kti tham fiks
TRANSCRIPT
1
ANALISIS KEKUATAN AGLUTINASI REAGEN SETELAHKADALUARSA DENGAN BAHAN UJI
GOLONGAN DARAH AB
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam MenyelesaikanPendidikan Program Studi D-3 Analis Kesehatan
Universitas Indonesia Timur
T A M R I N09.901.289
PROGRAM DIPLOMA TIGA ANALIS KESEHATANFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA TIMURMAKASSAR
2012
2
3
ABSTRAK
TAMRIN, 2012. “Analisis Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB”
(Pembimbing : Kalma Mannang dan Rosdiana Iskandar)
Penelitian ini dilatar belakangi oleh pengalaman dari peneliti yang melihat adanya kesenjangan dalam pemeriksaan golongan darah dengan tidak memperhatikan kadaluarsa reagen sebelum digunakan, anggapan masih bisa digunakan karena masih memberikan hasil pada tes percobaan, pengadaan reagen baru yang membutuhkan biaya dan tenaga, dan seringnya reagen tidak dilengkapi dengan masa Kadaluarsa, serta untuk mempelajari pengaruh penggunaan reagen kadaluarsa dalam pemeriksaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya penurunan kekuatan aglutinasi reagen setelah Kadaluarsa dengan menggunakan bahan uji golongan darah AB
Penelitian ini bersifat eksperimen semu dimana sampel diambil dengan teknik purpossive sampling sebanyak masing-masing 20 reagen, dan hasil pemeriksaan dianalisa dengan menggunakan uji statistik “Uji T satu pihak” dimana H1 diterima dan H0 ditolak.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan fakta penurunan kekuatan aglutinasi hingga (1+) dan persentase reagen yang mengalami penurunan 50% pada Anti-A dan 70% pada Anti-B. Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar melanjutkan penelitian ini dengan menganalisa pengaruh lama Kadaluarsa reagen terhadap hasil pemeriksaan golongan darah.
Daftar Pustaka : 1996-2012
Kata kunci : Kekuatan Aglutinasi, Reagen Kadaluarsa
4
5
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur selayaknya selalu terucap kapada Allah Sang Pencipta langit, bumi dan seisinya. Tatkala surya masih menaungi jiwa hingga sejuta asa yang terajuk dalam satu cita dalam perjuangan hidup telah sampai pada tahap terakhir dalam perwujudannya. Maha Agung Allah SWT atas segala rahmat dan anugrah-Nya yang selalu tercurah, sehingga dengan izin-Nya kita dapat mengetahui sebagian kecil dari ilmu yang dimilikinya. Terlebih atas nikmat kehidupan dan kesehatan yang diberikan-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah sebagai tahap akhir dari pendidikan yang telah ditempuh selama kurang lebih tiga tahun.
Dalam menempuh pendidikan selama ini di Program Studi D-3 Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur, penulis menyadari banyak hambatan khususnya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, baik dalam proses pengumpulan bahan pustaka maupun pengumpulan data sampai pada proses penyusunannya. Namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka kesulitan tersebut dapat teratasi.
Dengan segala kerendahan hati yang dalam dan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua terbaik di muka bumi ini, Ibunda tercinta Hj. Pasniawati dan Ayahanda H. Sukkuru, yang telah menjadi motivator setia bagi penulis serta Adinda Marwa dan Nuryandani yang selalu mendoakan yang terbaik untuk penulis. Untaian doa yang senantiasa dipanjatkan untuk penulis, serta kucuran keringat yang terlampau banyak untuk menafkahi penulis dalam mencapai cita adalah anugrah yang sampai kapanpun tak akan bisa terbalaskan. Tanpa Beliau, penulis bukan apa-apa. Dan juga A. Syamsul Alam dan Darahmawati serta semua keluargaku yang selalu membantu, mendoakan serta memberikan motivasi selama penulis menimba ilmu.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Kalma Mannang, S.Pd.,M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma Tiga Analis Kesehatan, selaku pembimbing pertama dalam penyusunan Proposal dan Karya Tulis Ilmiah, serta
6
sebagai ayah bagi penulis, dan Ibu Hj. Rosdiana Iskandar, SKM.,M.Kes selaku pembimbing kedua dan sebagai Ibu bagi penulis. Keduanya telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran Beliau untuk membimbing penulis disela-sela kesibukannya. Terima kasih pula kepada Bapak Drs. Hanafi H.A. Kadir., M.Kes selaku penguji proposal dan Karya Tulis Ilmiah yang sangat banyak memberikan masukan dan dorongan demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Terlepas dari itu sebagai insan yang lemah, penulis sadar banyak pihak yang turut andil dalam membantu penulis selama menjalani pendidikan sampai penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Maka dari itu penulis patut mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak H. Haruna,MA,MBA, MM, Selaku Ketua Yayasan Universitas
Indonesia Timur.
2. Bapak Prof. DR. H. Baso Amang,SE,M.Si selaku Rektor Universitas
Indonesia Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu di Universitas Indonesia Timur.
3. Bapak H. Herman Rachman, S.Pd.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia Timur dan juga sebagai ayah bagi penulis.
4. Ibu Herdiana Herman, S.ST., M.Kes selaku Wakil Ketua Program Studi D-3
Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur, Dosen dan juga sebagai
kakak yang selalu membantu penulis.
5. Ibu Isnawaty Darwis, selaku staf Administrasi & Akademik Program Studi D-3
Analis Kesehatan UIT, dosen dan kakak tersayang bagi penulis, yang selalu
menjadi motivator bagi penulis, yang selalu membantu penulis, dan selalu
mengajari penulis tentang dunia analis kesehatan.
6. Segenap Staf dan Dosen Pengajar Fakultas D-3 Analis Kesehatan
Universitas Indonesia Timur yang bersedia memberikan ilmu pengetahuan
dengan sabar dan tulus ikhlas.
7
7. Kakanda tercinta Akhyar Zakariah, AMAK, Satryani, AMAK, Hasrawati,
AMAK dan Emy Isnawati, AMAK yang menjadi sosok teladan bagi penulis
dan juga telah banyak membantu penulis selama ini.
8. Sahabat-sahabat penulis Enhy, Puput, Anti, Ponce, Iyyunk, Odha, Asrul,
Nhia, Made, Akbar, dan Rijal yang telah banyak membantu penulis dan selalu
ada untuk penulis.
9. Teman-teman angkatan IX yang sama-sama berjuang menyelesaikan proses
Pendidikan di Universitas Indonesia Timur.
10. Adik-adik Laboran yang senantiasa membantu penulis selama penelian.
11. Almamaterku Program Studi D-3 Analis Kesehatan UIT tempat penulis dididik
dan dibina, semoga lebih baik dan selalu memberikan yang terbaik.
Semua pihak yang tidak dapat kuucapkan terimakasih satu persatu yang selalu mendoakan keberhasilan dalam menyelesaikan pendidikan dengan tulus ikhlas kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini ada manfaatnya, terutama bagi kemajuan Keahlian di bidang Analis Kesehatan khususnya bagi Peneliti selanjutnya.
Makassar, April 2012
Penulis
TAMRIN
8
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ii
.................................................................................................................. iii
.................................................................................................................. iv
..................................................................................................................viii
..................................................................................................................x
..................................................................................................................xi
..................................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian...................................................................... 3
E. Hipotesis..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN UMUM DAN KERANGKA KONSEP
A. Tinjauan Umum tentang Darah................................................... 5
B. Tinjauan Umum tentang Golongan Darah Sistem ABO............. 16
C. Tinjauan Umum tentang Reagen Antisera.................................
....................................................................................................30
D. Kerangka Konsep....................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian........................................................................... 35
9
B. Alur Penelitian............................................................................. 35
C. Populasi dan Sampel.................................................................. 36
D. Variabel Penelitian...................................................................... 36
E. Definisi Operasional....................................................................
....................................................................................................36
F. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................... 37
G. Prosedur Penelitian....................................................................
37
H. Analisis Data............................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian........................................................................... 44
B. Pembahasan............................................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................. 49
B. Saran.......................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Eritrosit
Gambar 2.2 Leukosit
Gambar 2.3 Trombosit
Gambar 2.4 Antigen dan Antibodi dalam Sel Darah Merah
Gambar 2.5 Struktur antibodi
Gambar 2.6 Reagen Antisera
Gambar 2.7 Skema Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pemisahan Cairan darah menjadi Plasma dan Serum
Tabel 2.2 Sistem Golongan Darah ABO
Tabel 2.3 Sistem Golongan Darah yang Penting secara Klinis
Tabel 2.4 Sistem Golongan Darah MN
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB
Tabel 4.2 Persentase Hasil Penelitian Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB
Tabel 4.3 Analisa Statistik Hasil Penelitian Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB
12
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Permohonan Izin Penelitian
Surat Keterangan Selesai Penelitian
Hasil Penelitian
Uji Statistik dengan Program SPSS untuk Anti A
Uji Statistik dengan Program SPSS untuk Anti B
Uji Statistik Deskriptif
Uji Statistik secara Manual untuk Reagen Anti-A yang telah Kadaluarsa
Uji Statistik secara Manual untuk Reagen Anti-B yang telah Kadaluarsa
Daftar Merek dan kadaluarsa Reagen Antisera
Dokumentasi Penelitian
BAB I
13
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan golongan darah adalah salah satu pemeriksaan
yang sangat penting di Laboratorium Klinik, Unit Transfusi Darah
(UTD), dan Unit Palang Merah Indonesia (PMI). Pemeriksaan ini
berguna untuk kegiatan-kegiatan pratransfusi karena untuk hal
tersebut mutlak diketahui golongan darah yang dimiliki. Selain itu,
pemeriksaan golongan darah juga biasanya dibutuhkan dalam
berbagai hal seperti syarat naik haji dan pembuatan KTP.
Penentuan golongan darah yang paling umum dilakukan adalah
dengan sistem ABO dan Rhesus yang merupakan antigen yang
terdapat pada permukaan Sel Darah Merah, yang terdiri dari antigen A,
antigen B, ataupun keduanya antigen AB, tapi adapula yang tidak
memiliki antigen. Maka secara umum golongan darah menurut sistem
ABO adalah Golongan Darah A, B, AB dan O.
Mengingat hal tersebut pemeriksaan penentuan golongan darah
harus dilakukan sesuai prosedur agar dapat memberikan hasil yang
sebenarnya. Namun terkadang praktisi kesehatan yang berkaitan
dengan kegiatan ini kerap mengabaikan prosedur yang ada. Salah
satunya adalah penggunaan reagen anti serum yang melewati masa
kadaluarsa. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya perhatian terhadap
masa kadaluarsa reagen sebelum digunakan, anggapan masih bisa
digunakan karena masih memberikan hasil pada tes percobaan,
14
pengadaan reagen baru yang membutuhkan biaya dan tenaga,
seringnya reagen tidak dilengkapi dengan masa kadaluarsa, serta
untuk mempelajari pengaruh penggunaan reagen kadaluarsa dalam
pemeriksaan.
Antibodi merupakan molekul protein, maka bebarapa faktor akan
menyebabkan strukturnya berubah apabila disimpan dalam jangka
waktu yang lama, apalagi sampai melewati kadaluarsa. Dalam
penentuan golongan darah umumnya digunakan metode aglutinasi
yang membutuhkan keseimbangan antigen-antibodi.
Umumnya protein ini sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh
fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk.
Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut
denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi
adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan kimia
seperti urea, alkohol dan sabun. Protein yang mengalami denaturasi
akan menurunkan aktivitas biologinya dan berkurang kelarutannya,
sehingga mudah mengendap. (Estien Yasid, 2006)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, calon peneliti dapat
merumuskan masalah yang menjadi acuan pembahasan selanjutnya,
yaitu “Apakah Terjadi Penurunan Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah
Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB?”
C. Tujuan Penelitian
15
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui
terjadinya penurunan kekuatan aglutinasi reagen setelah
kadaluarsa dengan bahan uji golongan darah AB.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menentukan
penurunan kekuatan aglutinasi reagen setelah kadaluarsa dengan
bahan uji golongan darah AB.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Sebagai sumbangsi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan bagi almamater Program Studi D-3 Analis Kesehatan
dan sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan.
2. Teknisi Kesehatan
Sebagai sumbangsi ilmu pengetahuan serta dapat menjadi
informasi penting tentang cara-cara dan prosedur terbaik dalam
pemeriksaan laboratorium khususnya golongan darah.
3. Bagi Calon Peneliti
Dapat menambah wawasan calon peneliti secara teoritis dan
praktis mengenai pemeriksaan laboratorium khususnya
pemeriksaan golongan darah sebagai bekal pengabdian kepada
masyarakat kelak.
E. Hipotesis
16
1. Hipotesis Alternatif (H1)
Menyatakan ada penurunan kekuatan aglutinasi reagen
setelah kadaluarsa dengan bahan uji golongan darah AB.
2. Hipotesis Nol (H0)
Menyatakan tidak ada penurunan kekuatan aglutinasi
reagen setelah kadaluarsa dengan bahan uji golongan darah AB.
17
BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Tinjauan tentang Darah
1. Pengertian Darah
Darah umumnya dipandang sebagai cairan tubuh yang
kental, berwarna merah dan tidak transparan serta berada dalam
suatu ruang tertutup yang disebut sistem pembuluh darah. Uraian
yang demikian tentang darah lebih bersifat deskriptif, hanya
menyebutkan apa yang dilihat, daripada bersifat definitif, yang
bersifat menguraiakan secara analitis tetapi ringkas tentang hakikat
sesuatu yang didefinisikan tersebut. Dalam uraian tentang darah
tersebut misalnya, tidak terlihat sifat dan fungsi darah. Batasan
yang lebih tepat adalah sebagai berikut :
“Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada dalam konsistensi cair beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transport berbagai bahan serta fungsi hemostasis”. (Mohamad Sadikin, 2001)
2. Komposisi Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian.
Bagian interseluler adalah cairan yang disebut plasma yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume
darah secara keseluruhan kira-kira merupakan seperduabelas dari
berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah
cairan, sedangkan 45 persennya terdiri atas sel darah.
18
Susunan darah atau plasma terdiri atas :
Air : 91,0%
Protein : 8,0% (Albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen)
Mineral : 09 % (Natrium Khlorida, natrium bikarbonat, garam
dan kalsium, fosfor, magnesium dan besi, dan
sebagainya)
Sisanya diisi oleh sejumlah bahan organik, yaitu glukosa,
lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam amino.
Plasma juga berisi gas oksigen dan karbondioksida, hormon-
hormon, enzim, dan antibodi. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu
sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), keping darah
(trombosit). (Evelyn. C, 2009)
3. Plasma dan Serum
Bila darah diambil dari vena dengan menggunakan semprit
dan jarum suntik yang steril dan kering, kemudian darah tersebut
ditampung dalam suatu tabung yang bersih dan kering, setelah
beberapa waktu, misalnya satu jam, dibiarkan dalam suhu ruang,
darah tersebut akan terpisah menjadi dua bagian utama. Kedua
bagian tersebut dapat dilihat langsung dengan mata. Untuk lebih
jelas lagi, tabung tersebut dipusing dengan bantuan alat pemusing
(sentrifus) setelah didiamkan selama 1 jam. Akan tampak
gumpalan darah yang bentuknya tidak beraturan dan bila
penggumpalan berlangsung sempurna, gumpalan darah tersebut
19
akan terlepas atau dengan mudah dapat dilepaskan dari dinding
tabung. Selain itu akan tampak pula bagian cair dari darah. Bagian
ini, karena sudah terpisah dari gumpalan darah, tidak lagi berwarna
merah keruh, akan tetapi berwarna kuning jernih. Gumpalan darah
terdiri atas seluruh unsur figuratif darah yang telah mengalami
proses penggumpalan atau koagulasi spontan, sehingga terpisah
dari unsur larutan yang berwarna kuning jernih. Unsur larutan yang
diperoleh dengan membiarkan penggumpalan spontan dari unsur
figuratif dinamakan serum. (Mohamad Sadikin, 2001)
Penggumpalan unsur figuratif dalam tabung dapat dicegah
dengan senyawa tertentu, yang secara umum dinamai
antikoagulan. Dalam hal ini, untuk memisahkan unsur figuratif dari
bagian larutan dapat dilakukan dengan 2 cara. Cara pertama ialah
dengan membiarkan terjadinya pengendapan berbagai macam sel
yang membentuk unsur figuratif semata-mata dengan bantuan
gaya berat. Cara ini memerlukan waktu yang lama dan pemisahan
yang diperoleh tidak sempurna. Pemisahan akan diperoleh jauh
lebih cepat dan sempurna bila tabung yang berisi darah tersebut
langsung dipusing saja dengan bantuan alat pemusing. Hasilnya,
juga akan diperoleh 2 bagian besar, yaitu endapan sel-sel yang
membentuk unsur figuratif, serta cairan jernih yang juga berwarna
kuning jernih dan dinamai sebagai plasma.
(Mohamad Sadikin, 2001)
20
Antara plasma dan serum, walaupun keduanya merupakan
cairan darah yang bebas dari sel dan sama-sama berwarna kuning
jernih, terdapat perbedaan yang jelas. Oleh karena plasma
diperoleh dengan mencegah proses penggumpalan darah dan
serum didapat dengan membiarkan proses tersebut, plasma
mengandung senyawa yang seharusnya dapat menggumpalkan
darah. Secara umum perbedaan keduanya dapat digambarkan
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.1 Pemisahan Cairan darah menjadi Plasma dan Serum
Ciri Plasma Serum
WarnaAgak Kuning dan
jernih
Agak Kuning dan
jernih
Kekentalan > kental dari air > kental dari air
Antikoagulan Perlu Tidak perlu
Fibrinogen Masih ada Tidak ada lagi
Serat fibrin Tidak ada Ada dalam gumpalan
Pemisahan sel PemusinganPenggumpalan
spontan
Sel terkumpul dalam Endapan (sedimen) Gumpalan
Suspensi kembali sel Dapat Tidak dapat
(Mohamad Sadikin, 2001)
21
4. Sel-sel Darah
Sel darah adalah sel yang hidup dan merupakan bagian
darah yang padat. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (leukosit), dan keping darah atau sel darah
pembeku (trombosit)
a. Sel darah merah (eritrosit)
Gambar 2.1 Eritrosit(sumber : http://ramditaa.blogspot.com)
Sel darah merah merupakan bagian utama dari sel-sel
darah, karena jumlahnya paling banyak dibandingkan dengan
sel darah lainnya. Pada janin (fetus) sel darah merah dibentuk
di hati dan limpa. Setelah bayi dilahirkan, sel darah merah
dibentuk di sumsum tulang. Pada orang dewasa, setiap satu
mililiter darah mengandung kira-kira lima juta butir sel darah
merah. Jumlah sel darah merah menjadi lebih banyak bila
orang tersebut tinggal di dataran tinggi (pegunungan). Hal ini
disebabkan oksigen di dataran tinggi berkadar rendah sehingga
tubuh harus membuat lebih banyak sel darah merah agar dapat
22
mengikat oksigen lebih banyak. Keadaan ini merupakan
adaptasi tubuh terhadap lingkungan. (Mohamad Sadikin, 2001)
Sel darah merah berbentuk bulat pipih, cekung di bagian
tengah, dan tidak memiliki inti. Di dalam sel darah merah
terdapat zat warna darah yang disebut hemoglobin (Hb).
Hemoglobin adalah suatu protein yang berkombinasi dengan
senyawa haem, yang mengandung zat besi. Hemoglobin
berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh sel-sel tubuh dan
mengangkut sedikit karbondioksida dari sel-sel tubuh ke paru-
paru. Hemoglobin inilah yang memberikan warna merah pada
darah. Darah yang banyak mengandung oksigen berwarna
merah terang, sedangkan darah yang banyak mengandung
karbondioksida berwarna merah gelap. Bila seseorang yang
darahnya kurang mengandung oksigen, tubuhnya akan
berwarna kebiru-biruan yang disebut sianosis.
Jumlah sel darah merah dapat pula berkurang karena
gangguan kesehatan, misalnya seseorang terinfeksi penyakit
malaria. Selain itu, berkurangnya sel darah merah juga dapat
disebabkan oleh adanya gangguan pembuatan sel-sel darah
merah di sumsum tulang atau kekurangan hemoglobin (Hb).
Seseorang yang memiliki sel darah merah kurang dari normal
menderita penyakit kurang darah atau anemia.
(Mohamad Sadikin, 2001)
23
Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115
hari. Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistem retikulo-
endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dari
hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan
sebagai protein dalam jaringan-jaringan, zat besi dalam heme
dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam
pembentukan sel darah merah lagi. Sisa heme dari hemoglobin
diubah menjadi biliverdin (pigmen kuning) dan biliverdin yang
berwarna kehijau-hijauan dan dapat dilihat pada perubahan
warna hemoglobin yang rusak pada luka memar. (Evelin, 2009)
Bila terjadi perdarahan, sel darah merah dengan
hemoglobin sebagai pembawa oksigen hilang pada
pendarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam beberapa minggu
berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40%
atau dibawahnya, diperlukan transfusi darah. (Evelin, 2009)
b. Sel Darah Putih (Leukosit)
Sel darah putih lebih sedikit jumlahnya dibandingkan
dengan sel darah merah. Pada orang dewasa yang normal,
setiap satu mililiter darah mengandung kira-kira delapan ribu
butir sel darah putih. Sel darah putih terbentuk di dalam
sumsum tulang belakang, limpa, dan kelenjar getah bening
(kelenjar limfe). (Mohamad Sadikin, 2001)
24
Gambar 2.2 Leukosit(Sumber : http://yayanajuz.blogspot.com)
Sel darah putih bermacam-macam jenisnya, yaitu
neutrofil, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit. Sel darah putih
umumnya berukuran lebih besar daripada sel darah merah. Bila
dilihat di bawah mikroskop, sel darah putih tidak memiliki
bentuk tetap (ameboid). Sel darah putih memiliki inti bulat atau
cekung. (Mohamad Sadikin, 2001)
Sel darah putih memiliki kemampuan menembus dinding
pembuluh kapiler darah dan masuk ke dalam jaringan tubuh.
kemampuan sel darah putih ini disebut diapedesis.
(Mohamad Sadikin, 2001)
Fungsi utama sel darah putih adalah memakan kuman-
kuman penyakit atau benda asing lain yang masuk ke dalam
tubuh. Oleh karena itu, sel darah putih bersifat fagosit.
Kemampuan sel darah putih melakukan fagosit disebut
fagositosis. Jika tubuh mengalami luka dan beberapa hari
25
kemudian bernanah. Itulah sel darah putih yang kalah melawan
kuman penyakit yang menginfeksi tubuh melalui luka. Sel darah
putih yang kalah itu menjadi nanah. (Mohamad Sadikin, 2001)
Sel darah putih juga berfungsi untuk mengangkut lemak.
Selain itu, basofil yang merupakan sel darah putih diduga
mengandung sejumlah histamin. Histamin berperan dalam
proses alergi. Sedangkan limfosit memiliki peranan penting
dalam sistem kekebalan tubuh. (Mohamad Sadikin, 2001)
Jumlah sel darah putih dalam tubuh dapat bertambah atau
berkurang. Bila jumlah sel darah putih lebih dari normal, disebut
leukositosis. Misalnya, pada penderita kanker darah (leukimia),
jumlah sel darah putih dapat meningkat sampai 20 ribu butir
tiap mililiter darah. Keadaan ini akan merugikan tubuh karena
sel darah putih akan memakan sel darah merah. Sebaliknya,
bila sel darah putih jumlahnya kurang dari normal disebut
leukopenia. Penurunan jumlah sel darah putih dapat terjadi
karena adanya infeksi kuman tifus, sehingga jumlah sel darah
putih dapat menurun sampai tiga ribu butir setiap mililiter darah.
Penurunan jumlah sel darah putih juga dapat terjadi akibat
penyinaran radiasi yang kuat sehingga dapat menyebabkan
produksi sel darah putih sangat menurun, maka tubuh tidak lagi
terlindung dari infeksi kuman penyakit. Hal ini berakibat bakteri
penyebab penyakit (bakteri patogen) dalam tubuh kita
26
berkembanng biak dengan pesat, karena tidak terkendali oleh
sel-sel darah putih. Bila hal itu terjadi, biasanya terjadi infeksi
kuman penyakit di saluran pencernaan seperti mulut dan usus,
tetapi hal tersebut dapat pula menjalar ke seluruh tubuh.
Keadaan tersebut sangat membahayakan tubuh, sehingga
perlu menggunakan antibiotik (obat anti-Bakteri).
(Mohamad Sadikin, 2001)
c. Keping darah (trombosit)
Keping darah berukuran kecil, memiliki bentuk yang tidak
teratur, dan tidak memiliki inti. Pada keadaan normal, setiap
satu mililiter darah orang dewasa mengandung sekitar 200 ribu
sampai 400 ribu butir keping darah. (Mohamad Sadikin, 2001)
Gambar 2.3 Trombosit(Sumber : http://kedokteran-febrian.blogspot.com)
Keping darah berfungsi untuk proses pembekuan darah,
sehingga keping darah disebut juga sel darah pembeku. Keping
darah memiliki sifat mudah pecah jika keluar dari pembuluh
27
darah atau tersentuh oleh benda-benda yang permukaannya
kasar. Saat luka pada tangan, kaki, atau bagian tubuh yang
lain. Dari luka tersebut, darah akan keluar. Beberapa saat
kemudian darah akan membeku sehingga darah tidak keluar
lagi. Akan tetapi pada penderita hemofilia, darahnya sukar
membeku bila terjadi luka. Penyakit hemofilia disebabkan oleh
adanya faktor keturunan dari orang tua.
(Mohamad Sadikin, 2001)
5. Fungsi Darah
Secara umum fungsi darah ialah sebagai berikut :
a. Alat transport golongan makanan, yang diserap dari saluran
cerna dan diedarkan ke seluruh tubuh.
b. Alat transport O2, yang diambil dari paru-paru untuk dibawa ke
seluruh tubuh.
c. Alat trasnport bahan buangan dari jaringan ke alat-alat ekskresi
seperti paru-paru (gas), ginjal dan kulit (bahan terlarut dalam
air), dan hati untuk diteruskan ke empedu dan saluran cerna
sebagai tinja (untuk bahan yang sukar larut dalam air)
d. Alat transport antar jarinigan dari bahan-bahan yang diperlukan
oleh suatu jaringan lain. Hal ini tampak jelas, misalnya transport
lipoprotein seperti lipoprotein densitas tinggi atau Hight Density
Lipoprotein (HDL), liporotein densitas rendah atau Low Density
Liprotein (LDL) dan hormon.
28
e. Mempertahankan keseimbangan dinamis (homeostatis) dalam
tubuh, termasuk di dalamnya ialah mempertahankan suhu
tubuh, mengatur keseimbangan distribusi air, mempertahankan
keseimbangan asam basa sehigga pH darah dan cairan tubuh
tetap dalam keadaan yang seharusnya.
f. Mempertahankan tubuh dari agresi benda atau senyawa asing
yang umumnya selalu dianggap punya potensi menimbulkan
ancaman.
Dengan demikian, secara garis besar dapat dikatakan,
bahwa fungsi darah ialah sebagai sarana transportasi, alat
homeostasis dan alat pertahanan. (Mohamad Sadikin, 2001)
B. Tinjauan tentang Golongan Darah Sistem ABO
1. Pengertian Golongan Darah
Istilah golongan darah digunakan untuk menunjukkan
seluruh sistem golongan yang terdiri dari antigen herediter yang
spesifitasnya dikontrol oleh serangkaian gen alelik. Secara
tradisional, golongan darah digunakan untuk antigen eritrosit.
Namun kebanyakan komponen darah, yang meliputi eritrosit,
leukosit, dan trombosit, memiliki antigen herediter yang
diidentifikasi sebagai bagian dari sistem. Istilah jenis darah atau
fenotipe digunakan untuk menunjukkan pola reaksi yang spesifik
terhadap tes antiserum dalam suatu sistem; namun penggunaan
kata ini tidak universal. (Stedman, 2001)
29
Setiap golongan darah dijelaskan berkenaan dengan reaksi
terhadap antiserum asal yang mana sistem ini ditemukan.
Perubahan pada sistem terjadi dengan menemukan antiserum
tambahan yang terbukti terkait dengan sistem yang sama. Factor
atau antigen golongan darah baru dapat dijelaskan dengan
memperhatikan bahwa faktor atau antigen tersebut dapat dideteksi
oleh antiserum dengan reaksi yang berbeda dengan reaksi
antiserum yang sebelumnya dikenal. Jika diperhatikan bahwa
antigen baru secara genetis tidak tergantung pada sistem golongan
darah yang dikenal, mungkin memenuhi syarat sebagai antigen
prototype untuk golongan darah baru. Alternatifnya, jika dapat
diperlihatkan bahwa antigen baru dikontrol oleh alelik gen terhadap
salah satu sel gen dari gen golongan darah yang diketahui, akan
ditetapkan pada sistem golongan darah alelnya. (Stedman, 2001)
2. Sistem Golongan Darah ABO
Pada tahun 1900, seorang dokter kelahiran Wina (Austria)
bernama Karl Landsteiner membedakan darah manusia menjadi
empat golongan, yaitu golongan darah A, golongan darah B,
golongan darah AB, dan golongan darah O. Penggolongan ini
dikenal dengan sistem penggolongan darah ABO. Pembagian
golongan darah ini berdasarkan perbedaan aglutinogen (antigen)
dan aglutinin (antibodi) yang terkandung dalam darah. Antigen
30
terdapat pada membran permukaan sel darah merah. Antibodi
terdapat dalam plasma darah. (Saktiyono, 2006)
Antigen merupakan glikoprotein yang terdapat pada
permukaan sel darah merah. Darah seseorang jika ditransfusi pada
orang lain yang berbeda golongan darahnya, glikoproteinnya akan
dikenali sebagai antigen oleh antibodi. Antibodi merupakan molekul
protein yang dihasilkan oleh sel-B (limfosit B) untuk merespon
adanya antigen. Antibodi terdapat pada serum atau cairan darah.
Perbedaan golongan darah pada setiap orang dikarenakan adanya
perbedaan jenis glikoprotein (antigen). Perbedaan pada
glikoprotein ini merupakan faktor genetik yang diwariskan secara
turun temurun. (Diah Aryulina, 2004)
Gambar 2.4 Antigen dan Antibodi dalam Sel Darah Merah(sumber : http://id.images.search.yahoo.com)
Pada sistem ABO terdapat dua macam antigen, yaitu antigen
A dan antigen B serta dua macam antibodi yaitu anti-A dan anti-B.
Agar tidak terjadi penggumpalan darah akibat reaksi internal antara
antigen dan antibodi sejenis, tiap individu dibekali dengan
31
kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda. Kombinasi akan
menentukan golongan darah seseorang, yaitu golongan A, B, AB,
dan O. (Diah Aryulina, 2004)
Tabel 2.2 Sistem Golongan Darah ABO
Fenotip
e
Genotipe Antigen Antibodi Frekuensi
O OO O Anti-A, anti-B 46%
A AA atau AO A Anti-B 42%
B BB atau BO B Anti-A 9%
AB AB AB Tidak Ada 3%
(I Made Bakta, 2006)
Keterangan :
a. Golongan darah A: sel darah merah mengandung aglutinogen A
dan plasma mengandung aglutinin b
b. Golongan darah B : sel darah merah mengandung aglutinogen
B dan plasma mengandunng aglutinin a
c. Golongan darah AB : sel darah merah mengandung aglutinogen
A dan mengandung aglutinogen B, tetapi tidak mengandung
aglutinin.
d. Golongan darah O : sel darah merah tidak mengandung
aglutinogen, tetapi plasma mengandung aglutinin a dan
aglutinin b.
32
Dalam transfusi darah, orang yang memberikan darah disebut
donor, sedangkan yang menerima darah disebut resipien. Sel
darah yang diberikan donor kepada resipien merupakan senyawa
protein. Bila senyawa protein itu tidak sesuai dengan golongan
darah resipen, maka darah resipien akan menolak darah donor.
Penolakan tersebut ditandai dengan penggumpalan darah
(aglutinasi) yang dapat membahayakan jiwa resipien.
(Saktiyono, 2006)
Aglutinin a akan menggumpalkan darah yang mengandung
aglutinogen A, dan aglutinin b akan menggumpalkan darah yang
mengandung aglutinogen B. Bila golongan darah A ditransfusikan
kepada seseorang yang bergolongan darah B, maka akan terjadi
penggumpalan. Hal ini terjadi karena resipen yang bergolongan
darah B memiliki aglutinin a. Aglutinin a merupakan zat anti-A (anti-
Aglutinin A). Padahal aglutinogen A dimiliki oleh donor yang
bergolongan darah A, sehingga aglutinin a resipien akan
menggumpalkan aglutinogen A donor. Demikian pula sebaliknya,
bila golongan darah B ditransfusikan kepada seseorang yang
bergolongan darah A. Jadi, dalam transfusi darah yang perlu
diperhatikan bagi donor adalah jenis aglutinogennya, sedangkan
bagi resipen adalah jenis aglutininnya. (Saktiyono, 2006)
3. Jenis-Jenis Sistem Golongan Darah Lain
33
Pada manusia dikenal berbagai macam sistem golongan
darah dan terdapat sekitar 400 antigen golongan darah. Yang
paling awal diketahui memiliki arti penting adalah sistem golongan
darah ABO. Penemuan keanekaragaman sistem golongan darah ini
selanjutnya memacu penemuan sistem golongan darah lain,
misalnya sistem Rhesus (Rh), Lewis (Le), Kell, Duffy (Fy), Kidd
(Jk), Lutheran (Lu), MNS, P, Li, dan sebagainya.
(I Made Bakta, 2006)
Tabel 2.3 Sistem Golongan Darah yang Penting secara Klinis
Sistem FrekuensiAntibodi
Penyebab reaksi transfusi hemolitik
Penyebab hemolytic disease of newborn
ABO Sangat sering Ya (Sering) Ya (biasanya ringan)
Rh Sering Ya (Sering) Ya
Kell Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya
Duffy Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)
Kidd Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)
Luthera
n
Jarang Ya (jarang) Tidak
Lewis Kadang-kadang Ya (jarang) Tidak
P Kadang-kadang Ya (jarang) Ya (jarang)
MN Jarang Ya (jarang) Ya (jarang)
(I Made Bakta, 2006)
a. Golongan darah sistem ABO
34
Sistem ABO ditemukan oleh Dr. Landsteiner pada tahun
1901. Ada 4 macam golongan darah yaitu A, B, AB, dan O.
Golongan darah ini dikendalikan oleh alel ganda dan 3 gen yang
dalam 1 lokus itu adalah IA, IB, dan IO.
(R. Gunawan Susilowarno, 2006)
b. Golongan darah sistem MN
Berbeda dengan penggolongan darah sistem ABO,
penggolongan darah sistem MN berdasarkan adanya
perbedaan salah satu jenis antigen glikoprotein. Antigen
glikoprotein ini terdapat pada membran sel darah merah yang
disebut glikoforin A. Antigen ini dapat dikenali dengan reaksi
antigen-antibodi. Berdasarkan reaksi imunologis antara antigen
glikorofin dengan antibodinya, maka telah diidentifikasi ada 2
macam antigen glikoforin, yaitu antigen glikoforin M dan antigen
glikoforin N. (Diah Aryulina, 2004)
Kemampuan sel darah merah seseorang untuk
menghasilkan antigen M, antigen N, atau kombinasi antigen M
dan N bergantung kepada adanya gen kodominan yang terdiri
atas 2 alel, yaitu alel LM dan alel LN (L merupakan serum yang
mengandung antibodi), yaitu anti-M dan anti-N, menghasilkan
fenotipe dan genotipe golongan darah sistem MN sebagai
berikut :
Tabel 2.4 Sistem Golongan Darah MN
35
Fenotipe GDGenotipe
membran
Macam Glikoforin
Membran
Reaksi dengan
Anti-M Anti-N
M LMLM Glikoforin M + -
N LN LN Glikoforin N - +
MN LM LN Glikoforin M dan N + +
(Diah Aryulina, 2004)
Keterangan : Tanda (+) menunjukkan terjadi reaksi
penggumpalan (aglutinasi)
Tanda (-) menunjukkan tidak terjadi reaksi
penggumpalan
Hasil studi genetik menunjukkan bahwa perkawinan di
antara kedua orang tua yang memiliki fenotipe M hanya akan
memiliki keturunan dengan fenotipe M juga. Orang tua dengan
fenotipe N juga hanya akan memiliki keturunan dengan fenotipe
N. namun, bila kedua orang tua memiliki fenotipe M atau N,
maka keturunannya akan memiliki fenotipe MN. Bila orang tua
memiliki fenotipe MN, anak-anaknya akan memiliki fenotipe M,
N, dan MN. (Diah Aryulina, 2004)
c. Sistem Rhesus (Rh)
Dr. K. Landsteiner dan A. S. Weiner pada tahun 1940
menemukan adanya antigen tertentu dalam eritrosit kera
Macacus rhesus (sejenis kera India). Ternyata, beberapa
sampel darah manusia ada yang memiliki antigen tersebut dan
36
ada yang tidak memiliki, jadi, dikenal ada 2 golongan darah,
yaitu :
1) Rh+, darahnya mengandung antigen Rhesus
2) Rh-, darahnya tidak mengandung antigen Rhesus
(R. Gunawan 2006)
Hal ini juga penting untuk diperhatikan karena ketika ibu
Rh (-) yang memiliki suami Rh (+) mengandung bayi yang
memiliki Rh (+). Secara normalnya, tidak terjadi pertukaran
darah antara ibu dan bayi dalam kandungan. Akan tetapi, pada
bulan-bulan terakhir masa mengandung ada kemungkinan
terjadi pertukaran darah, karena berat bayi dan gerakan bayi
menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler dalam
plasenta. Akibatnya, terjadi perembesan darah janin ke
peredaran darah ibu. Adanya antigen Rh dalam eritrosit bayi
menyebabkan tubuh ibu membentuk antibodi Rh, kemudian
darah ibu merembes kembali ke dalam tubuh bayi.
(Diah Aryulina, 2004)
Biasanya, anak yang pertama dapat lahir dengan selamat
karena pembentukan antibodi berlangsung perlahan-lahan. Bila
kandungan yang kedua adalah bayi dengan Rh (+) lagi, maka
akan terjadi lagi perembesan darah janin ke peredaran darah
ibu. Akibatnya, jumlah antibodi yang terbentuk di dalam tubuh
ibu menjadi lebih banyak. Bayi yang lahir mengalami
37
erythroblastosis fetalis, yaitu anemia kronis yang disebabkan
oleh hemolisis sel-sel darah merah. (Diah Aryulina, 2004)
Salah satu pencegahan terjadinya kelainan tersebut pada
bayi adalah dengan pemberian suntikan anti serum anti-Rh
kepada ibu Rh (-). Antiserum ini akan merusak sel-sel Rh positif
yang masuk ke peredaran darah ibu. Dengan cara ini si ibu
tidak perlu memproduksi antibodi anti-Rh. (Diah Aryulina, 2004)
4. Aglutinogen (antigen)
Penentuan golongan darah sistem ABO menggunakan
reaksi imunologik, aglutinasi antigen-antibodi.
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respons
imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah
ada. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan
hapten. Imunogen adalah bahan yang dapat menimbulkan respons
imun. Hapten adalah molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi
yang sudah ada (preformed) secara langsung, tetapi tidak dapat
merangsang pembentukan antibodi secara langsung.
(Karnen Garna Baratawidjaja, 2000)
Beberapa pakar menyatakan bahwa imunogenitas suatu
substansi ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu :
a. Karena sistem imun normal dapat membedakan self dan
nonself, maka untuk menjadi imunogenik substansi itu harus
bersifat asing. Sifat asing ini juga dapat terjadi akibat adanya
38
konfigurasi substansi yang semula bukan merupakan substansi
asing.
b. Molekul substansi harus berukuran cukup besar, walaupun
belum diketahui batas ukuran molekul yang menentukan
imunogenitas. Molekul-molekul kecil seperti asam amino atau
monosakarida umumnya tidak atau kurang imunogenik.
Imunogen yang paling poten adalah makromolekul protein
dengan berat molekul > 100.000.
c. Susunan molekul harus kompleks. Makin kompleks susunan
molekulnya makin tinggi imunogenitas substansi bersangkutan.
d. Cara masuk substasnsi bersangkutan ke dalam tubuh dan
besarnya dosis juga menentukan respons imun yang
ditimbulkan. Ada kalanya antigen yang dimasukkan secara
intravena kurang imunogenik dibandingkan dengan antigen
yang sama yang dimasukkan secara subkutan. Dosis yang
diberikan juga harus tepat, karena bukan tidak mungkin dosis
yang berlebihan bahkan tidak mampu merangsang respons
imun.
e. Faktor genetik individu yang terpapar pada antigen juga
menentukan respons imun yang terjadi. Ada kemungkinan dua
orang yang berbeda sifat genetiknya menunjukkan respon imun
berbeda terhadap antigen yang sama.
(Siti Boedina Kresno, 1996)
39
Walaupun imunogen umumnya merupakan makromolekul,
hanya bagian-bagian tertentu saja dari molekulnya yang dapat
berikatan dengan antigen binding side. Itulah yang disebut dengan
epitop dan yang menentukan spesifitas reaksi antigen-antibodi.
Jumlah epitop pada satu antigen yang berbeda dengan antigen
yang lain. (Siti Boedina Kresno, 1996)
Secara umum antigen digolongkan dalam antigen eksogen
yaitu antigen yang berasal dari luar tubuh seseorang misalnya
berbagai jenis bakteri, virus, obat, dan antigen endogen yang
terdapat di dalam tubuh. Golongan antigen endogen termasuk
antigen xenogeneic atau heterolog yang terdapat dalam spesies
yang berlainan. Antigen autolog atau idiotipik yang merupakan
komponen tubuh sendiri, dan komponen allogeneic atau homolog
yang membedakan satu individu dari individu yang lain dalam
spesies yang sama. Contoh determinan antigen hemolog adalah
antigen yang terdapat pada eritrosit, leukosit, trombosit, protein
serum dan mayor hiscompatibility complex (MHC).
(Siti Boedina Kresno, 1996)
5. Aglutinin (Antibodi)
Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum
yang mengandung berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan tersebut
adalah molekul antibodi yang digolongkan dalam protein yang
40
disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai imunoglobulin. Dua
cirinya yang penting ialah spesifitas dan aktivitas biologik.
(Karnen Garna Baratawidjaja, 2000)
Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari
poliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Antibodi yang
terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen baru lainnya
yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan
elektroforesis, maka imunoglobulin ditemukan terbanyak dalam
fraksi globulin gama, meskipun ada beberapa imunoglobulin yang
juga ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta.
(Karnen Garna Baratawidjaja, 2000)
Enzim papain memecah molekul antibodi (dengan berat
molekul 150.000 dalton) dalam fragmen masing-masing dari 45.000
dalton. Dua fragmen tetap memiliki sifat antibodi yang dapat
mengikat antigen secara spesifik serta bereaksi dengan determinan
antigen dan hapten dan disebut Fab (fragmen antigen binding) dan
dianggap univalent. Fragmen ke 3 dapat dikristalkan dari larutan
dan disebut Fc (fragmen crystallizable) dan tidak dapat mengikat
antigen. Fc menunjukkan fungsi biologis sesudah antigen diikat
oleh Fab. (Karnen Garna Baratawidjaja, 2000)
Semua molekul imunoglobulin mempunyai 4 rantai
polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan
41
2 rantai ringan (light chain) yang identik serta dihubungkan satu
sama lain oleh ikatan disulfide. (Karnen Garna Baratawidjaja, 2000)
Ada 2 jenis rantai ringan (kappa dan lambda) yang terdiri atas
230 asam amino serta 5 jenis rantas berat yang tergantung pada
kelima jenis imunoglobulin, yaitu : IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE.
Rantai berat terdiri atas 450-600 asam amino, sehingga berat dan
panjang rantai berat tersebut adalah dua kali rantai ringan. Molekul
imunoglobulin mempunyai rumus bangun yang heterogen,
meskipun hanya terdiri atas 4 unit polipeptida dasar.
(Karnen Garna Baratawidjaja, 2000)
Gambar 2.5 Struktur antibodi(Sumber : http://www.emc.maricopa.edu)
6. Kegunaan Penentuan Golongan Darah ABO
Informasi tentang golongan darah ABO seseorang mutlak
diperlukan dalam keadaan yang berhubungan dengan transfusi
darah, baik sebagai donor maupun sebagai resipien. Informasi ini
lebih penting lagi bagi resipien dari pada bagi donor. Oleh karena
itu, sepatutnya seseorang mengetahui dengan pasti akan golongan
42
darahnya sendiri, yang dapat dilakukannya dengan memeriksakan
darahnya ke laboratorium. (Mohamad Sadikin, 2001)
Golongan darah juga berfungsi sebagai salah satu petanda
(marker) genetik, yang ikut menjadi bagian dari identitas
seseorang. Selain itu, sifat sekretor dan non-sekretor, yang juga
ditentukan secara genetik, ikut menjadi petanda genetik. Informasi
tentang petanda genetik seringkali diperlukan dalam masalah yang
berhubungan dengan hukum, apakah itu sebagai bukti yang
memperkuat atau memperlemah tuduhan terhadap tersangka.
Untuk tujuan tersebut, informasi tentang golongan darah ABO serta
kedaan sekretor maupun non sekretor dari seseorang akan sangat
membantu dan dapat dimanfaatkan. (Mohamad Sadikin, 2001)
C. Tinjauan Reagen Anti serum/Anti Sera
1. Antibodi Monoklonal
Anti serum yang digunakan sebagai aglutinin pada pengujian
ini merupakan anti-A dan anti-B merupakan antibodi monoklonal.
Bila antigen tertentu dimasukkan kedalam sistem imun
binatang percobaan, semua sel yang mengenal epitop pada
antigen akan dirangsang dan memproduksi antibodi. Darah yang
diambil dari binatang tersebut akan mengandung antibodi yang
multiple yang akan bereaksi dengan setiap epitop. Serum tersebut
disebut poliklonal oleh karena mengandung banyak klon sel B.
43
Memurnikan antibodi yang diperlukan dari serum tersebut
sangatlah sulit. (Karnen Garna Baratawijaya, 2002)
Klon adalah segolongan sel yang berasal dari satu sel dan
karenanya genetiknya identik. Antibodi monoklonal adalah antibodi
yang diproduksi oleh sel-sel asal dari satu sel klon tersebut. Satu
sel plasma dan satu sel myeloma (tumbuh terus menerus dalam
biakan) dapat difusikan menjadi satu sel yang disebut dengan
hibridoma yang mempunyai sifat dari kedua sel asalnya dan akan
membentuk antibodi monokronal.
(Karnen Garna Baratawijaya, 2002)
2. Produksi Reagen Antisera
Sebagian besar antibodi yang dipakai dalam teknik
imunokimia ditumbuhkan atau dipacu produksinya pada hewan
kelinci dengan suntikan imunisasi, yaitu dengan menyuntikkan
cairan atau suspensi antigen yang dimaksud ke tubuh kelinci.
Setelah beberapa waktu berselang, sebanyak 5 – 50 ml darah
diambil dari kelinci yang diimunisasi tadi lewat luka yang dibuat
pada pembuluh darah tepi daun telinga bagian belakang. Darah
tadi dibiarkan menjendal pada suhu 370 C selama 1 jam. Jendalan
yang menempel di tepi tabung gelas dikorek supaya mengumpul,
didinginkan pada suhu 40 C supaya mengkerut sehingga dapat
dipisahkan serum (cairan) sebanyak 2-25 ml. Dengan sentrifugasi
serum ini dapat dibersihkan dari jendalan atau sel bebas. Enzim
44
protease atau komplemen diinaktifkan dengan memanaskan 560 C
selama 45 menit. Serum ini biasanya disimpan dalam bagian
(volume) kecil atau aliquot pada suhu 200 C. Serum kontrol
diperoleh dari hewan kelinci yang sama sebelum dilakukan
imunisasi. Untuk produksi antiserum yang lebih banyak dipakai
hewan kambing, domba atau kuda. (Slamet Sudarmadji, 2006)
Gambar 2.6 Reagen Antisera(Sumber : http://id.images.search.yahoo.com)
3. Denaturasi Protein
Pada umumnya protein sangat peka terhadap pengaruh-
pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami
perubahan bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur
molekul protein disebut denaturasi. (Estien Yasid, 2006)
Ikatan kimia protein dapat dirusak oleh berbagai faktor berikut:
a) Faktor Kimia
Bahan-bahan kimia dapat mengganggu muatan protein
jika ditambahkan ke dalam larutan natural protein yang
menyebabkan rusaknya ikatan kimia protein tersebut. bahan-
bahan kimia tersebut dapat berupa :
45
1) Asam, basa, garam anorganik, logam berat, anion kompleks;
2) Urea, guanidine, alkohol, garam netral dengan konsentrasi
tinggi;
3) Pelarut-pelarut organik
Asam atau basa akan merusak ikatan hidrogen pada
ikatan sekunder atau tersier protein. Disamping itu, asam atau
basa dapat mengubah muatan elektrostatik molekul protein
yang akan mempengaruhi muatan tolak menolak sesama
molekul protein. Urea dan guanidine akan memutuskan ikatan
hidrogen pada ikatan sekunder protein.
b) Faktor Fisika
Faktor-faktor fisika dibawah ini dapat merusak struktur
protein antara lain :
1) Panas/dingin
2) Ultraviolet
3) Detergen
4) Tekanan tinggi
5) Pengocokan.
(Zulbadar Panil, 2007)
D. Kerangka Konseptual
Antiserum yang merupakan produk antibodi monoklonal terdiri
atas molekul-molekul protein. Jika reagen ini tersimpan dalam jangka
waktu yang lama berbagai pengaruh fisik dan zat kimia bisa mengubah
Reagen sebelum kadaluarsa/kontrol
Reagen setelah kadaluarsa
Struktur/senyawa tidak berubah
Struktur/senyawa berubah
Reaksi aglutinasi
Hasil
Suspensi sel darah merah
Aktifitas biologitidak berubah
Aktifitas biologi berubah
46
stabilitas reagen. Pengaruh-pengaruh fisik seperti panas, pH, tekanan,
aliran listrik, dan bahan kimia akan mempengaruhi struktur antiserum,
dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur pada protein.
Apabila hal ini terjadi maka penggunaan antiserum yang telah
kadaluarsa akan mengubah aktifitas biologi antibodi dan reaksi
aglutinasi yang terjadi.
Gambar 2.7 Skema Kerangka Konseptual
47
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan Eksperimen Semu untuk
menentukan terjadinya penurunan hasil pemeriksaan golongan darah
metode plate meggunakan reagen setelah kadaluarsa dengan bahan
uji golongan darah AB.
B. Alur Penelitian
Mahasiswa
Suspensi Sel Darah Merah
Pemeriksaan Kekuatan Aglutinasi (Reagen kontrol)
Pemeriksaan Kekuatan Aglutinasi (Reagen setelah kadaluarsa)
Hasil Hasil
Analisis Data
48
Gambar 3.1 Skema Alur PenelitianC. Populasi dan sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua reagen antisera yang
telah kadaluarsa
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah 20 reagen antisera A dan
reagen antisera B yang kadaluarsa dan diambil dengan teknik
purposive sampling.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh
variabel lain. Variabel bebas penelitian ini adalah reagen setelah
kadaluarsa.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kekuatan aglutinasi.
Pembahasan
Kesimpulan
Saran
49
E. Defenisi Operasional
1. Golongan Darah adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan
pola reaksi yang spesifik terhadap tes antiserum dalam suatu
sistem.
2. Kekuatan aglutinasi adalah daya reaksi aglutinin yang terdapat
dalam reagen antisera dan aglutinogen yang terdapat pada sel
darah merah berupa gumpalan yang dapat dinyakan dengan hasil
(–), (1+), (2+), (3+) dan (4+).
3. Pemeriksaan Golongan sistem ABO darah adalah pemeriksaan
aglutinogen (antigen) yang terdapat pada permukaan sel dengan
menggunakan antiserum yang terdiri dari aglutinogen A (golongan
darah A), aglutinogen B (Golongan darah B), aglutinogen A dan B
(golongan darah AB) dan tidak ada aglitinogen (Golongan darah O)
4. Reagen setelah kadaluarsa adalah antiserum produksi pabrik
tertentu yang telah melewati batas kadaluarsa sesuai dengan
tanggal yang tercantum pada reagen
5. Gologan darah AB adalah jenis golongan darah dari sistem ABO
yang memiliki aglutinogen A dan B, serta tidak mempunyai
aglutinin.
6. Reagen kontrol adalah reagen antisera yang belum melewati batas
kadaluarsa sesuai dengan tanggal yang tercantum pada reagen.
F. Lokasi dan Waktu Penelitian
50
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Laboratorium Program Studi Diploma Tiga
Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur .
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian pada tanggal 2-7 April 2012
G. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan bahan uji
a. Alat dan Bahan
Alat :
1) Pembendung (tourniquet)
2) Spoit
3) Tabung dengan antikoagulan
Bahan :
1) Kapas Alkohol 70%
b. Prosedur kerja
Melakukan pengambilan darah vena pada orang dengan
golongan darah AB sebagai bahan uji dengan prosedur sebagai
berikut :
1) Mendisinfeksi tempat yang akan ditusuk dengan alkohol
70% dan biarkan hingga kering
2) Memasang ikatan pembendung pada lengan atas dan
memintanya untuk mengepalkan tangan
51
3) Menusuk kulit di atas vena dengan spoit hingga ujung jarum
masuk ke dalam lumen vena
4) Melepaskan atau merenggangkan pembendungan dan
menarik perlahan-lahan pengisap spoit sampai
mendapatkan jumlah darah yang dikehendaki.
5) Melepaskan pembendungan jika masih terpasang
6) Menaruh kapas di atas jarum dan mencabut spoit.
7) Meminta kepada orang yang darahnya diambil supaya
tempat tusukan itu ditekan selama beberapa menit dengan
kapas tadi
8) Memasukkan darah ke dalam tabung dengan antikoagulan
melalui dinding. (R. Gandasoebrata, 2010)
2. Pemisahan plasma dan sel darah merah
a. Alat dan bahan
Alat :
1) Pipet Pasteur
2) Sentrifus
3) Tabung Reaksi
Bahan :
1) Darah dengan antikoagulan yang diambil melalui funksi vena
b. Prosedur Kerja
52
1) Mensentrifugasi darah pada kecepatan 3000 rpm selama 3
menit hingga terjadi pemisahan antara plasma dan sel darah
merah.
2) Memindahkan plasma ke tabung lain hingga tersisa sel
darah merah pekat. (Tim Dosen UIT, 2011)
3. Pencucian sel darah merah
a. Alat dan bahan
Alat :
1) Botol semprot
2) Pipet Pasteur
3) Rak tabung.
4) Tabung reaksi ukuran 12 x 75 mm
5) Sentrifus
Bahan :
1) Sel darah merah pekat
2) Larutan NaCl 0,9 %.
b. Prosedur kerja
1) Menyiapkan tabung reaksi
2) Meneteskan sel darah merah pekat ke dalam tabung
sebanyak 8 tetes
3) Menambahkan larutan NaCl 0,9 % ke dalam tabung
sebanyak 4 ml
4) Mengocok dengan pipet Pasteur hingga tercampur rata
53
5) Mensentrifugasi tabung dengan kecepatan 3000 rpm selama
1-3 menit
6) Membuang supernatant dengan pipet Pasteur hingga sel
darah merah menjadi pekat (100%)
7) Mengulang kembali langkah 3-6 dua kali bila dilakukan
pencucian 3 kali. (Tim Dosen UIT, 2011)
4. Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah 10%
a. Alat dan Bahan
Alat :
1) Pipet Pasteur
2) Rak tabung
3) Tabung reaksi ukuran 12 x 75 mm
Bahan
1) NaCl 0,9%
2) Suspensi sel darah merah 100%
b. Prosedur Kerja
1) Menyiapkan 1 buah tabung reaksi
2) Meneteskan NaCl 0,9% sebanyak sebanyak 9 tetes
3) Meneteskan sel darah merah pekat yang sudah dicuci
(100%) sebanyak 1 tetes.
4) menghomogenkan dengan pipet Pasteur
(Tim Dosen UIT, 2011)
5. Pemeriksaan Kekuatan Aglutinasi metode blood grouping plate
54
a. Alat dan Bahan
Alat :
1) Bioplate
2) Pipet Pasteur
3) Rak tabung
Bahan :
1) Antisera A
2) Antisera B
3) Suspensi sel 10%
b. Prosedur Kerja
1) Menyiapkan satu buah bioplate
2) Mengisi 2 tetes anti-A dan 2 tetes anti-B pada sumur plate
yang berbeda
3) Meneteskan 1 tetes suspensi sel darah merah 10% ke
dalam 2 sumur yang telah berisi anti-A dan anti-B
4) Menggoyangkan bioplate ke depan dan ke belakang hingga
tercampur, lalu mengamati reaksi aglutinasi yang terjadi
(Tim Dosen UIT, 2011)
c. Pembacaan Hasil
Kekuatan aglutinasi sesuai rekomendasi AABB
++++ (4+) : Gumpalan besar dengan cairan jernih
disekitarnya
55
+++ (3+) : Sebagian sel bergumpal besar dengan cairan
jernih disekitarnya
++ (2+) : Gumpalan agak besar dengan cairan agak merah
disekitarnya
+ (1+) : Gumpalan kecil dengan cairan merah
disekitarnya
Negatif (-) : Tersuspensi/homogeny
(Tim Dosen UIT, 2011)
H. Analisis Data
Data dari hasil pemeriksaan Golongan Darah tersebut dilakukan
perhitungan dengan “Uji T” pada satu pihak pada (one tail test) pada
pihak kiri dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan program
SPSS. Dapat pula dihitung dengan rumus :
t hitung= X−µ0S
√n
Keterangan :
X : Rata-rata data
µ0 : Nilai target
S : Standar Deviasi
n : Jumlah sampel
Kriteria uji t’ dua pihak :
56
Jika thitung < ttabel, maka “H0 diterima dan H1 ditolak”, jika thitung >ttabel,
maka “H0 ditolak dan H1 diterima”. (Sugiyono, 2005)
57
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama dua hari di
Laboratorium Program Studi Diploma Tiga Analis Kesehatan
Universitas Indonesia Timur pada tanggal 6-7 April 2012, maka
diperoleh hasil pemeriksaan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB
No. Kode SampelHasil PemeriksaanDerajat Aglutinasi
Anti-A Anti-B1 Kontrol 3+ 3+ 2 A 2+ 2+3 B 2+ 2+4 C 2+ 1+5 D 2+ 2+6 E 1+ 3+7 F 3+ 3+8 G 3+ 3+9 H 3+ 2+10 I 3+ 2+11 J 3+ 2+12 K 2+ 2+13 L 2+ 2+14 M 2+ 2+15 N 3+ 3+16 O 2+ 2+17 P 2+ 2+18 Q 3+ 3+19 R 3+ 2+20 S 3+ 2+21 T 3+ 3+
(Data Primer, 2012)
58
Tabel 4.2 Persentase Hasil Penelitian Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB
NoInterpertasi Reagen
Kadaluarsa
Jumlah Sampel Persentase (%)
Anti-A Anti-B Anti-A Anti-B
1 Aglutinasi Stabil 10 6 50 30
2 Aglutinasi Menurun 10 14 50 70
Jumlah 20 20 100 100
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa pada pemeriksaan golongan
darah menggunakan reagen sebelum dan setelah kadaluarsa,
diperoleh 10 reagen anti-A kadaluarsa yang aglutinasinya menurun,
sedangkan yang masih stabil juga terdapat 10 reagen. Pada reagen
anti-B kadaluarsa diperoleh 6 reagen yang aglutinasinya menurun,
sedangkan yang masih stabil terdapat 14 reagen.
Tabel 4.3 Analisa Statistik Hasil Penelitian Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah Kadaluarsa dengan Bahan Uji Golongan Darah AB
N Dk SD thitung ttabel
Anti-A 20 0.05 2,45 0,605 - 4,074 2,093
Anti-B 20 0.05 2,25 0,550 - 6,098 2,093
Tabel 4.3 menunjukkan nilai thitung anti-A (-4,074), nilai mutlaknya
4,074. Karena thitung (4.074) > ttabel (2.093) maka H1 diterima dan H0
ditolak, yang berarti ada penurunan kekuatan agulutinasi reagen anti-A
setelah kadaluarsa dengan bahan uji golongan darah AB. Kesimpulan
hasil ini diperkuat dengan perbandingan Sig (2-tailed) dengan α = 0,05,
dimana Sig (2-tailed) (0,001) < α (0,05).
59
Nilai thitung anti-B (-6,098), nilai mutlaknya 6,098. Karena thitung (6,097)
> ttabel (2.093) maka H1 diterima dan H0 ditolak, yang berarti ada
penurunan kekuatan agulutinasi reagen anti-B setelah kadaluarsa
dengan bahan uji golongan darah AB. Kesimpulan hasil ini diperkuat
dengan perbandingan Sig (2-tailed) dengan α = 0,05, dimana Sig (2-
tailed) (0,000) < α (0,05).
B. Pembahasan
Antiserum/antisera yang digunakan sebagai aglutinin pada
pengujian ini adalah anti-A dan anti-B yang merupakan antibodi
monoklonal yang terdiri atas molekul-molekul protein.
Pada umumnya protein ini sangat peka terhadap pengaruh-
pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan
bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein
disebut denaturasi. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan adanya bahan
kimia seperti urea, alkohol dan sabun. Protein yang mengalami
denaturasi akan menurunkan aktivitas biologinya dan berkurang
kelarutannya, sehingga mudah mengendap. (Estien Yasid, 2006)
Hasil penelitian ini, menunjukkan adanya penurunan kekuatan
aglutinasi pada reagen setelah kadaluarsa, baik pada reagen anti-A
maupun anti-B bila dibandingkan dengan reagen kontrol (reagen
sebelum kadaluarsa). Penurunan kekuatan aglutinasi ini disebabkan
terjadinya denaturasi antisera yang menurunkan aktivitas biologinya.
60
Reagen yang digunakan pada penelitian ini ada dua merek, reagen
X dan Reagen Y dengan lama kadaluarsa yang terlewati berbeda pula.
Namun lama kadaluarsa reagen ada yang sama terutama pada merek
Y. Masa kadaluarsa terlewati pada reagen yang digunakan antara 2-15
bulan. Reagen kadaluarsa yang diambil sebagai sampel ada 2 jenis
yaitu anti-A dan anti-B masing-masing 20 sampel. (daftar reagen dan
kadaluarsa reagen yang dipakai terlampir).
Tabel 4.1 menunjukkan adanya variasi kekuatan aglutinasi. Pada
beberapa sampel terjadi penurunan hingga (1+), misalnya pada
sampel C kekuatan aglutinasi anti-A (2+) dan anti-B (1+). Begitu pula
sampel F kekuatan aglutinasi anti-A (1+) sedangkan anti-B (3+). Hal ini
bisa terjadi karena reagen yang dipakai walaupun merek dan masa
kadaluarsa yang sama namun beberapa reagen sudah terpakai lama
dan sebagian lagi belum pernah digunakan. Sampel yang sering
dipakai tentu suhunya tidak selalu stabil sehingga memungkinkan
terjadinya denaturasi.
Perbedaan lama kadaluarsa reagen yang terlewati ternyata juga
berpengaruh pada kestabilan reagen. Reagen-reagen yang sudah
lama sebagian besar telah mengalami penurunan kekuatan aglutinasi,
begitupun sebaliknya reagen yang baru melewati kadaluarsa
umumnya masih menunjukkan kestabilan.
Denaturasi reagen ini terjadi akibat reagen yang telah tersimpan
dalam waktu yang lama dan bahkan melewati kadaluarsa. Hal-hal
61
yang menyebabkan denaturasi ini adalah tempat penyimpanan dan
pendistribusian reagen, yang mungkin dalam keadaan panas. Reagen
antisera yang biasanya digunakan dirumah sakit, puskesmas, unit-unit
lain yang melakukan pemeriksaan golongan darah akan dikeluarkan
dari lemari pendingin selama jam kerja, sehingga reagen ini akan
berada pada suhu ruangan dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal
ini tentunya tidak sesuai dengan suhu penyimpanan reagen yang
seharusnya disimpan di lemari pendingin pada suhu 2-80C.
Penelitian ini menunjukkan bahwa reagen anti-B lebih cepat
mengalami denaturasi daripada reagen anti-A dengan persentase
penurunan kekuatan aglutinasi sebagai akibat dari denaturasi reagen
yakni 50% pada anti-A dan 70% pada anti-B. Variasi hasil kekuatan
aglutinasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain,
lamanya kadaluarsa reagen terlewati, suhu penyimpanan reagensia,
tempat penyimpanan reagensia dan pengiriman reagensia.
62
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama 1 minggu
yakni pada tanggal 1-7 April 2012 di Laboratorium Program Studi D-3
Analis Kesehan Universitas Indonesia Timur. Dari masing-masing 20
sampel anti-A dan anti-B yang telah dianalisa menunjukkan adanya
penurunan kekuatan aglutinasi reagen setelah kadaluarsa dengan
bahan uji golongan darah AB, dengan persentase penurunan kekuatan
aglutinasi 50% untuk reagen anti-A dan 70% untuk reagen anti-B.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penggunaan reagen sudah
kadaluarsa tidak dapat digunakan dalam pemeriksaan golongan darah
yang lebih spesifik, karena berpengaruh terhadap daya aglutinasi yang
terjadi.
Penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan
penelitian terkait dengan pengaruh lama reagen kadaluarsa yang telah
terlewati terhadap hasil pemeriksaan golongan darah dengan metode-
metode tertentu.
63
64
UNIVERSITAS INDONESIA TIMURPROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA ANALIS KESEHATAN
SK. MENDIKNAS RI NO. 78/D/0/2001/TANGGAL 5 JULI 2001
HASIL PENELITIANNama Mahasiswa : TamrinStambuk : 09.901.289Fakultas : Kesehatan MasyarakatProgram Studi : D-3 Analis Kesehatan Universitas Indonesia TimurWaktu Pemeriksaan : 1-7 April 2012Jumlah Sampel : 20 Antisera-A dan 20 Antisera-B Judul Penelitian : Analisis Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah
Kadaluwarsa Dengan Bahan Uji Golongan Darah AB.
No. Kode Sampel
Hasil PenelitianDerajat Agulinasi Reagen
KadaluwarsaAnti-A Anti-B
1 Standar Baku 3+ 3+2 A 2+ 2+3 B 2+ 2+4 C 2+ 1+5 D 2+ 2+6 E 1+ 3+7 F 3+ 3+8 G 3+ 3+9 H 3+ 2+10 I 3+ 2+11 J 3+ 2+12 K 2+ 2+13 L 2+ 2+14 M 2+ 2+15 N 3+ 3+16 O 2+ 2+17 P 2+ 2+18 Q 3+ 3+19 R 3+ 2+20 S 3+ 2+21 T 3+ 3+
Makassar, 24 Mei 2012 Ketua Prodi
65
UNIVERSITAS INDONESIA TIMURPROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA ANALIS
KESEHATANSK. MENDIKNAS RI NO. 78/D/0/2001/TANGGAL 5 JULI 2001
Alamat : Jalan Abd. Kadir No. 70 Kampus V Lantai 5 Telp. 0411- 864888, Fax. 0411-863888 Makassar
SURAT KETERANGAN PELAKSANAAN PENELITIAN
Nomor : 1667/D-3 Anakes/UIT/V/2012
Yang Bertanda tangan di bawah ini
Wakil Ketua Program Studi D-3 Analis
Kesehatan Universitas Indonesia Timur
Makassar, menerangkan bahwa:
Nama : Tamrin
Tempat/Tanggal Lahir : Alinge, 1 Januari 1991
Pendidikan : D-3 Analis Kesehatan UIT
Alamat : JI. Monumen Emmy Saelan
Mahasiswa tersebut benar telah
mengadakan penelitian pada Laboratorium
Program Studi D-3 Analis Kesehatan
Universitas Indonesia Timur, tanggal 7 April
2012.
Dalam rangka penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul :
" Analisis Kekuatan Aglutinasi Reagen Setelah
Kadaluwarsa Dengan Bahan Uji Golongan Darah
AB "
Demikian surat keterangan ini kami buat untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
66
Lampiran
Tabel pengelolahan data hasil pemeriksaan kekuatan aglutinasi dengan reagen anti-A yang telah kadaluwarsa
No. Kode Sampel xi xi - x (Xi - x)²
1 A 2 -0,45 0,203
2 B 2 -0,45 0,203
3 C 2 -0,45 0,203
4 D 2 -0,45 0,203
5 E 1 -1,45 2,103
6 F 3 0,55 0,303
7 G 3 0,55 0,303
8 H 3 0,55 0,303
9 I 3 0,55 0,303
10 J 3 0,55 0,303
11 K 2 -0,45 0,203
12 L 2 -0,45 0,203
13 M 2 -0,45 0,203
14 N 3 0,55 0,303
15 O 2 -0,45 0,203
16 P 2 -0,45 0,203
17 Q 3 0,55 0,303
18 R 3 0,55 0,303
19 S 3 0,55 0,303
20 T 3 0,55 0,303
Σ=20
49 6.950
67
Untuk Reagen Anti-A
x= Σ Xin
=4920
=2,45
SD=√ Σ(X i−x )²n−1
¿√ 6,95020−1
¿√ 6,95020−1
¿√0,366
¿0,605
1. Uji Satu Pihak
H0 diterima jika nilai Thitung < Ttabel, H1 diterima jika nilai Thitung > Ttabel.2. Perumusan hipotesis
H0 = 0 ≥ 3H1 = 0 < 3
3. Taraf nyata () 95% = 0.95
4. Uji statistik
Untuk Reagen Anti-A
T h itung=x−oSD /√n
¿ 2,45−3
0,605/√20
¿ −0,550,605/4,47
¿ −0,550,605/4,47
¿ −0,550,135
68
¿−4,074
T tabel=dk=n−1
¿dk=20−1
¿dk=19
¿2,093
5. Penerikan Kesimpulan
Untuk Anti-A Nilai Thitung -4,074, nilai mutlaknya 4,074Karena Thitung (4.074) > Ttabel (2.093) maka H1 diterima dan H0 ditolak,
69
Lampiran
Tabel pengelolahan data hasil pemeriksaan kekuatan aglutinasi dengan reagen anti-B yang telah kadaluwarsa
No. Kode Sampel xii xii – x (Xi - x)²
1 A 2 -0.25 0.063
2 B 2 -0.25 0.063
3 C 1 -1.25 1.563
4 D 2 -0.25 0.063
5 E 3 0.75 0.563
6 F 3 0.75 0.563
7 G 3 0.75 0.563
8 H 2 -0.25 0.063
9 I 2 -0.25 0.063
10 J 2 -0.25 0.063
11 K 2 -0.25 0.063
12 L 2 -0.25 0.063
13 M 2 -0.25 0.063
14 N 3 0.75 0.563
15 O 2 -0.25 0.063
16 P 2 -0.25 0.063
17 Q 3 0.75 0.563
18 R 2 -0.25 0.063
19 S 2 -0.25 0.063
70
20 T 3 0.75 0.563
Σ=20 45 5.750
Untuk Reagen Anti-B
x= Σ Xin
=4520
=2,25
SD=√ Σ(X i−x )²n−1
¿√ 5,75020−1
¿√ 5,75019
¿√0,303
¿0,550
1. Uji Satu Pihak Untuk Reagen Anti B
H0 diterima jika nilai Thitung < Ttabel, H1 diterima jika nilai Thitung > Ttabel.2. Perumusan hipotesis
H0 = 0 ≥ 3H1 = 0 < 3
3. Taraf nyata () 95% = 0.95
4. Uji statistik
Untuk Reagen Anti-B
T h itung=x−oSD /√n
¿ 2,25−3
0,550/√20
¿ −0,750,550/4,47
71
¿ −0,750,123
¿−6,098
T tabel
dk=n−1
¿20−1
¿dk=19
¿2,093
5. Penerikan Kesimpulan
Untuk Anti-B Nilai Thitung -6,098, nilai mutlaknya 6,098Karena Thitung (6,098) > Ttabel (2.093) maka H1 diterima dan H0 ditolak,
FREQUENCIES VARIABLES=Anti_A Anti_B
/STATISTICS=MEAN
72
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
UJI STATISTIK DESKRIPTIF DENGAN PROGRAM SPSS
Statistics
Hasil Uji Deskriptif
Anti A
Hasil Uji Deskriptif
Anti B
N Valid 20 20
Missing 0 0
Mean 1.50 1.70
Frequency Table
Hasil Uji Deskriptif Anti A
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aglutinasi Stabil 10 50.0 50.0 50.0
Aglutinasi Menurun 10 50.0 50.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Hasil Uji Deskriptif Anti B
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aglutinasi Stabil 6 30.0 30.0 30.0
73
Hasil Uji Deskriptif Anti A
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Aglutinasi Stabil 10 50.0 50.0 50.0
Aglutinasi Menurun 10 50.0 50.0 100.0
Aglutinasi Menurun 14 70.0 70.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
74
TABEL
Nilai-nilai Distribusi t
α Untuk uji dua pihak
dk
0,5 0,20 0,10 0,05 0,02 0,01
α Untuk uji satu pihak
0,25 0,10 0,05 0,025 0,01 0,005
1 1,000 3,070 6,314 12,706 31,820 63,657
2 0,816 1,886 2,920 4,303 6,965 9,925
3 0,765 1,639 2,353 3,182 4,541 5,841
4 0,741 1,533 1,132 2,776 3,747 4,604
5 0,727 1,476 2,015 2,571 3,365 4,032
6 0,718 1,440 1,943 2,447 3,314 3,707
7 0,711 1,415 1,865 2,365 2,998 3,499
8 0,706 1,397 1,860 2,306 2,896 3,355
9 0,703 1,383 1,833 2,262 2,820 3,250
10 0,700 1,372 1,614 2,228 2,764 3,169
11 0,697 1,363 1,796 2,201 2,718 3,106
12 0,695 1,356 1,782 2,178 2,681 3,055
13 0,694 1,350 1,771 2,160 2,650 3,012
14 0,691 1,345 1,761 2,140 2,624 2,977
15 0,692 1,341 1,753 2,312 2,623 2,947
16 0,691 1,337 1,746 2,120 2,583 2,921
17 0,690 1,338 1,740 2,110 2,567 2,898
18 0,689 1,330 1,731 2,101 2,552 2,878
19 0,688 1,328 1,729 2,093 2,539 2,864
20 0,687 1,328 1,725 2,086 2,558 2,845
75
21 0,686 1,323 1,721 2,080 2,518 2,831
22 0,686 1,321 1,717 2,074 2,508 2,819
23 0,685 1,319 1,714 2,069 2,500 2,807
24 0,685 1,318 1,711 2,064 2,492 2,797
25 0,684 1,316 1,708 2,060 2,485 2,878
26 0,684 1,315 1,706 2,058 2,479 2,779
27 0,684 1,314 1,703 2,052 2,473 2,771
28 0,683 1,312 1,701 2,048 2,467 2,763
29 0,683 1,311 1,699 2,045 2,462 2,756
30 0,683 1,310 1,697 2,042 2,457 2,750
40 0,681 1,308 1,684 2.021 2,423 2,704
60 0,679 1,329 1,671 2,000 2,390 2,660
120
∞
0,677
0,674
1,296
1,282
1,658
1,645
1,980
1,960
2,358
2,326
2,617
2,576
76
DOKUMENTASI PENELITIAN
Alat dan Bahan Penelitian
Pengambilan Bahan Uji
Pencucian Sel Darah Merah
77
Pemeriksaan Kekuatan Aglutinasi
Pembacaan kekuatan Aglutinasi
Pembimbing Penelitian
78