refer attttt
DESCRIPTION
referat fkTRANSCRIPT
Berdasarkan Etiologinya :
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi (Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
2. Etiologi
2.1 Tipe obstruktif (non-komunikans)
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang
mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak)
2.1.1 Kongenital1
a. Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau perdarahan
selama kehidupan fetal, stenosis kongenital sejati sangat jarang.
Russel mengklasifikasikan stenosis akuaduktal ke dalam 4 kelompok berdasarkan
temuan histologis: gliosis, forking stenosis simple, dan pembentukan septum. Stenosis atau
penyempitan akuaduktal terjadi pada 2/3 kasus hidrosefalus kongenital.
b. Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka)
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak
diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia veris serebelum.
Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga
subarakhnoid yang tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80%
kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama.
Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis
korpus kalosum, labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
c. Malformasi Arnold-Chiari
Malformasi ini melibatkan kelainan susunan saraf pusat yang rumit (khas pada fossa
posterior). Batang otak tampak memanjang dan mengalami malformasi, dan tonsil serebellum
memanjang dan ekstensi ke dalam kanalis spinalis. Kelainan ini menyebabkan obliterasi
sisterna-sisterna fossa posterior dan mengganggu saluran ventrikel IV. Malformasi Arnold
Chiari dijumpai pada hampir semua kasus mielomeningokel, walaupun tidak semuanya
berkembang menjadi hidrosefalus aktif yang membutuhkan tindakan operasi pintas
(shunting) (80% kasus).
d. Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal tidak dapat
dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di
atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali
menyebabkan hidrosefalus.
e. Hidroansefali
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan kantong CSS. sangat
jarang. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German measles, X-linked hidrosefalus).
2.1.2 Acquired / Didapat
a. Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri meningitis yang menyebabkan radang pada selaput (meningen) di
sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari infeksi
meningen menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada
sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid.
Jika saat itu tidak mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan
kematian dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi demam, sakit
kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala
meningitis ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan antibiotik dosis
tinggi.
b. Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
c. Hematoma intraventrikular
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah mengalir dalam
jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus
berkembang sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap
CSS.
d. Tumor : Ventrikel, Regio vinialis, Fossa posterior
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun. 70% tumor ini
terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa posterior. Jenis lain dari tumor otakyang
dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi
adalah tumor plexus choroideus (termasuk papiloma dan carsinoma).
Tumor yang berada di bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS
yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati hidrosefalus
yang berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor penyebab sumbatan.
e. Abses/granuloma
f. Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika terdapat kista
arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid.
Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak atau pada ruang
subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebabkan hidrosefalus non komunikans dengan
cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel III.
Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat menghilangkan dinding kista dan
mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat
batang otak), dokter dapat memasang shunt untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal
ini akan menghentikan pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.
2.2 Tipe komunikans
Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan
2.2.1 Penebalan leptomeningens dan/atau granulasi arakhnoid akibat:
a. Infeksi : Mikobakterium TBC, Kuman piogenik, Jamur; cryptococcus neoformans,
coccidioides immitis.
b. Perdarahan subarachnoid : Spontan seperti pada aneurisma dan malformasi
arteriol, Trauma
c. Meningitis karsinomatosa
2.2.2 Peningkatan viskositas CSS
Kadar protein yang tinggi seperti pada perdarahan subarakhnoid, tumor kauda ekuina, tumor
intrakranial neurofibroma akustik, hemangioblastoma serebelum dan medulla spinalis,
neurosifilis, sindrom Guillain-Barre.
2.2.3 Produksi CSS yang berlebihan
Papiloma pleksus khoroideus
NPH (Normal Pressure Hydrocephalus)
Hidrosefalus yang terjadi tanpa disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial yang
berarti, merupakan suatu tipe hidrosefalus kronik dimana tekanan intrakranial berangsur-
angsur berubah stabil dan terjadi pembesaran dari ventrikel otak. Penderita dengan NPH tidak
menunjukkan gejala-gejala klasik dari peninggian tekanan intrakranial seperti sakit kepala,
mual, muntah, atau penurunan kesadaran sehingga seringkali salah terdiagnosis sebagai
penyakit Parkinson, Alzheimer, atau degeneratif berhubung sifat kronisnya dan gejala-gejala
yang menyertainya.2
NPH akan menunjukkan gejala-gejala trias klasik yakni gaya berjalan ataxia, demensia,
dan inkontinensia urin.2
1. Gaya berjalan ataxia, biasanya bersifat kronik progresif, disebabkan karena ekspansi dari
sistem ventrikuler, terutama pada ventrikel lateral yang mempengaruhi traksi dari serat
motorik sakral yang berjalan di area ini, seringkali gejalanya berupa instabilitas postur
dan gangguan keseimbangan yang makin terlihat bila penderita berjalan atau menaiki
tangga. Kelemahan dan kelelahan otot juga dapat merupakan bagian dari keluhan
meskipun lebih samar. Hal-hal tersebut inilah yang membuatnya seringkali terdiagnosa
sebagai penyakit Parkinson, hanya saja disini tidak dijumpai tremor atau rigiditas seperti
penderita penyakit Parkinson pada umumnya.
2. Demensia, pada dasarnya merupakan predominasi dari lobus frontalis disertai apatis,
keterlambatan dalam proses berpikir, dan kecenderungan untuk hilang atensi. Gangguan
memori biasanya merupakan masalah utama, yang sering salah terdiagnosis sebagai
penyakit Alzheimer. Demensia ini diduga akibat traksi dari serat limbik yang berjalan di
area preventrikuler.
3. Inkontinensia urin, biasanya terjadi pada stadium akhir dari NPH, dimulai dari
meningkatnya frekuensi berkemih hingga akhirnya menunjukkan gejala “inkontinensia
lobus frontalis” dimana penderita menjadi tidak peduli terhadap gejala inkontinensia
yang dialaminya.
Etiologi berdasarkan umur
0-2 tahun
1. Infeksi intrauterine
2. Meningoensefalitis bakteri/virus pada neonatus
3. Kista araknoid
4. Tumor intrakranial
5. AV malformasi
6. Post infeksi
7. Gangguan perkembangan : Stenosis Aquaduktus, myelomeningokel, Kista Dandy
Walker, Ensefalokel
2-12 tahun
1. Massa yang menekan sistem ventrikular : kraniofaringioma, tumor pineal
2. Tumor fossa posterior : meduloblastoma, astrositoma,ependimoma
3. Gangguan perkembangan : Stenosis aquaduktus, malformasi Arnold Chiari
4. Post infeksi : meningitis
5. Post hemorraghic
Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexamedia 2006; 19, 40-48.
Pencegahan Primer18,25
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Pada kasus hydrocephalus pencegahan dapat dilakukan dengan:
a. Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risiko bayi mengalami hydrocephalus. Universitas Sumatera Utara
b. Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua vaksinasi dan melakukan pengulangan vaksinasi yang direkomendasikan.
c. Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang – orang yang berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu yang berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan sistem imun dan pasien yang menderita gangguan limpa.
d. Mencegah cedera kepala.
2.7.2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir. Disamping itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu kelainan kongenital kemungkinan telah diketahui selama kehidupan janin seperti adanya diagnosa prenatal atau antenatal.2
Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya mudah dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih besar kemungkinan hydrocephalus diduga bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial yang meninggi. Tindakan yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah transluminasi kepala, ultrasonogafi kepala bila ubunubun besar belum menutup, foto Rontgen kepala dan tomografi komputer (CT Scan). Pemeriksaan untuk menentukan lokalisasi penyumbatan ialah dengan menyuntikkan Universitas Sumatera Utara zat warna PSP ke dalam ventrikel lateralis dan menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal untuk mengetahui penyumbatan ruang subaraknoid. Sebelum melakukan uji PSP ventrikel ini, dilakukan dahulu uji PSP ginjal untuk menentukan fungsi ginjal. Ventrikulografi dapat dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan. Namun dengan adanya pemeriksaan CT Scan kepala, uji PSP ini tidak dikerjakan lagi.2
1. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. Dalam : Harsono, Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press; 2005. Hal. 209-16.
2. Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexamedia 2006; 19, 40-48.3.