigenase ini terdiri dari dari 2
tipe, yakni COX-1 dan COX-2.
Kedua tipe enzim ini berperan
menghasilkan prostaglandin yang
5
memiliki fungsi tertentu. Enzim
COX-1 terdapat di perut; berfungsi
mengontrol produksi prostaglandin
yang bertugas melindungi lambung
dari asam. Enzim COX-2 terdapat
dalam sel darah putih; berfungsi
mengontrol produksi prostaglandin
yang berperan menghasilkan rasa
sakit dan peradangan (Tjay, 2007).
Mekanisme utama obat
golongan NSAIDs adalah
menghambat enzim COX dan
menurunkan produksi prostaglandin
di seluruh tubuh, sehingga proses
radang, nyeri, dan demam
berkurang. Namun sayangnya,
prostandin yang berperan
melindungi lambung dan pembekuan
darah pun menurun sehingga
penggunaan NSAIDs dapat
mengakibatkan luka atau ulkus di
lambung disamping gangguan
pembekuan darah. Secara singkat
NSAID mengganggu
siklooksigenase yang berfungsi
untuk konversi prostaglandin,
apabila prostaglandin tidak
terbentuk, maka inflamasi juga tidak
akan terjadi (Stringer, 2009).
D. Indikasi dan Kontraindikasi
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid yang bekerja
dalam proses antiinflamasi adalah
golongan glukokortikoid. Sediaan
glukokortikoid yang banyak tersedia
adalah sediaan topikal Preparat
glukokortikoid yang sering
diberikan adalah Betametason,
Deksametason, serta Prednisolon..
Indikasi serta kontraindikasi dari
ketiga jenis preparat tersebut hampir
sama. Indikasinya yaitu:
a. Inflamasi pada kulit,
b. Adjuvan infeksi kulit seperti
acne dan ezkema,
(Yeo, 2013)
Sedangkan kontraindikasinya
adalah:
a. Hipersenstif,
b. Ulkus,
c. Acne rosasea
(Yeo, 2013).
Menurut Tjay (2007) dan
Kee (1996) obat-obatan
kortikosteroid memiliki indikasi
yang baik untuk rematik, namun
efek sampingnya lebih berbahaya,
oleh karena tu kortikosteroid bukan
6
merupakan pilhan yang baik untuk
artrits rematik.
2. NSAID
Indikasi dari obat-obat
NSAID yang paling utama adalah
untuk menghilangkan/mengurangi
radang, sehingga ia memberikan
efek antipiretik (pereda panas),
analgesik (pereda nyeri), serta
antiinflamasi itu sendiri. Secara
umum, NSAID diindikasikan untuk
merawat gejala penyakit
seperti rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, encok akut,
nyeri haid, migrain dan sakit kepala,
nyeri setelah operasi, nyeri ringan
hingga sedang pada luka jaringan,
demam, ileus, dan renal colic (Tjay,
2007). Kemudian menurut Apoteker
(2012) obat ini biasa digunakan
untuk mengatasi beberapa keadaan
sakit seperti:
a. Nyeri, seperti nyeri otot, sakit
kepala, migraine, atau nyeri
menstruasi,
b. Panas badan,
c. Peradangan.
Kontraindikasi dari obat-obat
NSAID yang paling utama adalah
terhadap orang-orang yang memiliki
gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi ginjal, pasien dengan
hipersensitifitas, ibu hamil dan
menyusui, serta kontraindikasi
untuk gangguan hati dan gangguan
haid untuk golongan diklofenak
(Tjay, 2007).
Sedangkan menurut Kee
(1996), pembagian indikasi dan
kontraindikasi dari tiap golongan
NSAID adalah sebagai berikut:
a. Asam Karboksilat
1) Asam Asetat
a) Asam Para-
Klorobenzoat/Asam
Asetat Indol (derivat
Asam Asetat)
I: rematik, gout,
osteoartritis
KI: gangguan GIT
b) Derivat Asam Fenilasetat
I: artrirts rematoid, oa,
anklosis spondilitis
KI: gangguan GIT
2) Derivat Asam Salisilat,
yang paling terkenal adalah
aspirin
I Aspirin: nyeri ringan-
berat, sakit kepala, migrain,
sakit gigi, rematik, demam
7
KI Aspirin: Diatese
hemoragik, tukak
lambung/duodenum
3) Derivat Asam Propionat
Indikasi seperti aspirin
namun efek di lambung
tidak begitu parah
KI tidak boleh digunakan
bersama dengan insulin
4) Derivat Asam Fenamat
I: Artitis akut kronik
KI: tukak peptik,dapat
menimbulkan iritasi
lambung, edema, pusing,
tinitus, pruritus
3. Asam Enolat
1) Derivat Pirazolon/Pirazolam
I: artritis reumatik dan
artritis gout akut
KI: diskrasia darah,
agranulosis, anemia aplastik
2) Derivat Oksisam
I; artritis lama (reumatoid,
oa)
KI: tidak boleh bersama
NSAID lain atau aspirin,
kelainan GIT.
E. Dosis Terapeutik Obat
1. Kortikosteroid
Betametason dengan nama obat
Corsaderm,
Sediaan Krim 0,1% x 5g,
Dosis 2x sehari
(Yeo, 2013).
2. NSAID
b. Asam Asetat
Diklofenak – Sodium/Natrium
Diklofenak dengan nama obat
Alflam,
Sediaan tablet 25mg dan
50mg,
Dosis dewasa 25-50mg
2-3x/24 jam
c. Derivat Asam Salisilat
Aspirin dengan nama obat
Aspirin Bayer,
Sediaan Tab. 500mg,
Dosis dewasa 1-2tab 2-3x
sehari
d. Derivat Asam Propionat
1) Ibuprofen dengan nama
obat Anafen,
Sediaan Sirup 100mg/5ml,
Dosis dewasa
20-40mg/kgBB/hr
dlm 3-4 dosis terbagi
8
2) Naproksen dengan nama
obat Xenifar,
Sediaan Kapsul 500mg,
Dosis RA, OA, spondilitis
ankilosa 550 mg atau 825
mg/hr dim 2 dosis terbagi
(pagi & malam). Maks:
1100 mg/hr. Gout akut
Awal 825 mg, selanjutnya
275 mg dg interval 8 jam.
Nyeri pasca op &
dismenore primer Awal
550 mg, selanjutnya 275
mg tiap 6-8 jam. Dosis
total maks 1375 mg/hr.
e. Derivat Asam Fenamat
1) As. Mefenamat dengan
nama obat Ponstan,
Sediaan Tablet Salut
Selaput 500mg,
Dosis dewasa 500mg awal
dilanjutkan 250mg/6 jam
(Yeo, 2013 dan Catalog, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Apoteker, 2012, Apakah Obat Antiinflamasi
Non Steroid Itu?,
http://www.apoteker.info/Topik
%20Khusus/nsaid.htm, diakses pada
10 Sept 2013 16.00 WIB.
Catalog, 2013, Alflam Drug Information,
http://www.catalog.md/drugs/alflam.h
tml, diakses pada 10 Sept 2013 16.00
WIB.
Kee, Joyce L, 1996, Farmakologi:
Pendekatan Proses Keperawatan,
EGC, Jakarta.
Stringer, Janet L., 2009, Konsep Dasar
Farmakologi, EGC, Jakarta.
Tjay, T.H., dan Kirana R., 2002, Obat-Obat
Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-EfekSampingnya, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Yeo, Ben., 2013, Master Index of Medical
Specalities Edisi Bahasa Indonesia
Vol 14, BIP, Jakarta.
9