pleno cantiq
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan didalamnya,
baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan
otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi,sinkoppe dan dizzines,serta faktor ekstrinsik
seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang
karena cahaya kurang terang,dan sebagainya.
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat
kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang
lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Berdasarkan survei di
masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan seitar 30% lansia lebih dari umur 65 tahun
jatuh setipa tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Reuben dkk
(1996) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum lebih dari 65 tahun
berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh 0.6/orang. Insiden di
rumah-rumah perawatan 3 kali lebih banyak.Lima persen dari penderita jatuh ini
mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit. Kecelakaan
merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun 1992. kematian akibat
jatuh sangat sulit didefinisikan karena sering tidak disadari oleh keluarga atau dokter
pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga merpakan akibat penyakit lain misalnya serangan
jantung mendadak.Fraktur kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada
lansia. Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua
dan osteoporosis. Wanita mempunyai resiko tinggi dibanding laki-laki untuk terjadinya
fraktur dan perlukaan akibat jatuh. Lansia yang sehat juga mempunyai resiko lebih tinggi
dibanding lansia yang lemah atau cacat untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat
jatuh.resiko untuk terjadinya perlikaan akibat jatuh merupakan efek gabungan dari
penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan terbantingnya.
1.2 Tujuan
a. Dapat menjelaskan definisi dari jatuh
b. Dapat menjelaskan penyebab jatuh pada lansia
c. Dapat menjelaskan factor resiko jatuh
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Jatuh dan Gangguan Berjalan
Seorang laki-laki 68 tahun datang ke RS dengan keluhan menurut keluarganya tiba-
tiba terpleset di depan kamar mandi tadi pagi. Setelah itu kedua tungkai tak dapat
digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan oleh penderita.
Sejak seminggu penderita terdengar batuk-batuk dan agak sesak napas serta nafsu
makan sangat berkurang tetapi tidak disertai demam. Dan diketahui pasien adalah seorang
perokok sejak muda. Penderita selama ini juga mengidap dan minum obat penyakit
kencing manis dan hipertensi,kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu
menolak
2.2 Terminologi
a. Diabetes mellitus : suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut atau relatif.
b. Hipertensi : keadaan tubuh kehilangan atau kurang mampu mengendalikan tekanan
darah.
2.3 Permasalahan
a. Mengapa terpleset di depan kamar mandi?
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merpakan gabungan beberapa faktor, antara lain
:
1. Kecelakaan
Merupakan penyabab jatuh yang utama (30 - 50% kasus jatuh lansia)
Murni kecelakaan misalnya terpelesat, tersandung
Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelaianan-kelainan akibat proses
menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada di rumah
tertabrak, lalu jatuh.
2. Nyeri kepala atau vertigo
3. Hipotensi orthostatik
Hipovolemia / curah jantung rendah
Disfungsi otonom penurunan kembalinya darah vena ke jantung
Terlalu lama berbaring
Pengaruh obat-obatan hipotensi
Hipotensi sesudah makan
4. Obat-obatan
Diuretik
Antihipertensi
Antidepresan trisiklik
Sedativa
Antipsikotik
Obat-obat hipoglikemik
Alkohol
5. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit-penyakit akut seperti :
Kardiovaskuler :
- aritmia
- stenosis aorta
- sinkope sinus carotis
Neurulogi :
- TIA
- Stroke
- Serangan kejang
- parkinson
- kompresi saraf spinal karena spondilosis
- penyakit serebelum
6. Idiopatik (tidak jelas sebabnya)
7.Sinkope :kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
Drop attack(serangan roboh)
Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
Terbakar matahari
b. Mengapa kedua tungkai tidak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih
bisa dirasakan?
Mekanisme seseorang yang terjatuh terpleset kemungkinan bisa ke depan atau
ke belakang. Secara anatomis tungkai (ekstremitas bawah) dipersarafi oleh serabut
saraf dari vertebrata segmen lumbal dan sakral. Jadi kemungkinan besar ketika
terjatuh, pasien tersebut mengalami trauma vertebrata segmen lumbal sakral yang
mengakibatkan tertekannya ramus-ramus saraf di cornu anterior bagian dari kornum
anterior di segmen lumbo sakral yang tertekan yang berfungsi sebagai saraf motorik
pada ke dua tungkai yang mengakibatkan tungkai tidak dapat digerakkan.
c. Hubungan merokok dengan gejalan batuk dan sesak napas?
Rokok mengandung nikotin, tar, gas, CO dan berbagai logam berat. Nikotin
bersifat toksis terhadap jaringan syaraf juga menyebabkan peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti
dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner
bertambah dan vasokontroksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar
gula darah,kadar asam lemak bebas,kolestrol LDL dan meningkatkan agresi sel
pembekuan darah. Tar mempunyai bahan kimia beracun yang bisa menyebabkan
kerusakan pada sel-sel paru dan menyebabkan kanker. CO membuat berkurangnya
kemampuan darah membawa O2 . Rokok merupakan faktor risiko penyakit paru
obstruktif menahun yang utama. Asap rokok dapat mengganggu aktifitas saluran
pernapasan dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar mukosa. Mekanisme kerusakan
paru akibat merokok adalah melalui dua tahap yaitu peradangan yang disertai
kerusakan pada matriks ekstrasel dan menghambat proses perbaikan matriks ekstrasel.
Mekanisme kerusakan paru akibat rokok adalah melalui radikal bebas yang
dikeluarkan oleh asap rokok. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit paru obstruktif
brupa batuk kronis,berdahak gangguan pernapasan.
d. Hubungan minum obat kencing manis pada gejala di skenario?
- Obat DM tipe 1 memerlukan suntikan insulin tiap hari
- Obat DM tipe 2 kadang dengan diet dan olahraga saja glukosa darah bisa menjadi
normal,biasanya minum OAD oral/tablet.
Ex: Glibenclamido yang dpat menurunkn glukosa darah tetepi pada dosis yang tinggi
yang dapat menyebabkan hipoglikemi. Kejadian hipoglikemi karena interaksi obat
yang kompleks terutama yang melibatkan agen hipoglikemik oral dan insulin untuk
diabetik dengan usia.
e. Mengapa kedua mata dianjurkan untuk operasi ?
Kemungkinan terjadi komplikasi pada mata akibat penyakit diabetes mellitus
yang diderita pasien sebelumnya.
2.4 Learning Objective
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian jatuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi
jatuh pada lansia?
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di
lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.
Secara singkat faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :
1. Faktor-faktor intrinsik
- kondisi fisik dan neuropsikiatrik
- penurunan visus dan pendengaran
- perubahan neuromuskuler, gaya berjalan, dan reflek postural karena proses
menua
2. Faktor-faktor ekstrinsik
- Obat-obat yang diminum
- Alat-alat bantu berjalan
- Lingkungan yang tidak mendukung (Kane, 1994)
Berbagai faktor resiko jatuh pada lansia
1. Faktor host (diri lansia).
Faktor-faktor yang menyebabkan roboh sangat komplek dan tergantung
kondisi penderita/lansia. Di antaranya adanya disability, penyakit yang
sedang diderita; perubahan-perubahan akibat proses penuaan (penurunan
pendengaran, penurunan visus, penurunan mental, penurunan fungsi indra
yang lain, lambatnya pergerakan, hidup sendiri) dan neuropati perifer.
Neuropati perifer dapat dinilai dengan tes berdiri satu kaki selama 10
detik, bila gagal dalam tiga kali tes, sangat mungkin terdapat neuropati.
Kondisi sakit, panas badan atau meningkatnya angka lekosit dan limfosit
serta hemoglobin yang rendah juga meningkatkan risiko terjadinya roboh.
Menurut Probo, beberapa disability di antaranya, kelemahan paha, artritis,
penyakit parkinson, kelemahan badan secara umum, gangguan
keseimbangan dan gangguan berjalan, gangguan neuromuskular atau
muskuloskeletal. Bila terdapat tiga disability, maka risiko roboh 100
persen, sedangkan tanpa disability mempunyai risiko roboh sekitar 12
persen per tahun.
2. Faktor aktifitas
Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil, mempunyai
risiko roboh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak aktif atau
aktif, tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian selama setahun terhadap
4.862 penderita yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, didapatkan
penderita dengan risiko roboh paling tinggi adalah penderita aktif, dengan
sedikit gangguan keseimbangan.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan, terutama yang belum dikenal mempunyai risiko
terhadap roboh 22 persen. Roboh pada lingkungan yang sudah dikenal,
(misalnya di rumah), lebih banyak disebabkan oleh faktor host (dirinya).
Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda-benda di
lantai (seperti tersandung karpet), peralatan rumah yang tidak stabil,
tangga tanpa pagar, tempat tidur atau toilet yang terlalu rendah.
4. Faktor obat-obatan
Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang bermakna terhadap
penderita. Empat obat atau lebih meningkatkan risiko jatuh. Roboh akibat
terapi obat dinamakan roboh iatrogenik. Obat-obatan yang meningkatkan
risiko jatuh, di antaranya obat golongan sedatif dan hip notik yang dapat
mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek samping
menyerupai sindroma parkinson. Obat-obatan lain yang menyebabkan
hipotensi, hipoglikemi, mengganggu vestibular, menyebabkan neuropati
hipotermi dan menyebabkan kebingungan. Transquilizer mayor (misalnya
phenothiazine), antidepresan trisiklik, barbiturat, dan benzodiazepin kerja
panjang juga meningkatkan risiko roboh
b. Mahasiswa mampu komplikasi yang terjadi akibat jatuh
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti :
1. Perlukaan (injury)
- Rusaknya jaringan lunak yang terasa sngat sakit berupa robek atau tertariknya
jaringan otot, robeknya arteri atau vena
- Patah tulang (fraktur)
Pelvis
Femur
Humerus
Lengan bawah
Tungkai bawah
Hematom subdural
2. Rawatan rumah sakit
3. Disabilitas
4. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan
5. Mati
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien jatuh
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien jatuh
A. Anamnesa riwayat penyakit (jatuhnya), meliputi:
1. Seputar jatuhnya : Mencari penyebab jatuh, misalnya terpleset,
tersandung, berjalan, perubahan posisi
badan, saat BAK/BAB, saat batuk, atau
bersin dan aktivitas lainnya.
2. Gejala yang menyertai : Seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri
kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemah,
inkontinensia, sesak nafas.
3. Kondisi kormobid yang relevan : Pernah menderita hipertensi, diabetes
melitus, stroke, parkinsonisme,
osteoporosis, sering kejang, penyakit
jantung, rematik, depresi dll.
4. Review obat-obatan yang diminum : Antihipertensi, diuretik, antidepresan,
dll.
5. Review keadaan lingkungan : Tempat jatuh apakah licin/ bertingkat-
tingkat, pencahayaan, dll
B. Pemeriksaan Fisik
1. Mengukur tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu badan.
2. Kepala dan leher : Apakah terdapat penurunan visus, penurunan
pendengaran, nistagmus, gerakan menginduk, ketidak
seimbangan, bising.
3. Pemeriksaan Jantung : Kelainan katup, aritmia, stenosis aorta dll
4. Neurologi : Perubahan status mental, defisit fokal, neuropati, perifer,
kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor, dll
5. Muskuluskeletal : Perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, deformitas,
dll
C. Assesmen Fungsional
Dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebiasaan pasien dan aspek
fungsional dalam lingkungannya, ini bermanfat untuk mencegah terjadinya jatuh
ulangan pada assesmen fungsional dilakukan observasi atau pencarian terhadap:
1. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari kursi,
berjalan, ketika membelok/ berputar badan.
2. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan
menggunakan alat bantu atau dibantu orang lain
3. Aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, berpergian, dll
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
- Foto X-ray pelvis dan genu
- Foto bone density
b. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi
- Elektrolit
- Gula darah
- Kadar kalsium
c. Pemeriksan elektrokardiogram (EKG)
d. Mahasiswa mampun menjelaskan penatalaksanaan pada pasien jatuh
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor
risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus
terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik,
bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga
penderita.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab
merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan
langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien
jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan
antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu.
Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan,
misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi
rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi
ini diperlukan terus – menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status
fumgsional. Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat
terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot
dan ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan,
semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan
untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya. Penderita
dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan pemberian alat
bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini
sangat membantu penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris, arthritis,
Parkinsonisme.
Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang menyebabkan
hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan, dll.
Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah /
tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh
e. Pencegahan jatuh
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila
sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti, 1992; Van – der
– Cammen, 1991; Reuben, 1996 )
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor
intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik,
muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari / menyebabkan jatuh.
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh
harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai
rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil yang susah dilihat. Peralatan
rumah tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat bergeser sendiri ) sebaiknya
diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan / tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya
diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan
kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
Obat – obatan yang menyebabkanhipotensi postural, hipoglikemik atau
penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan yang
komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh akibat
minum obat tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau
walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah bergeser
serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan ( gait )
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam
melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural sway sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada
saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi
medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus dilakukan dengan cermat apakah
penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot
ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu
harus dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan.
3. Mengatur / mengatasi fraktur situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut, penyakit
yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara
periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan
perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktifitas
fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan
pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas
tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil
pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka
dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko
tinggi untuk terjadinya jatuh.
f. mahasiswa mampu menjelaskan diabetes mellitus pada lansia
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma
klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara
absolut/relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)
2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15%
populasi pada panti lansia.
3. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum
dapat digolongkan ke dalam dua besar:
· Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
· Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang
sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari
proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
· Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik.
Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
Mudah terjadi ketoasidosis
Pengobatan harus dengan insulin
Onset akut
Biasanya kurus
Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
Didapatkan antibodi sel islet
10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
· Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II:
Sukar terjadi ketoasidosis
Pengobatan tidak harus dengan insulin
Onset lambat
Gemuk atau tidak gemuk
Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
Tidak berhubungan dengan HLA
Tidak ada antibodi sel islet
30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap
berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu
oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin
itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat.
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein,
75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis,
tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa
klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian
pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua
aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan
fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan
berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
Diet yang harus dikomsumsi
Latihan
Penggunaan insulin
8. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah sewaktu
Kadar glukosa darah puasa
Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
9. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,
dislipidemia, dan hipertensi.
· Komplikasi akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
· Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi
pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina
atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi
sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia,
dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jatuh adalah suatu kejadian mengakibatkan seseorag mendadak terbaring
/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka.
Penyebab Jatuh Pada Lansia
1. Kecelakaan
2. Nyeri kepala atau vertigo
3. Hipotensi orthostatik
4. Obat-obatan
5. Proses penyakit
6. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
Faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dua yaitu :
1. faktor intrinsik :
- kondisi fisik dan neuropsikiatrik
- penurunan visus dan pendengaran
- perubahan neuromuskuler, gaya berjalan, dan reflek postural karena proses
menua
2. Faktor-faktor ekstrinsik
- Obat-obat yang diminum
- Alat-alat bantu berjalan
- Lingkungan yang tidak mendukung
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo-Boedhi.2004.Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). FKUI :
Jakarta
Lansia Sering Tiba-tiba Roboh from : http://www.republika.co.id
Mekanisme Keseimbangan Postural Pada Lansia from :
http://www.rumahweb.com