case study glaukoma

66
1 LAPORAN KASUS Disusun Oleh : Unique Hardiyanti Pratiwi NPM. 110170070 Kelompok 3B Pembimbing : dr. Binto A, Sp.M SMF ILMU MATA RSUD WALED CIREBON UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

Upload: unique-hardiyanti-pratiwi

Post on 14-Nov-2015

40 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Case Study Glaukoma

TRANSCRIPT

43

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh :Unique Hardiyanti PratiwiNPM. 110170070Kelompok 3B

Pembimbing :dr. Binto A, Sp.M

SMF ILMU MATARSUD WALED CIREBONUNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATICIREBON2014

I. Identitas PasienNama: Ny. TUmur: 61 tahunJenis kelamin: PerempuanAlamat: Desa Kalisari, Kecamatan Losari, CirebonPekerjaan: Buruh TaniStatus marital: MenikahAgama: IslamPendidikan terakhir: SDTanggal pemeriksaan: 10 November 2014, SeninNo. Rekam Medik: 749891

II. AnamnesisDilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis pada tanggal 10 November 2014.

Keluhan utama: Mata kanan terasa nyeri

Riwayat penyakit sekarang:Pasien datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan mata kanan terasa nyeri sejak 2 bulan yang lalu. Mata kanan nyeri disertai tidak dapat melihat jelas secara tiba-tiba, sakit kepala dan mata terasa kencang yang hilang timbul sepanjang hari. Pasien mudah merasa silau, dan seperti melihat pelangi. Keluhan tidak membaik dengan istirahat dan pengobatan. Pasien tidak mengeluhkan mual dan muntah. Mata pasien tidak merah. Pasien sudah berobat ke dokter sebelumnya namun keluhan dirasa tidak membaik.

Riwayat penyakit dahulu: Riwayat Diabetes mellitus disangkal Riwayat Hipertensi ada Riwayat trauma disangkal Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama (nyeri mata, pengelihatan tidak jelas mendadak, sakit kepala) sebelumnya Riwayat mata merah dan sakit mata sebelumnya disangkal Pengelihatan sudah tidak jelas sejak setahun, agak buram tapi tidak menganggu aktivitasRiwayat penyakit keluarga:Riwayat Diabetes mellitus dan riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat pribadi dan sosial: Pasien sering terpapar sinar matahari saat bekerja. Pasien sering minum jamu.III. Pemeriksaan FisikA. Status GeneralisKeadaan umum: Pasien tampak sakit ringanKesadaran: Composmentis, E4V5M6Tanda-tanda vital: TD = 150/90 mmHg N = 92 x/menit, reguler, lemah FR = 20 x/menit, reguler S = 37,2 oC

B. Status Lokalis (Pemeriksaan Oftalmologi)

Lensa ODS keruh

Okular DekstraPemeriksaanOkular Sinistra

/60Visus4/5 /60

Hiperemi (-), Edema -), nyeri tekan (-), blefarospasme (-), ekteropion (-), enteropion (-), lagoftalmos (-), ptosis (-)PalpebraHiperemi (-), Edema -), nyeri tekan (-), blefarospasme (-), ekteropion (-), enteropion (-), lagoftalmos (-), ptosis (-)

DBNSiliaDBN

Endoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-), orthotropiaBulbus okuliEndoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-), orthotropia

Injeksi konjunctiva (-), injeksi siliar (-), injeksi episklera (-), edema (-)KonjunctivaInjeksi konjunctiva (-), injeksi siliar (-), injeksi episklera (-), edema (-)

Ikterik (-), warna putihSkleraIkterik (-), warna putih

Jernih, arcus senilis (+), sikatrik (-)KorneaJernih, arcus senilis (+), sikatrik (-)

Agak dangkalCamera Oculi AnteriorSedang

Reguler, warna coklatIrisReguler, warna coklat

Bulat, letak di pusat mata, 5 mm RC menurun/(+)PupilBulat, letak di pusat mata, 3 mm RC (+)/(+)

Keruh, Shadow test (+)LensaKeruh, Shadow test (+)

Tidak terlihat akibat kekeruhan lensaFunduskopiTidak terlihat akibat kekeruhan lensa

NegatifRefleks fundusNegatif

Tidak terlihat akibat kekeruhan lensaCorpus vitreumTidak terlihat akibat kekeruhan lensa

DBN, nistagmus (-)Gerak Bola MataDBN, nistagmus (-)

Tidak dilakukanSistem LakrimalTidak dilakukan

Menyempit pada daerah temporalLapang pandangSesuai dengan pemeriksa

MengerasPalpasi TIOAgak keras

35, 0 mmHgPengukuran TIO dengan Tonometer Sciotz21, 9 mmHg

-Koreksi-

Tidak dilakukanRefraktometerTidak dilakukan

IV. ResumePasien wanita, 61 tahun datang ke Poli Mata RSUD Waled dengan keluhan OD terasa nyeri sejak 2 bulan yang lalu. OD nyeri disertai tidak dapat melihat jelas secara tiba-tiba, sakit kepala dan mata terasa kencang yang hilang timbul sepanjang hari. Pasien mudah merasa silau. Keluhan tidak membaik dengan istirahat dan pengobatan. Mual dan muntah, mata merah (-). Pasien memiliki riwayat Hipertensi.Pasien sering terpapar sinar matahari saat bekerja. Pasien sering minum jamu.Pada pemeriksaan didapatkan visus OD / 60 dan OS 4/5 / 60, COA OD dangkal, lensa ODS keruh, Shadow test ODS (+), palpasi TIO ODS keras, peningkatan TIO OD 35 mmHg, penyempitan lapang pandang ODS, dan penurunan visus ODS.

V. Diagnosis BandingGlaukoma sudut tertutup primer ODS dengan Katarak Senilis Imatur ODSGlaukoma sudut tertutup sekunder ODS et causa Katarak Senilis Imatur ODS

VI. Diagnosis KerjaGlaukoma sudut tertutup sekunder ODS et causa Katarak Senilis Imatur ODSVII. Tatalaksana Yang DiberikanTimolol maleate 0,5 %Pilokarpin 2 %Asetazolamid 500 mgCatarlentCendo lytersRencana terapi : Trabekulektomi dan SICS

VIII. PrognosisQuo ad vitam: ad bonamQuo ad functionam: ad malamQuo ad sanationam: ad bonam

IX. Edukasi1. Hindari emosi berlebih, membaca atau melihat dekat2. Hindari pemakaian obat, obat antihistamin dan antispasme3. Menggunakan kacamata dan menghindari terkena sinar matahari langsung4. Menggunakan kacamata 5. Pola hidup sehat dan pemantauan serta pengobatan hipertensi teratur6. Mengurangi konsumsi jamu-jamuan

PEMBAHASAN TEORI

1. Glaukoma1.1 Definisi GlaukomaGlaukoma berasal dari kata glaukos (bahasa Yunani) yang berarti hijau kebiruan. Hal tersebut berdasarkan kesan warna pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan atau berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Glaukoma ditandai dengan peningkatan tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. Kelemahan fungsi mata pada glaukoma berupa cacat lapang pandang, kerusakan anatomi berupa ekstravasasi, dan degenerasipapil saraf optik dapat berakhir pada kebutaan (Ilyas, 2008).

1.2 Epidemiologi GlaukomaGlaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia, insiden glaukoma terjadi berkisar dari 0,64%1,6%. Insiden glaukoma terjadi 1,8% diantara orang-orang berusia 84 tahun atau lebih tua. Glaukoma primer sudut tertutup paling sering ditemukan dan sebagian besar dengan gejala-gejala dan keluhan akut (Ilyas, 2008).

1.3 Klasifikasi Glaukoma1. Glaukoma Sudut Terbuka PrimerLensa kontak khusus (lensa gonioskopi) yang diletakkan pada kornea yang mengalami glaukoma dapat membantu melihat sudut iridokornea dengan bantuan slit lamp. Struktur jalinan trabekula terlihat normal namun terjadi peningkatan tekanan okular pada glaukoma sudut terbuka. Penyebab obstruksi aliran keluar antara lain (James, 2006):7

a. Penebalan lamela trabekula yang mengurangi ukuran pori.b. Berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas.c. Peningkatan bahan ekstraseluler pada lipatan jaringan trabekula.

Terdapat jenis glaukoma yang menyebabkan terjadinya kehilangan lapang pandang glaukomatosa dan cupping lempeng optik meski tekanan intraokular tidak meningkat atau disebut glaukoma tekanan normal atau rendah. Diduga papil saraf optik pada pasien ini secara tidak biasa rentan terhadap tekanan intraokular dan atau memiliki aliran darah intrinsik yang berkurang (James, 2006).

2. Glaukoma Sudut Tertutup PrimerGlaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraokuler terjadi karena sumbatan aliran keluar humor aquous akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat bermaniestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul penurunan pengelihatan. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan segmen anterior dan gonioskopi. Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya digunakan apabila penutupan sudut primer telah menimbulkan kerusakan nervus optikus dan kehilangan lapang pandang. Faktor-faktor risikonya antara lain bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan, riwayat keluarga glaukoma, dan etnis Asia Tenggara, China, dan Inuit (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).

3. Glaukoma SekunderTekanan intraokular pada glaukoma sekunder biasanya meningkat karena tersumbatnya jalinan trabekula. Jalinan trabekula dapat tersumbat oleh (James, 2006):a. Darah (hifema) setelah trauma tumpulb. Sel-sel radang (uveitis)c. Pigmen dari iris (sindrom dispersi pigmen)d. Deposisi bahan yang dihasilkan oleh epitel lensa, iris, dan badan siliar, pada jalinan trabekula (glaukoma pseudoeksfollatif)e. Obat-obatan yang meningkatkan resistensi jaringan (glaukoma terinduksi steroid)

Glaukoma sekunder juga dapat disebabkan oleh trauma tumpul mata yang merusak sudut (resesi sudut). Penutupan sudut juga dapat menjadi penyebab pada beberapa kasus glaukoma sekunder (James, 2006):a. Pembuluh darah iris abnormal dapat mengobstruksi sudut dan menyebabkan iris melekat pada kornea perifer, sehingga menutup sudut (rubeosis iriditis). Ini dapat terjadi bersama dengan retinopati diabetik proliferatif atau oklusi vena retina sentral akibat difusi ke depan faktor vasoproliferatif dari retina yang megalami iskemia.b. Melanoma koroid yang besar dapat mendorong iris ke depan mendekati kornea perifer sehingga menyebabkan serangan akut glaukoma tertutup.c. Katarak dapat membengkak dan mendorong iris ke depan sehingga menutup sudut drainase.d. Uveitis dapat menyebabkan iris menempel ke jalinan trabekula.

Peningkatan tekanan vena episklera bukan merupakan penyebab umum glaukoma namun bisa didapatkan pada fistula karotiko-sinus kavernosus dimana terdapat hubungan antara arteri karotis atau cabang meningealnya dan sinus kavernosus yang menyebabkan peningkatan bermakna tekanan vena orbita. Selain itu, mekanisme ini juga diduga merupakan penyebab peningkatan tekanan intraokular pada pasien dengan sindrom Struge-Weber. Penyebab glaukoma kongenital masih belum jelas. Sudut iridokornea dapat berkembang secara abnormal dan tertutup membran (James, 2006).

4. Glaukoma Sudut Terbuka KronisGlaukoma sudut terbuka kronis mengenai 1 dari 200 orang pada populasi 40 tahun, mengenai laki-laki dan perempuan sama banyak. Prevalensi meningkat sesuai usia 10% pada populasi berusia 80 tahun. Mungkin terdapat riwayat keluarga meski cara penurunannya belum jelas (James, 2006).Keluarga derajat pertama (terdekat) pasien dengan glaukoma dengan sudut terbuka kronis memiliki kemungkinan hingga 16% mengalami penyakit ini. Pewarisan keadaan ini kompleks. Terdapat perkembangan pengetahuan mengenai satu bentuk penyaikit ini yang timbul pada pasien muda, yaitu glaukoma sudut terbuka juvenil (timbul antara usia 3 35 tahun). Tidak ada kelainan yang tampak pada segmen anterior yang membedakannya dari glaukoma kongenital gennya telah diketahui terletak pada lengan panjang kromosom satu (James, 2006).

Tabel 1.1 Klasifikasi Glaukoma Berdasarkan Pada Berkurangnya AbsorbsiKlasifikasi Glaukoma Berdasarkan Pada Berkurangnya Absorbsi

Glaukoma PrimerSudut terbuka (tidak menutup jalinan trabekula) kronis

Sudut tertutup (menutupi jalinan trabekula) akut dan kronis

Glaukoma KongenitalPrimer

Rubela

Sekunder akibat kelainan mata turunan lain (misal; aniridiatidak adanya iris)

Glaukoma Sekunder (Penyebab)Trauma

Pembedahan Mata

Terkait dengan penyakit mata lainnya (misal; uveitis)

Peningkatan tekanan vena episklera

Terinduksi steroid

Dikutip dari: (James, 2006)

1.4 Gejala dan Tanda GlaukomaSkrining glaukoma biasanya dilakukan melalui anamnesa dan serangkaian pemeriksaan mata yang lengkap oleh seorang dokter spesialis mata. Prosedur pemeriksaan glaukoma meliputi dua hal yakni struktural dan fungsional. Secara struktural bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan glukomatous pada anatomi mata, sedangkan secara fungsional bertujuan untuk mengevaluasi kelainan fungsi mata yang ditimbulkan oleh glaukoma (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).Anamnesa dan gejala klinis (Ilyas, 2008):a. Glaukoma akut/glaukoma sudut tertutup: 1) Sakit mata yang hebat2) Penglihatan kabur3) Penglihatan tidak jelas dan terdapat tanda halo (bulatan cahaya pada sekeliling cahaya lampu)4) Mata merah, keras, dan sensitif5) Pupil membesar6) Terasa sakit pada dahi atau kepala7) Pusing, mual, dan muntahb. Glaukoma kronis/glaukoma sudut terbuka1) Biasanya asimptomatis2) Penglihatan menurun perlahan-lahan3) Biasanya pasien sering menukar kacamata namun, tidak ada yang sesuai4) Penglihatan berkabut5) Sakit kepala minimal namun berkepanjangan6) Melihat warna pelangi di sekeliling sinar lampu

Tes pemeriksaan mata meliputi:a. Tekanan bola mata. Tonometri ialah istilah untuk mengukur TIO. Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann. Selain itu, terdapat pula tonometri Schiotz dan teknik digital. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg (Ilyas, 2008).b. Penilaian sudut bola mata. Gonioskopi adalah metode pemeriksaan anatomi angulus iridokornealis sudut kamera okuli anterior, dengan pemeriksaan binokuler dan sebuah goniolens khusus. Goniolens memiliki cermin khusus yang dapat membentuk sudut sedemikian rupa sehingga menghasilkan garis pandangan pararel dengan permukaan iris dan diarahkan ke perifer ke arah cerukan sudut kamera okuli anterior, dimana dapat divisualisasikan struktur cerukan sudut ini yang dapat bervariasi sesuai anatomi, pigmentasi, dan lebar muaranya (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).c. Penilaian Diskus Optikus. Funduskopi untuk menilai pembesaran cekungan diskus optikus. Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior dan disertai pentakikan fokal tepi diskus optikus. Adanya atrofi glaukomatosa ditandai oleh peningkatan TIO yang signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetri bermakna antara kedua mata. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah yang disebut cekungan bean-pot dimana tidak didapatkan jaringan saraf di bagian tepi (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).d. Pachymetri digunakan untuk mengukur ketebalan kornea. Selain itu, pachymetri kornea juga dipakai untuk mengkalibrasi TIO pada pasien dengan kornea yang tebal yang telah tercatat, karena kornea yang tebal cenderung memberikan hasil pembacaan TIO yang tinggi (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).e. Pemeriksaan lapang pandang memakai layar singgung, perimeter Golmann, Friedmann field analyzer, dan perimeter otomatis. Gangguan lapangan pandang akbat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).f. Pemeriksaan pelengkap lainnya seperti Diurnal Intraocular Presure Fluctuation, Stereo Photography of Optic Disc, Confoccal Scanning Laser Opthalmoscopy(Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).

1.5 Tatalaksana GlaukomaPembedahan drainase (trabekulektomi) dilakukan dengan membuat membuat vistula diantara bilik anterior dan ruang subkonjungtiva. Operasi ini efektif dalam menurunkan intraokular. Terapi ini banyak dilakukan secara dini sebagai terapi glaukoma. Komplikasi pembedahan antara lain (James, 2006):a. Penyempitan bilik anterior dalam masa pascaoperasi dini berisiko merusak lensa dan kornea.b. Infeksi intraokular. c. Percepatan perkembangan katarak.d. Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat.

Bukti menunjukan bahwa beberapa pengobatan topikal terutama obat simpatomimetik, dapat meningkatkan pembentukan parut konjungtiva dan menurunkan kemungkinan keberhasilan pembedahan bila saluran drainase yang baru mengalami parut dan menjadi nonfungsional. Pada penderita yang sangat rentan terhadap pembentukan parut, obat anti metabolit (5-fluorourasil dan mitomisin) dapat digunakan pada saat pembedahan untuk mencegah fibrosis (James, 2006).

Tabel 1.2 Terapi obat-obatanObat TopikalKerjaEfek Samping

Penyekat Beta(Timolol, Karteolol, Levobunolol, Metipranolol, selektif-betaksolol)Menurunkan SekresiEksaserbasi asma dan penyakit saluran napas kronis.Hipotensi dan bradikardia.

Parasimpatomimetik(Pilokarpin)Meningkatkan Aliran KeluarPenglihatan kabur pada penderita muda dan penderita katarak.Awalnya sakit kepala karena spasme siliar.

Simpatomimetik (adrenalin, dipiverfin)Meningkatkan aliran keluar.Menurunkan sekresi.Mata merah dan sakit kepala.

Agonis alfa-2(Apraklonidin, Brimonidin)Meningkatkan aliran keluar melalui jalur uveosklera.Menurunkan sekresi.Mata merah, rasa lelah dan kantuk.

Penghambat anhidrase karbonat (dorzolamid, brinzolamid)Menurunkan sekresiRasa sakit, rasa tidak enak, dan rasa sakit kepala.

Analog prostagladin (latanopros, travapros, bimatopros, unoproston)Meningkatkan aliran keluar melalui jalur uveosklera.Meningkatkan pigmentasi iris dan kulit periokular.

Obat SistemikPenghambat anhidrase karbonat (asetazolamid)

Menurunkan sekresiRasa kesemutan pada ekstremitas.Depresi, rasa kantuk.Batu ginjal.Sindrom Stevens-Johson.

Dikutip dari: (James, 2006)

2. Katarak2.1 Definisi KatarakKatarak adalah suatu daerah berkabut atau keruh di dalam lensa. Pada stadium dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa di bawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut, protein tadi berkoagulasi membentuk daerah keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal seharusnya transparan (Guyton dan Hall, 2008).Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik (misalnya diabetes), merokok dan herediter (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat sehingga sangat mengganggu penglihatan, keadaan itu dapat diperbaiki dengan cara mengangkat lensa melalui operasi. Bila ini dilakukan, mata kehilangan sebagian besar daya biasnya, dan harus digantikan dengan lensa konveks yang kuat di depan mata; namun, biasanya ditanam sebuah lensa plastik buatan di dalam mata pada tempat lensa dikeluarkan (Guyton dan Hall, 2008).

2.2 Epidemiologi KatarakHampir separuh kebutaan di dunia ini diakibatkan oleh katarak. Diperkirakan jumlah kebutaan katarak di dunia saat ini sebesar 17 juta orang, dan akan meningkat menjadi 40 juta pada tahun 2020. Masyarakat Indonesia memiliki kecendrungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah subtropik. Berdasarkan laporan kegiatan operasi katarak yang dilakukan di 8 propinsi di Indonesia, dijumpai 20% kasus buta katarak terjadi pada usia 40-54 tahun (Soehardjo, 2004).Katarak kongenital terjadi pada 1 di antara 2000 kelahiran hidup. Di Uganda katarak merupakan penyebab kebutaan utama pada anak. Hal tersebut berkaitan erat dengan adanya kelainan genetik dan infeksi rubella. Di beberapa Negara misalnya Sri Lanka, perkawinan antar keluarga berperan meningkatkan angka kebutaan yang diakibatkan oleh faktor genetik (Soehardjo, 2004).

2.3 Lensa dan KatarakLensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh kapsula transparan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan corpus vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris. Lensa terdiri atas (1) capsula elastis, yang membungkus struktur; (2) epithelium cuboideum, yang terbatas pada permukaan anterior lensa; dan (3) fibrae lentis, yang dibentuk dari epithelium cuboideum pada equator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian terbesar lensa (Snell, 2006).Capsula lentis yang elastis terdapat dalam keadaan tegang, menyebabkan lensa berada tetap dalam bentuk bulat dan bukan berbentuk discus. Regio equator lensa dilekatkan pada processus ciliaris oleh ligamentum suspensorium. Tarikan dari serabut-serabut ligamentum suspensorium yang tersusun radial cenderung memipihkan lensa yang elastis ini, sehingga mata dapat difokuskan pada objek-objek yang jauh (Snell, 2006).Untuk rnengakomodasikan mata pada objek yang dekat, m. ciliaris berkontraksi dan menarik corpus ciliaris ke depan dan dalam, sehingga serabut-serabut radial ligamentum suspensorium menjadi relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa yang elastis menjadi lebih bulat (Snell, 2006).

Gambar 2.1 Lensa(National Eye Institute, 2009)Dalam keadaan normal lensa tidak bewarna (jernih). Kekeruhan lensa disebut katarak (Sudoyo dkk, 2009).Akibat kekeruhan lensa mata, sinar yang masuk ke selaput jala akan terganggu, dengan demikian terjadilah gangguan tajam pengelihatan. Gangguan tajam pengelihatan yang terjadi dapat ringan dengan keluhan silau, terutama jika terkena sinar yang sangat terang. Hal ini sesuai dengan luas dan letak kekeruhan lensa. Namun kekeruhan lensa akan meluas dan menimbulkan gangguan tajam pengelihatan sampai tingkat kebutaan (Soehardjo, 2004).

Gambar 2.2 Katarak(Mayo Clinic, 2010)2.4 Etiologi Katarak

Struktur normal lensa tergantung pada keutuhan kapsulanya yang elastik, viabilitas sel serabut lensa, yang mengandung protein transparan, dan pasokan motabolit yang penting dalam cairan. Katarak berasal dari pembentukan protein yang keruh di dalam lensa, yang biasanya menyebabkan elastisitas lensa menghilang. Ini dapat terjadi dalam (Underwood, 2000):a. rubelab. sindroma Downc. degenerasi senild. sobeknya kapsula lensae. radiasi uveitisf. diabetes melitusg. terapi kortikosteroid

Katarak yang matang dapat mengakibatkan hilangnya penglihatan, tetapi hal ini dapat diobati dengan operasi pembuangan lensa yang terkena dan insersi pengganti sintetik dari plastik. Kadang-kadang katarak menyebabkan terjadinya glaukoma akibat obstruksi mekanik dari sudut kamar anterior, atau dislokasi lensa (Underwood, 2000).Katarak kongenital terjadi sebagai komplikasi rubella, herpes simpleks, herpes zoster, sifilis, dan penyakit inklusi sitomegalik intrauterin. Sebagian besar bersifat idiopatik dan atau diturunkan. Katarak yang didapat akibat trauma, radiasi, obat, gangguan metabolik, gangguan inflamasi okuler, atau usia tua (katarak senilis). Katarak timbul lebih dini pada pasien diabetes mellitus (tipe I dan tipe II) dan pada beberapa pasien dengan riwayat keluarga pembentukan katarak yang kuat. Gangguan metabolik yang disertai komplikasi katarak meliputi galaktosemia, keadaan hiperkalsemia kronik, penyakit Fabry, penyakit Wilson, dan sindroma Lowe. Lebih dari sepertiga pasien dengan distrofi miotonik mengalami opasitas kristalin warna majemuk yang menyebar pada lensa. Katarak juga mungkin disertai dengan gangguan kromosomal; dengan sindroma Alport, cri-du-chat, Conradi, Crouzon, dan sindroma Down; dan dengan disgenaesis gonade. Penyakit inflamasi okuler, dan obat dan bahan toksik seperti haloperidol, glukokortikoid, dan besi juga dapat menyebabkan katarak. Ekstraksi katarak dilakukan dengan mengangkat nukleus lensa dan korteks dari dalam kapsul lensa. Pada sebagian besar orang dewasa, lensa plastik selanjutnya ditanam dalam kapsul (Isselbacher dkk, 1999).Zonula yang memegang lensa mungkin robek pada satu daerah, sehingga lensa bergerak secara eksentrik, seringkali membiarkan tepinya pada aksis pupil (subluksasi), atau robek seluruhnya, sehingga lensa bergerak ke ruang anterior atau ke dalam kavitas vitreus (luksasi). Penyebab paling sering dari subluksasi atau luksasi adalah trauma. Yang lainnya meliputi homosistinuria, sindroma Marfan, sferofakia, dan insufisiensi oksidase sulfit (Isselbacher dkk, 1999).

2.5 Klasifikasi KatarakKatarak dapat diklasifikasikan sesuai dengan kriteria yang berbeda (Lang, 2006):a. Waktu kejadian (diperoleh atau katarak kongenital).b. Kematangan.c. Morfologi.

Tabel 2.1 Klasifikasi Katarak Menurut Waktu Terjadinya

Katarak didapat (Lebih dari 99% dari katarak)a. Katarak Senilis (lebih dari 90% dari katarak)b. Katarak dengan penyakit sistemik:- Diabetes mellitus- Galaktosemia- Insufisiensi ginjal- Mannosidosis- Penyakit Fabry- Sindrom Lowe- Penyakit Wilson- Distrofi Myotonic- Tetani- Gangguan kulitc. Katarak Sekunder- Katarak dengan heterokromia- Katarak dengan iridosiklitis kronis- Katarak dengan vaskulitis retina- Katarak dengan retinitis pigmentosad. Katarak Pascaoperasi- Paling sering terjadi pasca vitrektomi - Setelah operasi filteringe. Katarak trauma- Memar atau perforasi - Radiasi inframerah (katarak Glassblowers)- Cedera Listrik- Radiasi ionisasif. Katarak toksikg. Katarak diinduksi Kortikosteroid (paling sering)- Kurang sering dari klorpromazin, miotic agen, atau busulfan

Katarak kongenital(Kurang dari 1% dari katarak)a. Herediter katarak- Autosomal dominan- Autosomal resesif- Sporadis- Terkait kromosom-Xb. Katarak karena kerusakan embrionik (transplasental)- Rubella (40-60%)- Gondong (10-22%)- Hepatitis (16%)- Toksoplasmosis (5%)

(Lang, 2006)

Katarak didapat:a. Katarak SenilisKatarak senilis adalah bentuk katarak yang paling sering (90% dari katarak). Sekitar 5% dari umur 70 tahun dan 10% dari umur 80 tahun menderita katarak yang memerlukan operasi (Lang, 2006).b. Katarak Nuklear Pada dekade keempat kehidupan, tekanan perifer lensaproduksi serat menyebabkan pengerasan seluruh lensa, khususnya nukleus (Lang, 2006).Nukleus mengambil warna coklat kekuningan (brunescent nuklear cataract) dan dapat berubah menjadi warna hitam (black cataract). Karena peningkatan daya bias lensa, katarak nuklir menyebabkan lenticularmyopia dan kadang-kadang menghasilkan kedua fokus titik dalam lensa dengan diplopia monokular. Nuklir katarak berkembang sangat lambat (Lang, 2006).

Gambar 2.3 Katarak Nuklear(Lang, 2006)

c. Katarak KortikalKatarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan fungsi pengelihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu pengelihatan (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).d. Katarak TraumatikInsidensi lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita karena kerja dan cedera olahraga. Berikut jenis katarak traumatik dibedakan. Katarak traumatik yang sering terjadi diakibatkan oleh memar. Memar bola mata akan menghasilkan opasiitas subkapsular berbentuk roset pada permukaan anterior lensa. Ini biasanya tidak berubah tetapi akan bermigrasi ke korteks yang lebih dalam dari waktu ke waktu karena aposisi serat baru. Katarak yang jarang terjadi adalah katarak akibat radiasi Inframerah (katarak Glassblowers). Jenis katarak ini terjadi setelah beberapa dekade terkena paparan radiasi inframerah tanpa pelindung mata. Temuan karakteristik meliputi pemisahan dari lensa anterior kapsul, yang ujung-ujungnya akan diamati untuk meringkuk dan mengapung di ruang anterior. Peraturan keselamatan kerja secara drastis mengurangi kejadian dari jenis katarak (Lang, 2006).e. Katarak Subskapular PosteriorKatarak subskapular posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior di bagian sentral. Di awal perkembangannya, katarak ini cenderung menimbulkan gangguan pengelihatan karena adanya keterlibatan sumbu pengelihatan. Gejala-gejala yang umum, antara lain glare dan penurunan pengelihatan pada kondisi pencahayaan yang terang (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).

Katarak kongenital:Katarak kongenintal adalah suatu keadaan dimana lensa menjadi keruh selama kehidupan dalam rahim. Sekalipun kelainan ini biasanya ditentukan secara genetik pada tahun 1941 Gregg melihat bahwa anak-anak dan ibu yang menderita campak Jerman (rubella) pada kehamilan antara minggu ke-4 dan ke-7 sering menderita katarak. Akan tetapi, apabila sang ibu dijangkiti setelah kehamilan minggu ke-7, lensa terhindar dari kerusakan, tetapi anaknya sering tuli akibat kelainan pada koklea (Sadler, 2000).

Gambar 2.4 Katarak Kongenital(Lang, 2006)

Katarak kongenital dapat berupa: a. Katarak Kongenital Binokuler (kekeruhan lensa pada kedua mata). Pada penderita ini perlu dilakukan operasi pada salah satu mata sekitar umur 6 bulan dan mata lainnya pada umur 2 tahun. Bila tampak tanda 'arching nystagmus', operasi harus segera dilakukan secepatnya untuk mencegah timbulnya komplikasi ambliopia (visus buruk yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian kaca-mata) (Hassan dkk, 2007).b. Katarak Kongenital Monokisler (kekeruhan pada salah satu mata sedangkan mata lainnya baik). Pada jenis kelainan ini tindakan operasi dilakukan sekitar umur 2 tahun dan tidak perlu secepat tindakan operasi pada katarak kongental binokuler, karena mata lain dapat berfungsi seperti biasa (Hassan dkk, 2007).c. Katarak Polaris AnteriorKatarak Polaris anterior terjadi akibat gangguan perkembangan lensa pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat ibu dengan kehamilan kurang dari 3 bulan mendapat infeksi virus, maka amnionnya akan mengandung virus. Plakoda lensa akan mendapat infeksi virus hingga virus rubella masuk ke dalam vesikel akan menjadi lensa. Gambaran klinis akan terjadi ialah adanya keluhan ibu karena anaknya mempunyai leukokoria. Pada pemeriksaan objektif akan terlihat kekeruhan pada kornea dan terdapatnya jaringan fibrosis di dalam bilik mata depan yang menghubungkan kekeruhan korea dengan lensa yang keruh (Ilyas, 2008).d. Katarak Polaris PosteriorPada janin terdapat a.hialoidea yang bedatan dari papila nervi optisi menuju bagian sentral posterior mata. Arteri ini akan diresorpsi pada waktu lahir. Bila tidak diresorpsi, sisanya dapat melekat di posterior pada papila nervi optisi ataupun di anterior pada bagian sentral posterior lensa. Biasanya dalam keadaan ini visus tidak terganggu. Kelainan ini tidak memerlukan tindakan apa-apa, kecuali bila visus terganggu dapat dilakukan ektraksi katarak (Hassan dkk, 2007).

Gambar 2.5 Katarak Polaris Posterior(Birkholz dkk, 2011)

e. Katarak Lamelar atau ZonularBila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan kemudian terjadi gangguan perkembangan serat, maka akan terlihat kekeruhan serat lensa pada suatu zona serat lensa. Biasanya perkembangan serat lensa selanjutnya normal kembali sehingga nyata terlihat adanya gangguan perkembangan serta lensa pada satu lamel daripada pekembangan lensa tersebut. Katarak lamellar ini bersifat herediter yang diturunkan secara dominan dan biasanya bilateral (Ilyas, 2008).

Gambar 2.6 Katarak Lamelar(Ilyas, 2008)

f. Katarak SentralKatarak sentral merupakan katarak halus yang terlihat pada bagian nucleus embrional. Katarak ini terdapat 80% orang normal dan tidak mengganggu tajam pengelihatan (Ilyas, 2008).

Tabel 2.2 Klasifikasi Katarak Menurut KematangannyaKematangan KatarakGambaran

Katarak maturSeluruh proteinnya telah mengalami kekeruhan

Katarak imaturSebagian protein transparan

Katarak hipermaturProtein-protein di bagian korteks telah mencair, lensa dan kapsul mengkerut

Katarak morgagniKatarak hipermatur dengan nukleus mengambang di dalam kantung kapsulnya

(Riordan-Eva dan Whitcher, 2010)

Gambar 2.7 Katarak Imatur(Robertson, 2011)

Gambar 2.8 Katarak Matur(Lang, 2006)

Gambar 2.9 Katarak Hipermatur(Lang, 2006)

Ketika memeriksa lensa dengan lampu celah, berbagai kekeruhan dapat dilihat dalam bentuk (Tasman dkk, 2011):a. titik-titik putih, b. keabu-abuan atau biru ganda, c. bintik-bintik, d. batang.

2.6 Faktor Risiko KatarakLensa sebagian besar terdiri dari air dan protein. Protein berada dalam komposisi yang tepat sehingga lensa tetap jernih dan memungkinkan untuk dilalui cahaya. Tetapi seiring bertambahnya usia, protein menggumpal dan mengaburkan sebagian kecil daerah lensa. Seiring waktu, katarak dapat tumbuh lebih besar dan mengaburkan lensa, sehingga sulit untuk melihat. Para peneliti menduga bahwa ada beberapa penyebab katarak, seperti merokok dan diabetes (National Eye Institute, 2009). Seseorang dapat terkena katarak terkait usia pada usia 40-an dan 50-an. Tapi di usia pertengahan, katarak umumnya kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Katarak di umur 60 dapat menyebabkan kebutaan (National Eye Institute, 2009). Faktor risiko lain untuk katarak meliputi (National Eye Institute, 2009):1. Beberapa penyakit seperti diabetes.2. Pribadi perilaku seperti merokok dan penggunaan alkohol.3. Lingkungan seperti paparan sinar matahari berkepanjangan. Katarak kongenital kadua mata dapat terjadi akibat penyakit keturunan, atau infeksi ibu hamil akibat rubella, virus sitomegali, varisela, sifilis, dan toksoplasmosis pada usia kehamilan 1-2 bulan. Selain itu dapat juga disebabkan oleh cacat mata dan akibat reaksi toksik misalnya steroid, dan akibat radiasi. Katarak pada satu mata dapat disebabkan oleh beberapa kelainan mata bawaan, trauma, dan infeksi rubella (Soehardjo, 2004).

2.7 Patogenesis KatarakPatogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparensinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet, dan malnutrisi (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010).

2.8 Gejala dan Tanda KatarakOpasifikasi dari lensa kristalin yang normalnya jernih dan transparan disebut katarak. Gejala penglihatan adalah pandangan kabur, silau, persepsi warna berubah, dan diplopia monokuler (Isselbacher dkk, 1999). Tajam pengelihatan berkurang terutama bila tes dilakukan dalam keadaan terang. Hal tersebut diakibatkan oleh rasa silau dan hilangnya kontras (James, 2006). Katarak terlihat hitam terhadap reflex fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskopi direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak di daerah nucleus, korteks, dan subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2006).

Gambar 2.10 Gangguan Pengelihatan Pada Katarak(National Eye Institute, 2009)

2.9 Diagnosis KatarakKatarak dapat dideteksi melalui pemeriksaan mata yang komprehensif yang mencakup (National Eye Institute, 2009):a. Uji ketajaman visual. Tes mata dengan bagan mengukur seberapa baik pasien melihat di berbagai jarak.b. Uji mata terdilatasi. Dokter menggunakan lensa pembesar khusus untuk memeriksa retina dan saraf optik untuk mencari tanda-tanda kerusakan dan masalah mata lainnya.c. Tonometri. Sebuah instrumen mengukur tekanan di dalam mata.

Untuk menilai derajat kekeruhan lensa, dapat dilakukan tes bayangan iris, yaitu dengan cara mengarahkan lampu senter ke arah pupil dengan sudut 45 dan dilihat bayangan iris pada lensa yang keruh; letak bayangan jauh dan besar, berarti katarak imatur ; seangkan bila bayangan kecil dan dekat pupil, berarti katarak matur: Bila katarak mengalami degenerasi lanjut menjadi keras atau lembek dan mencair disebut katarak hipermatur (Sudoyo dkk, 2009). 2.10 Penanganan Klinis KatarakMeski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan pembedahan. Tidak perlu menunggu katarak menjadi matang. Dilakukan tes untuk menentukan apakah katarak menyebabkan gejala visual sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup. Pasien mungkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membaca, atau mengemudi. Beberapa pasien sangat terganggu oleh rasa silau. Pasien diberikan informasi mengenai prognosis visual mereka dan harus diberitahu pula mengenai semua penyakit mata yang terjadi bersamaan yang bisa mempengaruhi hasil pembedahan katarak (James, 2006). Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastic. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi local daripada anestesi umum. Anestesi local diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topical. Jika keadaan social memungkinkan, pasien dapat dirawat sebagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit (James, 2006). Operasi ini dapat dilakukan dengan:1. Insisi luas pada perifer kornea atau sclera anterior, diikuti oleh ekstrasi katarak ekstrakapsular (extra-capsular cataract extraction, ECCE). Insisi harus dijahit (James, 2006).2. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sclera anterior (fakoemulsifikasi). Biasanya tidak dibuthkan penjahitan. Sekarang metode ini merupakan pilihan di Negara Barat (James, 2006).

Kekuatan implan lensa intraocular yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan megukur panjang mata secara ultrasonic dan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optic) secara optic. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk pengelihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami pembedahan refraktif pada kedua mata (James, 2006). Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraocular multifocal. Lensa intraocular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan (James, 2006).

2.11 Prognosis dan Komplikasi Pasca Operasi KatarakPrognosis penglihatan pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis pasien katarak terkait usia. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pascaoperasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010). Ekstrasi lensa akan memperbaiki ketajaman pengelihatan pada lebih dari 90% kasus; sisanya mungkin telah disertai dengan kerusakan retina atau mengalami komplikasi pascabedah yang serius sehingga mencegah perbaikan visus yang signifikan (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010). Komplikasi pembedahan katarak:1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokular sesegera mungkin tidak bisa dilakukan pada kondisi ini (James, 2006).2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode bedah pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan (James, 2006).3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan (James, 2006):a. Mata merah yang terasa nyeri;b.Penurunan tajam pengelihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah pembedahan;c. Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion). Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel aakueous dan vitreous untuk analisis mikrobiologi, dan terapi dengan antibiotik intravitreal, topikal, dan sistemik.4. Astigmatisme pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan anestesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun mungkin diperlukan penjahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil menghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan koreksi astigmatisme yang telah ada sebelumnya (James, 2006). 5. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan tajam pengelihatan yang berat (James, 2006).6. Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous (James, 2006).7. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Pengelihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser (neodymium yttrium (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam mencegah opasifikasi kapsul posterior (James, 2006).8. Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun detelah pembedahan dan mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan jahitan (James, 2006).2.12 Pencegahan KatarakSaat ini, belum ada cara yang efektif untuk mencegah terjadinya katarak sehingga dilakukan langkah sekunder dengan cara mencegah terjadinya penyakit mata lain yang dapat menyebabkan katarak dan dengan meminimalisir kontak dengan faktor-faktor yang dapat menyababkan katarak (Paine dan Randlman, 2008).1. Menggunakan kacamata hitam saat keluar pada siang hari mengurangi kemungkinan terkena katarak atau kerusakan retina. Beberapa kacamata hitam dapat memfilter radiasi UV dan memperlambat terjadinya katarak (Paine dan Randlman, 2008).2. Beberapa orang mengkonsumsi vitamin, mineral, dan ekstrak herbal untuk mengurangi kemungkinan terkena katarak. Tidak ada data penelitian yang membuktikan hal tersebut. Tidak ada obat atau suplemen topical maupun oral yang terbukti memngurangi kemungkinan terjadinya katarak (Paine dan Randlman, 2008).3. Pola hidup sehat seperti pola makan yang baik, istirahat yang cukup, olahraga teratur, dan tidak merokok dapat mengurangi kemungkinan timbulnya katarak dan penyakit lainnya (Paine dan Randlman, 2008).4. Jika pasien terkena diabetes, kontrol gula darah yang ketat dapat memperlambat pembentukan katarak (Paine dan Randlman, 2008).

ANALISIS KASUS

1.1 Identitas PasienPasien merupakan seorang wanita berusia 61 tahun yang bekerja sebagai buruh tani. Hal tersebut menjadi faktor risiko bagi terjadinya glaukoma sudut tertutup dan katarak senilis. Pada glaukoma sudut tertutup, bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan, dan etnis Asia Tenggara menjadi faktor risiko. Usia tua juga merupakan salah satu penyebab katarak, yaitu karatak senilis faktor lain yang berperan terhadap terjadinya katarak adalah pajanan berlebihan terhadap panas (glassblowers catharact). Penuaan menyebabkan proses degeneratif berupa pembesaran lensa kristalina akibat terbentuknya vesikel di antara serat-serat lensa dan migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang, serta terjadinya kondensasi dalam nukleus lensa yang menyebabkan sklerosis nuklear. Patomekanisme tersebut berhubungan dengan terjadinya katarak dan glaukoma.Pada perempuan, akan cenderung terjadi hipertensi okuler pada masa menopausal akibat penurunan hormon progesteron dan estradiol. Hal tersebut dapat menjadi peningkatan faktor risiko terjadinya glaukoma pada perempuan.Pekerjaan pasien sebagai buruh tani berisiko terhadap paparan sinar ultraviolet dan benda asing pada mata. Pajanan berlebih sinar ultraviolet dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dari proses radikal bebas yang dapat berpengaruh terhadap struktur protein dalam lensa sehingga timbul agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya, menimbulkan kekeruhan pada lensa.

1.2 AnamnesaDari anamnesis didapatkan nyeri pada bola mata kanan yang disertai penglihatan tidak jelas tiba-tiba sejak 2 bulan yang lalu yang disertai nyeri pada bola mata dan sakit kepala. Data riwayat penyakit sekarang tersebut menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini dialami oleh pasien. Gejala yang dialami dapat mengarahkan pada diagnosis banding yaitu glaukoma sudut tertutup akut primer, dan glaukoma sudut tertutup sekunder karena pada masing-masing diagnosis banding tersebut didapatkan gejala serupa dengan yang dialami oleh pasien, yaitu gejala glaukoma dengan onset yang terjadi mendadak atau akut. Pada serangan glaukoma sudut tertutup pada umumnya dapat juga ditemui mata merah, mual, muntah. Namun pada pasien tidak dijumpai keluhan tersebut yang kemungkinan disebabkan oleh glaukoma yang bersifat kronis.3535

Riwayat penyakit keluarga tidak didapatkan anggota keluarga yang menderita penyakit serupa dengan pasien. Ini berarti kita dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien adalah diturunkan oleh keluarganya. Riwayat penyakit kronis seperti diabetes melitus dan hipertensi juga negatif dalam keluarga. Penyakit diabetes melitus dan hipertensi ini juga dapat sebagai faktor resiko terkena penyakit- penyakit yang berada di mata. Riwayat trauma dan infeksi disangkal yang berarti menyingkirkan diagnosis banding katarak traumatika dan katarak komplikata.Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Ini berarti bahwa pasien mengalami keluhan dengan onset akut dan pertama kalinya. Pasien juga tidak memiliki riwayat memakai kacamata. Pada pasien dengan kelainan refraksi juga mempunyai faktor yang dapat menyebabkan munculnya penyakit mata seperti glaukoma. Umumnya dapat terjadi pada pasien dengan sudut kamera anterior sempit (sering pada hipermetropia). Pasien menyatakan pandangannya sudah tidak jelas sejak setahun lalu seperti berkabut tetapi tidak dirasa mengganggu. Keluhan pasien tersebut kemungkinan mengarahkan kepada diagnosis katarak.Riwayat kebiasaan pasien menjelaskan bahwa pasien bekerja sebagai buruh tani yang sering terpapar sinar matahari secara langsung. Pasien juga sering minum jamu-jamuan. Kedua hal tersebut dapat menjadi faktor terjadinya katarak.

1.3 Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dengan tekanan darah yang sedikit tinggi yaitu 150/90 mmHg yang termasuk stadium hipertensi grade I hal ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya glaukoma. Pada pemeriksaan okular didapatkan visus OD / 60, artinya pasien hanya dapat menghitung jari pada jarak meter yang pada orang dengan visus normal dapat dilihat dari jarak 60 meter; dan visus OS 4/5 / 60, artinya pasien hanya dapat menghitung jari pada jarak 4/5 meter yang pada orang normal dapat dilihat pada jarak 60 meter. COA OD dangkal yang mengindikasikan kemungkinan adanya glaukoma sudut tertutup, lensa ODS keruh, Shadow test ODS (+) menunjukkan kemungkinan terdapatnya katarak imatur, palpasi TIO ODS keras menunjukkan kemungkinan adanya peningkatan TIO, peningkatan TIO OD 35 mmHg yang dalam hal ini diatas nilai normal yaitu 10-21 mmHg. Penyempitan lapang pandang ODS, pemeriksaan lapang pandang dilakukan untuk mendiagnosis dan menindaklanjuti pasien glaukoma. Kemungkinan hasil yang akan ditemukan lapang pandang pasien berkurang karena peningkatan TIO yang merusak papil saraf optikus. Pada pasien, terdapat penyempitan pada lapang pandang okular dekstra, dan penurunan visus ODS. Untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli. Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur rasio cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan peningkatan tekanan intraokular yang signifikan. Pada pasien, pemeriksaan funduskopi tidak dapat dilakukan karena terhalang oleh lensa yang keruh sehingga refleks fundus negatif dan camera okuli posterior tidak tampak.Umumnya serangan glaukoma sudut tertutup menunjukkan gejala kongestif dengan kelopak mata bengkak, mata merah, tekanan bola mata sagat tinggi, pupil lebar, kornea suram dan edem, iris sembab meradang, papil saraf optik hiperemis, edem, dan lapang pandang menciut. Namun pada pasien tidak ditemukan tanda tersebut dan hanya ditemukan dilatasi pupil dan penyempitan lapang pandang. Kemungkinan hal tersebut disebabkan karena glaukoma yang dialami pasien bersifat kronik. Berdasarkan pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan maka pasien ini dapat didiagnosa sebagai glaukoma. Hasil pemeriksaan COA dengan pen light menunjukkan bahwa glaukoma ini merupakan glaukoma sudut tertutup. Pada pasien ini ditemukan kekeruhan pada lensa sehingga dapat disimpulkan bahwa ini merupakan suatu glaukoma sekunder akibat katarak.

1.4 Diagnosis BandingPasien didiagnosis banding dengan Glaukoma sudut tertutup primer ODS dengan Katarak Senilis Imatur ODS dan Glaukoma sudut tertutup sekunder ODS et causa Katarak Senilis Imatur ODS. Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan glaukoma akibat katarak intumesen, matur, ataupun hipermatur. Untuk mengetahui etiologi glaukoma sekunder yang terjadi sangat diperlukan penggalian riwayat katarak pasien baik perjalanan penyakitnya (gejala dan tanda yang muncul) maupun riwayat pengobatannya. Jika sudah digali dengan baik, kita bisa mengetahui apakah glaukoma yang terjadi adalah karena adanya penyakit (kondisi) yang mendasari (sekunder), atau tidak ada penyakit sebelumnya yang menyebabkan terjadinya glaukoma (primer).

1.5 Diagnosis KerjaPasien didiagnosis menderita Glaukoma sudut tertutup sekunder ODS akibat Katarak Senilis Imatur ODS. Hal tersebut didasarkan pada anamnesis dimana keluhan pengelihatan tidak jelas seperti berkabut sudah terjadi beberapa saat sebelum akhirnya terjadi buram mendadak. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan kekeruhan pada kedua lensa dan pendangkalan pada kedua sisi namun paling jelas terlihat pada okular dekstra. Glaukoma sudut tertutup dibangkitkan lensa merupakan glaukoma akibat katarak intumesen tang terjadi akibat katarak senilis. Gejalanya sama dengan gejala glaukoma sudut tertutup primer dengan perbedaan pada glaukoma sudut tertutup primer terdapat bilik mata yang dangkal pada kedua mata sedangkan pada glaukoma sekunder akibat katarak intumesen, kelainan sudut hanya terdapat pada satu mata. Pada katarak intumesen sumbu anteroposterior lensa makin panjang sehingga mengakibatkan terdjadinya resistensi pupil pada pengaliran humor aquosus yang mengakibatkan blokade pupil. Akibat blokade ini akan terjadi pendorongan iris sehingga pangkal iris menutup saluran trabekulum yang menyebabkan tambahan bendungan humor aquosus sehingga terjadi glaukoma sudut tertutup.

1.6 TatalaksanaPengobatan glaukoma pada pasien ini ditujukan untuk menurunkan tekanan bola mata dimana peningkatan tekanan ini secara berangsur-angsur dapat mengakibatkan rusaknya papil nervus optik. Pada pasien ini juga dianjurkan untuk melakukan trabekulotomi dan Small Incision Catharac Extraction, sebagai penatalaksanaan glaukoma dan katarak yang dialaminya. SICS dipilih sebagai tatalaksana atas dasar pertimbangan ketersediaan sarana dan prasarana dan komplikasi yang minimum. Tujuan penatalaksanaan glaukoma sekunder adalah untuk menurunkan TIO dan mengobati kausa penyakit. Terapi berupa ekstraksi lensa apabila TIO telah terkontrol secara medis.1. FarmakoterapiTerapi farmaka dilakukan untuk menurunkan TIO secara cepat untuk mencegah kerusakan yang lebih jauh pada nervus optikus, untuk menormalkan kornea, dan mencegah terjadinya pembentukan sinekia. Reduksi TIO dibutuhkan untuk mempersiapkan pasien untuk iridotomi laser untuk mengatasi blok pupil yang menyebabkan glaukoma. Tujuan farmakoterapi adalah untuk menurunkan morbiditas dan untuk mencegah komplikasi.a. Inhibitor Karbonik AnhidraseKarbonik Anhidrase adalah suatu enzim yang ditemukan di banyak jaringan tubuh, termasuk mata. Katalisasi suatu reaksi reversibel dimana karbon dioksida menjadi hidrasi dan asam karbonat menjadi dehidrasi. Dengan memperlambat terbentuknya pembentukan ion bikarbonat dengan reduksi dalam sodium dan transport cairan, dapat menghambat karbonik anhidrse dalam proses siliaris mata. Efeknya menurunkan sekresi aqueous humor, sehingga menurunkan TIO. Asetazolamid digunakan dengan dosis 250-500 mg IV/IM, dapat diulang dalam 2-4 jam maksimum 1 g/hari. Efek sampingnya hilangnya kalium tubuh, parastesi, anoreksia, diare, hipokalemia, batu ginjal, dan miopia sementara. Kontraindikasi pada orang dengan hipersensitivitas, penyakit hati, penyakit ginjal kronis, insufisiensi adrenokortikal, obstruksi pulmonar parah.b. Beta BlokerMerupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut tertutup. Beta bloker dapat menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi humor aqueous. Timolol sebagai beta bloker nonselektif dalam sediaan tetes mata dapat digunakan sebanyak 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat di ulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.c. Miotik KuatPilokarpin 2% atau 4 % setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai inisial terapi, diindikasikan untuk menghambat serangan awal glaukoma akut. Bekerja degan meningkatkan fasilitas pengeluaran cairan mata dengan membuka sudut bilik mata dengan miosis. Efek samping yang ditimbulkan adalah sakit pada alis akibat spasme otot siliaris dan penglihatan malam berkurang.d. Pasien ini tergolong katarak imatur sehingga diberikan catarlent dengan harapanakan dapat mempelambat pematangan pada lensa pasien ini. Catarlent mengandung CaCl2 anhidrat 0,075 gram, Kalium Iodida 0,075 gram, Natrium Tiosulfat 0,0075 gram, Fenilmerkuri nitrat 0,3 mg. Dosis diberikan 3 kali sehari 1-2 tetes. Pada pasien ini juga diberikan cendo lyters, suatu emolien/pelembut dan pengganti air mata. Cendo lyters ini mengandung ion natriumdan kalium dengan benzalkonium Cl, diberikan 3-4 kali sehari 1-2 tetes.2. Nonfarmakoterapi (Pembedahan)Pengobatan glaukoma hanya dengan pembedahan. Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata dengan sudut sempit karena serangan akan berulang lagi pada satu saat. Tindakan pembedahan dilakukan bila TIO sudah terkontrol, mata tenang dan persiapan pembedahan sudah cukup. Tindakan pembedahannya adalah trabekulektomi. Trabekulektomi merupakan pilihan yang baik bagi pasien yang mengalami perburukan meskipun telah menjalani terapi medis. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.

1.7 PrognosisPada pasien, prognosis quo ad vitam ad bonam jika pasien segera menjalani trabekulektomi untuk menurunkan tekanan intraokulernya. Trabekulektomi efektif dalam menurunkan tekanan intraokular terlepas dari efek samping dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan seperti infeksi, hipotoni, BMD dangkal, kesalahan aliran humor akuos, hifema, katarak, peningkatan TIO sementara, cystoid macular edema (CME), makulopati hipotoni, efusi koroid, perdarahan suprakoroid, uveitis persisten, dan kehilangan penglihatan, kebocoran bleb, katarak, blebitis, edoftalmitis, bleb simtomatik, hipotoni, ptosis, dan retraksi kelopak mata. Operasi katarak dan pergantian lensa dengan intraokular lensa juga dapat memberikan koreksi pengelihatan pada pasien yang sudah mengalami penurunan pengelihatan meskipun komplikasi seperti infeksi post operasi dan astigmata harus tetap diperhitungkan.Prognosis quo ad functionam ad malam dikarenakan fungsi pengelihatan pasien yang telah menurun karena atrofi papil saraf optik sebagai akibat dari glaukoma yang dideritanya. Hal tersebut tampak dari penurunan visus dan penyempitan lapang pandang yang diderita pasien.Prognosis quo ad sanationam ad bonam. Meskipun hasil trabekulektomi tergantung pada berbagai faktor dan dapat sangat bervariasi, sebagai aturan umum sekitar 70% dari mata yang dioperasi akan memiliki tekanan mata yang memuaskan dan tidak ada kebutuhan untuk pengobatan satu tahun setelah operasi. Jika tetes mata yang ditambahkan, lebih dari 90% mata akan memiliki penurunan tekanan mata yang memuaskan. Sedangkan kemungkinan kekambuhan katarak sangat kecil yaitu hanya sekitar 5-10% dan umumnya terjadi pada penderita katarak usia muda.

1.8 EdukasiPada pasien berkaitan dengan glaukoma sudut sempit yang dideritanya harap diperhatikan:1. Emosi (bingung dan takut) karena dapat menyebabkan serangan akut.2. Membaca dekat yang mengakibatkan miosis akan menyebabkan serangan pada glaukoma, terutama glaukoma akibat blok pupil.3. Pemakaian sipatomimetik yang dapat melebarkan pupil.4. Pemakaian obat antihistamin dan antispasme pada glaukoma sudut sempit dengan hipermetropi dan bilik mata dangkal.5. Pemantauan dan pengobatan hipertensi teratur untuk mengurangi risiko terjadinya hipertensi okular.

Pada pasien berkaitan dengan katarak yang dialaminya dapat dilakukan perlambatan maturitas dengan meminimalisir kontak dengan faktor-faktor yang dapat menyababkan katarak, seperti:1. Menggunakan kacamata hitam saat keluar pada siang hari atau menghindari paparan sinar matahari untuk memperlambat terjadinya katarak atau kerusakan retinadengan memfilter radiasi UV.2. menggunakan kacamata sebagai alat bantu pengelihatan sementara. 3. Pola hidup sehat seperti pola makan yang baik, istirahat yang cukup, olahraga teratur, dan tidak merokok dapat mengurangi faktor risiko dari penyakit yang dapat menjadi predisposisi kemungkinan timbulnya katarak. 4. Mengurangi konsumsi jamu-jamuan dan obat-obatan yang dapat menyebabkan katarak terinduksi steroid.DAFTAR PUSTAKA

Birkholz, E.S, Oetting, T.A, Kitzmann, A.S. 2011. Posterior Polar Cataract. EyeRounds.org (http://EyeRounds.org/cases/128-Posterior-Polar-Cataract.htm). Diunduh pada 3 Januari 2012.Guyton, A. C dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Hassan, R dkk. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Isselbacher, K.J dkk. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Vol 1. Jakarta: EGC. James, B; Chew, C; dan Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Ed 9. Jakarta: Erlangga.Lang, Gerhard K. 2006. Ophthalmology : A Pocket Textbook Atlas 2nd. English: Augenheilkunde.Mayo Clinic. 2010. What a Cataract Looks Like. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM01228. Diunduh pada 26 Desember 2011.National Eye Institute. 2009. Facts About Cataract. http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp. Diunduh pada 26 Desember 2011.Paina, D.A dan Randleman, J.B. 2008. Cataracts. eMedicineHealt (http://www.emedicinehealth.com/cataracts/article_em.htm). diunduh pada 24 Desember 2011.Robertson, C. 2011. Cataract Eye Drops New Technology to Treat an Old Condition. Nj Cataract Removal Alternative Cataract Treatments (http://njcataractremoval.com/cataract-eye-drops-new-technology-to-treat-an-old-condition). Diunduh pada 3 Januari 2012.Riordan-Eva, P dan Whitcher, J.P. 2010. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum Ed 17. Jakarta: EGC.Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Ed 7. Jakarta: EGC. Soehardjo. 2004. Kebutaan Katarak: Faktor-faktor Risiko, Penanganan Klinis, dan Pengendalian. (http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/1029_pp0906031.pdf). Diunduh pada 22 Desember 2011. Snell, R. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed 6. Jakarta: EGC. Sudoyo A.W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed V. Jakarta: Interna Publishing. Tasman, William; Jaeger, Edward A. 2011. Wills Eye Hospital Atlas of Clinical Ophthalmology The 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins.Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistemik Vol 2 Ed 2. Jakarta: EGC. 43