resume tesis. ahmad fawaid

Download Resume Tesis. Ahmad Fawaid

If you can't read please download the document

Upload: ibnufuady

Post on 28-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

TERMINOLOGI DOSA DALAM AL-QURAN(Interpretasi Sinonim dalam Kitab Tafsi>r al-Kashsha>f Karya al-Zamakhshari> )

ISejalan dengan kebutuhan umat Islam untuk mengetahui seluruh segi kandungan al-Quran serta intensitas perhatian para ulama terhadap tafsir al-Quran, maka bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya, baik pada masa ulama klasik maupun ulama kontemporer, sampai seperti sekarang ini. Keragaman itu ditunjang oleh al-Quran yang keadaannya seperti dikatakan Abdullah Darra>z dalam al-Naba' al-'Az}i>m: "Apabila anda membaca al-Quran, maknanya akan jelas di hadapan anda. Tetapi bila anda membacanya sekali lagi, anda akan menemukan makna-makna lain yang berbeda dengan makna sebelumnya. Demikian seterusnya sampai pada akhirnya anda dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai arti bermacam-macam, yang semuanya benar atau mungkin benar. Ayat-ayat al-Quran bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya. Tidak mustahil, bila anda mempersilahkan orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak ketimbang yang anda lihat" Muh}ammad Abdullah bin Darra>z, al-Naba> al-Az}i>m Naz}ariyyah Jadi>dah fi> al-Qura>n (Qatar: Da>r al-Thaqa>fah, 1985),81.Sejalan dengan pendapat Darra>z di atas, Muh}ammad Arkoun pemikir al-Jaza>ir kontemporer, menulis sebagai berikut: "Al-Quran memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas kesan yang diberikannya mengenai pemikiran dan penjelasan berada pada tingkat wujud mutlakDengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi baru). Tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal". Mohammad Nur Ikhwan, Tafsir Ilmi: Memahami Alquran melalui pendekatan Sains Modern, (Jogjakarta: Menara Kudus, 2004), 73. Dari Fenomena di atas sepanjang sejarahnya dibandingkan dengan teks lain (kitab suci agama lain), al-Quran merupakan satu-satunya kitab suci yang banyak dikaji dan sekaligus dibaca bahkan dihafal baik oleh mereka yang menganut agama Islam maupun mereka yang menjadikan al-Quran hanya sekedar bahan studi. Dari hasil pengkajian itulah telah lahir berjilid-jilid kitab tafsir dengan berbagai macam karakteristiknya. Yang dimaksud dengan karakteristik disini adalah ciri-ciri khusus bahasan yang paling dominan dalam karya sebuah tafsir. Misal ada kitab tafsir yang lebih menonjolkan aspek bahasanya (Nah}w, S}arf, Bala>ghah), ada juga kitab tafsir yang lebih menekankan pada kecenderungan ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan fenomena menarik sekaligus unik, sebab kitab-kitab tafsir sebagai teks kedua seperti dapat kita lihat dalam khazanah literatur Islam tidak hanya sekedar jumlahnya yang banyak, tetapi juga corak dan model metodenya yang dipakai beragam dan berbeda-beda. Keragaman metode dan berbagai macam pendekatan guna memahami isi kandungan al-Quran oleh para ulama kemudian dikumpulkan dalam sebuah disiplin ilmu, yaitu ulu>m al-Qura>n. Di antara materi bahasan ilmu-ilmu al-Quran ( 'Ulu>m al-Qura>n) antara lain adalah tentang: Asba>b al-Nuzu>l, Muhka>m Mutasha>bih, Makki> dan Mada>ni>, pengetahuan tentang Na>sikh dan Mansu>kh,Jam'u al-Qur'a>n, Qira>'at, dan sebagainya. Dari sekian banyak bahasan ilmu-ilmu al-Quran, salah satunya adalah tentang sinonim (tara>duf) yang belum banyak tersentuh oleh pena pengkaji al-Quran. Sinonim merupakan fenomena yang terjadi dalam bahasa Arab, bahkan tidak menutup kemungkinan terdapat hampir seluruh bahasa bumi. Dengan demikian, al-Quran sebagai sebuah teks berbahasa Arab tidak dapat mengelak dan menghindar dari kenyataan sinonim yang tumbuh dalam tradisi bahasa Arab. Melihat betapa pentingnya kajian tara>duf dalam al-Quran, perlu dilakukan kajian serius atas ayat-ayat tara>duf dalam tafsir al-Kashsha>f karya al-Zamakhshari> dengan memfokuskan objek penelitian pada kata dhambn, khat}i>ah, jarm, ithmn, sayyiah dan juna>h} yang seluruhnya bermakna dosa.Pemilihan objek material terhadap tafsir al-Kashsha>f dilatar belakangi oleh kecenderuangan al-Zamakhshari> pada linguistik dalam menafsirkan al-Quran yang memungkinkan pembahasan tara>duf disentuh dan diurai. Al-Zamakhshari> dikenal sebagai salah seorang ahli ilmu kebahasan yang telah mengaplikasikan keahliannya dalam bidang kebahasaan ketika menafsirkan ayat al-Quran. Kitab tafsir al-Kashsha>f dikenal sebagai kitab tafsir yang sarat dengan kajian kebahasaan yang salah satu di antaranya adalah aspek tara>duf. Sejauh yang penulis ketahui, penelitian tentang tara>duf dalam tafsir al-Kashsha>f belum pernah dilakukan oleh beberapa peneliti al-Quran, baik metode yang digunakan al-Kashsha>f dalam menafsirkan tara>duf maupun dalam menyelesaikan persoalan kesamaan makna pada dua lafal yang berbeda (tara>duf)IIAl-Dhamb>Secara spesifik, perbuatan dosa dapat disebut dengan dhamb ketika keberadaannya dilakukan dengan sengaja, tanpa kelalaian dan dikerjakan dengan terencana. Al-Zamakhshari> dengan jelas mengklasifikasikan antara khat}i>ah dan dhamb. Dalam QS. Yu>suf: 29, ia menafsirkan term dhamb dengan , yaitu orang yang benar-benar sengaja melakukan dosa. Sementara kata kha>t}ii>n yang terdapat dalam akhir ayat tersebut, , dijelaskan dengan perbuatan dosa yang dilakukan tanpa disengaja, atau dalam keadaan lalai. Al-Zamakhshari>, al-Kashsha>f 3, 275.

Mayoritas kata dhamb dalam al-Quran, menurut al-Zamakhshari>, digunakan untuk suatu pelanggaran terhadap Allah, baik karena tidak melaksanakan segala kewajibannya atau tidak mengimani agamanya dalam bentuk yang umum. Ibid. 5, 312. Selain itu juga kata dhamb seringkali dalam al-Quran digunakan untuk menunjukkan pengampunan dosa. Ibid. 3, 502.Berbeda dengan pengertian di atas, al-Zamakhshari> mengecualikan kata dhamb yang disandingkan dengan nabi Muhammad. Menurutnya, termb dhamb dalam katagori ini tidak merujuk kepada pelanggaran yang dilakukan oleh nabi. Sebab sebagai insa>n ka>mil, nabi diberi keistimewaan oleh Allah sebagai hamba yang sempurna dan terjaga dari segala keburukan (mas}u>m). Al-Zamakhshari>, Al-Kashsha>f 5, 534-535. Maksud dari dhamb di sini adalah merujuk kepada perbuatan nabi yang dilakukan dengan baik, padahal semestinya nabi melakukannya lebih baik. Ibid. 5, 535. Ayat yang mengandung pengertian demikian dapat terlihat dalam QS. al-Fath}: 2 dan QS. Gha>fir: 55.Ithm

Dalam menafsirkan term ithm, al-Zamakhshari> berangkat dari h}adi>th nabi yang diriwayatkan oleh al-Nawwa>s bin al-Sima>n sebagai berikut: )2553( Imam Muslim, S}ah}i>h} Muslim bi Sharh} al-Nawa>wy> (Mesir: al-Matbaah al-Mis}riyyah bi al-Azhar, 1929)16, 111.Al-Birr adalah berbudi pekerti baik, sedangkan al-Ithm adalah sesuatu yang dapat menyebabkan hati gelisah dan benci jika ada orang lain yang mengetahuinya.

Pelanggaran dalam bentuk term ithm memiliki implikasi buruk terhadap pelakunya secara langsung dan si pelaku tidak ingin pelanggarannya tersebut dikatahui oleh orang lain. Satu contoh pelanggaran ini adalah membicarakan kejelekan orang lain sebagaimana terekam dalam QS. al-H}ujura>t: 12. Dalam istilah agama, membicarakan kejelekan orang lain disebut dengan ghi>bah. Di dalamnya mengandung dua implikasi sekaligus, menyakiti orang lain dan pelaku ghi>bah tidak ingin perkataannya didengar oleh orang yang dibicarakan. Dua dampak dari ghi>bah tersebut tentu akan meresahkan pelakunya. Khat}i>ah

Khat}i>ah menurut al-Zamakhshari> adalah kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja, sehingga pelakunya mendapat keringanan atau bahkan pengampunan dari balasan yang semestinya. Al-Zamakhshari>, al-Kashsha>f 3, 522 Dalam al-Kashsha>f, term khat}i>ah tidak selamanya ditafsirkan dengan perbuatan yang dilakukan dengan tidak sengaja. Khat}i>ah juga berarti perbuatan yang dilakukan karena faktor kelalaian manusia. Biasanya, al-Zamakhshari> menafsirkan demikian apabila kata khat}i>ah didahului oleh lafal kasaba (dalam bentuk lampau) atau yaksibu (dalam bentuk sedang dan akan terjadi). Ibid. 5, 49.Sayyiah

Sayyiah dalam al-Kashsha>f diterjemahkan dengan ( ) , perbuatan buruk dan keji yang mengharuskan pelakunya menerima balasan kehinaan, dan lawan kata dari sayyiah adalah h}asanah, yang memiliki arti al-Saa>dah (kebahagiaan) dan al-Fala>h} (keberuntungan). Al-Zamakhshari>, al-Kashsha>f1, 538.Secara umum kata sayyiah digunakan untuk penunjukan bentuk pelanggaran yang efek negatifnya akan berdampak terhadap pelaku secara langsung dan menyusahkan bagi pelakunya. Mayoritas, penyebutan kata sayyiah diidentikkan dengan jejak buruk dari suatu perbuatan setan. Misalnya, sebagaimana yang dicontohkan oleh al-Zamakhshari>, terdapat dalam QS. al-Ara>f: 131Dalam hal ini al-Zamakhshari> berpendapat bahwa sayyiah secara umum dalam al-Quran selalu dikaitkan dengan perilaku keji manusia, dan efek perilaku tersebut dengan sendirinya akan menyengsarakan pelakunya. Mayoritas perbuatan yang dikatagorikan sebagai sayyiah dalam al-Quran, menurutnya, merupakan perbuatan yang dianggap tidak baik oleh akal sehat dan tabiat manusia. Misalnya tentang larangan melakukan perbuatan zina, Al-Quran, 17: 32 membunuh orang yang tidak dibenarkan dalam agama, Al-Quran, 17: 33 mencuri harta anak yatim, Al-Quran, 17: 34 berbuat curang ketika menakar timbangan Al-Quran, 17: 35 dan berperilaku sombong di atas bumi Allah. Al-Quran, 17: 36 Jarm

Al-Zamakhshari> mengkatagorikan term dosa jarm sebagai bentuk dosa yang menduduki posisi tertinggi dari term-term dosa lain. Hal ini dapat terlihat ketika ia menafsirkan QS. Yu>nus: 75-76. Al-Zamakhshari> mengkatagorikan term dosa jarm sebagai bentuk dosa yang menduduki posisi tertinggi dari term-term dosa lain. Hal ini dapat terlihat ketika ia menafsirkan QS. Yu>nus: 75-76 sebagai berikut: Al-Zamakhshari>, al-Kashsha>f. 3, 163..Al-Jarm adalah termasuk paling besarnya bentuk dosa yang disebabkan oleh tindakan meremehkan atas ajaran Allah setelah didakwahkan oleh utusannya. Mereka mendistorsi ajaran agama tanpa batas, sehingga mereka layak dijuluki sebagai mujrimin, yang memendam kebenaran dan berdosa besar. Mereka juga menyombongkan diri atas ajaran Islam dan menolaknya dengan keras. Sehingga saat kebenaran datang dari Allah dan mereka mengetahui bahwa kebenaran tersebut benar-benar dari Allah, bukan dari Mu>sa dan Haru>n, mereka berkata (dengan didasari oleh syahwat) : Ini tidak lain adalah sihir yang jelas, padahal mereka sadar bahwa kebenaran yang datang dari Allah sangat berbeda dengan sihir yang penuh dengan kepalsuan dan kebatilan itu.

Penafsiran al-Zamakhshari> di atas setidaknya memberi kesimpulan pada dua hal. Pertama, term mujrim digunakan untuk seseorang yang menentang dengan keras terhadap kebenaran yang datang dari Allah. Penentangan atas ajaran Islam itu dilakukan atas dasar syahwat Term syahwat secara leksikal dapat diartikan dengan ambisi terhadap kesenangan-kesenangan yang bersifat duniawi. Dalam beberapa literatur sejarah, dijelaskan bahwa penolakan kafir Quraish terhadap ajaran Islam karena Islam dianggap sebagai agama yang akan mengganggu status quo mereka sebagai penguasa saat itu. Konsep Islam yang mengajarkan tentang keadilan, kesetaraan status manusia, anti penindasan jelas sangat bertentangan dengan praktik tindakan penguasa kafir Quraish. Disamping itu juga, Islam dianggap sebagai agama yang melenceng dari agama turunan nenek moyang mereka, yaitu penyembah berhala. Barangkali ini yang dimaksud syahwat oleh Al-Zamakhshari> dalam keterangan di atas. Lihat. Philip K. Hitti, History Of The Arabs, terj. (Jakarta: Pustaka Serambi Ilmu, 2000), 83. yang telah menguasai mereka. Sehingga walaupun mereka (mujrim) sadar bahwa ajaran Islam merupakan suatu kebenaran absolut, bukan termasuk sihir, namun karena dorongan syahwat menjadikan mereka memendam (kafara) kebenaran tersebut. Kedua, lebih dari penentangan ajaran Islam, orang yang dikatagorikan sebagai mujrim telah berusaha melecehkan, mendistorsi dan bahkan menyakiti nabi sebagai penyebar agama Allah. Dengan demikian, al-Zamakhshari> mengkatagorikan dosa dengan penunjukan term mujrim masuk dalam dosa yang paling besar.Juna>h}

Menurut al-Zamakhshari>, Juna>h} dalam al-Quran selalu dikaitkan dengan kalimat la> dan laisa yang memberikan pengertian tidak akan berdampak dosa. Selanjutnya, la> Juna>h}a atau laisa Juna>h}un satu sisi dikaitkan dengan konteks penegasian dosa atas tindakan seseorang, pada sisi yang lain digunakan untuk meluruskan anggapan atau dugaan tentang suatu perbuatan yang dianggap dosa atau tidak pantas dilakukan. Seluruh kata la> Juna>h}a atau laisa Juna>h}un ditujukan kepada orang mukmin.Contoh dari la> Juna>h}a atau laisa Juna>h}un yang berfungsi sebagai penegasian dosa sebagaimana terdapat dalam QS. al-Ma>idah: 9. Kata Juna>h}un dalam ayat ini digunakan untuk menegaskan bahwa tidak berdampak dosa bagi orang mukmin yang mengkonsumsi makanan haram sebelum adanya ketentuan atas pengharamannya dari Allah. Konsumen makanan haram sebelum ada larangan ini terbebas dari dosa apabila mengkonsumsinya. IIIMengacu pada uraian beberapa bab yang telah disajikan di atas, akhirnya diperoleh serangkaian kesimpulan bahwa Terminologi dosa dengan beberapa penunjukan dalam tafsir al-Kashsha>f memiliki varian makna dan konsep sendiri. Dalam pandangan al-Zamakhshari>, dhamb adalah bentuk dosa yang berhubungan dengan Allah. Mayoritas penyebutan dosa dalam bentuk dhamb ditujukan kepada kafir Quraish yang saat itu berada di Makkah. Periode ayat makki> memiliki kecenderungan penanaman nilai ketauhidan kepada Allah, gambaran surga dan neraka, cerita umat-umat terdahulu dan banyak berbicara tentang teologis. Dengan demikian, term dhamb yang digunakan oleh al-Quran tidak pernah dikaitkan dengan hukum Allah yang mengatur hala>l dan hara>m suatu tindakan dan tidak juga dikaitkan dengan tindakan dosa sosial. Oleh karenanya, menurut al-Zamakhshari>, mentaubati perbuatan dosa dalam bentuk dhamb ini adalah dengan permohonan ampun kepada Allah dan bertekad untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya. Jenis dosa dhamb berbeda halnya dengan penggunaan term sayyiah. Dalam pandangan al-Zamakhshari>, term sayyiah digunakan untuk menyebutkan suatu perbuatan keji yang tidak hanya menyalahi akal sehat manusia, tetapi juga menyalahi tabiat manusia dan melanggar norma dalam suatu masyarakat. Lawan kata dari sayyiah adalah h}asanah. Oleh karenanya, menurut al-Zamakhshari>, bentuk taubat dari suatu pelanggaran sayyiah harus disertai perbuatan baik. Ithm menurutnya juga berbeda dari dua bentuk dosa dhamb dan sayyiah. Ithm dikatagorikan sebagai pelanggaran yang menyimpan ketidakjujuran dan mengkaburkan kebenaran. Misalnya berbuat curang dalam berdagang, berjudi dan mengkonsumsi minuman keras. Lawan kata dari ithm adalah al-Birr, yaitu kesalehan sosial. Bentuk dosa yang sangat besar, menurutnya, adalah Jarm, yaitu melawan agama Allah, melecehkan al-Quran, menghambat dakwah rasul dan menghalang-halangi pengikut nabi. Al-Zamakhshari> membedakan penggunaan jarm dalam bentuk kata kerja, jarama, dan bentuk pelakunya, mujrim. Namun keduanya memiliki makna sama, yaitu bentuk perlawanan terhadap Allah dan rasulnya. Term jarm atau mujrim tidak ditunjukkan oleh al-Quran kecuali untuk seseorang yang sangat benci terhadap Islam. Atas perbuatannya, mereka (mujrim) akan mengalami keterputusan taufi>q, hida>yah dan pertolongan dari Allah. Khat}i>ah dalam al-Kashsha>f satu sisi ditafsirkan dengan bentuk dosa yang didasarkan atas kesalahan dan kecerobohan manusia, di sisi yang lain term khat}i>ah ditafsirkan sebagai dosa. Kata khit}an kabi>ran dalam QS. al-Isra>: 31 dalam al-Kashsha>f ditafsirkan dengan dosa besar. Disini kritik penulis terhadap sikap inkonsisten al-Zamakhshari> dalam menafsirkan term khat}i>ah. Hemat penulis, khit}an kabi>ran tetap mengacu kepada makna dasar kesalahan, yaitu kesalahan persepsi masyarakat ja>hiliyyah tentang anak perempuan yang menyebabkan kefakiran.Term dosa terakhir adalah juna>h}. Dalam al-Kashsha>f, juna>h} yang diawali dengan kata la> atau laisa memberi pengertian satu sisi pada penegasian dosa atas tindakan seseorang, di sisi yang lain ia digunakan untuk meluruskan persepsi tentang suatu perbuatan yang dianggap dosa. Dengan demikian, dosa dalam bentuk junah} tidak pernah disangkut pautkan kecuali kepada orang mukmin. Keberadaannya digunakan untuk menjustifikasi tindakan seorang mukmin atas suatu hukum tertentu.

BIODATA PENULISNama: Ahmad FawaidTeTaLa: Probolinggo, 04 Oktober 1989Angkatan: 2011Selesai: 17 Agustus 2013Konsentrasi: Tafsir HadithAlamat Rumah : Jl. Pesantren Nurul Jadid, Karang Anyar, Paiton, Probolinggo Jawa TimurCP: 085755667769