pleno ppok.doc

Upload: giannaoshin

Post on 10-Jan-2016

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK)

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANABLOK 18 : SISTEM RESPIRASI II MAKALAH KELOMPOK F3TUTOR:

Elly Tania dr.,SpKJANGGOTA KELOMPOK:

Hensky102010

Febryn102010

Risa Sucitra M102010293

Hendri Wijaya102011049

Alvivin102011215

Devy Anggi S102011241

Lili Andriani102011252

Leni Herliani102011394

Faruq Fathullah102011401

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 No. Telp (021) 5694-2061DAFTAR ISII. PENDAHULUAN

Skenario

Langkah 1 : Identifikasi Istilah Yang Tidak Diketahui Langkah 2 : Identifikasi Masalah Langkah 3 : Analisa Masalah Langkah 4 : Hipotesis Langkah 5 : Sasaran Pembelajaran Langkah 6 : Hasil Belajar Mandiri II. PEMBAHASAN1. Anatomi dan Fisiologi System Respirasi 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan

4. Diagnosis

5. Etiologi

6. Epidemiologi7. Patofisiologi

8. Manifestasi klinis

9. Komplikasi

10. Penatalaksanaan11. Pencegahan

12. Prognosis

III. PENUTUP

Kesimpulan

Daftar Pustaka

PENDAHULUANIstilah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal pada akhir 1950-an dan permulaan tahun 1960-an. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronchitis kronik (masalah saluran pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim). Ada beberapa ahli yang menambahkan ke dalam kelompok ini, yaitu asma bronchial kronik, fibrosis kistik dan bronkiektasis. Secara logika penyakit asma bronchial seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam golongan PPOK.1Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronchitis kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam PPOK jika tingkat keparahan penyakitnya telah berlanjut dan obstuksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum digolongkan ke dalam PPOK.1

Penyakit paru obstruktif ada yang akut ada juga yang kronis. Berikut akan dibahas mengenai penyakit paru obstruktif yang kronik.SKENARIO :

Tn.Z, 57 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus-menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu mengeluh batuk berdahak warna putih. Pasien mengatakan dirinya tidak demam. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari. Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk.

LANGKAH 1 : IDENTIFIKASI ISTILAH YANG TIDAK DIKETAHUI

-

LANGKAH 2 : RUMUSAN MASALAH

Laki-laki usia 57 tahun sesak nafas yang memberat dan terus-menerus sejak 5 jam. Sejak 3 hari yang lalu mengeluh batuk berdahak warna putih, tidak demam, riwayat merokok sejak usia 30 tahun.LANGKAH 3 : ANALISA MASALAHLANGKAH 4 : HIPOTESIS

Laki-laki usia 57 tahun menderita Penyakit Paru Obtruktif KronisLANGKAH 5 : SASARAN PEMBELAJARAN

Anatomi dan fisiologi paru Anamnesis Pemeriksaan : Fisik dan Penunjang Diagnosa Kerja Diagnosa Banding Etiologi Epidemiologi Patofisiologi Manifestasi Klinis Komplikasi Penatalaksanaan Pencegahan PrognosisLANGKAH 6 : HASIL BELAJAR MANDIRIPEMBAHASAN2.1 Anatomi dan Fisiologi2Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis.Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior. Setiap bronkus lobaris, yang berjalan ke lobus paru-paru, mempercabangkan bronkus segmentalis. Setiap bronkus segmentalis yang masuk ke lobus paru-paru secara struktural dan fungsional adalah independen, dan dinamakan segmen bronkopulmonalis. Segmen ini berbentuk piramid, mempunyai apeks yang mengarah ke radiks pulmonalis dan basisnya mengarah ke permukaan paru-paru. Tiap segmen dikelilingi oleh jaringan ikat, dan selain bronkus juga diisi oleh arteri, vena, pembuluh limfe dan saraf otonom.Asinus adalah unit respiratori fungsional dasar, meliputi semua struktur dari bronkhiolus respiratorius sampai ke alveolus. Dalam paru-paru manusia, terdapat kira-kira 130.000 asini, yang masing-masing terdiri dari tiga bronkhiolus respiratorius, tiga duktus alveolaris dan 17 sakus alveolaris.Alveolus adalah kantong udara terminal yang berhubungan erat dengan jejaring kaya pembuluh darah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa, bertanggung jawab untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang memproduksi surfaktan, yang melapisi alveolus dan mencegah kolapnya alveolus.Sirkulasi pulmonal memiliki aliran yang tinggi dengan tekanan yang rendah (kira-kira 50 mmHg). Paru-paru dapat menampung sampai 20% volume darah total tubuh, walaupun hanya 10% dari volume tersebut yang tertampung dalam kapiler. Sebagai respon terhadap aktivitas, terjadi peningkatan sirkulasi pulmonal.Yang paling penting dari sistem ventilasi paru-paru adalah upaya terus menerus untuk memperbarui udara dalam area pertukaran gas paru-paru. Antara alveoli dan pembuluh kapiler paru-paru terjadi difusi gas yang terjadi berdasarkan prinsip perbedaan tekanan parsial gas yang bersangkutan.Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan :

1. Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli.

Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru).

Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal2. Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.

3. Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru

Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

2.2 Anamnesis Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien immunosupresi atau dari daerah endemisnya. Yang penting ditanyakan saat anamnesis adalah hal-hal berikut:1Anamnesis

Identitas Pasien

Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi:3 Nama lengkap pasien

Umur pasien

Tanggal lahir

Jenis kelamin

Agama

AlamatKeluhan Utama

Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : sesak napas yang memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu.Riwayat Penyakit Sekarang2Menanyakan kepada pasien atau wali : Sudah berapa lama pasien merasa sesak nafas ?

Kapan pasien merasa sesak nafas : saat istirahat atau aktivitas ? (gunakan skala sesak napas dan keluhan menurut aktivitas, dapat dilihat pada Tabel 1)

Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernafas ?

Berapa jauh pasien dapat berjalan ?

Apakah pasien batuk ? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan apa warnanya?

Apakah terdapat mengi ? Jika ya, kapan ?

Berapa lama pasien mengalami keadaaan seburuk ini ?

Kira-kira apa pemicunya ?

Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?

Pernahkah pasien mendapat ventilasi ?

Pernahkah pasien di rawat di rumah sakit ? (Jika ya, berapa hasil spirometri dan gas darah awal )

Tabel 1 .Skala sesak dan Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas1SkalaArti Skala

Skala 0Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

Skala 1Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga satu tingkat

Skala 2Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

Skala 3Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

Skala 4Sesak bila mandi atau berpakaian

Riwayat Penyakit Dahulu

Tanyakan kondisi pernafasan terdahulu (misalnya asma, TB, karsinoma bronkus, bronkiektasis, atau emfisema)

Selidiki adanya kelainan kondisi jantung atau pernafasan lain

Pernahkah ada episode pneumonia ?

Tanyakan gejala apnoe saat tidur (mengantuk di siang hari, mendengkur).

Adakah kemunduran dimusim dingin ?

Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang diberikan ?Riwayat Obat-obatan

Tanyakan respons pasien terhadap kortikosteroid, nebulizer, oksigen dirumah ?

Apakah pasien menggunakan oksigen dirumah ? Jika ya, selama berapa jam sehari digunakan ?Riwayat Status Sosial Ekonomi

Bagaimana riwayat pekerjaan pasien ? Adakah riwayat masalah pernafasan kronis di keluarga ? Dimana kamar tidur/kamar mandi pasien, dan sebagainya ? Siapa yang berbelanja, memasak, mencuci dan sebagainya ?Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan

Adakah riwayat merokok pasien, jika ada tanyakan berapa bungkus perhari ? Bagaimana keadaan lingkungan rumah maupun pekerjaannya? Apakah sering terpapar dengan zat-zat yang bersifat allergen? Bagaiman hygieni pribadi? Bagaimana rumahnya? Apakah cukup ventilasi?

2.3 Pemeriksaan 2.3.1 Pemeriksaan Fisik1. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital 4Tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi dan frekuensi napas menentukan tingkat keparahan penyakit.Seorang pasien dengan sesak napas dengan tanda-tanda vital normal biasanya hanya menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang memperlihatkan adanya perubahan nyata pada tanda-tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan evaluasi dan pengobatan segera.

Temperatur di bawah 35C atau diatas 41C atau tekanan darah sistolik dibawah 90mmHg menandakan keadaan gawat darurat.

Pulsus paradoksus-pada fase inspirasi terjadi peningkatan tekanan arterial lebih besar dari 10mmHg-tanda ini bermanfaat dalam menentukan adanya kemungkinan udara terperangkap (air trapping) pada keadaan asma dan PPOK eksaserbasi akut. Ketika obstruksi napas memburuk, variasi itu meningkat; dan ketika obstruksi membaik, pulsus paradoksus menurun.

Frekuensi napas kurang dari 5 kali/menit mengisyaratkan hipoventilasi dan kemungkinan besar respiratory arrest. Bila lebih dari 35 kali/menit menunjukkan gangguan yang parah, frekuensi yang lebih cepat dapat terlihat beberapa jam sebelum otot-otot napas menjadi lelah dan terjadi gagal napas.

2. Pemeriksaan Fisik Paru5Pada pemeriksaan fisik paru dilakukan pemeriksaan dada bagian anterior dan dada bagian posterior. Pemeriksaan harus urut dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi5Amatilah bentuk dada pasien dan gerakan dinding dada

Perhatikan : deformitas atau asimetri, retraksi abnormal ruang sela iga bawah pada saat inspirasi, tertinggalnya atau terganggunya bagian dada yang bersifat lokal pada gerakan respirasi.

Palpasi4Palpasi memiliki empat manfaat yang potensial yaitu :

1. Identifikasi daerah-daerah yang nyeri ketika ditekan.

2. Penilaian terhadap abnormalitas yang terlihat.

3. Penilaian lebih lanjut terhadap ekspansi dada.

4. Penilaian fremitus taktil.

Perkusi5Lakukan perkusi pada bagian anterior dan lateral, serta posterior, dengan sekali lagi membandingkan kedua sisi dada. Jantung dalam keadaan normal akan menghasilkan daerah redup di sebelah kiri os sternum dari sela iga ke-3 hingga ke-5. Lakukan perkusi paru kiri di sebelah lateral daerah redup ini. Kenali dan tentukan lokasi setiap daerah dengan bunyi perkusi yang abnormal..

Dengan jari pleksimeter Anda berada di atas dan sejajar dengan daerah yang diperkirakan sebagai batas atas pekak hati tepi bawah, lakukan perkusi dengan langkah-langkah progresif ke arah kanan bawah pada linea midclavicularis kanan.

Auskultasi5Auskultasi paru merupakan teknik pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui percabangan trakeobronkhial. Auskultasi meliputi : mendengarkan bunyi yang dihasilkan pernpasan, mendengarkan setiap bunyi tambahan, dan jika terdapat kecurigaan akan abnormalitas, mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh suara atau bisikan pasien ketika suara tersebut ditransmisikan melalui dinding dada. Bunyi napas paru yang normal adalah vesikuler atau pelan dan bernada rendah, bronkovesikuler dengan bunyi inspirasi dan ekspirasi yang lebih kurang sama panjangnya, dan bronkial atau bunyi yang keras dan bernada lebih tinggi.Dengarkan dada di sebelah anterior dan lateral ketika pasien melakukan pernapasan dengan mulut terbuka yang agak lebih dalam daripada pernapasan normal. Bandingkan daerah-daerah paru yang simetris, dengan menggunakkan pola yang dianjurkan untuk perkusi dan lanjutkan pemeriksaan auskultasi ini ke daerah-daerah sekitarnya sebagaimana diperlukan.

Dengarkan bunyi pernapasan dengan memperlihatkan intensitasnya dan mengenali setiap variasi dari pernapasan vesikuler yang normal. Biasanya bunyi pernapasan lebih keras pada lapang paru anterior atas. Bunyi pernapasan bronkoversikuler dapat terdengar pada salurang napas yang besar, khusunya pada sisi sebelah kanan.

Kenali setiap bunyi tambahan, tentukan waktu terdengarnya dalam siklus respiratory, dan tentukan lokasi bunyi tersebut pada dinding dada. Apakah bunyi tambahan menghilang pada saat pasien bernapas dalam?

Secara umum pada pemeriksaan fisik penderita PPOK dapat ditemukan hal-hal sebagaiberikut:4 Inspeksi Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)- Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas- Pelebaran sela iga Perkusi- Ditemukan suara hipersonor PalpasiPada umumnya normal jarang sekali ditemukan pembesaran organ-organ. Auskultasi

- Fremitus melemah,- Suara nafas vesikuler melemah atau normal- Ekspirasi memanjang- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)- Ronki2.3.2 Pemeriksaan penunjang6,7Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah tes faal paru dengan spirometri, COPD Assessment Test (CAT), pemeriksaan radiologis, dan pemeriksaan darah.

1. Pemeriksaan spirometri

Dilakukan dengan menghitung Forced Expiratory Volume (FEV1) dan Forced Vital Capacity (FVC). FEV1 adalah volume ekspirasi maksimal yang dapat dihembuskan dalam detik pertama. FVC adalah tarikan napas maksimal yang dapat dihirup dalam satu kali tarikan napas yang dalam. Perhitungan normalnya adalah 70% FVC keluar pada detik pertama sehingga rasio FEV1/FVC minimal mencapai angka 70%. Pada pasien PPOK rasio akan menurun dibawah 70%.

2. COPD Assessment Test (CAT)Dilakukan dengan meminta pasien mengisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan PPOK seperti sifat batuk, sputum, dyspnea, sesak dada, dll. Jawaban pasien dinilai berdasarkan skor yang telah ditentukan (0-40) dan semakin tinggi skor maka tingkat keparahan penyakit akan semakin tinggi.3. Pemeriksaan radiologis

Dapat dilakukan dengan x-ray. Penampakan yang paling umum terjadi adalah hiperinflasi paru, peningkatan udara retrosternal, dan adanya bulla. Selain menunjang diagnosis, pemeriksaan ini juga dapat menghilangkan diagnosis banding terhadap penyakit-penyakit paru lainnya.64. Pemeriksaan darah Dapat dilakukan dengan darah arteri untuk memeriksa kadar gas darah (arterial blood gas) untuk melihat hipoksemia dan tingginya kadar karbondioksida. Darah perifer juga dapat dipakai untuk melihat polisitemia akibat hipoksemia yang berlangsung lama dan tanda-tanda infeksi.2.4 Diagnosis2.4.1 Diagnosis kerjaDiagnosis kerja dari kasus adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)2.4.2 Diagnosis banding

1. BronkiektasisBronkiektasis merupakan infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus dan bronkiolus yang menyebabkan dilatasi permanen yang abnormal pada saluran napas ini. Bronkiektasis juga dapat dikatakan adalah kelainan morfologis yang terdiri dari; pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus. Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris, fusiform, dan kistik atau sakular.Etiologi

Secara umum :8

1. Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru, dan sebagainya. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenza dan P. Aeruginosa.2. Kelainan Herediter atau Kelainan Kongenital

Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Biasanya memiliki ciri mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau dua paru. Biasanya disertai dengan penyakit kongenital lainnya.3. Obstruksi Bronkus

Obstruksi yang dimaksud seperti karsinoma bronkus dan tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.

Epidemiologi

Prevalensi terjadinya bronkiektasis saat ini sudah sangat menurun. Secara umum, penyakit ini semakin berkurang seiring dengan ditemukannya terapi antibiotic yang tepat.5Patofisiologi

Patofisiologi dari bronkiektasis dimulai dari infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat, infeksi melebar sampai ke peribronkial, sehingga dalam kasus bronkiektasis sekular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Brokiektasis biasanya setempat, menyerang lobus segmen paru. Lobus yang paling bawah sering terkena.9Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli disebelah distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksimia.

Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala dari penyakit bronkiektasis sangat beragam, sebagian tanpa gejala atau tanda sama sekali.5 Gambaran klinisnya secara umum meliputi batuk-batuk, demam dan produksi sputum purulen yang berlebihan. Berdasarkan gejalanya, bronkiektasis dapat dikelompokkan menjadi :51. Batuk

Hemoptisis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah ada posisi tidur atau bangun dari tidur. Seputum terdiri atas tiga lapisan :a. Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mukus

b. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva, c. Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak

2. Hemoptisis

Terjadi akibat nekrosis atau dekstruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul pendarahan.

3. Sesak napas (dispnea)

Timbulnya sesak napas tergantung pada luasnya bronkiektasis, kadang-kadang menimbulkan suara mengi akibat adanya obstruksi bronkus.

4. Demam berulang

Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).

5. Kelainan Fisis

a. Sianosis

b. Jari tabuh (Clubbing Finger)

c. Bronki basah

d. Wheezing

Komplikasi

Beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien Bronkiektasis, antara lain :1,5,91. Bronkitis kronik

2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis

Bronkiektasis sering mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang draenase sputumnya kurang baik.

3. Pleuritis

Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya merupakanpleuritis sicca pada daerah yang terkena.

4. Efusi pleura atau empiema (jarang)

5. Abses metastasis di otak

Mungkin akibat septikema oleh kuman penyebabinfeksi sururatif pada bronkus. Sering terjadi penyebab kematian.

6. Hemoptisis lanjut

Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabangvena (arteri pulmonalis), cabang aeteri (arteri bronkialis) atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat (indikasi pembedahan). Sering juga hemoptisis masih yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien bronkiektasis.

7. Sinusitis

8. Kor pulmonal kronik (KPK)Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis), akan terjadi arerio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul seanosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor-polmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan.

9. Kegagalan pernapasan

Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis yang berat dan luas.10. Amiloidosis

Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinoria.

Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan adalah mengendalikan infeksi dan pembentukan dahak, membebaskan penyumbatan saluran nafas serta mencegah terjadinya komplikasi. Yang dapat dilakukan adalah :3

1. Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian.

2. Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan.serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal (2 kali sehari)

Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan secret. Sedangkan, bila penderita tidak memberikan respon terhadap kedua langkkah diatas dan apabila disertai dengan pendarahan, maka dapat dilakukan pengangkatan paru.

Pencegahan

Pencegahan untuk bronkiektasis secara umum adalah :31. Imunisasi lengkap

Imunisasi yang diwajibkan adalah campak dan pertusis pada masa kanak-kanas, dimana ini dapat membantu menurunkan angka kejadian bronkiektasis

2. Melakukan Vaksinasi

3. Menghindari Rokok sertaminuman beralkohol

4. Menghindari udara beracun, asap (termasuk asap rokok) dan serbuk yang berbahaya (seperti bedak atau silica)

Prognosis

Prognosis tergantung dari penyebab, lokasi, luas, proses, drajat ganguan faal paru dan adanya penyulit. Penggunaan antibiotika yang tepat dan tindakan bedah sangat berpengaruh terhadap prognosis. Tanpa pengobatan penderita bronkiektasis jarang dapat hidup melewati umur 10-15 tahun. Kebanyakan penderita meninggal pada umur kurang dari 40 tahun,karena adanya penyulit (komplikasi).32. Asma Bronkiale

Asma bronkial adalah satu hiper-reaksi dari bronkus dan trakea yang mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat reversible.1 Asma ini merupakan kelainan inflamasi kronik yang kambuhan ini ditandai oleh serangan bronkospasme yang paroksismal tapi reversibel pada saluran napas trakeobronkial; serangan ini disebabkan oleh hiper-reaktivitas otot polos.11Etiologi

Terjadinya serangan asma tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja, terutama diperkirakan jika terkena alergen dan lingkungan pemicu.1 Sebenarnya penyebab pasti asma bronkiale masih belum diketahui secara pasti. Penyakit asma dapat dipilah menurut intensitas klinik, respon terhadap terapi dan agen pemicunya. Secara patofisiologi dikenali 2 tipe yang utama:111) Asma atopik (alergik;reagin-mediated)

Merupakan tipe yang sering ditemukan. Tipe asma ini dipicu oleh antigen lingkungan (misalnya debu, serbuk sari, makanan), perubahan cuaca, aktivitas dan sering disertai riwayat atopi dalam keluarga. Lebih sering terjadi pada anak-anak.

2) Asma nonatopik (nonreaginik, nonimun)

Kerapkali dipicu oleh infeksi saluran napas, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan, pengaruh isiologis seperti stress dan biasanya tanpa riwayat keluarga dan tanpa keterlibatan IgE yang nyata. Penyebab peningkatan reaktivitas saluran napas tidak diketahui. Lenih sering mengenai orang dewasa di atas usia 40 tahun.

Epidemiologi

Asma bronkial merupakan penyakit respiratorik kronik yang tersering dijumpai pada anak. Asma dapat muncul pada usia berapa saja, mulai dari balita, prasekolah, sekolah atau remaja. Prevalensi di dunia berkisar antara 4-30%, sedangkan di Indonesia sekitar 10% pada anak usia sekolah dasar dan 6,7% pada anak usia sekolah menengah.Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak wanita dapat menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang lebih banyak terkena daripada anak wanita, estela itu inciden menurut jenis kelamin sama.3Patofisiologi 5,10,12Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mucus, edma dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi, karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancer. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif dengan VEP 1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) dan APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan sauran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi .

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hiposekmia. Penurunan O2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasu, agar kebutuan tubuh terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan, sehingga tekanan CO2 menurun, yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus, sehingga tidak mungkin lagi terjadinya pertukaran gas.

Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus, menyebabkan retenci CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolic dan kontriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu, peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penympitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

1) Gangguan ventilasi berupa hiperventilasi

2) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkukasi darah paru.

3) Gangguan difusi gas di tingkat alveoli.

Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang lanjut.

Manifestasi Klinik

Gejala-gejala dari penyakit asma bronkial, antara lain sebagai berikut:121. Sesak napas yang diikuti suara mengi.

2. Pada umumnya disertai batuk dengan dahak yang lengket dan kental.

3. Gelisah dan cemas.

4. Napas terengah-engah akibat kejang dan rasa berat pada dada.

5. Sulit untuk berbicara.

Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat :121. Keterlambatan penanganan.2. Penanganan yang tidak adekuat.Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :121. Akut

- Dehidrasi- Gagal nafas- Infeksi saluran nafas

2. Kronis

- Kor-pulmonale- PPO kronis- Pneumotorak.Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit asma dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. 1,91. Pengobatan jangka pendek

Pengobatan jangka pendek dilakukan dengan pemberian obat-obatan untuk mengatasi penyempitan saluran pernapasan, produksi dahak yang berlebihan, dan sembab pada selaput lendir jalan napas.2. Pengobatan jangka panjang

Pengobatan jangka panjang dikenal dengan sebutan immunoterapi, yakni penyuntikan bahan alergi terhadap pengidap alergi yang dosisnya terus dinaikkan secara bertahap. Pengobatan ini bertujuan mengurangi atau menghilangkan kepekaan orang tersebut terhadap bahan itu.

Pencegahan31. PenyuluhanPenyuluhan tentang bahaya dan berbagai faktor penyebab penyakit asma bronchial sangat penting bagi masyarakat agar mereka bisa terhindar dari penyakit ini.

2. Menghindari faktor pencetusJika sudah tahu berbagai faktor pencetus penyakit ini (seperti yang telah disebutkan di atas), maka sebaiknya menghindari berbagai faktor tersebut, terutama sekali jika orang tersebut memiliki kerabat yang memiliki penyakit asma, maupun jika pasien sendiri sudah ternjangkit penyakit asma bronchial ini, untuk menghindari penyakit ini semakin parah.

3. Fisioterapi4. Pemberian Cairan5. PengobatanObat-obat seperti Orsiprenalin (Alupent), Aminofilin (Amicam supp), Teofilin (Amilex)Prognosis

Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa adalah baik. Apabila asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil prognosanya lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa. Prognosis dan angka kematian akan meningkat, bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai serta tidak ada penanganan yang tepat.33. EmfisemaEmfisema adalah keadaan paru yang ditandai oleh pembesaran abnormal menetap ruang udara di sebelah distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding-dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.13Etiologi dan Epidemiologi

PPOK mengenai lebih dari 10 juta orang di Amerika Serikat; bronchitis kronik adalah diagnosisnya pada sekitar 75% kasus dan emfisema sisanya. Insidens, prevalensi, dan angka kematian PPOK meningkat seiring pertambahan usia dan lebih tinggi pada pria, orang berkulit putih, dan golongan social ekonomi lemah.

Merokok masih menjadi kausa utama penyakit pada hampir 90% pasien dengan bronchitis kronik dan emfisema. Namun, hanya 10-15% perokok mengalami PPOK. Penyebab perbedaan pada kerentanan penyakit ini belum diketahui tetapi mungkin mencakup factor genetic. Satu factor resiko penting untuk timbulnya PPOK yang berhasil diidentifikasi-selain merokok-adalah defisiensi inhibitor 1-protease. Ketiadaan zat ini menyebabkan emfisema berat awitan dini. Inhibitor 1-protease adalah suatu protein darah yang mampu menghambat jenis protease, termasuk elastase neutrofil, yang diperkirakan berperan dalam pembentukan emfisema.

Mutasi autosomal dominan, terutama pada orang Eropa Utara, menyebabkan kadar inhibitor ini dalam serum dan jaringan menjadi sangat rendah, dan mengubah keseimbangan sintesis dan proteolisis jaringan. Mutasi homozigot (genotype ZZ) menyebabkan kadar inhibitor 10-15% kadar normal. Risiko emfisema, terutama pada perokok yang membawa mutasi ini, sangat meningkat.

Studi-studi pada populasi mengisyaratkan bahwa pajanan debu (termasuk silica dan kapas) atau uap zat kimia yang terus-menerus dapat menyebabkan PPOK, tetapi kontribusi factor-faktor ini tampaknya kecil dibandingkan dengan pemakaian tembakau.13Patofisiologi

Proses patologis utama pada emfisema dianggap sebagai proses perusakan berkelanjutan yang terjadi akibat ketidak seimbangan jejas oksidan dan ativitas proteolitik local (terutama elastolitik) akibat defisiensi inhibitor protease. Berbagai oksidan, baik yang endogen (superoksida anion) maupun eksogen (mis.,asap rokok); dapat menghambat fungsi protektif normal inhibitor protease sehingga terjadi destruksi jaringan yang progresif.

Berbeda dari bronchitis kronik, emfisema adalah penyakit yang bukan terutama mengenai saluran napas tetapi parenkim paru di sekitarnya. Konsekuensi fisiologis adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus, serta yang sangat penting, stuktur-struktur penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastic.

Hilangnya jaringan ikat elastic menyebabkan paru kehilangan daya recoil elastic dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa recoil elastis yang normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi mendapat topangan. Saluran napas mengalami kolaps premature saat ekspirasi, disertai gejala obstruktif dan temuan fisiologis yang khas.

Gambaran patologis emfisema adalah gambaran kerusakan progresif unit-unit respiratorik terminal atau parenkim paru di sebelah distal dari bronkiolus terminal. Peradangan saluran napas, jika terjadi, akan minimal, meskipun dapat terlihat hyperplasia kelenjar mukosa di saluran napas penghubung yang besar. Interstisium unit-unit respiratorik mengandung beberapa sel radang, tetapi temuan utama adalah hilangnya dinding alveolus dan membesarnya ruang-ruang udara. Kapiler alveolus juga lenyap, yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas difusi dan hipoksemia progresif, terutama saat berolahraga.

Kerusakan alveolus tidak merata di semua kasis emfisema. Berbagai varian anatomis telah dilaporkan berdasarkan kerusakan unit respiratorik terminal (atau asinus). Pada emfisema sentriasinar, kerusakan berpusat di tengah unit respiratorik terminal, dengan bronchioles respiratorius dan ductus alveolaris yang relative tidak terkena. Pola ini paling sering berkaitan dengan kebiasaan merokok. Emfisema parasinar adalah kerusakan unit-unit respiratorik terminal secara umum disertai pelebaran ruang udara difus. Pola ini biasanya, meskipun tidak khas, dijumpai pada defisiensi inhibitor 1-protease. Penting diperhatikan bahwa perbedaan antara kedua pola ini umumnya bersifat patologis;tidak terdapat perbedaan bermakna dalam gambaran klinis. Pola emfisema lain yang penting secara klinis adalah emfisema bulosa. Bula adalah konfluensi luas ruang-ruang udara yang terjadi akibat kerusakan local yang lebih besar atau peregangan progresif unit-unit paru. Bula penting karena efek kompresif yang dapat ditimbulkannya pada jaringan paru sekitar dan terbentuknya ruang mati fisiologis yang besar.13Manifestasi Klinis

Emfisema bermanifestasi sebagai penyakit non peradangan berupa dispnea, obstruksi progresif saluran napas yang irreversible, dan gangguan pertukaran gas, terutama saat berolahraga.131. Bunyi napas. Intensitas bunyi napas pada emfisema biasanya berkurang intensitasnya, yang mencerminkan berkurangnya aliran udara, memanjangnya waktu ekspirasi, dan hiperinflasi paru yang berat. Mengi, jika ada, tidak terlalu jelas. Bunyi napas, termasuk ronki basah dan kering, jarang terdengar tanpa adanya proses lain seperti infeksi.

2. Pemeriksaan jantung. Mungkin terjadi takikardia seperti pada bronchitis kronik, khususnya pada eksaserbasi atau hipoksemia. Hipertensi pulmonal adalah konsekuensi unun dari obliterasi vascular paru dan hipoksemia yang menyertainya. Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan penutupan katup pulmonal yang mencolok (peningkatan P2, komponen pulmonl bunyi jantung kedua) atau peningkatan tekanan vena jugularis serta edema perifer akibat gagal jantung kanan.

3. Pencitraan. Hiperinflasi sering terlihat, dengan diafragma yang mendatar dan pertambahan garis tengah toraks anteroposterior. Kerusakan parenkim menyebabkan corakan vaskuler perifer paru yang berkurang, seiring dengan pelebaran arteri pulmonalis proksimal akibat hipertensi pulmonal sekunder. Kelainan kistik atau bulosa juga dapat terlihat.

1. Uji fungsi paru. Kerusakan parenkim paru dan hilangnya recoil elastis merupakan kausa mendasar kelainan yang ditemukan pada uji fungsi paru. Hilangnya daya recoil elastis di jaringan paru yang menunjang saluran napas menyebabkan peningkatan kompresi dinamis saluran napas, terutama saat ekspirasi paksa; semua laju aliran berkurang. Dengan kolapsnya saluran napas secara premature, FEV, FVC, dan rasio FEV1/FVC (FEV1%) semuanya menurun. Seperti pada bronchitis kronik dan asma, kurva aliran volume eskpirasi memperlihatkan penurunan substansial aliran. Memanjangnya waktu ekspirasi, penutupan dini saluran napas, dan terperangkapnya udara menyebabkan peningkatan RV dan FRC. TLC meningkat, meskipun sebagian peningkatan kapasitas ini berasal dari gas yang terperangkap di unit-unit paru yang terisolasi atau sulit diakses, termasuk bula. DLCO umumnya menurun seiring dengan bertambahnya luas emfisema, yang mencerminkan kerusakan progresif alveolus dan jaringan kapilernya.

2. Gas darah arteri. Emfisema adalah penyakit dengan destruksi dinding alveolus. Berkurangnya kapiler alveolus menciptakan daerah-daerah dengan ventilasi yang relative tinggi terhadap perfusinya. Biasanya, pasien dengan emfisema akan beradaptasi dengan rasio V/Q yang tinggi dengan meningkatkan ventilasi minornya. Mereka dapat mempertahakan kadar PO2 dan PCO2 yang mendekati normal, meskipun penyakitnya sudah lanjut. Pemeriksaan gas darah arteri hampir selalu memperlihatkan peningkatan A-a PO2. Pada tingkat keparahan penyakit yang lebih besar dan semakin berkurangnya perfusi kapiler, DLCO menurun, yang menyebabkan desaturasi hemoglobin arteri yang semula hanya timbul saat berolahraga tetapi akhirnya juga pada saat istirahat. Hiperkapnia, asidosis respiratorik, dan alkalosis metabolic kompensatorik sering dijumpai pada penyakit berat.

3. Polisitemia. Seperti pada bronchitis kronik, hipoksemia kronik sering berikatan dengan peningkatan hematokrit.Pada emfisema, prinsip penatalaksanaan dan komplikasi hampir mirip dengan bronchitis kronik. Prognosis pada emfisema lebih berat daripada bronchitis kronik.13

4. Bronkhitis Kronik

Bronkhitis kronik adalah keadaan yang berkaitan dengan produksi mucus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspetorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut. Terdapat beberapa subklasifikasi, diantaranya bronchitis kronik simpleks, bronchitis mukopurulen kronik, dan bronchitis kronik dengan obstruksi. Bronchitis kronik simpleks menjelaskan suatu keadaan yang ditandai dengan pembentukan sputum mukoil. Bronchitis mukopurulen kronik ditandai dengan sputum purulent yang persisten maupun berulang pada keadaan tidak ditemukannyapenyakit supuratif setempat seperti bronkiektasis. Karena mungkin ada dan mungkin juga tidak ditemukan obstruksi yang dinilai dengan penggunaan maneuver kapasitas vital ekspirasi paksa (force expiration capacity, FEC), bronkitis kronik dengan obstruksi memerlukan klasifikasi yang terpisah. Selanjutnya ditemukan kelompok pasien dengan bronchitis kronik dan obstruksi yang mengalami dyspnea berat dan mengi, berkaitan dengan iritan yang terhirup atau sewaktu infeksi pernapasan akut. Pasien seperti ini disebut menderita asma infektif kronik atau bronchitis asmatik kronik. Karena obstruksi jalan napas dapat pulih kembali walau tidak menyeluruh melalui terapi bronkodilator dan pengurangan inflamasi dan karena hiperresponsif jalan napas terhadap rangsangan nonspesifik dapat dijumpai pada kelompok pasien ini, keraguan ditemukan pada pasien keadaan ini dengan pasien asma yang juga mengalami obstruksi jalan napas kronik. Perbedaan didasarkan terutama pada riwayat perjalanan penyakit. Pasien dengan bronchitis asmatik kronik memiliki riwayat batuk lama dan pembentukan sputum dengan awitan selanjutnya yaitu mengi , sedangkan pasien asma dengan obstruksi kronik memiliki riwayat mengi yang lama dan awitan selanjutnya yaitu batuk produktif kronik.14Epidemiologi

Kurang lebih 20% laki-laki dewasa menderita bronchitis kronik, namun hanya sejumlah kecil darinya yang secara klinis cacat. Berdasarkan semua survey, laki-laki lebih sering menderita dibandingkan perempuan. Akan tetapi, dengan meningkatnya jumlah perokok perempuan, prevalensi bronchitis pada kelompok perempuan meningkat. Walaupun perokok merupakan faktor etiologi tunggal yang paling penting, pemajanan akibat kerja dan lingkungan sekarang ini cukup banyak, terutama sebagai unsur penambah bagi efek yang ditimbulkan oleh merokok. 14Patologi

Bronkitis kronik berhubungan dengan hyperplasia atau hipertrofi kelenjar pembentuk mucus yang ditemukan di dalam lapisan submukosa jalan napas kartilaginosa besar. Penilaian perubahan ini dikenal sebagai indeks Reid, didasarkan pada rasio ketebalan kelenjar submukosa dengan dinding bronkus. Pada pasien tanpa riwayat bronchitis kronik, rasio rata-rata adalaj 0,44 dengan standar baku 0,09, sedangkan pada pasien dengan riwayat bronchitis kronik rasio rata-rata adalah 0,52 0,08. Walaupun indeks yang rendah jarang sekali berhubungan dengan gejala dan indeks yang tinggi pada umumnya berhubungan dengan gejala sewaktu hidup, masih ditemukan adanya tumpang tindih. Oleh karena itu, banyak pasien mengalami perubahan morfologik dalam jalan napas besar tanpa disertai bronchitis kronik. 14

Mungkin yang jauh lebih penting daripada kelainan yang ditemukan dalam jalan napas besar adalah perubahan yang sering ditemukan di dalam jalan napas kecil yang tidak mempunya tulang rawan. Hyperplasia sel goblet, sel radang mukosa dan submukosa, edema, fibrosis peribronkial, kumpulan mucus intraluminal dan peningkatan otot polos merupakan penemuan khas dalam jalan napas kecil. Frekuensi ditemukan hal tersebut dalam hubungannya dengan status klinis pascamati dan fungsional masih belum dapat ditemukan. Akan tetapi, pada pasien dengan PPOM yang telah diamati pascamati, obstruksi aliran udara yang utama telah ditunjukkan pada jalan napas kecil. 1Etiologi

Bronkitis kronik diduga terjadi karena merokok, terpajan polusi udara, debu, infeksi, bahkan faktor genetic. 14 Merokok 14Merokok merupakan temuan paling umum berhubungan dengan bronchitis kronik selama kehidupan. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa aktivitas merokok yang lama mengganggu pergerakan silia, mengahmbat fungsi makrfag alveolus dan akhirnya menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia kelenjar pengsekresi mucus. Disamping efek kronik ini, kemungkinan merokok menghambat antiprotease dan menyebabkan sel PMN melepaskan enzim proteolitik secara tiba-tiba. Menghirup asap rokok dapat menghasilkan peningkatan resistensi jalan napas secara tiba-tiba akibat konstriksi otot polos melalui saraf vagus, diduga melalui perangsangan reseptor iritan submukosa. Hubngan antara episode konstriksi bronkial akut berulang dengan perkembangan dan kemajuan obstruksi jalan napas berhubungan dengan kemajuan yang lebih cepat pada pasien dengan obstruksi jalan napas kronik.

Sekarang telah diketahui secara pasti bahwa beberapa perokok muda asimtomatik mengalami perubahan anatomic dan fungsional dalam jalan napas kecil tanpa adanya pengurangan volume ekspirasi paksa dalam satu detik. Akan tetapi, nilai kecepatan di atas atau di bawah rentang kapasitas vital-pertangahan sering tidak ditemukan pada individu dengan obstruksi jalan napas ringan. Telah diperlihatkan bahwa obstruksi jalan napas kecil merupakan cacat mekanik yang paling cepat ditunjukkan pada perokok muda dan obstruksi dapat hilang secara menyeluruh bila berhenti merokok. Walaupun berhenti merokok tidak dapat menyebabkan berulangnya seluruh obstruksi yang lebih berat, ditemukan penurunan fungsi paru secara perlahan yang bermakna pada semua perokok yang berhenti merokok.

Polusi udara14Insidensi dan angka kematian akibat bronchitis kronik dapat lebih tinggi di daerah urban yang padat industrialisasi, eksaserbasi bronchitis jelas berhubungan dengan periode polusi berat dengan sulfur dioksida (SO2) dan unsur yang sangat kecil. Sementara nitrogen oksida (NO2) dapat menimbulkan obstruksi jalan napas kecil (bronchitis) pada binatang percobaan yang terpajan dengan konsentrasi, tidak ada data yang secara pasti melibatkan NO2 pada proses pathogenesis atau perburukan obstruksi jalan napas pada manusia, bahkan pada kadar polutan yang sangat tinggi sekalipun.

Pekerjaan14Bronchitis kronik lebih serinng ditemukan pada pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan yang terpajan dengan debu anorganik, organic, ataupun terhadap gas beracun. Penelitian epidemiologic telah berhasil menunjkkan percepatan penurunan fungsi paru pada banyak pekerja tersebut. Misalnya pada pekerja di pabrik plastic yang terpapar oleh toluene diisosianida dan pekerja pemintal kapas.

Infeksi14Morbiditas, mortalitas, dan frekuensi penyakit pernapasan akut lebih tinggi pada pasien dengan bronchitis kronik. Banyak usaha telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi virus, mikoplasma dan bakteri. Akan tetapi, hanya rhinovirus yang lebih sering menyebabkan eksaserbasi. Berdasarkan intuisi sangat menarik menentukan beberapa peran infeksi saluran napas dalam pathogenesis dan progresi PPOm dan walaupun pertanyaan ini masih dipelajari, masih belum ada kesepakatan sampai saat ini. Akan tetapi, penelitian epidemiologic menunjukkan bahwa penyakit pernapasan akut merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan etiologi, demikian juga dengan perkembangan obstruksi jalan napas kronik. Telah ditunjukkan bahwa perokok secara transien dapat menderita atau memperburuk obstruksi jalan napas kecil yang berhubungan dengan infeksi virus pernapasan yang ringan sekalipun. Juga ditemukan bukti bahwa pneumonia berat akibat virus pada awal masa kehidupan dapat mengarah pada obstruksi kronik, terutama pada jalan napas kecil.

Faktor familial dan genetic14Kumpulan bronchitis kronik yang bersifat familia telah diperlihatkan dengan baik di masa lalu. Penelitian baru-baru ini menujukkan bahwa anak dari orang tua perokok dapat menderita penyakit pernapasan lebih sering dan lebih berat dan prevalensi terhadap gejala gangguan pernapasan kronik lebih tinggi. Selain itu, pasien yang tidak merokok yang tinggal dengan perokok (perokok pasif) mengalami peningkatan kadar karbon monoksida darah yang menunjukkan bahwa pasien juga secara bermakna terpajan oleh asap rokok. Bentuk polusi udara dalam ruangan yang terdokumentasi dengan baik berhubungan dengan penggunaan gas alam untuk memasak. Akan tetapi, beberapa penelitian terhadap kembar monozigot menyatakan bahwa beberapa faktor predisposisi genetic terhadap perkembangan bronchitis kronik tidak bergantung pada kebiasaan individu atau familial perokok dan polusi udara rumah lainnya. Model transmisi genetic yang sesungguhnya, bila ada, masih belum dapat dipastikan.

Patofisiologi15Kondisi yang terlihat pada bronchitis kronik adalah hipersekresi mucus, dimulai dari jalan napas besar. Iritan-iritan lingkungan seperti asap rokok, SO2, dan NO2, menginduksi hipertrofi kelenjar mucus pada treakea dan cabang utama bronkus dan berkembang menuju peningkatan populasi sel goblet pengsekresi-musin pada permukaan epitel bronkus kecil dan bronkiolus. Selai itu, zat-zat irirtan ini menyebabkan peradangan dangen inflitrasi sel T CD8+, makrofag, dan netrofil. Berbeda dengan asma, eosinophil jarang ditemukan pada bronchitis kronis kecuali pasien mengalami bronchitis asmatik. Meskipun penampang dari bronchitis kronik merupakan bayangan dari gangguan bronkus primer, landasan morfologis dari obstruksi jalan napas pada bronchitis kronik lebih perifer dan berasal dari (1) small airway disease, yang diinduksi oleh metaplasia sel goblet dengan sumbatan mucus pada lumen bronkiolus, peradangan, dan fibrosis dinding bronkiolus. (2) emfisema koeksis. Secara umum dipercaya bahwa ketika small airway disease adalah komponen penting dalam obstruksi ringan dini, bronchitis kronik dengan obstruksi jalan napas yang asignifikan selalu berkomplikasi menjadi emfisema. Dipostulasikan bahwa banyak efek epithelial respirasi yang dicetuskan iritan lingkungan dimediasi oleh pelepasan local sitokin sel T seperti IL-13. Trasnkripsi gen musin, dan netrofil elastase MUC5AC, dimana bertambah sebagai konsekuensi dari terpajan terhadap asap rokok secara in vitro maupun in vivo. Infeksi mikroba sering terjadi sebagai infeksi sekunder, terjadi karena peradangan dan gejala eksaserbasi. Manifestasi Klinis14Pada bronchitis kronis biasanya mempunyai riwayat batuk dan produksi sputum yang mengesankan serta sudah berlangsung bertahun-tahun dengan kebiasaan merokok yang cukup berat. Pada mulanya batuk hanya terjadi di musim dingin danb pasien cenderung untuk minta pertolongan dokter paling tidak pada saat sering terdapat relaps mukopurulen yang semakin berat. Dalam beberapa tahun, gejala batuk berlanjut dari hibernal menajdi perennial dan frekuensi, durasi serta intensitas relaps mukopurulen semakin bertambah. Setelah mulai mengalami gejala dyspnea pengerahan tenaga, pasien sering mencari pertolongan dokter dan derajat obstruksi paru yang cukup berat akan ditemukan dalam keadaan ini. Kadang-kadang pasien tersebut akan memeriksakan dirinya ke dokter sesudah timbulnya edema perifer yang terjadi sekunder akibat gagal ventrikel kanan yang nyata. Lebih jarang lagi, kontak medis yang pertama terjadi atas inisiatif keluarga yang membawa pasien dengan gejala sianosis berat, edema dan dalam keadaan stupor yang menyertai insufisiensi respirasi akut.

Pasien ini seringkali memiliki berat badan berlebih dan tampak sianotik. Biasanya pada saat istirahat tidak terlihat gangguan, frekuensi pernapasan tampak normal atau hanya sedikit meningkat dan juga tidak dijumpai penggunaan otot-otot aksesorius. Perkusi dada akan memberikan suara sonor yang normal dan dengan auskultasi, kita biasanya dapat mendengar suara ronki kasar serta mengi yang lokasi dan intensitasnya berubah-ubah setelah batuk yang dalam serta produktif. Pulsasi yang menetap mungkin terlihat di sepanjang margo sternalis kiri bawah yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan. Dengan adanya gagal ventrikel kanan kerapkali terdengar iramam gallop diastolic yang dini dan kadang-kadang bising holosistolik yang keduanya bertambah jelas pada saat inspirasi. Bising yang disebutkan terakhir ini merupakan petunjuk adanya regurgitasi fungsional tricuspid yang sering disertai dengan distensi pembuluh vena leher. Dengan terdapatnya gagal ventrikel kanan, gejala sianosis makin bertambah dan edema perifer semakin nyata.

Desaturasi serta eritrositosis secara bersama-sama akan menyebabkan sianosis dan vasokonstriksi pulmonal yang hipoksik dan menambah berat gagal jantung kanan. Karena sianosis dan edema yang terjadi sekunder akibat gagal jantung, pasien tersebut pernah disebut blue bloaters. Blue bloaters terjadi akibat serangan berulang desaturasi oksigen nocturnal yang berat dengan disertai serangan apnea waktu tidur atau periode hipoventilasi yang bertambah buruk. Kejadian respirasi yang berhubungan dengan tidur semacam itu akan memperberat derajat hipertensi pulmonal dan eritropoiesis sekunder.

Nilai kapasitas paru total seringkali normal dan terdapat kenaikan nilai volume residual yang sedang. Kapasitas vital sedikit menurun dan kecepatan aliran ekspirasi yang maksimal selalu rendah. Sifat recoil elastic pada paru tetap normal atau hanya sedikit terganggu dan kapasitas patu untuk mengalihkan karbon monoksida dapat normal atau sedikit menurun.

Pada pemeriksaan radiologic terlihat lengkungan diafragma yang baik, corakan bronkovaskuler bertambah pada lapangan paru bawah dan bayangan hitam jantung agak melebar. Berkaitan dengan gagal ventrikel kanan, bayangan hitam jantung lebih melebar lagi, gambaran arteri pulmonalis menjadi lebih nyata dan distribusi perfusi yang melawan gaya berat terlihat jelas.

Meskipun penanganan sudah direncanakan dengan baik, pasien bronchitis kronik dapat mengalami episode gagal napas yang kesembuhannya seringkali terjadi setelah dilakukan terapi yang tepat. Akhirnya, paru pasien pada pemeriksaan pascamati akan memperlihatkan perubahan bronchitis yang berat baik pada jalan napas yangbesar maupun yang kecil dan hanya menunjukkan emfisema yang sedang.

Penatalaksanaan14Penatalaksanaan dari bronchitis kronis antara lain menghentikan kebiasaan merokok, penggunaan antibiotic terutama untuk H. influenza dan S. pneumonia 7-10 hari, pemberian nutrisi yang adekuat dan latihan, obat bronkodilator, serta kortikosteroid yang diberikan setelah pemberian adekuat bronkodilator.

Prognosis

Angka kematian di rumah sakit rata-rata 30% untuk satu episode dan nilai ketahan hidup 5-tahun setelah episode pertama rata-rata hanya 15-20%.

Working Diagnosis

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial.5,162.5 Etiologi1,5Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya PPOK, baik faktor eksogen (dalam hal ini lingkungan) maupun faktor endogen (dalam hal ini faktor host atau faktor dari penderita sendiri).Faktor Lingkungan :

1. Merokok

2. Asap tembakau

3. Polisi udara di tempat kerja atau di dalam kotaFaktor Host :

a) Genetik

Karena defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan.ini merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini. Alfa 1 antitripsin ini merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, dimana berfungsi dalam melindungi paru-paru dari kerusakan. Enzim ini juga berfubgsi untuk menetralkan tripsin yang berasal dari rokok. Jika enzin ini rendah sedangkan asupan rokok tinggi maka akan mengganggu system kerja enzim tersebut, yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernafasan. Defisiensi enzim ini menyebabkan emfisema pada usia muda, yaitu pada mereka yang tidak merokok (onsetnya sekitar usia 53 tahun) dan bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun.

b) Hipereaktifitas Bronkus Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK. Apabila ditambah dengan faktor merokok maka akan lebih meningkatkan resiko untuk menderira PPOK disertai dengan penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis. Hipereaktivitas dari bronkus juga dapat terjadi akibat dari peradangan pada saluran napas atas

2.6 Epidemiologi5PPOK merupakan masalah kesehatan utama dimasyarakat yang menyebabkan 26.000 kematian per tahun di Inggris. Prevalensinya > 600.000. Angka ini lebih tinggi di daerah maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat menengah ke bawah, perokok berat dan pada manula. Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita.

2.7 Patofisiologi1,5,16

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang dapat merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu; imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat, yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan ,namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah ,yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal.6

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru .

2.8 Manifestasi Klinik

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu, sesak napas dan batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :9a) Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.

b) Batuk Kronis

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

c) Wheezing

Kontraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus menyebabkan pengurangan kapiler saluran napas dan tuberlensi aliran darah yang berkepanjangan, yang menimbulkan mengi yang dapat didengar langsung atau dengan stetoskop. Intesitas mengi tidak berkolerasi baik dengan keparahan penyempitan saluran napas; contohnya, pada obtruksi saluran napas ektrem, aliran udara dapat sedemikian berkurang, sehingga mengi mungkin sama sekali tidak terdengar. Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen reversibel penyakitnya.13d) Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum.

e) Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek2.9 Komplikasi 11. HipoxemiaHipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen