proposal tugas akhir andi oke

42
PROPOSAL TUGAS AKHIR ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DAERAH BANDUNG BAGIAN SELATAN PROVINSI JAWA BARAT disusun oleh : ANDI TIRTANEGARA 072.07.002 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

Upload: harold-maurice-samosir

Post on 20-Jan-2016

89 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH

DAERAH BANDUNG BAGIAN SELATAN

PROVINSI JAWA BARAT

disusun oleh :

ANDI TIRTANEGARA

072.07.002

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013

Page 2: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng

Eurasia,lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk.

Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman

memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga

ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara Kepulauan Maluku, dan

sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung

samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan,sebaran gunungapi,

dan sebaran sumber gempa bumi. Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka

itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian

Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunungapi dan gempa bumi.

Dibeberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika

terjadi gempa bumi dengan sumber berada di dasar laut dapat menimbulkan

gelombang Tsunami.Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia

adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar

lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di

atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang

hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan

curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras

berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor

Page 3: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gelar sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi,

Fakultas Ilmu Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti, maka setiap mahasiswa

diwajibkan untuk melaksanakan tugas akhir berdasarkan penelitian geologi pada

suatu daerah, dengan ,menerapkan dasar-dasar dari ilmu geologi yang telah

diperoleh selama masa perkuliahan.

Berdasarkan hal tersenut di atas , maka penulis melakukan penelitian

tugas akhir denga judul “Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Bandung

Bagian Selatan”

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu :

Untuk mendapatkan peta kerentanan gerakan tanah daerah penelitian

berdasarkan gabungan beberapa peta geologi, peta topografi, peta peta

curah hujan, peta tata guna lahan, peta hidrogeologi dan data sekunder

terjadinya gerakan tanah.

Menentukan mitigasi pada daerah rentan bencana gerakan tanah

Page 4: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

1.3 Lokasi Daerah Penelitian

Lokasi daerah penelitian di daerah bandung bagian selatan.

Kesampaian daerah dapat dicapai dengan menggunakan kendaraaan roda empat

melalui jalan tol Cikampek diteruskan jalan tol Padalarang keluar kota Soreang

Bandung, sedangkan penjelajahan selanjutnya dapat dilakukan dengan

menggunakan kendaraan roda dua maupun berjalan kaki melalui jalan setapak

dan sungai.

1.4 Kondisi Umum Daerah Penelitian

Page 5: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

1.4.1 Morfologi

Daerah bencana merupakan lereng dan lembah perbukitan dengan

kemiringan lereng antara 5 - 45*, ketinggian tempat antara 1225 – 1325

meter di atas permukaan laut.

1.4.2 Tata Lahan

Penggunaan lahan di sekitar lokasi bencana gerakan tanah berupa

perkebunan teh, persawahan, kolam ikan dan pemukiman yang

menempati bagian lembah dan lereng bukit.

1.4.3 Geologi

Lokasi bencana disusun oleh endapan lahar G.Patuha Qv (p,l), lahar

G.Kendeng Ql (k,w), Formasi Beser ( Tmbe ) dan Andesit

Piroksen(Pa).

1.5 Perumusan masalah dan batasan masalah

Permasalahan yang akan dibahas adalah mencoba membagi zonasi

wilayah kebencanaan daerah penelitian berdasarkan data terkumpul. Dalam

penelitian ini juga akan membahas proses menggabungkan dan mengolah

berbagai macam peta untuk menghasilkan produk akhir berupa peta tematik

tentang zonasi kebencanaan geologi.

Adapun batasan permasalahan yang akan dikaji, adalah :

1. Lokasi penelitian pada daerah bandung bagian selatan

2. Jenis bencana yang dikaji adalah gerakan tanah

Page 6: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Pengertian Gerakan Tanah

Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng,

berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran tersebut,

bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (Varnes, 1978). Konsep

gerakan tanah berdasarkan jenis material, ada dua macam lereng, yaitu

lereng batuan dan tanah. Dalam analisis dan penentuan jenis tindakan

pengamanannya, tidak dapat disamakan karena parameter material dan

jenis penyebab longsor di kedua lereng tersebut berbeda.

Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan

umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang

timbul dari dalam. Apabila mengalami perubahan keseimbangan, maka

tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaan

keseimbangan yang baru secara alamiah. Cara ini berupa proses

degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran

atau gerakan lain sampai tercapai keadaan keseimbangan yang baru.

Pada tanah atau batuan dalam keadaan alamiah telah bekerja

tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air pori. Ketiga hal di

atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kemantapan lereng.

Page 7: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

2.2.2 Jenis-Jenis Gerakan Tanah

Jenis Gerakan Tanah berdasar Klasifikasi Varnes (1978) dan Direktorat

Geologi Tata Lingkungan (1996) :

1. Runtuhan (falls) adalah runtuhnya/jatuhnya sebagian massa batuan atau

tanah penyusun lereng yang terjal, dengan sedikit atau tanpa disertai

terjadinya pergeseran antara massa yang runtuh dengan massa yang tidak

runtuh.

2. Robohan (topples) adalah robohnya batuan yang umumnya bergerak

melalui bidang-bidang diskontinuitas (bidang-bidang yang tidak menerus)

yang sangat tegak pada lereng. Seperti halnya pada runtuhan, bidang-

bidang diskontinuitas ini berupa bidang-bidang kekar atau retakan pada

batuan.

3. Longsoran (slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh suatu massa tanah

dan atau batuan penyusun lereng, melalui bidang gelincir pada lereng, atau

pada bidang regangan geser yang relatif tipis.

4. Bidang gelincir atau bidang regangan geser ini dapat berupa bidang yang

relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi).

5. Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang

Page 8: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bidang dengan

kemiringan landai sampai datar, pergerakan terjadi pada lereng atau lahan

yang tersusun oleh lapisan tanah/batuan yang lunak, yang terbebani oleh

massa tanah/batuan yang berada di atasnya

6. Aliran (flows) yaitu aliran massa yang bersifat plastik atau berupa aliran

fluida kental.

Tabel 2.1 Klasifikasi Gerakan Tanah (Varnes, D. J., 1978) dan

Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1996).

No Jenis Gerakan Tanah Jenis Material

Batuan Tanah

1 Jatuhan Jatuhan Batuan Jatuhan

Tanah

2 Robohan Robohan Batuan Robohan

Tanah

3 Longsoran

a. Rotasi

b. Translasi

Nendatan batuan Nendatan tanah

Longsoran batuan Longsoran tanah

4 Pencaran lateral Pencaran batuan Pencaran tanah

5 Aliran Aliran batuan Aliran tanah

Page 9: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

6 Kombinasi

Runtuhan (falls) adalah runtuhnya/jatuhnya sebagian massa batuan

atau tanah penyusun lereng yang terjal, dengan sedikit atau tanpa disertai

terjadinya pergeseran antara massa yang runtuh dengan massa yang tidak

runtuh. Hal ini berarti runtuhnya massa batuan atau tanah umumnya

dengan cara jatuh bebas, meloncat atau menggelinding tanpa melalui

bidang gelincir. Proses terjadinya runtuhan pada lereng dapat

berlangsung sangat cepat, yaitu lebih dari 3 m/menit (Varnes, 1996),

Penyebab terjadinya runtuhan dapat berupa hilangnya penyangga lereng

dari arah lateral, karena pemotongan lereng, penggalian, pelapukan, erosi

oleh sungai atau abrasi gelombang laut. Kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa kehadiran bidang-bidang diskontinuitas (bidang-

bidang yang tidak menerus), seperti retakan-retakan atau kekar-kekar

pada batuan juga berperan penting dalam mengakibatkan

runtuhan/jatuhan. Material yang runtuh biasanya bergerak tidak jauh dari

kedudukan aslinya dan berakumulasi di dasar tempat jatuh. Adanya

getaran pada lereng juga dapat memicu terjadinya runtuhan/jatuhan

massa batuan (Gambar 2.1).

Page 10: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar 2.1 Model gerakan tanah tipe jatuhan tanah.

Robohan (topples) adalah robohnya batuan yang umumnya bergerak

melalui bidang-bidang diskontinuitas (bidang-bidang yang tidak

menerus) yang sangat tegak pada lereng. Seperti halnya pada runtuhan,

bidang-bidang diskontinuitas ini berupa bidang-bidang kekar atau

retakan pada batuan. Robohan ini biasanya terjadi pada batuan dengan

kelerengan sangat terjal sampai tegak dan dapat dipengaruhi oleh

tekanan cairan (misalnya tekanan air) yang mengisi bidang-bidang

retakan atau kekar. Pergerakan/robohnya batuan seperti pohon roboh

lihat Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Runtuhan batuan.

Longsoran (slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh suatu

massa tanah dan atau batuan penyusun lereng, melalui bidang gelincir

Page 11: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

pada lereng, atau pada bidang regangan geser yang relatif tipis. Bidang

gelincir tersebut merupakan bidang dimana tegangan geser berkembang

paling intensif. Gerakan terjadi sebagai akibat dari terganggunya

kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Varnes (1978)

menjelaskan bahwa pergerakan terjadi di sepanjang bidang gelincir

secara tidak serempak. Seringkali dijumpai tanda-tanda awal gerakan

berupa retakan berbentuk lengkung tapal kuda pada bagian permukaan

lereng yang mulai bergerak. Munculnya retakan ini tidak langsung

seketika diikuti oleh bergeraknya seluruh bagian bidang gelincir.

Seringkali ada jeda waktu antara terjadinya retakan awal dengan

terjadinya pergerakan seluruh bagian bidang gelincir. Jeda waktu ini

dapat berkisar selama beberapa jam hingga beberapa tahun. Bahkan

dapat pula terjadi pembentukan retakan pada lereng tidak diikuti dengan

pergerakan keseluruhan bidang gelincir, tergantung pada kondisi

geologi dan hidrologi pada lereng, serta tergantung pada aktivitas pemicu

gerakan.

Page 12: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar 2.3 Model gerakan tanah tipe longsoran (a. longsoran rotasi/nendatan, b. longsoran translasi).

Bidang gelincir atau bidang regangan geser ini dapat berupa bidang

yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi),

seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Kedalaman bidang gelincir pada

longsoran jenis translasi umumnya lebih dangkal daripada kedalaman

bidang gelincir longsoran rotasi.

Gambar 2.4 Model gerakan tanah tipe luncuran di bagian lereng atas yang kemudian berkembang menjadi aliran material hasil luncuran (batu

bercampur tanah).

Page 13: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar 2.5 Bentuk-bentuk dari longsoran translasi dan longsoran rotasi.

Material yang bergerak secara translasi dapat berupa blok (rock

block slide), rock slide, sedangkan pada bahan rombakan yang bergerak

berupa banyak unit (debris slide).

Longsoran yang bergerak secara rotasi melalui bidang gelincir

lengkung disebut sebagai nendatan (Gambar 2.5 a-b). Nendatan

umumnya terjadi pada lereng yang tersusun oleh material yang relatif

homogen. Pergerakan rotasi ini mengakibatkan terbentuknya gawir

berbentuk tapal kuda di bagian lereng atas, serta dicirikan dengan

terjadinya penurunan tanah (graben) dan permukaan tanah pada bagian

atas lereng. Akibat penurunan tanah ini umumnya permukaan tanah yang

mengalami penurunan menjadi miring ke arah belakang lereng.

Pergerakan rotasi pada nendatan cenderung berakhir apabila massa yang

bergerak telah mencapai kesetimbangan, yaitu apabila posisi massa

sudah bergeser di atas bidang gelincir yang melengkung ke arah puncak

lereng. Sebaliknya, longsoran translasi dengan bidang gelincir yang

miring curam (Gambar 2.5 c-e), pergerakan massa tanah/batuannya lebih

sulit untuk dihambat.

Page 14: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar 2.6 Model gerakan tipe nendatan tanah (luncuran lengkung).

Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan

yang bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bidang dengan

kemiringan landai sampai datar. Pergerakan terjadi pada lereng atau

lahan yang tersusun oleh lapisan tanah/batuan yang lunak, yang

terbebani oleh massa tanah/batuan yang berada di atasnya (Gambar 2.6).

Pembebanan inilah yang mengakibatkan lapisan 23tanah/batuan lunak

tergencet (tertekan) dan mengembang ke arah lateral. Jadi pergerakan

tersebut merupakan kombinasi akibat amblesnya sebagian massa

batuan/tanah yang bergerak ke dalam tanah/batuan dasarnya yang

sifatnya lebih lunak, serta mengembangnya massa tanah atau batuan

akibat tertekan oleh beban massa batuan di atasnya. Massa batuan/tanah

yang bergerak umumnya bukan sebagai massa yang menerus, tetapi

berupa blok-blok atau pecahan-pecahan tanah/batuan. Pencaran ini

berbeda menyolok dari longsoran karena bidang pergerakannya bukan

merupakan bidang dimana tegangan geser berkembang paling intensif.

Page 15: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar 2.7 Model rayapan dengan diikuti amblesan tanah.

Pencaran lateral dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama yaitu

gerakan tersebar ke segala arah, umumnya terjadi pada batuan terutama

bagian puncak bukit. Jenis kedua gerakan dengan bentuk blok atau

pecahan massa koheren, baik berupa batuan maupun tanah yang bergerak

secara bersama.

Aliran (flows) yaitu aliran massa yang bersifat plastik atau berupa

aliran fluida kental (Gambar 2.8 dan 2.9). Aliran ini dapat juga terjadi

pada batuan tetapi lebih sering terjadi pada bahan rombakan yang

merupakan percampuran antara material tanah (berbutir halus) dan

hancuran-hancuran batuan (berbutir kasar).

Gambar 2.8 Model gerakan kombinasi antara nendatan di lereng bagian atas kemudian berkembang menjadi aliran tanah bercampur batu pada

lereng bagian tengah

Page 16: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar 2.14 Gambaran dari debris flow (Varnes, 1978)

Material tanah yang berbutir halus ini umumnya berukuran butir

pasir (berdiameter butir sekitar 2 mm) hingga lempung (berdiameter

butir sekitar 2 mμ atau lebih halus), sedangkan hancuran-hancuran

batuan dapat berukuran kerikil (berdiameter butir lebih kasar dari 2 mm)

hingga bongkah-bongkah (berdiameter sekitar 25 cm hingga beberapa

meter. Aliran pada bahan rombakan (debris) dapat dibedakan lagi

menjadi aliran bahan rombakan (debris flow), aliran tanah (earth flow)

apabila massa yang bergerak didominasi oleh material tanah berukuran

butir halus (terutama berukuran butir lempung) dan aliran lumpur (mud

flow) apabila massa yang bergerak jenuh air. Jenis lain dari aliran ini

adalah aliran kering yang biasa terjadi pada endapan pasir (dry flow).

Menurut Direktorat Geologi Lingkungan (1996) jenis aliran yang paling

sering terjadi adalah aliran bahan rombakan (debris flow), yang bergerak

Page 17: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

dalam massa yang kental dengan presentase berat material padat 70% -

80%.

Di alam sering pula terjadi gerakan tanah yang dengan mekanisme

gabungan dari dua atau lebih jenis gerakan tanah di atas. Gerakan tanah

tersebut diklasifikasikan sebagai gerakan jenis komplek.

Bencana alam longsoran tanah yang banyak terjadi di Indanesia,

merupakan salah satu jenis gerakan tanah. Apabila massa yang bergerak

ini didominasi oleh massa tanah dan gerakannya melalui suatu bidang

pada lereng, baik berupa bidang miring ataupun lengkung, maka proses

pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah.

2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Gerakan Tanah

Proses dan tahapan terjadinya gerakantanah diakibatkan oleh kondisi

geologi berupa litologi. Struktur, hidrogeologi / air tanah, kelerengan, curah hujan

serta aktifitas manusia. Secara diagramatis proses tersebut terlihat pada gambar

2.2 :

Page 18: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar 2.2 Proses terjadinya gerakan tanah dan komponen -

komponen penyebabnya (Sumber www.wikipedia_lanslide.com)

Faktor-faktor penyebab gerakan tanah merupakan fenomena yang

mengkondisikan suatu lereng menjadi berpotensi untuk bergerak atau longsor,

meskipun pada saat ini lereng tersebut masih stabil (belum longsor). Lereng yang

berpotensi untuk bergerak ini baru akan bergerak apabila ada gangguan yang

memicu terjadinya gerakan. Faktor-faktor penyebab ini umumnya merupakan

fenomena alam (meskipun ada yang bersifat non alamiah), sedangkon gangguan

pada lereng atau faktor penyebab dapat berupa proses alamiah atau pengaruh dari

aktivitas manusia ataupun kombinasi antara keduanya.

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan mengacu pula pada Varnes

(1978) dan Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1996) mengidentifikasi faktor-

faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah sebagai berikut:

1. Kondisi geomorfologi (kemiringan lereng)

2. Kondisi tanah/batuan penyusun lereng

3. Kondisi iklim

Page 19: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

4. Kondisi hidrologi lereng

5. Erosi sungai

6. Getaran

7. Aktivitas manusia

2.2.3.1 Kondisi Geomorfologi (kemiringan lereng)

Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah perbukitan dan

pegunungan, sehingga banyak dijumpai lahan yang miring. Lereng atau lahan

yang miring ini berpotensi atau berbakat untuk mengalami gerakan tanah.

Semakin besar kemiringan suatu lereng dapat mengakibatkan semakin besarnya

gaya penggerak massa tanah/batuan penyusun lereng. Namun perlu diperhatikan

bahwa tidak semua lahan yang miring selalu rentan untuk bergerak. Jenis,

struktur, dan komposisi tanah/batuan penyusun lereng juga berperan penting

dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Sering kita jumpai di lapangan,

lereng batuan yang kompak dan masif akan tetap berciri tegak dan stabil,

meskipun lereng tersebut merupakan tebing yang curam. Hal ini disebabkan

karena masif dan kompaknya batuan penyusun lereng (kohesi dan kuat gesernya

cukup besar untuk mempertahankan kestabilan lereng) Gerakan tipe luncuran dan

nendatan cenderung terjadi pada lereng lebih curam dari 20°. Sebaliknya, gerakan

tipe rayapan akan terjadi pada lereng dengan kemiringan landai (20°).

Page 20: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

2.2.3.2 Kondisi Tanah/Batuan Penyusun Lereng

Kondisi tanah/batuan penyusun lereng sangat berperan dalam

mengontrol terjadinya gerakan tanah. Meskipun suatu lereng cukup curam, namun

gerakan tanah belum tentu terjadi apabila kondisi tanah/batuan penyusun lereng

tersebut cukup kompak dan kuat. Perlapisan batuan yang miring ke arah luar

lereng dapat menyebabkan terjadinya longsoran atau gerakan tanah, misalnya

perlapisan pada batubara, napal dan batulempung. Batuan-batuan tersebut

umumnya terpotong-potong oleh kekar-kekar (retakan-retakan), sehingga sangat

labil atau berpotensi untuk meluncur/bergerak disepanjang bidang perlapisan atau

bidang kekar tersebut. Penggalian-penggalian pada lereng batuan sangat

berpotensi untuk memicu terjadinya luncuran/gerakan batuan-batuan tersebut.

2.2.3.2 Kondisi Iklim

Kondisi iklim di Indanesia sangat berperan dalam mengontrol

terjadinya longsoran. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung

terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (proses pembentukan tanah).

Akibatnya adalah sangat sering dijumpai lereng yang tersusun oleh tumpukan

tanah yang ketebalannya dapat mencapai lebih dari 10 meter. Berdasarkan hasil

pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa lereng dengan tumpukan tanah yang

lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah.

Curah hujan yang tinggi atau curah hujan tidak terlalu tinggi tetapi

berlangsung lama, sangat berperan dalam memicu terjadinya gerakan tanah. Air

Page 21: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

hujan yang meresap ke dalam lereng dapat meningkatkan penjenuhan tanah pada

lereng sehingga tekanan air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah

meningkat, akhirnya massa tanah tersebut bergerak longsor.

2.2.3.3 Kondisi Hidrologi Lereng

Kondisi hidrologi dalam lereng berperan dalam hal meningkatkan

tekanan hidrostatis air dalam tanah/batuan sehingga kuat geser tanah/batuan akan

sangat berkurang dan gerakan tanah dapat terjadi. Lereng yang muka air tanahnya

dangkal atau lereng dengan akuifer menggantung, sangat sensitif mengalami

kenaikan tekanan hidrostatis apabila air permukaan meresap ke dalam lereng.

Selain itu, jalur-jalur pipa alamiah/retakan batuan sering pula menjadi tempat

masuknya air ke dalam lereng. Apabila semakin banyak air yang masuk melewati

jalur tersebut, tekanan air juga akan semakin meningkat. Mengingat jalur - jalur

tersebut merupakan bidang yang kuat gesernya lemah (umumnya kohesi dan sudut

gesekan dalamnya rendah), maka kenaikan tekanan air ini akan sangat mudah

menggerakkan lereng melalui jalur tersebut.

Page 22: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

2.2.3.4 Erosi Sungai

Gerakan tanah akibat erosi sungai umumnya terjadi pada kelokan

sungai. Hal ini terjadi karena pada bagian bawah lereng tererosi sehingga lereng

menjadi tidak stabil.

2.2.3.5 Getaran

Getaran memicu longsoron dengan cara melemahkan atau memutuskan

hubungan antar butir partikel-partikel penyusun tanah/batuan pada lereng. Jadi

getaran berperan dalam menambah gaya penggerak dan sekaligus mengurangi

gaya penahan. Contoh getaran yang memicu longsoran adalah getaran gempa

bumi yang diikuti dengan peristiwa liquifaction. Liquifaction terjadi apabila pada

lapisan pasir atau lempung jenuh air terjadi getaran yang periodik. Pengaruh

getaran tersebut akan menyebabkan butiran-butiran pada lapisan akan saling

menekan dan kandungan airnya akan mempunyai tekanan yang besar terhadap

lapisan di atasnya. Akibat peristiwa tersebut lapisan di atasnya akan seperti

mengambang, karena getaran tersebut dapat mengakibatkan perpindahan massa di

atasnya dengan cepat.

Page 23: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

2.2.3.6 Aktivitas Manusia

Selain disebabkan oleh faktor alam, pola penggunaan lahan juga berperan

penting dalam memicu terjadinya longsoran, Pembukaan hutan secara

sembarangan, penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan jarak tanam

terlalu rapat, pemotongan tebing/lereng untuk jalan dan pemukiman merupakan

pola penggunaan lahan yang dijumpai di daerah yang longsor. Pembukaan hutan

dan pencurian kayu hutan untuk keperluan manusia, seperti misalnya untuk

mencukupi kebutuhan hidup, perladangan, persawahan dengan irigasi, kolam-

kolam dan penanaman tumbuhan yang berakar serabut dapat berakibat

menggemburkan tanah. Peningkatan kegemburan tanah ini akan menambah daya

resap tanah terhadap air, akan tetapi air yang meresap ke dalam tanah tidak dapat

banyak terserap oleh akar-akar tanaman serabut. Hal ini berakibat air hanya

terakumulasi dalam tanah dan akhirnya menekan dan melemahkan ikatan-ikatan

antar butir tanah. Karena besarnya curah hujan yang meresap, maka longsoran

tanah akan terjadi.

Pemotongan lereng untuk jalan, penambangan dan pemukiman juga

dapat mengakibatkan hilangnya peneguh lereng dari arah lateral. Hal ini

selanjutnya mengakibatkan kekuatan geser lereng untuk melawan pergerakan

massa tanah terlampaui oleh tegangan penggerak massa tanah. Akhirnya

longsoran tanah pada lereng akan terjadi.

Page 24: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

BAB III

METODOLOGI

Untuk membagi zonasi wilayah kebencanaan pada daerah penelitian

dengan memakai metode SIG. Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic

Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk

bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau

dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan

khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan

dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Disamping itu,

SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data

yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam

pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geologi dan

geografi.

Page 25: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Pada penelitian ini juga membahas masalah mengenai bencana geologi

yang berkaitan dengan manfaat dari metode SIG. Dengan pemanfaatan metode

SIG untuk mengolah beberapa gabungan peta.

Peta Geologi : Sebagai sumber data yang dapat memberikan informasi

mengenai formasi-formasi geologi yang berguna untuk melihat penyebaran suatu

litologi batuan.

Peta Topografi : Sebagai sumber data beda tinggi suatu daerah yang

berguna untuk mendapatkan kemiringan lereng daerah penelitian.

Peta Struktur : Sebagai sumber data yang dapat memberikan informasi

mengenai struktur geologi yang berguna untuk mendapatkan analisis gerakan

tanah yang berkembang di daerah penelitian menggunakan sistem citra landsat.

Peta Bentang alam : Sebagai sumber data yang dapat memberikan

informasi mengenai topografi yang berguna untuk mendapatkan kemiringan

lereng daerah penelitian menggunakan sistem citra landsat.

3.1. Hipotesis Kerja

3.1.1 Tahap Pengumpulan Data Sekunder (Literatur)

Studi regional daerah penelitian yang termasuk Geologi,

Geomorfologi, rekaman data tentang kebencanaan yang terjadi pada

daerah Bandung sebagai penunjang dalam pengolahan data..

3.1.2 Peta

Page 26: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Menggabungkan beberapa peta sehingga dapat tercipta sebuah

peta zonasi tentang kebencanaan pada daerah penelitian.

a. Peta geologi lembar Sindangbarang, Jawa Barat 1:100.000

Mengenai stratigrafi, sebaran satuan batuan/formasi, dan struktur

geologi.

b. Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Pasirjambu skala 1:25.000

c. Beberapa peta pendukung (peta gerakan tanah dan peta curah hujan)

Page 27: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

Gambar. Diagram Alir Penelitian

BAB IV

HASIL YANG DIHARAPKAN

Berdasarkan hasil analisis dan data kolektif yang dilakukan, maka akan

menghasilkan :

4.1 Peta

Dari peta diatas diharapkan akan menghasilkan :

Peta Kerentanan Gerakan Tanah : Peta ini akan menunjukkan zonasi dari

pergerakan tanah yang kemungkinan akan menghasilkan longsor pada

daerah penelitian.

Peta Zonasi Bencana Geologi Daerah Bandung : Peta Satuan Kemampuan

Lahan yang merupakan hasil tumpang tindih dari peta SKL diatas yang

Page 28: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

menerangkan kondisi daerah penelitian terkait dengan bencana-bencana

geologi.

BAB V

JADWAL KERJA

NO. KegiatanBULAN I BULAN II BULAN III

1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 4

1Tahap Pengumpulan Data

Sekunder (Literatur).

2. Pengumpulan Data Lapangan.

3.Analisa Kebencanaan dari

beberapa macam peta

4. Pengolahan Data

Page 29: Proposal Tugas Akhir Andi Oke

5. Penyusunan Laporan

DAFTAR PUSTAKA

Koesmono, M., Kusnama., dan Suwarna, N., 1996. Peta Geologi

Lembar Sindangbarang, Jawa, skala 1:100.000.Puslitbang Geologi,

Bandung.

- Barus B., dan U.S. Wiradisastra, 2000, Sistem Informasi Geografi,

Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah,

Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Varnes, D. J., 1978, Slope Movement and Typea of Processes in

Landslides, Analysis and Control Transportation Research Board,

National Academy of Sciences, Washington D.C.

- iagi-net

Page 30: Proposal Tugas Akhir Andi Oke