resume

5
Kelompok 4 Nama : LNK B2 1. Fiyana Kusuma D 2. Rico Asmara H 3. Kiki Andian 4. Restiana KONSERVASI PENYU DI PANTAI BATAVIA KABUPATEN BANGKA PROPINSI BANGKA BELITUNG Penyu menjadi salah satu satwa yang dilestarikan karena jumlah populasinya semakin menurun. Populasi penyu di pantai Batavia semakin menurun akibat adanya kerusakan habitat di daerah pantai tempat peneluran penyu dan penangkapan telur penyu oleh masyarakat sekitar pantai. Selain itu daging penyu hijau juga dimanfaatkan untuk upacara keagamaan oleh masyarakat Bali, khususnya masyarakat Badung. Penyu merupakan satwa yang sensitif terhadap gangguan lingkungan. Penyu akan bertelur pada pantai yang masih alami dengan topografi yang relatif tidak terbuka dan jauh dari aktivitas manusia. Jika terjadi gangguan saat fase peneluran maka penyu akan melakukan false crawl. False crawl adalah aktivitas penyu betina menggali dan membuat sarang peneluran maupun aktivitas lain yang termasuk bagian dari itu, akan tetapi tidak benar-benar melakukan peneluran. Terdapat dua jenis penyu yang masih ditemukan mendarat dan bertelur di pantai-pantai Kabupaten Bangka, yaitu penyu sisik dan penyu hijau. Dukungan pemerintah pusat melalui peraturan perundang-undangan sudah memadai, namun tidak adanya dukungan pendanaan membuat kegiatan konservasi ini baru dapat dilakukan pada tahun 2008 melalui pendanaan pribadi. Kegiatan konservasi penyu di Kabupaten Bangka dipusatkan di Pantai Batavia. Kegiatan konservasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap telur dan meningkatkan harapan hidup penyu laut melalui dua kegiatan utama yaitu (i) penangkaran penyu dan (ii) restocking penyu ke laut. Proses penangkaran penyu di Pantai Batavia Kabupaten Bangka terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu: Membeli telur dari para pencari telur Telur yang dibeli harus telur yang masih dalam kondisi bagus dan tidak boleh berumur lebih dari 2 x 24 jam semenjak proses peneluran, karena jika lebih prosentase daya tetas telurnya rendah.

Upload: putri-balkhis

Post on 27-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Resume kita

TRANSCRIPT

Kelompok 4Nama :LNK B21. Fiyana Kusuma D2. Rico Asmara H3. Kiki Andian4. Restiana

KONSERVASI PENYU DI PANTAI BATAVIA KABUPATEN BANGKAPROPINSI BANGKA BELITUNG

Penyu menjadi salah satu satwa yang dilestarikan karena jumlah populasinya semakin menurun. Populasi penyu di pantai Batavia semakin menurun akibat adanya kerusakan habitat di daerah pantai tempat peneluran penyu dan penangkapan telur penyu oleh masyarakat sekitar pantai. Selain itu daging penyu hijau juga dimanfaatkan untuk upacara keagamaan oleh masyarakat Bali, khususnya masyarakat Badung. Penyu merupakan satwa yang sensitif terhadap gangguan lingkungan. Penyu akan bertelur pada pantai yang masih alami dengan topografi yang relatif tidak terbuka dan jauh dari aktivitas manusia. Jika terjadi gangguan saat fase peneluran maka penyu akan melakukan false crawl. False crawl adalah aktivitas penyu betina menggali dan membuat sarang peneluran maupun aktivitas lain yang termasuk bagian dari itu, akan tetapi tidak benar-benar melakukan peneluran.Terdapat dua jenis penyu yang masih ditemukan mendarat dan bertelur di pantai-pantai Kabupaten Bangka, yaitu penyu sisik dan penyu hijau. Dukungan pemerintah pusat melalui peraturan perundang-undangan sudah memadai, namun tidak adanya dukungan pendanaan membuat kegiatan konservasi ini baru dapat dilakukan pada tahun 2008 melalui pendanaan pribadi. Kegiatan konservasi penyu di Kabupaten Bangka dipusatkan di Pantai Batavia. Kegiatan konservasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap telur dan meningkatkan harapan hidup penyu laut melalui dua kegiatan utama yaitu (i) penangkaran penyu dan (ii) restocking penyu ke laut. Proses penangkaran penyu di Pantai Batavia Kabupaten Bangka terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu:1. Membeli telur dari para pencari telurTelur yang dibeli harus telur yang masih dalam kondisi bagus dan tidak boleh berumur lebih dari 2 x 24 jam semenjak proses peneluran, karena jika lebih prosentase daya tetas telurnya rendah.

1. Persiapan sarang penetasan buatan/semi alamiSarang penetasan harus bersih dari rumput-rumput karena akar rumput bisa merusak telur-telur yang ditetaskan. Sarang penetasan digali dengan kedalaman antara 35 85 cm dan diameter 15 25 cm, tergantung dari jenis telur penyu yang akan ditetaskan. Lokasi sarang penetasan diberi pagar pengaman untuk menghindari gangguan dari hewan predator. Pasir pada sarang inkubasi diganti setiap dua kali masa inkubasi.

1. Inkubasi Telur penyu yang terkumpul diinkubasikan di dalam lubang sarang semi alami yang telah dibuat. Lubang sarang ditutup dengan pasir dan ditandai dengan papan kecil yang berisi informasi tanggal awal inkubasi telur, jumlah telur yang diinkubasi, jenis telur penyu yang diinkubasi serta tanggal peneluran dan petugas yang melakukan inkubasi. Pada saat masa inkubasi sudah cukup, telur akan menetas dan penyu yang baru menetas (tukik) akan keluar ke permukaan pasir. Secara alami telur penyu akan menetas (menjadi tukik) setelah diinkubasikan selama 50 60 hari. Faktor yang memengaruhi keluarnya tukik ke permukaan tanah atau pasir adalah turunnya temperatur.

1. Pemeliharaan dan perawatan tukikPemeliharaan dan perawatan tukik dilakukan menggunakan 8 bak pemeliharaan. Bak-bak pemeliharaan diisi dengan air laut bersalinitas 30 ppt setinggi 10 cm disesuaikan dengan umur tukik yang dipelihara. Air diganti dua kali sehari pada jam 08.00 dan jam 17.00 setelah tukik diberi makan. Pakan diberikan dua kali berupa ikan lemuru yang dicincang. Rata-rata 1 bak pemeliharan dengan ukuran 180 x 210 cm diisi dengan tukik sebanyak 150 200 ekor. Tukik dipelihara selama kurang lebih 2 4 bulan dan setelah itu tukik siap ditebarkan ke laut. Tukik yang telah berumur 2 4 bulan umumnya sudah cukup sehat dan pandai berenang serta menyelam sehingga akan mengurangi resiko menjadi mangsa burung-burung laut dan binatang predator penyu di laut.

Restocking penyu ke lautBertujuan agar populasinya di alam bisa bertahan di tengah rendahnya populasi akibat mortalitas alami di laut maupun tekanan ekologis dan tekanan penangkapan (disengaja ataupun tidak disengaja). Tercatat sebanyak 1229 ekor penyu sisik dan 142 ekor penyu hijau yang telah di restocking ke laut. Penyu-penyu yang dilepas ini selanjutnya akan berenang mencari tempat asuhan (nursery ground) berupa padang lamun maupun terumbu karang.Penyu sering kali bermigrasi ke tempat yang jauh untuk mencari makan dan bereproduksi. Setelah penyu dewasa, penyu akan bertelur di lokasi pantai dimana penyu ditetaskan. Teori ini dinamakan homming hypothesis theory, terjadinya kerusakan habitat di pantai peneluran seringkali menggagalkan upaya penyu untuk bertelur di pantai asalnya. Kelestarian dalam menjaga habitat di pantai-pantai peneluran sangatlah penting untuk dilakukan.

Peraturan Terkait Konservasi PenyuDalam Appendix I CITES disebutkan bahwa semua jenis penyu merupakan satwa langka yang dilindungi, artinya penyu tidak boleh diperdagangkan dalam bentuk apapun kecuali untuk tujuan penelitian

Peraturan TerkaitTahunKeterangan

Keputusan Menteri Pertanian No. 7161980Tentang penetapan tambahan jenis-jenis binatang liar yang dilindungi (penyu sisik dan tempayan)

Undang-undang No. 4 1982Tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup

Keputusan Presiden No. 26 1986Tentang. pengesahan Asean agreement on the conservation of. nature and natural resources

Undang-undang No. 5 1990Tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

Keputusan Presiden No. 32 1990Tentang pengelolaan kawasan lindung

Keputusan Menteri Kehutanan No. 882/Kpts-II

1992About Protection of the flatback turtle (Natator depressus)

Undang-undang No. 1994Tentang pengesahan konvensi perserikatan bangsa-bangsa mengenai keanekaragaman hayati

Keputusan Menteri Kehutanan No. 771/Kpts-II

1996About Protection of the hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata)

Peraturan Pemerintah No. 7 1999Tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa

Peraturan Pemerintah No. 60 2007Tentang konservasi sumberdaya ikan

Kesadaran untuk melakukan konservasi penyu di Kabupaten Bangka dua tahun terakhir ini merupakan sebuah langkah positif yang harus terus didorong dan ditiru oleh daerah-daerah lain yang memiliki habitat peneluran penyu. Namun dibutuhkan berpuluh-puluh tahun untuk melihat adanya dampak dari usaha ini mengingat siklus hidup penyu yang mencapai puluhan tahun dari semenjak penyu ditetaskan sampai usia dewasa dan siap bertelur.