prosttis fiks
DESCRIPTION
nmvhgfhvbTRANSCRIPT
Ufi aminatun
09101063
LAPORAN KASUS BEDAH
Identitas pasien :
No Rekam Medik: 07-96-33
Nama : Tn. M
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan: sudah menikah
Alamat : Jln. Panjaitan Bangkinang
Agama :islam
Status perkawinan: sudah nikah
Anamnesis : autoanamnesis
Keluhan Utama : tidak bisa buang air kecil sejak hari ini
RPS : retensi urine ec BPH, tidak bisa BAK hari ini, panas (+), sore
kemaren terasa sakit, urine jumlah 100cc, memakai alat bantu kateter
menjadi ringan
RPD: tidak pernah mengalami sakit seperti ini
RPK : riwayat penyakit keluarga tidak ada
RSE dan Kebiasaan : nafsu makan baik, 3 porsi, makan 3 x/hari, minum
jumlah 2,5 L air putih, olahraga tidak teratur
Pemeriksaan Fisik :
Keadan umum :
Kesadaran : Composmentis
Vital sign :
temperatur 37o C,
tekanan darah 160/90 mmHg,
nadi 75 x/menit.
Status general :
Kepala : masih dalam batas normal
Mata : pupil isokor, konjungtiva (-), sklera (-), gangguan penglihatan (-dan
alat bantu (-).
Hidung : bentuk hidung normal, tidak ada sekret
Telinga : bentuk telinga normal, gangguan pendengaran (-),
Mulut : mulut basah, mukosa lembab
Tenggorokan : masih dalam batas normal
Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfe (-), hiperglikemia (-),
hipoglikemia (-) dan luka gangren (-)
Thorax:
Paru-Paru :
I: simetris, dinding datar
Pa:vokal fremitus kanan = kiri
Pr:sonor pada seluruh lapang paru
Au:vesikuler, ronkhi(-), wheezing(-)
Jantung :
I: terlihat pulsasi iktus cordis
Pa:iktus kordis teraba
Pr:batas jantung posisi normal
Au:regular, murmur(-), frekuensi 80x/menit
Abdomen:
I :bentuk dada rata, tidak ada bekas luka
Au :peristaltik usus (+)
Pe:bunyi timpani ada perkusi 4 kuadran abdmn
Pa :nyeri tekan(-), nyeri lepas(-), nyeri alih(-)
Ekstremitas atas :tonus normal, gerakan normal, LGS
normal, nyeri (-)
Ekstremitas Bawah :tonus normal, gerakan normal, LGS
normal, nyeri (-)
Diagnosa kerja : BPH+ Retensi urine
Pemeriksaan :
Pemeriksaan labor :
Hemoglobin, Led, Hematokrit,Leukosit,Trombosit Eritrosit
Pem. Kimia darah
Elektroli Kreatinin ,Ureum,Urid acid , SGOT,SGPT
Penatalaksanaan: Iv. RL 10 tetes, Inj. Cefriaxon 1x1, Cardan 16 1x1,
Zaldiar 3x1
Prognosis : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KELENJAR PROSTAT
Prostat adalah suatu organ kelenjar yang fibromuskular, yang terletak
persis dibawah kandung kemih. Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira
20 gram, didalamnya terdapat uretra posterior dengan panjangnya 2,5 – 3 cm.
Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang melekatkan
prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula
seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers berasal
dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya
dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut.
Menurut klassifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior,
posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal,
prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior
dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar.
Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah
bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar
ini dilapisi oleh selapis epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid.
Gambar : prostat dan uretra .
DEFINISI
Prostatitis adalah peradangan pada kelenjar prostat pada pria. Prostatitis
adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan radang prostat.
Prostatitis bukanlah suatu kondisi tunggal tetapi sekelompok gangguan dengan
gejala terkait. Beberapa bentuk prostatitis umumnya berhubungan dengan infeksi
bakteri - dan biasanya dapat diobati secara efektif. Karena istilah ini sangat
umum, tidak menggambarkan secara detail jenis-jenis dari radang prostat. Jenis
radang prostat tersebut antara lain: prostatitis bakteri akut, prostatitis bakteri
kronis, prostatitis kronis tanpa infeksi, prostatitis inflamasi asimtomatik.
ETIOLOGI
biologi molekuler belum dapat mengugkapkan dengan jelas etiologi
terjadinya BPH. Dianggap adanya ketidak seimbangan hormonal oleh karena
proses ketuaan. Salah satu teori ialah teori Testosteron (T) yaitu T bebas yang
dirubah menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 a reduktase yang
merupakan bentuk testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh reseptor DHT
didalam sitoplasma sel prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti
sehingga dapat masuk kedalam inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA
sehingga akan merangsang sintesis protein. Teori yang disebut diatas menjadi
dasar pengobatan BPH dengan inhibitor 5a reduktase.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :
Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemacu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Meningkatkan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati.
Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
GEJALA
Pembesaran kelenjar prostat dapat terjadi asimtomatik baru terjadi kalau
neoplasma telah menekan lumen urethra prostatika, urethra menjadi panjang
(elongasil), sedangkan kelenjar prostat makin bertambah besar. Ukuran
pembesaran noduler ini tidaklah berhubungan dengan derajat obstruksi yang
hebat, sedangkan yang lain dengan kelenjar prostat yang lebih besar obstruksi
yang terjadi hanya sedikit, karena dapat ditoleransi dengan baik.
Tingkat keparahan penderita BPH dapat diukur dengan skor IPSS
(Internasional Prostate Symptom Score) diklasifikasi dengan skore 0-7
penderita ringan, 8-19 penderita sedang dan 20-35 penderita berat.
Ada juga yang membagi berdasarkan derajat penderita hiperplasi prostat
berdasarkan gambaran klinis:
Derajat I : Colok dubur ; penonjolan prostat, batas atas mudah diraba
dan sisa volume urin <50 ml.
Derajat II : Colok dubur: penonjolan prostat jelas, batas atas dapat
dicapai, sisa volume urin 50-100 ml
Derajat III: Colok dubur; batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa
volume urin>100 ml
Derajat IV : Terjadi retensi urin total.
Pada penderita BPH dengan retensi urin pemasangan kateter merupakan
suatu pertolongan awal, selain menghilangkan rasa nyeri juga mencegah
akibat-akibat yang dapat ditimbulkan karena adanya bendungan air kemih.
Gejala klinik yang timbul disebabkan oleh karena dua hal: 1) Obstuksi, 2)
Iritasi.
o Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan
kekuatan pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen
urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra mengecil dan
tahanan di dalam urethra meningkat, sehingga kandung kemih harus
memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan
urine.
o Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya
pemanjangan periode laten, sebelum kandung kemih dapat
menghasilkan tekanan intra-vesika yang cukup tinggi.
o Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung
kemih, jika kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan
yang tinggi selama berkemih, aliran urine dapat berhenti dan
dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi. Untuk
meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya melakukan valvasa
menauver sewaktu berkemih.
o Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal
mengosongkan urine secara sempurna, sejumlah urine tertahan
dalam kandung kemih sehingga menimbulkan sering berkemih
(frequency) dan sering berkemih malam hari (nocturia).
o Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala,
karena akan menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan
oedem.
o Residual urine juga dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu
kandung kemih.
o Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat
menyebabkan pembuluh darahnya menjadi rapuh.
o Bladder outlet obstruction atau pun overdistensi kandung kemih
juga dapat menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran
kemih bagian atas yang akhirnya menimbulkan
hydroureteronephrosis.
o Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal
failure) dan gejala-gejala uremia berupa mual, muntah, somnolen
atau disorientasi, mudah lelah dan penurunan berat badan.
PATOFISIOLOGI
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan
tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan
miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah,
dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan karena
hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekwensi miksi, nokturia,
miksi sulit ditahan, dan disuria.
Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi
skor untuk menentukan berat keluhan klinik. Apabila vesika menjadi
dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacatan
total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus
terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga
tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi.
DIAGNOSA
Sebagaimana telah disebutkan dalam defenisi bahwa diagnosa pada infeksi
saluran kemih ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme
di dalam saluran kemih. Pemeriksaan saluran kemih yang penting dalam
menegakkan diagnosa infeksi saluran kemih ini setelah isolasi dan
identifikasi adalah pemeriksaan uji kepekaan kuman tersebut terhadap
antibiotik dalam rangka untuk terapi antibiotik yang rasional. Pemeriksaan
urine lengkap juga harus dilakukan pada penderita infeksi saluran kemih.
Dengan demikian diagnosa infeksi saluran kemih adalah berdasarkan
gejala klinis yang timbul dan dikonfirmasikan dengan adanya jumlah
bakteri yang bermakna di dalam urine yang seharusnya steril.
Pada penderita infeksi saluran kemih yang simtomatis, masalah diagnosa
primer yang dihadapi adalah dalam menentukan lokasi tempat infeksinya.
Sedangkan pada penderita yang asimtomatis, tetapi pada pemeriksaan
laboratoriumnya dijumpai bakteriuria yang bermakna, menurut penelitian
80% dari penderita ini dapat diidentifikasi satu dari tiga riwayat klinis
berikut ini :
1. Riwayat kateterisasi atau instrumentasi kandung kemih
sebelumnya.
2. Riwayat infeksi kandung kemih sebelumnya.
3. Adanya diabetes mellitus, hipertensi dan kehamilan.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik diagnostik yang paling penting untuk BPH adalah colok
dubur (digital rectal examination). Pada pemeriksaan ini akan dijumpai
pembesaran prostat teraba simetris dengan konsistensi kenyal, sulkus
medialis yang pada keadaan normal teraba di garis tengah, mengalami
obliterasi karena pembesaran kelenjar. Oleh karena pembesaran kelenjar
secara longitudinal, dasar kandung kemih (kutub/pole atas prostat)
terangkat ke atas sehingga tidak dapat diraba oleh jari sewaktu colok
dubur.
Gambar : pemeriksaan fisik
Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras,
harus dicurigai suatu karsinoma. BPH terjadi pada bagian dalam kelenjar
yang mengelilingi urethra prostatika sedangkan karsinoma terjadi di
bagian luar pada lobus posterior.
Kelenjar prostat Hiperplasia, ada pendorongan prostat kearah rektum
Kelenjar prostat Karsinoma, teraba nodul keras.
Gambar. Pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ultrasonografi dapat dilakukan secara trans-abdominal atau trans-rektal
(TRUS). Cara ini dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena
ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya
radiasi dan juga relatif murah. Selain untuk mengetahui pembesaran
prostat pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-
buli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikel,
tumor dan batu.
Dengan USG trans-rektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan
jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan
dengan USG supra pubik. Dengan pemeriksaan radiologi seperti foto polos
perut dan pielografi intra vena dapat diperoleh keterangan mengenai
penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel
kandung kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi dapat dilihat sisa urin.
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada
dasar kandung kemih. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat
diperkirakan apabila dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak
terangkat atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata
kail. Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau
penderita sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram
retrograd.
REFRENSI
1. Richard S. snell Anatomi klinik. 2000 Edisi 6. Jakarta .EGC
2. Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.